IN
ZAH
SEKOLA
NSTITUT
HROUL A
AH PASC
T PERTA
BOGO
2012
ATHIYAH
CASARJA
ANIAN BO
OR
2
H
dengan Pendoping Titanium Dioksida (TiO2) untuk Filtrasi Air Tercemar adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2012
Zahroul Athiyah NIM G751090121
Membrane Performance Doped Titanium Oxide (TiO2) for Polluted Water
Filtration). Under supervision of KIAGUS DAHLAN and SUPRIHATIN.
Fresh water is an important requirement for human. Fresh water becomes a serious problem if it is contaminated by toxic pollutants. An alternative method for water purification is membrane filtration. Polysulfone are well known in excellent chemical resistance, good thermal stability, and mechanical properties. The research was conducted in biophysics Laboratory, IPB Bogor from January to December 2011. This research consisted of two stages. The first stage was study of the membrane synthesis. The second stage was studies of membrane characteristics. Membrane synthesis was prepared by phase inversion method. Membrane characterization was determined by flux test with cross-flow method, mechanical properties, ion conductivity, morphological analysis by SEM, and filtered water analysis. Fluxes of polysulfone membrane doped TiO2 are similar. TiO2 doping resulted in positively effect at mechanical properties. Polysulfone membrane doped with 10% w/w TiO2 has resulted in the better mechanical properties. In term of resulting water filtration, polysulfone membrane doped TiO2 decreased the turbidity to level 2 NTU, and color of <5 TCU. The Polysulfone membrane decreased some parameters of water quality such as turbidity, color, mangan, nitrite, cuprum and iron.
KIAGUS DAHLAN dan SUPRIHATIN.
Air bersih merupakan kebutuhan esensial bagi manusia untuk menopang kelangsungan hidupnya. Namun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia dan pesatnya perkembangan industri, jumlah kebutuhan air bersih meningkat tajam tanpa didukung kenaikan jumlah sumber air yang memadai. Pencemaran air oleh limbah industri dan masyarakat juga semakin menambah masalah kekurangan air bersih.
Metode Penyaringan air dapat digunakan untuk memenuhi standar air bersih seperti kualitas fisik, kimia, biologis dan radiologis, sehingga ketika dikonsumsi dan digunakan tidak menimbulkan efek samping. Metode pengelolaan air antara lain filter pasir, karbon aktif, dan membran polisulfon.
Membran polisulfon digabungkan dengan TiO2 diharapkan dapat mengikat-logam yang berbahaya, menyaring zat-zat residu kimia yang terdapat di dalam air tercemar dapat merusak lingkungan sehingga air yang tercemar bisa kembali normal dan dapat dipergunakan oleh makhluk hidup.
Proses pembersihan air dengan membran filtrasi dan TiO2 telah dilakukan, mulai dari pembuatan membran dengan doping TiO2, kemudian karakterisasinya. Pada penelitian ini penulis mencoba merancang dan menganalisis sistem filtrasi membran dalam skala laboratorium dengan modus cros flow filtration. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana hasil sintesis membran polisulfon yang telah didoping dengan TiO2, dan hasil pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah filtrasi.
Hasil Foto SEM menunjukkan substruktur membran yang terbentuk terlihat seperti bunga karang dengan rongga-rongga kecil takberaturan dan asimetris. Terbentuknya rongga yang menyerupai bunga karang ini disebabkan karena laju pelepasan pelarut dan penetrasi non-pelarut ke lapisan polimer adalah berimbang.
Nilai fluks dengan umpan air aquades diambil dari nilai akhir operasi filtrasi selama 15 menit. Membran polisulfon murni (PST 0%) mempunyai nilai fluks 431 L/m2Jam. Membran polisulfon yang didoping TiO2 3% b/b (PST 3%) mempunyai nilai fluks 554 L/m2jam. Membran polisulfon yang didoping TiO2 10% (PST 10%) mempunyai nilai fluks 223 L/m2jam. Data-data tersebut menunjukkan bahwa membran yang didoping TIO2 mempunyai nilai fluks yang tidak berbeda. Berdasarkan data analisis anova pada lampiran 5, pendopingan TiO2 pada sintesis membran polisulfon tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai fluks filtrasi air aquades.
Fluks air menunjukkan sedikit penurunan pada dua menit pertama waktu operasi. Ini merupakan ciri khas fluks dari tiap membran ketika baru dialirkan permeat. Hal ini diduga dapat terjadi akibat perubahan struktur dalam membran akibat penembusan air. Setelah beberapa lama, fluks akan mulai konstan.
pendoping TiO2 1% b/b. Kecenderungan ini terlihat hingga penambahan TiO2 10% b/b.
Membran Polisulfon dengan pendoping TiO2 10% b/b memilki kuat tekan tertinggi yaitu 5,98 N, sedangkan membran yang memiliki kuat tekan terendah adalah membran tanpa pendoping TiO2 yaitu 2,6 N. Membran dengan pendoping TiO2 10% b/b juga memiliki kuat tarik sebesar 4,46 N dan membran tanpa pendoping TiO2 memiliki nilai kuat tarik yang kecil yaitu 2,29 N. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penambahan TiO2 pada membran berpengaruh positif terhadap kekuatan fisik membran tersebut.
Hasil konduktansi membran menunjukkan seberapa besar membran mampu meloloskan ion yang melewatinya. nilai ini dipengaruhi oleh geometri pori membran, wilayah dimana ion dapat melakukan proses mobilitas. Konduktansi berbanding lurus dengan suhu elektrolit, semakin tinggi suhu, semakin besar mobilitas ion elektrolit melewati pori, sehingga semakin besar pula nilai konduktansi yang terukur.
Membran Polisulfon dengan pendoping TiO2 0%, TiO2 1%, 2%,dan 3% b/b pada suhu 270
C berturut-turut memiliki konduktansi membran sebesar 69.82, mS, 69.34 mS, 68.54 mS dan 65.43 mS. konduktansi ini tidak berbeda nyata. kemudian nilai konduktansi meningkat dengan penambahan TiO2 7% sampai dengan 10% b/b. Nilai ini meningkat dikarenakan pori-pori membran yang membesar dan karena pertambahan TiO2 membran semakin konduktif. Hasil pengukuran porositas membran yang terukur dalam skala nano. Ukuran ini merupakan rata-rata seluruh ukuran pada pori membran yang ada. Jenis pori-pori sari membran hasil sintesis dengan teknik inverse fasa adalah pori-pori-pori-pori asimetris. Dari hasil pengukuran rata-rata ukuran diameter membran antara 1 nanometer hingga 1.3 nanometer.
Kualitas air ditentukan beberapa parameter, diantaranya parameter biologi, parameter kimiawi, parameter fisika, dan parameter radioaktif. Dalam penelitian ini, hasil filtrasi akan dibandingkan dengan beberapa parameter standar kualitas air bersih sesuai dengan Kepmenkes 416/Permenkes/IX/1990.
Parameter fisik yang penting untuk memenuhi standar air bersih mencakup kekeruhan, warna dan suhu. Kekeruhan merupakan karakteristik yang terlihat pertama kali saat mengukur kualitas air. Air tampak keruh, jika dalam air tersebut terdapat partikel-partikel koloid. Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan mengukur transmisi cahaya menggunakan sumber cahaya standar. Uji tersebut sangat berguna dalam penentuan kualitas air dalam pengolahan air bersih. Membran polisulfon dapat menurunkan nilai kekeruhan hingga 2 NTU. Bahkan air sungai yang disaring dengan membran polisulfon yang didoping TiO2 3% mampu menurunkan nilai kekeruhan dari 33 NTU menjadi dibawah 1 NTU. Sedangkan persyaratan air bersih menurut Kepmenkes 416/Permenkes/IX/1990 adalah 5 NTU.
kandungan besi pada air sungai dari 0.22 mg/L menjadi 0.04 mg/L dan kandungan nitrit dari 0.11 mg/L menjadi 0.02 mg/L, sedangkan nilai Mangan dan Tembaga tidak berubah secara signifikan.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ZAHROUL ATHIYAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Ketua Program Studi Biofisika Dekan Sekolah Pascasarjana
Tanggal Ujian: Februari 201 Tanggal Lulus:
Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc
Ketua
Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng
Anggota
melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga penelitian yang berjudul ”Studi Kinerja Membran Polisulfon dengan Pendoping Titanium Dioksida (TiO2) untuk Filtrasi Air Tercemar” ini dapat terlaksana dengan baik. Dalam proses penelitian hingga terangkumnya tesis ini, cukup banyak hambatan yang dijumpai, sehingga disadari karya ini tidak dapat tersusun tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Terima kasih kepada Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng., yang telah memberi bimbingan dan ilmu yang sangat berharga kepada penulis, juga kepada Dr. Ir. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si, atas kesediannya menjadi penguji luar komisi dalam Ujian Sidang Tesis penulis. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada keluargaku tercinta, atas limpahan kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan moril dan materi yang penulis terima.
