ETIKA BISNIS ISLAM TENTANG MANAJEMEN LABA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
HANNI KHAIRANI NIM 1111046100114
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
v ABSTRAK
Hanni Khairani, NIM. 1111046100114. ETIKA BISNIS ISLAM TENTANG MANAJEMEN LABA. Skripsi, Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah. Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1436H/2015M.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik manajemen laba ditinjau dari sudut pandang etika bisnis Islam dengan tujuan untuk memaparkan pandangan etika Islam mengenai manajemen laba. Jenis penelitian pada skripsi ini ialah penelitian kepustakaan (Library research) dengan teknik pengumpulan data studi dokumentasi literatur terkait manajemen laba dan etika bisnis Islam. Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan metode dekriptif kualitatif dan analisis isi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada bentuk manajemen laba yang dibolehkan menurut syariat. Dan praktik manajemen laba belum sesuai dengan ajaran agama Islam maupun prinsip-prinsip dasar Etika Bisnis Islam karena masih mengandung unsur penipuan, kecurangan dan gharar. Serta tidak mencerminkan perilaku-perilaku pebisnis Islami yaitu Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah.
Kata Kunci : Etika Bisnis Islam, Manajemen Laba
vi
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis khususnya dan seluruh umat
manusia pada umumnya. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan manusia dari jalan kegelapan ke jalan
terang benderang.
Penulisan skripsi ini berjudul “ Etika Bisnis Islam tentang Manajemen Laba”,
ditujukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata 1 (S-1) dan
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) di Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kebahagiaan yang tak ternilai bagi penulis,
sehingga dapat mempersembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang penulis
sayangi dan semua pihak yang terkait yang telah membantu dalam penulisan skripsi
ini.
Tanpa penulis lupakan bahwa keberhasilan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini adalah atas berkat bimbingan, dukungan, dan saran-saran dari berbagai
pihak. Tanpa partisipasi mereka, upaya penulis dalam menyelesaikan studi di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta terutama dalam menyelesaikan skripsi ini tentu akan
terasa lebih sulit terwujud. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dalam kesempatan ini
vii
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA Selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH, selaku ketua program studi
Muamalat dan Bapak H. Abdurrauf, Lc, MA, selaku sekretaris program studi
Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu selama perkuliahan
sampai terselesaikannya skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, M.A selaku dosen pembimbing
yang tiada hentinya membimbing, meluangkan waktu dan memberi saran di
dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Muhammad Zen, M.A dan Ibu Nurul Handayani, S.Pd., M.Pd,
selaku dosen penguji sidang munaqasyah yang telah memberikan banyak
koreksi, saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu, pelajaran
dan pengalamannya selama perkuliahan. Kepada Bapak Drs. Noryamin Aini,
M.A, selaku dosen penguji proposal yang telah memberikan banyak
kontribusi pemikiran di dalam penulisan skripsi ini.
6. Ayah Ibu tercinta Hanri Wirata dan Agatsih Purwiyani yang tidak
henti-hentinya memberikan dukungan moril dan materil. Terima kasih untuk
kesabaran, nasehat dan curahan kasih sayang yang selalu diberikan kepada
viii
menjadi adik sekaligus teman penulis saat dirumah. Andung yang selalu
memberikan kekuatan dan doa. Reihan, sebagai sepupu sekaligus teman satu
kostan yang selalu membantu penulis dalam berbagi pengalaman dan bertukar
pikiran dari mulai proposal skripsi sampai dengan penyelesaian skripsi ini
sehingga kita bisa lulus bersama-sama. Dan juga seluruh keluarga besar yang
turut mendoakan.
7. Sahabat-sahabat kesayangan, untuk Yella Novela, Assy Shella, Meiga
Gemala, Astri Wulandari, Novita Zuhrowiya dan Siti Haura Ibtisamah yang
selalu bersama selama dari awal hingga akhir masa kuliah, terima kasih atas
kesetiaannya, waktunya, tawanya, candanya, kehadirannya yang selalu
mengisi hari-hari penulis selama 4 tahun belakangan ini. Semoga
persahabatan kita terus berlanjut sampai tua nanti.
8. Brahmantyo Akhmedika Fauzie, yang selalu memberikan doa, support dan
dukungan tiada henti dikala penulis jenuh dan tidak bersemangat dalam
mengerjakan skripsi ini. Terimakasih atas kata-katanya yang selalu
memotivasi.
9. Anak-anak Kostan ibu Jahit : Niswah, Landu, Mira, Afida, Aul, Fajrin,
Eftrida, Nissa, yang sudah dianggap sebagai keluarga dan adik-adik sendiri,
ix
menjadi energi dan semangat baru bagi penulis saat berada di rumah keduanya
di Ciputat.
10.Teman-teman KKN CERIA 2014 terimakasih untuk Chea, Vita, Wulan,
Babeh, Aziz, Bonte, Salman, Haikal, Riduan, Fauzan, Mahe, Amal, Yuan dan
Anif. 1 Bulan di desa Harkatjaya telah memberikan pengalaman dan cerita
tersendiri yang membekas di hati penulis, banyak sekali momen-momen seru
yang berkesan selama tinggal disana. Terimakasih pula untuk warga desa
yang masih tetap menjaga silaturahmi dan selalu mendoakan kelancaran
perkuliahan penulis.
11.Teman-teman seperjuangan Perbankan Syariah C angkatan 2011, terimakasih
untuk segala kekompakan, kebersamaannya. Semoga jalinan ukhuwah tetap
terjaga sekalipun kita telah berada pada aktivitas masing-masing.
Ciputat, 7 Juli 2015
x
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ……….. i
ABSTRAK ………... ii
KATA PENGANTAR ……….. iii
DAFTAR ISI ……… vii
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Pembatasan Masalah ………... 8
C. Perumusan Masalah ……….… 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….………... 9
E. Metode Penelitian ……… 10
F. Literatur Review ……….. 15
G. Sistematika Penulisan ……….. 18
BAB II KONSEP DASAR ETIKA BISNIS ISLAM ……….……….. 20
A. Etika ………... 20
B. Etika Bisnis ……….… 22
C. Etika Bisnis Islam ……….….. 25
D. Prinsip-Prinsip Dasar Etika Bisnis Islam ………..…….. 31
E. Tujuan Bisnis Islam ……….……... 40
F. Pedoman Bisnis dalam Islam ……….………. 42
G. Aktivitas Bisnis yang terlarang dalam Syariah ………….…….. 44
H. Etika Bisnis Islam kaitannya dengan Manajemen Laba ………. 46
BAB III KONSEP DASAR MANAJEMEN LABA ……….………… 47
A. Laporan Keuangan ……….………... 47
B. Agency Theory……….……….. 47
xi
D. Manajemen Laba ……….….. 50
E. Prinsip Akuntansi Berbasis Akrual ……….….. 52
F. Motivasi Manajemen Laba ……… 53
G. Bentuk-Bentuk Manajemen Laba ………. 57
H. Manajemen Laba, Apakah Legal dan Etis ……… 58
BAB IV TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM TERHADAP MANAJEMEN LABA ………. 64
A. Bentuk Manajemen Laba menurut Syariah ………. 61
B. Manajemen Laba ditinjau dari Etika Bisnis Islam ……….. 68
BAB V PENUTUP ………. 79
Kesimpulan ………. 79
Saran ……… 80
DAFTAR PUSTAKA ………. 81
1
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, konsep-konsep materialistik menjangkau lebih besar dunia
ekonomi dan bisnis dibandingkan dengan konsep nilai-nilai spiritual. Konsep-konsep
materialistik pun lebih mendominasi kebanyakan orang, khususnya para pelaku
bisnis. Tidak dapat dipungkiri bahwa kekayaan, kedudukan dan kekuasaan menjadi
kriteria umum dalam penilaian berhasil atau tidaknya seseorang dalam berbisnis.
