• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah"

Copied!
217
0
0

Teks penuh

(1)

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dari peranannya sebagai penghasil devisa negara, sumber ketahanan pangan, pendapatan masyarakat petani di pedesaan serta penyedia lapangan pekerjaan. Dalam penyediaan lapangan pekerjaan sektor pertanian menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan sektor lainnya. Penyerapan tenaga kerja disektor pertanian mencapai 39,32 juta orang pada Agustus tahun 2011 (BPS 2011).

Pertanian di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan, hal ini dilihat dari kekayaan alam Indonesia yang berlimpah. Salah satu subsektor dari sektor pertanian yang memberikan kontribusi cukup tinggi adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan. Dari keempat jenis komoditi hortikultura tersebut, buah-buahan memiliki kontribusi yang paling besar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, dimana nilai PDB dari subsektor hortikultura pada tahun 2011 mencapai Rp 88.851,00 milyar dan kontribusi dari produk buah-buahan sebesar Rp 46.735,62 milyar atau sekitar 52,60 persen dari total PDB subsektor hortikultura.

Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2008-2011

Komoditi

Nilai PDB (Milyar Rp) Rataan

Pertumbuhan (%)

2008 2009 2010 2011

Buah 47.059,78 48.436,70 45.481,89 46.735,62 (0,14) Sayuran 28.205,27 30.505,71 31.244,16 33.136,76 5,54 Tan. Hias 5.084,78 5.494,24 6.173,97 5.983,89 5,78 Biofarmaka 3.852,67 3.896,90 3.665,44 2.994,73 (7,69) Total 84.202,50 88.333,56 86.565,49 88.851,00 1,85

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2012)

(2)

2 Indonesia tersebut merupakan potensi dalam menghadapi perdagangan internasional, mengingat saat ini buah sudah menjadi komoditas perdagangan internasional. Beberapa jenis buah nusantara yang menjadi unggulan Indonesia dan dapat bersaing di pasar internasional diantaranya mangga, manggis, pisang, nanas, salak, stroberi, jambu air, sawo, dan jambu biji1.

Pada Tabel 2 dapat dilihat tingkat perkembangan produksi beberapa buah-buahan yang bersaing di pasar internasional. Buah-buah-buahan tersebut mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi begitu pula dengan nanas. Pada tahun 2010 produksi nanas Indonesia mencapai 1.406.445 ton atau sekitar 9,36 persen dari total produksi buah di Indonesia dan menempati urutan kedua dalam kontribusi terhadap produksi buah nasional.

Tabel 2. Perkembangan Produksi Nanas dan Buah-Buahan Lainnya di Indonesia Tahun 2006-2010 2006 196.180 1.621.997 861.950 1.427.781 5.037.472 2007 179.474 1.818.619 805.879 1.395.566 5.454.226 2008 212.260 2.105.085 862.465 1.433.133 6.004.615 2009 220.202 2.243.440 829.014 1.558.196 6.373.533 2010 204.551 1.287.287 749.876 1.406.445 5.755.073

Sumber : Badan Pusat Statistika (2010)2

Nanas merupakan salah satu komoditi holtikultura yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari jumlah permintaan nanas segar dari luar negeri yang cukup tinggi. Nilai ekspor nanas Indonesia mencapai US$ 139 juta per tahun dengan negara tujuan diantaranya Amerika Serikat, kawasan Eropa, Timur Tengah, Peru, Uruguay, Panama, dan India3. Namun saat ini produksi nanas Indonesia masih berada di bawah produksi pisang. Untuk dapat meningkatkan produksi nanas dan memenuhi permintaan tersebut diperlukan

1

Sinar Tani. Promosi Hortikultura Unggulan yang Berdaya Saing I Pasar Internasional. Diperta.jabarprov.go.id [15 Januari 2012]

2

BPS. Produksi Buah-buahan di Indonesia. www.bps.go.id [15 Januari 2012] 3

(3)

3 upaya yang serius, seperti dengan melakukan pengembangan lahan atau peningkatan produktivitas nanas.

Penyebaran tanaman nanas di Indonesia hampir merata terdapat di seluruh daerah, dikarenakan wilayah Indonesia memiliki keragaman agroklimat yang memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman, baik tanaman hortikultura tropis maupun hortikultura subtropis4. Terdapat beberapa daerah yang menjadi sentra produksi nanas, diantaranya Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Jawa Timur. Daerah tersebut merupakan daerah yang cocok dengan agroklimat pembudidayaan nanas. Lampung merupakan daerah yang menghasilkan nanas paling banyak yaitu sekitar 469.034 ton pada tahun 2010 (Tabel 3).

Tabel 3. Produksi Nanas di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2010

Provinsi Produksi nanas

Ton Persen (%)

Sumatera Selatan 114.305 8,13

Lampung 469.034 33,35

Sumatera Utara 102.438 7,28

Jawa Timur 72.404 5,15

Jawa Barat 385.640 27,42

Indonesia 1.406.445 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistika (2010)5

Diantara berbagai komoditas buah-buahan, nanas merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang bernilai ekonomi dan potensial untuk dikembangkan di daerah Lampung (Kalsum 2009). Lampung terdiri atas 2 kota dan 12 kabupaten, dimana di dalam setiap kota dan kabupaten tersebut terdapat pembudidayaan nanas. Nanas yang diproduksi di daerah tersebut cukup tinggi. Lampung sebagai salah satu sentra penghasil nanas harus bisa mengembangkan potensi yang ada untuk meraih pangsa pasar lokal maupun pasar internasional.

4

BPTP. Kawasan Horti. Sumsel.litbang.deptan.go.id [15 Januari 2012]

(4)

4 Lampung Tengah merupakan kabupaten yang paling banyak menghasilkan nanas, seperti terlihat pada Tabel 4, produksinya mencapai 4.409.522 kw pada tahun 2009. Jumlah produksi nanas di Lampung Tengah mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Meskipun mengalami penurunan produksi, yaitu pada tahun 2007 berproduksi 12.375.712 kw dan pada tahun 2008 menurun menjadi 4.847.611 kw, Lampung Tengah tetap unggul dalam kemampuannya berproduksi nanas dibandingkan kabupaten atau kota lainnya.

Tabel 4. Produksi Buah Nanas Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2006-2010

Keterangan : Tahun 2006-2007 Kabupaten Pesawaran masih bergabung dengan Kabupaten Lampung Selatan

Tahun 2010 Terjadi Penambahan Kabupaten yaitu Pringsewu, Mesuji, dan Tuba

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung

(5)

5 Punggur, Lampung Tengah. Pada tahun 2009 produksi nanas di Kecamatan Punggur menempati urutan pertama yaitu mencapai 12.010 kw (Tabel 5).

Tabel 5. Lima Besar Kecamatan Memproduksi Nanas di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009

No. Kecamatan Produksi (kw)

1. Punggur 12.010

2. Rumbia 5.000

3. Bandar Mataram 703

4. Gunung Sugih 540

5. Kalirejo 386

Sumber : Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Lampung Tengah (2009)

Desa Astomulyo merupakan salah satu desa yang dijadikan sebagai sentra nanas di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. Saat ini Desa Astomulyo masih memiliki lahan yang berpotensi untuk dilakukan pengembangan sebagai lahan nanas. Pemerintah setempat memperkirakan terdapat 500 hektar lahan yang berpotensi untuk budidaya nanas di Desa Astomulyo.

1.2. Perumusan Masalah

Desa Astomulyo memiliki delapan kelompok tani yang khusus membudidayakan nanas. Dari delapan kelompok tani tersebut terdapat satu kelompok tani yang mengalami penurunan luas lahan nanas, yaitu Kelompok Tani Makmur. Pada tahun 2011 terdapat 36,25 hektar, namun saat ini hanya tinggal 25,875 hektar lahan nanas. Banyak petani yang sudah menkonversikan lahan nanasnya.