Penghargaan dan terima kasih kepada Departemen Pendidikan Nasional atas program Beasiswa Unggulan, Dr. Akhiruddin Maddu,S.Si, M.Si, Dr. Irzaman, M.Si atas segala bantuan sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan di Program Studi Biofisika IPB.
Terima kasih kepada para dosen dalam lingkup departemen Fisika dan Biofisika IPB, atas ilmu berharga yang telah penulis peroleh; seluruh sahabat di Biofisika angkatan 2009, atas kebersamaan, semangat, dan kenangan indah selama menempuh pendidikan bersama; rekanku Rani Chahyani, SSi dan adik-adik tim membran, untuk segala bantuan selama penelitian; kawan-kawan Biofisika 2008, 2010,2011 serta adik-adik Fisika 42, 43, dan 44, atas dukungan dan kebersamaannya.
Disadari bahwa kodrat kita sebagai manusia biasa, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT., sehingga dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran, guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga tesis ini dapat memberikan faedah bagi semua pihak.
Pada tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri Tanjungkalang VI Ngronnggot Nganjuk. Tahun 2000 penulis lulus dari MTs Negeri 1 Tanjungtani Nganjuk dan melanjutkan ke SMU Negeri 1 Tanjunganom Nganjuk. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa program studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.
Penulis menyelesaikan studi strata satu (S1) pada Januari 2008, dan melanjutkan studi strata dua (S2) pada Agustus 2009. Penulis masuk pada program Studi Biofisika Sekolah Pascasarjana IPB, dengan bantuan dana dari Kementerian Pendidikan Nasional, melalui program Beasiswa Unggulan.
DAFTAR GAMBAR ... xxv DAFTAR TABEL ... xxvii DAFTAR LAMPIRAN ... xxix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Hipotesis ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Filtrasi ... 5 2.2 Membran ... 5 2.3 Polisulfon ... 9 2.4 Titanium dioksida ... 11 2.5 Permeabilitas ... 11 2.6 Pembuatan Membran ... 13 2.7 Konduktivitas membran ... 14
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ... 17 3.2 Bahan dan Alat ... 17 3.2.1 Tahapan Penelitian ... 17 3.2.2 Pembuatan Membran ... 18 3.2.3 Proses filtrasi ... 19 3.2.4 Karakterisasi Membran ... 21 3.3 Rancangan Percobaan ... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sintesis Membran Polisulfon ... 25 4.2 Fluks ... 26
4.3 Kuat Mekanik ... 29 4.4 Konduktansi dan Porositas ... 32 4.5 Morfologi Membran ... 34 4.6 Kualitas Air Hasil Filtrasi ... 37
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... 41
5.2 Saran ... 41
1. Rentang teknik pemisahan dengan membran dibandingkan
dengan teknik lain (Reynold 1996) ... 8
2. Struktur kimia polisulfon (Seader dan Ernest 1998) ... 10
3. Kurva perubahan fluks membran terhadap waktu (Mulder 1991) .. 12
4. Gejala fouling ... 13
5. Proses Sintesis dan karakterisasi membran polisulfon didoping
TiO2 ... 18 6. Alat uji filtrasi sistem crossflow (A) skema aliran, (B) alat uji
fluks tipe cross-flow, (C) modul membran ... 20
7. Pengukuran kuat mekanik membran; (a) kuat tekan, (b) kuat
tarik ... 23
8. Grafik fluks membran polisulfon didoping dengan TIO2 terhadap waktu operasi dengan rata-rata tekanan transmembran
2 psi ... 27
9. Grafik fluks membran polisulfon didoping dengan TIO2 terhadap waktu operasi dengan rata-rata tekanan transmembran
5 psi. ... 28
10.Grafik uji tekan membran polisulfon didoping dengan TiO2 ... 29 11.Grafik uji tarik membran polisulfon didoping dengan TiO2 ... 30 12.Perbandingan kekuatan mekanik tiap membran ... 31
13.Grafik hubungan antara temperatur dan konduktansi membran
PST 7% ... 32
14.Foto SEM morfologi membran ; A. membran PST 7% dan B
membran PST 10% ... 35 15.Foto SEM morfologi membran, A. membran polisulfon murni,
B. PST 1%, C. PST 7%, D. PST 10%, E. PST 7% penampang
sisi aktif membran, F. PST penampang sisi pasif membran, G.
PST 10% penampang sisi aktif membran, H. PST 10%
1 Perbandingan berbagai teknik membran ... 7
2 Ukuran diameter pori membran polisulfon yang didoping
dengan TiO2 ... 33 3 Konduktansi membran polisulfon yang didoping dengan
TiO2. ... 33 4 Kualitas hasil filtrasi membran polisulfon murni dan
membran polisulfon didoping dengan titanium oksida
dengan pretreatment karbon aktif ... 38 5 Kualitas hasil filtrasi membran polisulfon murni dan
1
Data fluks air membran ... 452
Kurva hubungan konduktansi membran terhadap suhu ... 573
Alat dan bahan penelitian ... 614
Skema pengukuran kuat tekan membran ... 631.1 Latar Belakang
Pertambahan kepadatan penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan
esensial manusia. Krisis air misalnya, permasalahan ini dapat terjadi jika
pengelolaan sistem pengelolaan air buruk, dan pemakaian air yang tidak efisien.
Metode Penyaringan air dapat digunakan untuk memenuhi standar air
bersih seperti kualitas fisik, kimia, biologis dan radiologis, sehingga ketika
dikonsumsi dan digunakan tidak menimbulkan efek samping. Misalnya metode
filter pasir, karbon aktif, dan membran polisulfon.
Proses penyaringan air dan limbah secara konvensional telah diakui dapat
membuang beberapa bahan kimia dan kontaminasi mikroorganisme.
Bagaimanapun keefektifan proses tersebut ada batasnya. Batas-batasnya dalam
dua dekade ini antara lain ada beberapa tantangan. Pertama meningkatnya
pengetahuan tentang konsekuensi polusi air, sehingga menghasilkan peraturan
tentang level terendah kontaminasi yang ditolerir. Faktor kedua, semakin
berkurangnya sumberdaya air bersih dan kecepatan peningkatan jumlah
penduduk, dan perkebangan industri. Dengan demikian penggunaan hasil daur
ulang air limbah industri menjadi salah satu masalah yang kritis. Disinilah
teknologi pengelolaan tingkat tinggi dibutuhkan dalam pengelolaan limbah cair
dan membuang komponen berbahaya yang tidak dapat dilakukan oleh pengelolaan
konvensional.
Teknologi Membran telah berkembang dengan pesatnya dalam beberapa
dekade ini. Teknologi membran memiliki berbagai keunggulan dan terbukti baik
secara teknik maupun ekonomi, sehingga sering kali digunakan dalam
proses-proses pemisahan maupun pemurnian. Teknologi ini mampu membuang
kontaminan dan menjanjikan untuk diaplikasikan dalam pengelolaan air tercemar.
Teknologi membran yang telah banyak digunakan yaitu teknik nanofiltrasi (NF),
Ultrafiltrasi (UF) dan Reverse Osmosis (RO). Membran-membran tersebut
berdasarkan fungsinya masing-masing sesuai dengan ukuran pori-porinya.
Membran-membran polimer yang telah kita kenal diantaranya
polieterketon dan jenis membran polimer lainnya, dimana masing-masing
membran mempunyai fungsi dan keunggulan masing-masing.
Membran polisulfon didoping dengan logam TiO2 untuk pengelolaan air, diharapkan dengan penambahan TiO2 tersebut meningkatkan kekuatan fisik membran sehingga membran tidak mudah terdekomposisi, meningkatkan
hidropilitas sehingga fluks meningkat. Membran polisulfon digabungkan dengan
TiO2 untuk mengikat-logam yang berbahaya, menyaring zat-zat residu kimia yang merusak lingkungan sehingga air yang tercemar bisa kembali normal dan dapat
dipergunakan oleh makhluk hidup. Dalam Chang (2000) melakukan penelitian
dengan melewatkan air limbah di dalam media kaca yang dilapisi dengan TiO2 serta diberi paparan cahaya UV dapat membunuh 100% bakteri yang terkandung
dalam air limbah tersebut.
TiO2 ketika dianalisis dengan SEM memperlihatkan ukuran partikel dalam dalam orde puluhan nanometer. Hal ini menjadi keunikan tersendiri, ketika bahan
kimia dan fisika baru yang ditambahkan mempunyai ukuran lebih kecil dan
semakin kecil hingga berukuran nanometer. Dari sini diharapkan semakin tinggi
luas permukaan akan memberikan keuntungan tersendiri, dimana terdapat
interaksi interface yang berakibat kuatnya material tersebut. Logam TiO2 dapat berupa nanokristal dengan fase anatase dan tingkat kristalisasinya sangat tinggi.
Pada penelitian ini, air umpan yang digunakan adalah air sungai cisadane.
