• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan dan Tingkat Kesejahteraan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Taman Margasatwa Ragunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan dan Tingkat Kesejahteraan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Taman Margasatwa Ragunan"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN GAJAH

SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847)

DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN

ARCHAITRA NADILA AYUDEWANTI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan dan Tingkat Kesejahteraan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Taman Margasatwa Ragunan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Archaitra Nadila Ayudewanti

(4)

ABSTRAK

ARCHAITRA NADILA AYUDEWANTI. Pengelolaan dan Tingkat Kesejahteraan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Taman Margasatwa Ragunan. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASYUD dan ELOK BUDI RETNANI.

Gajah sumatera merupakan mamalia besar yang dilindungi di Indonesia. Keberadaannya yang terancam di alam mendorong lembaga konservasi seperti Taman Margasatwa Ragunan (TMR) untuk melakukan pelestarian secara ex-situ. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan kesejahteraan gajah sumatera dalam kaitannya dengan prinsip kesejahteraan satwa dan mengetahui ada tidaknya infeksi cacing gastrointestinal sebagai indikator pengelolaan gajah sumatera di TMR. Metode pengumpulan data kesejahteraan satwa antara lain studi pustaka, observasi lapang dan wawancara kepada animal keeper. Analisis cacing parasit dilakukan dengan metode McMaster, flotasi sederhana, dan saringan bertingkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan kesejahteraan satwa di TMR adalah cukup sampai baik yang didapat berdasarkan hasil penilaian kesejahteraan satwa. Jenis-jenis cacing parasitik yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak dua telur dari kelompok nematoda yaitu telur Strongylid dan

Trichuris sp, serta dua telur dari kelompok trematoda yaitu Fasciola sp dan

Paramphistomum sp.

Kata kunci: cacing parasit, gajah sumatera, kesejahteraan satwa, Taman Margasatwa Ragunan

ABSTRACT

ARCHAITRA NADILA AYUDEWANTI. Management and Welfare of Sumatran Elephant (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) at Ragunan Zoo. Supervised by BURHANUDDIN MASYUD and ELOK BUDI RETNANI.

Sumatran elephant is large mammal that protected in Indonesia. It is threatened existence in nature encourage Ragunan Zoo to conduct ex-site conservation of the mammal. The purpose of this study is to identify sumatran elephant welfare management in relation to the principle of animal welfare, and to identify the absence or presence infection of gastrointestinal worms as indicator of sumatran elephant management at Ragunan Zoo. Data collection methods of animal welfare were literature of infection study, field observation, and interview with the animal keeper. Parasitic worms were analyzed using McMaster’s method, simple flotation and multilevel filter. Result of the study indicated that the animal welfare management at Ragunan Zoo is pretty good until good that obtained according to the assessment result of animal welfare. Parasitic worms (in egg form) found in the research need two nematodes which are Strongylid and

Trichuris sp, and two trematodes which are Fasciola sp and Paramphistomum sp.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PENGELOLAAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN GAJAH

SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847)

DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN

ARCHAITRA NADILA AYUDEWANTI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Pengelolaan dan Tingkat Kesejahteraan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Taman Margasatwa Ragunan

Nama : Archaitra Nadila Ayudewanti NIM : E34090023

Disetujui oleh

Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS Pembimbing I

Dr drh Elok Budi Retnani, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli-Agustus 2013 ini ialah kesejahteraan satwa, dengan judul Pengelolaan dan Tingkat Kesejahteraan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Taman Margasatwa Ragunan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua tercinta (Dwidjo Hadikusumo dan Amanda Anggaradewi), dan seluruh keluarga, serta Tommy Berlin Novardo yang telah memberikan doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS dan Dr drh Elok Budi Retnani, MS selaku pembimbing yang telah memberi arahan dan nasehat selama penelitian dan penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaiakan kepada Ir Marsawitri Gumay selaku Kepala BLUD dan drh Isminarti Aida selaku Kepala Seksi Kesejahteraan dan Peragaan Satwa, dan seluruh staf yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Taman Margasatwa Ragunan. Terima kasih kepada Bapak Sudi, Bapak Kadim, Bapak Sodikin, Bapak Supri, Bapak Bobby, Bapak Eko, dan Bapak Muhrodin yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data selama penelitian di Taman Margasatwa Ragunan, serta Bapak Sulaiman yang telah membantu penulis selama penelitian di laboratorium. Terima kasih juga penulis sampaiakan kepada rekan-rekan Anggrek Hitam (KSHE 46) dan segenap Civitas Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, serta rekan-rekan Wisma Shambala yang telah memberikan dukungan.

Bogor, Desember 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 2

Metode Pengumpulan Data 2

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kesejahteraan Gajah Sumatera di Taman Margasatwa Ragunan 6

Infeksi Telur Cacing Gastrointestinal 13

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

(11)

DAFTAR TABEL

1 Penilaian aspek kesejahteraan gajah sumatera (Elephas maximus

sumatranus) di TMR 3

2 Skor penilaian kriteria kesejahteraan satwa di TMR 4 3 Bobot penentuan klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa 5 4 Klasifikasi penilaian dan nilai terbobot kesejahteraan satwa 5 5 Pengelolaan kesejahteraan satwa pada gajah sumatera di TMR 6 6 Gambaran pengelolaan gajah sumatera dari aspek rasa lapar dan haus 7 7 Gambaran pengelolaan gajah sumatera dari aspek bebas dari

ketidaknyamanan lingkungan 8

8 Gambaran pengelolaan gajah sumatera dari aspek bebas dari rasa sakit,

luka, dan penyakit 10

9 Gambaran pengelolaan gajah sumatera dari aspek bebas dari rasa takut

dan tertekan 11

10 Gambaran pengelolaan gajah sumatera dari aspek bebas berperilaku

alami 11

11 Capaian implementasi kesejahteraan satwa pada gajah sumatera di

TMR 12

12 Telur nematoda yang ditemukan pada gajah sumatera di TMR 13 13 Ukuran telur Strongylid pada gajah sumatera di TMR 15 14 Ukuran telur Fasciola sppada gajah sumatera di TMR 16 15 Ukuran telur Paramphistomum sp pada gajah sumatera di TMR 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tipe telur Strongylid yang ditemukan pada gajah sumatera di TMR

menggunakan metode McMaster (TTGT) 19

2 Telur Strongylid yang ditemukan pada gajah sumatera di TMR

menggunakan metode flotasi sederhana 19

3 Telur trematoda yang ditemukan pada gajah sumatera di TMR

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan mamalia besar yang dilindungi di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, gajah sumatera semakin terancam di habitat alaminya akibat adanya konflik dengan manusia (Nyhus et al.