(6)

6 di lokasi penelitian termasuk ke dalam golongan petani lahan sedang dan sempit karena lahan yang dimiliki antara 0,25-1,5 hektar.

Tingkat pendapatan petani selain dipengaruhi oleh luasan lahan juga dapat dipengaruhi oleh produktivitas dari tanaman yang diusahakan. Produktivitas yang rendah akan menyebabkan penerimaan yang diperoleh petani rendah sehingga tingkat pendapatan petani juga akan rendah. Rendahnya produktivitas tanaman dapat disebabkan oleh penggunaan bibit yang tidak berkualitas atau penggunaan pupuk yang tidak optimal. Sampai saat ini, petani responden belum mau mengikuti Standart Operational Procedure (SOP) dalam penggunaan faktor produksi yang dianjurkan oleh penyuluh lapang di desa tersebut. Petani masih enggan mengubah sistem budidaya yang dilakukannya.

Sehubungan dengan hal yang telah diungkapkan sebelumnya, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah:

1. Apakah ada perbedaan penggunaan faktor produksi pada petani lahan sempit dan lahan sedang di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo? 2. Apakah ada perbedaan mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan petani

nanas pada petani lahan sempit dan petani lahan sedang di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo?

3. Bagaimana pendapatan dan efisiensi usahatani nanas yang diterima petani nanas, berdasarkan luas lahan garapan yang dimiliki petani pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi keragaan usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo.

2. Menganalisis perbedaan penggunaan faktor produksi yang digunakan petani pada lahan sempit dan lahan sedang di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo.

(7)

7 4. Menganalisis pendapatan petani dan tingkat efisiensi dari usahatani nanas berdasarkan luas lahan garapan usahatani pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, yaitu: 1. Membantu petani untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi

dalam pengembangan usahatani nanas. Dengan begitu diharapkan petani dapat mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya sehingga usahatani tersebut benar-benar memberikan hasil yang maksimal.

2. Menjadi sarana pembelajaran bagi penulis dalam mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh para petani. Selain itu juga dapat meningkatkan kemampuan penulis sebagai perwujudan dari aplikasi ilmu yang telah diperoleh.

3. Menjadi media informasi bagi pembaca mengenai kondisi usahatani nanas di salah satu sentra penghasil nanas di Kabupaten Lampung Tengah. 1.5. Ruang Lingkup

(8)

8

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Umum Nanas

Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brazilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi di sana sebelum masa Columbus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nanas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, dan masuk ke Indonesia pada abad ke -15 (tahun 1599).

Di Indonesia pada mulanya nanas hanya sebagai tanaman pekarangan dan meluas hingga menjadi tanaman yang di kebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh nusantara. Tanaman nanas kini dipelihara di daerah tropik dan subtropik. Varietas kultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayenne dan Queen. Klasifikasi tanaman nanas adalah sebagai berikut: tanaman ini berasal dari kingdom Plantae; divisi Spermatophyta; kelas Angiospermae; ordo Farinosae; Famili Bromiliaceae; genus Ananas; dan spesies Ananas comosus (L) Merr.

Dalam skripsinya, Maulana (1998) menyatakan bahwa ciri-ciri nanas Cayenne adalah (1) daun halus, tidak berduri, dan kalau berduri hanya pada ujung

daun saja, (2) ukuran buah besar, berbentuk silindri, mata buah datar berwarna hijau kekuningan, rasanya agak asam, cocok untuk bahan baku buah kalengan. Sedangkan ciri-ciri nanas Queen adalah (1) daun berbentuk pendek dan berduri tajam yang membengkok kebelakang, (2) buah berbentuk lonjong seperti kerucut, mata buah menonjol, warna kuning kemerahan, rasanya manis sehingga cocok untuk dikonsumsi sebagai buah. Nanas dapat tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Di daerah tropis nanas cocok ditanam dan dibudidayakan di dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang ideal untuk tanaman nanas berkisar antara 1.000-3.000 mm per tahun, dengan suhu optimum 32°C.

(9)

9 dikarenakan tanaman nanas memiliki daya tahan yang tinggi selama perjalanan. Selain itu untuk mendapatkan bibit nanas tidak terlalu sulit, hanya dengan memperbanyaknya dengan cara vegetatif menggunakan tunas-tunasnya.

Buah nanas rasanya enak, asam sampai manis. Bijinya kecil dan sering tidak jadi. Buah nanas termasuk buah nonklimakterik dimana buah tidak mengalami proses pematangan selama penyimpanan jika dipetik dalam kondisi muda. Buah nanas yang dipanen terlalu muda rasanya akan kurang enak, rasa buah asam kurang manis dan hambar, sebaliknya buah yang dipanen pada tingkat kemasakan yang optimal akan mempunyai rasa yang enak, rasa manis sangat menonjol dan rasa asam yang berkurang.

Menurut Kurniawan (2008), buah nanas mengandung vitamin (A dan C), Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Natrium, Kalium, Dekstrosa, Sukrosa (gula tebu) dan Enzim Bromelain. Bromelain berkhasiat sebagai antiradang, membantu melunakkan makanan di lambung, mengganggu pertumbuhan sel kanker, menghambat agregasi platetet, dan mempunyai aktivitas fibrinotik. Kandungan seratnya dapat mempermudah buang air besar pada penderita sembelit. Selain itu buah nanas juga berkhasiat sebagai antioksidan alami, mengatasi penuaan dini, wasir, serangan jantung, penghalau stres, memperlancar buang air, mencegah katarak, mempercepat penyembuhan luka operasi serta pembengkakan dan nyeri sendi6.

2.2. Tinjauan Analisis Usahatani Nanas

Usahatani merupakan suatu jenis kegiatan pertanian rakyat yang diusahakan oleh petani dengan mengkombinasikan faktor alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang ditujukan pada peningkatan produksi. Peningkatan produksi pertanian akan berpengaruh pada pendapatan petani. Pendapatan yang diperoleh petani berbeda-beda tergantung dari komoditas yang dibudidayakannya. Tingkat pendapatan petani dapat diukur dengan melakukan analisis pendapatan usahatani dan analisis efisiensi. Terdapat beberapa penelitian yang sudah melakukan analisis pendapatan usahatani terhadap komoditas nanas yaitu yang

6

(10)

10 dilakukan oleh Siregar (2010), Maulana (1998), dan Dalimunthe (2008) dengan alat analisis yang sama yaitu analisis pendapatan dan analisis R/C rasio, untuk mengetahui apakah usahatani tersebut menguntungkan atau tidak.

Siregar (2010) menggunakan analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C rasio untuk menganalisis usahatani nanas di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Dari penelitian yang dilakukan tersebut, didapat tingkat keuntungan petani yang sangat rendah, yaitu Rp 9.364.214,00 per hektar untuk masa produksi satu tahun, dengan nilai R/C Rasio adalah sebesar 1,59.

Keuntungan dipengaruhi oleh penerimaan yang diperoleh petani dan biaya yang dikeluarkan petani. Keuntungan petani rendah dikarenakan tingkat penerimaan yang diperoleh petani juga rendah dan biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Usahatani nanas di Desa Sukaluyu membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak dikarenakan karakteristik lahan yang tidak datar dan mudah ditumbuhi alang-alang, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja cukup tinggi. Hal tersebut akan mengakibatkan biaya total yang dikeluarkan petani semakin tinggi.