Hasil pemantauan dan evaluasi kualitas air sungai lintas di Jawa Barat ini, oleh
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, bahwa air
sungai cisadane tidak memenuhi kriteria baku mutu air kelas II sebagai air baku,
karena tingginya kandungan koli tinja. Parameter lain yang tidak memenuhi
kriteria adalah kadar DO, BOD, sampah padat di badan sungai semakin
meningkat, rusaknya bantaran sungai akibat galian golongan C, semakin
berkurangnya volume air, sangat tingginya jumlah bakteri koliform, dan fenol.
Pembuatan membran nanoteknologi adalah kunci utama dalam penelitian
Selain itu perlakuan dan metode filtrasi pada membran akan
dikembangkan sehingga lebih efisien dan berdaya guna lebih tinggi. Variasi
maupun perlakuan akan diarahkan pada perlakuan fisis yang dapat menyaring
zat-zat residu kimia yang merusak lingkungan sehingga air yang tercemar bisa
kembali normal dan dapat dipergunakan oleh makhluk hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Proses pembersihan air dengan membran filtrasi dan TiO2 telah dilakukan, mulai dari pembuatan membran dengan doping TiO2, kemudian karakterisasinya. Pada penelitian ini penulis mencoba merancang dan menganalisis system filtrasi
membran dalam skala laboratorium dengan modus cros flow filtration.
Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana
hasil sintesis membran polisulfon yang telah didoping dengan TiO2, dan hasil pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah filtrasi.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mensintesis dan mengkarakterisasi membran polisulfon dengan pendoping
TiO2.
2. Mengetahui karakteristik mekanik dan mengetahui kinerja membran
polisulfon dengan pendoping TiO2 untuk filtrasi air dengan mengukur kualitas air sebelum dan sesudah filtrasi.
1.4 Hipotesis
1. Pendopingan membran polisulfon dengan TiO2 pada konsentrasi tertentu, akan mempengaruhi karakteristik fisik dan mekanik membran.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi teknologi alternatif dalam
pembuatan membran proses pemurnian air yang lebih baik, serta dapat menjadi
rujukan bagi penelitian selanjutnya, yang berkaitan dengan bidang ini. Dengan
penelitian dan pengembangan teknologi lebih lanjut, hasil riset ini diharapkan
dapat diaplikasikan langsung pada masyarakat dan bidang industri, guna
2.1 Filtrasi
Proses yang terjadi pada unit filter adalah penyaringan (filtrasi). Filtrasi
merupakan proses alami yang terjadi di dalam tanah, yaitu air tanah melewati
media berbutir dalam tanah dan terjadi proses penyaringan. Dengan meniru proses
alam ini, dikembangkan rekayasa dalam bentuk unit filter. Tujuan filtrasi adalah
untuk menghilangkan partikel yang tersuspensi dan koloidal dengan cara
menyaringnya dengan media filter (Scott dan Hughes 1996). Selain itu, filtrasi
dapat menghilangkan bakteri secara efektif dan juga membantu penyisihan warna,
rasa, bau, besi dan mangan.
Berbagai jenis mekanisme filtrasi, antara lain filtrasi tradisional
menggunakan filter pasir cepat. Mekanismenya adalah mechanical straining, yaitu
tertangkapnya partikel oleh media filter karena ukuran partikel lebih besar
daripada ukuran pori-pori media, sedangkan mekanisme filtrasi dalam filter pasir
lambat adalah proses biologis. Filtrasi dengan membran ditujukan untuk
menyaring bahan berukuran molekuler dan ionik. Proses yang terjadi selama
penyaringan pada filtrasi ini memerlukan driving force, seperti perbedaan
konsentrasi, potensial listrik, perbedaan tekanan, dan sebagainya. TiO2 merupakan nanomaterial yang resisten terhadap bakteri.
2.2 Membran
Penggunaan membran dalam pengolahan air bertujuan untuk pemisahan
substansi dari larutan. Membran mampu menyaring partikel dalam larutan yang
tidak nampak oleh mata telanjang, bahkan membran mikrofiltrasi dapat menahan
yeast (3 hingga 12 mikron) dan mikrofiltrasi yang lebih kecil dapat menahan
bakteri terkecil (Mulder 1996).
Membran dapat didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis semipermeabel
diantara dua fasa yang berbeda karakter, fasa pertama adalah feed atau larutan
pengumpan dan fasa kedua adalah permeate atau hasil pemisahan, disamping itu
juga menghasilkan retentat sebagai hasil residu dala proses filtrasi (Mallevialle et
sebagai penghalang (Barrier) tipis yang sangat selektif diantara dua fasa, hanya
dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu
aliran fluida yang dilewatkan melalui membran (Mulder 1996).
Berbagai jenis membran telah banyak dikembangkan untuk berbagai
kebutuhan industri dan bidang lainnya, terutama membran sintetik. Keunggulan
yang diperoleh dengan teknologi membran antara lain energi yang dibutuhkan
cukup rendah, penggunaannya dapat kontinue, perangkatnya dapat digabungkan
dengan peralatan lain, serta mampu memisahkan zat-zat yang sensitif terhadap
perubahan temperatur.
Berdasarkan eksistensinya membran terdiri dari membran alami dan
membran sintetik. Membran alami adalah membran pada sistem dan proses
kehidupan makhluk hidup. Komponen utama membran alami adalah lemak dan
protein. Sedangkan membran sintetik adalah membran buatan, yang dapat terbuat
dari bahan alami (biomembran) atau bahan non alami. Membran buatan
digunakan untuk kepentingan penelitian dan pengujian sifat-sifat membran biologi
dan juga untuk kepentingan industri. Teknologi membran buatan banyak
dimanfaatkan untuk industri kimia dan bahan makanan.
Berdasarkan bentuk membrannya terdiri dari membran simetri dan
asimetri. Membran simetri memiliki struktur pori yang homogan dan relatif sama,
ketebalannya antara 10-200 µm. Sedangkan membran asimetri memiliki ukuran
dan kerapatan yang tidak sama. Membran jenis ini memiliki dua lapis yaitu
lapisan kulit yang tipis dan rapat (skin lover) dengan ketebalan < 0,5 µm serta
lapisan pendukung yang berpori dengan ketebalan 50-200 µm (Mallevialle et al.
1996).
Berdasarkan kelistrikannya membran terdiri atas membran bermuatan
tetap dan membran bermuatan netral. Membran bermuatan tetap dapat dilalui oleh
ion-ion tertentu. Membran bermuatan tetap yang hanya dapat dilalui oleh kation
saja disebut membran penukar kation (MPK), sedangkan jika hanya dilalui anion
saja disebut membran penukar anion (MPA). Selain kedua membran tersebut ada
juga membran yang merupakan gabungan keduanya yang disebut Double Fixed
industri, seperti proses elektrolisis, fuel sell, dan berbagai proses filtrasi. Membran
bermuatan netral banyak digunakan dalam aplikasi bidang-bidang sains dan
teknologi. Membran netral terdiri dari polimer yang tidak mengikat ion-ion tetap.
Membran netral juga dapat bersifat selektif terhadap larutan-larutan kimiawi.
Selektivitas membran ditentukan oleh unsur-unsur penyusun (monomer), ukuran
kimia, ukuran pori-pori, daya tahan terhadap tekanan dan suhu, resistivitas dan
konduktivitas serta karakteristik kelistrikan yang lainnya (Baker 2004).
Berdasarkan gradien tekanan sebagai daya dorongnya dan
permeabilitasnya, Mulder (1996) membran dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis yaitu:
a. Mikrofiltrasi (MF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2 bar dan batasan permeabilitasnya lebih besar dari 50 L/m2.jam.bar. b. Ultrafiltrasi (UF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 1-5
bar dan batasan permeabilitasnya adalah 10-50 L/m2.jam.bar.
c. Nanofiltrasi. Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 1,4-12 L//m2.jam.bar
d. Reverse osmosis (RO). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 10-100 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 0,005-1,4
L/m2.jam.bar
Tabel 1 Perbandingan berbagai teknik membran Teknik
Membran
Air umpan Ukuran Pori Gaya Dorong Tujuan Penyisihan
Mikrofiltrasi Dari filter 0.1-2 µ (umumnya
0.45µ)
Tekanan > 10 psi
(> 0.7 kg/cm2)
Bakteri menyerupai partikel tak larut , bahan koloid
Ultrafiltrasi Dari filter 0.002-0.1µ
(umumnya 0.01µ)
Tekanan > 20 psi
(> 1.4 kg/cm2)
Senyawa berukuran molekuler, termasuk mikroorganisme
Elektrodialisis TDS 500 – 8000 mg/l
< 1 nm Arus DC 0.27-0.36
kW/lb garam)
Ion garam
Reverse Osmosis
TDS 100-36000 mg/l
< 1 nm Tekanan > 200 psi
(> 14 kg/cm2)
Ion garam dan bahan koloid
Gambar 1 Rentang teknik pemisahan dengan membran dibandingkan dengan teknik lain (Reynold 1996).
Berdasarkan struktur dan prinsip pemisahan membran dapat dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu membran berpori (porous membrane), membran tidak
berpori (non porous membrane) dan membran cair (carrier membrane) Mulder
(1996).
