• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi Kantong dengan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Media Murashige & Skoog pada Beberapa Ukuran Eksplan Kantong Semar (Nepenthes gracilis Korth.) secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Induksi Kantong dengan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Media Murashige & Skoog pada Beberapa Ukuran Eksplan Kantong Semar (Nepenthes gracilis Korth.) secara In Vitro"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI KANTONG DENGAN PERLAKUAN BERBAGAI

KONSENTRASI MEDIA Murashige & Skoog PADA

BEBERAPA UKURAN EKSPLAN KANTONG SEMAR

(Nepenthes gracilis Korth.) SECARA IN VITRO

FITRIYANA INSANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

INDUKSI KANTONG DENGAN PERLAKUAN BERBAGAI

KONSENTRASI MEDIA Murashige & Skoog PADA

BEBERAPA UKURAN EKSPLAN KANTONG SEMAR

(Nepenthes gracilis Korth.) SECARA IN VITRO

FITRIYANA INSANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

FITRIYANA INSANI. Induksi Kantong dengan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Media Murashige & Skoog pada Beberapa Ukuran Eksplan Kantong Semar (Nepenthes gracilis Korth.) secara In Vitro. Dibimbing oleh EDHI SANDRA dan

YUPI ISNAINI.

Kantong semar merupakan salah satu jenis tumbuhan yang digolongkan menjadi tanaman hias unik yang memiliki kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang miskin hara dengan membentuk kantong (Mansur 2007). Salah satu Nepenthes yang memiliki kemampuan adaptasi cukup tinggi adalah

Nepenthes gracilis. Nepenthes memiliki manfaat sebagai tanaman obat dan tanaman hias unik. Keunikan ini terletak pada bagian kantong yang merupakan modifikasi dari tulang daun bagian tengah daun Nepenthes. Kantong sebagai bagian yang paling banyak dimanfaatkan merupakan suatu bentuk adaptasi yang dilakukan oleh Nepenthes, dan belum diketahui secara pasti cara induksi pembentukan kantong. Oleh karena itu, penelitian untuk mengetahui hal tersebut perlu dilakukan untuk mempelajari respon pembentukan kantong pada berbagai konsentrasi media dasar Murashige & Skoog dengan beberapa ukuran eksplan N. gracilis Korth. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon pembentukan kantong pada beberapa konsentrasi media dasar Murashige & Skoog (MS) dengan beberapa ukuran eksplan N. gracilis Korth.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga Desember 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Pusat Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya Bogor. Perlakuan dalam penelitian ini adalah konsentrasi media dasar MS dan ukuran eksplan. Konsentrasi media dasar MS yang digunakan adalah 1/2MS, 1/4MS, 1/8MS, 1/16MS dan 1/32MS. Eksplan N. gracilis yang digunakan berukuran < 2 cm, 2-4 cm dan > 4 cm. Pengamatan rutin dilakukan selama 12 MSP dan pengamatan visual dilakukan hingga bulan Desember 2012. Parameter pengukuran yang diamati setiap minggu adalah tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah kantong. Parameter pengukuran yang diamati pada akhir pengamatan yaitu warna daun, warna kantong, persentase planlet hidup dan berkantong.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi media dasar MS dan ukuran eksplan berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun, tinggi eksplan, dan jumlah kantong. Konsentrasi media 1/2MS, 1/4MS pada ukuran eksplan < 2 cm dan media 1/8MS pada ukuran eksplan 2-4 cm merupakan perlakuan yang memberikan pengaruh paling baik pada pembentukan kantong.Perlakuan tersebut menunjukkan rata-rata pembentukan kantong terbanyak yakni 3,00-3,50 kantong.

Kata kunci : Kantong, Nepenthes gracilis, konsentrasi media MS, ukuran eksplan,

(4)

SUMMARY

FITRIYANA INSANI. Pitcher Induction with Various Concentration Treatments of Murashige & Skoog Medium on Multiple Size of Kantong Semar (Nepenthes gracilis Korth.) Explants using In Vitro Technique. Under Supervision of EDHI SANDRA and YUPI ISNAINI.

Nepenthes is a plant species which is classified as a unique ornamental plant that has the capability of adaptation to environments with poor nutrients by forming pitcher (Mansur 2007). Nepenthes gracilis is an example of Nepenthes

species with high capability of adaptation. Nepenthes have benefits as medicinal and unique ornamental plant. This uniqueness lies in the pitcher which is a modification of the center part of the leaf. Pitcher as the most widely used part is a form of adaptation by Nepenthes, and it is not yet known for certain how the induction of the formation of a pitcher. Therefore, the research to know the response of pitcher formation in various concentrations of Murashige & Skoog medium on multiple size of N. gracilis Korth explants is needed. The aim of this research is to study the response of pitcher formation on various concentration of Murashige & Skoog medium on multiple size of N. gracilis Korth explants.

This research was conducted on June until December 2012 at the Tissue Culture Laboratory, Center for Plant Conservation, Bogor Botanical Garden. The treatment in this study is the concentration of MS basic medium and explant size. The concentration of MS basic medium which is used are 1/2MS, 1/4MS, 1/8MS, 1/16MS and 1/32MS. The explant size of N. gracilis are < 2 cm, 2-4 cm and > 4 cm. Routine observations was done for 12 MSP and visual observations was done until December 2012. Parameter measurement which is observed every week are plant height, number of leaves and number of pitcher. Parameter measurement which is observed at the end of observation are the color of the leaf, the color of the pitcher, and the percentage of living and pitched planlet.

The result shows that the concentration of MS basic medium and explant size influenced the number of leaves, explant height, and the number of pitcher. The concentration of 1/2MS and 1/4MS with the explant size < 2 cm, and 1/8MS with explant size 2-4 cm are treatments that gave the best influence on the formation of pitchers. Those treatments shows the average of the highest pitcher formation which is 3,00 to 3,50 pitchers.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Induksi Kantong dengan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Media Murashige & Skoog pada Beberapa Ukuran Eksplan Kantong Semar (Nepenthes gracilis Korth.) secara In Vitro adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada

perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Fitriyana Insani

(6)

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Edhi Sandra, M.Si Yupi Isnaini, S.Si, M.Si NIP. 196610 19 199303 1 002 NIP. 197112 27 200604 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konsevasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 195809 15 198403 1 003

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Induksi Kantong dengan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Media Murashige & Skoog pada Beberapa Ukuran Eksplan Kantong Semar (Nepenthes gracilis Korth.) secara In Vitro

Nama : Fitriyana Insani

(7)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala

curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil

diselesaikan. Skripsi dengan judul Induksi Kantong dengan Perlakuan Berbagai

Konsentrasi Media Murashige & Skoog pada Beberapa Ukuran Eksplan Kantong

Semar (Nepenthes gracilis Korth.) secara In Vitro dilaksanakan pada bulan Juni

hingga Desember.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si dan

Ibu Yupi Isnaini, S.Si, M.Si selaku pembimbing. Selain itu, terima kasih juga

penulis sampaikan kepada seluruh bapak dan ibu yang terdapat di Laboratorium

Kultur Jaringan Kebun Raya Bogor atas bantuannya selama penelitian

berlangsung. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 08 Juni 1990 sebagai anak

kedua dari tiga bersaudara pasangan Abdullah Sani Asnawi dan Yuli Indrayati.

Riwayat pendidikan penulis yaitu pada tahun 2002 lulus dari SD

Muhamadiyah 1 Pangkal pinang dan melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1

Pangkal Pinang. Selanjutnya setelah lulus pada tahun 2005, penulis melanjutkan

pendidikan di SMA Negeri 1 Pemali dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang

sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

dengan program studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas

Kehutanan.

Selama di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan.