Penerimaan petani dipengaruhi oleh penggunaan input dalam usahatani. Bibit yang digunakan dalam usahatani ini masih rendah baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Petani hanya menggunakan 10.000 bibit dalam satu hektar. Penggunaan bibit yang semakin sedikit dapat mengakibatkan semakin rendahnya produktivitas. Selain itu, rendahnya produktivitas ini juga dipengaruhi oleh sistem budidaya yang dilakukan petani di Desa Sukaluyu yang masih rendah. Produktivitas tanaman yang rendah akan berdampak pada rendahnya penerimaan petani.

Maulana (1998) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani nanas di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang. Hasil yang didapat untuk tingkat keuntungan petani nanas adalah Rp 11.724.500,00 per hektar per tahun dengan R/C rasio 5,24.

(11)

11 yang dikeluarkan petani di Desa Sukaluyu sebesar Rp 15.828.094,00 sedangkan di Desa Bunihayu hanya sebesar Rp 2.765.500,00. Namun biaya yang dikeluarkan oleh petani di Desa Bunihayu belum termasuk biaya diperhitungkan karena Maulana (1998) hanya menghitung biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan pada usahatani di Desa Sukaluyu, Siregar (2010) menghitung biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Selain itu, perbedaan harga pada tahun 1998 dan 2010 juga menyebabkan perbedaan penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani.

Selain karena usahatani di Desa Bunihayu menggunakan biaya yang lebih rendah, produktivitas tanaman nanas di Desa Bunihayu juga lebih tinggi. Hal itu terlihat dari jumlah nanas yang dihasilkan setiap tahunnya. Di Desa Bunihayu dalam setahun petani dapat menghasilkan nanas sebanyak 28.980 buah sedangkan di Desa Sukaluyu hanya mencapai 25.192 buah.

Analisis usahatani yang dilakukan Siregar (2010) dan Maulana (1998) sebenarnya dapat dikembangkan lebih lanjut. Analisis usahatani dapat dilakukan dengan membandingkan usahatani berdasarkan cara pemeliharaannya (Dalimunthe 2008). Pengembangan yang dilakukan Dalimunthe (2008) pada penelitiannya adalah analisis usahatani nanas menggunakan standar prosedur operasional (SPO) di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Penelitian tersebut membedakan antara usahatani nanas yang menggunakan SPO dengan usahatani nanas non SPO. Hasil yang didapat adalah keuntungan usahatani nanas dengan SPO lebih tinggi dibandingkan dengan non SPO, yaitu keuntungan usahatani nanas non SPO sebesar Rp 8.445.000,00 dengan R/C rasio 1,57 dan keuntungan dari usahatani nanas dengan SPO sebesar Rp 10.430.500,00 dengan R/C rasio 1,67.

(12)

12 intensif dengan melakukan perencanaan dana yang jelas, sedangkan pada usahatani nanas non SPO masih dilakukan secara sederhana dan belum menganggarkan dana yang jelas, sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan dan kualitas buahnya. Kualitas buah akan berpengaruh terhadap harga buah nanas, semakin baik kualitasnya maka semakin tinggi harga yang diperoleh petani sehingga penerimaan petani pun semakin tinggi.

Dalam menggunakan input, pada usahatani nanas non SPO lebih sedikit dibandingkan usahatani nanas SPO. Hal ini akan berakibat pada total biaya yang dikeluarkan petani, sehingga petani nanas SPO mengeluarkan biaya lebih banyak dibandingkan petani non SPO. Perbedaan penggunaan input tersebut dikarenakan pola pikir petani non SPO yang masih menggunakan teknik bercocok tanam secara tradisional sedangkan petani SPO sudah melakukan teknik bercocok tanam dengan pemeliharaan yang optimal.

Penerimaan dan biaya akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh petani. Pendapatan yang diperoleh petani di Desa Cipelang yang menggunakan SPO lebih tinggi dibandingkan petani non SPO walaupun biaya yang dikeluarkan petani SPO lebih besar. Hal tesebut dikarenakan produk yang dihasilkan berbeda dalam jumlah maupun kualitas.

2.3. Tinjauan Analisis Usahatani Berdasarkan Luasan Lahan

Penelitian mengenai analisis usahatani yang membandingkan berdasarkan luasan lahan dilakukan oleh Handayani (2006) dan Warsana (2007). Handayani (2006) melakukan analisis usahatani padi sawah berdasarkan luas dan kepemilikan lahan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Analisis usahatani dalam penelitian tersebut dibedakan menjadi empat kelompok yaitu petani pemilik lahan sempit, petani pemilik lahan luas, petani sakap lahan sempit, dan petani sakap lahan luas. Pengelompokkan petani lahan luas dan lahan sempit berdasarkan luasan lahan yang dimiliki. Petani lahan luas adalah petani yang memiliki lahan lebih dari sama dengan satu hektar (≥ 1 hektar), sedangkan petani lahan sempit adalah petani yang memiliki lahan kurang dari satu hektar (< 1 hektar).

(13)

13 rasio dan tingkat keuntungannya. Keuntungan yang diperoleh oleh petani milik dengan lahan sempit adalah Rp 2.468.795,83,00 dengan R/C rasio 1,97 dan keuntungan untuk petani milik dengan lahan luas sebesar Rp 2.503.573,51,00 dengan R/C rasio 2,12. Sedangkan untuk keuntungan yang diperoleh oleh petani sakap dengan lahan sempit adalah Rp 1.293.314,84 dengan R/C rasio 1,36 dan keuntungan untuk petani sakap dengan lahan luas sebesar Rp 1.051.217,18 dengan R/C rasio 1,32. Keuntungan tersebut adalah keuntungan yang didapat untuk satu kali musim tanam.

Penerimaan yang diperoleh petani lahan sempit lebih banyak dibandingkan dengan petani lahan luas. Hal tersebut dikarenakan produktivitas tanaman padi pada petani lahan sempit lebih tinggi. Petani pada lahan sempit menggunakan input usahatani yang lebih banyak, seperti dalam penggunaan bibit dan pupuk. Hal ini akan berakibat pada biaya yang dikeluarkan petani. Sehingga biaya yang dikeluarkan petani pada lahan sempit lebih besar dibandingkan petani lahan luas. Pendapatan dipengaruhi oleh penerimaan dan biaya dalam usahatani. Pendapatan yang diperoleh petani lahan luas lebih besar dibandingkan lahan sempit, walaupun penerimaan yang diperoleh lebih sedikit pada lahan luas. Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan petani lahan sempit lebih besar dibandingkan petani lahan luas.

Berdasarkan nilai R/C yang diperoleh pada seluruh usahatani tersebut baik dengan status kepemilikan lahan milik maupun sakap dan dengan garapan luas atau sempit menunjukkan bahwa nilai R/C lebih dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi sawah masih menguntungkan dan memberikan keuntungan bagi petani.

(14)

14 untuk mengetahui hubungan input dan output serta mengukur pengaruh dari berbagai perubahan harga input terhadap produksi.

Penerimaan yang diperoleh petani kecil lebih besar dibandingkan petani besar karena jumlah jagung yang diproduksi pada petani kecil lebih banyak. Rendahnya produksi jagung pada petani besar disebabkan teknik penanaman yang digunakan petani lahan besar terlalu jarang sehingga produksi yang diperoleh lebih sedikit. Selain itu juga petani pada lahan besar kurang efisien dalam menggunakan faktor produksi yang ada, seperti luas lahan, jumlah benih serta pupuk. Hal ini berakibat pada biaya yang dikeluarkan petani, pada petani besar biaya yang dikeluarkan lebih banyak karena penggunaan faktor produksi yang tidak efisien.

