• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberhasilan Reproduksi Tapir Asia (Tapirus indicus) Di Kebun Binatang Di Dunia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keberhasilan Reproduksi Tapir Asia (Tapirus indicus) Di Kebun Binatang Di Dunia"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERHASILAN REPRODUKSI TAPIR ASIA

(

Tapirus indicus

) DI KEBUN BINATANG DI DUNIA

NURUSSIFA RAHMA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Keberhasilan Reproduksi Tapir Asia (Tapirus indicus) di Kebun Binatang di Dunia adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Nurussifa Rahma

(3)

ABSTRACT

NURUSSIFA RAHMA. Reproduction Success of Malayan Tapir (Tapirus indicus) in Zoos Around The World. Under direction of LIGAYA TUMBELAKA

The aim of this study was to analyze reproduction datas of malayan Tapir (Tapirus indicus) which spread in the zoos world wide and recorded in International Malayan Tapir Studbook which were marriage season pattern, amount of birth, offspring survival, and life expectation. Tapirs recorded in International Malayan Tapir Studbook until July 2009 were 921 heads, with tapirs bornt in conservation were 540 heads. Cubs were born all year round without following certain season (nonseasonal). The result showed that tapir has low dead give-birth level (stillbirth 0,0-7,93%) and high give-birth potention (1 head every 2 years) so the population can be increased by good management practices.

(4)

RINGKASAN

NURUSSIFA RAHMA. Keberhasilan Reproduksi Tapir Asia (Tapirus indicus) di Kebun Binatang di Dunia. Dibimbing oleh LIGAYA TUMBELAKA

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji data reproduksi Tapir asia (Tapirus indicus) yang tersebar di kebun binatang seluruh dunia dan tercatat dalam International Malayan Tapir Studbook meliputi pola musim kawin, kemampuan induk menghasilkan anakan, jumlah kelahiran, daya hidup anakan, dan umur harapan hidup. Jumlah Tapir asia yang tercatat dalam International Malayan Tapir Studbook hingga bulan Juli 2009 adalah 921 ekor, dengan tapir yang lahir di kebun binatang sebanyak 540 ekor. Anak tapir lahir sepanjang tahun tanpa mengikuti musim tertentu (nonseasonal). Hasil analisis menunjukkan bahwa Tapir asia memiliki tingkat kematian yang rendah (kejadian lahir mati 0% hingga 7,93%) dan potensi kelahiran yang tinggi (1 ekor tiap 2 tahun) sehingga populasinya dapat ditingkatkan bila dikelola dengan baik.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

KEBERHASILAN REPRODUKSI TAPIR ASIA

(

Tapirus indicus

) DI KEBUN BINATANG DI DUNIA

NURUSSIFA RAHMA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Keberhasilan Reproduksi Tapir Asia (Tapirus indicus) di Kebun Binatang di Dunia

Nama : Nurussifa Rahma

NIM : B04062986

Disetujui

Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc Pembimbing

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan FKH IPB

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat serta karunia-Nya sehingga penyusunan dan penulisan skripsi dengan judul Keberhasilan Reproduksi Tapir asia (Tapirus indicus) di Kebun Binatang di Dunia dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun dengan metode telaah pustaka berdasarkan rasa keingintahuan penulis tentang keberhasilan reproduksi Tapir asia di Indonesia, luar Indonesia daerah tropis, dan luar Indonesia daerah subtropis. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberhasilan reproduksi Tapir asia dan dapat menjadi acuan pengetahuan untuk menunjang keberhasilan reproduksi Tapir asia di Indonesia.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis tidak dapat melupakan jasa-jasa dari seluruh pihak yang telah membantu. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

- Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc. sebagai dosen pembimbing atas segala bantuan, arahan, dukungan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis. - Ibu Sharmy Prastiti sebagai International Malayan Tapir Studbook Keeper yang

telah memberikan data sekunder mengenai data individu Tapir asia di dunia. - Dr. drh. Deni Noviana sebagai dosen pembimbing akademik atas segala dukungan

dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

- Ibu Dyah Maharani, Bapak Ahmad Yazid, adik Fahmi Noor Ghazali, dan seluruh keluarga besar atas segala doa dan dukungan yang tiada henti untuk penulis. - Bapak Nobo yang telah membantu dalam penulisan makalah dan skripsi.

- Teman-teman satu bimbingan (Igit, Putra, Yuvita, Rista, dan Unita) atas segala bantuan dan dukungannya.

- Keluarga besar FKH, terutama Aesculapius 43 (Ayu, Abhe, Asme, Nobo, Hadi, Iir, Indra, Binol, Ipinth, Galuh, Sonni, Mbambit, Dhinta, dan teman-teman lainnya) serta kak Winda atas dukungan, kebersamaan dan kenangan yang tak akan pernah terlupakan.

- Keluarga Bateng 69 (Jamil, Ayun, Mira, Ria, Mei, Poppy, Asti, Renna, Nadia, Sri, Megumi) atas dukungan dan kebersamaannya.

- Teman-teman Himpunan Minat Profesi Satwa Liar atas pengalaman dan pelajaran berharga yang telah diberikan kepada penulis.

- Serta semua pihak dan fasilitas yang telah membantu penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis akan menerima kritik dan saran dengan senang hati. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2011

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Painan pada tanggal 22 Maret 1989 dari bapak Ahmad Yazid, MKes. dan ibu Dyah Maharani, SKM. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Semarang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih jurusan Fakultas Kedokteran Hewan sebagai minatnya.

(10)

DAFTAR ISI

Habitat dan Persebaran ... 8

Pakan dan perilaku ... 9

Studbook ... 14

Habitat Ex-situ ... 14

MATERI DAN METODE Hewan yang Diteliti ... 16

Metodologi ... 16

Tempat dan Waktu ... 16

Analisis Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Musim Kawin ... 17

Kemampuan Induk Menghasilkan Anakan ... 20

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Tanaman yang disukai oleh Tapir asia dalam area penelitian di

Taman Negara, Malaysia ... 9

2 Pola bulan perkawinan Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga

tahun 2009 ... 19

3 Kemampuan induk Tapir asia dalam menghasilkan anakan di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan

Tapir Studbook hingga tahun 2009 ... 20

4 Rata-rata per tahun jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir

Studbook hingga tahun 2009 ... 22

5 Daya hidup anakan Tapir asia yang lahir di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook

hingga tahun 2009 ... 24

6 Umur harapan hidup Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Empat jenis tapir yang hidup di dunia ... 4

2 Tapir asia (Tapirus indicus) ... 5

3 Perilaku kawin Tapir asia ... 6

4 Induk Tapir asia dan anaknya ... 7

5 Persebarab habitat alami Tapir asia (Tapirus Indicus) ... 8

6 Pola bulan kelahiran Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009 ... 18

7 Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009 ... 22

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di Indonesia

berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga

tahun 2009 ... 30

2 Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di luar Indonesia daerah tropis berdasarkan International Malayan Tapir

Studbook hingga tahun 2009... 35

3 Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di luar Indonesia daerah subtropis berdasarkan International Malayan Tapir

(14)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Tapir adalah mamalia yang termasuk dalam golongan perissodactyla. Tapiridae merupakan famili yang terdiri atas empat spesies, salah satunya adalah Tapirus indicus yang merupakan spesies Dunia Lama (Old World Species). Tiga spesies lainnya berasal dari spesies Dunia Baru (New World Species) yaitu Tapirus terrestris (Tapir dataran rendah), Tapirus bairdii (Tapir bairdii), dan Tapirus pinchaque (Tapir pegunungan) (Nash 2009). Tapirus indicus biasa juga disebut sebagai Tapir malayan atau Tapir asia. Hewan ini dapat ditemukan di Bagian Selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara, dan Sumatra. Berdasarkan kriteria IUCN (International Union For Conservation of Nature and Natural Resources) tahun 2008 Tapir asia termasuk ke dalam golongan endangered (terancam punah) (Lynam et al. 2008) dan termasuk ke dalam daftar appendix 1 menurut CITES (Convention of International Trade in Endangered Species). Di Indonesia, hewan ini adalah hewan yang dilindungi oleh undang-undang sejak pemerintahan Belanda pada tahun 1931 dan diteruskan oleh beberapa undang-undang baru yang dibuat oleh pemerintah Indonesia.

Tapir berperan penting dalam membentuk dan menjaga biodiversitas ekosistem tropis. Penurunan populasi dari satwa tersebut dapat menyebabkan gangguan beberapa proses ekologi pada hutan seperti penyebaran biji dan perputaran nutrisi. Kerusakan habitat dan perburuan liar merupakan ancaman utama terhadap berkurangnya populasi Tapir asia dalam habitat aslinya.

(15)

Tujuan penelitian

Penelitian bertujuan untuk menganalisis data reproduksi Tapir asia (Tapirus indicus) yang tersebar di kebun binatang di seluruh dunia yang dicatat dalam International Malayan Tapir Studbook meliputi pola musim kawin, kemampuan induk menghasilkan anakan, jumlah kelahiran, daya hidup anakan, dan umur harapan hidup.