Organisasi tersebut antara lain wakil bendahara Himpunan Mahasiswa Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) tahun 2009-2010, anggota Biro

Kekeluargaan HIMAKOVA (2010-2011), anggota Kelompok Pemerhati Flora

(KPF) Raflesia HIMAKOVA, anggota Divisi Kesekretariatan International Forestry Students’ Association (IFSA LC IPB) (2009-2010), Kepala Divisi Kesekretariatan IFSA LC IPB (2010-2011), panitia Bina Corp Rimbawan (BCR)

Fakultas Kehutanan tahun 2010, panitia Gebyar HIMAKOVA tahun 2009, dan

panitia International Forestry Students’ Symposium (IFSS) IFSA tahun 2009 di

Indonesia. Selain itu, penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan

(PPEH) di Jalur Sancang Timur-Papandayan, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di

Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Taman

Nasional Kelimutu, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Untuk memperolah gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Induksi Kantong dengan Perlakuan Berbagai Konsentrasi

Media Murashige & Skoog pada Beberapa Ukuran Eksplan Kantong Semar

(Nepenthes gracilis Korth.) secara In Vitro dibawah bimbingan Ir. Edhi Sandra,

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi dengan judul Induksi Kantong dengan Perlakuan Berbagai

Konsentrasi Media Murashige & Skoog pada Beberapa Ukuran Eksplan Kantong

Semar (Nepenthes gracilis Korth.) secara In Vitro ini akhirnya dapat penulis

selesaikan dengan baik. Tersusunnya skripsi ini adalah atas bantuan dan dorongan

dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Keluarga tercinta Abdullah Sani Asnawi, Yuli Indrayati, Zahir Insani dan

Nia Darniati, Zahrotunissa Insani dan Caesar Fildza Ramadhan yang

senantiasa mendukung penulis dengan doa, motivasi dan dukungan.

2. Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si selaku dosen pembimbing I dan ibu Yupi

Isnaini, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing II atas bimbingan selama ini.

3. Ibu Eva Rachmawati S.Hut, M.Si selaku moderator pada seminar, bapak

Dr. Ir. Tutut Sunarminto, M.Si selaku ketua sidang dan ibu Dr. Ir. Arum

Sekar Wulandari, MS selaku dosen penguji atas masukan dan sarannya.

4. Seluruh staf Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Konservasi Tumbuhan

Kebun Raya Bogor.

5. Seluruh staf Laboratorium Konservasi Tumbuhan Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor.

6. Teman seperjuangan Tantri Andari atas kebersamaanya selama penelitian.

7. Sahabat-sahabatku Ajeng Miranti Putri, Soraya Nurul Ichwani, Ririn

Rihatni, Siti Munawaroh, Nur Sofia Wardani Yahya, Dina Oktavia, Rina

Lumbantobing, Rissa Rahmadwiati, Edelweis 45 dan Fahutan 45.

8. Bayu Pradana yang telah mendampingi dan memotivasi selama penelitian

serta penulisan skripsi.

9. Serta banyak pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat penulis

sebutkan satu-persatu.

Semoga tersusunnya skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain

yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2013

(10)

DAFTAR ISI

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 11

3.3.1 Sterilisasi alat ... 11

3.3.2 Pembuatan media tanam ... 11

3.3.3 Penanaman/subkultur ... 12

3.4 Rancangan Percobaan ... 14

3.5 Analisis Data ... 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertambahan Jumlah Daun ... 17

4.2 Pertambahan Tinggi ... 19

4.3 Jumlah Kantong yang Terbentuk ... 20

(11)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 26

5.2 Saran ... 26

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Morfologi warna daun dan kantong dengan bagan warna daun

(BWD)... 13 2 Kombinasi perlakuan konsentrasi media MS dan ukuran

eksplan... 14

3 Pengaruh perbedaan konsentrasi media terhadap rata-rata

pertambahan jumlah daun N. gracilis... 17 4 Rata-rata pertambahan jumlah daun (helai/minggu) pada

berbagai perlakuan... 17

5 Persentase warna daun pada planlet N. gracilis pada MSP

12... 19

6 Pengaruh ukuran eksplan N. gracilis terhadap rata-rata jumlah

kantong yang terbentuk... 21 7 Rata-rata jumlah kantong yang terbentuk pada berbagai

perlakuan... 21

8 Persentase planlet hidup dan berkantong N. gracilis pada setiap

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Batang (A) dan daun N. gracilis (B)... 4

2 Bunga jantan N.maxima (A) dan bunga betina N. spathulata (B) (Rice 2006)... 5

3 Kantong N. gracilis yang berwarna merah maron dan hijau... 6

4 Buah (A) dan biji Nepenthes (B)... 6

5 Bahan tanam N.gracilis (A) dan komponen media dasar MS yang digunakan (B)... 11

6 Bagan warna daun (BWD)... 13

7 Kontaminasi pada botol perlakuan... 17

8 Daun yang tumbuh setelah ditanam pada media perlakuan... 19

9 Pertambahan tinggi planlet per perlakuan... 20

10 Ukuran kantong masing-masing konsentrasi media pada 12 MSP... 23

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Komposisi media Murashige & Skoog... 31

2 Sidik ragam pertambahan jumlah daun N. gracilis... 32

3 Sidik ragam pertambahan tinggi eksplan N. gracilis... 32

4 Sidik ragam jumlah kantong N. gracilis... 32

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kantong Semar, Pitcher plant atau Nepenthes yang memiliki banyak

sebutan di beberapa daerah seperti Periuk Monyet (Riau), Kantong Beruk (Jambi),

Ketakung (Bangka), dan Sorok Raja Mantri (Jawa Barat) merupakan salah satu

jenis tumbuhan yang digolongkan menjadi tanaman hias unik (Mansur 2007).

Kantong semar yang kebanyakan berasal dari Indonesia ini memiliki bentuk,

ukuran, dan corak warna kantong yang unik. Nepenthes gracilis merupakan salah

satu jenis dengan keunikan berupa bentuk kantong yang langsing (bentuk

pinggang) dengan kemampuan adaptasi lingkungan cukup tinggi (Mansur 2007).

Kantong semar umumnya hidup di tempat-tempat yang miskin unsur hara

dan memiliki kelembapan yang cukup tinggi. N. gracilis dapat hidup di hutan

dataran rendah, hutan rawa gambut, dan hutan kerangas pada ketinggian 0-1100

mdpl (Hernawati & Akhriadi 2006; Mansur 2007). Bentuk adaptasi yang

dilakukan oleh Nepenthes adalah dengan pembentukan kantong.

Kantong yang keluar dari bagian ujung daun menjadi daya tarik tersendiri

dalam pemanfaatan tumbuhan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari perhatian

masyarakat terhadap jenis tersebut lebih besar dibandingkan dengan jenis lain

yang dipasarkan. Dari keseluruhan jenis yang dipasarkan secara terbatas di

Garden Shop dan Griya Anggrek Kebun Raya Bogor, 25% perhatian masyarakat

tertuju pada Nepenthes hasil perbanyakan yang telah dikemas (Isnaini 2011).

Selain sebagai tanaman hias, Nepenthes juga dapat dijadikan obat dari penyakit

tertentu. Cairan dalam kantong muda yang masih tertutup dapat mengobati batuk,

kulit yang terbakar dan sebagai obat mata (Mansur 2007). Air rebusan akar

N.gracilis di wilayah Semenanjung Malaysia digunakan untuk mengobati disentri

dan sakit perut (Astuti et al. 2003). Batang tumbuhan ini juga biasa digunakan

sebagai bahan pengikat dengan kekuatan yang hampir sama dengan rotan (Heyne

1987). Selain manfaat tersebut, sebagai tanaman yang biasa tumbuh merambat di

(16)

2

tanah di dalam hutan, Nepenthes dapat berfungsi menjaga kelembaban tanah,

mencegah erosi pada lantai hutan, dan juga dapat menjadi naungan bagi anakan

tanaman lain yang baru tumbuh.

Potensi sebagai tanaman hias dan manfaat lain yang dimiliki oleh Nepenthes

menjadikannya tanaman yang cukup banyak dicari. Akibatnya, keberadaannya di

alam menjadi terancam karena banyaknya ancaman berupa kebakaran hutan dan

lahan, konversi lahan dan pelebaran jalan (Hernawati & Akhriadi 2006). Oleh

karena itu, seluruh spesies kantong semar memiliki status perlindungan

Appendiks II CITES dan pada PP No. 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis

tumbuhan dan satwa termasuk ke dalam jenis tumbuhan yang dilindungi (CITES

2012; DEPHUT 1999).

Perbanyakan Nepenthes dapat dilakukan dengan biji, stek batang dan

pemisahan anakan (Mansur 2007; Handoyo & Sitanggang 2006). Namun, ketiga

cara tersebut memiliki kelemahan pada sedikitnya jumlah anakan yang dihasilkan.