2.4. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

Persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian Siregar (2010), Maulana (1998), Dalimunthe (2008), dan Handayani (2006) yaitu dalam penggunaan alat analisis untuk mengetahui tingkat pendapatan petani. Untuk mengukur tingkat pendapatan petani digunakan analisis pendapatan usahatani dan efisiensi output input (R/C rasio). Selain itu pada penelitian Siregar (2010), Maulana (1998), dan Dalimunthe (2008) menggunakan komoditas yang sama dengan penelitian yang dilakukan yaitu tanaman nanas. Penelitian ini sama dengan penelitian Handayani (2006) dan Warsana (2007) karena lebih memperdalam analisis pendapatan usahatani yaitu berdasarkan luas lahan.

Perbedaan penelitian dengan kelima penelitian sebelumnya adalah lokasi tempat dilakukannya penelitian. Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Tani Makmur, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Selain itu penelitian yang dilakukan Handayani (2006) dan Warsana (2007) menggunakan komoditas yang berbeda yaitu komoditas padi sawah dan jagung. Perbedaan lainnya adalah pada penelitian Siregar (2010) dan Maulana (1998), selain menganalisis pendapatan usahatani juga dilakukan analisis pemasaran seperti saluran pemasaran, marjin pemasaran, dan farmer’s share.

(15)
(16)

16

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi

Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini disebut dengan hubungan antara input dengan output (Suratiyah 2009). Nicholson (2001) dalam Chaerningrum (2010) menyatakan bahwa dalam suatu kegiatan usahatani keberadaan fungsi produksi memperlihatkan jumlah output yang maksimal yang bisa diperoleh dengan menggunakan berbagai alternatif kombinasi kapital dan tenaga kerja.

Soekartawi (2006) mendefinisikan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, ..., Xn) Keterangan:

Y = output (hasil fisik)

X1, ..., Xn = input (faktor-faktor produksi).

Setiap input mempunyai kontribusi yang berbeda terhadap output dibandingkan input lainnya dan setiap penggunaan input mempunyai konsekuensi biaya. Untuk studi mengenai hubungan input-output dengan pendugaan fungsi produksi, diperlukan spesifikasi mengenai faktor-faktor produksi yang digunakan (Hotimah 2000).

(17)

17 Gambar 1. Hubungan antara faktor produksi x dengan jumlah produksi y

Fungsi produksi ini biasanya dibagi menjadi tiga daerah yaitu daerah I, II dan III. Daerah I di sebelah kiri titik PR maksimum dengan elastisitas lebih besar dari satu (Increasing Return to Scale), yang berarti bahwa setiap kenaikan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai karena produksi masih bisa diperbesar dengan cara pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Pada daerah I disebut daerah tidak rasional.

(18)

18 kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi sebesar satu persen. Kondisi ini disebut sebagai Constant Return of Scale. Elastisitas produksi sama dengan nol dicapai saat produksi total mencapai maksimum atau PM = 0.

Daerah III di sebelah kanan PM = 0 dengan elastisitas kurang dari nol (Increasing Return to Scale). Kondisi ini dicapai saat produksi total menurun atau saat PM negatif. Pada daerah ini, kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini disebut juga daerah tidak rasional.

Pada umumnya dalam proses produksi pertanian, hubungan antara faktor produksi (input) dengan produksi (output) mempunyai bentuk kombinasi antara kenaikan hasil bertambah dan kenaikan hasil berkurang. Mula-mula mengikuti bentuk kenaikan hasil bertambah kemudian mengikuti bentuk kenaikan hasil berkurang atau mengikuti ”The Law of Deminishing Return”. Oleh karena itu, pada umumnya kalau kita menambah satu macam faktor produksi terus menerus hasilnya akan naik tapi kenaikannya makin lama main kecil dan berkurang.

3.1.2. Skala Produksi

Menurut Theory of Scale, semakin besar skala usaha pertanian maka akan semakin efisien usahatani tersebut. Pengukuran skala usahatani salah satunya adalah penguasaan lahan pertanian sebagai salah satu faktor produksi. Sehingga dalam teori ini, semakin sempit lahan usaha maka akan semakin kurang efisien usahatani tersebut (Daniel 2002).

Soekartawi (1993) dalam Harahap (2007), luas kepemilikan atau penguasaan lahan yang ditanami sangat berhubungan dengan efisiensi usahatani dan juga usaha pertanian, penggunaan input seperti pupuk, obat-obatan, bibit akan semakin efisien bila luas lahan yang dikuasai dan ditanami semakin besar, disamping itu penggunaan tenaga kerja juga lebih efisien karena sudah ada takaran dan perhitungan menurut teknologi yang dipakai, namun sering juga ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi karena kurangnya manajemen yang terarah.

(19)

19 keadaan skala usaha yang dimilikinya. Skala usaha menunjukkan hubungan antara biaya produksi rata-rata dengan perubahan dalam ukuran usaha. Suatu usaha dikatakan mencapai skala ekonomis (economies of scale) apabila pertambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi lebih rendah dan dikatakan tidak mencapai skala ekonomis (diseconomies of scale) apabila pertambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi lebih tinggi. 3.2. Konsep dan Definisi Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2009). Selain itu Soekartawi (2006) mengatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.

Soekartawi (1988) di dalam Siregar (2010) menyatakan bahwa tujuan usahatani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu memaksimumkan keuntungan dan meminumkan pengeluaran. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan pengeluaran berarti bagaimana menekan pengeluaran produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.

Menurut Hernanto (1989) terdapat empat unsur pokok di dalam usahatani, unsur tersebut juga dikenal dengan istilah faktor-faktor produksi, yaitu:

1. Tanah

(20)

20 a. Relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya,

b. Distribusi penguasaan di masyarakat tidak merata.

Tanah yang biasa digunakan untuk usahatani adalah tanah pekarangan, tegalan, ataupun sawah. Tanah yang dapat dikelola tersebut dapat diperoleh dengan cara membeli, menyewa, menyakap, pemberian Negara, warisan, wakaf, atau dengan membuka lahan sendiri.

Berdasarkan luas kepemilikan lahan, petani dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu :

a. Golongan petani luas (> 2 hektar), b. Golongan petani sedang (0,5-2 hektar), c. Golongan petani sempit (< 0,5 hektar), d. Golongan buruh tani (tidak memiliki lahan). 2. Tenaga Kerja

Jenis tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Untuk tenaga kerja manusia dibedakan lagi menjadi tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, dan tenaga kerja anak-anak. Tenaga kerja ini dapat berasal dari dalam maupun luar keluarga. Tenaga kerja dihitung dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK), yakni 8 jam kerja per hari. Satuan HOK sama dengan satuan hari kerja pria. Terdapat perbedaan perhitungan satuan kerja bagi tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja anak. Yang (1955) dalam Hernanto (1989), menyatakan bahwa perbedaan dalam perhitungan tenaga kerja tersebut adalah:

1 pria = 1 hari kerja pria 1 wanita = 0,7 hari kerja pria 1 ternak = 2 hari kerja pria 1 anak = 0,5 hari kerja pria 3. Modal

(21)

21 modal operasional, yaitu modal yang dapat ditukarkan dengan barang modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk membiayai pengolahan. Modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (bank/tetangga/keluarga), hadiah warisan, dari usaha lain, dan kontrak sewa.

4. Pengelolaan (Manajemen)

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pemahaman mengenai prinsip teknis dan prinsip ekonomi menjadi syarat bagi seorang pengelola. Pengenalan dan pemahaman prinsip teknis meliputi: perilaku cabang usaha yang diputuskan, perkembangan teknologi, tingkat teknologi yang dikuasai, daya dukung faktor yang dikuasai, serta cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan pengalaman orang lain. Sedangkan pengenalan dan pemahaman prinsip ekonomis antara lain: penentuan perkembangan harga, kombinasi cabang usaha, pemasaran hasil, pembiayaan usahatani, penggolongan modal dan pendapatan, serta ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim.