2000). Selain itu, fragmentasi dan hilangnya habitat dapat menyebabkan kepunahan pada gajah dan penangkaran merupakan satu-satunya pilihan untuk melestarikannya (Riddle dan Stremme 2011). Penangkaran merupakan suatu bentuk dari konservasi ex-situ yang berperan membantu pelestarian secara in-situ

bagi satwaliar yang terancam. Satwaliar yang telah dikonservasi secara ex-situ

sudah tidak dapat disebut sebagai satwaliar. Hal ini disebabkan satwaliar yang berada di penangkaran telah dibatasi oleh pagar dan tidak hidup secara liar, serta habitatnya tidak alami (buatan) (Alikodra 2010).

Taman Margasatwa Ragunan (TMR) merupakan lembaga konservasi ex-situ

satwaliar dengan melepaskan satwa di habitat buatan. Sebagai lembaga konservasi

ex-situ, kesejahteraan satwa menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan dengan memenuhi seluruh standar minimum kesejahteraannya. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam nomor P.9/IV-SET/2011 pasal 1 ayat 2, menyebutkan bahwa kesejahteraan satwa adalah keberlangsungan hidup satwa yang perlu diperhatikan oleh pengelola agar satwa hidup sehat, cukup pakan, dapat mengekspresikan perilaku secara normal, serta tumbuh dan berkembang biak dengan baik dalam lingkungan yang aman dan nyaman. Adapun standar minimum kesejahteraan satwa yang terdapat pada pasal 6 ayat 3 antara lain (1) bebas dari rasa lapar dan haus, (2) bebas dari ketidaknyamanan lingkungan, (3) bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, (4) bebas dari rasa takut dan tertekan, (5) bebas untuk berperilaku alami.

Aspek kesehatan satwa yaitu bebas dari sakit, luka, dan penyakit menjadi salah satu faktor penting dalam pengelolaan satwa di lembaga konservasi karena akan menjadi indikator kesejahteraan satwa. Kecacingan merupakan penyakit parasitik yang sering menginfeksi semua jenis hewan termasuk manusia, timbul tanpa disadari, bersifat kronis, dan apabila diabaikan tanpa disadari akan menimbulkan kerugian. Kerugian yang dapat terjadi diantaranya besarnya biaya pengobatan, kepekaan terhadap penyakit lain, dan kematian. Indikasi kecacingan pada satwa dapat diketahui dengan pemeriksaan koprologi yaitu teknik pemeriksaan dengan menggunakan spesimen tinja. Ada atau tidak adanya kecacingan saluran pencernaan pada gajah sumatera dapat menjadi indikator baik atau buruknya pengelolaannya di dalam TMR, sehingga kualitas pengelolaan gajah sumatera di TMR dapat diketahui dalam rangka memenuhi kesejahteraan satwa.

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui pengelolaan kesejahteraan gajah sumatera di TMR dalam kaitannya dengan prinsip kesejahteraan.

(13)

2

3 Mengetahui ada tidaknya infeksi cacing gastrointestinal pada gajah sumatera di TMR.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam perbaikan pengelolaan satwa, khususnya gajah sumatera, serta memperbaiki status kesehatannya.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitan dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2013. Pengambilan data mengenai kesejahteraan satwa dan sampel tinja dilakukan di TMR. Analisis tinja untuk mengetahui ada tidaknya infeksi cacing gastrointestinal pada gajah sumatera dilakukan di Laboratorium Helmintologi Bagian Parasitologi dan ENK Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

1 Alat untuk pengambilan data kesejahteraan satwa di TMR antara lain alat tulis, kamera, dan lembar penilaian kesejahteraan satwa, sedangkan alat dalam pengambilan spesimen tinja di TMR antara lain spidol permanen, kantung plastik, sarung tangan karet, cool box/lemari pendingin, dan stik kayu.

2 Alat yang digunakan dalam pemeriksaan spesimen tinja di laboratorium antara lain sendok, saringan teh, gelas ukur, pipet Pasteur, kamar hitung McMaster, tabung reaksi, centrifuge, gelas objek, kaca penutup, saringan bertingkat, sprayer, gelas Baermann, gelas objek modifikasi sedimentasi, garatetechnik, mikroskop, videomikrometer, dan gelas plastik.

3 Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinja gajah sumatera, larutan gula-garam (larutan pengapung), serta larutan gula pada pemeriksaan di laboratorium.

Metode Pengumpulan Data

Kesejahteraan Satwa

Pengambilan data kesejahteraan satwa dilakukan dengan cara:

1 Studi pustaka; berupa data mengenai pengelolaan kesejahteraan satwa pada gajah sumatera dari berbagai sumber seperti catatan atau laporan pengelola atau

animal keeper.

(14)

3 3 Wawancara kepada animal keeper mengenai pengetahuan, sumberdaya manusia, dan kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan dalam menunjang kesejahteraan satwa.

Adapun standar minimum kesejahteraan satwa diperoleh berdasarkan hasil penilaian dari kriteria yang diacu dalam Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam nomor P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi melalui beberapa kriteria seperti disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Penilaian aspek kesejahteraan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di TMR

Aspek Kesejahteraan Satwa Jenis Data

Bebas dari rasa lapar dan haus a. Kuantitas dan kualitas pakan dan minum b. Kebersihan pakan dan minum

c. Kontrol pakan dan minum d. Tempat penyimpanan pakan e.Letak dan bentuk tempat pakan dan

minum dalam kandang

f. Waktu pemberian pakan dan minum Bebas dari ketidaknyamanan

lingkungan

a. Jenis kandang

b. Kondisi suhu, ventilasi, dan penerangan c. Kondisi shelter

d. Kebersihan kandang e. Kondisi saluran kandang f. Kondisi kandang

Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit

a. Kondisi kesehatan satwa

b. Frekuensi pemeriksaan kesehatan satwa c. Riwayat kesehatan satwa

d.Kelengkapan dan kondisi fasilitas peralatan medis

e. Ketersediaan ruang/kandang medis f. Ketersediaan tenaga ahli medis

g. Pengontrolan dan pencegahan penyakit Bebas dari rasa takut dan tertekan a. Ketersediaan staf ahli

b.Perilaku satwa yang menunjukkan stres atau sakit

c. Penanganan satwa yang baru datang d. Upaya pencegahan rasa takut dan tertekan Bebas berperilaku alami a.Kecukupan ruang dan kelengkapan

kandang bagi satwa b. Keamanan kandang c. Pengayaan kandang

d. Pengaruh kehadiran penonton

(15)

4

Tabel 2 Skor penilaian kriteria kesejahteraan satwa di TMR

Skor Keterangan

1 Buruk; apabila pengelolaan tidak ada

2 Kurang; apabila pengelolaan ada, tetapi tidak sesuai

3 Cukup; apabila pengelolaan ada, sesuai, tetapi tidak diterapkan 4 Baik; apabila pengelolaan ada, sesuai, tetapi hanya sebagian

diterapkan

5 Memuaskan; apabila pengelolaan ada, sesuai, dan diterapkan Infeksi Cacing Gastrointestinal

1 Sampling Tinja

Pengambilan sampel tinja dilakukan setiap hari selama dua minggu dengan individu gajah sumatera berjumlah 12 ekor di TMR. Berat tinja yang diambil pada masing-masing individu gajah sebanyak ±15 g. Sampel tinja diambil dari bagian dalam atau tengah tinja dan tinja yang diambil dalam kondisi segar, serta tidak kering seperti bagian permukaan tinja. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kontaminasi sampel tinja dengan lingkungan. Sampel tinja yang digunakan pada pemeriksaan parasit dikumpulkan dari rektum masing-masing individu gajah dengan memberi identitas berupa label nama, umur, dan catatan asal gajah (Regassa et al. 2012). Setelah itu, sampel tinja dimasukan ke dalam

cool box, selanjutnya di analisis di laboratorium. Sampel tinja harus disimpan di lemari pendingin agar suhu tetap dingin sehingga dapat mencegah menetasnya telur cacing.