Perbanyakan lain yang dapat dijadikan alternatif adalah kultur jaringan. Kultur

jaringan (in vitro) memiliki kelebihan yakni dengan sejumlah kecil bahan material

awal dapat dihasilkan banyak klon dengan sifat genetik identik antara satu dan

lainnya (Zulkarnain 2009).

Kantong pada Nepenthes merupakan daya tarik dalam pemanfaatannya, baik

sebagai tanaman hias maupun tanaman obat-obatan. Namun, cara induksi

pembentukan kantong belum diketahui secara pasti. Penelitian terkait kantong pun

lebih kepada cairan yang ada di dalam kantong (Yogiara 2004). Oleh karena itu,

diperlukan penelitian untuk mengetahui cara menginduksi kantong pada

Nepenthes dengan membuat kondisi seperti habitat aslinya agar kantong

terbentuk.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon pembentukan kantong

pada berbagai modifikasi konsentrasi media dasar Murashige & Skoog dengan

beberapa ukuran eksplan N. gracilis.

1.3 Hipotesis Penelitian

(17)

3

1. Terdapat pengaruh modifikasi konsentrasi media dasar MS yang

diberikan terhadap pembentukan kantong pada kultur N. gracilis.

2. Terdapat pengaruh ukuran eksplan N. gracilis terhadap pembentukan

kantong pada kultur N. gracilis.

3. Terdapat interaksi antara modifikasi konsentrasi media dasar MS dan

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani dan Morfologi

Kantong semar merupakan tumbuhan tahunan memanjat yang memiliki

kantong berupa periuk di ujung daun-daun sebagai bentuk adaptasi terhadap

lingkungannya. Tumbuhan dikotil ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut

(Suhono et al. 2010):

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Magnoliophyta

Class : Choripetaleae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Nepenthaceae

Genus : Nepenthes

Spesies : N. gracilis Korth.

Jenis ini merupakan tumbuhan memanjat dengan tinggi 2-5 m. Batang

berbentuk segitiga, berdiameter 2-4 mm, dengan sudut daun berbentuk bulat,

dengan sayap selebar 1-3,5 mm, dan panjang ruas 2,5-9 cm. Daun tidak

bertangkai, posisi duduk, dengan panjang 12-19 cm (Gambar 1). Lebar daun

1,5-3,7 cm dengan bentuk lanset, panjang sulur 15 cm, ujung daun runcing dan sayap

batang agak ramping pada pangkal daun (Cheek & Jebb 2001).

(A) (B)

(19)

5

Nepenthes termasuk jenis tanaman berumah dua, yaitu tanaman dengan

bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (Suhono et al. 2010) (Gambar 2).

Bunga pada Nepenthes memiliki 4 sepal tetapi tidak memiliki petal. Bunga jantan

memiliki sebuah lajur dengan sebuah ulir kepala putik pada bagian ujung,

sedangkan bunga betina memiliki sebuah indung telur elipsoid yang terbagi ke

dalam empat bilik (Clarke 2001).

Gambar 2 Bunga jantan N.maxima (A) dan bunga betina

N. spathulata (B) (Rice 2006).

Kantong N.gracilis berwarna hijau, merah maron, atau terkadang coklat

kemerah-merahan (Mansur 2007). Kantong bawah berbentuk oval, bagian atas

silindris, lebar pada bagian tengah atas dengan ukuran 1,4-2,4 cm, lebar pada

bagian tengah bawah dengan ukuran 1,7-3,7 cm, terdapat dua sayap tepi dengan

lebar 3-5 mm, panjang struktur tepi 1-2,5 mm, bagian tengah 0,5-2 mm, mulut

kantong berbentuk oval, dengan bibir berbentuk silindris, lebar 0,5 mm (Gambar

3). Kantong atas N.gracilis sama dengan kantong bawah namun setengah silindris

dan mengecil pada bagian pinggang, dengan panjang 7-14,5 cm dan lebar 1,8-4

cm. Lebar pada bagian basal hampir sampai 1,5-2,9 cm pada bagian pinggang

(20)

6

Gambar 3 Kantong N. gracilis yang berwarna merah maron dan hijau.

2.2 Penyebaran dan Habitat

N. gracilis Korth merupakan salah satu jenis yang tersebar di Thailand,

Semenanjung Malaysia, Singapura, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Habitat

yang dimiliki oleh N. gracilis adalah di hutan dataran rendah, hutan rawa gambut,

hutan kerangas, di bagian tepi gambut atau daerah yang sudah terganggu seperti

tepi jalan, dan tanah yang miskin hara (Cheek & Jebb 2001).

2.3 Perbanyakan Nepenthes

Nepenthes dapat diperbanyak dengan cara pemisahan anakan, stek batang

dan juga dengan cara penyemaian biji (Handoyo & Sitanggang 2006). Buah

Nepenthes terdiri dari empat bilik dimana terdapat retakan sepanjang garis tepi

saat buah masak untuk mengeluarkan biji yang berbentuk seperti kawat (Clarke

2001). Bijinya berukuran kecil dan tipis mirip benang (filamen) (Gambar 4).

Gambar 4 Buah (A) dan biji Nepenthes (B).

Selain perbanyakan secara konvensional yang telah disebutkan di atas,

Nepenthes juga dapat diperbanyak dengan kultur jaringan.

(21)

7

2.4 Kultur Jaringan pada Nepenthes

Saat ini, pembudidayaan tumbuhan tidak hanya dilakukan secara

konvensional saja namun juga telah menggunakan cara in vitro atau kultur

jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari

tumbuhan seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta

menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian tersebut dapat

beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap kembali (Gunawan 1987). Teori

yang mendasari kultur jaringan adalah sifat totipotensi yang dimiliki oleh sel

tanaman. Totipotensi sel adalah kemampuan sel organ tanaman untuk tumbuh

menjadi tanaman yang sempurna dan utuh saat ditempatkan pada lingkungan yang

sesuai untuk tumbuh.

Kultur jaringan memiliki beberapa keuntungan dan kelebihan jika

dibandingkan dengan teknik perbanyakan secara konvensional. Keuntungan

tersebut antara lain banyak jumlah klon yang dapat dihasilkan dari sejumlah kecil

material awal yang dimiliki, faktor-faktor lingkungan dapat dimanipulasi untuk

mengatasi jenis tanaman yang resisten terhadap perbanyakan konvensional, teknik

ini tidak bergantung pada musim dan memungkinkan untuk pertukaran bahan

tanaman di tingkat internasional. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki tersebut

tentunya memberikan manfaat tersendiri selain manfaat utama dari aplikasi teknik

kultur jaringan tanaman yakni perbanyakan massal dari tanaman yang memiliki

sifat genetik identik antara satu dan lainnya (Zulkarnain 2009).

Kultur jaringan memiliki banyak aspek yang mempengaruhi

keberhasilannya dan perkembangan tumbuhan yang dikulturkan. Aspek-aspek

tersebut antara lain cara budidayanya, eksplan yang digunakan, bahan sterilisasi,

kandungan unsur kimia dalam media, hormon yang digunakan, substansi organik

yang ditambahkan dan terang gelapnya saat inkubasi. Komposisi media bagi

pertumbuhan eksplan merupakan aspek yang paling banyak diteliti dan dicoba

(Hendaryono & Wijayani 1994).

Perbanyakan Nepenthes dengan kultur jaringan belum banyak dilakukan.

Publikasi mengenai penelitian terkait kultur jaringan Nepenthes juga belum

banyak ditemukan. Penelitian yang telah ada diantaranya penelitian pada jenis N.

(22)

8

mirabilis (Khompat et al. 2007), N. rafflesiana (Rahayu & Isnaini 2009; Kunita

2011), N. macfarlanei (Chua & Henshaw 1999) dan N. gracilis (Isnaini &

Handini 2007; Fong 2008).

Penelitian jenis N. khasiana yang dilakukan oleh Rathore et al. (1991)

sebanyak 80% tunas dalam kultur in vitro memiliki akar pada media MS dengan

penambahan 2 mg/l NAA dan 0,1 mg/l kinetin. Penelitian yang dilakukan Latha &

Seeni (1994) menghasilkan kantong pada ujung daun jenis tersebut dari tunas

yang ditanam pada media WPM (Woody Plant Medium) ditambah 2.7 μM NAA.