Suratiyah (2009) mengklasifikasi usahatani menurut corak dan sifat, organisasi, pola serta tipe usahatani.

1. Corak dan Sifat

Menurut corak dan sifat dibedakan menjadi dua, yaitu komersial dan subsisten. Usahatani komersial memperhatikan kualitas serta kuantitas produk sedangkan usahatani subsisten hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

2. Organisasi

(22)

22 kolektif adalah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok, kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. Sedangkan usahatani kooperatif adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual, hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan pembuatan saluran.

3. Pola

Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi tiga yaitu khusus, tidak khusus, dan campuran. Usahatani khusus adalah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, misalnya usahatani perikanan. Usahatani tidak khusus adalah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama, tetapi dengan batas tegas. Dan usahatani campuran adalah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi.

4. Tipe

Menurut tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan komoditas yang diusahakan, misalnya usahatani ayam, usahatani kambing, dan usahatani nanas.

3.3. Konsep Biaya Usahatani

Menurut Suratiyah (2009) terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung biaya dan pendapatan didalam usahatani yaitu pendekatan nominal, pendekatan nilai yang akan datang, dan pendekatan nilai sekarang.

1. Pendekatan nominal

Pendekatan nominal tidak memperhitungkan nilai uang menurut waktu tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu periode proses produksi.

2. Pendekatan nilai yang akan datang

(23)

23 3. Pendekatan nilai sekarang

Pendekatan yang memperhitungkan semua pengeluaran dan penerimaan dalam proses produksi dibawa ke saat awal atau sekarang saat dimulainya proses produksi.

Menurut Hernanto (1989), Klasifikasi biaya penting dalam membandingkan pendapatan untuk mengetahui kebenaran jumlah biaya yang tertera pada pernyataan pendapatan (income statement). Ada empat kategori mengenai biaya, yaitu:

1. Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Besar kecilnya biaya tetap tidak tergantung kepada besar kecilnya produksi. Yang termasuk biaya tetap adalah pajak tanah, pajak air, penyusutan alat, dan bangunan pertanian.

2. Biaya variabel adalah biaya-biaya berubah. Besar kecilnya tergantung kepada biaya skala produksi, misalnya biaya untuk pupuk, bibit, herbisida, biaya panen, biaya pengolahan tanah, dan biaya tenaga kerja.

3. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar tunai. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa air dan pajak tanah, sedangkan untuk biaya variabel antara lain biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga luar keluarga.

4. Biaya tidak tunai meliputi biaya tetap dan biaya untuk tenaga kerja keluarga. Sedangkan yang termasuk biaya variabel antara lain biaya panen dan pengolahan tanah dari keluarga dan jumlah pupuk kandang yang dipakai.

Soekartawi (2006) menyatakan bahwa biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak tetap didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.

(24)

24 (farm payment) adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Sedangkan pengeluaran total atau biaya total usahatani (total farm expenses) adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit harus dimasukkan sebagai biaya. Apabila di dalam usahatani menggunakan alat-alat pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran atau biaya. Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan.

3.4. Konsep Penerimaan Usahatani

Soekartawi dkk. (1986) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, tidak

mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani. Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang berbentuk benda.

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Terdapat dua macam pendapatan usahatani, yaitu pendapatan kotor usahatani dan pendapatan bersih usahatani. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, ataupun disimpan di gudang. Dalam bukunya Suratiyah (2009) menyatakan bahwa pendapatan kotor usahatani atau penerimaan adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali.

(25)

25 usahatani mengukur imbalan yang diperoleh petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Selain itu juga terdapat pengukuran pendapatan lainnya, yaitu pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) yang merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan biaya tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi dkk. 1986).

Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu keadaan usahatani dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani analisis pendapatan membantu untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak.

Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur dengan nilai efisiensinya. Alat untuk mengukur efisiensi pendapatan adalah analisis R/C rasio yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani dalam berproduksi. Selain itu juga dapat diukur efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja dan efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi awal.

3.5. Analisis Efisiensi

Di dalam bukunya, Hernanto (1989) mengatakan bahwa terdapat beberapa nilai bandingan (rasio) untuk mengukur kedudukan ekonomi suatu usahatani. Salah satunya adalah tingkat keuntungan relatif dari kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan finansial yaitu dengan melakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio). Analisis (R/C rasio) dapat mengukur efisiensi output input, dimana dihitung berapa banyak perbedaan antara produksi dan angka total. R/C rasio akan menguji sejauh mana setiap nilai rupiah yang dikeluarkan untuk keperluan usahatani dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya.

(26)

26 menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari satu rupiah. Semakin tinggi nilai R/C rasio menunjukkan semakin besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan, sehingga perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan semakin baik.

Dalam bukunya Soeharjo dan Patong (1973) membagi ukuran efisiensi menjadi tiga, yaitu :

1. Penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan. 2. Penerimaan untuk setiap pekerja.

3. Penerimaan untuk setiap rupiah yang diinvestasikan. 3.6. Kerangka Operasional

Kelompok Tani Makmur merupakan salah satu kelompok tani penghasil nanas yang terdapat di Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. Pada kelompok tani ini terjadi penurunan luasan lahan nanas dari tahun 2011 ke tahun 2012 sebesar 10,375 hektar. Hal tersebut bertentangan dengan program pemerintah setempat yang melakukan pengembangan luasan lahan nanas. Lahan yang sempit diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Selain luas lahan, produktivitas tanaman juga diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan uji-T untuk mengetahui perbedaan penggunaan faktor produksi, analisis usahatani untuk mengetahui tingkat pendapatan, dan analisis efisiensi berdasarkan luasan lahan pada usahatani nanas. Analisis tersebut dilakukan dengan membandingkan luas lahan yang digunakan dalam usahatani nanas. Luas lahan dibagi menjadi dua yaitu lahan sedang (0,5-2 hektar) dan lahan sempit (< 0,5 hektar). Sebelum melakukan analisis pendapatan, peneliti melakukan analisis deskriptif mengenai keragaan usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur.

(27)

27 kerja. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani. R/C rasio merupakan rasio penerimaan atas biaya yang digunakan untuk mengukur efisiensi output input, dimana dihitung dengan membandingkan total penerimaan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Selain analisis efisiensi R/C rasio, juga dilakukan analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja, dan analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi awal.

(28)

28 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

1. Apakah ada perbedaan penggunaan faktor produksi pada petani lahan sempit dan lahan sedang di Kelompok Tani Makmur?

2. Apakah ada perbedaan mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan petani nanas pada petani lahan sempit dan petani lahan sedang di Kelompok Tani Makmur?

3. Bagaimana pendapatan dan efisiensi usahatani nanas yang diterima petani nanas, berdasarkan luas lahan garapan yang dimiliki petani pada Kelompok Tani Makmur?

Keragaan Usahatani

1. Uji T

2. Analisis Pendapatan Usahatani : Analisis Pendapatan

a. Pendapatan atas biaya tunai b. Pendapatan atas biaya total Analisis Efisiensi Rasio

a. R/C atas biaya tunai dan total

b. Penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja c. Penerimaan terhadap jumlah investasi awal

Rekomendasi

Lahan sempit (< 0,5 Ha) Lahan Sedang (0,5-2 Ha)

Perbedaan luas lahan usahatani nanas yang dilakukan petani

Biaya Total Penerimaan Total

(29)

29

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra nanas di Lampung. Waktu pengambilan data dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Maret 2012.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui pengamatan dan wawancara dengan para petani nanas di Desa Astomulyo yang merupakan anggota dari Kelompok Tani Makmur. Wawancara dilakukan dengan menggunakan alat bantu kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya.