Pemeriksaan tinja untuk mengidentifikasi telur cacing dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode McMaster yang dilanjutkan dengan flotasi sederhana dan saringan bertingkat sebagai modifikasi sedimentasi. Pelaksanaan metode tersebut sebagai berikut:

2Metode McMaster

Metode kuantitatif ini dilakukan dengan menimbang seberat 5 g tinja yang dicampur dengan 55 ml larutan gula garam jenuh sampai homogen, kemudian disaring dengan menggunakan saringan teh. Filtrat hasil penyaringan dihomogenkan kembali dengan memindahkan filtrat dari satu gelas ke gelas lainnya beberapa kali. Filtrat diambil dengan menggunakan pipet Pasteur dan diletakkan di kamar hitung McMaster, didiamkan selama 5 menit, kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Selanjutnya, dilakukan penghitungan jumlah telur setiap jenis cacing yang ditemukan. Telur cacing yang ditemukan dalam tinja gajah yang telah diperiksa dengan mikroskop diukur melalui videomikrometer untuk dapat diidentifikasi lebih lanjut (Permin dan Hansen 1998).

3 Metode Flotasi Sederhana

Suspensi sisa pemeriksaan McMaster dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian tabung reaksi dimasukkan ke dalam centrifuge dengan rpm 30 selama 5 menit. Setelah supernatan menjadi bening, ditambahkan larutan gula sampai cembung pada bibir tabung kemudian diletakkan kaca penutup. Sampel didiamkan selama 15-30 menit, kemudian kaca penutup diambil dan diletakkan di atas gelas objek untuk diperiksa telurnya di bawah mikroskop (Permin dan Hansen 1998). 4 Metode Saringan Bertingkat

(16)

5 pengapung. Tinja seberat 5 g dicampur dengan 50 cc air sampai homogen. Tinja kemudian disaring menggunakan saringan teh dan dilanjutkan dengan saringan bertingkat. Endapan akhir dari penyaringan bertingkat disemprot dengan sprayer

agar keluar dan seluruh endapan ditampung di dalam gelas Baermann dan didiamkan sampai tinja mengendap ke dasar gelas. Endapan tersebut diambil dengan menggunakan pipet Pasteur dan diletakkan pada gelas objek modifikasi sedimentasi untuk diperiksa di bawah mikroskop (Foreyt 2001).

Analisis Data

Kesejahteraan Satwa

Hasil penilaian terhadap pengelolaan dalam memenuhi kesejahteraan satwa dianalisis secara deskriptif berdasarkan nilai yang didapat. Nilai dari masing-masing variabel pada setiap aspek kesejahteraan dijumlah dan dihitung rata-ratanya, kemudian dimasukkan ke dalam klasifikasi penilaian dengan mengalikannya dengan bobot yang ada untuk dapat menentukan pengelolaan kesejahteraan satwa di TMR yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Bobot penentuan klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa Kesejahteraan Satwa Bobot Keterangan

Bebas dari rasa lapar dan haus 30 Makan dan minum merupakan hal pokok dalam menunjang hidup satwa

Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan

20 Pengaruh kondisi cuaca bagi satwa dengan tersedianya lingkungan yang cocok dan tempat berlindung

Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit

20 Kesehatan penting untuk mencegah, mengobati luka dan penyakit agar satwa dapat hidup

Bebas dari rasa takut dan tertekan 15 Kondisi mental mempengaruhi daya juang satwa untuk bertahan hidup Bebas berperilaku alami 15 Adanya kebebasan di dalam kandang

dengan mendapatkan kesempatan berperilaku alami untuk meningkatkan kualitas hidup satwa

Total 100

Tabel 4 Klasifikasi penilaian dan nilai terbobot kesejahteraan satwa No Klasifikasi Penilaian Nilai Terbobot

1. Sangat baik 80,00-100,00

2. Baik 70,00-79,99

3. Cukup 60,00-69,99

4. Perlu pembinaan <60,00

Sumber: Peraturan Dirjen PHKA No. P. 6/IV-SET/2011

Cacing Parasit

(17)

6

dengan menggunakan metode McMaster, flotasi sederhana, dan saringan bertingkat. Adapun dalam metode McMaster, penghitungan jumlah telur dalam tiap gram tinja (TTGT) menggunakan rumus (Whitlock 1948 diacu dalam Southwell et al. 2008) sebagai berikut:

TTGT = n/Bt x Vtotal/Vhitung Keterangan:

n : jumlah telur cacing dalam kamar Vtotal : volume sampel tinja total

Vhitung : volume kamar hitung Bt : berat tinja

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kesejahteraan Gajah Sumatera di Taman Margasatwa Ragunan

Pengelolaan Kesejahteraan Satwa di Taman Margasatwa Ragunan

Pengelolaan TMR dalam memenuhi kesejahteraan satwa pada gajah sumatera dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Pengelolaan kesejahteraan satwa pada gajah sumatera di TMR Aspek

Pengelolaan

Deskripsi

Pakan Pakan gajah sumatera yang diberikan berupa rumput sebagai pakan utama dan buah-buahan sebagai pakan tambahan.

Kesehatan Pengelolaan kesehatan berupa kegiatan preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan).

Kandang Terdiri dari kandang terbuka (peraga) dan tertutup. Pengayaan dalam kandang berupa kolam dan shelter (pada sebagian kandang).

Pengelolaan kesejahteraan satwa di TMR terdiri dari tiga aspek, yaitu pengelolaan pakan, kesehatan, dan perkandangan. Satwa sejahtera adalah kondisi satwa yang sehat, cukup pakan, tumbuh, dan berkembang biak dengan baik dalam kandang yang aman dan nyaman (PKBSI 2000). Pengelolaan pakan dilakukan dengan pemberian pakan utama (rumput gajah) dan tambahan (buah-buahan). Pakan yang ada berasal dari pihak ketiga dan terdapat pemeriksaan pakan yang baru datang ke gudang pakan untuk menjaga kualitasnya. Pakan rumput tidak disimpan di gudang pakan, melainkan hanya saat penimbangan saja. Setelah ditimbang, pakan rumput langsung didistribusikan ke masing-masing kandang gajah sumatera.