Akan tetapi kebanyakan mereka melupakan nilai-nilai moral dan perilaku yang sehat
dalam berbisnis. Materi adalah makanan bagi tubuh, sementara etika adalah nutrisi
bagi jiwa. Karena itulah, setiap saat masalah bisnis seringkali bertambah, sedangkan
keberkahan dalam berusaha menjadi berkurang.1
Yang membedakan Islam dengan materialisme ialah bahwa Islam tidak pernah
memisahkan ekonomi dengan etika, sebagaimana tidak pernah memisahkan ilmu
dengan akhlak, politik dengan etika, perang dengan etika dan kerabat sedarah daging
dengan kehidupan Islam. Islam berbeda dengan konsep kapitalisme yang
memisahkan akhlak dengan ekonomi. Manusia muslim, individu maupun kelompok,
dalam lapangan ekonomi atau bisnis, disatu sisi diberi kebebasan untuk mencari
1
2
keuntungan sebesar-besarnya. Namun, di sisi lain, ia terikat dengan iman dan etika
sehingga ia tidak bebas mutlak dalam menginvestasikan modalnya atau
membelanjakan hartanya, namun tetap berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam.2
Di dalam melakukan bisnis, Islam telah memperlihatkan adanya suatu struktur
yang berdiri sendiri dan terpisah dari struktur lainnya. Hal ini disebabkan bahwa
dalam ilmu akhlak (moral), struktur etika dalam Islam lebih banyak menjelaskan
nilai-nilai kebaikan dan kebenaran baik pada niat hingga perilaku atau perangainya.
Nilai moral tersebut tercakup dalam empat sifat yaitu shiddiq, amanah, tabligh dan
fathonah. Keempat sifat ini diharapkan dapat menjaga keberlangsungan institusi
ekonomi dan keuangan secara professional dan menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan
sosial berjalan sesuai dengan aturan permainan yang berlaku.
Salah satu problematika yang serius dalam dunia bisnis ialah rendahnya nilai
dan moral, sehingga dapat membahayakan setiap transaksi-transaksi bisnis yang
dilakukan oleh pebisnis. Rendahnya nilai moral ini dapat mempengaruhi hilangnya
sistem kepercayaan, serta menimbulkan ketidakjujuran dan persekongkolan yang
tidak baik.3
Teori yang dapat menjelaskan mengenai hal ini adalah Agency Theory. Agency
Theory adalah hubungan antara Principal dan Agent. Principal dalam dunia bisnis
2
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam. (Jakarta: Gema insani Press, 1997), h. 51.
3
disini ialah para investor maupun calon investor. Sedangkan Agent ialah para manajer
perusahaan atau orang yang mengelola perusahaan. Teori ini mengasumsikan bahwa
masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri
sehingga menimbulkan konflik kepentingan. Pihak principal termotivasi mengadakan
kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat.
Sedangkan agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi
dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun
kontrak kompensasi. Principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja
agent. Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan
kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini lah yang mengakibatkan adanya
ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent.
Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi.
Asimetri informasi adalah suatu kondisi dimana adanya gap antara pengetahuan
informasi yang dimiliki satu pihak dengan pihak lainnya. Dalam kondisi ini, dapat
memunculkan kesempatan bagi pihak yang satu untuk melakukan manipulasi atau
ketimpangan informasi atau ketidaktahuan informasi yang dimiliki oleh pihak yang
lainnya. Dengan demikian terdapat adanya konflik kepentingan serta asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri. Dalam dunia
bisnis, asimetri informasi ini dapat dialami oleh principal dan agent kaitannya dengan
4
Setiap perusahaan tak terkecuali entitas bisnis syariah perlu untuk menampilkan
sisi baik keuangan perusahaan, hal ini diperlukan sebagai bentuk tolak ukur hasil
kinerja perusahaan dimata umum terutama stakeholder maupun investor. Hal ini
terkait dengan kejamnya pasar kepada perusahaan yang tidak mampu memenuhi
target atau meleset dari perkiraan pasar. Sehingga tekanan ini dapat mengakibatkan
munculnya motif-motif tindakan manajerial terhadap tampilan laba yang dapat
menurunkan kualitas laporan keuangan, yang mana tindakan ini disebut dengan
manajemen laba. Manajemen laba adalah salah satu bentuk praktik masalah etis yang
terjadi di perusahaan.
Manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan dan
merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dengan mempermainkan metode
dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan. Manajemen laba adalah satu
bentuk dari bentuk kebijakan manajemen untuk memaksimumkan kepentingannya
sesuai dengan asumsi teori akuntansi positif. Namun intervensi yang dapat
dilaksanakan oleh manajemen ini terkadang dapat membawa praktik yang seharusnya
bersifat baik, menjadi tidak baik.
Hasil penelitian Beattie et al. (1994) menunjukkan bahwa investor cenderung
lebih mementingkan informasi laba tanpa memperhatikan bagaimana proses yang
digunakan untuk mencapai tingkat laba tersebut. Investor juga cenderung
menghindari risiko (risk averse). Kondisi ini yang memotivasi manajer untuk
sebenarnya, dan menampilkan kinerja yang sesuai dengan apa yang ingin manajer
tampilkan.
Contoh kasus intervensi manajemen laba yang memunculkan skandal akuntansi
ialah pada kasus Enron Energy tahun 2000, kasus peningkatan pendapatan Xerox
tahun 1997-2000 serta PT Kimia Farma, Global Crossing, Tyco , Green Tree
Financial Corporation, Xerox, Worldcom.4 Di Indonesia, kasus serupa pun terjadi
pada kasus mark up laba Indofarma tahun 2001 dan kasus pembukuan ganda Lippo
Bank tahun 2002, kasus PT Citra Marga Nusapala Persada, Bank Duta, PT
Perusahaan Gas Negara tahun 2006, PT Bank Lippo tahun 2002 , PT Ades Alfindo
tahun 200 yang melakukan praktik manajemen laba melalui manipulasi berbagai
prosedur akuntansi di bagian persediaan, produksi, penjualan, keuangan dan metode
akuntansinya 5.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizky Syahfandi dan Siti Mutmainah juga
menunjukkan bahwa 6 dari 9 bank umum syariah di Indonesia melakukan praktik
manajemen laba dengan teknik income smoothing yang terjadi para tahun 2009
sampai dengan 2011. Hasil Penelitian Gandi Sukmajati (2012) juga menunjukkan
adanya beberapa perusahaan public dalam Jakarta Islamic Index yang melakukan
teknik manajemen laba dengan cara perataan laba, perusahaan tersebut diantaranya
adalah Barito Pasific Tbk, Indika Energy Tbk, Telkom Indonesia Tbk, Truba Alam
Manunggal Tbk, dan Wijaya Karya Tbk. Kemudian faktor yang berpengaruh
4
Kompas, 15 Juli 2002.
