• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Logam Berat Cd dan Cu Berdasarkan Ukuran Partikel Sedimen di Perairan Teluk Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan Logam Berat Cd dan Cu Berdasarkan Ukuran Partikel Sedimen di Perairan Teluk Jakarta."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

KANDUNGAN LOGAM BERAT Cd DAN Cu BERDASARKAN

UKURAN PARTIKEL SEDIMEN DI PERAIRAN TELUK

JAKARTA

RISNA DWI ASTUTY

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

KANDUNGAN LOGAM BERAT Cd DAN Cu BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL SEDIMEN DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

(3)

RINGKASAN

RISNA DWI ASTUTY. Kandungan Logam Berat Cd dan Cu Berdasarkan Ukuran Partikel Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. Dibimbing oleh Tri Prartono

Teluk Jakarta merupakan daerah bermuaranya 13 sungai yang umumnya melewati daerah-daerah yang aktif karena banyak kegiatan industri yang

kemungkinan besar membuang limbah mengandung logam berat. Logam berat ini masuk ke laut dan mengalami berbagai proses seperti pengenceran, adsorpsi oleh partikel, terakumulasi dalam biota dan mengendap di sedimen. Penelitian ini bertujuan menentukan keterkaitan konsentrasi logam berat kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) terhadap sebaran partikel dalam sedimen.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2011 di perairan Teluk Jakarta. Pengambilan sedimen dilakukan pada 4 stasiun, Stasiun 1 terletak paling jauh dari daratan, Stasiun 2, 3, dan 4 semakin mendekati wilayah daratan. Analisis sampel sedimen dilakukan di Laboratorium Pencemaran dan Laboratorium

Geologi P2O-LIPI. Metode yang digunakan untuk analisis logam berat adalah

Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), sedangkan fraksi sedimen menggunakan metode pengayakan basah.

(4)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

© Hak cipta milik Risna Dwi Astuty, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

(5)

KANDUNGAN LOGAM BERAT Cd DAN Cu BERDASARKAN

UKURAN PARTIKEL SEDIMEN DI PERAIRAN TELUK

JAKARTA

RISNA DWI ASTUTY

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(6)

Judul : KANDUNGAN LOGAM BERAT Cd DAN Cu

BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL SEDIMEN DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

Nama : Risna Dwi Astuty

NRP : C54070016

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc NIP 19600727 198603 1 006

Mengetahui,

Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbilalamin, puji dan syukur hanyalah patut disanjungkan

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul

Kandungan Logam Berat Cd dan Cu Berdasarkan Ukuran Partikel Sedimen di Perairan Teluk Jakarta sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Ilmu dan Teknologi Kelautan pada Departemen Ilmu

dan Teknologi Kelautan.Skripsi ini merupakan bagian kegiatan riset kompetitif

LIPI di Perairan Teluk Jakarta tahun 2011.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dan Ibu, serta semua keluarga besar penulis yang tak henti-hentinya

memberikan motivasi, semangat, dan doa kepada penulis selama menempuh

pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

2. Bapak Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan arahan dan bimbingan selama proses penyusunan

skripsi sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik.

3. Peneliti di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI: Lestari S.KM, M.Si, Abdul

Rozak, A.Md, dan Taufik M. Kaisupy sebagai pembimbing lapang.

4. Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T, Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc sebagai

penguji, staf pengajar dan staf penunjang di Departemen Ilmu dan Teknologi

Kelautan atas pemberian ilmu dan bantuannya selama penulis

menyelesaikan studi di IPB.

5. Teman-teman ITK, khususnya ITK 44, terima kasih atas motivasi dan

kebersamaan selama penulis menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan

Teknologi Kelautan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan

skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sorong, Papua Barat, 05 Agustus

1989 merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari

pasangan Ayah Iswanto dan ibu Siti Azizah. Penulis

menyelesaikan pendidikan awal di Tk Karya Bakti,

kemudian pendidikan dasar pada tahun 2001 di SD Inpres 68

Klasaman Sorong. Penulis melanjutkan ke sekolah

menengah SMP Negeri 5 Sorong dan lulus pada tahun 2004. Setelah itu penulis

penulis melanjutkan ke SMAN 2 Sorong hingga lulus pada tahun 2007.