(18)

7 Pengelolaan perkandangan dilakukan dengan pengayaan kandang. Selain itu dilakukan pemugaran atau pemeliharaan untuk tetap menjaga keamanan dan kenyamanan kandang. Kebersihan kandang juga penting dilakukan untuk menjaga kondisi kandang tetap bersih dan menjaga lingkungan kandang agar bebas dari adanya sumber infeksi.

Bebas dari Rasa Lapar dan Haus

Pengelolaan aspek bebas dari rasa lapar dan haus terdiri dari kuantitas dan kualitas pakan dan minum, kebersihan pakan dan minum, kontrol pakan dan minum, tempat penyimpanan pakan, letak dan bentuk tempat pakan dan minum, serta waktu pemberian pakan dan minum. Kondisi gajah sumatera di TMR untuk mengetahui aspek dari rasa lapar dan haus dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Gambaran pengelolaan gajah sumatera dari aspek bebas dari rasa lapar dan haus

No Aspek Deskripsi

1 Kuantitas dan kualitas pakan dan minum

Kuantitas pakan disesuaikan dengan jumlah gajah dalam satu kandang, serta memperhatikan umur dan satwa dengan kebutuhan khusus. Kualitas pakan diperhatikan dengan adanya pemeriksaan pakan yang baru datang, sedangkan kuantitas dan kualitas air pada kolam minum tidak terlalu diperhatikan.

2 Kebersihan pakan dan minum

Pakan tidak terjaga kebersihannya karena tidak adanya tempat pakan dalam kandang. Kebersihan air minum tidak dikontrol, tetapi tempat minum dibersihkan dengan frekuensi yang tidak tentu. 3 Kontrol pakan dan

minum

Adanya kontrol pada pakan yang diberikan kepada satwa dan tidak adanya kontrol pada air minum.

4 Tempat penyimpanan pakan

Pakan disimpan sementara di gudang pakan selama pemeriksaan kualitas dan penimbangan. 5 Letak dan bentuk

tempat pakan dan minum

Pakan langsung diletakkan pada lantai kandang terbuka/tertutup. Letak tempat minum umumnya terdapat bersebelahan dengan kolam mandi dengan bentuk persegi panjang atau bulat.

6 Waktu pemberian pakan dan minum

(19)

8

dengan jumlah 500 kg, dan dua ekor gajah dalam satu kandang diberi pakan dengan jumlah 100 kg. Jumlah tersebut belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan pakan gajah yang ada. Menurut McKay (1973) gajah dewasa membutuhkan pakan sebanyak 150 kg per hari, sedangkan betina menyusui membutuhkan pakan sebanyak 162 kg per hari dan 240 kg pakan per hari pada gajah dewasa (Sukumar 2003).

Gajah memerlukan air untuk mandi dan berkubang. Dalam sekali minum gajah dapat minum 100 liter air dan dalam sehari membutuhkan 225 liter air (BIAZA 2006). Air minum pada kandang gajah di TMR tidak dilakukan kontrol baik kualitas dan kuantitasnya. Hal ini tidak berpengaruh pada gajah, karena gajah dapat minum pada air kolam dan sesuai dengan perilakunya di alam.

Pakan disimpan dan dipersiapkan di gudang pakan. Pakan rumput gajah tidak disimpan di gudang pakan melainkan hanya dipersiapkan sebelum didistribusikan ke masing-masing kandang. Penyimpanan pakan hanya dilakukan pada buah-buahan sebagai pakan tambahan. Pakan tambahan tersebut disimpan di dalam lemari pendingin (chiller) dengan temperatur 100C. Pakan rumput gajah disimpan pada masing-masing kandang dengan meletakkan langsung pada lantai kandang.

Bebas dari Ketidaknyamanan Lingkungan

Aspek bebas dari ketidaknyamanan lingkungan terdiri dari jenis kandang, kondisi suhu, ventilasi, dan penerangan, kondisi shelter, kebersihan kandang, kondisi saluran kandang, dan kondisi kandang. Kondisi gajah sumatera di TMR untuk mengetahui aspek bebas dari ketidaknyamanan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Gambaran pengelolaan gajah sumatera dari ketidaknyamanan lingkungan

Terdapat tiga kandang gajah sumatera di TMR antara lain kandang gajah tunggang dan kandang gajah liar yang kedua kandang tersebut berada di sebelah barat, dan kandang gajah di sebelah timur. Area kandang gajah tunggang yang

No Aspek Deskripsi

1 Jenis kandang Kandang terbuka dan tertutup. 2 Kondisi suhu, ventilasi,

dan penerangan

Suhu kandang 26-300C dan kelembapan 84-87%. Penerangan pada beberapa kandang tidak difungsikan. Terdapat ventilasi pada bagian atap dan dinding kandang tertutup.

3 Kondisi shelter Terdapat shelter pada dua kandang saja. Shelter

berbentuk menyerupai payung dan atap biasa. 4 Kebersihan kandang Kandang dibersihkan setiap pagi hari.

5 Kondisi saluran kandang

Terdapat parit yang lebar dan dalam pada sekeliling kandang, sedangkan pada satu kandang lainnya, hanya terdapat parit kecil. Kedua parit tersebut berfungsi mengalirkan air dari kolam menuju parit pembuangan.

(20)

9 berisi tujuh ekor gajah terbagi ke dalam dua kandang yang masing-masing kandang berisi tiga dan empat ekor gajah. Gajah liar terdiri dari tiga ekor yang juga terbagi menjadi dua kandang yang masing-masing kandang berisi satu dan dua ekor, sedangkan kandang gajah di sebelah timur terdiri dari dua ekor gajah. Pada setiap area kandang terdapat kandang terbuka dan tertutup, kecuali pada kandang gajah tunggang yang berisi tiga ekor gajah yang hanya memiliki shelter

besar. Shelter diperlukan untuk melindungi gajah dari teriknya matahari, angin, dan hujan. Selain itu, sebaiknya suhu dalam kandang tertutup tidak kurang dari 150C dan paling tidak 210C (BIAZA 2006). Apabila suhu sekitar terlalu panas, maka gajah akan mandi untuk mendinginkan suhu tubuh.

Dalam hal penerangan, terdapat lampu pada setiap kandang tertutup, namun tidak difungsikan secara maksimal. Hal ini disebabkan kabel lampu di beberapa kandang dirusak oleh gajah, sehingga lampu tidak dipasang kembali oleh pengelola. Ada atau tidaknya lampu tidak berpengaruh pada aktivitas gajah dan kegiatan pengelolaan. Apabila pengelola memerlukan lampu dalam kandang seperti saat adanya keadaan darurat, maka pengelola akan membawa lampu dari luar.