Manfaat

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Tapir asia (Tapirus indicus)

Taksonomi

Tapir asia (Tapirus indicus) adalah salah satu spesies tapir dari famili tapiridae dan genus Tapirus. Tapir asia merupakan jenis yang terbesar dari keempat jenis tapir yang hidup di dunia dan satu-satunya yang berasal dari Asia. Di Indonesia, hewan ini memiliki habitat alami di hutan hujan tropis di pulau Sumatra. Tapir di daerah Sumatra umumnya memiliki nama lokal yaitu tanuak atau seladang, gindol, babi alu, kuda ayer, kuda rimbu, kuda arau, marba, cipan, dan sipan. Berikut ini adalah klasifikasi Tapir asia menurut Desmarest 1819:

dunia : Animalia filum : Chordata subfilum : Vertebrata kelas : Mammalia ordo : Perissodactyla famili : Tapiridae genus : Tapirus

spesies : Tapirus indicus

(17)

Gambar 1 Empat jenis tapir yang hidup di dunia Sumber: Nash (2009)

Morfologi

Nash (2009) menyebutkan bahwa Tapir asia merupakan jenis yang terbesar dari keempat jenis tapir lainnya. Hewan ini mudah dikenali berdasarkan pola warna tubuhnya. Bagian depan tubuh mulai dari kepala, leher dan kaki berwarna hitam, sedangkan bagian belakang termasuk punggung dan pinggang berwarna putih. Telinga berbentuk oval dan tegak lurus, dengan ujung telinga berwarna putih. Hewan ini memiliki mata yang kecil dengan indera penglihatan yang agak buruk, karena itu tapir lebih mengandalkan indera penciuman dan pendengaran dalam menjalani kehidupannya.

(18)

Tapir memiliki ciri khas yaitu bentuk hidungnya yang memanjang seperti belalai pada gajah, tetapi pada tapir lebih pendek. Belalai tersebut merupakan gabungan dari hidung dan bibir atas yang terdiri dari otot dan jaringan ikat lunak (Tapir Specialist Group 2007), berfungsi untuk mengambil daun muda atau buah dari pepohonan. Hidung ini didekatkan ke tanah saat hewan ini berjalan.

Fahey (2009) menyebutkan bahwa tapir memiliki empat jari di tiap kaki depan dan tiga jari di tiap kaki belakangnya yang dilengkapi dengan kuku. Jari kaki keempat pada kaki depan tapir tidak menyentuh tanah pada saat berjalan, sehingga hanya terlihat tiga bentukan jari pada jejak kakinya. Jejak kaki depan individu dewasa memiliki panjang antara 155–220 mm dan lebar sekitar 139–240 mm, sedangkan kaki belakang memiliki panjang sekitar 127–220 mm dan lebar 113–180 mm. Bentuk tubuh yang membulat dan kaki depan yang lebih pendek memungkinkan tapir untuk berlari dengan cepat diantara rerimbunan semak. Selain itu, tapir memiliki kemampuan untuk berenang dan menyelam dalam air untuk waktu yang cukup lama. Tapir asia dewasa dapat tumbuh hingga mencapai panjang 1,8-2,4 m (sekitar 6-8 kaki) dan tinggi 0,9 m (sekitar 3 kaki) (Lernout & Hauspie 2009). Tapir betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada tapir jantan. Bobot tubuh tapir betina berkisar antara 340-430 kg, sedangkan tapir jantan 295-385 kg (Tapir Specialist Group 2007).

(19)

Reproduksi

Sistem reproduksi biologi dan tingkah laku tapir umumnya hampir sama untuk semua spesiesnya. Hewan ini akan mengalami kematangan seksual pada umur sekitar 2 tahun (Barongi 1993). Periode kebuntingan Tapir asia berlangsung selama kurang lebih 400 hari atau 13 bulan. Siklus estrus pada tapir betina dapat diketahui berdasarkan kadar progesteron dan estradiol dalam plasma (Schaftenaar et al. 2006). Pada umumnya, tapir betina mengalami siklus estrus yang berulang tiap kurang lebih 43 hari dengan estrus yang terjadi selama 1-4 hari (Tapir Specialist Group 2007). Tapir jantan akan mengawini betina satu kali dalam periode tersebut dengan kopulasi yang dapat terjadi selama 15–20 menit. Tapir asia memiliki siklus estrus yang lebih panjang dibandingkan dengan Tapir bairdii yang hanya berlangsung selama sekitar 1 bulan (Brown et al. 1994; Kusuda et al. 2002). Tapir betina akan menunjukkan estrus postpartum dan memungkinkan untuk kembali bunting pada waktu 1-3 bulan setelah melahirkan (Grzimek 1990). Bamberg et al. (1991) mengemukakan bahwa kebuntingan pada tapir betina yang terdapat di alam bebas dapat didiagnosa terhadap kadar esterogen dalam feses menggunakan metode enzyme immunoassay.

Gambar 3 Perilaku kawin Tapir asia

(20)

April dan Mei. Perkawinan ditandai dengan ritual saling berkejaran dan bercumbu terlebih dahulu. Setelah tertarik secara seksual, hewan ini akan membuat suara menciut dan bersiul kemudian mencoba untuk saling mencium bagian genital sambil berputar-putar. Mungkin juga hewan ini akan saling mengigit daerah telinga, kaki ataupun panggul.

Tapir asia merupakan jenis yang terbesar pada saat lahir dibandingkan jenis tapir lainnya dan tumbuh lebih cepat dari jenis tapir lain. Tapir betina melahirkan satu anak tiap dua tahun dan dapat hidup hingga mencapai 30 tahun. Anak Tapir asia disapih pada umur 6 hingga 8 bulan. (Fahey 2009). Anak tapir yang baru lahir sangat tergantung pada induknya. Dalam habitat alaminya, seringkali seekor induk tapir terlihat sedang bersama anaknya. Sebelum melahirkan, tapir betina akan memisahkan diri hingga anaknya lahir dan berumur tiga sampai empat bulan. Dalam beberapa kasus kelahiran bayi jantan, induk tapir dapat meninggalkan anaknya lebih cepat, namun demikian dalam contoh kasus lainnya, induk tapir tidak dapat meninggalkan anaknya dan bergaul kembali dengan tapir lainnya hingga anaknya benar benar dapat berpisah dari induknya. Beberapa minggu setelah kelahiran, induk tapir akan meninggalkan anaknya di tempat tersembunyi. Setelah berumur beberapa bulan, anak tapir akan mulai mengikuti induknya untuk belajar mencari makan.

Gambar 4 Induk Tapir asia dan anaknya Sumber: Nash (2009)

(21)

bintik-bintik putih, pola yang memungkinkannya bersembunyi secara efektif di dalam bayang-bayang hutan untuk menghindari predator di alam liar. Pola ini akan memudar dan berubah menjadi pola warna tapir dewasa pada umur 105 hari.

Habitat dan Persebaran

Dahulu, Tapir asia dapat ditemukan di seluruh hutan hujan dataran rendah di Asia Tenggara termasuk Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Burma, Thailand, dan Vietnam. Namun populasinya semakin lama semakin menurun. Saat ini, Tapir asia memiliki persebaran meliputi Myanmar, Thailand bagian selatan, Peninsular Malaysia, dan pulau Sumatera (Cranbrook dan Piper 2009).

Gambar 5 Persebaran habitat alami Tapir asia (Tapirus indicus) Sumber: Khan (1997)

(22)

Menurut informasi Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (2007), populasi tapir di Lembaga Konservasi ex-situ di Indonesia tercatat 17 ekor yang tersebar di Taman Margasatwa Ragunan 4 ekor, Taman Safari Cisarua 5 ekor, Taman Safari Prigen 2 ekor, Kebun Binatang Gembira Loka 3 ekor, dan Kebun Binatang Taman Sari Bandung 3 ekor. Populasi di alam belum diketahui, namun diduga terus menurun.

Pakan dan perilaku

Tapir adalah jenis hewan herbivora, yaitu hewan pemakan tumbuhan (Jenssen & Michelet 1995). Hewan ini selektif memilih makanannya, yaitu berupa daun muda.

Tabel 1 Tanaman yang disukai oleh Tapir asia dalam area penelitian di Taman Negara, Malaysia

Nama Ilmiah Nama Lokal

Lasianthus maingayi M. curtisii var. glabra

(23)

Tapir biasanya memakan umbi, daun-daunan dan buah-buahan dari lebih 115 jenis tumbuhan. Menu pakan pada tapir yang terdapat dalam penangkaran biasanya terdiri dari pelet atau pakan khusus untuk hewan pemakan tumbuhan yang dijual secara komersil (kurang lebih terdiri dari 15% protein, 0,7% lisin, 21% serat) dan hijauan (kurang lebih terdiri dari 18% protein dan 30% serat). Pakan yang diproduksi secara komersil dan bahan makanan yang berasal dari tanaman perkebunan juga dapat digunakan sebagai pakan. Pisang dan buah-buahan lunak lainnya merupakan makanan yang disukai oleh tapir. Buah-buah-buahan tersebut juga dapat digunakan untuk membantu penanganan perilaku tapir, misalnya untuk pelatihan dan administrasi standar perawatan medis (Nowak 1999).