5
6
signifikan ialah leverage, dimana para perusahaan perusahaan tersebut cenderung
memanipulasi besaran hutangnya untuk menghindari default. Dapat dikatakan bahwa
telah cukup banyak kasus manajemen laba baik yang telah diketahui oleh publik,
maupun belum diketahui publik.
Watts dan Zimmerman (1985) menyatakan bahwa indikasi praktik manajemen
laba ialah dilakukan karena motivasi bonus, motivasi utang, motivasi pajak, motivasi
penjualan saham, motivasi pergantian direksi, serta motivasi politis.
Motivasi-motivasi ini lah yang dapat mendorong suatu manajer atau otoritas di perusahaan
untuk melakukan manajemen laba. Bertepatan dengan akan dibukanya pintu gerbang
Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015, atas motivasi penjualan saham,
diperkirakan akan terjadi banyak praktik manajemen laba dimana perusahaan akan
berlomba-lomba menampilkan sisi terbaik perusahaannya demi menarik investor
asing yang akan menginvestasikan dananya ke Indonesia.
Dari beberapa contoh yang disebutkan diatas bahwa tidak sedikit pula
perusahan atau entitas yang melakukan atau menerapkan praktik manajemen laba di
dalam pelaporan tampilan keuangannya, tentunya dengan berbagai macam motif yang
mendasarinya.
Pada kenyataannya sampai saat ini terdapat pandangan yang berbeda-beda
terhadap praktik manajemen laba. Pada satu sisi, manajemen laba dipandang sebagai
suatu tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan karena dengan adanya
perusahaan dan mengaburkan nilai perusahaan sesungguhnya. Sehingga dengan
adanya tindakan tersebut dapat menyebabkan stakeholder keliru dalam mengambil
keputusan. Sedangkan pada sisi yang lain, manajemen laba dianggap sebagai sesuatu
yang wajar dan merupakan tindakan rasional untuk memanfaatkan fleksibilitas dalam
ketentuan untuk pelaporan keuangan asalkan masih sesuai dengan Prinsip Akuntansi
Berlaku Umum.
Di Indonesia pun terdapat Prinsip Akuntansi Berlaku Umum yang
menggunakan dasar akrual sebagai metode pencatatan laporan keuangan. Fatwa
Dewan Syariah Nasional No. 14/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sistem Distribusi Hasil
Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah menyebutkan bahwa untuk kemaslahatan
dalam pencatatan (laporan keuangan) sebaiknya digunakan system akrual basis,
meskipun juga disebutkan bahwa dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan
atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis). Berdasarkan PSAK No.
101 tentang Akuntansi Bank Syariah, diambil asumsi dasar konsep akuntansi bank
syariah sama dengan asumsi dasar konsep akuntansi dasar konsep akuntansi
keuangan secara umum yaitu konsep kelangsungan usaha (going concern) dan dasar
akrual.
Namun secara syariah, walaupun muamalat dilakukan tidak secara tunai, namun
8
Artinya: “Hai, orang-orang yang beriman, apabila kamu bermua’malah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar.”
Dengan demikian perspektif etika terhadap suatu aktivitas bisnis sangatlah
penting, khususnya pada bisnis-bisnis yang bergerak di bidang syariah, tentu tuntutan
akan praktik secara Islami mengikuti visi dan misi dari entitas itu sendiri. Karena
etika bisnis dapat digunakan sebagai cara untuk menyelaraskan kepentingan strategis
suatu bisnis dengan tuntutan moralitas.
Bagaimana etika bisnis Islam memandang praktik manajemen laba. Apakah
bersifat sesuatu yang baik atau buruk, wajar atau tidak wajar, atau diperbolehkan atau
tidaknya perilaku manusia tersebut dalam kerangka etika bisnis Islam. Sehingga
penelitian ini akan berusaha melihat aspek moralitas atau aspek normatif etika bisnis
Islam tentang menejemen laba.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan
tersebut dalam bentuk penelitian dengan judul “ETIKA BISNIS ISLAM TENTANG MANAJEMEN LABA”
Penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti pada aspek yang dianalisis
agar tidak keluar dari pembahasan. Maka penelitian dibatasi pada Sumber yang
digunakan adalah kajian kepustakaan dengan data yang bersumber pada Al-Quran,
Al-Hadist, serta serta literatur-literatur terkait.
Penelitian ini bersifat kajian normatif, karena hanya melihat fenomena
manajemen laba secara keseluruhan dan ditarik kesimpulan berdasarkan konsep
nilai-nilai etika bisnis Islam. Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis isi, dimana penulis mengkaji materi atau literatur tertentu dari pokok
bahasan masalah yang telah diteliti. Pembatasan masalah perihal objek yang menjadi
fokus bahasan dalam penelitian ini adalah Motivasi manajemen laba, Bentuk – bentuk manajemen laba, dan Praktik Manajemen Laba.
C. Perumusan Masalah
Untuk dapat melihat lebih mendalam mengenai praktik manajemen laba agar
lebih terfokus pada tema yang dimaksud, akan dikumpulkan sumber-sumber
kepustakaan yang nantinya akan diteliti sesuai dengan batasan kemampuan peneliti.
Serta masalah yang dapat diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut:
1. Adakah bentuk manajemen laba yang diperbolehkan menurut Syariah?
2. Bagaimana manajemen laba ditinjau dari etika bisnis Islam?
10
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab isu-isu tekait dengan bagaimana etika
bisnis Islam memandang permasalahan manajemen laba. Tujuan dalam penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk manajemen laba yang diperbolehkan atau tidak
diperbolehkan oleh syariah.
2. Untuk mengetahui manajemen laba ditinjau dari etika bisnis Islam.
Manfaat yang dapat diberikan dengan adanya penelitian ini yaitu :
1. Manfaat teoritis adalah dapat memperluas dan menambah khazanah
pengetahuan mengenai permasalahan terkait penelitian, serta dapat menjadi
referensi untuk keperluan studi dan penelitian mengenai hal-hal yang terkait
dengan penelitian.