Menurut Nongrum et al. (2009), kantong N. khasiana ditemukan baru

berkembang pada 150 hari setelah penanaman dalam botol kultur yang disemai

pada media 1/4MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Kantong yang sehat

dan berkembang dengan baik terlihat pada hari ke-120 kultur pada media 1/4MS

ditambah 2.68 μM NAA.

Bagian yang diteliti pada jenis N. mirabilis adalah biji yang telah dewasa

dan tunasnya. Menurut Khompat et al. (2007), biji N. mirabilis yang dikulturkan

pada media padat MS dengan 3 mg/l BA di bawah lampu inkubasi menghasilkan

kecambah terbanyak yakni 26% dengan perkembangan semaian yang baik.

Multiplikasi tunas dapat dikembangbiakan pada semua konsentrasi BA (1, 3 dan 5

mg/l) setelah 6 minggu pemindahan dan semakin tinggi konsentrasi BA maka

tunas yang dihasilkan semakin banyak.

Media dasar 1/2MS dengan penambahan 5 μM BAP digunakan untuk

multiplikasi tunas N. macfarlanei dari semaian kotiledonnya. Semaian dari

kotiledon menghasilkan tunas lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan

tunas apikal dan bagian nodal (Chua & Henshaw 1999). Chua dan Henshaw

(1999) juga menyebutkan bahwa media 1/2MS ditambah dengan berbagai

konsentrasi NAA baik digunakan untuk pertumbuhan akar pada pucuk.

Pada jenis N. rafflesiana telah dilakukan penelitian mengenai induksi

kantong dengan perlakuan perbedaan konsentrasi media dengan ukuran wadah

(Rahayu & Isnaini 2009) dan modifikasi konsentrasi media dengan pH yang

digunakan (Kunita 2011). Rahayu dan Isnaini (2009) menyebutkan bahwa pada

media dasar 1/2MS menghasilkan jumlah daun dan kantong yang paling banyak

(23)

9

dengan konsentrasi 1/4MS dan 1/8MS kantong yang terbentuk memiliki ukuran

yang lebih besar. Perbedaan ukuran wadah yang digunakan dalam penelitian

tersebut tidak terlalu memberikan dampak yang signifikan terhadap jumlah daun

dan kantong. Penelitian Kunita (2011) juga menunjukan hasil yang sama yakni

pada media 1/2MS dan 1/8MS dengan perlakuan pH pada media yang digunakan.

Penelitian jenis N.gracilis yang telah dilakukan yakni perkecambahan biji,

perbesarannya dan induksi poliploid. Hasil penelitian Isnaini dan Handini (2007)

menunjukan bahwa media terbaik untuk perkecambahan biji dan pembesaran

N.gracilis adalah media dasar 1/4MS. Penelitian induksi poliploid yang dilakukan

oleh Fong (2008) menunjukkan dampak awal yang mungkin terjadi pada

N.gracilis adalah pertumbuhan tunas yang terhambat dan penyimpangan

morfologi. Ukuran panjang dan lebar stomata yang terbentuk pada tetraploid lebih

besar dibandingkan dengan diploidnya. Namun, jumlah stomata pada tetraploid

lebih sedikit dibandingkan dengan diploidnya. Fong (2008) juga menyebutkan

bahwa kromosom N.gracilis yang terbentuk memiliki ukuran yang kecil namun

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Pusat Konservasi

Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Juni-Desember

2012. Pengamatan rutin dilakukan selama 4 (empat) bulan yakni bulan

Juni-September 2012. Namun, pengamatan visual tetap dilakukan hingga bulan

Desember 2012.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan untuk pembuatan media antara lain gelas piala, gelas

ukur biasa, pipet volumetrik, neraca analitik, pH meter, panci, pengaduk,

autoclave, karet gelang, timbangan analitik, magnetic stirer, labu erlenmeyer,

botol kultur, dan alumunium foil. Proses penanaman menggunakan alat-alat antara

lain scalpel, tisu, cawan petri, pisau, pinset, lampu Bunsen, laminar air flow

cabinet,dan wrap plastic. Alat untuk pengamatan diantaranya alat tulis, tally

sheet, dan kamera.

Bahan tanam (eksplan) yang digunakan adalah kultur kantong semar

(Nepenthes gracilis Korth) koleksi Laboratorium Kultur Jaringan, Pusat

Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya Bogor, yang berasal dari pulau Batam dan

telah disubkultur secara in vitro dengan ukuran < 2 cm, 2-4 cm dan > 4 cm pada

media dasar 1/2MS (Gambar 5a). Media dasar yang digunakan adalah media

Murashige & Skoog dengan berbagai konsentrasi yakni 1/2MS, 1/4MS, 1/8MS,

1/16MS dan 1/32MS. 1/2MS berarti bahwa seluruh komponen unsur yang

terkandung dalam media dasar seperti unsur makro, mikro, vitamin (Gambar 5b)

dan gula berjumlah setengah dari konsentrasi keseluruhan pada media dasar MS

(25)

11

Gambar 5 Bahan tanam N.gracilis (A) dan komponen media dasar MS yang digunakan (B).

3.3 Pelaksanaan Penelitian 3.3.1 Sterilisasi alat

Peralatan berupa botol kultur, cawan petri, scalpel, pinset dicuci dengan

menggunakan detergen untuk menghilangkan kotoran yang masih melekat pada

peralatan tersebut. Setelah dicuci dan dibersihkan kemudian botol dan peralatan

dibilas dengan air. Peralatan tersebut kemudian ditiriskan untuk menghilangkan

sisa air dengan posisi terbalik (mulut botol berada di bawah). Khusus unttuk

peralatan berbahan besi, setelah pembilasan sebaiknya langsung dikeringkan

dengan menggunakan tisu untuk menghindari timbulnya karat.

Sterilisasi selanjutnya menggunakan autoclave. Peralatan dimasukkan ke

dalam autoclave dengan penataan yang sesuai. Botol kultur disusun dengan rapi

dan rapat dalam kondisi terbalik. Sterilisasi peralatan dilakukan selama satu jam

pada suhu 121ºC dan tekanan 1 atm. Kemudian peralatan tersebut disimpan di

dalam oven.

3.3.2 Pembuatan media

Media dasar Murashige & Skoog (MS) dibuat menjadi beberapa modifikasi

konsentrasi tanpa penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) (Lampiran 1).

Pembuatan media modifikasi konsentrasi sebanyak 1 liter pada masing-masing

modifikasi dilakukan dengan cara pengenceran bertingkat. Pertama-tama dibuat

media MS penuh dengan mencampurkan seluruh komponen unsur makro, mikro,

vitamin dan gula misalnya didapatkan volume larutan sebanyak 500 ml. Volume

tersebut kemudian dibagi menjadi dua bagian masing-masing 250 ml yang

kemudian salah satunya ditambahkan aquades hingga mencapai volume total 1

(26)

12

liter. Media tersebut merupakan media dengan konsentrasi 1/2 MS. Volume media

sebanyak 250 ml yang masih tersisa dibagi lagi menjadi dua bagian menjadi 125

ml yang kemudian salah satunya ditambah aquades hingga volume total 1 liter.

Media tersebut merupakan media dengan konsentrasi 1/4 MS. Volume yang

masih tersisa diencerkan kembali hingga didapat keseluruhan modifikasi

konsentrasi.

Modifikasi konsentrasi media yang telah didapat kemudian diukur pH

dengan menggunakan pH meter. Tingkat keasaman yang digunakan adalah 5,7.

Jika pH pada pengukuran awal lebih tinggi maka larutan ditetesi dengan HCL 0,1

N, sedangkan apabila pH awal lebih rendah maka larutan ditetesi dengan KOH 0,1

N hingga didapat pH yang digunakan pada penelitian.

Sebelum pemanasan, masing-masing modifikasi konsentrasi media

ditambahkan terlebih dahulu agar gelrite sebanyak 2,01 mg/l. Setelah mendidih,

larutan dituang ke dalam botol kecil masing-masing sebanyak 20 ml kemudian

ditutup dengan alumunium foil berukuran 10 cm × 10 cm dan diikat dengan karet

gelang.