Berbagai jenis makanan dapat digunakan sebagai pakan tapir tetapi sebaiknya mencukupi dengan hijauan sebanyak 33%, pelet dengan kandungan gizi lengkap dan makanan komersil atau hasil perkebunan sebanyak 33%. Total jumlah pakan yang dapat diberikan kepada satu ekor tapir dewasa dalam satu hari sebanyak kurang lebih 4-5 % dari bobot tubuh minimalnya. Semua bahan pakan dipotong sesuai ukuran gigitan dan makanan yang diberikan segar setiap hari. Pakan diletakkan dalam suatu wadah tempat makan terpisah. Tapir yang berada dalam penangkaran memiliki beberapa catatan tentang penyakit wasir atau prolapsus anii. Penyakit tersebut dapat disebabkan oleh pemberian pakan dengan kandungan serat yang rendah seperti pakan yang berasal dari produk komersil (Barongi 1993). Pakan yang kasar dan berukuran terlalu besar juga dapat menyebabkan penyakit wasir karena tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat mengganggu saluran pencernaan. (Brooks et al. 1997)

Dalam habitat alaminya, kegiatan makan tidak hanya terpusat pada satu tempat. Tapir akan mencari makanan dimana terdapat banyak dedaunan dan buah-buahan yang sesuai dengan seleranya. Hewan ini mengkonsumsi makanannya dalam jumlah sedikit tetapi terus menerus selama periode aktifnya. Saluran pencernaan tapir sangat mirip dengan kuda, dimana proses fermentasi makanan oleh mikroba terjadi di dalam sekum (hindgut fermenter).

(24)

di sekitarnya, walaupun daerah tersebut biasanya juga merupakan daerah kekuasaan individu tapir lainnya (Eisenberg et al. 1990). Hewan ini bergerak dengan lambat, tetapi bila merasa terancam tapir dapat lari dengan cepat. Tapir juga dapat membela diri dengan rahang kuat serta gigi tajamnya. Hewan ini berkomunikasi satu sama lain dengan cicitan dan siulan bernada tinggi dan juga suka tinggal di dekat air untuk mandi dan berenang. Tapir juga bisa memanjat tempat yang curam dan aktif terutama malam hari, walaupun tidak benar-benar nokturnal. Hewan ini cenderung makan begitu matahari terbenam dan sebelum matahari terbit, dan juga tidur sebentar di siang hari. Tingkah laku ini menandai mereka sebagai hewan crepuscular. Perilaku sosial dari tapir dalam penangkaran sangat tergantung dari pribadi tiap individu, pengalaman di masa lalu, keberadaan makanan dan sistem pengandangan. Beberapa kebun binatang hanya dapat menempatkan dua ekor tapir dalam satu kandang, sedangkan kebun binatang di Singapura dan Kuala Lumpur dapat menempatkan 5-10 ekor tapir dalam satu kandang. Hal ini tergantung dari pengelolaan tiap-tiap penangkaran.

Menurut Barongi (1993), terdapat beberapa syarat untuk pembuatan kandang tapir. Hewan tersebut sebaiknya memiliki dua ruangan kandang yaitu kandang dalam dan kandang luar.

Persyaratan kandang dalam:

1. Setiap ruangan kandang memiliki ukuran minimum 3x3 meter atau 9 meter2. Kandang saling berhubungan dengan 4 pintu sorong yang lebar yang dapat digunakan tanpa menimbulkan resiko mencelakai penjaga. Sebaiknya terdapat satu kandang untuk satu ekor tapir sehingga hewan tersebut dapat dipisahkan untuk melahirkan, perawatan kesehatan, atau bila ada masalah perilaku.

(25)

untuk tempat beristirahat pada saat musim dingin. Permukaan lantai tidak terlalu kasar untuk mencegah terjadinya abrasi atau perlukaan pada telapak kaki tapir.

3. Suhu di dalam ruangan dijaga antara 65,0-85,0 oF atau 18,0-29,5 oC. Tingkat kelembaban dijaga di atas 50%, kecuali jika dalam ruangan tersedia kolam. Pada saat musim dingin, sebaiknya suhu alas kandang dijaga agar tetap hangat.

4. Air minum tersedia setiap saat. Jika air kolam kurang, tapir yang minum tetap aman dari kemungkinan jatuh ke dalam kolam. Tapir yang tidak memiliki akses menuju kolam sebaiknya disiram atau disemprotkan air setiap hari.

5. Syarat minimum kolam dalam ruangan masih belum ditentukan. Jika tidak terdapat kolam di dalam ruangan dan tapir harus tetap berada di dalam kandang dalam beberapa minggu, maka pengadaan kolam di dalam kandang direkomendasikan. Kolam sebaiknya cukup besar untuk tempat berenang dua ekor tapir dewasa. Untuk keamanan dan kemudahan keluar dan masuk ke dalam kolam, sebaiknya kolam dibuat dengan kedalaman yang meningkat berangsur-angsur dan permukaan yang tidak licin. Tapir dapat menahan nafas di dalam air selama 2-3 menit.

6. Semua areal dalam ruangan kandang berada dalam keadaan bersih. Kandang sebaiknya menghadap ke timur agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak lembab. Apabila kandang sedang dibersihkan, tapir sebaiknya dipindahkan pada kandang yang berdekatan.

Persyaratan kandang luar: 1. Luas areal

(26)

2. Pagar pembatas

Pembatas untuk pinggir kandang luar sebaiknya dibuat parit yang dangkal dan dibuat miring dengan dinding setinggi 6 kaki atau sekitar 2 meter dari bibir parit. Pagar kandang tanpa parit sebaiknya memiliki pembatas minimal setinggi 6 kaki (sekitar 1,8 meter). Pagar pembatas bisa terbuat dari kayu atau rantai yang saling berhubungan. Tapir tidak bisa melompat tapi dapat dengan mudah memanjat dinding yang tegak lurus sekalipun setinggi 4 kaki atau sekitar 1,2 meter. Tapir adalah hewan yang sangat kuat dan dapat menerobos rantai jika rantai dibuat tidak terlalu kuat. Semua pengunjung sebaiknya menjaga jarak sejauh tidak kurang dari tiga kaki dari segala kemungkinan kontak dengan tapir.

3. Tempat berteduh atau naungan

Tapir adalah hewan liar yang membutuhkan tempat untuk berteduh setiap saat. Pada saat kondisi iklim sedang panas, sebaiknya dalam kandang disiapkan lebih banyak tempat berteduh.

4. Permukaan

Permukaan di kandang luar sebaiknya berupa tanah padat atau rumput. 5. Kolam

Akses menuju kolam di luar ruangan bila daerah tersebut sedang mengalami musim panas merupakan syarat minimum yang harus disiapkan. Hal ini penting untuk menjaga kesehatan tapir dan juga untuk menjaga perilaku pada tapir. Kolam berisi air bersih yang diganti setiap hari.

6. Topografi area pergerakan kandang luar

Area untuk pergerakan di luar ruangan sebaiknya dibuat relatif datar dengan tidak terdapat celah yang sempit dan tikungan 90o.

(27)

Studbook

Studbook merupakan catatan keberadaan suatu jenis hewan tertentu meliputi kode hewan, jenis kelamin, waktu dan tempat kelahiran, kode induk jantan, kode induk betina, identitas lokal, waktu dan tempat perpindahan, waktu dan tempat kematian, nama hewan, kode regional dan penyebab kematian. International Malayan Tapir Studbook berisi data individu keberadaan seluruh Tapir asia (Tapirus indicus) di seluruh dunia hingga tahun 2009.

Studbook biasa juga disebut buku pemeliharaan (breed registry). Hewan yang terdaftar dalam studbook dapat diidentifikasi dengan mudah untuk menentukan pasangan dalam mengawinkan hewan tersebut agar tidak terjadi perkawinan sedarah atau inbreeding.

Habitat Ex-situ

Saat ini upaya konservasi cenderung dipilah menjadi 2 kategori besar, yaitu konservasi in-situ dan konservasi ex-situ. Konservasi in-situ adalah upaya konservasi suatu spesies di habitat aslinya, sebaliknya konservasi ex-situ adalah upaya konservasi suatu spesies di luar habitat aslinya. Konservasi ex-situ (di luar kawasan) adalah upaya konservasi yang dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitat alaminya dengan cara pengumpulan jenis, pemeliharaan, dan penangkaran. Pada perkembangannya, terminologi konservasi ex-situ cenderung terspesialisasi menjadi suatu upaya konservasi yang dilakukan di luar habitat manusia dengan intervensi manusia yang cukup intensif, sehingga rujukan contoh kawasan konservasi ex-situ adalah kebun binatang (zoos), kebun raya (botanical garden), aquaria (sea world), bank genetik dan kebun plasma nutfah.

Cara ex-situ merupakan suatu upaya pengayaan jenis, terutama untuk spesies yang hampir mengalami kepunahan dan bersifat unik dengan cara pemanipulasian objek. Cara konservasi ex-situ perlu mempertimbangkan juga adaptasi hewan dengan lingkungan buatannya.

(28)

Pendanaan yang dibutuhkan juga cukup besar, dan juga membutuhkan keahlian khusus sehingga cenderung ekslusif dimana tidak semua orang mampu melakukannya. Hal ini juga berkaitan dengan etika kesejahteraan hewan (animal welfare).

(29)

MATERI DAN METODE

Hewan yang diteliti

Hewan yang diteliti adalah Tapir asia (Tapirus indicus) yang lahir di kebun binatang di seluruh dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009.

Metodologi

Pengambilan data sekunder didapat dari International Malayan Tapir Studbook (dengan izin International Malayan Tapir Studbook Keeper) yang berisi tentang keberadaan, data individu, dan data reproduksi Tapir asia (Tapirus indicus) yang lahir di kebun binatang di dunia.