Penulis di terima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Ujian Seleksi Mahasiswa Baru (USMI) tahun 2007 pada Departemen

Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama

kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis menjadi asisten mata kuliah Oseanografi

Kimia tahun 2010-2011. Penulis pernah menjadi bendahara Himpunan Mahasiswa

Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) tahun 2010, mengikuti kepanitian

seminar “Laut dan Global Warming Marine Goes to School” tahun 2010. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

penulis melakukan penelitian dengan judul ”Kandungan Logam Berat Cd dan Cu

(9)

viii

2.1 Kondisi Geografis Teluk Jakarta ... 3

2.2 Logam Berat ... 3

2.2.1 Kadmium (Cd) ... 4

2.2.2 Tembaga (Cu) ... 6

2.3 Logam Berat dalam Sedimen ... 7

2.4 Fraksinasi Logam Berat dalam Sedimen ... 8

3. BAHAN DANMETODE ... 11

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat ... 12

3.3 Metode Penelitian ... 12

3.3.1 Penentuan Lokasi Penelitian ... 12

3.3.2 Prosedur Pengambilan Contoh Sedimen ... 12

3.4 Analisis Contoh Sedimen ... 13

3.4.1 Analisis Fraksi Sedimen ... 13

3.4.2 Analisis Logam Berat ... 13

3.5 Analisis Data ... 14

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

4.1 Konsentrasi Cd dalam Sedimen ... 15

4.2 Konsentrasi Cu dalam Sedimen ... 16

4.3 Variasi logam Cd dan Cu ... 16

4.4 Fraksinasi Ukuran Sedimen ... 18

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada sedimen di beberapa perairan di Indonesia ... 8

2. Hubungan antara ukuran butiran sedimen (µm) dan konsentrasi logam berat Cu, Pb, dan Zn (µg/g) ... 9

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Contoh Logam Cd ... 5

2. Contoh Logam Cu ... 6

3. Peta Lokasi Penelitian dan Titik Pengambilan Contoh di Perairan Teluk Jakarta ... 11

4. Konsentrasi Cd (μg/g) di Sedimen pada Stasiun Pengamatan Berdasarkan Ukuran Partikel ... 14

5. Konsentrasi Cu (μg/g) di Sedimen pada Stasiun Pengamatan Berdasarkan

Ukuran Partikel ... 15 6. Komposisi Fraksi Lumpur, Pasir Halus dan Pasir Kasar (%) di Lokasi

Pengamatan Teluk Jakarta ... 19

7. Konsentrasi Rata-Rata Logam Berat Cd (μg/g) dalam Sedimen ... 21

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur analisis logam dalam contoh sedimen... 29

2. Prosedur analisis fraksinasi sedimen. ... 30

3. Konsentrasi Cd dan Cu pada lokasi penelitian beserta koordinatnya ... 31

4. Hasil analisis fraksi sedimen logam Cd ... 31

5. Hasil analisis fraksi sedimen logam Cu ... 31

6. Diagram alir pemisahan sedimen berdasarkan ukuran partikel ... 32

(13)

1

 

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan aktivitas industri telah mengakibatkan semakin banyak

bahan-bahan limbah bersifat racun yang dibuang ke perairan Teluk Jakarta. Bahan

limbah dapat berasal dari limbah industri, limbah rumah tangga, pertambakan,

PLTU, daerah wisata dan rekreasi, pelabuhan dan jalur transportasi yang berada di

sekitar perairan Teluk Jakarta. Keberadaan limbah di dalam perairan laut akan

dapat menyebabkan penurunan kualitas perairan dan menganggu kehidupan yang

ada di dalamnya.