Langkah sterilisasi media dasar dan perlakuan hampir sama dengan

sterilisasi alat. Sterilisasi dilakukan dengan autoclave pada suhu 121ºC dan

tekanan 1 atm selama 15 menit. Media yang telah steril kemudian disimpan di

dalam ruang media dan dibiarkan selama 3 hari untuk memastikan tidak terjadi

kontaminasi pada media tanam.

3.3.3 Penanaman/subkultur

Bahan dan alat penanaman disiapkan dalam laminar air flow cabinet. Bahan

tanam (eksplan) berupa planlet N.gracilis dikeluarkan dari botol kultur dan

dipindahkan ke cawan petri untuk dibersihkan akar tanaman dengan

menggunakan gunting kultur. Eksplan tersebut kemudian ditanam pada media

perlakuan. Sebelum botol ditutup, bagian bibir botol dan tutup aluminium foil

terlebih dahulu dibakar dengan lampu bunsen untuk mencegah kontaminasi.

Proses penanaman dilakukan dengan cepat dan hati-hati karena semakin lama

botol terbuka, semakin besar pula peluang kontaminan masuk ke dalam botol.

Selain itu, Nepenthes mudah layu sehingga semakin singkat proses penanaman

(27)

13

3.3.4 Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap minggu selama dua belas minggu setelah

penanaman (MSP) untuk parameter tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah

kantong. Parameter lain berupa warna daun dan kantong, persentase planlet hidup

dan persentase planlet berkantong dilakukan pada minggu terakhir pengamatan.

a. Tinggi tanaman (cm): diukur dari pangkal sampai titik tumbuh

b. Jumlah daun (helai): dihitung jumlah daun yang terbentuk pada setiap

eksplan

c. Jumlah kantong (buah): dihitung jumlah kantong yang terbentuk pada setiap

eksplan

d. Warna daun dan kantong diamati secara kualitatif seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Morfologi warna daun dan kantong dengan bagan warna daun (BWD)

Morfologi BWD

Pengukuran warna daun dilakukan dengan menggunakan bagan warna daun

(BWD) seperti pada Gambar 6.

Sumber: Anonim (2012)

Gambar 6 Bagan warna daun (BWD).

e. Persentase planlet hidup (%): dihitung dari total eksplan yang hidup per

(28)

14

f. Persentase planlet berkantong (%): dihitung dari total eksplan yang

berkantong per total keseluruhan eksplan setiap kombinasi perlakuan

kemudian dikali 100%.

3.4 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Faktorial dengan Acak Lengkap (RAL-F). Jumlah faktor dalam

penelitian ini terdiri dari konsentrasi media dasar dan ukuran planlet. Kombinasi

perlakuan digunakan sebanyak 15 kombinasi dengan 3 ulangan sehingga didapat

45 unit percobaan. Satu unit percobaan terdapat 4 botol yang masing-masing botol

ditanam 1 planlet. Jumlah total botol kombinasi yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebanyak 180 botol. Kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kombinasi perlakuan konsentrasi media MS dan ukuran eksplan

Media MS Ukuran eksplan

Adapun model umum faktorial tersebut adalah sebagai berikut (Mattjik &

Sumertawijaya 2002) :

dan ukuran eksplan ke-j pada ulangan ke-k

µ : Rataan nilai tengah populasi

Ai : Pengaruh faktor perbedaan modifikasi konsentrasi media dasar MS ke-i

Pj : Pengaruh ukuran eksplan ke-j

(29)

15

(AP)ij : Pengaruh interaksi antara perbedaan modifikasi konsentrasi media dasar

MS ke-i dan ukuran eksplan ke-j

Ɛijk : Nilai galat/error percobaan pada modifikasi konsentrasi media dasar MS

ke-i dan ukuran eksplan ke-j pada ulangan ke-k

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan diolah dengan menggunakan uji F

pada SAS (Statistical Analysis System) dan SPSS 17.0. Perlakuan yang

berpengaruh nyata pada uji F diuji lanjut dengan menggunakan DMRT (Duncan

(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan media yang tepat untuk kultur jaringan dipengaruhi oleh

komponen penyusun media tersebut yang disesuaikan dengan pertumbuhan

tanaman yang dikulturkan. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah

media MS (Murashige & Skoog) dengan berbagai perbedaan konsentrasi media.

Media MS merupakan jenis media yang digunakan untuk hampir semua jenis

kultur, terutama tanaman herbaceus (Gunawan 1987). Pada proses membuatan

media tanam, media dengan konsentrasi 1/8 MS, 1/16MS dan 1/32MS tidak

mengalami pemadatan. Hal ini terjadi terkait dengan sifat yang dimiliki oleh agar

gelrite dengan jumlah unsur yang terdapat dalam media. Gunawan (1987)

menyebutkan bahwa gelrite memiliki sifat yang berlainan dengan agar. Kekerasan

gel pada gelrite dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl,

MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekerasan gel

sedangkan MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekerasan gel. Komposisi media MS

(Lampiran 1) mengandung unsur makro berupa CaCl2.2H2O yang mempengaruhi

kekerasan gel. Diduga pada konsentrasi media 1/8MS, kurangnya jumlah CaCl2

mulai mempengaruhi kekerasan gel pada media tanam. Media yang tidak

mengalami pemadatan tersebut tetap digunakan dalam penelitian ini dan hingga

akhir pengamatan eksplan yang ditanam pada media tersebut tetap dapat tumbuh

dengan baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa planlet tumbuh dengan baik hingga

akhir pengamatan (12 minggu setelah penanaman). Namun, terdapat kontaminasi

sebesar 1,67% yang terjadi pada minggu kedua setelah penanaman (Gambar 7).

Terjadinya kontaminasi diduga karena beberapa hal, antara lain kurang sterilnya

ruang tanam maupun laminar air flow cabinet saat digunakan, dan kurangnya

kebersihan penanam pada saat penanaman. Kontaminasi yang ditemukan selama

penelitian adalah jamur (cendawan). Kultur yang terkontaminasi ini ditandai

dengan munculnya benang-benang hifa pada media. Menurut Gunawan (1992)

(31)

17

yang mengandung gula, vitamin dan mineral dapat mendukung pertumbuhan

kontaminan dengan cepat apabila faktor penyebab kontaminasi tidak dihilangkan.

Gambar 7 Kontaminasi pada botol perlakuan.

4.1 Pertambahan Jumlah Daun

Perbedaan konsentrasi media sebagai faktor tunggal memberikan pengaruh

terhadap pertambahan jumlah daun N. gracilis (Tabel 3).

Tabel 3 Pengaruh perbedaan konsentrasi media terhadap rata-rata pertambahan jumlah daun N. gracilis

Media Pertambahan jumlah daun (helai/minggu)

1/2MS 2,556a

1/4MS 2,3144ab

1/8MS 2,1389ab

1/16MS 1,7967ab

1/32MS 1,4633b

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata pada taraf 95%

Kombinasi perlakuan antara perbedaan konsentrasi media dengan ukuran

eksplan berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun. Jika dilihat secara

keseluruhan, semakin kecil konsentrasi media MS maka semakin sedikit

pertambahan jumlah daunnya (Tabel 4). Nilai pertambahan daun terendah sebesar

1,06 helai/minggu yakni pada media 1/16MS ukuran eksplan > 4 cm dan tertinggi

adalah 3,00 helai/minggu yakni media 1/2MS dengan ukuran eksplan < 2 cm.

Tabel 4 Rata-rata pertambahan jumlah daun (helai/minggu) pada berbagai perlakuan

Media

Pertambahan jumlah daun (helai/minggu) pada ukuran

eksplan Rata-rata

(32)

18

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada media MS dengan

konsentrasi ½ (1/2MS) pada keseluruhan ukuran eksplan memiliki pertambahan

jumlah daun yang tidak berbeda jauh yakni 2,1-3 helai/minggu (Tabel 4). Hasil

yang sama juga dapat terlihat pada rata-rata pertambahan jumlah daun pada faktor

tunggal konsentrasi media (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa 1/2MS

cukup sesuai untuk pertumbuhan vegetatif pada N. gracilis. Hasil ini sesuai

dengan hasil penelitian Khompat et al. (2007) pada jenis N. mirabilis (Lour.)