Menurut Posta et al. (2013) fasilitas pada kandang terbuka dapat dilakukan dengan membuat pengayaan berupa substrat pasir pada lantai kandang, kolam yang cukup dalam, adanya pepohonan, dan berbagai tumpukan batang kayu. Pada kandang tertutup juga dapat dibangun kolam dan lantai dengan substrat pasir. Kandang terbuka difungsikan sebagai kandang peraga dan kandang tertutup sebagai kandang istirahat saat sore dan malam hari.

Bebas dari Rasa Sakit, Luka, dan Penyakit

Pengelolaan aspek bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit terdiri dari kondisi kesehatan satwa, frekuensi pemeriksaan satwa, riwayat kesehatan satwa, kelengkapan dan kondisi fasilitas peralatan medis, ketersediaan ruang/kandang medis, ketersediaan tenaga ahli medis, serta pengontrolan dan pencegahan penyakit. Secara umum, gajah sumatera yang ada di TMR dalam kondisi sehat. Hanya terdapat abses (luka) pada salah satu gajah. Pengontrolan dan pencegahan penyakit penting dilakukan pada satwa yang berada dalam kandang seperti pemberian vitamin, anti-parasit, dan pemberian obat lainnya yang sesuai dengan penyakit yang sedang diderita. Menurut Fowler dan Mikota (2006), penyakit yang umum menjangkit gajah disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit. Parasit sendiri terdiri dari endoparasit yaitu organisme yang hidup di dalam tubuh organisme lain yang menjadi inangnya, dan ektoparasit yaitu organisme yang hidup pada/di luar tubuh inangnya (Kusumamiharja 1995). Penyakit yang sering menjangkit gajah sumatera di TMR adalah kecacingan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Georg-Klos dan Lang (1982) yaitu parasitosis merupakan salah satu penyakit yang paling umum terjadi di penangkaran gajah.

(21)

10

peralatan yang tepat dan kendala keuangan berpengaruh pada perawatan satwa yang menjadi tidak memadai dalam semua sistem pengelolaan penangkaran gajah (Vanitha et al. 2011). Kondisi gajah sumatera di TMR untuk mengetahui aspek bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Gambaran pengelolaan gajah sumatera dari aspek bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit

No Aspek Deskripsi

1 Kondisi kesehatan satwa Satwa yang diperagakan dalam kondisi sehat. 2 Frekuensi pemeriksaan

kesehatan satwa

Pemeriksaan rutin dilakukan setiap tiga bulan sekali oleh patroli tim medis. Tetapi apabila terdapat gajah yang sakit, maka dapat dilakukan pelaporan ke bagian kesehatan hewan.

3 Riwayat kesehatan Terdapat riwayat kesehatan satwa. 4 Kelengkapan dan

kondisi fasilitas peralatan medis

Klinik, laboratorium parasitologi, laboratorium darah, rontgen, laboratorium pathologi, dan gudang obat.

5 Ketersediaan

ruang/kandang medis

Tidak tersedia bagi satwa gajah sumatera. 6 Ketersediaan tenaga ahli

medis

Terdiri dari empat orang dokter hewan dan empat orang paramedis.

7 Pengontrolan dan pencegahan penyakit

Pengontrolan dan pencegahan penyakit dilakukan dengan pemberian vitamin dan pemeriksaan parasit.

Bebas dari Rasa Takut dan Tertekan

Pengelolaan aspek bebas dari rasa takut dan tertekan terdiri dari ketersediaan staf ahli, perilaku satwa yang menunjukkan stress atau sakit, penanganan satwa yang baru datang, serta upaya pencegahan rasa takut dan tertekan. Secara umum, kondisi gajah sumatera di TMR adalah baik. Tidak terlihat adanya perubahan perilaku yang mengarah pada stres atau sakit. Walaupun pada beberapa waktu terlihat adanya sedikit perubahan perilaku seperti penurunan pola makan, tetapi hal tersebut tidak berlangsung terus-menerus sehingga tidak dilakukan penanganan lebih lanjut. Stres merupakan faktor eksternal utama yang mempengaruhi kompetensi kekebalan yang dimiliki oleh gajah. Apabila stres terjadi secara berlebihan dan berkepanjangan akan memiliki efek neuhormonal pada sistem organ tubuh (Fowler dan Mikota 2006). Stres dianggap sebagai respon kumulatif satwa yang dihasilkan dari interaksi dengan lingkungannya melalui reseptor (Saseendran dan Anil 2009).

(22)

11 Tabel 9 Gambaran pengelolaan gajah sumatera dari aspek bebas dari rasa takut

dan tertekan

No Aspek Deskripsi

1 Ketersediaan staf ahli Terdapat tujuh orang perawat yang tersebar pada tiga area kandang gajah sumatera.

2 Perilaku satwa yang menunjukkan stres atau sakit

Perilaku satwa stres atau sakit tidak terlihat.

3 Penanganan satwa yang baru datang

Gajah sumatera yang baru datang tidak dipisah pada kandang karantina dan dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter hewan.

4 Upaya pencegahan rasa takut dan tertekan

Dilakukan pemantauan pada setiap gajah, sehingga apabila terdapat perilaku yang tidak biasa akan diamati sebabnya dan dilakukan penanganan.

Bebas Berperilaku Alami

Pengelolaan aspek bebas berperilaku alami terdiri dari kecukupan ruang dan kelengkapan kandang bagi satwa, keamanan kandang, pengayaan kandang, dan pengaruh kehadiran penonton. Kondisi gajah sumatera di TMR untuk mengetahui aspek bebas berperilaku alami dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Gambaran pengelolaan gajah sumatera dari aspek bebas berperilaku alami

No Aspek Deskripsi

1 Kecukupan ruang dan kelengkapan kandang bagi satwa

Kandang gajah tunggang (total luas= 1000 m2), kandang gajah liar (total luas= 2500 m2), kandang gajah di area timur TMR (total luas= 2500 m2). 2 Keamanan kandang Keamanan kandang terdiri dari pagar besi dan

parit yang terdapat pada tiga kandang.

3 Pengayaan kandang Terdapat kolam minum dan mandi, serta shelter

pada dua kandang, tetapi tidak pada dua kandang lainnya.

4 Pengaruh kehadiran penonton

Kehadiran penonton tidak berpengaruh bagi perilaku satwa.

Kecukupan kandang bagi gajah sumatera di TMR tidak sepenuhnya terpenuhi. Pada gajah tunggang dengan total luas area kandang 1000 m2 diduga kurang untuk dapat memenuhi kesejahteraannya. Luas masing-masing kandang tertutup gajah tunggang (isi empat ekor) sebesar 76,65 m2 dan dalam satu kandang tertutup terdiri dari dua ekor gajah, sedangkan shelter pada kandang yang berisi tiga ekor gajah sebesar 84,5 m2. Luas kandang tertutup gajah liar sebesar 63,88 m2 dan gajah sebelah timur sebesar 72,22 m2. Menurut BIAZA (2006), kandang harus terdiri dari kandang tertutup dengan luas paling tidak 200 m2 untuk empat ekor gajah, sedangkan luas kandang terbuka minimal 2000 m2.