Komponen zat pencemar dapat berupa komponen organik dan komponen

anorganik. Komponen organik di antaranya tumbuhan dan hewan (mikro dan

makro) yang hidup ataupun yang telah mati, serasah atau detritus hasil penguraian

oleh mikroorganisme dan limbah organik hasil aktivitas manusia. Komponen

anorganik adalah logam berat seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As),

tembaga (Cu), kadmium (Cd), kromium (Cr), dan nikel (Ni) (Sanusi, 2006).

Penelitian mengenai logam berat di Teluk Jakarta telah banyak dilakukan di

antaranya Supriyaningrum (2006); Rozak dan Rochyatun (2007); Sarjono (2009)

yang mengungkapkan bahwa telah terjadi peningkatan kandungan logam berat

dalam sedimen.

Perairan dikatakan tercemar logam berat jika konsentrasinya telah melebihi

baku mutu atau melewati nilai ambang batas tertentu. Logam berat Cu, Zn, dan

Mn di perairan keberadaannya bermanfaat pada hewan air seperti pembentukan

haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik, sedangkan logam berat Cd, Cr,

(14)

2

 

Meningkatnya berbagai aktivitas manusia di sekitar aliran sungai yang

bermuara di Teluk Jakarta membutuhkan perlunya pemantauan terhadap logam

berat setiap tahunnya. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa ukuran partikel

sedimen berpengaruh terhadap kandungan logam berat dan sedimen bertekstur

lumpur mengandung logam berat cukup tinggi (Rozak dan Rochyatun, 2007).

Sahara (2009) melaporkan bahwa distribusi Pb dan Cu pada sedimen dipengaruhi

oleh ukuran partikel dimana semakin kecil ukuran partikel, kandungan Pb dan Cu

semakin besar.

Penelitian ini akan melihat keterkaitan konsentrasi logam berat kadmium

(Cd) dan tembaga (Cu) di sedimen serta hubungan logam berat tersebut dengan

ukuran partikel sedimen. Menurut Sudarso et al. (2005) partikel yang berukuran kecil seperti silt dan clay memiliki kemampuan yang lebih tinggi mengikat logam berat karena luasnya area permukaan dan relatif tingginya gaya elektrostatis.

Pemilihan logam Cd karena unsur ini lebih bersifat toksik dibandingkan Pb, dan

Cd lebih mudah untuk dianalisis dibandingkan Hg karena sifat Hg yang mudah

menguap (volatile). Pemilihan logam Cu karena Cu bersifat lebih stabil dibandingkan unsur esensial lainnya.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan menentukan keterkaitan konsentrasi logam berat

kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) terhadap sebaran partikel dalam sedimen.

(15)

3  

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Geografis Teluk Jakarta

Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5056’15” LS-6055’30”

LS dan 106043’00” BT-106059’30” BT dan terletak di sebelah utara ibukota

Jakarta. Teluk Jakarta membentang dari Tanjung Kait di bagian barat hingga

Tanjung Karawang di bagian timur dengan panjang pantai kurang lebih 89 km.

Teluk Jakarta merupakan tempat bermuaranya 13 sungai yang terdiri atas 4 sungai

besar dan 9 sungai sedang. Topografi perairan Teluk Jakarta umumnya didominasi

oleh lumpur, pasir, dan kerikil serta merupakan perairan dangkal dengan

kedalaman kurang dari 30 m (Rozak dan Rochyatun, 2007).

Perairan Teluk Jakarta secara oseanografis cukup rentan terhadap berbagai

ancaman pencemaran, mengingat lokasinya berhubungan langsung dengan 13

sungai. Pada bagian sungai-sungai tersebut terdapat sumber pencemar seperti

limbah industri, limbah rumah tangga, pertambakan, PLTU, daerah wisata dan

rekreasi, pelabuhan dan jalur transportasi (Rozak dan Rochyatun, 2007).

Limbah rumah tangga merupakan faktor yang memberikan pengaruh cukup

besar mengingat jumlah penduduk yang meningkat. Kegiatan industri yang terus

berkembang dan pola penggunaan tanah yang intensif baik langsung maupun

tidak langsung juga dapat memberikan tekanan yang terus meningkat terhadap

ekosistem perairan Teluk Jakarta (Supriyaningrum, 2006).