Druce. Media 1/2MS memberikan hasil pertumbuhan daun terbaik jika

dibandingkan dengan konsentrasi media lain yang juga diteliti. Penelitian pada

jenis Nepenthes yang sama oleh Jala (2012) juga menunjukkan hasil yang sama

namun dengan penambahan BA (Benzyladenine) sebanyak 1, 2 dan 3 mg/l. Hasil

penelitian Chua dan Henshaw (1999) juga menunjukkan hal yang sama pada N.

macfarlanei yang menunjukkan pertumbuhan tunas terbaiknya terdapat pada

media 1/2MS.

Secara keseluruhan, semakin kecil konsentrasi media MS maka semakin

sedikit pertambahan jumlah daun. Hal ini diduga terjadi karena konsentrasi unsur

yang semakin sedikit dapat mempengaruhi proses fotosintesis pada tanaman

tersebut. Santoso dan Nursandi (2001) menyebutkan bahwa terdapat beberapa

unsur yang memiliki peran dalam proses fotosintesis. Unsur tersebut antara lain

Mangan (Mn) dan Tembaga (Cu). Jumlah unsur hara pendukung fotosintesis yang

semakin berkurang tentunya memberikan pengaruh pertumbuhan vegetatif pada

tanaman yang digambarkan dengan pertambahan daun. Jumlah unsur hara yang

sedikit maka pertambahan jumlah daun yang terbentuk pada tanaman juga sedikit.

Warna daun yang diamati selama penelitian menunjukkan perbedaan antara

daun yang tumbuh sebelum ditanam dalam media perlakuan dengan daun yang

tumbuh setelah ditanam dalam media perlakuan. Perbedaan warna tersebut

diamati dengan mencocokan daun dengan bagan warna daun (BWD). Bagan

warna dengan nomor 5 menunjukkan warna hijau tua, nomor 4 warna hijau,

nomor 3 warna hijau muda dan nomor 2 menunjukkan warna hijau kekuningan.

Secara keseluruhan, pada minggu akhir pengamatan (12 minggu setelah

penanaman) warna daun yang baru tumbuh didominasi oleh daun berwarna hijau

(33)

19

Namun, jika dibandingkan antara daun yang tumbuh setelah dan sebelum

perlakuan, persentase warna hijau - hijau muda pada daun setelah perlakuan lebih

besar. Hal ini menunjukkan bahwa media perlakuan yang memiliki jumlah unsur

hara yang lebih sedikit dibandingkan dengan keadaan media tanam yang

sebelumnya membuat warna daun yang muncul kurang hijau. Hal ini diduga

dipengaruhi oleh jumlah unsur hara pembentuk klorofil yang sedikit. Santoso dan

Nursandi (2001) menyebutkan bahwa terdapat 6 (enam) unsur yang berpengaruh

dalam pembentukan klorofil antara lain Nitrogen (N), Magnesium (Mg), Besi

(Fe), Mangan (Mn), Zink (Zn), dan Tembaga (Cu). Kurangnya unsur tersebut

dapat menyebabkan warna daun yang terbentuk tidak berwarna hijau.

Tabel 5 Persentase warna daun pada planlet N. gracilis pada MSP 12

Warna Daun Persentase warna daun (%) Daun yang tumbuh sebelum

perlakuan

Daun yang tumbuh setelah perlakuan

Hijau Muda 8.09 20.23

Hijau 91.91 79.77

Selain warna daun, pada akhir pengamatan (12 MSP) juga terlihat bahwa

terdapat perbedaan ukuran daun antara daun yang tumbuh sebelum dan setelah

pemberian perlakuan. Daun yang tumbuh setelah ditanam pada media perlakuan

memiliki ukuran yang lebih besar dan lebar, namun lebih tipis dibandingkan

dengan daun yang telah ada sejak awal digunakan sebagai eksplan (Gambar 8).

Perbedaan ukuran daun ini terjadi hampir pada keseluruhan eksplan berukuran > 4

cm dengan media 1/8, 1/16 dan 1/32MS.

(34)

20

4.2 Pertambahan Tinggi

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi media dan

ukuran eksplan berpengaruh terhadap pertambahan tinggi eksplan (Gambar 9).

Secara umum, nilai rata-rata pertambahan tinggi eksplan berkisar antara 0,04-0,43

cm/minggu. Hal ini diduga terjadi karena tinggi pada eksplan tetap bertambah

seiring tersedianya hara yang menunjang pertambahan tinggi tersebut. Perlakuan

perbedaan konsentrasi diduga masih berada dalam batas minimum unsur hara

yang diperlukan sehingga pertumbuhan eksplan Nepenthes tidak terganggu.

Gambar 9 Pertambahan tinggi planlet per perlakuan.

Tinggi tanaman berkaitan dengan proses metabolisme yang ada pada

tanaman. Pertambahan tinggi pada tanaman merupakan salah satu bentuk

terjadinya proses pertumbuhan vegetatif dan berjalannya metabolisme.

Bertambahnya tinggi pada tanaman mengindikasikan adanya pertumbuhan

vegetatif berupa pertambahan jumlah sel pada bagian batang. Pertambahan

tersebut didukung oleh unsur yang memiliki peran dalam pembentukan sel.

Hendaryono dan Wijayani (1994) menyebutkan bahwa Nitrogen (N) bagi tanaman

berfungsi sebagai pembentuk protein sehingga unsur tersebut berguna terutama

untuk pertumbuhan vegetatif tanaman termasuk didalamnya pertambahan tinggi

tanaman. Unsur Mangan (Mn) juga merupakan unsur yang berperan aktif dalam

proses fotosintesis dan metabolisme protein (Santoso & Nursandi 2001).

Hasil penelitian Jala (2012) pada N.mirabilis menunjukkan bahwa ujung

(35)

21

BA (Benzyladenine) menunjukkan hasil yang terbaik pada tinggi tanaman. Tinggi

rata-rata tanaman yang dihasilkan adalah sebesar 0,3 cm/minggu.

4.3 Jumlah Kantong yang Terbentuk

Perbedaan konsentrasi media dan ukuran eksplan secara tunggal

memberikan pengaruh terhadap rata-rata jumlah kantong yang terbentuk pada N.

gracilis. Kombinasi perlakuan perlakuan perbedaan konsentrasi media MS dengan

ukuran eksplan berpengaruh terhadap jumlah kantong yang terbentuk.

Tabel 6 Pengaruh ukuran eksplan N. gracilis terhadap rata-rata jumlah kantong yang terbentuk

Ukuran eksplan Jumlah kantong yang terbentuk (kantong)

< 2 cm 2,8667a

2-4 cm 2,1947b

> 4 cm 0,7167c

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata pada taraf 95%

Secara umum, jumlah kantong yang terbentuk berkisar antara 0,33-3,50

kantong (Tabel 7). Jumlah kantong terendah terdapat pada media 1/8MS dengan

ukuran eksplan > 4 cm dan tertinggi terdapat pada media 1/2MS dengan ukuran

eksplan < 2 cm.

Tabel 7 Rata-rata jumlah kantong yang terbentuk pada berbagai perlakuan

Media MS

Rata-rata jumlah kantong yang terbentuk pada ukuran eksplan (kantong)

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata pada taraf 95%

Jumlah kantong yang terbentuk dapat dikaitkan dengan jumlah daun yang

ada. Kantong Nepenthes muncul dari bagian ujung daun sehingga daun yang baru

tumbuh memberikan pengaruh pada jumlah kantong yang terbentuk. Keterkaitan

antara jumlah daun dan kantong kemudian diuji korelasinya dengan uji korelasi

bivariat. Hasil uji tersebut menunjukan bahwa korelasi antara pertambahan jumlah

daun dengan jumlah kantong adalah sebesar 0,377* dengan signifikan atau

probabilitas 0,011 (Lampiran 5). Nilai probabilitas ini lebih kecil dari 0,05

sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan keduanya sangat erat. Hal ini terjadi

karena kantong merupakan modifikasi tulang daun bagian tengah yang tumbuh

(36)

22

kantong berhubungan sangat erat dengan daun. Nilai 0,377* menunjukkan

hubungan pertambahan jumlah daun dengan jumlah kantong adalah tinggi (yang

ditunjukan dengan tanda *). Hal ini terjadi karena ada faktor-faktor lain yang

mempengaruhi pembentukkan kantong pada Nepenthes. Faktor tersebut adalah

kondisi tempat tumbuh yang miskin hara, kelembaban dan intensitas cahaya.