Data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer. Data ini diperoleh dari catatan-catatan serta dokumentasi dari para petani dan juga dari instansi-instansi yang terkait seperti Kantor Desa, BP3K, Departemen Pertanian, Dirjen Hortikultura, serta BPS. Selain itu dilakukan juga penelusuran melalui buku, skripsi, jurnal ataupun artikel yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan yang berkaitan dengan teori maupun materi penelitian.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mendata kelompok tani yang terdapat di Desa Astomulyo. Berdasarkan data yang diperoleh dari ketua Gapoktan di desa tersebut terdapat delapan kelompok tani yang menghasilkan nanas. Dari delapan kelompok tani tersebut hanya dipilih satu kelompok tani yang dijadikan tempat penelitian yaitu Kelompok Tani Makmur. Pemilihan kelompok tani dilakukan secara sengaja dengan alasan karena kelompok tani tersebut mengalami penurunan jumlah luasan lahan nanas. Kemudian dilakukan pendataan mengenai petani nanas anggota Kelompok Tani Makmur. Informasi mengenai populasi petani diperoleh dari ketua kelompok tani.

(30)

30 menyusun populasi penelitian (Juanda 2009). Berdasarkan data populasi petani nanas yang merupakan anggota kelompok tani berjumlah 45 petani, yang akan menjadi responden pada penelitian ini. Data diperoleh dengan cara melakukan pertemuan langsung yaitu dengan melakukan wawancara dengan petani di lokasi penelitian. Namun setelah dilakukan proses wawancara hanya 42 petani yang dapat dijadikan responden, karena penelitian ini berfokus pada petani yang sudah mengalami satu musim tanam. Kemudian dari populasi tersebut dikelompokkan berdasarkan luasan lahan yang dimiliki. Dalam penelitian ini, peneliti membagi populasi menjadi dua sub populasi, yaitu petani dengan lahan sedang (0,5-2 hektar) dan petani dengan lahan sempit (< 0,5 hektar). Pembagian populasi tersebut berdasarkan aturan yang dikemukakan Hernanto (1989) dalam bukunya. Jumlah responden untuk setiap sub populasi tidak sama, hal ini dikarenakan pada penelitian ini responden yang digunakan adalah semua anggota dari Kelompok Tani Makmur. Untuk sub populasi petani dengan lahan sedang terdiri dari 27 responden dan 15 responden untuk petani lahan sempit.

Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan kuisioner. Data primer yang dikumpulkan berupa data biaya yang meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan, produksi, dan penerimaan dalam usahatani nanas, serta data penggunaan input usahatani seperti bibit, pupuk, herbisida, obat-obatan, dan tenaga kerja. Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder diperoleh melalui pengajuan permintaan data kepada pihak Kelompok Tani Makmur, kantor desa, BP3K, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Dirjen Hortikultura serta informasi dan hasil penelitian yang berkaitan dengan usahatani nanas.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

(31)

31 efisiensi. Dalam menghitung pendapatan petani nanas dilakukan tabulasi sederhana dengan menghitung pendapatan nanas atas biaya tunai dan atas biaya total.

Pada penelitian ini dilakukan uji perbandingan keadaan usahatani nanas menurut luas lahan garapan yang dimiliki petani. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah keadaan rata-rata antara kedua jenis responden berbeda nyata secara statistik atau tidak, maka dilakukan uji T dengan dua sampel bebas pada taraf nyata 0,05. Uji T sampel bebas digunakan untuk membandingkan rata-rata dua kelompok kasus (Sarwono 2009).

Dalam skripsinya Handayani (2006) menyatakan bahwa penguasaan lahan yang relatif sempit akan berdampak pada efisiensi hasil panen. Petani yang hanya memiliki dan menggarap lahan sempit tidak akan berproduksi secara optimal, bahkan seringkali penerimaan petani saat panen akan lebih kecil dibandingkan total biaya usahatani yang harus dikeluarkan.

Berdasarkan hal tersebut di dalam melakukan uji T digunakan hipotesis statistik, yaitu:

H0 : Tidak ada perbedaan dalam penggunaan faktor produksi pada usahatani lahan sempit maupun lahan sedang.

H1 : Ada perbedaan dalam penggunaan faktor produksi pada usahatani lahan sempit maupun lahan sedang.

Kriteria keputusan, jika :

Probabilitas atau signifikansi > 0,05 maka H0 diterima Probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak T tabel < T hitung maka H0 diterima

T tabel > T hitung maka H0 ditolak

Uji T dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada usahatani nanas dalam menggunakan faktor produksi. Hal tersebut dibandingkan pada dua kelompok usahatani, yaitu lahan sedang dan lahan sempit. Sehingga dapat diketahui usahatani mana yang lebih efisien dalam penggunaan faktor produksi.

(32)

32 kalkulator dan program komputer yaitu microsoft excel dan SPSS 17. Data kualitatif akan diolah dan disajikan secara deskriptif. Pengolahan dan analisis data disesuaikan dengan data yang tersedia dan tujuan yang hendak dicapai.

4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani

Menurut Soekartawi dkk. (1986), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan total usahatani (Total Farm Revenue) merupakan nilai produk total dalam jangka waktu satu musim tanam baik yang dijual maupun dikonsumsi sendiri. Biaya usahatani adalah semua nilai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan total dan pengeluaran total. Tujuan dilakukannya analisis pendapatan usahatani adalah untuk membantu perbaikan pengolahan usahatani. Total biaya yang dikeluarkan petani dianalisis berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan). Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.

Perhitungan penerimaan, total biaya, dan pendapatan usahatani dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut:

TR = penerimaan total petani nanas (Rp)

P = harga nanas (Rp) Q = total produksi (Kg)

TC = biaya total usahatani nanas (Rp) TFC = total fixed cost / total biaya tetap (Rp) TVC = total variable cost / total biaya variabel (Rp)

= pendapatan petani nanas (Rp)

(33)

33 menggunakan metode garis lurus, yaitu biaya penyusutan yang dikeluarkan setiap tahunnya relatif sama. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya penyusutan alat yang digunakan pada kegiatan usahatani nanas seperti cangkul, sabit, sprayer, sarung tangan, ceret, dan ember. Rumus penyusutan yang digunakan adalah :

Keterangan :

= penyusutan per tahun = nilai beli

= nilai sisa

= umur pemakaian barang

Umur pemakaian barang dapat diketahui dari hasil wawancara langsung dengan petani dan juga dari penelitian terdahulu.

4.4.2. Analisis Efisiensi

Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur analisis efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan yaitu revenue cost rasio (R/C rasio). R/C rasio digunakan untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan dari suatu usahatani. Menurut Soekartawi (2002), analisis R/C rasio merupakan selisih perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. R/C atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu. Rumus analisis R/C rasio menurut Soekartawi (2006) adalah:

R/C atas biaya tunai = TR / Biaya Tunai R/C atas biaya total = TR / TC

Keterangan :

(34)

34 Nilai R/C rasio menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C rasionya. Suatu usahatani dikatakan efisien dan menguntungkan apabila nilai R/C rasionya lebih dari satu (R/C rasio > 1), semakin tinggi nilai R/C rasio berarti penerimaan yang diperoleh semakin besar. Dan apabila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu (R/C rasio < 1) maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan sehingga tidak efisien jika dilakukan sedangkan apabila nilai R/C rasio sama dengan satu (R/C rasio = 1) artinya usahatani tersebut tidak untung dan tidak rugi.