Membran berpori
Prinsip pemisahan membran berpori adalah didasarkan pada perbedaan ukuran
partikel dan ukuran pori membran. Ukuran pori membran berperan penting
dalam pemisahan. Membran jenis ini biasanya digunakan untuk mikrofiltrasi,
ultrafiltrasi dan nanofiltrasi.
Membran tidak berpori
Pada membran tidak berpori prinsip pemisahannya didasarkan apda
perbedaaan kelarutan dan kemampuan berdifusi. Sifat intrinsik polimer
membran mempengaruhi tingkat selektifitas dan permeabilitas. Membran jenis
Membran Carrier
Pada membran ini prinsip pemisahannya tidak ditentukan oleh membran itu
sendiri, tetapi ditentukan oleh sifat molekul pembawa spesifik. Molekul
pembawa (carrier) berada di dalam membran dan dapat bergerak jika
dilarutkan dalam cairan. Carrier harus menunjukan afinitas yang Sangat
spesifik terhadap statu komponen pada umpan sehingga diperoleh selektifitas
tinggi. Selain itu permselektifitas komponen sangat tergantung pada
spesifikasi bahan pembawa tersebut. Komponen yang dapat dipisahkan dapat
berupa cair atau gas, ionik dan non ionik.
2.3 Polisulfon
Polisulfon merupakan polimer yang mengandung sulfur yang dihasilkan
dari sintesa subtitusi aromatik nukleofilik antara aromatik halida dengan garam
bisfenol. Polimer ini bersifat hidrofobik karena mempunyai gugus aromatik pada
struktur kimianya dan memiliki kelarutan yang rendah dalam larutan alifatik
rendah namun masih bisa larut dalam beberapa pelarut polar (Kesting 1993) .
Kekuatan dan stabilitas polisulfon dipengaruhi oleh grup sulfon dan struktur
sikloliniernya.
Polisulfon merupakan polimer yang banyak dipakai pada membran
ultrafiltrasi. Unit pengulangannya adalah difenil sulfon. Gugus –SO2 dalam polimer polisulfon (PSf) cukup stabil disebabkan gaya tarik elektronik teresonansi
antar gugus-gugus aromatik. Molekul-molekul oksigen dengan 2 pasang elektron
tak berpasangan didonorkan untuk membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan
solut atau pelarut (Wenten 1999).
Ulangan cincin fenilena menciptakan halangan sterik terhadap rotasi
molekul dalam molekul dan gaya tarik sistem elektron teresonansi antara molekul
yang berdekatan. Keduanya memberi kontribusi terhadap derajat mobilitas
molekul tinggi, rigiditas yang tinggi, creep resistance (ketahanan melar), stabilitas
dimensional dan temperatur defleksi termal. Gugus fenil eter dan fenil sulfon
mempunyai stabilitas termal dan oksidatif yang tinggi, menghasilkan stabilitas
Gambar 2 Struktur kimia polisulfon (Seader dan Ernest 1998)
Menurut Muhammad Romli, Suprihatin dan Nastiti Siswi Indrasti (2008)
menyatakan bahwa polimer polisulfon sebagai material dasar memiliki gugus
sulfon yang merupakan sink untuk elektron-elektron, sehingga menjadikannya
tahan terhadap pengaruh termal maupun oksidasi. Gugus eter pada tulang
belakangnya yang memberikan sifat fleksibel, serta gugus alkil yang dapat
menaikkan permeabilitas.
Dasar pemilihan polisulfon sebagai membran ultrafiltrasi adalah sebagai
berikut:
a. Resistansi kimia tinggi, tidak diserang oleh asam mineral, alkali dan garam.
b. Batasan temperatur lebar, khususnya temperatur sampai 75oC - 125oC dapat digunakan.
c. Toleransi pH yang lebar, PSf dapat secara kontinu dilakukan pada pH 1-13,
hal ini memberikan keuntungan untuk tujuan pembersihan.
d. Tahan terhadap klorin, kebanyakan perusahaan menggunakan klorin sampai
konsentrasi 20 ppm untuk tujuan sanitasi jangka pendek dan biasanya sampai
50 ppm untuk sanitasi jangka panjang.
e. Membrannya mudah difabrikasi dengan berbagai konfigurasi.
f. Kisaran pori-pori yang luas yang biasa dipakai untuk aplikasi UF, kisaran
antara 10A-200A atau dengan MWCO 100-500 kD.
Kelemahan utama PSf hanya terbatas pada tekanan yang rendah 100 psi
untuk membran flat dan 25 psi (1,7 atm) untuk membran hollow fiber dan
tendensi fouling yang lebih tinggi dibanding membran hidrofilik.
Menurut Radiman (2002), polisulfon merupakan salah satu jenis polimer
yang banyak digunakan dalam teknologi membran karena memiliki kestabilan
kimia dan termal yang cukup baik. Polisulfon cenderung bersifat hidrofobik
sehingga permeabilitasnya untuk sistem larutan air tidak terlalu baik. Polisulfon
memiliki kelarutan yang rendah dalam larutan alifatik rendah tetapi masih bisa
larut dalam pelarut polar. Keuntungan dari penggunaan polisulfon, diantaranya
tahan terhadap panas, kaku dan transparan, stabil antara pH 1.5 – 13.0, tidak larut
atau rusak oleh asam-asam encer atau alkali, dan mempunyai kekuatan tarik yang
baik (Sembiring 2005).
2.4 Titanium dioksida (TiO2)
Titanium dioksida merupakan senyawa yang tersusun atas ion Ti4+ dan O2 dala konfigurasi oktahedron. Tiga acam bentuk kristalnya yang telah dikenal yaitu
anatase, rutil dan brokit. Akan tetapi hanya bentuk anatase dan rutil yang dapat
diamati di alam, sedangkan brokit sulit diamati karea tidak stabil. Bentuk kristal
anatase diamati terjasi pada pemanasan bubuk TiO2 mulai dari suhu 1200C dan sempurna pada 5000C. Pada suhu 7000C mulai terbentuk kristal rutil (Prihasa 2009).
Titanium dioksida juga merupakan bahan material aktif dengan ukuran
nano yang memiliki beberapa keunggulan yakni resistasi terhadap bakteri yang
tinggi dan bersifat sangat hidrofilik. Penambahan TiO2 dilakukan dala bentuk serbuk. Penambahan TiO2 tersebut meningkatkan kekuatan fisik membran sehingga membran tidak mudah terdekomposisi, meningkatkan hidrofilisitas
sehingga fluks meningkat.
Titanium oksida merupakan bentuk oksida dari senyawa titanium, titanium
murni tidak terdapat di alam, tetapi berasal dari biji ilmette. Senyawa ini dapat
digunakan sebagai alat treatment air dengan cara melewatkan air yang tercemar
pada permukaan yang dilapisi dengan senyawa ini. Disamping itu titanium dapat
digunakan sebagai sensor oksigen dan anti mikrobiologi (pembunuh kuman)
dengan bantuan sinar UV (Chang 1994). Manfaat TiO2 banyak sekali, diantaranya sebagai pigmen, sunscreen, cat tembok, obat salep, pasta gigi dan lain lain.
2.5 Permeabilitas
Brocks (1983) menjelaskan tentang kinerja (performance) membran
adalah fluks atau koefisien permeabilitas dan rejeksi atau perselektivitas.
Permeabilitas suatu membran merupakan ukuran kecepatan dari suatu
spesi atau konstituen menembus membran. Secara kuantitas, permeabilitas
membran sering dinyatakan sebagai fluks atau koefisien permeabilitas. Definisi
dari fluks adalah jumlah volum permeat yang melewati satuan luas membran
dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong, dalam hal ini berupa tekanan.
Secara sistimatis fluks dirumuskan sebagai berikut:
t A
V J
× =
dimana:
J = Fluks (L/m2.jam) V = Volum permeat (ml)
A = Luas permukaan membran (m2) t = Waktu (jam)
Suatu membran dikatakan efektif dan efisien jika membran tersebut
mempunyai nilai fluks yang tinggi. Masalah yang timbul ketika membran
digunakan adalah adanya penurunan nilai fluks terhadap waktu. Hal itu
ditunjukkan pada gambar 3.