(23)

12

mengekspresikan perilaku alami gajah seperti di alam yakni perilaku mandi. Gajah memerlukan akses untuk mandi atau berkubang terlebih saat cuaca panas (BIAZA 2006). Gajah harus memiliki kolam mandi pada kandang terbuka dan tertutup dengan ukuran 2m x 3,5m dan kedalaman 1m (EAZA 1997 diacu dalam Clubb dan Mason 2003). Selain berkubang, perilaku lain gajah adalah mandi debu dan menggosokkan tubuh, sehingga pengayaan juga dapat dilakukan dengan memberikan pohon di dalam kandang (McKay 1973). Batang pohon digunakan untuk menggosokan tubuh dan mengasah gading. Di TMR, gajah menggosokkan tubuhnya menggunakan tiang shelter atau dinding bangunan kandang, tetapi hal ini membuat shelter pada beberapa kandang rusak. Pengayaan kandang berupa lantai yang terbuat dari pasir atau tanah dapat dilakukan untuk menunjang perilaku mandi debu. Dalam hal keamanan, pagar besi dibuat untuk membatasi antara satwa dengan pengunjung. Terdapat parit yang dibuat mengelilingi kandang pada salah satu kandang gajah tunggang, gajah liar di sebelah barat, dan kandang gajah sebelah timur. Parit merupakan pembatas yang efektif selama tidak digunakan oleh satwa (PKBSI 2000). Adanya pengunjung tidak berpengaruh bagi gajah, sehingga gajah sumatera di TMR dapat melakukan aktivitas hariannya. Tingkat Kesejahteraan Satwa

Tingkat kesejahteraan satwa pada gajah sumatera di TMR dapat dilihat dari capaian implementasi yang diperolah pada Tabel 11.

Tabel 11 Capaian implementasi kesejahteraan satwa pada gajah sumatera di TMR No Prinsip Kesejahteraan Skoring Nilai Terbobot

Pengamat Pengelola Pengamat Pengelola 1 Bebas dari rasa lapar dan

Klasifikasi Cukup Baik

(24)

13 melakukan perluasan kandang dan menambah pengayaan kandang. Menurut BIAZA (2006), kesejahteraan gajah sebagian besar tergantung pada ukuran dan penyediaan kandang, serta komposisi kelompok dan pengayaan kandang.

Infeksi Telur Cacing Gastrointestinal pada Gajah Sumatera

Telur Cacing Gastrointestinal pada Gajah Sumatera di TMR

Hasil pemeriksaan sampel tinja gajah sumatera di TMR dengan menggunakan metode McMaster, flotasi sederhana, dan saringan bertingkat ditemukan empat tipe telur cacing yakni telur Strongylid, Trichurid, Fasciola sp, dan Paramphistomum sp. Jenis-jenis telur cacing yang diperoleh pada masing-masing gajah dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Telur nematoda yang ditemukan pada gajah sumatera di TMR

No Gajah McMaster (TTGT) Flotasi sederhana

S T S T

1 Tarzan 0 0 - -

2 Pepsi 0 0 - -

3 Widuri 0 0 - -

4 Love 80 0 - -

5 Ipah 40 0 √ -

6 Melky 0 0 - -

7 Mulyani 0 0 √ -

8 Ratih 0 0 - -

9 Olla 0 0 - -

10 Arli 0 0 - -

11 Putri 0 0 - -

12 Agustin 0 0 - -

Keterangan: S= telur Strongylid, T= Trichuris sp, 0= tidak ditemukan (kuantitatif), -= tidak ditemukan (kualitatif)

Berdasarkan sampel tinja dari 12 ekor gajah selama 14 hari ditemukan sebanyak dua ekor gajah terinfeksi telur Strongylid pada metode McMaster. Telur Strongylid pada gajah Love memiliki nilai sebesar 80 TTGT dan pada gajah Ipah sebesar 40 TTGT. TTGT adalah jumlah telur dalam tiap gram tinja.

Tipe telur Strongylid juga ditemukan pada metode flotasi sederhana yaitu pada gajah Mulyani. Tetapi telur Strongylid pada gajah Mulyani tidak ditemukan pada metode McMaster. Hal ini terjadi apabila tidak ditemukan telur cacing pada metode McMaster, bukan berarti tidak ada telur sama sekali karena tidak terdeteksi jika TTGT<40. Selain itu, metode McMaster merupakan sampling sebanyak 0,3 cc dari suspensi sejumlah 60 cc.

Metode saringan bertingkat diperuntukkan untuk telur trematoda yakni

(25)

14

Selama 14 hari pengambilan sampel tinja dari 12 ekor gajah, sebanyak delapan ekor terinfeksi telur nematoda. Hal ini menunjukkan prevalensi Strongylidosis sebesar 0,67% dan sebesar 0,08% menderita Trichuridosis. Berdasarkan infeksi yang terjadi, hanya gajah Love dan Ipah yang dapat dihitung derajat infeksinya berturut-turut yaitu 80 TTGT dan 40 TTGT. Standar ringan atau berat infeksi dari telur Strongylid yang dilihat dari nilai TTGT yang ada adalah hewan ternak ruminan dan kuda. Standar derajat infeksi pada gajah belum ditemukan karena derajat infeksi tergantung dari jenis inang dan jenis cacing yang menginfeksi.

Menurut Fowler dan Mikota (2006), pada telur nematoda ordo Strongylidea yang umum menginfeksi gajah asia antara lain Chonianguin, Equinubria, Decrusia, Murshidia, Quilonia, Khalilia, Bunostomum, Bathmostumum, Grammocephalus, Mammomonogamus, dan Leiperennia. Jenis-jenis tersebut tidak mudah dibedakan hanya dengan mengamati morfologi telur saja, karena sebagian besar telur Strongylid memiliki morfologi yang hampir serupa. Selain itu, siklus hidup ordo ini yang menginfeksi gajah belum banyak diketahui. Strongylid dewasa ditemukan di perut, usus kecil, sekum, dan usus besar, tergantung jenisnya. Strongylid betina memproduksi telur yang mengandung embrio pada tahap morula. Telur menetas dalam tinja menjadi tahap L-1 dalam waktu 1-2 hari. Larva-larva L-1 memakan mikroorganisme dalam tinja dan berkembang menjadi L-2 lalu L-3, yg merupakan tahap infektif selama 4-6 hari. Larva L-3 bermigrasi dari tinja memanjat vegetasi dalam waktu 1 minggu. Gajah mencerna tumbuhan yg terinfeksi larva L-3 dan berkembang dewasa menjadi L-4 dan L-5 di dalam perut atau usus. Transmisi infeksi Strongylid melalui infeksi larva infektif (L-3) yang terdapat pada pakan atau lingkungan yang memungkinkan masuknya cacing parasitik ke dalam tubuh inang. Lingkungan dapat menjadi sumber infeksi apabila kondisi lingkungan mendukung hidup L-3 tersebut.