Menurut Soeharjo dan Patong (1973) ukuran efisiensi dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan

2. Penerimaan untuk setiap pekerja

3. Penerimaan untuk setiap rupiah yang diinvestasikan

4.5. Definisi Operasional

Untuk melakukan analisis usahatani dalam penelitian ini, maka masing-masing definisi diberi batasan sehingga dapat diketahui dengan jelas indikator pengukurnya.

1. Responden adalah petani yang merupakan seluruh anggota Kelompok Tani Makmur yang sudah mengalami satu musim panen.

2. Lahan garapan sedang adalah luas lahan garapan 0,5-2 hektar. 3. Lahan garapan sempit adalah luas lahan garapan < 0,5 hektar.

(35)

35 5. Sewa lahan yang digunakan dalam penelitian sebesar Rp 3.000.000,00 per

hektar per tahun.

6. Harga input dan output yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan harga yang berlaku saat penelitian berlangsung yaitu pada bulan Februari hingga Maret tahun 2012.

7. Perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan dalam satu musim tanam yang terakhir dilakukan oleh responden.

8. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi pada panen raya, yaitu produk total dikalikan dengan harga jual di tingkat petani.

9. Pengeluaran atau biaya total usahatani adalah penjumlahan biaya tunai dengan biaya diperhitungkan.

10.Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk nilai uang yaitu biaya pupuk, herbisida, obat-obatan, tenaga kerja luar keluarga, dan pajak lahan. Di dalam biaya tunai terdapat biaya tetap (pajak lahan) dan biaya variabel (pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga).

11.Biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan tidak dalam bentuk uang seperti biaya bibit, tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan, dan sewa lahan. Di dalam biaya diperhitungkan terdapat biaya tetap (sewa lahan) dan biaya variabel (bibit, tenaga kerja dalam keluarga, dan penyusutan).

12.Pendapatan usahatani terdiri atas pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.

(36)

36

V GAMBARAN UMUM

5.1. Gambaran Umum Desa

Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Lampung. Lampung Tengah terletak pada 104°35’-105°50’ BT dan 4°30’-4°15’ LS yang memiliki luas 478.983,34 km2. Lampung tengah terbagi menjadi 28 kecamatan. Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Desa Astomulyo merupakan salah satu dari sembilan desa yang terletak di Kecamatan Punggur. Desa ini terletak kurang lebih 2 km dari Ibukota Kecamatan, 8 Km dari Ibukota Kabupaten, dan 48 Km dari Ibukota Provinsi. Berdasarkan batas wilayahnya Desa Astomulyo berbatasan dengan beberapa desa. Sebelah utara berbatasan dengan desa Buyut Ilir, sebelah selatan berbatasan dengan desa Ngestirahayu, sebelah barat berbatasan dengan desa Mojopahit, dan sebelah timur berbatasan dengan desa Tanggul Angin. Posisi desa Astomulyo mendukung aksesibilitas petani yang cukup mudah untuk memperoleh bahan-bahan pertanian dan dalam melakukan pemasaran nanas.

Wilayah ini terletak diketinggian 55 meter di atas permukaan laut, dengan suhu udara rata-rata adalah 30°C-35°C. Iklim di desa Astomulyo terbagi menjadi dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Desa ini memiliki curah hujan rata-rata per tahun 1.200 mm dengan 6 bulan basah dan 6 bulan kering. Jenis tanah di desa Astomulyo termasuk jenis tanah podzolik merah kuning dengan drainase sedang sampai cukup baik. Derajat keasaman tanah (pH) di desa Astomulyo adalah 5,5-7,5. Kondisi tersebut membuat Desa Astomulyo cocok dijadikan sebagai daerah pertanian.

(37)

37 Tabel 6. Jenis Penggunaan Lahan di Desa Astomulyo tahun 2011

No. Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1. Sawah 640 20,98

2. Lahan Kering 360 11,80

3. Luas Kampung 2.050 67,22

Jumlah 3.050 100,00

Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo (2011)

5.2. Gambaran Umum Kelompok Tani

Desa astomulyo memiliki satu gapoktan yaitu Gapoktan Pada Makmur, dengan anggota 31 kelompok tani dan satu kelompok tani wanita. Dari 31 kelompok tani tersebut terdapat delapan kelompok tani hortikultura khususnya tanaman nanas. Kelompok Tani Makmur merupakan salah satu kelompok tani yang melakukan budidaya nanas. Kelompok Tani Makmur didirikan pada tahun 2007 dan saat ini diketuai oleh Bapak Musiran. Kelompok tani ini beranggotakan 45 petani. Jumlah lahan yang dimiliki oleh anggotanya adalah 25,875 hektar. Kelompok Tani Makmur cukup aktif dalam melakukan pertemuan rutin yang diadakan sebulan sekali. Pertemuan tersebut sering dihadiri oleh petugas penyuluh lapang (PPL). Pertemuan yang dilakukan biasanya membahas mengenai budidaya tanaman nanas, penggunaan pupuk, cara pengendalian hama dan penyakit, serta cara bercocok tanam yang baik.

(38)

38 5.3. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian

Desa Astomulyo terdiri atas 10 Dusun, 35 Rukun Tetangga, dan 31 Kelompok Tani. Jumlah penduduk desa ini adalah 6.577 orang yang terdiri dari penduduk laki-laki 3.616 orang dan penduduk perempuan 2.961 orang. Untuk jumlah penduduk menurut sebaran usia dapat dilihat pada Tabel 7. Sebaran usia penduduk paling banyak terdapat pada usia 20-54 tahun yaitu sebanyak 3.608 orang atau sebesar 54,86 persen. Mayoritas penduduk Desa Astomulyo memeluk agama islam.

Tabel 7. Sebaran Usia Penduduk Desa Astomulyo Tahun 2011

No. Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 0-19 2.122 32,26

2. 20-54 3.608 54,86

3. > 55 847 12,88

Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo 2011

Tingkat pendidikan penduduk desa Astomulyo secara umum masih tergolong rendah, rata-rata lulusan Sekolah Dasar dan masih banyak penduduk yang tidak mengenyam pendidikan. Jumlah penduduk yang hanya lulusan SD sebanyak 2.441 orang atau sebesar 37,11 persen. Sebaran tingkat pendidikan penduduk Desa Astomulyo dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Astomulyo Tahun 2011

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Tidak Sekolah 343 5,20

2. Belum Sekolah 686 10,43

3. SD 2.441 37,11

4. SMP 1.750 26,61

5. SMA 1.158 17,61

6. Perguruan Tinggi 199 3,03

Total 6.577 100,00

Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo

(39)

39 masyarakat juga bekerja sebagai buruh dan wiraswasta masing-masing sebanyak 123 orang atau sebesar 2,20 persen dan 1.438 orang atau sebesar 25,70 persen. Sisanya adalah sebagai PNS sebanyak 67 orang atau sebesar 1,20 persen, TNI/Polri sebanyak 6 orang atau sebesar 0,10 persen, dan lain lain sebanyak 1.979 orang atau sebesar 35,30 persen (Tabel 9).

Tabel 9. Jumlah Penduduk Desa Astomulyo Menurut Mata Pencaharian Tahun 2011

No. Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Petani 1.980 35,40

2. PNS 67 1,20

3. Wiraswasta 1.438 25,70

4. TNI/Polri 6 0,10

5. Buruh 123 2,20

6. Dll 1.979 35,30

Total 5.593 100,00

Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo 2011

5.4. Kondisi Pertanian

Petani di Desa Astomulyo sebagian besar melakukan budidaya tanaman pangan dan tanaman hortikultura. Tanaman pangan yang sering dibudidayakan oleh petani adalah padi dan jagung, sedangkan untuk tanaman hortikultura adalah sayur-sayuran dan buah-buahan khususnya nanas. Keadaan agroklimat desa Astomulyo sangat mendukung dalam pembudidayaan nanas.