2. Manfaat praktis adalah dapat menjadi rambu-rambu sekaligus pengingat bagi
para praktisi agar dapat mengatur manajemen selaras dengan prinsip-prinsip
islami.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian ini ialah bentuk penelitian kualitatif deskriptif yang berarti
bahwa penelitian hanya menggunakan data literatur sebagai alat mempertajam dan
memperkuat hasil analisis dan bukan merupakan data primer penelitian. Berikut ini
1. Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah dengan cara
library research , yaitu melakukan penelitian dengan cara mencari bahan materi
baik teori maupun praktis melalui literatur berupa bahan-bahan pustaka (buku,
majalah, jurnal, artikel, dokumen, dan sebagainya) dan dokumen-dokumen
yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang diteliti sebagai data primer
maupun sekunder, dalam penelitian ini, yang menjadi data primer adalah
Al-Quran, sedangkan data sekunder berasal dari bahan-bahan pustaka dan
dokumen-dokumen terkait permasalahan diatas. Ini merupakan suatu penelitian
yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data
penelitiannya.6
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian dengan studi
kepustakaan dengan mengandalkan teori-teori dan konsep-konsep yang ada
untuk diinterpretasikan berdasarkan tulisan-tulisan yang mengarah kepada
pembahasan. Sumber-sumber tersebut di dapat dari karya yang ditulis oleh
intelektual dan ahli yang berkompeten tentang etika bisnis Islam dan
manajemen laba, diantara sumber-sumber yang digunakan peneliti ialah:
a. Al- Quran
b. Al- Hadist
6
12
c. Husain Syahatah, dan Siddiq Muh. Al-Amin. Transaksi dan Etika Bisnis
Islam. (Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005)
d. Faisal Badroen et al., Etika Bisnis dalam Islam. (Ciputat: UIN Jakarta Press,
2005)
e. Muhammad Djakfar. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. (Malang: UIN
Malang Press, 2007)
f. Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. (Bandung: Alfabeta, 2013)
g. Veithzal Rivai, dkk. Islamic Bussiness and Economic Ethics. (Jakarta: Bumi
Aksara, 2012)
h. Dedhy Sulistyawan et al., Creative Accounting. (Jakarta: Salemba Empat,
2011)
i. Sri Sulistyanto. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. (Jakarta:
Grasindo, 2008)
j. Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006)
k. Buchari Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islami. (Bandung: Alfabeta, 2003)
2. Data yang Diperlukan
Data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini bersifat kualitatif tekstual
dengan menggunakan pijakan terhadap proporsi-proporsi ilmiah yang
dikemukakan oleh para pakar etika bisnis Islam dan pakar akuntansi yang erat
3. Sumber Data
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan sumber data
berupa teori-teori yang berasal dari literatur dan karya ilmiah.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi, mengidentifikasi wacana
dari buku-buku, makalah atau artikel, majalah, jurnal, web atau internet,
ataupun informasi lainnya yang berhubungan dengan judul penulisan untuk
mencari hal-hal atau variabel yang dapat berupa catatan, transkrip, buku, dan
sebagainya yang memiliki keterkaitan dengan kajian tentang konsepsi etika
bisnis islam kaitannya dengan manajemen laba.
5. Metode Pengolahan Data / Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, setelah data terkumpul maka data tersebut dianalisis
untuk mendapatkan konklusi, bentuk-bentuk dalam teknik analisis data ialah
sebagai berikut:
a. Metode Deskriptif, yaitu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun suatu
data, kemudian dilakukan analisis terhadap data tersebut. Pengolahan data
yang dilakukan dengan cara memaparkan data-data yang ada secara apa
adanya bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai
keadaan saat ini dan melihat kaitan antara permasalahan penelitian dengan
14
a) Analisis isi (content analysis), yaitu proses pengolahan data dengan cara
menganalisis materi/isi tertentu dari data-data yang telah dipaparkan secara
deskriptif sesuai dengan batasan masalah yang terkait. Menurut Weber,
Content Analysis adalah metodologi yang memanfaatkan seperangkat
prosedur untuk menarik kesimpulan yang shahih dari sebuah dokumen.
Menurut Hostli, Content Analysis adalah teknik apapun yang digunakan
untuk menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karakteristik
pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis.7
Dengan cara analisis isi dapat dibandingkan antara satu buku dengan
buku yang lain dalam bidang yang sama, baik berdasarkan perbedaan
waktu penulisannya maupun mengenai kemampuan buku-buku tersebut
dalam mencapai sasaran sebagai bahan yang disajikan kepada masyarakat
atau sekelompok masyarakat tertentu. Syarat tentang Cintent Analysis yaitu
objektif, sistematis, dan general.
6. Metode Pembahasan
Untuk mempermudah dalam penulisan ini, maka sangat diperlukan untuk
menggunakan pendekatan-pendekatan yaitu:
7
a) Metode induktif adalah berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa
kusus dan kongkrit, kemudian digeneralisasikan menjadi kesimpulan yang
bersifat umum.
b) Metode deduktif adalah metode yang berangkat dari pengetahuan yang
bersifat umum itu dan hendak menilai sesuatu kejadian yang sifatnya
khusus.
c) Metode komparasi adalah meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan
dengan situsi atau fenomena yang diselidiki dan membandingkan satu
faktor dengan yang lain, dan penyelidikan bersifat komparatif.
F. Literatur Review
1. Sirman Dahwal, “Etika Bisnis Menurut Hukum Islam (Suatu Kajian
Normatif)
Bahwa secara normative, etika bisnis menurut hukum Islam
memperlihatkan adanya struktur yang berdiri sendiri dan terpisah dari struktur
lainnya. Hal ini disebabkan karena struktur etika dalam agama Islam lebih
banyak menjelaskan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran baik pada tataran niat
atau ide hingga perilaku dan perangai. Nilai moral tersebut tercakup dalam
empat sifat, yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Serta etika bisnis
menurut hukum Islam harus dibangun dan dilandasi oleh prinsip-prinsip
kesatuan (unity), keadilan/keseimbangan (equilibrium), kehendak
bebas/ikhtiar (free will), pertanggungjawaban (responsibility) dan kebenaran
16
visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan yang
bersifat sesaat melainkan mencari keuntungan yang mengandung hakikat baik
yang berakibat atau berdampak baik pula bagi semua umat manusia.
2. Azharsyah Ibrahim, “Income Smoothing dan Implikasinya terhadap
Laporan Keuangan Perusahaan dalam Etika Ekonomi Islam”. Jurnal
Media Syariah Vol. XII No. 24, Juli 2010.
Hasil kajian menunjukkan bahwa dari sudut pandang etika secara umum
ada dua pendapat yang bertolak belakang yaitu yang menganggap wajar; dan
yang menganggap tidak etis. Akan tetapi pendapat kedua lebih kuat. Praktik
yang dilakukan pun memberi pengaruh yang signifikan terhadap laporan
keuangan perusahaan karena mempengaruhi jumlah laba yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan, yang efeknya dapat mengelabui stakeholder terhadap
kondisi keuangan perusahaan tersebut.
3. Syafrudin Arif, “Etika Islam dalam Manajemen Keuangan”, Jurnal HI
Volume 9, Nomor 2, Desember 2011.
Bahwa Islam mengakui motif laba, namun juga mengikat motif itu
dengan syarat-syarat moral, social, dan temperance (pembatasan diri).
Sehingga kalau ajaran Islam itu dilaksanakan, pemakaian motif laba seorang
individu/perorangan, tidak sampai menjadikan individualism yang ekstrem,
yaitu manusia yang hanya ingat akan kepentingan diri tanpa memperdulikan
imbangan yang harmonis antara kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat.
4. Tatang Ary Gumati. “Earning Management: Suatu Telaah Pustaka”.
Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No.2, Nopember 2000.
Penelitian ini meneliti bahwa earning management atau manajemen laba
merupakan suatu fenomena baru yang telah menambah wacana perkembangan
teori akuntansi. Istilah manajemen laba muncul sebagai konsekuensi langsung
dari upaya manager untuk melakukan manajemen informasi akuntansi,
khususnya laba demi kepentingan pribadi atau perusahaan. Manajemen laba
tidak selamanya merupakan suatu upaya negatif yang merugikan karena tidak
selamanya manajemen laba berorientasi pada manipulasi laba.
Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa praktek manajemen laba
ditemui dalam banyak konteks. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa atau
variabel-variabel ekonomi tertentu dapat dijadikan sarana untuk memanage
laba. Dan hasil secara teoritis menunjukkan bahwa pada teori akuntansi positif
menjelaskan bahwa manajer memiliki insentif atau dorongan untuk
memaksimalkan kesejahteraannya.
5. Astri Faradila dan Ari Dewi Cahyati, “Analisis Manajemen Laba Pada
18
Penelitian ini mencari dan menganalisis adanya praktik manajemen laba
pada bank syarah, menggunakan 11 BUS, dengan menggunakan Model Jones
Modifikasi. Hasil menunjukkan bahwa nilai accrual discretioner pada sampel
11 Bank Umum Syariah masih berkisar di bawah angka 0 (nol), hal ini berarti
bank syariah melakukan manajemen laba dengan cara menurunkan laba.
Persamaan penelitian dengan penelitian sebelumnya ialah terletak pada tema
penelitian, yaitu ada yang membahas mengenai etika bisnis Islam dan juga ada yang
membahas mengenai manajemen laba. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian-penelitian sebelumnya ialah pada penelitian-penelitian ini mengkaji fenomena manajemen laba
yang kerap terjadi pada entitas bisnis syariah ditinjau dari segi etika bisnis menurut
Islam, karena sejauh ini telah banyak sekali penelitian yang mengkaji perihal
manajemen laba dan faktor-faktor yang mempengaruhinya namun tidak dikaitkan
secara langsung terhadap tataran atau nilai-nilai Islam. Sehingga penelitian ini
bertujuan untuk mengaitkan secara langsung bagaimana etika bisnis menejemen laba
menurut Islam.
G. Sistematika Penulisan
Metode Penulisan yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini adalah
metode penulisan yang mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi oleh Fakultas
Syariah dan Hukum tahun 2012. Selanjutnya untuk memudahkan dan lebih
Bab I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi permasalahan
pembatasan dan perumusan masalah, metodolgi penelitian, tujuan dan
manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II : Pada bab ini akan dibahas dan dijelaskan mengenai Konsep Dasar Etika
Bisnis Islam, yang mencakup didalamnya mengenai Etika, Etika Bisnis,
Etika Bisnis Islam, Prinsip Dasar Etika Bisnis Islam, Tujuan Bisnis Islam,
Pedoman Bisnis dalam Islam, setika Bisnis Islam kaitannya dengan
Manajemen Laba.
Bab III : Pada bab ini akan dibahas mengenai Konsep Manajemen Laba yang
mencakup didalamnya Laporan Keuangan, Agency Theory, Asimetri
Informasi, Manajemen Laba, Prinsip Akuntansi Berbasis Akrual, Motivasi
Manajemen Laba, Bentuk-Bentuk Manajemen Laba, serta Manajemen
Laba, Apakah Legal dan Etis.
Bab IV : Pada Bab ini membahas tentang bagaimana Tinjauan Etika Bisnis Islam
terhadap Manajemen Laba.
20 BAB II
KONSEP DASAR ETIKA BISNIS ISLAM
A. Etika
Etika adalah tata nilai yang diletakkan sebagai regulator kehidupan guna
mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh tingkah laku manusia.1 Ethics yang
menjadi padanan dari etika, secara etimologis berarti „the discipline dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation’, ;a set of moral principle
or values’, „a theory or system moral values.’2
Etika dapat diartikan sebagai sikap untuk memahami opsi-opsi yang harus
diambil diantara sekian banyak pilihan tindakan yang ada. Etika tidaklah ditafsiri
sebagai sesuatu yang merampas kebebasan manusia dalam berbuat. Malah etika
sangat erat kaitannya dengan kebebasan namun kebebasan yang bertanggung jawab.
Hal ini dapat dikatakan bahwa Etika adalah suatu kesadaran pada diri seseorang
atas dasar nilai dan rasa tanggung jawab atas sesuatu yang dianggapnya baik atau
buruk, wajar atau tidak wajar, diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Sehingga
keseluruhan perbuatan yang dilakukan berdasarkan pada satu pemahaman kata yaitu
benar dan baik. Etika mempunyai kendali intern dalam hati, berbeda dengan aturan
hukum yang mempunyai unsur paksaan ekstern.
1
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 1.
2 Joseph H, dkk, Webster’s New Collegiate Dictionary, (USA: Houghton Mifflin Hartcourt, 2012), h.
Sedangkan dalam Islam, istilah yang paling dekat berhubungan dengan istilah
etika dalam al- quran adalah khuluq. Al-quran juga menggunakan sejumlah istilah
lain untuk menggambarkan konsep tentang kebaikan: khair (kebaikan), birr
(kebenaran), qist (persamaan), „adl (kesetaraan dan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), ma’ruf (mengetahui dan menyetujui) dan takwa (ketakwaan). Tindakan
yang terpuji disebut sebagai shalihat dan tindakan yang tercela disebut sebagai sayyi’at.3
Etika dalam Islam, dipahami sebagai akhlak atau adab yang bertujuan untuk
mendidik moralitas manusia. Etika merupakan jiwa ekonomi Islam yang
membangkitkan kehidupan dalam peraturan dan syariat. Oleh sebab itu, etika atau
akhlak adalah hakikat-hakikat yang menempati ruang luas dan mendalam pada akal,
hati nurani, dan perasaan seorang muslim.
Terdapat dua macam etika, yaitu:4
1. Etika Deskriptif
Adalah etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan
perilaku manusia, secara apa yang dikejar setiap orang dalam hidupnya sebagai
sesuatu yang bernilai. Artinya etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta
secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu
fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya.
3
Rafik Issa Beekun, dalam Veithzal Rivai, dkk, Islamic Bussiness and Economic Ethics. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 3.
4
22
2. Etika Normatif
Etika Normatif adalah etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku
yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya
dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi
etika normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia
bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan
kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
B. Etika Bisnis
Definisi etika bisnis ialah seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, salah
dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip moralitas. Atau dapat disebut juga
prinsip dan norma dimana para pelaku binis harus commit padanya dalam
bertransaksi, berperilaku, dan berelasi guna mencapai tujuan-tujuan bisnisnya dengan
selamat.5
Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan
Apakah bisa pengertian moral seperti tanggung jawab perbuatan yang salah dan
kewajiban, diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan? Ada dua pandangan
yang muncul atas masalah ini, pandangan pertama, berpendapat bahwa karena aturan
yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa
perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa
5
yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan bahwa tindakan mereka bermoral atau
tidak bermoral dalam pengertian sama yang dilakukan manusia. Pandangan kedua
ialah pandangan filsuf yang berpendirian, bahwa tidaklah masuk akal jika organisasi
bisnis secara moral bertanggung jawab, karena ia gagal mengikuti standar moral, atau
mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis seperti
mesin yang anggotanya harus secara membabi buta menaati peraturan formal yang
tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk
menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti
standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak
secara moral. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan
tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan
bertindak secara moral, maka hal ini disebabkan oleh pilihan individu dalam
perusahaan yang bertindak secara bermoral.6
Mengapa perusahaan harus menetapkan kode etik dalam keseharian roda
perjalanannya?
Pertama, perusahaan yang punya standar etika dapat menciptakan suasana
psikologis lingkungan kerja yang sehat, dan perusahaan yang tidak demikian akan
mengalami sebaliknya.