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di perpustakaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor serta menggunakan internet. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2010, selanjutnya data dianalisis hingga bulan Januari 2011.

Analisis Data

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan Tapir asia sudah tersebar di kebun binatang di seluruh dunia meliputi Amerika, Asia Tenggara, Jepang, China, Eropa, Australia, bahkan Afrika Selatan melalui proses peminjaman maupun pemindahan. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan diantaranya pembatasan perkembangan populasi sebagai akibat dari keterbatasan ruang dan dana pemeliharaan, tetapi alasan utama adalah untuk menghindari perkawinan sedarah (inbreeding) sebagai akibat dari terbatasnya populasi yang dimiliki oleh hampir setiap kebun binatang.

Menurut informasi Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (2007), populasi Tapir asia di Lembaga Konservasi ex-situ di Indonesia tercatat sebanyak 17 ekor yang tersebar di Taman Margasatwa Ragunan, Taman Safari Cisarua, Taman Safari Prigen, Kebun Binatang Gembira Loka, dan Kebun Binatang Taman Sari Bandung. Populasi tapir yang terdapat di alam belum diketahui, namun diduga terus menurun. Dengan semakin meningkatnya jenis satwa liar yang mengalami kepunahan, pengembangan populasi pada tingkat penangkaran seringkali menjadi upaya penyelamatan terakhir yang dapat dilakukan. Pada tingkat internasional, pola penyelamatan semacam ini telah diakui sebagai bagian dari proses konservasi yang sering membuahkan hasil yang positif.

Pola Musim Kawin

(31)

0 20 40 60

Jumlah Ke lahiran (e kor)

Luar Indonesia Subtropis Luar Indonesia Tropis

Indonesia

Gambar 6 Pola bulan kelahiran Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009

Sumber: Prastiti (2009)

Gambar 6 menunjukkan pola bulan kelahiran Tapir asia dalam kebun binatang di seluruh dunia yang dibagi menjadi 3 wilayah yaitu Indonesia, luar Indonesia daerah tropis, dan luar Indonesia daerah subtropis. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kelahiran Tapir asia terbanyak di Indonesia terjadi pada bulan Januari yaitu sebanyak 4 dari 14 kelahiran atau sekitar 28,57%, sedangkan kelahiran Tapir asia di luar Indonesia daerah tropis sebagian besar tersebar merata pada bulan Februari, Maret, April, Juni dan September dengan masing-masing persentase kelahiran sebanyak 11,24%, dan kelahiran di luar Indonesia daerah subtropis sebagian besar terjadi pada bulan September dengan persentase kelahiran sebanyak 11,56%. Data pola kelahiran pada gambar di atas memperlihatkan bahwa kelahiran Tapir asia terjadi sepanjang tahun, sehingga hewan tersebut memiliki pola reproduksi nonseasonal atau tidak mengikuti musim tertentu.

(32)

diatas. Hal ini dapat disebabkan karena perkawinan yang terjadi dalam penangkaran merupakan perkawinan terkontrol, artinya bahwa pencampuran dan pemisahan jantan dari betina dilakukan berdasarkan keputusan masing-masing tempat penangkaran. Hal ini didasarkan pada alasan untuk membatasi perkembangan populasi terkait dengan terbatasnya carrying capacity dan menghindari terjadinya inbreeding atau perkawinan sedarah. Carrying capacity atau daya dukung lingkungan merupakan kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang (Soemarwoto 1997). Tingkatan daya dukung lingkungan yang paling baik adalah daya dukung optimum, dimana terdapat keseimbangan antara jumlah hewan yang terdapat di daerah tersebut dengan jumlah makanan yang tersedia. Dilampauinya batas daya dukung akan menyebabkan keambrukan kehidupan, karena tidak tersedianya sumber daya, hilangnya kemampuan degradasi limbah, meningkatnya pencemaran dan timbulnya gejolak sosial yang merusak struktur dan fungsi tatanan ekologi.

Tabel 2 Pola bulan perkawinan Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009

Bulan Indonesia

Luar Indonesia

Tropis Subtropis jumlah persentase jumlah persentase jumlah Persentase

Januari 1 7,14% 10 11,24% 26 6,53%

Agustus 2 14,28% 10 11,24% 46 11,56%

September 1 7,14% 3 3,37% 34 8,54%

Oktober 0 0,00% 6 6,74% 34 8,54%

November 2 14,28% 6 6,74% 34 8,54%

Desember 4 28,57% 3 3,37% 26 6,53%

Jumlah 14 100,00% 89 100,00% 398 100,00%

(33)

seperti pada Tabel 2. Daerah dengan iklim tropis hanya memiliki dua musim, dimana fluktuasi suhu yang terjadi tidak berbeda jauh, sehingga hewan pada daerah tropis memiliki karakteristik reproduksi nonseasonal atau tidak bermusim. Daerah dengan iklim subtropis memiliki empat musim dengan fluktuasi suhu yang sangat jauh, sehingga hewan yang hidup pada iklim subtropis akan menyesuaikan dirinya untuk melakukan perkawinan pada musim tertentu agar dapat melahirkan anaknya pada musim semi atau musim panas dimana terdapat banyak makanan dan suhu yang tepat untuk menjamin kelangsungan hidup anaknya.

Tapir asia memiliki habitat asli di hutan tropis, sehingga pola reproduksinya tidak mengikuti musim tertentu atau nonseasonal. Penangkaran tapir yang terdapat di luar Indonesia daerah subtropis biasanya telah menyesuaikan kandang dengan habitat aslinya. Barongi (1993) menyatakan bahwa terdapat beberapa syarat untuk pembuatan kandang tapir meliputi terdapatnya 2 ruangan kandang yaitu kandang dalam dan kandang luar. Persyaratan kandang dalam yaitu ukuran kandang minimal 3x3 meter, ukuran dinding kandang minimal 6 kaki, suhu ruangan 65,0–85,0 oFahrenheit (sekitar 18,3-29,5 oCelcius), sumber air minum yang tersedia setiap saat, kolam atau tempat mandi di dalam ruangan, dan kebersihan dalam kandang. Persyaratan kandang luar yaitu luas areal minimal 61 meter2, pembuatan parit untuk batas dengan pengunjung, adanya tempat berteduh atau bernaung, terdapat tanah padat atau rumput, akses menuju kolam, dan topografi area yang datar.

Kemampuan Induk Menghasilkan Anakan

Tabel 3 Kemampuan induk Tapir asia dalam menghasilkan anakan di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009

Tempat Nomor studbook

induk betina Jumlah anak Jakarta 1)

(34)

Tapir asia biasanya hanya melahirkan 1 ekor anak setiap kali melahirkan, dengan periode kehamilan berlangsung selama 400 hari atau sekitar 13 bulan. Tapir betina akan menunjukkan estrus postpartum dan memungkinkan untuk kembali bunting pada waktu satu hingga tiga bulan setelah melahirkan (Barongi 1993).

Data yang diperoleh dari International Malayan Tapir Studbook menunjukkan bahwa satu ekor induk tapir betina dapat menghasilkan hingga 15 ekor anak dalam hidupnya. Tapir betina dengan nomor studbook 34 tersebut lahir pada Januari 1960, melahirkan anak pertama pada Agustus 1966 dan melahirkan anak terakhir pada Maret 1991. Bila diasumsikan bahwa tapir tersebut mengalami dewasa kelamin pada usia 2 tahun, maka dapat diperlihatkan dari data tersebut bahwa seekor tapir betina dapat bereproduksi hingga umur 30 tahun dan memiliki umur reproduktif hingga 27 tahun.

Tapir betina biasanya mengalami dewasa kelamin pada umur 2 hingga 4 tahun, atau paling lambat 5 tahun pada betina yang berada dalam penangkaran. Kusuda et al (2007) menyatakan bahwa panjangnya siklus estrus pada Tapir asia berdasarkan profil progesteron dalam serum berkisar antara 21 hingga 84 hari dengan rata-rata sekitar 43 hari. Tapir jantan akan mengawini betina satu kali dalam periode tersebut dengan kopulasi yang dapat terjadi selama 15 – 20 menit. Siklus estrus yang tercatat selama dua hingga tiga bulan dapat merupakan tingkah laku seksual yang tidak terdeteksi atau adanya silent estrus. Pengamatan pada profil progesteron dan perubahan visual pada vulva merupakan metode yang efektif untuk menentukan siklus estrus pada Tapir asia. Pengembangbiakan Tapir asia dalam penangkaran dapat ditingkatkan dengan mengandangkan tapir jantan dan tapir betina yang sedang estrus. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan menyesuaikan terhadap perilakunya di alam liar.

Jumlah Kelahiran

(35)

habitat ex-situ. Data tersebut kemudian dipilah berdasarkan parameter reproduksi

Gambar 7 Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009

Sumber: Prastiti (2009)

Gambar tersebut menunjukkan jumlah kelahiran Tapir asia di seluruh dunia yang dibagi dalam tiga wilayah, yaitu Indonesia, luar Indonesia daerah tropis, dan luar Indonesia daerah subtropis. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3.

Tabel 4 Rata-rata per tahun jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009

Keterangan Indonesia Luar Indonesia

Tropis Subtropis

Jumlah kelahiran (ekor) 16 96 429

Lama keberadaan (tahun) 34 42 93

Rata-rata jumlah kelahiran

per tahun (ekor) 0,5 2,28 4,61

(36)

menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kelahiran Tapir asia di Indonesia per tahun adalah sebanyak 0,5 ekor.