Fluks
Waktu
Gambar 3 Kurva perubahan fluks membran terhadap waktu (Mulder 1991)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fluks antara lain, konsentrasi umpan,
tekanan transmembran, laju alir, dan turbulensi dalam saluran umpan. Konsentrasi
umpan yang semakin tinggi menyebabkan penurunan fluks hingga nol, sedangkan
tekanan transmembran menurut Henry (1988) tidak selalu berbanding lurus
hingga flu
dan turbul
Pe
fouling. F membran. permukaan dalamnya Fo terjadi ak membran fouling da
dan lain se
2.6 Pemb
Me
dengan be
Metode s keramik,
film. Pros
temperatu
disebut po
uks akan rel
lesi umpan
enurunan n
Fouling pa Fouling te n membran . ouling pada kibat adany dan mene apat diketah ebagainya. uatan Mem enurut Bro erbagai cara
sintering ad gelas, sehi
ses penggab
ur tinggi, s
ori-pori. latif konstan akan mengh ilai fluks ada membra rjadi akibat
n dan me
membran s
ya moleku
empati pori
hui dari pen
Gam mbran ocks (1983) a, diantarany dalah prose ingga partik bungan dila sehingga ak
n pada peni
hasilkan flu
dalam pro
an sangat
t adanya mo
nempati po
sangat ulit
ul-molekul
i-pori mem
nurunan nila
mbar 4 Geja
) pembuata ya sintering es penggab kel secara akukan deng kan terbent ingkatan tek
uks yang tin
ses filtrasi sulit dihin olekul-mole ori-pori m dihindari da yang terak mbran dan
ai fluks, per
ala fouling
an membran
g, inversi fa bungan part bersama-sa gan bantuan tuk ruang-kanan. Peni ggi pula dipengaru ndari dalam
ekul yang te
embran da
alam proses
kumulasi p
menyumbat rubahan nil n sintesis asa, strechin tikel-partike am bergabu n penambah ruang anta ingkatan laj
uhi oleh ad
m proses fi
erakumulasi
an tersumb
s filtrasi. H
pada permu
tnya. Feno
ai kondukti
dapat dilak
ng, dan leac el kaku, se
pembuatan membran. Proses pembuatanannya dengan cara, menyebarkan larutan
yang berisi zat terlarut dan pelarut sehingga membentuk lapisan tipis. Selanjutnya
dilakukan proses koagulasi sehingga pelarut menguap dan terbentuklah pori-pori.
Metode streching atau peregangan cocok dilakukan pada bahan baku berupa plastik tak berpori, seperti tefflon dan lembaran polipropilen. Prose
peregangan dilakukan ke segala arah sehingga terbentuk pori-pori pada film.
Sedangkan metode leaching dilakukan pada campuran dua jenis bahan diman
salah satu bahan dibuat membran dengan inversi fasa sedangan bahan yang lain
dibuat dengan metode peregangan.
2.7 Konduktansi Membran
Konduktansi merupakan ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu
bahan untuk membawa arus listrik. Sifat ini muncul karena adanya interaksi
antara ion dengan membran. Konduktansi sangat penting dalam proses pemisahan
pada membran karena dapat menentukan geometri dan dimensi pori. Besarnya
konduktansi membran (G) dapat diperoleh dengan pendekatan persamaan:
G = n Gp (1)
dengan n adalah jumlah pori membran, dan Gp adalah konduktansi tiap pori
(asumsi pori-pori identik). Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi nilai Gp, di
antaranya faktor geometri pori, konsentrasi pori, dan mobilitas ionnya. Dengan
asumsi bahwa ion di dalam suatu medium dielektrik akan mengalami interaksi
elektrostatik dengan membran.
Sebuah ion dengan radius d dan muatan zq (di mana z adalah bilangan
valensi ion dan q adalah muatan ion), dalam suatu medium yang luasnya tak
berhingga dengan konstanta dielektrik ε, akan memiliki energi diri U yang
besarnya adalah:
U = z2 q2 / 8 πεo εmd (2)
Nilai energi diri ion akan berubah bagi ion yang mediumnya memiliki
konstanta dielektrik tak seragam. Energi diri ion tersebut pun akan berubah
bergantung pada konstanta dielektrik (ε). Nilai U akan naik secara teratur sesuai
dengan banyaknya ion yang melewati suatu daerah dengan konstanta dielektrik ε
lebih rendah. Konstanta dielektrik membran lebih kecil (biasanya εm = 3)
dibanding konstanta dielektrik pelarut (air, εs= 78.5).
Ion yang melewati membran dapat menyebabkan adanya perubahan energi
diri sebesar ΔU, sebagai akibat interaksi medan listrik dengan konstanta dielektrik membran (εm), yang tergantung pada seberapa dekatnya ion pada membran.
Perubahan energi diri ΔU dapat ditentukan melalui :
ΔU = z2 q2α / 4 πεoεm b (3)
Dengan z adalah bilangan valensi ion, q adalah muatan ion, α merupakan nilai yang bergantung pada konstanta geometri dan dielektrik, εo adalah konstanta
resapan, dan b adalah jari-jari pori membran.
Peningkatan energi diri ΔU akan mempengaruhi konsentrasi ionik yang ada di dalam membran. Secara energetika, kenaikan energi diri kurang baik untuk
ion yang berada dalam pori-pori membran yang rapat, dengan konstanta dielektrik
rendah. Jika C adalah konsentrasi ion di pusat membran, Co adalah konsentrasi ion
pada jarak yang jauh dari membran, G adalah konduktansi di pusat membran,
Go adalah konduktansi yang berjarak jauh dari membran, dengan konstanta Boltzman k dan suhu T, maka koefisien partisi γ dapat dihitung dengan menggunakan statistik Boltzman:
γ = C/ Co = G/ Go = exp (-ΔU / k T) (4)
Pada elektrolit dengan konsentrasi kation P dan anion N, serta valensi zp dan zn,
dan dengan co adalah kekuatan ionik larutan, maka:
zp P = zn N = co (5)
Untuk membran dengan ukuran pori lebih besar dari panjang Debye dan
dengan medan listrik konstan, maka besarnya nilai konduktansi untuk tiap pori Gp
terhadap ion yang mengalir adalah:
L T k b D z D z C q
Gp p p p n n n
2 0
2
)
( γ + γ π
= (6)
dengan :
(
zp q mbRT)
p α πε ε
γ 2 2 0
4 exp −
Di mana b adalah jari-jari pori membran, L adalah ketebalan membran, K adalah
konstanta Boltzman (1.38662 x 10-23 J/K), T merupakan suhu dalam Kelvin, dan R adalah konstanta molar gas (8.314 J/mol K).
Dari persamaan (6) dapat diamati bahwa ada kebergantungan dari Gp
terhadap temperatur, dan menunjukkan hubungan yang linear. Pada suhu yang
tinggi, nilai G akan semakin besar, ini berarti pula bahwa pergerakan ion juga
lebih besar. Di samping itu, koefisien partisi γ juga akan membesar, dengan
demikian energi diri ΔU akibat interaksi medan magnet juga meningkat. Dengan menganggap konduktansi untuk tiap pori (Gp) adalah sama, maka jumlah pori n
dapat diketahui melalui persamaan (1), dan mekanisme transpor pun dapat
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Desember 2011.
Pembuatan dan karakterisasi membran dilakukan di Laboratorium Biofisika,
Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor. Karakteristik morfologi membran,
dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Bandung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku pembuatan membran adalah aquades, titanium dioksida
(TiO2), polisulfon (Aldrich), pelarut N,N-dimethylacetamide (DMAc) (Sigma Aldrich), dan air destilasi sebagai koagulan.
Plat kaca, batang silinder kaca, dan selotip digunakan sebagai media
pencetakan membran. Alat preparasi sampel lain di antaranya adalah gelas beker,
gelas ukur, labu erlenmeyer, labu takar, cawan petri, pipet tetes, kertas saring, hot
plate stirrer, magnetic stirrer, ultrasonic processor (Cole Parmer). Sedangkan alat ukur yang digunakan adalah neraca analitis, mikrometer, jangka sorong, mistar,
stopwatch, dan termometer.
Konduktivitas listrik membran diukur dengan LCRmeter Hioki 3532-50
Hi-Tester 1 KHz. Analisis struktur morfologi dilakukan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) JEOL JSM-6063 LA untuk membran. Karakteristik fluks dan kuat mekanik membran diuji dengan alat uji fluks tipe cross-flow dan
sensor gaya PASCO CI-6746 dengan ScienceWorkshop® 750 Interface.
3.2.1 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang dilakukan dapat diilustrasikan dengan diagram
alir pada Gambar 5. Tahapan penelitian mulai dari penelusuran literatur, proses
kinerja membran dan uji hasil saringan membran. Uji sifat dan kinerja membran
dilakukan dengan mengukur nilai fluks, kuat mekanik, dan konduktivitas
[image:47.595.109.539.123.593.2]membran. Uji hasil saringan meliputi parameter fisik dan kimiawi air.
Gambar 5 Proses sintesis dan karakterisasi membran polisulfon didoping dengan TiO2
3.2.2 Pembuatan Membran
Pembuatan membran dilakukan dengan teknik inversi fasa. Metode inversi
fasa, menurut Mulder (1996) merupakan proses pengubahan bentuk polimer dari
fasa cair menjadi fasa padatan. Dengan kata lain pada metode ini, polimer akan
ditransformasi dari cairan menjadi padatan atau yang biasa disebut sebagai
solidifikasi. Proses pemadatan ini diawali dengan transisi dari fasa cair satu ke
fasa dua cairan. Pada tahapan berikutnya salah satu fasa cair tersebut akan
memadat sehingga terbentuk matriks padat.