Kedua, ialah trust (kepercayaan) dalam sebuah perusahaan adalah hal yang
sangat fundamental guna mencapai efisiensi transaksi dalam bisnis. Dan upaya
6
24
mempertahankan perilaku etis yang konsisten sangat diperlukan guna
mempertahankan trust konsumen tersebut.
Ketiga, melakukan tindakan yang benar atau salah di tempat kerja akan berefek
pada produk-produk dan pelayanan yang dihasilkan serta menjamin hubungan baik
dengan para stakeholder.
Keempat, etika bisnis semata-mata persoalan menerapkan dasar apa yang baik
atau buruk, salah atau benar, wajar atau tidak wajar, layak atau tidak layak, dan
sebagainya sehingga perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasa yang baik dan
berharga.
Kelima, etika bisnis adalah persoalan menghadapi posisi dilematis yang kerap
dihadapi dalam aktivitas rutin bisnis yang tidak jelas dasar hukumnya, apakah itu
benar atau salah.7
Namun apa yang mendasari para pengambil keputusan yang berperan untuk
pengambilan keputusan yang tak pantas dalam bekerja? Para manajer menunjuk pada
tingkah laku dari atasan-atasan mereka dan sifat alami kebijakan organisasi mengenai
pelanggaran etika atau moral. Karena dari itu dapat diasumsikan bahwa suatu
organisasi merasa terikat dan dapat menciptakan beberapa struktur yang berwenang
untuk mendorong organisasi ke arah etika dan moral bisnis. Lalu selanjutnya timbul
pertanyaan, dapatkah suatu organisasi mendorong tingkah laku etis pada pihak-pihak
manajerial-manajerial pembuat keputusan?
7
Alasan mengejar keuntungan, atau lebih tepat, keuntungan adalah hal pokok
bagi kelangsungan bisnis ialah hal utama bagi setiap perusahaan untuk berperilaku
tidak etis.
Pada hakikatnya keuntungan adalah hal yang baik. Karena pertama, keuntungan
memungkinkan perusahaan bertahan (survive) dalam kegiatan bisnisnya. Kedua,
keuntungan adalah salah satu indikator yang dilihat oleh para investor untuk
menanamkan dananya pada perusahaan. Ketiga, keuntungan tidak hanya
memungkinkan perusahaan survive melainkan dapat menghidupi karyawannya
kearah tingkat hidup yang lebih baik. Keuntungan dapat dipergunakan sebagai
pengembangan atau ekspansi perusahaan sehingga hal ini akan membuka lapangan
kerja baru.8
C. Etika Bisnis Islam
Secara sederhana mempelajari etika dalam bisnis berarti mempelajari tentang
mana yang baik atau buruk, benar atau salah, serta halal atau haram dalam dunia
bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas Islam.
Etika bisnis dalam kaitannya dengan ajaran Islam ialah sebuah pemikiran atau
refleksi tentang moralitas yang membatasi kerangka acuannya kepada konsepsi
sebuah organisasi dalam ekonomi dan bisnis yang didasarkan atas ajaran Islam. Etika
bisnis Islam mengatur tentang sesuatu yang baik atau buruk, wajar atau tidak wajar,
8Achyar Eldine, “Etika Bisnis Islam”. Jurnal Khazanah, Vol. 3 No. 3, Oktober 2007
26
atau diperbolehkan atau tidaknya perilaku manusia dalam aktivitas bisnis baik dalam
lingkup individu maupun organisasi yang didasarkan atas ajaran Islam.
Titik sentral etika Islam adalah menentukan kebebasan manusia untuk bertindak
dan bertanggungjawab karena kemahakuasaan Tuhan. Hanya saja kebebasan manusia
itu tidaklah mutlak, dalam arti, kebebasan yang terbatas. Dengan kebebasan tersebut
manusia mampu memiih antara yang baik dan jahat, benar dan salah, halal dan
haram.9
Bisnis memberikan banyak dampak dalam kehidupan karena merupakan pilar
ekonomi. Karena itu, bisnis juga menjadi wilayah hukum yang diatur oleh Islam
dengan turunnya wahyu mengenai muamalah maupun hadits dan sunnah dari Nabi
Muhammad saw. Seperti Nabi saw pernah bersabda bahwa sembilan dari sepuluh
pintu rezeki terdapat dalam aktivitas dagang alias bisnis.10
Bagan 2.1 Akhlak Pebisnis Muslim
9
Syed Nawaib Haider Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, Penerjemah M. Saiful Anam dan Muhammad Ufuqul Mubin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003)
10
Bambang Trim. Bussiness Wisdom of Muhammad SAW, (Bandung: Madania Prima, 2008), h. 12
Jujur
Akhlak Pebisnis Muslim
Amanah
Sumber : Faisal Badroen, Etika Bisnis dalam Islam, 2005.
Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelaku bisnis itu
sendiri, seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan
moral bisnis Islami. Akhlak yang baik dalam bisnis Islam, Pertama ialah Kejujuran,
bahwa dalam Hadist “Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran
mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga”. Kedua ialah Amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim
mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah
dan manusia, serta menjaga muamalahnya dari unsur yang melampaui batas. Ketiga
ialah Toleran, bahwa rasa toleransi dapat mempermudah pergaulan, mempermudah
urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal.
Rasulullah saw. Sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis
berikut ini adalah uraiannya.11
1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam tataran ini, beliau
bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (HR. Al- Quzwani).
2. Kesadaran tentang signifikansi social kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut
Islam, tidak hanya mengajar keuntungan sebanyak-banyaknya, namun juga
memberikan manfaat dalam menolong orang lain.
3. Tidak melakukan sumpah palsu.
11
28
4. Seorang pelaku bisnis harus bersikap ramah tamah dalam melakukan bisnis.
Nabi Muhammad mengatakan, ”:Allah merahmati seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis”(HR. Bukhari dan Tarmizi)
5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik
membeli dengan harga tersebut.
6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar membeli kepadanya.
7. Tidak melakukan ikhtikar atau menumpuk dan menyimpan barang dalam masa
tertentu , dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan
besar pun diperoleh.
8. Dalam melakukan pengukuran, takaran, ukuran, dan timbangan nya harus
benar.
9. Bisnis tidak boleh mengganggu kegiatan ibadah kepada Allah swt
10. Membayar upah sebelum keringat karyawan kering.
11. Tidak melakukan monopoli.
12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang
dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan social.
13. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang
yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, narkotika, dan sebagainya.
14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan.
16. Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditur) belum mampu
membayar.
17. Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Seperti dalam Firman
Allah swt dalam Surat Al-Baqarah ayat 278:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum di pungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.