Kebun binatang di luar Indonesia daerah tropis memiliki tingkat kelahiran Tapir asia yang lebih tinggi dibandingkan kebun binatang di Indonesia. Di daerah tersebut, hewan ini lahir sebanyak 96 ekor di 9 tempat yaitu yaitu 52 ekor jantan, 42 ekor betina, dan 2 ekor tidak diketahui jenis kelaminnya pada saat pendataan. Kelahiran Tapir asia di luar Indonesia daerah tropis mulai tercatat dari tahun 1966 hingga tahun 2008. Dapat diasumsikan bahwa Tapir asia telah berada di kebun binatang di luar Indonesia daerah tropis selama 42 tahun dengan jumlah kelahiran sebanyak 96 ekor, sehingga rata-rata jumlah kelahirannya per tahun adalah sebanyak 2,28 ekor.

Tapir asia yang lahir di 87 kebun binatang di luar Indonesia daerah subtropis terdata sebanyak 429 ekor yaitu 198 ekor jantan, 229 ekor betina, dan 5 ekor tidak diketahui jenis kelaminnya pada saat pendataan. Kelahiran Tapir asia di daerah ini tercatat dari tahun 1915 hingga tahun 2008. Dapat diasumsikan bahwa hewan tersebut telah berada dalam kebun binatang di luar Indonesia daerah subtropis selama 93 tahun dengan jumlah kelahiran sebanyak 429 ekor, sehingga rata-rata jumlah kelahirannya per tahun adalah sebanyak 4,61 ekor.

Jumlah kelahiran Tapir asia per tahun yang terbesar terdapat di luar Indonesia daerah subtropis. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah populasi tapir di daerah tersebut memang jauh lebih banyak dibandingkan populasi tapir yang terdapat di Indonesia maupun di luar Indonesia daerah tropis, sehingga jumlah indukan yang akan dikawinkan juga lebih banyak dan dapat menghasilkan keturunan yang juga lebih banyak. Jumlah kelahiran juga dapat dipengaruhi oleh carrying capacity yang ditentukan oleh pembatas lingkungan dan potensi biotik yang ada (Miller & Spoolman 2008).

(37)

intensitas tinggi dapat menghasilkan keturunan dengan kualitas yang rendah, seperti dalam daya reproduksi, ketahanan tubuh, dan penampilan tubuh.

Daya Hidup Anakan

Tabel 5 Daya hidup anakan Tapir asia yang lahir di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009

Keterangan Indonesia

Luar Indonesia

Tropis Subtropis Jumlah (persentase) Jumlah (persentase) Jumlah (persentase)

Lahir mati

(0 hari) 0 (0%) 2 (2,11%) 34 (7,93%) Umur < 30 hari 0 (0%) 4 (4,21%) 19 (4,43%) Umur > 30 hari 16 (100%) 90 (93,68%) 376 (87,53%)

Jumlah 16 (100%) 96 (100%) 429 (100%)

Berdasarkan data yang didapat pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa kejadian stillbirth atau lahir mati pada Tapir asia cukup rendah. Di Indonesia, kejadian stillbirth terdapat sebanyak 0%, di luar Indonesia daerah tropis terdapat sebanyak 2,11%, dan di luar Indonesia daerah subtropis sebanyak 7,93%. Mortalitas atau tingkat kematian pada tapir muda sebelum mencapai umur 1 bulan dalam habitat ex-situ di Indonesia terdapat sebanyak 0%, di luar Indonesia daerah tropis sebanyak 4,2 %, dan di luar Indonesia daerah subtropis sebanyak 4,43%. Sisanya merupakan tapir yang dapat hidup hingga mencapai umur dewasa.

(38)

0

Gambar 8 Daya hidup anakan Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hinga tahun 2009

Sumber:Prastiti (2009)

Faktor kematian dapat mengurangi kepadatan populasi. Angka kematian yang terlampau tinggi akan menimbulkan penurunan kepadatan populasi yang sangat drastis. Jika dibiarkan terus tanpa adanya usaha perbaikan, dapat menyebabkan kepunahan populasi yang bersangkutan (Balai Diklat Kehutanan Pematang Siantar 2011). Dapat dilihat berdasarkan Gambar 8 bahwa Tapir asia memiliki tingkat kematian yang cukup rendah dan potensi reproduksi yang cukup tinggi, sehingga apabila dikelola dengan baik maka populasinya dapat ditingkatkan.

Umur Harapan Hidup

Menurut Fahey (2009), Tapir asia merupakan jenis yang terbesar dan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan jenis tapir lainnya. Anak tapir disapih pada umur 6 hingga 8 bulan, kemudian menjadi dewasa pada umur tiga tahun dan dapat hidup hingga mencapai 30 tahun.

(39)

habitat alami berupa hutan tropis. Untuk beradaptasi dalam lingkungan buatan yang baru merupakan hal yang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama.

Tabel 6 Umur harapan hidup Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009

Umur (tahun) Indonesia Luar Indonesia

Tropis Subtropis

Umur terlama terdapat pada Tapir asia yang hidup di kebun binatang di luar Indonesia daerah subtropis, yaitu di Italia, selama 47 tahun. Hal ini dapat disebabkan karena kebun binatang di daerah tersebut memiliki sarana prasarana yang lebih memadai sehingga perawatan dan pemeliharaan tapir dapat dilaksanakan secara lebih optimal.

Proses pemindahan dengan jarak tempuh yang cukup jauh juga dapat mempengaruhi umur harapan hidup pada tapir. Proses pemindahan dan keharusan untuk beradaptasi dalam habitat yang baru dapat menimbulkan stress dan menurunkan sistem imun, sehingga mudah terkena penyakit bahkan dapat menimbulkan kematian. Beberapa tapir mati di dalam peti pengiriman karena tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik (Barongi 1993). Pemindahan tapir dari satu penangkaran ke penangkaran yang lain dapat dilakukan dalam rangka breeding loan (peminjaman atau pemindahan tapir dari satu tempat ke tempat lainnya untuk dikawinkan) maupun karena alasan carrying capacity yang terbatas.

(40)
(41)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan data yang didapatkan dari International Malayan Tapir Studbook, dapat disimpulkan bahwa

1. Pola reproduksi Tapir asia tidak mengikuti musim tertentu atau nonseasonal.

2. Tingkat kelahiran Tapir asia di luar Indonesia daerah subtropis lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia dan luar Indonesia daerah tropis disebabkan pengaruh carrying capacity atau daya dukung lingkungan yang mencukupi.

3. Anakan Tapir asia sangat tergantung pada induknya hingga mencapai umur 3-4 bulan.

4. Pemindahan jarak jauh tanpa sarana yang memenuhi dapat menimbulkan stres pada tapir dan dapat mempengaruhi umur harapan hidup.

5. Sarana dan prasarana yang memadai dapat meningkatkan umur tapir di luar Indonesia daerah subtropis.

6. Kandang yang ideal untuk Tapir asia memiliki ukuran minimum 3x3 meter dengan tinggi minimum 2 meter dan suhu ruang 18,0-29,5 oCelcius.

Saran

(42)

DAFTAR PUSTAKA

[BDKPS] Balai Diklat Kehutanan Pematang Siantar. 2011. Parameter Populasi Satwa Liar. [terhubung berkala]. http://www.ideelok.com/Sumber-Daya-Alam/parameter-populasi-satwa-liar. [23 Januari 2011].

Bamberg E, Mostl E, Patzi M, King GJ. Pregnancy diagnosis by enzime immunoassay of esterogens in feces from nondomestic species. J Zoo Wildl Med 22:73-77.

Barongi RA. 1992. Husbandry and conservation of tapirs. Int Zoo Year 32:7-15.

Brooks D. Bodmer R. Matola S. 1997. Tapirs: Status Survey and Conservation Action Plan. United Kingdom: IUCN Publication Services Unit. [terhubung berkala]. http://www.tapirback.com/tapirgal/iucnssc/tsg/action97/cover.htm. [13 Februari 2011].

Brown JL, Citino SB, Shaw J, Miller C. 1994. Endocrine profiles during the estrous cycle and pregnancy in the Baird’s tapir (Tapirus bairdii). Zoo Biol 13:107-117.

[DKKH] Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati. 2007. Strategi Dan Kebijakan Program Pengembangbiakan (Breeding Program) Satwa Liar Dilindungi. Dep Hut 19:491–507.

Downer CC. 2001. Tapirs. In: The New Encyclopedia of Mammals. New York: Oxford University Press 474-475.

Eisenberg JF, Groves CP, MacKinnon K. 1990. Tapirs. In: Grzimek's Encyclopedia of Mammals. New York: McGraw-Hill Publishing Company 4:597-608.

Fahey B. 1999. Tapirus indicus, Animal Diversity Web. [terhubung berkala]. http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Tapirus_ indicus.html. [15 Agustus 2010].

Grzimek, B. 1990. Tapirs. In: Grzimek's Encyclopedia of Mammals. Ed ke-2. USA: McGraw-Hill 4:598-608.

Holden, Yanuar JA, Martyr DJ. 2003. The Asian tapir in Kerinci Seblat National Park, Sumatra: Evidence collected through photo-trapping. Oryx 37:34-40.

(43)

IUCN. 2008. Tapirus indicus. In: IUCN Red List of Threatened Species. [terhubung berkala]. http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/21472/0. [11 Desember 2010].