Bahan utama pembuatan membran ini ádalah polimer polisulfon, menurut
Mulder (1996) membran ultrafiltrasi yang berasal dari polisulfon sekitar 15% b/b
dan pada penelitian sebelumnya didapatkan bahwa membran dengan polisulfon Penelusuran literatur dan persiapan alat dan bahan
Pembuatan membran polisulfon doping TiO2 (0%, 1%, 2%, 3%, 7%, dan 10%)
1. Proses pelarutan (inkubasi, pengadukan, sonikasi 2. Pembentukan lembaran membran
Proses filtrasi beroperasi dengan tekanan transmembran (2.5 psi dan 5 psi)
Karakterisasi Fluks, kekuatan mekanik, konduktivitas, foto morfologi dengan SEM, dan kualitas air
terlarut 12 % b/b yang didoping TiO2 mempunyai struktur yang terbaik. Polisulfon dipilih karena merupakan polimer sintetik yang memiliki keunggulan sifat
kestabilannya. Bahan dasar polisulfon dicampurkan dengan pelarut DMAc.
Pelarut ini dipillih karena sifat pelarutnya yang tinggi, tidak mudah menguap dan
stabil pada suhu yang relatif luas. Pelarut ini bersifat toksik dan berbahaya bagi
janin, mudah terbakar dan mudah diserap oleh kulit.
Tahapan pembuatan membran yaitu:
1. Pelarutan atau homogenase polimer polisulfon dengan komposisi 12 % b/b
dan penambahan bahan aditif pendoping TiO2 dengan variasi tanpa doping sebagai kontrol, 1% b/b, 2% b/b, 3% b/b, 7% b/b dan 10% b/b ke dalam
pelarut DMAc. Proses pelarutan dilakukan dengan diinkubasi selama 24
jam, lalu dilanjutkan dengan pengadukan dengan stirer selama 1 jam,
kemudian dilakukan sonikasi dengan ultrasonic procesor selama 1 jam.
Membran-membran yang terbentuk antara lain:
a. Membran polisulfon murni tanpa pendoping TiO2 (PST 0%) b. Membran polisulfon dengan pendoping TiO2 1% b/b (PST 1%) c. Membran polisulfon dengan pendoping TiO2 2% b/b (PST 2%) d. Membran polisulfon dengan pendoping TiO2 3% b/b (PST 3%) e. Membran polisulfon dengan pendoping TiO2 7% b/b (PST 7%) f. Membran polisulfon dengan pendoping TiO2 10% b/b (PST 10%) 2. Pembentukan film membran dilakukan dengan menuangkan polimer diatas
kaca untuk membuat lembaran polimer yang dikenal dengan tahapan
casting solution. Acuan ketebalan yang digunakan adalah ketebalan basah yaitu tebal selotip yang berkisar 0.05 mm. Selanjutnya direndam didalam
bak koagulasi yang berisi air aquades yang berfungsi sebagai anti pelarut
(non-solvent) dari polimer tersebut. Di dalam bak koagulasi akan terjadi
presipitasi yang disebabkan terjadinya pertukaran antara pelarut (DMAc)
dan anti pelarut (aquades).
3.2.3 Proses Filtrasi
Umpan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain air aquades dan air
tersebut, dan diaduk secara merata agar terjadi kontak, kemudian baru
diendapkan.
Proses penyaringan umpan terlihat pada Gambar 6. Tahapan penyaringan
yang pertama mengalirkan larutan umpan yang telah disiapkan dalam labu.
Larutan-larutan ini dialirkan ke modul membran dengan menggunakan pompa.
Aliran dari pompa menuju membran dilengkapi dengan katup untuk mengatur laju
alir dan tekanan operasi. Pada aliran retentat dipasang suatu katup untuk mengatur
[image:49.595.112.510.273.456.2]tekanan.
Gambar 6 Pengujian fluks membran dengan metode cross flow; (a) skema
aliran, (b) alat uji fluks tipe cross-flow, (c) modul membran
Pengukuran fluks permeat dilakukan dengan jalan menampung permeat
hasil filtrasi pada suatu gelas ukur dalam selang waktu tertentu. Lama
penyaringan aquades yaitu 15 menit dan diukur volumenya dalam interval 30
detik, sedangkan penyaringan air sungai selama 60 menit.
Pengukuran kualitas air menggunakan sampel air sungai sebelum dan
setelah filtrasi. Sampel air sebelum dan setelah filtrasi dikarakterisasi dengan
parameter kimia dan fisika. Parameter fisik meliputi bau, warna dengan metode
spektrofotometer UV-Vis, turbiditas dengan turbidimeter, dan suhu. Parameter
kimia meliputi besi, mangan, tembaga, dan nitrit yang diukur dengan metode
spektrofotometer. Data hasil pemeriksaan beberapa parameter tersebut akan (a)
(b)
dibandingkan dengan standar kualitas air bersih sesuai dengan Kepmenkes
416/Permenkes/IX/1990.
3.2.4 Karakterisasi Membran a. Fluks Membran
Ukuran kecepatan suatu spesi tertentu untuk melalui membran disebut
sebagai permeabilitas membran. Permeabilitas dinyatakan sebagai aliran fluks
permeat melewati membran tiap satu satuan waktu. Nilai fluks membran dapat
diperoleh dengan persamaan berikut (Kertesz et al. 2009):
dt dV A
J = 1 (11)
Di mana J merupakan nilai fluks (L/m2.jam), V adalah volume permeat (L), A adalah luas area filtrasi membran (m2), dan t adalah waktu (jam).
Uji fluks dilakukan dengan metode cross flow (Gambar 6). Pada metode
ini, umpan mengalir melalui suatu membran, di mana hanya sebagian umpan yang
melewati membran untuk menghasilkan permeat, sedangkan aliran pelarut atau
cairan pembawa akan melewati permukaan membran, sehingga larutan, koloid,
dan padatan tersuspensi yang tertahan oleh membran akan terus terbawa menjadi
aliran balik (Li et al. 2008). Pengujian fluks dilakukan dengan bahan filtrat air
destilasi. Air pada wadah umpan dipompa dengan tekanan transmembran 2.5 psi.
Pertambahan volume air yang tersaring oleh membran diukur setiap 30 detik
selama 15 menit.
b. Konduktansi dan Porositas
Penentuan konduktansi dan porositas membran didasarkan pada metode
yang dilakukan oleh Smith et al. (1992), dengan beberapa modifikasi pada alat
dan proses pengukuran. Konduktansi diukur pada suatu media chamber, dengan
mengalirkan larutan elektrolit NaCl melewati membran. Bagian lapisan aktif
membran dihadapkan pada larutan NaCl dengan molaritas lebih tinggi yakni 1 M
dan sisi lainnya dengan larutan NaCl 0.1 M, di mana aliran ion mengalir dari
molaritas tinggi ke rendah. Besarnya aliran ion melalui membran diukur sebagai
dengan frekuensi 1 kHz dan tegangan masukan 1 V. Nilai konduktansi (G) diukur
dengan variasi suhu larutan (T) 30 - 50 oC. Untuk memanaskan larutan NaCl, chamber diletakkan pada waterbath kaca berisi air, yang dipanaskan dengan pemanas listrik. Pertambahan nilai konduktansi terhadap kenaikan suhu diplotkan
dalam kurva ln G terhadap 1/T. Kemiringan atau gradien kurva digunakan untuk
menentukan perubahan energi diri membran dan jari-jari pori membran.
Perubahan energi diri (ΔU) membran ditentukan dengan persamaan berikut:
ΔU = B k (12)
Di mana B adalah gradien dari grafik hubungan konduktansi (ln G) terhadap suhu
(1/T), dan k adalah nilai konstanta Boltzman (1.38662 x 10-23 J/K). Dengan mengetahui nilai energi diri, maka dapat diperoleh ukuran jari-jari pori membran:
U q z b
mΔ =
ε ε π
α
0 2 2
4 (13)
Keterangan:
b = Jari-jari pori membran (m)
z = Bilangan valensi ion (untuk NaCl = 1)
q = Muatan ion (1.6 x 10-19 C)
e = Konstanta geometri dan dielektrik (pendekatan 0.2)
eo = Permitivitas ruang hampa/konstanta resapan (8.85 x 10-12 F/m) em = Konstanta dielektrik membran (3-4)
c. Analisis Morfologi
Analisis membran dengan SEM dilakukan untuk mengamati struktur
morfologi permukaan dan penampang lintang membran. Foto SEM dilakukan
pada tiga bagian membran, yaitu pada penampang atas dan bawah dengan
perbesaran 10 000 kali, serta penampang samping dengan perbesaran 500 kali.
d. Kuat Mekanik
Pengukuran kuat mekanik meliputi kuat tekan dan tarik membran,
Membran ditekan atau ditarik hingga robek dengan sensor gaya (Gambar 7).
Sensor diintegrasikan langsung dengan komputer, sehingga data pengukuran
[image:52.595.121.475.164.299.2]ketika gaya diberikan dapat langsung terbaca melalui software sensor.