Kantong merupakan bentuk adaptasi yang dilakukan oleh Nepenthes pada

kondisi yang miskin hara agar kebutuhan nutrisi tetap dapat terpenuhi. Kantong

tersebut berasal dari tulang daun bagian tengah yang tumbuh memanjang lalu

membentuk kantong seperti periuk (Suhono et al. 2010). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa MS dengan konsentrasi 1/8, 1/16, dan 1/32 (1/8MS, 1/16MS,

dan 1/32MS) mempengaruhi jumlah kantong yang terbentuk. Konsentrasi tersebut

merupakan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi lain

yang digunakan. Hal ini diduga karena ada kaitan antara kondisi lingkungan yang

miskin hara dengan kemampuan N.gracilis dalam membuat kantong. Menurut

Hernawati dan Akhriadi (2006), kantong yang terbentuk dimanfaatkan untuk

mendukung kehidupan Nepenthes. Proteolase atau yang juga disebut dengan

nepenthesin merupakan enzim yang dikeluarkan oleh Nepenthes (Mansur 2007).

Enzim tersebut dikeluarkan oleh kelenjar yang terdapat pada dinding kantong

yang berfungsi sebagai enzim pengurai. Protein yang terdapat pada serangga atau

hewan kecil yang terperangkap kemudian diuraikan menjadi zat-zat yang lebih

sederhana seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan garam-garam mineral lain (Mansur

2007).

Penelitian Nepenthes lain juga menunjukkan bahwa pada konsentrasi yang

lebih rendah, pertumbuhan Nepenthes terlihat cukup baik. Nongrum et al. (2009)

menyebutkan bahwa semai N. khasiana menghasilkan kantong pada media 1/4MS

tanpa penambahan zat pengantur tumbuh dibandingkan dengan konsentrasi lain

yang digunakan dalam penelitian tersebut yakni 1/2MS. Latha dan Seeni (1994)

menyebutkan bahwa dari berbagai jenis media yang digunakan yakni Woody

Plant Medium (WPM), Murashige & Skoog (MS), dan Knudson-C (KC), tunas

N.khasiana menghasilkan kantong pada media WPM (Woody Plant Medium)

(37)

23

Kantong yang terbentuk pada media perlakuan memiliki perbedaan pada

ukuran kantongnya. Media dengan konsentrasi lebih rendah memiliki ukuran

kantong yang lebih besar dibandingkan dengan media dengan konsentrasi lebih

tinggi (Gambar 10). Hal ini sesuai dengan pernyataan Hernawati dan Akhriadi

(2006) bahwa Nepenthes yang tumbuh dan berkembang pada tanah miskin nutrisi

pada umumnya memiliki ukuran kantong yang besar dengan warna mencolok.

Namun, pada tanah yang subur, kantong yang terbentuk pada umumnya berukuran

kecil.

Nongrum et al. (2009) menyebutkan bahwa semai N. khasiana

menghasilkan kantong pada media 1/4MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh

dengan hasil kantong yang kurang sehat. Kantong yang baik dan sehat dihasilkan

dari semai pada media 1/4MS ditambah 2,68 μM NAA. Jenis N. rafflesiana yang diteliti oleh Rahayu dan Isnaini (2009) menghasilkan kantong dengan ukuran

yang besar pada media tanam 1/4MS dan 1/8MS tanpa zat pengatur tumbuh.

Gambar 10 Ukuran kantong masing-masing konsentrasi media pada 12 MSP.

Ukuran kantong yang diamati pada pengamatan visual yakni pada 25 MSP

terlihat bahwa media yang memiliki ukuran kantong yang paling besar adalah (D) 1/16MS (E) 1/32MS

(38)

24

kantong pada media 1/8MS (Gambar 11a). Selain itu, pada pengamatan tersebut

juga teramati kantong yang telah layu dan berubah warna menjadi cokelat

(Gambar 11b). Kondisi tersebut diduga terjadi karena usia kantong pada

N.gracilis yang berkisar antara 1-2 bulan. Kantong yang telah berusia lebih dari 2

bulan tersebut kemudian akan layu dan berubah warna menjadi kecokelatan.

Gambar 11 Kantong dengan ukuran terbesar (A) dan kantong yang telah layu (B).

4.4 Persentase Planlet Hidup dan Berkantong

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada keseluruhan perlakuan rata-rata

persentase planlet yang hidup hingga akhir pengamatan adalah sebesar 98,33%.

Planlet yang mati sebesar 1,67% disebabkan oleh kontaminasi oleh jamur yang

terjadi pada minggu kedua setelah penanaman. Walaupun perlakuan berupa

perbedaan konsentrasi media dilakukan hingga konsentrasi yang semakin sedikit

kandungan nutrisinya, namun pertumbuhan planlet tetap tinggi.

Nilai persentase planlet yang berkantong secara umum pada keseluruhan

perlakuan berkisar antara 27,27% hingga 91,67% (Tabel 8). Persentase tertinggi

terdapat pada kombinasi perlakuan media 1/2MS dengan eksplan < 2 cm, media

1/4MS dengan eksplan < 2 cm, media 1/8MS dengan eksplan < 2 cm dan 2-4 cm,

dan media 1/16MS dengan eksplan 2-4 cm yakni sebesar 91,67%. Persentase

terendah terdapat pada kombinasi perlakuan media 1/4MS dengan eksplan > 4 cm

sebesar 27,27%. Hal ini diduga terjadi karena eksplan dengan ukuran > 4 cm

menggunakan unsur hara dari media untuk menunjang pertumbuhan tubuh planlet

tersebut.

(39)

25

Tabel 8 Persentase planlet hidup dan berkantong N. gracilis pada setiap kombinasi perlakuan

Kombinasi Perlakuan Planlet Hidup (%) Planlet Berkantong (%) Media Ukuran eksplan (cm)

Persentase planlet berkantong yang berbeda-beda diduga terjadi karena

tendril gagal berkembang menjadi kantong. Tendril atau sulur pada daun yang

muncul berasal dari perpanjangan tulang daun utama dan pada akhirnya akan

membentuk kantong (Hernawati & Akhriadi 2006). Tendril akan berkembang

menjadi kantong apabila fungsi fisiologisnya aktif sehingga tidak semua kuncup

daun pada tanaman ini berubah menjadi kantong. Pada perkembangannya, kuncup

dapat gagal berkembang apabila kekurangan intensitas cahaya dan kelembaban.

Selain itu, kerusakan pada fisik tendril juga dapat menyebabkan tendril gagal

berkembang menjadi kantong (Clarke 2001). Pada penelitian ini, tendril yang

muncul diduga gagal berkembang karena tendril mengalami kerusakan fisik.

Kerusakan tersebut terjadi karena sebagian besar media perlakuan yang tidak

membeku membuat kondisi planlet yang ditanam tidak berdiri kokoh seperti pada

media tanam yang beku dan padat. Tendril diduga membentur kaca dinding botol

(40)

26

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Perlakuan yang memberikan pengaruh paling baik pada pembentukan

kantong N. gracilis adalah media dengan konsentrasi 1/2MS, 1/4MS pada ukuran

eksplan < 2 cm dan media 1/8MS dengan ukuran eksplan 2-4 cm. Perlakuan

tersebut menunjukkan rata-rata pembentukan kantong terbanyak yakni 3,00-3,50

buah. Jumlah kantong terendah terdapat pada media 1/8MS dengan ukuran

eksplan > 4 cm dan tertinggi terdapat pada media 1/2MS dengan ukuran eksplan <

2 cm. Hasil tersebut dapat menjadi pertimbangan konsentrasi media yang akan

digunakan dalam kultur jaringan Nepenthes dengan menyesuaikan pada hasil yang

ingin dicapai.