Janssen D, Michelet S. 1995. Bibliography for Tapiridae. California: San Diego Zoo, Veterinary Department.

Khan M. 1997. Status and action plan of the Malayan tapir (Tapirus indicus). Switzerland: IUCN. [terhubung berkala]. http://www.tapirback.com/ tapirgal/iucn-ssc/tsg/action97/default.htm. [24 Agustus 2010].

Kusuda S et al. 2002. Estrous cycle based on the plasma progesterone changes and its seasonally of Brazilian tapirs (Tapirus terrestris) in captivity. Jpn J Zoo Wildl Med 7:109-115.

Kusuda S et al. 2007. Estrous cycle based on blood progesterone profiles and changes in vulvar appearance of Malayan tapirs (Tapirus indicus). J Reprod Dev 53(6):1283-9.

Lernout, Hauspie. 2009. Tapir, The Columbia Encyclopedia. Ed ke-6. Columbia: Columbia University Press.

Lynam A et al. 2008. Tapirus indicus. In: IUCN 2010. IUCN Red List of Threatened Species. [terhubung berkala]. www.iucnredlist.org. [25 Agustus 2010].

Miller GT, Spoolman S. 2008. Living in the Environment: Principles, Connections, and Solutions. Belmont: Cengage Learning.

Nash S. 2009. The Malayan tapir (Tapirus indicus). [terhubung berkala]. http://www.tapirs.org/ tapirs/malay.html. [15 Desember 2010].

Novarino, W. 2000. Feeding Behavior of Malayan Tapir. Project report.

Novarino, W. 2005. Population Monitoring And Study Of Daily Activities Of Malayan Tapir (Tapirus indicus). Rufford Small Grant (for Nature Conservation), In association with the Whitley Laing Foundation.

Nowak RM. 1999. Tapirs. In: Walker's Mammals of the World. John Hopkins University Press 6:1025-1028.

Prastiti S. 2009. International Malayan Tapir Sudbook. Bogor: Taman Safari Indonesia.

(44)

Schaftenaar W, de Boer AM, Glatston AR. 2006. Monitoring of the oestrus cycle in a captive Malayan tapir (Tapirus indicus). Vet Rec 159:421-422.

Soemarwoto O. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit Djambatan.

[TSG] Tapir Specialist Group. 2007. Tapir Field Veterinary Manual. [terhubung berkala]. http://www.tapirs.org/Downloads/standards/TSG-tapir-vet-manual -eng. pdf. [13 Februari 2011]

(45)

Lampiran 1 Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di Indonesia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009

Tempat Jumlah

Jantan Betina Tidak diketahui

Jajasan 2 0 0

Jakarta 3 4 0

Surabaya 2 1 0

Yogyakarta 2 2 0

Jumlah 9 7 0

Lampiran 2 Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di luar Indonesia daerah tropis berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009

Tempat Jumlah

Jantan Betina Tidak diketahui

Bangkok 6 6 0

Lampiran 3 Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di luar Indonesia daerah subtropis berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009

Tempat Jumlah

Jantan Betina Tidak diketahui

(46)
(47)
(48)

ABSTRACT

NURUSSIFA RAHMA. Reproduction Success of Malayan Tapir (Tapirus indicus) in Zoos Around The World. Under direction of LIGAYA TUMBELAKA

The aim of this study was to analyze reproduction datas of malayan Tapir (Tapirus indicus) which spread in the zoos world wide and recorded in International Malayan Tapir Studbook which were marriage season pattern, amount of birth, offspring survival, and life expectation. Tapirs recorded in International Malayan Tapir Studbook until July 2009 were 921 heads, with tapirs bornt in conservation were 540 heads. Cubs were born all year round without following certain season (nonseasonal). The result showed that tapir has low dead give-birth level (stillbirth 0,0-7,93%) and high give-birth potention (1 head every 2 years) so the population can be increased by good management practices.

(49)

RINGKASAN

NURUSSIFA RAHMA. Keberhasilan Reproduksi Tapir Asia (Tapirus indicus) di Kebun Binatang di Dunia. Dibimbing oleh LIGAYA TUMBELAKA

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji data reproduksi Tapir asia (Tapirus indicus) yang tersebar di kebun binatang seluruh dunia dan tercatat dalam International Malayan Tapir Studbook meliputi pola musim kawin, kemampuan induk menghasilkan anakan, jumlah kelahiran, daya hidup anakan, dan umur harapan hidup. Jumlah Tapir asia yang tercatat dalam International Malayan Tapir Studbook hingga bulan Juli 2009 adalah 921 ekor, dengan tapir yang lahir di kebun binatang sebanyak 540 ekor. Anak tapir lahir sepanjang tahun tanpa mengikuti musim tertentu (nonseasonal). Hasil analisis menunjukkan bahwa Tapir asia memiliki tingkat kematian yang rendah (kejadian lahir mati 0% hingga 7,93%) dan potensi kelahiran yang tinggi (1 ekor tiap 2 tahun) sehingga populasinya dapat ditingkatkan bila dikelola dengan baik.

(50)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Tapir adalah mamalia yang termasuk dalam golongan perissodactyla. Tapiridae merupakan famili yang terdiri atas empat spesies, salah satunya adalah Tapirus indicus yang merupakan spesies Dunia Lama (Old World Species). Tiga spesies lainnya berasal dari spesies Dunia Baru (New World Species) yaitu Tapirus terrestris (Tapir dataran rendah), Tapirus bairdii (Tapir bairdii), dan Tapirus pinchaque (Tapir pegunungan) (Nash 2009). Tapirus indicus biasa juga disebut sebagai Tapir malayan atau Tapir asia. Hewan ini dapat ditemukan di Bagian Selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara, dan Sumatra. Berdasarkan kriteria IUCN (International Union For Conservation of Nature and Natural Resources) tahun 2008 Tapir asia termasuk ke dalam golongan endangered (terancam punah) (Lynam et al. 2008) dan termasuk ke dalam daftar appendix 1 menurut CITES (Convention of International Trade in Endangered Species). Di Indonesia, hewan ini adalah hewan yang dilindungi oleh undang-undang sejak pemerintahan Belanda pada tahun 1931 dan diteruskan oleh beberapa undang-undang baru yang dibuat oleh pemerintah Indonesia.

Tapir berperan penting dalam membentuk dan menjaga biodiversitas ekosistem tropis. Penurunan populasi dari satwa tersebut dapat menyebabkan gangguan beberapa proses ekologi pada hutan seperti penyebaran biji dan perputaran nutrisi. Kerusakan habitat dan perburuan liar merupakan ancaman utama terhadap berkurangnya populasi Tapir asia dalam habitat aslinya.

(51)

Tujuan penelitian

Penelitian bertujuan untuk menganalisis data reproduksi Tapir asia (Tapirus indicus) yang tersebar di kebun binatang di seluruh dunia yang dicatat dalam International Malayan Tapir Studbook meliputi pola musim kawin, kemampuan induk menghasilkan anakan, jumlah kelahiran, daya hidup anakan, dan umur harapan hidup.

Manfaat

(52)

TINJAUAN PUSTAKA

Tapir asia (Tapirus indicus)

Taksonomi

Tapir asia (Tapirus indicus) adalah salah satu spesies tapir dari famili tapiridae dan genus Tapirus. Tapir asia merupakan jenis yang terbesar dari keempat jenis tapir yang hidup di dunia dan satu-satunya yang berasal dari Asia. Di Indonesia, hewan ini memiliki habitat alami di hutan hujan tropis di pulau Sumatra. Tapir di daerah Sumatra umumnya memiliki nama lokal yaitu tanuak atau seladang, gindol, babi alu, kuda ayer, kuda rimbu, kuda arau, marba, cipan, dan sipan. Berikut ini adalah klasifikasi Tapir asia menurut Desmarest 1819:

dunia : Animalia filum : Chordata subfilum : Vertebrata kelas : Mammalia ordo : Perissodactyla famili : Tapiridae genus : Tapirus

spesies : Tapirus indicus

(53)

Gambar 1 Empat jenis tapir yang hidup di dunia Sumber: Nash (2009)

Morfologi

Nash (2009) menyebutkan bahwa Tapir asia merupakan jenis yang terbesar dari keempat jenis tapir lainnya. Hewan ini mudah dikenali berdasarkan pola warna tubuhnya. Bagian depan tubuh mulai dari kepala, leher dan kaki berwarna hitam, sedangkan bagian belakang termasuk punggung dan pinggang berwarna putih. Telinga berbentuk oval dan tegak lurus, dengan ujung telinga berwarna putih. Hewan ini memiliki mata yang kecil dengan indera penglihatan yang agak buruk, karena itu tapir lebih mengandalkan indera penciuman dan pendengaran dalam menjalani kehidupannya.

(54)

Tapir memiliki ciri khas yaitu bentuk hidungnya yang memanjang seperti belalai pada gajah, tetapi pada tapir lebih pendek. Belalai tersebut merupakan gabungan dari hidung dan bibir atas yang terdiri dari otot dan jaringan ikat lunak (Tapir Specialist Group 2007), berfungsi untuk mengambil daun muda atau buah dari pepohonan. Hidung ini didekatkan ke tanah saat hewan ini berjalan.