Tanaman nanas dahulu merupakan tanaman pekarangan yang luasnya ± 5 hektar dan kurang dibudidayakan. Akan tetapi setelah ada pembinaan dari Dinas Pertanian setempat terjadi pengembangan areal lahan nanas dan nanas memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Saat ini lahan nanas di desa Astomulyo mencapai ± 309,27 hektar. Lahan pertanian di desa Astomulyo yang memiliki potensi untuk dikembangkan masih tersedia cukup luas, sehingga pemerintah setempat melakukan program pengembangan areal lahan nanas sampai 500 hektar.

(40)

40 petani yang sudah melakukan budidaya nanas, pendapatan yang diperoleh dari budidaya nanas jauh lebih besar dibandingkan budidaya jagung. Ini sangat mendukung rencana pemerintah dalam pengembangan areal lahan nanas.

5.5. Karakteristik Petani Responden

Responden dalam penelitian ini adalah petani nanas yang merupakan anggota Kelompok Tani Makmur di Desa Astomulyo yang sudah melakukan minimal satu kali musim tanam yaitu berjumlah 42 orang. Beberapa karakteristik petani yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap usahatani mencakup umur, tingkat pendidikan, pengalaman dalam bertani nanas, luas lahan, status kepemilikan lahan, dan sifat usahatani.

5.5.1. Umur Petani Responden

(41)

41 Tabel 10. Karateristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Desa Astomulyo

pada Tahun 2012

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

31-40 9 21,43

41-50 11 26,19

51-60 18 42,86

≥ 60 4 9,52

Total 42 100,00

5.5.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden

Tingkat pendidikan seorang petani sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kemampuan petani dalam mengelola usahataninya. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani diharapkan petani semakin mudah dalam menerima dan mengadopsi inovasi-inovasi baru mengenai teknik budidaya maupun pengelolaan pasca panen.

Petani responden memiliki tingkat pendidikan formal yang beragam, antara lain Tidak Sekolah (TS), Sekolah dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tingkat pendidikan petani responden paling tinggi hanya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa petani responden memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah. Jumlah petani yang hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) melebihi setengah dari jumlah keseluruhan responden yaitu 54,76 persen. Sedangkan petani yang memiliki pendidikan formal sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) hanya 7,14 persen.

Tabel 11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Astomulyo Tahun 2012

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Tidak Sekolah (TS) 5 11,90

Sekolah dasar (SD) 23 54,76

Sekolah Menengah Pertama (SMP) 11 26,19

Sekolah Menengah Atas (SMA) 3 7,14

(42)

42 Rendahnya tingkat pendidikan petani dapat diatasi dengan adanya para penyuluh pertanian setempat yang memberikan informasi-informasi terbaru mengenai usahatani nanas. Oleh karena itu petani responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah tetap memiliki pengetahuan usahatani yang baik.

5.5.3. Pengalaman Usahatani Nanas Petani Responden

Rendahnya tingkat pendidikan para petani responden belum tentu mencerminkan rendahnya pengetahuan mereka terhadap budidaya nanas. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara turun temurun dari orang tua, informasi dari penyuluh pertanian, ataupun berdasarkan pengalaman petani nanas lainnya. Pengalaman dalam budidaya nanas merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan suatu usahatani. Petani yang lebih berpengalaman seharusnya dapat meningkatkan produktivitas dibandingkan petani yang kurang berpengalaman. Rata-rata petani responden telah melakukan usahatani nanas selama 10,8 tahun. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa persentase pengalaman usahatani nanas terbesar berada pada pengalaman usahatani antara 0 sampai 9 tahun yaitu sekitar 57,14 persen.

Tabel 12. Karakteristik Petani Responden Menurut Pengalaman Bertani Nanas di Desa Astomulyo Tahun 2012

Pengalaman (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

0-9 24 57,14

10-19 12 28,57

20-29 6 14,28

Total 42 100,00

5.5.4. Luas dan Status Kepemilikan Lahan

(43)

0,5-43 1,0 hektar yaitu sebesar 38,10 persen. Petani nanas yang memiliki lahan lebih dari sama dengan 1,0 hektar berjumlah paling sedikit yaitu sebanyak 11 orang atau 26,20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani nanas di daerah penelitian masih tergolong dalam skala usahatani kecil. Sebaran luas lahan yang digunakan oleh petani responden untuk usahatani nanas dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Desa Astomulyo Tahun 2012

Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)

< 0,5 15 35,71

0,5-1,0 16 38,10

≥ 1,0 11 26,20

Total 42 100,00

5.5.5. Sifat Usahatani Nanas

Seluruh petani responden menyatakan bahwa usahatani nanas merupakan usaha pokok, artinya bahwa penghidupan mereka sangat tergantung dari usahatani nanas. Alasan petani menjadikan usahatani nanas sebagai usaha pokok adalah karena menurut mereka pendapatan yang diperoleh lebih besar daripada mereka melakukan usahatani padi, singkong, ataupun jagung. Namun sebagian besar petani juga memiliki lahan untuk usahatani padi, singkong, atau jagung.

Usahatani padi yang dilakukan oleh petani responden termasuk ke dalam usahatani subsisten, karena tujuan utama petani adalah hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama keluarga. Hasil pertanian tidak ada yang dijual melainkan hanya untuk konsumsi pribadi. Namun untuk usahatani jagung dan singkong termasuk ke dalam usahatani komersial, karena seluruh hasilnya dijual.

Dalam satu tahun terdapat petani responden yang melakukan dua macam usahatani secara bergantian pada lahan yang sama yaitu usahatani padi dan jagung, namun ada juga yang hanya melakukan satu macam usahatani yaitu usahatani singkong. Rata-rata lahan yang dimiliki petani adalah 0,45 hektar.

(44)

Gambar

Tabel  2. Perkembangan Produksi Nanas dan Buah-Buahan Lainnya di Indonesia
Tabel 4. Produksi Buah Nanas Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung
Gambar 1. Hubungan antara faktor produksi x dengan jumlah produksi y
Gambar  2. Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanaman jeruk pada fase tumbuh awal khususnya pada tanaman jeruk keprok membutuhkan nutrisi yang cukup, sehingga pada fase tersebut selain adanya penambahan

Penelitian ini untuk menguji dan menganalisis pengaruh efektivitas penerapan sistem informasi akuntansi, pemanfaatan teknologi informasi dan kesesuaian tugas

Disini terlihat adanya kesenjangan antara cara belajar yang diterapkan oleh siswa SMU dengan tuntutan cara belajar di perguruan tinggi yang dapat menimbulkan kesulitan bagi para

Suasana desa Pampang dengan masyarakat suku Dayak yang membuat kerajinan tangan diteras rumah kala waktu senggang menjadi aktivitas yang menarik untuk dipertunjukkan

Pada pengamatan yang dilakukan terhadap hari muncul kalus, menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaCl maka kalus semakin lambat muncul., data hasil hari muncul

Dari hasil ini, maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran umum dan unik secara simultan berpengaruh signifikan terhadap alokasi kompensasi pada divisi RadWear dan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS

Penelitian dalam skripsi ini dilatar belakangi oleh sebuah fenomena di Lembaga TPQ Miftahunnajah dalam proses kegiatan pembelajaran membaca Alqur’an