Berikut ini adalah persamaan dan perbedaan antara etika bisnis Islami dengan
[image:40.612.106.536.147.687.2]Etika Bisnis Konvensional :
Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Etika Bisnis Islami dengan Etika Bisnis
Konvensional
Aspek Etika Bisnis Islami Etika Bisnis
Konvensional
1. Azas Tauhid (nilai-nilai
transendental)
Sekularisme (nilai-nilai
material)
2. Motivasi Dunia dan akhirat Dunia
3. Orientasi Profit dan berkah Profit
4. Etos Kerja Bekerja adalah ibadah Bekerja adalah
kebutuhan pribadi
5. Sikap Mental Menjadi yang terbaik
karena Allah
Menjadi yang terbaik
karena aktualisasi diri
30
Pengetahuan muslim
7. Keberhasilan Usaha dan doa Usaha
8. Pertanggung
Jawaban
Khalifah (wakil) Allah
di muka bumi
Pemimpin perusahaan
9. Modal Halal Halal dan haram
10.Suber Daya Tidak terbatas,
keinginan manusia
dibatasi
Terbatas, keinginan
manusia tidak terbatas
11.Informasi Ayat qauliyah
(Al-Quran dan Sunnah)
dan ayat kauniyah
(peristiwa alam)
Ayat-ayat kauniyah
(peristiwa alam)
12.Manajemen
Strategi
Ayat qauliyah
(Al-Quran dan Sunnah)
dan ayat kauniyah
(peristiwa alam)
Ayat-ayat kauniyah
(peristiwa alam)
13.Manajemen
Operasi
Sesuai koridor syariah Efektif dan Efisien
14.Manajemen Keuangan Terhindar dari Maghrib (Maysir, gharar, riba) Maksimalisasi profit 15.Manajemen Pemasaran Menciptakan produk kebutuhan masyarakat Menciptakan produk keinginan masyarakat (menimbulkan konsumerisme) 16.Manajemen SDM
Kepribadian Islami Kebudayaan perusahaan
pemberdayaan
masyarakat
shadaqah, waqf
Sumber : Siti Najma, Bisnis Syariah dari Nol.
Tindakan dan keputusan dianggap sesuai dengan etika ialah apabila tergantung
pada niatnya. Niat yang baik diikuti dengan tindakan yang baik dinilai sebagai
ibadah. Islam membolehkan individu untuk bebas percaya dan bertindak sesuai
dengan apa yang ia inginkan, selama tidak mengorbankan akuntabilitas dan keadilan.
Keputusan yang etis mendasarkan rujukan kepada ayat yang tertulis (Al-Quran) dan
ayat yang tersebar di alam semesta (Kauniyyah). Tidak seperti sistem etika yang lain,
etika Islam mendorong manusia untuk membersihkan diri (tazkiyyah) melalui
partisipasi aktif dalam hidup. Dengan melakukan segala tindakan dalam koridor
etika.12
Persamaan antara etika bisnis Islam dengan Konvensional ialah pada etika
bisnis konvensional hubungannya hanya kepada sesama individu, selama tidak ada
yang mengetahui bahwa perbuatan itu merugikan orang lain, maka hal itu dianggap
sah-sah saja. Lain halnya dengan pada sistem etika bisnis Islam, yang hubungannya
tidak hanya kepada sesama manusia, namun juga pada Allah. Segala perbuatannya
ialah akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Sehingga dalam melakukan
bisnis dan transaksi akan berdampak pada kehidupannya di dunia dan akhirat.
12
32
D. Prinsip-Prinsip Dasar Etika Bisnis Islam
Aksioma Dasar Etika Bisnis Islam
Berikut ialah rumusan aksioma atau ketentuan umum yang diharapkan
menjadi rujukan bagi moral awareness para pebisnis muslim untuk
menentukan prinsip-prinsip yang dianut dalam menjelankan bisnisnya.
Aksioma-aksioma tersebut adalah sebagai berikut:13
a. Keesaan (Tauhid)
Bahwa Konsep persatuan atau juga disebut Tauhid ialah dimensi vertikal
Islam. Konsep ini dimaksudkan bahwa sumber utama etika Islam adalah
kepercayaan total dan murni terhadap keesaan Tuhan.14 Yang mana berarti
Allah SWT sebagai Tuhan Maha Esa yang menetapkan batas-batas tertentu
atas perilaku manusia sebagai khalifah, untuk memberikan manfaat pada
individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya. Bahwa konsep ini
menekankan bahwa sumber utama etika Islam adalah kepercayaan total dan
murni terhadap keesaan Tuhan. Aturan-aturan itu sendiri bersumber pada
kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya vertikal dengan Allah
Swt dan hubungan horizontal dengan kehidupan sesama manusia dan alam
semesta secara keseluruhan untuk menuju tujuan akhir yang sama.
Individu-individu memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai
manusia. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban ekonomik setiap individu
disesuaikan dengan kapabilitas dan kapasitas yang dimiliki dan sinkronisasi
pada setiap peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial.
Dengan mengintegrasikan aspek religius dengan aspek-aspek lainnya,
seperti ekonomi, akan menimbulkan perasaan dalam diri manusia bahwa ia
akan selalu merasa direkam segala aktivitas kehidupannya, termasuk dalam
aktivitas berekonomi sehingga dalam melakukan segala aktivitas bisnis tidak
akan mudah menyimpang dari segala ketentuanNya. Perhatian terus menerus
untuk emmenuhi kebutuhan etik dan dimotivasi oleh ketauhidan kepada
Tuhan Yang Maha Esa akan meningkatkan kesadaran individu mengenai
insting altruistiknya, baik terhadap sesama manusia maupun alam
lingkungannya. Ini berarti konsep tauhid akan emmiliki pengaruh yang paling
mendalam terhadap diri seorang muslim.15
b. Keseimbangan
Keseimbangan atau keadilan menggambarkan dimensi horizontal ajaran
Islam dan hubungan dengan harmoni segala sesuatu di alam semesta. Dalam
beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,
tak terkecuali kepada pihak manapun. Adil dalam Islam bahwa agar hak
semua orang sama dimata Allah, serta agar hak tersebut dapat ditempatkan
sebagaimana mestinya sesuai dengan aturan syariah. Karena apabila dengan
15
34
tidak mengakomodir hak salah satu pihak, maka hal tersebut dapat dikatakan
kedzaliman. Karenanya orang yang adil akan lebih dekat kepada ketakwaan.
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah (5) : 8
Artinya : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Berlaku adil akan dekat dengan takwa, karena itu dalam perniagaan
(tijarah), Islam melarang untuk menipu, walau hanya „sekedar‟ membawa sesuatu pada kondisi yang menimbulkan keraguan sekalipun. Kondisi ini
dapat terjadi seperti gangguan adanya mekanisme pasar atau karena adanya
informasi penting mengenai transaksi yang tidak diketahui oleh salah satu
pihak (assymetric information). Gangguan pada mekanisme pasar dapat
berupa gangguan dalam penawaran dan gangguan dalam permintaan.16
Konsep equilibrium juga dapat dipahami bahwa keseimbangan hidup di
dunia dan di akhirat harus diusung oleh seorang pebisnis muslim. Maka
karenanya, konsep keseimbangan berarti menyerukan kepada pengusaha
16
muslim untuk bisa merealisasikan tindakan-tindakan (dalam bisnis) yang
dapat menempatkan dirinya dan orang lain dalam kesejahteraan duniawi dan
keselamatan akhirat.