Fahey (2009) menyebutkan bahwa tapir memiliki empat jari di tiap kaki depan dan tiga jari di tiap kaki belakangnya yang dilengkapi dengan kuku. Jari kaki keempat pada kaki depan tapir tidak menyentuh tanah pada saat berjalan, sehingga hanya terlihat tiga bentukan jari pada jejak kakinya. Jejak kaki depan individu dewasa memiliki panjang antara 155–220 mm dan lebar sekitar 139–240 mm, sedangkan kaki belakang memiliki panjang sekitar 127–220 mm dan lebar 113–180 mm. Bentuk tubuh yang membulat dan kaki depan yang lebih pendek memungkinkan tapir untuk berlari dengan cepat diantara rerimbunan semak. Selain itu, tapir memiliki kemampuan untuk berenang dan menyelam dalam air untuk waktu yang cukup lama. Tapir asia dewasa dapat tumbuh hingga mencapai panjang 1,8-2,4 m (sekitar 6-8 kaki) dan tinggi 0,9 m (sekitar 3 kaki) (Lernout & Hauspie 2009). Tapir betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada tapir jantan. Bobot tubuh tapir betina berkisar antara 340-430 kg, sedangkan tapir jantan 295-385 kg (Tapir Specialist Group 2007).

(55)

Reproduksi

Sistem reproduksi biologi dan tingkah laku tapir umumnya hampir sama untuk semua spesiesnya. Hewan ini akan mengalami kematangan seksual pada umur sekitar 2 tahun (Barongi 1993). Periode kebuntingan Tapir asia berlangsung selama kurang lebih 400 hari atau 13 bulan. Siklus estrus pada tapir betina dapat diketahui berdasarkan kadar progesteron dan estradiol dalam plasma (Schaftenaar et al. 2006). Pada umumnya, tapir betina mengalami siklus estrus yang berulang tiap kurang lebih 43 hari dengan estrus yang terjadi selama 1-4 hari (Tapir Specialist Group 2007). Tapir jantan akan mengawini betina satu kali dalam periode tersebut dengan kopulasi yang dapat terjadi selama 15–20 menit. Tapir asia memiliki siklus estrus yang lebih panjang dibandingkan dengan Tapir bairdii yang hanya berlangsung selama sekitar 1 bulan (Brown et al. 1994; Kusuda et al. 2002). Tapir betina akan menunjukkan estrus postpartum dan memungkinkan untuk kembali bunting pada waktu 1-3 bulan setelah melahirkan (Grzimek 1990). Bamberg et al. (1991) mengemukakan bahwa kebuntingan pada tapir betina yang terdapat di alam bebas dapat didiagnosa terhadap kadar esterogen dalam feses menggunakan metode enzyme immunoassay.

Gambar 3 Perilaku kawin Tapir asia

(56)

April dan Mei. Perkawinan ditandai dengan ritual saling berkejaran dan bercumbu terlebih dahulu. Setelah tertarik secara seksual, hewan ini akan membuat suara menciut dan bersiul kemudian mencoba untuk saling mencium bagian genital sambil berputar-putar. Mungkin juga hewan ini akan saling mengigit daerah telinga, kaki ataupun panggul.

Tapir asia merupakan jenis yang terbesar pada saat lahir dibandingkan jenis tapir lainnya dan tumbuh lebih cepat dari jenis tapir lain. Tapir betina melahirkan satu anak tiap dua tahun dan dapat hidup hingga mencapai 30 tahun. Anak Tapir asia disapih pada umur 6 hingga 8 bulan. (Fahey 2009). Anak tapir yang baru lahir sangat tergantung pada induknya. Dalam habitat alaminya, seringkali seekor induk tapir terlihat sedang bersama anaknya. Sebelum melahirkan, tapir betina akan memisahkan diri hingga anaknya lahir dan berumur tiga sampai empat bulan. Dalam beberapa kasus kelahiran bayi jantan, induk tapir dapat meninggalkan anaknya lebih cepat, namun demikian dalam contoh kasus lainnya, induk tapir tidak dapat meninggalkan anaknya dan bergaul kembali dengan tapir lainnya hingga anaknya benar benar dapat berpisah dari induknya. Beberapa minggu setelah kelahiran, induk tapir akan meninggalkan anaknya di tempat tersembunyi. Setelah berumur beberapa bulan, anak tapir akan mulai mengikuti induknya untuk belajar mencari makan.

Gambar 4 Induk Tapir asia dan anaknya Sumber: Nash (2009)

(57)

bintik-bintik putih, pola yang memungkinkannya bersembunyi secara efektif di dalam bayang-bayang hutan untuk menghindari predator di alam liar. Pola ini akan memudar dan berubah menjadi pola warna tapir dewasa pada umur 105 hari.

Habitat dan Persebaran

Dahulu, Tapir asia dapat ditemukan di seluruh hutan hujan dataran rendah di Asia Tenggara termasuk Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Burma, Thailand, dan Vietnam. Namun populasinya semakin lama semakin menurun. Saat ini, Tapir asia memiliki persebaran meliputi Myanmar, Thailand bagian selatan, Peninsular Malaysia, dan pulau Sumatera (Cranbrook dan Piper 2009).

Gambar 5 Persebaran habitat alami Tapir asia (Tapirus indicus) Sumber: Khan (1997)

(58)

Menurut informasi Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (2007), populasi tapir di Lembaga Konservasi ex-situ di Indonesia tercatat 17 ekor yang tersebar di Taman Margasatwa Ragunan 4 ekor, Taman Safari Cisarua 5 ekor, Taman Safari Prigen 2 ekor, Kebun Binatang Gembira Loka 3 ekor, dan Kebun Binatang Taman Sari Bandung 3 ekor. Populasi di alam belum diketahui, namun diduga terus menurun.

Pakan dan perilaku

Tapir adalah jenis hewan herbivora, yaitu hewan pemakan tumbuhan (Jenssen & Michelet 1995). Hewan ini selektif memilih makanannya, yaitu berupa daun muda.

Tabel 1 Tanaman yang disukai oleh Tapir asia dalam area penelitian di Taman Negara, Malaysia

Nama Ilmiah Nama Lokal

Lasianthus maingayi M. curtisii var. glabra

(59)

Tapir biasanya memakan umbi, daun-daunan dan buah-buahan dari lebih 115 jenis tumbuhan. Menu pakan pada tapir yang terdapat dalam penangkaran biasanya terdiri dari pelet atau pakan khusus untuk hewan pemakan tumbuhan yang dijual secara komersil (kurang lebih terdiri dari 15% protein, 0,7% lisin, 21% serat) dan hijauan (kurang lebih terdiri dari 18% protein dan 30% serat). Pakan yang diproduksi secara komersil dan bahan makanan yang berasal dari tanaman perkebunan juga dapat digunakan sebagai pakan. Pisang dan buah-buahan lunak lainnya merupakan makanan yang disukai oleh tapir. Buah-buah-buahan tersebut juga dapat digunakan untuk membantu penanganan perilaku tapir, misalnya untuk pelatihan dan administrasi standar perawatan medis (Nowak 1999).

Berbagai jenis makanan dapat digunakan sebagai pakan tapir tetapi sebaiknya mencukupi dengan hijauan sebanyak 33%, pelet dengan kandungan gizi lengkap dan makanan komersil atau hasil perkebunan sebanyak 33%. Total jumlah pakan yang dapat diberikan kepada satu ekor tapir dewasa dalam satu hari sebanyak kurang lebih 4-5 % dari bobot tubuh minimalnya. Semua bahan pakan dipotong sesuai ukuran gigitan dan makanan yang diberikan segar setiap hari. Pakan diletakkan dalam suatu wadah tempat makan terpisah. Tapir yang berada dalam penangkaran memiliki beberapa catatan tentang penyakit wasir atau prolapsus anii. Penyakit tersebut dapat disebabkan oleh pemberian pakan dengan kandungan serat yang rendah seperti pakan yang berasal dari produk komersil (Barongi 1993). Pakan yang kasar dan berukuran terlalu besar juga dapat menyebabkan penyakit wasir karena tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat mengganggu saluran pencernaan. (Brooks et al. 1997)

Dalam habitat alaminya, kegiatan makan tidak hanya terpusat pada satu tempat. Tapir akan mencari makanan dimana terdapat banyak dedaunan dan buah-buahan yang sesuai dengan seleranya. Hewan ini mengkonsumsi makanannya dalam jumlah sedikit tetapi terus menerus selama periode aktifnya. Saluran pencernaan tapir sangat mirip dengan kuda, dimana proses fermentasi makanan oleh mikroba terjadi di dalam sekum (hindgut fermenter).

(60)

di sekitarnya, walaupun daerah tersebut biasanya juga merupakan daerah kekuasaan individu tapir lainnya (Eisenberg et al. 1990). Hewan ini bergerak dengan lambat, tetapi bila merasa terancam tapir dapat lari dengan cepat. Tapir juga dapat membela diri dengan rahang kuat serta gigi tajamnya. Hewan ini berkomunikasi satu sama lain dengan cicitan dan siulan bernada tinggi dan juga suka tinggal di dekat air untuk mandi dan berenang. Tapir juga bisa memanjat tempat yang curam dan aktif terutama malam hari, walaupun tidak benar-benar nokturnal. Hewan ini cenderung makan begitu matahari terbenam dan sebelum matahari terbit, dan juga tidur sebentar di siang hari. Tingkah laku ini menandai mereka sebagai hewan crepuscular. Perilaku sosial dari tapir dalam penangkaran sangat tergantung dari pribadi tiap individu, pengalaman di masa lalu, keberadaan makanan dan sistem pengandangan. Beberapa kebun binatang hanya dapat menempatkan dua ekor tapir dalam satu kandang, sedangkan kebun binatang di Singapura dan Kuala Lumpur dapat menempatkan 5-10 ekor tapir dalam satu kandang. Hal ini tergantung dari pengelolaan tiap-tiap penangkaran.