5.2 Saran

Penelitian selanjutnya perlu dimodifikasi konsentrasi media dengan tingkat

kandungan unsur hara yang lebih sedikit dari konsentrasi telah yang digunakan

dalam penelitian ini hingga pada media yang hanya mengandung bahan pemadat

dan gula saja untuk mengetahui perkembangan kantong Nepenthes. Disarankan

pula penelitian yang memodifikasi konsentrasi unsur makro pada konsentrasi

media tertentu untuk mengetahui unsur yang memperngaruhi dalam pembentukan

(41)

27

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2012. Gambar BWD (Bagan Warna Daun). http://cms.1m-bio.com/bagan-warna-daun-bwd/bwd-single-2/. [ Juli 2012]

Astuti IP, Kalsom YU, Taha RM. 2003. Nepenthes L. Dalam : Brink M, Escobin RP (Editor). Plant Resources of South-East Asia 17 Fibre Plant. Bogor: PROSEA. Hal 196.

Clarke C. 2001. Nepenthes of Sumatra and Peninsulas Malaysia. Kota Kinabalu: Natural History Publications (Borneo).

Cheek M, Jebb M. 2001. Flora Malesiana Series-I Seed Plants. Vol 15: 67-69. Foundation Flora Malesiana.

Chua LSL, Henshaw G. 1999. In vitro propagation of Nepenthes macfarlanei.

Jurnal of Tropical Forest Science 11 (3): 631-638.

CITES. 2012. The CITES Appendices. http://www.cites.org/eng/resources/ species.html. [31 Juli 2012].

[DEPHUT] Departemen Kehutanan. 1999. Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. http://www.dephut.go.id/files/LAMPIRAN%20PERATURAN%20PEM ERINTAH%20REPUBLIK%20INDONESIA%20NOMOR%207%20TA HUN%201999.pdf [31 Juli 2012].

Fong SW. 2008. In vitro induction of polyploidy in Nepenthes gracilis [abstrak]. University Malaya.

Gunawan LW. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. Pusat Antar Universitas (PAU). Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

__________. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Departemen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas (PAU). Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

Handoyo F, Sitanggang M. 2006. Petunjuk Praktis Perawatan Nepenthes. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Hendaryono DPS, Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Jakarta: Penerbit Kanisius.

(42)

28

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan.

Isnaini Y, Handini E. 2007. Perkecambahan biji kantong semar (Nepenthes gracilis Korth.) secara in vitro. Buletin Kebun Raya Indonesia 10 (2): 40-46.

Isnaini Y. 2011. Penelitian dan pengembangan tanaman hias unik kantong semar (Nepenthes spp.) secara in vitro di Kebun Raya Bogor. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Perhorti; Lembang, 23-24 November 2011. Bogor: hal 1170-1177.

Jala A. 2012. Types of media for seeds germination and effect of BA on mass propagation of Nepenthes mirabilis Druce. American Transactions on Engineering & Applied Sciences. 1(2): 163-171.

Khompat K, Tokhao W, Jantasilp A. 2007. Factors affecting in vitro seed germination and shoot multiplication of a pitcher plant (Nepenthes mirabilis

(Lour.)Druce). Songklanakarin J.Sci. Technol. 29(2): 253-260.

Kunita LY. 2011. Pertumbuhan tanaman Kantong Semar (Nepenthes rafflesiana

Jack.) dengan modifikasi konsentrasi media dan pH secara in vitro [skripsi]. Serang: Fakultas Pertanian. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Latha PG, Seeni S. 1994. Multiplication of the endangered Indian pitcher plant (Nepenthes khasiana) through enhanced axillary branching in vitro. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 38: 69-71.

Mansur M. 2007. Nepenthes Kantong Semar yang Unik. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mattjik AA, Sumertasijaya M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. IPB Press. Bogor.

Nongrum I, Kumaria S, Tandon P. 2009. Multiplication through in vitro seed germination and pitcher development in Nepenthes khasiana Hook. F., a unique insectivorous plant of India. The Jurnal of Horticultural Science & Biotechnology 84(3): 329-332. abstrak [pdf].

Rahayu EMD, Isnaini Y. 2009. Induksi pembentukan kantong tanaman Nepenthes

rafflesiana Jack pada berbagai konsentrasi media dan ukuran wadah kultur. Di

dalam: Prosiding Seminar Peranan Konservasi Flora Indonesia Dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global. UPT BKT Kebun Raya Eka Karya Bali-LIPI dan PTTI, FMIPA Universitas Udayana dan BLH Prov Bali hal:436-441.

(43)

29

Rice BA. 2006. Growing Carnivorous Plants. Portland: Timber Press.

Santoso U, Nursandi F. 2001. Kultur Jaringan Tumbuhan. Malang: Penerbit Universitas Muhamadiyah Malang.

Suhono B, Yuzammi, Witono JR, Hidayat S, Handayani T, Sugiarti, Mursidawati S, Triono T, Astuti IP, Sudarmono, Wawangningrum H. 2010. Ensiklopedia Flora. Bogor: PT Kharisma Ilmu.

Yogiara. 2004. Analisis Komunitas Bakteri Cairan Kantong Semar (Nepenthes

spp.) Menggunakan Teknik Terminal Restriction Fragment Length Analysis

(ARDRA) [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

(44)

30

(45)

31

LAMPIRAN

Lampiran 1 Komposisi Media Murashige and Skoog

(46)

32

Lampiran 2 Sidik ragam pertambahan jumlah daun N. gracilis

SK db F Hit Pr > F KK(%)

Media 4 (2,17) (0,0967) (42,715)

Ukuran eksplan 2 (0,76) (0,4744)

Media*Ukuran eksplan 8 (0,93) (0,5037)

Galat 30

Total koreksi 44

Keterangan:

Media : Konsentrasi Media MS Ukuran Eksplan : Ukuran Eksplan N. gracilis

KK : Koefisien Keragaman (...) : Hasil transformasi √(x+0,5)

Lampiran 3 Sidik ragam pertambahan tinggi eksplan N. gracilis

SK db F Hit Pr > F KK(%)

Media 4 (1.34) (0,2783) (58,081)

Ukuran eksplan 2 (2,91) (0,0698)

Media*Ukuran eksplan 8 (6,43) (0,0001)**

Galat 30

Total koreksi 44

Keterangan:

Media : Konsentrasi Media MS Ukuran Eksplan : Ukuran Eksplan N. gracilis

KK : Koefisien Keragaman (...) : Hasil transformasi √(x+0,5) ** : Sangat nyata pada uji F 5%

Lampiran 4 Sidik ragam jumlah kantong N. gracilis

SK db F Hit Pr > F KK(%)

Media 4 (0,57) (0,6830) (42,075)

Ukuran eksplan 2 (27,63) (0,0001)**

Media*Ukuran eksplan 8 (1,73) (0,1328)

Galat 30

Total koreksi 44

Keterangan:

Media : Konsentrasi Media MS Ukuran Eksplan : Ukuran Eksplan N. gracilis

(47)

33

Lampiran 5 Nilai uji korelasi bivariat antara pertambahan jumlah daun dengan jumlah kantong

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N Pertambahan Jumlah Daun 2.0538 .91315 45

Pertambahan Jumlah Kantong 1.9260 1.23009 45

Correlations parametric

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations Non-parametric (Spearman’rho)

Gambar

Gambar 1  Batang (A) dan daun N. gracilis (B).
Gambar 2  Bunga jantan N.maxima (A) dan bunga betina
Gambar 3  Kantong N. gracilis yang berwarna
Gambar 5  Bahan tanam N.gracilis (A) dan komponen media dasar MS
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat produktivitas primer di perairan Pulau Panjang berkisar antara 25 – 75 mgC/m 3 /jam, dengan nilai produktivitas tertinggi sebesar

Perbandingan tanah dan pupuk kandang 1 : 1 memberikan waktu mencapai 50% tumbuh tunas, persentase okulasi jadi, persentase bibit mati, panjang tunas, jumlah daun pada

Berdasarkan perolehan tersebut antusis belajar siswa Kelas IV SD BK Maranatha cukup rendah pada pembelajaran Sains, Siklus I dengan menerapkan media gambar

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman konsep matematika siswa kelas X TKR 3 SMK Negeri 1 Punggelan dengan menggunakan model

llTAHYU

c. Tersedianya jumlah kamar atau ruangan kediaman yang cukup dengan luas lantai sekurang-kurangnya 6 m2 agar dapat memenuhi kebutuhan penghuninya untuk

terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan media leaflet tentang penatalaksanaan ISPA pada balita di Posyandu Bambu

Tanaman bawang merah memiliki batang sejati (discus), yang merupakan bagian seperti kayu yang berada pada dasar umbi bawang merah, sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata tunas