Moral hazard (perilaku mendzolimi) adalah suatu tindakan yang
tercipta akibat ketidakseimbangan moral yang dapat mengakibatkan mudharat
(kesulitan) atau mufsadaat (kerusakan). Moral hazard dalam tindakan bisnis
muslim ialah bertindak curang dalam bertransaksi, tidak menuliskan yang
sebenarnya dalam pelaporan keuangan, serta memanfaatkan kekurangan
informasi pada pihak lain guna kepentingan diri sendiri.
c. Kehendak Bebas
Kehendak bebas ialah suatu rasa yang tertanam dalam diri manusia untuk
dapat bertindak secara tidak dibatasi dalam pengendalian kehidupannya
sendiri. Institusi ekonomi seperti pasar dapat berperan efektif dalam kegiatan
ekonomi. Hal ini dapat berlaku apabila persaingan bebas dapat berlaku secara
efektif, dimana pasar tidak mengharapkan adanya intervensi dari pihak
manapun, tak terkecuali negara dengan otoritas penentuan harga atau private
sektor dengan kegatan monopolistik.
Aktivitas ekonomi dalam konsep ini mengarahkan kepada kebaikan setiap
kepentingan bagi seluruh komunitas, baik sektor pertanian, perindustrian,
perdagangan, maupun lainnya. Larangan adanya bentuk monopoli,
36
mekanisme pasar yang sehat dan persamaan peluang untuk berusaha tanpa
adanya keistimewaan pada pihak tertentu.
Dalam ekonomi Islam, kebebasan disini ialah tetap menggabungkan
antara nilai-nilai moral dan spiritual. Karena apabila tidak ada filter moral,
maka kegiatan ekonomi akan rawan kepada perilaku destruktif yang dapat
merugikan masyarakat luas. Telah menjadi tradisi di masyarakat sekarang ini
bahwa dalam kegiatan ekonominya cenderung mengedepankan materialisme,
tanpa memperdulikan moralitas. Rasululla bersabda, “Pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama-sama para nabi, orang shadiqin dan para syuhada” (HR Tarmidzi dan Hakim). Hadist tesebut mengemukakan bahwa
para pedagang yang utama ialah yang berlaku jujur dan terpercaya baik dalam
proses penjualan maupun produksinya, pedagang harus berlaku jujur agar
kunci keberkahan akan selalu ada padanya, terlebih lagi bagi pedagang yang
berlaku jujur serta dapat dipercaya, maka mereka ialah bersama dengan para
nabi, shadiqin serta para syuhada, karena mereka ialah merupakan para
pedagang yang amanah dan profesional.
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis Islam,
kebebasan bagi individu dibuka lebar, tetapi kebebasan itu tidak merugikan
kepentingan kolektif. Tidak ada pula batasan pendapatan bagi seseorang untuk
d. Tanggung Jawab (Responsibility)
Dengan adanya kebebasan ekonomi, maka tanggung jawab Muslim
begitu diperlukan agar menghasilkan tindakan-tindakan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Tanggung jawab ini dimulai dari kebebasan yang
luas, kemudian kebebasan untuk memilih keyakinan dan berakhir dengan
keputusan yang tegas yang perlu diambilnya. Tanggung jawab sangat
berhubungan dengan kebebasan, karena tanggung jawab dapat menetapkan
batasan atas semua hal yang dilakukannya.
Kebebasan dan Tanggung Jawab
Kebebasan manusia yang ada adalah kebebasan yang bertanggung
jawab yaitu kebebasan yang didasari oleh „ilm (ilmu) dan kesadaran penuh.
Manusia bebas dalam bertindak, yaitu manusia bebas berbuat sesuatu dengan
tujuan dan disengaja yang dipengaruhi faktor internal dan eksternal dirinya.
Bisa jadi hal itu disebabkan oleh pengaruh ajaran, agama, bacaan, lingkungan
dan lain sebagainya. Kebebasan dengan kewajiban moral, yaitu bahwa
seseorang yang melakukan sesuatu kewajiban karena ia setuju, walau itu
membutuhkan pengorbanan, karena didapati tindakan tersebut ternyata dapat
38
sikap moral yang mature atau dewasa adalah sikap yang bertanggung jawab,
dan tidak mungkin ada tanggung jawab tanpa ada kebebasan.17
Dapat disimpulkan bahwa kebebasan itu mengandung anasirberikut:18
- Kemampuan seseorang untuk menentukan suatu tindakan secara independen.
- Kemampuan untuk bertanggung jawab secara sadar.
- Sikap yang dewasa dengan penuh pertimbangan dan konsekuen.
- Adanya semua kondisi di mana seseorang dapat mewujudkan tujuan
hidupnya.
e. Kebajikan
Kebajikan artinya melaksanakan perbuatan baik yang dapat memberikan
kemanfaatan kepada orang lain, tanpa adanya kewajiban tertentu yang
mengharuskan perbuatan tersebut atau dengan kata lain beribadah dan berbuat
baik seakan melihat Allah, jika tidak mampu maka yakinlah Allah melihat.
Aksioma ihsan dalam bisnis, yaitu : (1) kemurahan hati (leniency); (2) motif
pelayanan (service motives); dan (3) kesadaran akan adanya Allah dan aturan
yang berkaitan dengan pelaksanaan yang menjadi prioritas.
Guna menyempurnakan prinsip-prinsip etika bisnis Islam sebagaimana
dikemukakan diatas, perlu dikemukakan pula pendapat Rafik Issa Beekun
dalam sebuah karyanya Etika Bisnis Islam. Dalam bukunya ia mengemukakan
sembilan pedoman etika umum bagi bisnis kaum muslim, yaitu jujur dan
17
Faisal Badroen. 2005. Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 11.
18
berkata benar, menepati janji, mencintai Allah lebih dari mencintai
perniagaan, berbisnis dengan muslim sebelum dengan non muslim, rendah
hati dalam menjalani hidup, menjalankan musyawarah dalam semua masalah,
tidak terlibat dalam kecurangan, tidak boleh menyuap, dan berbisnis secara
adil.19
M. Quraish Shihab menetapkan terdapat empat prinsip dalam ekonomi, yaitu
Tauhid, Keseimbangan, Kehendak Bebas, dan Tanggung Jawab.
Selanjutnya dalam menetapkan etika bisnis ia merincinya yaitu: 20
a) Kejujuran
b) Keramahtamahan
c) Penawaran yang jujur
d) Pelanggan yang tidak sanggup membayar diberi waktu
e) Penjual hendaknya tidak memaksa pembeli dan tidak bersumpah dalam
menjual
f) Tegas dan adil dalam timbangan dan takaran
g) Tidak dibenarkan monopoli
h) Tidak dibenarkan adanya harga komoditi yang boleh dibatasi
i) Kesukarelaan.
19
Muhammad Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi: Wacana Menuju Pengembangan ekonomi Rabbaniyah, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 30-32.
20Quraish Shihab, “Etika Bisnis dalam Wawasan Al
- Qur‟an”, dalam Jurnal Ulum Al— Quran,
40
Lain halnya dengan Abd. Muin Salim; ia memberikan uraian tentang
prinsip-prinsip filosofi ekonomi Qur‟ani, yaitu: a) Tauhid, b) Isti’mar atau Istikhlaf, b) Kemaslahatan (Al-silah) dan keserasian (al-adalah), d) Keadilan (al- qist), e)
Kehidupan sejahtera dan kesentosaan dunia akhirat.
E. Tujuan Bisnis Islam
Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan
hidupnya, dan salah satu upaya untuk memperolehnya adalah dengan cara bekerja.
Islam mewajibkan Muslim untuk bekerja. Dan Allah melapangkan bumi dan
seisinya dengan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk
mencari rezeki, antara lain seperti dalm firman Allah swt. QS Al-Mulk : 15
Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu , maka berjalanlah