Menurut Barongi (1993), terdapat beberapa syarat untuk pembuatan kandang tapir. Hewan tersebut sebaiknya memiliki dua ruangan kandang yaitu kandang dalam dan kandang luar.

Persyaratan kandang dalam:

1. Setiap ruangan kandang memiliki ukuran minimum 3x3 meter atau 9 meter2. Kandang saling berhubungan dengan 4 pintu sorong yang lebar yang dapat digunakan tanpa menimbulkan resiko mencelakai penjaga. Sebaiknya terdapat satu kandang untuk satu ekor tapir sehingga hewan tersebut dapat dipisahkan untuk melahirkan, perawatan kesehatan, atau bila ada masalah perilaku.

(61)

untuk tempat beristirahat pada saat musim dingin. Permukaan lantai tidak terlalu kasar untuk mencegah terjadinya abrasi atau perlukaan pada telapak kaki tapir.

3. Suhu di dalam ruangan dijaga antara 65,0-85,0 oF atau 18,0-29,5 oC. Tingkat kelembaban dijaga di atas 50%, kecuali jika dalam ruangan tersedia kolam. Pada saat musim dingin, sebaiknya suhu alas kandang dijaga agar tetap hangat.

4. Air minum tersedia setiap saat. Jika air kolam kurang, tapir yang minum tetap aman dari kemungkinan jatuh ke dalam kolam. Tapir yang tidak memiliki akses menuju kolam sebaiknya disiram atau disemprotkan air setiap hari.

5. Syarat minimum kolam dalam ruangan masih belum ditentukan. Jika tidak terdapat kolam di dalam ruangan dan tapir harus tetap berada di dalam kandang dalam beberapa minggu, maka pengadaan kolam di dalam kandang direkomendasikan. Kolam sebaiknya cukup besar untuk tempat berenang dua ekor tapir dewasa. Untuk keamanan dan kemudahan keluar dan masuk ke dalam kolam, sebaiknya kolam dibuat dengan kedalaman yang meningkat berangsur-angsur dan permukaan yang tidak licin. Tapir dapat menahan nafas di dalam air selama 2-3 menit.

6. Semua areal dalam ruangan kandang berada dalam keadaan bersih. Kandang sebaiknya menghadap ke timur agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak lembab. Apabila kandang sedang dibersihkan, tapir sebaiknya dipindahkan pada kandang yang berdekatan.

Persyaratan kandang luar: 1. Luas areal

(62)

2. Pagar pembatas

Pembatas untuk pinggir kandang luar sebaiknya dibuat parit yang dangkal dan dibuat miring dengan dinding setinggi 6 kaki atau sekitar 2 meter dari bibir parit. Pagar kandang tanpa parit sebaiknya memiliki pembatas minimal setinggi 6 kaki (sekitar 1,8 meter). Pagar pembatas bisa terbuat dari kayu atau rantai yang saling berhubungan. Tapir tidak bisa melompat tapi dapat dengan mudah memanjat dinding yang tegak lurus sekalipun setinggi 4 kaki atau sekitar 1,2 meter. Tapir adalah hewan yang sangat kuat dan dapat menerobos rantai jika rantai dibuat tidak terlalu kuat. Semua pengunjung sebaiknya menjaga jarak sejauh tidak kurang dari tiga kaki dari segala kemungkinan kontak dengan tapir.

3. Tempat berteduh atau naungan

Tapir adalah hewan liar yang membutuhkan tempat untuk berteduh setiap saat. Pada saat kondisi iklim sedang panas, sebaiknya dalam kandang disiapkan lebih banyak tempat berteduh.

4. Permukaan

Permukaan di kandang luar sebaiknya berupa tanah padat atau rumput. 5. Kolam

Akses menuju kolam di luar ruangan bila daerah tersebut sedang mengalami musim panas merupakan syarat minimum yang harus disiapkan. Hal ini penting untuk menjaga kesehatan tapir dan juga untuk menjaga perilaku pada tapir. Kolam berisi air bersih yang diganti setiap hari.

6. Topografi area pergerakan kandang luar

Area untuk pergerakan di luar ruangan sebaiknya dibuat relatif datar dengan tidak terdapat celah yang sempit dan tikungan 90o.

(63)

Studbook

Studbook merupakan catatan keberadaan suatu jenis hewan tertentu meliputi kode hewan, jenis kelamin, waktu dan tempat kelahiran, kode induk jantan, kode induk betina, identitas lokal, waktu dan tempat perpindahan, waktu dan tempat kematian, nama hewan, kode regional dan penyebab kematian. International Malayan Tapir Studbook berisi data individu keberadaan seluruh Tapir asia (Tapirus indicus) di seluruh dunia hingga tahun 2009.

Studbook biasa juga disebut buku pemeliharaan (breed registry). Hewan yang terdaftar dalam studbook dapat diidentifikasi dengan mudah untuk menentukan pasangan dalam mengawinkan hewan tersebut agar tidak terjadi perkawinan sedarah atau inbreeding.

Habitat Ex-situ

Saat ini upaya konservasi cenderung dipilah menjadi 2 kategori besar, yaitu konservasi in-situ dan konservasi ex-situ. Konservasi in-situ adalah upaya konservasi suatu spesies di habitat aslinya, sebaliknya konservasi ex-situ adalah upaya konservasi suatu spesies di luar habitat aslinya. Konservasi ex-situ (di luar kawasan) adalah upaya konservasi yang dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitat alaminya dengan cara pengumpulan jenis, pemeliharaan, dan penangkaran. Pada perkembangannya, terminologi konservasi ex-situ cenderung terspesialisasi menjadi suatu upaya konservasi yang dilakukan di luar habitat manusia dengan intervensi manusia yang cukup intensif, sehingga rujukan contoh kawasan konservasi ex-situ adalah kebun binatang (zoos), kebun raya (botanical garden), aquaria (sea world), bank genetik dan kebun plasma nutfah.

Cara ex-situ merupakan suatu upaya pengayaan jenis, terutama untuk spesies yang hampir mengalami kepunahan dan bersifat unik dengan cara pemanipulasian objek. Cara konservasi ex-situ perlu mempertimbangkan juga adaptasi hewan dengan lingkungan buatannya.

(64)

Pendanaan yang dibutuhkan juga cukup besar, dan juga membutuhkan keahlian khusus sehingga cenderung ekslusif dimana tidak semua orang mampu melakukannya. Hal ini juga berkaitan dengan etika kesejahteraan hewan (animal welfare).

(65)

MATERI DAN METODE

Hewan yang diteliti

Hewan yang diteliti adalah Tapir asia (Tapirus indicus) yang lahir di kebun binatang di seluruh dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009.

Metodologi

Pengambilan data sekunder didapat dari International Malayan Tapir Studbook (dengan izin International Malayan Tapir Studbook Keeper) yang berisi tentang keberadaan, data individu, dan data reproduksi Tapir asia (Tapirus indicus) yang lahir di kebun binatang di dunia.

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di perpustakaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor serta menggunakan internet. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2010, selanjutnya data dianalisis hingga bulan Januari 2011.

Analisis Data

Gambar

Gambar 1  Empat jenis tapir yang hidup di dunia            Sumber: Nash (2009)
Gambar 2  Tapir asia (Tapirus indicus)
Gambar 3  Perilaku kawin Tapir asia
Gambar 4  Induk Tapir asia dan anaknya  Sumber: Nash (2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pengelolaan orangutan di kebun binatang medan dan taman hewan pematang siantar tidak merujuk kepada pengelolaan taman satwa

Kebun Binatang di Pantai Timur Surabaya ini merupakan fasilitas yang dirancang dengan pendekatan sirkulasi agar menghasilhan desain yang mampu memfasilitasi kebutuhan

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Pengantar Karya Tugas Akhir yang berjudul ” Perancangan Ensiklopedia Hewan Untuk Anak-Anak 9-11 Tahun Sebagai Media Promosi Kebun Binatang

Dalam penulisan hukum ini penulis mengambil judul pengendalian pencemaran lingkungan berkenaan dengan pengelolaan Kebun Binatang Gembira Loka di Kota Yogyakarta,

Abstrak Bandung merupakan salah satu daerah yang banyak memiliki Objek Wisata, salah satu di antaranya adalah Objek Wisata Kebun Binatang Bandung. Objek Wisata

Tujuan khusus untuk penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis – jenis endoparasit yang terdapat pada feses rusa timor (Cervus timorensis) di Kebun Binatang

Berikut ini hasil rekapitulasi dari tanggapan responden mengenai fasilitas yang ada di Kebun Binatang Kasang Kulim yang di dalamnya terdapat fasilitas utama (

Dari delapan jenis satwa herbivora yang terdapat di Kebun Binatang Semarang yaitu Rusa tutul, Rusa jawa, Kijang, Sapi bali, Nilgae, Kangguru, dan Gajah sumatera, hanya Nilgae