Trichuris sp secara umum diketahui sebagai ‘whip-worms’ (cacing cambuk). Menurut Soulsby (1982), telur mencapai tahap infektif setelah 3 minggu pada kondisi yg baik, namun perkembangannya akan lebih lama pada suhu rendah (6-20oC), karena perkembangannya dipengaruhi kelembaban tanah dan suhu. Telur infektif dapat tetap hidup selama beberapa tahun. Inang terinfeksi dengan menelan telur, dan larva menembus usus kecil anterior selama 2-10 hari sebelum pindah ke sekum dan berkembang menjadi dewasa.

Hasil pemeriksaan dengan menggunakan saringan bertingkat dari 12 ekor gajah, 0,67% menderita trematodosis yang terdiri dari 0,33% terinfeksi Fasciola

spdan 0,33% terinfeksi Paramphistomum sp. Tidak seperti telur Strongylid, telur

Fasciola sp dan Paramphistomum sp dapat dibedakan. Fasciola sp merupakan cacing parasit besar dalam saluran empedu dan usus mamalia, terutama ungulata, dengan tubuh berbentuk daun, besar, dan cangkang telur tipis (Soulsby 1982). Jenis ini memiliki telur berwarna kuning. Siput yang berfungsi sebagai inang menengah (perantara) memerlukan tanah yang cukup lembab sepanjang tahun agar telur dapat berkembang menjadi tahap remaja. Sungai, kolam, dan daerah berawa dapat menjadi sumber infeksi karena daerah tersebut merupakan tempat perkembangbiakkan siput (Bowman et al. 2003). Telur

(26)

15 sp terdapat di bagian atas usus halus dan bermigrasi melalui abomasum ke rumen. Pada infeksi berat, migrasi ke rumen cenderung berkepanjangan, dan dapat menyebabkan sakit selama beberapa bulan. Inang terakhir adalah vegetasi yang termakan bersama metaserkaria dan masuk ke dalam saluran pencernaan (Soulsby 1982).

Pemberian anthelmintik berdasarkan pertimbangan derajat infeksi diberikan kepada hewan ternak dengan infeksi yang tinggi. Pertimbangan ini disebabkan karena banyaknya populasi hewan ternak dan tingginya biaya pemberian anthelmintik apabila derajat infeksi tidak berat. Tidak seperti hewan ternak, pada satwa dilindungi pemberian anthelmintik tanpa melalui pertimbangan. Adapun pemberian anthelmintik bukan merupakan satu-satunya pengendalian, melainkan perlu adanya pengendalian terpadu antara lain selain pemberian anthelmintik, diperlukan perbaikan pengelolaan terutama sanitasi lingkungan yang mendukung adanya cacing parasitik atau terjadinya faktor resiko infeksi cacing parasitik. Ukuran Jenis Telur Cacing yang ditemukan pada Gajah Sumatera di TMR

Ukuran pada masing-masing jenis telur cacing yang ditemukan dapat diketahui melalui pengukuran panjang dan lebar. Berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan metode McMaster, flotasi sederhana, dan saringan bertingkat ditemukan telur jenis nematoda yaitu telur Strongylid dan Trichuris sp, serta telur trematoda yaitu Fasciola sp dan Paramphistomum sp.

Telur Strongylid yang ditemukan memiliki panjang (70,70-106,60)µm dengan panjang rata 85,35 µm dan lebar (38,50-63,50) µm dengan lebar rata-rata 51,81 µm. Panjang dan lebar rata-rataan tersebut tidak berbeda jauh dengan ukuran telur Strongylid yaitu (50-90) x (22-50)µm (Soulsby 1982) dan (40-60) x (20-40)µm (Foreyt 2001). Pada telur Trichuris sp tidak dilakukan pengukuran. Hal ini disebabkan oleh hilangnya telur dari pandangan mata saat akan dilakukan pengukuran. Trichuris sp ditemukan pada metode saringan bertingkat yang menggunakan air sebagai bahan pelarut, sehingga telur bercampur dengan endapan lain dan memudahkan telur bergeser apabila terjadi pergerakan pada gelas objek. Ukuran jenis telur Strongylid yang ditemukan pada gajah sumatera di TMR dapat dilihat pada Tabel 13.

(27)

16

Telur Fasciola sp yang ditemukan memiliki ukuran (127,50-152,80) x (72,20-99,80)µm dengan rataan panjang dan lebar adalah (145,31 x 90,93)µm. Ukuran rataan tersebut termasuk kedalam ukuran telur Fasciola sp yaitu (130-197) x (63-104)µm (Soulsby 1982) dan tidak berbeda jauh dengan telur Fasciola

sp menurut Foreyt (2011) yaitu (140 x 80)µm. Ukuran jenis telur Fasciola sp yang ditemukan pada gajah sumatera di TMR dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Ukuran telur Fasciola sp pada gajah sumatera di TMR Jenis

Telur Paramphistomum sp memiliki ukuran panjang dan lebar yaitu (128,10-143,80) x (58,70-76,70)µm. Morfologi dan ukuran telur

Paramphistomum sp terlihat tidak jauh berbeda dengan telur Fasciola sp. Rataan ukuran telur Paramphistomum sp termasuk kedalam ukuran telur menurut Soulsby (1982) yaitu (114-176) x (73-100)µm, tetapi tidak berbeda jauh dengan rataan ukuran menurut Foreyt (2001) yaitu (150 x 75)µm. Ukuran jenis telur

Paramphistomum sp yang ditemukan pada gajah sumatera di TMR dapat dilihat pada Tabel 15.

(28)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1 Pengelolaan kesejahteraan gajah sumatera di TMR telah dilakukan dengan cukup baik dengan fokus pada aspek pengelolaan yang terdiri dari pengelolaan pakan, kesehatan, dan kandang.

2 Tingkat kesejahteraan gajah sumatera di TMR termasuk ke dalam klasifikasi cukup sampai baik, dengan hasil penilaian 63,33 sampai 74,44.

3 Terdapat indikasi infeksi cacing gastrointestinal pada gajah sumatera di TMR yang teridentifikasi berdasarkan analisis morfologi telur cacing ditemukan, yaitu telur Strongylid, Trichuris sp, Fasciola sp, dan Paramphistomum sp.

Saran

Untuk meningkatkan pengelolaan kesejahteraan gajah sumatera, maka perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut:

1 Penambahan luas kandang.

2 Pengayaan (enrichment) kandang dengan menambah shelter dan pohon/batang untuk mendukung perilaku alami gajah sumatera.

3 Penambahan kandang/ruang medis bagi satwa gajah sumatera.

4 Peningkatan pemantauan dengan pengendalian terhadap infeksi cacing gastrointestinal.

DAFTAR PUSTAKA

[BIAZA] British and Irish Association of Zoos and Aquariums. 2006.