2.2 Logam Berat

Logam berat adalah unsur logam dengan berat molekul yang tinggi,

(16)

4  

(Hutagalung et al., 1997). Logam berat di perairan terdiri atas logam berat esensial dan non esensial. Logam berat yang sering mencemari lingkungan atau

non esensial adalah Hg, Zn, Cd, As, dan Pb. Selain logam berat non esensial (Hg,

Zn, Cd, As, dan Pb) terdapat juga logam berat yang bersifat esensial dimana

logam berat ini dibutuhkan dalam pembentukan haemosianin dalam sistem darah

dan enzimatik, misalnya Cr, Ni, Cu, dan Zn (Sanusi, 2006).

Menurut Sanusi (2006) daftar urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling

rendah terhadap manusia yang mengkonsumsi ikan adalah sebagai berikut:

Hg2+>Cd2+>Ag2+>Ni2+>Pb2+>As2+>Cr2+>Sn2+>Zn2+. Menurut Hutagalung et al. (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat toksisitas antara lain suhu,

salinitas, pH, dan kesadahan. Peningkatan suhu dan salinitas menyebabkan

toksisitas logam berat meningkat. Penurunan pH dapat meningkatkan toksisitas

logam berat, sedangkan perairan dengan tingkat kesadahan yang tinggi dapat

mengurangi toksisitas logam berat, karena logam berat dalam air dengan

kesadahan tinggi membentuk senyawa kompleks yang mengendap dalam air.

2.2.1 Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih keperakan menyerupai

alumunium (Gambar 1) dengan berat atom 112.41 g/mol dengan titik cair 321

0

C dan titik didih 765 0C. Kadmium tergolong dalam logam berat dan memiliki

afinitas yang tinggi terhadap sulfohidril dan kelarutannya akan meningkat dalam

lemak. Kadmium akan mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi

dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik di perairan alami yang

bersifat basa. Pada kadar 0.01-0.1 mg/l CdCl2 dapat mereduksi ATP, klorofil dan

(17)

5  

lentur, tahan terhadap tekanan, memiliki titik lebur rendah dan dapat

dimanfaatkan untuk pencampur logam lain seperti nikel, perak, tembaga, dan besi.

Sumber kadmium juga berasal dari pabrik peleburan besi, baja, produksi semen,

pembakaran sampah, dan penggunaan logam yang berhubungan dengan hasil

produksinya (pabrik baterai, aki, pigmen warna, pestisida, gelas, dan keramik

(Darmono, 1995).

Gambar 1. Contoh Logam Cd (www.webelements.com)

Sifat racun kadmium terhadap ikan yang hidup dalam air laut berkisar antara

10-100 kali lebih rendah dari pada dalam air tawar yang memiliki tingkat

kesadahan lebih rendah. Toksisitas kadmium meningkat dengan menurunnya

kadar oksigen dan kesadahan, serta meningkatnya pH dan suhu. Toksisitas

kadmium turun pada salinitas dengan kondisi dimana konsentrasi kadmium sama

dengan cairan tubuh hewan bersangkutan (Laws, 1993). Logam Cd belum

diketahui perannya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Kadmium bersifat

kumulatif dan sangat toksik bagi manusia karena dapat mengakibatkan gangguan

fungsi ginjal serta merusak lingkungan perairan.

Konsentrasi kadmium di sedimen berada pada 2-7.5 ppm maka di

kategorikan sebagai tercemar ringan. Konsentrasi kadmium antara 7.5-12 ppm

(18)

6  

ppm maka perairan termasuk ke dalam kategori bahaya dan harus segera

dilakukan pembersihan sedimen (IADC/CEDA, 1997).