Gambar 7 Pengukuran kuat mekanik membran; (a) kuat tekan, (b) kuat tarik
3.3 Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap tiap sampel umpan
yang berbeda. Dua faktor yang mempengaruhi respon membran, yaitu variasi
pendoping TiO2 0% sebagai kontrol, 1% b/b, 2% b/b, 3% b/b, 7% b/b dan 10% b/b, sedangkan faktor kedua adalah kondisi pengoperasian filtrasi pada berbagai
tekanan transmembran 2,5 psi dan 5 psi dengan 3 ulangan sehingga terdapat 36
satuan percobaan tiap sampel umpan. Umpan yang akan dilewatkan antara lain air
aquades sebagai kontrol dan air sungai Cisadane untuk mengkaji kinerja membran
yang berhubungan dengan kualitas air. Sehingga total satuan percobaan adalah 72
satuan percobaan.
Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut:
ijk j i ijk
Y =
μ
+α
+β
+ε
Keterangan:
ijk
Y = Nilai pengamatan pada perlakuan taraf ke-i (pendoping
TiO2 0%, 1%, 2%, 3%, 7% dan 10%) dan ke-j (2.5psi dan 5psi) µ = Rataan umum
i
α = Pengaruh perlakuan taraf ke-i (pendoping TiO2 0%, 1%,
2%, 3%, 7% dan 10%)
ijk
ε = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji-F pada taraf 5%. Apabila
didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%. Analisis data ini dilakukan dengan bantuan
4.1 Sintesis Membran Polisulfon
Sintesis membran membutuhkan bahan-bahan utama diantaranya polimer,
pelarut dan non pelarut. Polimer yang digunakan adalah polisulfon yang diperoleh
dari Aldrich Chemical Company, inc. USA. Sedangkan DMAc yang digunakan
(Sigma Aldrich) dengan densitas 0.937 bersifat beracun dan higroskopis. Non
pelarut yang digunakan adalah aquades.
Membran pada penelitian ini menggunakan teknik inversi fasa. Teknik ini
merupakan teknik yang banyak digunakan dalam pembuatan membran polimer.
Teknik ini membutuhkan tiga komponen yaitu polimer, pelarut, dan non pelarut.
Polisulfon dengan 12% b/b sebagai polimer dan doping TiO2 dengan variasi persentase dilarutkan ke dalam DMAc sebagai pelarut sehingga didapatkan
larutan yang homogen. Larutan homogen yang terbentuk dibentuk menjadi lapisan
tipis dan dikoagulasikan dalam nonpelarut (Aquades). Mekanisme pemisahan
cepat akan terjadi bila DMAc digunakan sebagai pelarut dan Aquades sebagai non
pelarut.
Lembaran membran tipis yang terbentuk memiliki dua lapisan, yaitu
lapisan penyangga (pasif) dan lapisan aktif. Pelarut DMAc akan berdifusi keluar
membran sehingga terbentuk lapisan aktif dengan pori-pori kecil pada permukaan
atas membran.
Secara fisik, membran polisulfon murni tanpa dan dengan TiO2 terlihat berwarna putih, konsentrasi pendopingan yang lebih tinggi menyebabkan
membran lebih kaku. Pada lapisan aktif terlihat lebih mengkilap karena jumlah
pori-pori yang padat dibandingkan dengan sisi pasif yang terlihat lebih buram.
Teknik inversi fasa pada prinsipnya merupakan perubahan fasa cair
menjadi fasa padat dalam kondisi terkendali. Fasa padat menghasilkan membran
dengan dua lapisan, yaitu lapisan aktif dan lapisan penyangga. Romli et al. (2006)
menyatakan bahwa saat pembentukan fase padat membran, pelarut DMAc
berdifusi keluar membran sehingga terbentuk lapisan tipis pada permukaan atas
Karena jika membran disimpan dalam kondisi kering dapat terjadi kerusakan
struktur dan perubahan morfologi sehingga tidak dapat lagi digunakan dalam
filtrasi. Membran yang kering akan mengalami kerusakan bagian dalam, karena
pelarut di bagian dalam membran memuai, sehingga terjadi kerusakan dalam
komposisi membran. Kelembaban membran adalah faktor penting yang harus
dijaga agar struktur membran tidak rusak. Oleh karena itu, membran sebaiknya
selalu disimpan dalam lingkungan bersuhu rendah.
4.2 Fluks
Beberapa hal yang mempengaruhi kinerja membran dalam proses filtrasi
dapat ditentukan dengan mengukur parameter fluks atau kecepatan permeat
melewati membran. Brocks (1983) menyebutkan bahwa kinerja membran dalam
pemisahan terutama dipengaruhi oleh karakteristik membran yang digunakan,
selain itu juga dipengaruhi oleh desain proses dan aspek teknik kimianya.
Karakteristiik membran dipengaruhi oleh jenis bahan pembuat dan proses
pembuatan membran tersebut. Parameter utama yang digunakan dalam penilaian
kinerja membran filtrasi adalah fluks. Fluks digunakan untuk mengetahui
efektifitas permeabilitas membran terhadap aliran permeat. Fluks air dinyatakan
sebagai aliran fluks permeat melewati membran tiap satu satuan waktu (Kertesz et
al. 2009).
Nilai fluks dengan umpan air aquades diambil dari nilai akhir operasi
filtrasi selama 15 menit. Fluks air ditampilkan pada Gambar 8. Membran
polisulfon murni (PST 0%) mempunyai nilai fluks 431 L/m2Jam. Membran polisulfon yang didoping TiO2 3% b/b (PST 3%) mempunyai nilai fluks 554 L/m2jam. Membran polisulfon yang didoping TiO2 10% (PST 10%) mempunyai nilai fluks 223 L/m2jam. Data-data tersebut menunjukkan bahwa membran yang di doping TIO2 mempunyai nilai fluks yang tidak berbeda. Berdasarkan data analisis anova pada lampiran 5, pendopingan TiO2 pada sintesis membran polisulfon tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai fluks filtrasi air
Penelitian Jeon (2006) mengungkapkan bahwa membran yang didoping
dengan TIO2, dari persentase doping 5% hingga 10% mempunyai nilai derajat pengikatan air yang sama. Derajat pengikatan air mulai turun ketika membran
didoping dengan doping TiO2 lebih besar dari 10%, nilai derajat pengikatan air dapat semakin menurun disebabkan karena sulitnya absorpsi elektrolit ke dalam
[image:56.595.112.515.225.430.2]pori-pori dan dikarenakan adanya pertambahan agregasi TiO2.
Gambar 8 Fluks membran polisulfon didoping dengan TiO2 terhadap waktu operasi dengan tekanan transmembran 2.5 psi.
Gambar 9 jika dibandingkan dengan Gambar 8, menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan fluks yang tajam ketika kondisi operasi tekanan transmembran
ditingkatkan dari 2.5 psi menjadi 5 psi. Membran polisulfon 0% TiO2 mempunyai fluks 431 L/m2jam setelah dinaikkan tekanan operasi, nilai fluks menjadi 488 L/m2jam.
Gambar 9 menunjukkan pula bahwa semakin tinggi penambahan TiO2 dengan kondisi operasi tekanan transmembran 5 psi akan semakin tinggi pula
fluksnya. Nilai kecenderungan ini berbeda ketika tekanan transmembran 2.5 psi.
hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi TiO2 yang ditambahkan akan meningkatkan agregrasi.
Peningkatan agregrasi ini disebabkan karena TiO2 yang ditambahkan tidak terdispersi dengan baik saat homogenisasi dan pelarutan antara polisulfon dengan
DMAc. Pembuatan membran copolimer poly(etilen oksida-co-etilen karbonat) 0,000
0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 0,030 0,035 0,040 0,045 0,050
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Fluks
(L/m
2s)
Waktu Operasi (sekon)
adalah Aseton dan Trietanol Amin (TEA) sebagai non pelarut dikarenakan TiO2 akan terdispersi sempurna menjadi partikel-partikel lebih kecil.
Gambar 9 Fluks membran polisulfon didoping dengan TiO2 terhadap waktu operasi dengan tekanan transmembran 5 psi.
Seluruh fluks air pada penelitian ini menunjukkan sedikit penurunan pada
dua menit pertama waktu operasi. Ini merupakan ciri khas fluks dari tiap
membran ketika baru dialirkan permeat. Hal ini diduga dapat terjadi akibat
perubahan struktur dalam membran akibat penembusan air. Setelah beberapa
lama, fluks akan mulai konstan jika fouling atau penyumbatan pori membran tidak
terjadi. Fouling dapat terjadi pada semua proses filtrasi membran.