Management Guidelines for the Welfare of Zoos Animals: Elephants. London (UK): British and Irish Association of Zoos and Aquariums.

[PKBSI] Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia. 2000. Pengelolaan Taman Satwa di Indonesia. Jakarta (ID): PKBSI.

Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar. Bogor (ID): IPB Press.

Bowman DD, Lynn RC, Eberhard ML, Alcaraz A. 2003. Georgis: Parasitology for Veterinarians. Missouri (US): Saunders An Imprint of Elsevier.

Clubb R, Mason G. 2003. A Review of the Welfare of Zoo Elephants in Europe: A Report Commissioned by the RSPCA. Oxford (UK): University of Oxford. Foreyt WJ. 2001. Veterinary Parasitology: Reference Manual. Iowa (US): A

Blackwell Publishing Company.

Fowler ME, Mikota SK. 2006. Biology, Medicine, and Surgery of Elephants. Iowa (US): Blackwell Publishing.

Georg-Klos H, Lang EM. 1982. Handbook of Zoo Medicine: Diseases and Treatment of Wild Animals in Zoos, Game Parks, Circuses, and Private Collections. New York (US): Van Nostrand Reinhold Company.

(29)

18

McKay GM. 1973. Behavior and Ecology of the Asiatic Elephant in Southeastern Ceylon. Washington D. C (US): Smithsonian Institution Press.

Nyhus PJ, Tilson R, Sumianto. 2000. Crop-raiding Elelphants and Conservations Implications at Way Kambas National Park, Sumatera, Indonesia. Oryx 34(4): 262-274.

Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi.

Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: P.9/IV-SET/2011 tentang Pedoman Etika dan Kesejahteraan Satwa di Lembaga Konservasi.

Permin A, Hansen JW. 1998. Epidemiology, Diagnosis and Control of Poultry Parasites. Rome (ITA): Food and Agriculture Organization of The United Nations.

Posta B, Huber R, Moore III DE. 2013. The Effects of Housing on Zoo Elephant Bahavior: A Quantitative Case Study of Diurnal and Seasonal Variation.

International Journal of Comparative Psychology (26): 37-52.

Regassa A, Woldemariam T, Demisie S, Moje N, Ayana D, Abunna F. 2012. Bovine Fasciolosis: Coprological, Abattoir Survey and Finansial Loss Due to Liver Condemnation in Bishooftu Municipal Abattoir, Central Ethiopia.

European Journal of Biological Science 4(3): 83-90.

Riddle HS, Stremme C. 2011. Captive Elephants: An Overview. Journal of Threatened Taxa 3(6): 1826-1836.

Saseendran PC, Anil KS. 2009. Healthcare Management of Captive Asian Elephant. Thrissur (IND): Kerala Agricultural University Press.

Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods, and Protozoa of Domesticated Animals. London (UK): Bailliere Tindall.

Southwell J, Fisk C, Sallur N. 2008. Internal Parasite Control in Sheep. Armidale NSW (AUS): Sheep CRC Ltd.

Sukumar R. 2003. The Living Elephants: Evolutionary Ecology, Behavior, and Conservation. New York (US): Oxford University Press.

(30)

19 Lampiran 1 Tipe telur Strongylid yang ditemukan pada gajah sumatera di TMR

menggunakan metode McMaster (TTGT)

Gajah Hari

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Tarzan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pepsi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Widuri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Love 0 80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Ipah 0 0 40 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Melky 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mulyani 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Ratih 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Olla 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Arli 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Putri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Agustin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Keterangan: TTGT= jumlah telur tiap gram tinja, 0= tidak ditemukan

Lampiran 2 Tipe telur Strongylid yang ditemukan pada gajah sumatera di TMR menggunakan metode flotasi sederhana

Gajah Hari

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Tarzan - - - -

Pepsi - - - -

Widuri - - - -

Love - - - -

Ipah - - - √ - -

Melky - - - -

Mulyani - - - √ - - - -

Ratih - - - -

Olla - - - -

Arli - - - -

Putri - - - -

(31)

20

Lampiran 3 Telur trematoda yang ditemukan pada gajah sumatera di TMR menggunakan metode saringan bertingkat

Gajah Hari

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Tarzan - - - -

Pepsi - - - P - -

Widuri - - - (S) F

Love - - - -

Ipah - - - -

Melky - - - (S) - - - - Mulyani - - - F

Ratih - - - F - -

Olla - - (S) P (T)

- - (S) - - - -

Arli - - - F - - - - -

Putri - - P - - - (S) - (S) Agustin - - (S)

P

- - - (S) - - - Keterangan: (S)= telur Strongylid, (T)= Trichuris sp, F= Fasciola sp (trematoda),

(32)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta, 26 Maret 1991 dan merupakan anak pertama dari Dwidjo Hadikusumo dan Amanda Anggaradewi. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu SD Islam Dian Didaktika, Depok (1997-2003), Sekolah Menengah Pertama di SMPN 85 Jakarta, lulus pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Labschool Cinere, Depok, lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Barat – Kamojang (2011), Praktek Pengelolaan Hutan (PEH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2012), dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran (2013). Penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA).

Gambar

Tabel 1 Penilaian aspek kesejahteraan gajah sumatera (Elephas maximus          sumatranus) di TMR
Tabel 2 Skor penilaian kriteria kesejahteraan satwa di TMR
Tabel 3 Bobot penentuan klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa
Tabel 6 Gambaran pengelolaan gajah sumatera dari aspek bebas dari rasa lapar     dan haus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kajian tentang pakan gajah sumatera dilakukan pada bulan Januari – Februari 2014 bekerjasama dengan WWF-Indonesia di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit

Jumlah pakan gajah yang ditemukan di Resort Air Hitam TNTN adalah 39 jenis terdiri dari habitat bukaan dan rawa 7 jenis, habitat semak belukar 9 jenis, dan habitat hutan alam 23

Strategi konservasi gajah sumatera di SM Padang Sugihan yaitu pembuatan koridor satwa terutama di luar kawasan yang terdapat kelompok satwa gajah, manajemen populasi gajah di

Preferensi Hijauan Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus): Studi Kasus di Kawasan Seblat.. Hutwan

Mengenai bagaimana perilaku makan dari gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) Flying Squad dan jenis vegetasi yang dimakan oleh gajah sumatera (Elephas

Mengenai bagaimana perilaku makan dari gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) Flying Squad dan jenis vegetasi yang dimakan oleh gajah sumatera (Elephas

Preferensi Hijauan Pakan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus): Studi Kasus di Kawasan Seblat.. Hutwan

Preferensi jelajah harian gajah sumatera lebih dominan berada pada area tutupan lahan hutan dan semak belukar sehingga dapat diasumsikan bahwa area tersebut memiliki sumber pakan yang