Penurunan fluks membran pada awal operasi disebabkan oleh beberapa
faktor, di antaranya tekanan transmembran, perubahan struktur membrane,
pembentukan gel dan polarisasi konsentrasi. penurunan nilai fluks air disebabkan
juga oleh adanya kompaksi membran. Kompaksi membran merupakan perubahan
mekanik pada struktur membran polimer dengan adanya tekanan, akibatnya
semakin tinggi tekanan yang dikenakan terhadap membran maka kompaksi
membran akan semakin cepat (Mulder 1996). Ketika terjadi kompaksi, struktur
membran menjadi lebih kompak dan pori-pori membran merapat sehingga
menyebabkan penurunan nilai fluks air. 0,000
0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060 0,070 0,080
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Fluks
(L/m
2s)
Waktu Operasi (sekon)
PST 0% PST 10%
PST 7% PST 3%
Penurunan fluks dapat juga disebabkan oleh terbentuk gel. Gel terbentuk
dari molekul-molekul yang tertahan oleh membran pada permukaan membran.
Polarisasi konsentrasi terjadi akibat meningkatnya konsentrasi larutan umpan di
sekitar permukaan membran (Mulder 1996). Jika keadaaan ini terjadi, membran
dapat mengalami penyumbatan dan jumlah permeat yang dihasilkan akan
berkurang. Faktor lain yang dapat mempengaruhi fluks adalah jumlah dan ukuran
pori membran, serta kecepatan aliran dan konsentrasi larutan umpan. Semakin
besar ukuran pori membran, fluksnya akan semakin tinggi. Semakin tinggi
kecepatan aliran umpan, dan semakin rendah konsentrasi larutan umpan, maka
fluks juga akan semakin tinggi (Romli et al. 2006).
4.3 Kuat Mekanik
Kekuatan mekanik secara umum digunakan menentukan sifat mekanik
dari membran. Membran berpori berfungsi sebagai matriks polimer, sehingga sifat
mekanik sangat penting untuk mengetahui kekuatan dari bahan tersebut. Uji
kekuatan mekanik membran dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat membran
menahan tekanan dan tarikan. Membran dengan kekuatan mekanik tinggi, akan
[image:58.595.109.473.477.721.2]lebih tahan lama saat proses filtrasi, khususnya pada tekanan operasi yang besar.
Gambar 10 Uji tekan membran polisulfon didoping TiO2 dengan ukuran 3x2 cm2
‐1 0 1 2 3 4 5 6 7
0 10 20 30 40 50 60
Gaya
(N)
Waktu operasi (sekon)
PST 10%
PST 7%
PST 3%
PST 1%
PST 0%
tertinggi yaitu 5.98 N, sedangkan membran yang memiliki kuat tekan terendah
adalah membran tanpa pendoping TiO2 yaitu 2.6 N. Gambar 11 menunjukkan membran dengan pendoping TiO2 10% memiliki kuat tarik sebesar 4.46 N dan membran tanpa pendoping TiO2 memiliki nilai kuat tarik yang kecil yaitu 2.29 N. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penambahan TiO2 pada membran berpengaruh terhadap kekuatan membran tersebut. Secara teknis, membran yang didoping
dengan TiO2, material terlarut dalam sejumlah pelarut yang sama, lebih banyak dari pada membran yang tanpa pendoping. Berat total cetakan membran adalah
sama, dengan komposisi polimer 12 % b/b dan TiO2 ditambahkan semakin banyak (1 %, 2%, 3%, 7%, dan 10%) maka jumlah pelarut akan semakin sedikit % b/b.
[image:59.595.92.507.113.794.2]Sehingga membran dengan pendoping TiO2 akan lebih kental dibandingkan membran polisulfon murni.
Gambar 10 menunjukkan pula bahwa membran PST 10% membutuhkan
waktu yang relatif lebih lama untuk robek karena mendapat gaya tertentu
dibandingkan dengan membran tanpa pendoping TiO2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa membran yang didoping dengan TiO2 mulai dari 1%, 2%, 3%, 7% dan 10 % memiliki nilai kuat tekan semakin tinggi dengan semakin
bertambahnya % yang ditambahkan TiO2.
Gambar 11 Uji tarik membran polisulfon didoping dengan TiO2 dengan ukuran 3x2 cm2
‐1 0 1 2 3 4 5 6
0 20 40 60 80 100
Gaya
(N)
Waktu operasi (sekon)
1%
10%
7%
3%
2%
Ga ketika dib Penambah pengaruh sama deng didukung pada titik ke kondis “nol”. Tet berlaku da kembali k Ke
TiO2 men terhadap s
Suprihatin
polisulfon
untuk elek
mekanik
Gamb
ambar 12 t
berikan gaya
han doping
yang nyata
gan bertam
oleh sifat
A, kemudia
si semula (t
tapi bila beb
an terdapat
ke kondisi se
ekuatan mem
ningkat. Se
sifat kekua
n dan Nas
n sebagai m
ktron-elektr
membran a 0 1 2 3 4 5 6 P Gaya (N)
bar 12 Perba
terlihat jela
a tarik mau
TiO2 hing a. Gaya tar
mbahnya do
keelastisan an bebanny tepatnya ha ban ditarik t perubahan emula dikat mbran dan ehingga pen atan mekani stiti Siswi material das ron, Sedang akibat pena PST 0%
PST 1
2,6 2,72
2,29 3
Jenis mem
andingan ke
as bahwa m
upun gaya te
gga 10% b
rik yang di
oping TiO2 n bahan. Bi
ya dihilangk ampir kemb sampai mel n permanen takan benda sifat keelas nambahan
ik tekan m
Indrasti
sar memilik
gkan Jeon (
ambahan T 1% PST 2%
2 3,13
3,6
4,27
mbran polisulf
ekuatan mek
membran PS
ekan diband
b/b pada m
iterima mem
hingga 10%
la sebuah b
kan, maka b
ali ke kond
lewati titik
dari bahan
a yang bersi
stisan memb
TiO2 dapat membran. M
(2006) me
ki gugus su
(2006) men
TiO2 ini dik PST 3%
P 4,24
5
3,78
fon dengan pe
Gaya tekan
Gaya tarik
kanik tiap m
ST 0% leb
dingkan me
membran tid
mbran hing
% b/b. Kua
bahan diber
bahan terseb
disi semula)
A, hukum H
n, artinya b
fat plastik (
bran yang d
t memberik
Menurut Mu
enyatakan
ulfon yang
nyebutkan p
karenakan a PST 7%
PST
5,55 5,9
4,06
ersentase TiO
membran
ih mudah r
embran PST
dak membe
gga robek r
at tarik bias
ri beban sa
but akan kem
) yaitu rega
Hooke tidak
benda yang
(Giancoli 19
didoping de
kan efek p
uhammad R
adalah me
Ch
TIO2 den TIO2 dapa rentang ca
antara dir
kinerja su
4.4 Kond
Ko hal penen ditentukan meningkat tinggi pul energi kin konduktan Gamba Ko
mampu m
konduktiv
embran P (E
hen dan M
gan elemen
at meningk
ahaya tamp
rinya denga
atubahan an
duktansi da
onduktansi m
ntuan geom
n dengan m
t. Semakin
la. Smith
netik menin
nsi pun mem
ar 13 Hubun
onduktansi meloloskan vitas dipeng ‐2,1 ‐2 ‐1,9 ‐1,8 ‐1,7 ‐1,6 ‐1,5 0,00305 ln G (Siemens) EO-EC)). Mao (2007)
n lain dapat
katkan sens
pak. Nanom
an lingkung
ntara TIO2 d
an Porosita
membran sa
metri dan d
mengukur k
tinggi suhu (1992) men ngkat sehin mbesar. ngan antara membran
n ion yan
garuhi oleh 0,0031 menyebutk merubah si sitifitas kom material TIO gannya, hal dengan bah as angat pentin dimensi po konduktans
u larutan aka
nyebutkan ngga perger temperatur juga men ng melewa h geometri 0,00315 0 kan bahwa ifat elektron mponen org
O2 memilik l ini dapat
an dasarnya
ng dalam ka
ori membra
i dengan v
an kondukta
bahwa ken
rakan ion l
r dan konduk
nunjukkan
atinya. Ses
pori memb
0,0032 0,0
penambah
nik dan opti
ganic atau
ki sifat men
menyebabk a. arakterisasi an. Konduk variasi suhu ansi membr naikan suh lebih cepat ktansi mem seberapa suai Persa bran, wilay y = ‐183
R² =
0325 0,003
an nanoma
iknya. Selai
anorganik
ntransfer m
kan pening
membran d
ktansi mem
u yang sem
ran akan sem
hu menyeba
t, sehingga
mbran PST 7
besar mem
amaan 3,
yah di man 31,x + 4,053
= 0,998
33 0,00335
1 / T (K‐1)
dapat melakukan proses mobilitas. Konduktansi berbanding lurus dengan suhu
elektrolit, di mana semakin tinggi suhu, semakin besar mobilitas ion elektrolit
melewati pori, sehingga semakin besar pula nilai konduktansi yang terukur.
Gambar 13 menunjukkan hubungan linear antara konduktansi dan
perubahan suhu kemudian diplotkan ke dalam kurva. Perihitungan menggunakan
persamaan matematis terkait, kemiringan kurva linear ini dapat digunakan untuk
menentukan perubahan energi