2.2.2 Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) merupakan unsur yang terdapat dalam bentuk partikulat,

koloid, dan terlarut di perairan alami. Logam Cu dalam tabel periodik memiliki

nomor atom 29 dan mempunyai berat atom 63.546 g/mol, berbentuk kristal

dengan warna kemerahan (Gambar 2). Logam Cu yang masuk ke dalam tatanan

lingkungan perairan dapat terjadi secara alamiah maupun sebagai efek samping

dari kegiatan manusia. Secara alamiah Cu masuk ke dalam perairan melalui erosi,

sedangkan dari aktifitas manusia seperti kegiatan industri, pertambangan Cu,

maupun industri galangan kapal (Palar, 2004).

Gambar 2. Contoh Logam Cu (www.webelements.com)

Konsentrasi Cu di sedimen berada pada 35-90 ppm maka dikategorikan

sebagai tercemar ringan, sedangkan konsentrasi logam Cu antara 90-190 ppm

maka dikategorikan sebagai tercemar sedang. Konsentrasi Cu antara 190-400 ppm

maka perairan termasuk ke dalam kategori bahaya dan harus segera dilakukan

pembersihan sedimen (IADC/CEDA, 1997). Sekitar 24% Cu yang terbawa oleh

(19)

7  

estuari. Logam Cu yang teradsorpsi oleh sedimen bergantung pada ukuran

partikel, pH, salinitas dan kehadiran ligan organik maupun unsur Fe dan Mn

oksida (Sanusi, 2006).

2.3 Logam Berat dalam Sedimen

Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami

pengendapan, pengenceran, dispersi, dan diserap oleh organisme yang

hidup di perairan tersebut (Hutagalung et al., 1997). Greaney (2005) dalam Afriansyah (2009) ada 3 kemungkinan mekanisme logam masuk, diikat oleh

sedimen dan bahan tersuspensi yaitu melalui proses adsorpsi fisika-kimia dari

kolom perairan, proses uptake oleh bahan organik atau organisme dan akumulasi fisik dari bahan partikulat yang banyak mengandung logam oleh proses

sedimentasi.

Adsorpsi secara fisik terjadi ketika logam berat diabsorpsi oleh bahan

partikulat secara langsung dari kolom perairan. Adsorpsi secara

biologi dan kimia lebik kompleks prosesnya karena dikontrol oleh banyak faktor

seperti pH dan oksidasi. Logam berat yang mengendap di sedimen dipengaruhi

oleh beberapa parameter di antaranya pH, suhu, dan kandungan oksigen.

Kenaikan pH dan suhu air laut akan menurunkan kelarutan logam dalam air 

sehingga akan mengendap membentuk lumpur. Pada daerah yang kekurangan

oksigen daya larut logam berat akan menjadi lebih rendah dan mudah mengendap.

Logam berat yang mengendap bersamaan dengan padatan tersuspensi akan

mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan. Mekanisme yang terjadi dapat

dianalisis dengan proses koagulasi (penggumpalan) antara mineral anion dan

(20)

8  

Hal ini dapat terjadi karena massa jenis partikel akan lebih besar dari massa jenis

air laut. Sedimen merupakan bagian dari akumulasi material sepanjang tahun, dan

keberadaannya relatif tetap sehingga sedimen dapat dijadikan sebagai indikator

pencemaran lingkungan yang lebih baik dibandingkan sebarannya di kolom air

(Siantingsih, 2005). Tabel 1 memperlihatkan konsentrasi logam Cd dan Cu di

sedimen yang pernah dilakukan di berbagai wilayah perairan Indonesia.

Tabel 1. Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada sedimen di beberapa perairan di Indonesia

Lokasi Konsentrasi logam Tahun Sumber

Cd (ppm) Cu (ppm) Penelitian

Perairan Teluk 0.90-2.66 7.6-52.6 1990 Juni

Afriansyah 2009

Jakarta 0.95-2.53 7.2-53.9 1990

<0.001-0.2 0.79-44.94 2003 September

Rozak dan Rochyatun

2007

Perairan Teluk 0.007-0.277 4.792-76.777 2004 Januari

Afriansyah

0.022-0.125 1.575-34.112 2008 April Afriansyah 2009

2.4 Fraksinasi Logam Berat dalam Sedimen

Kandungan logam berat dalam sedimen berkaitan dengan ukuran butiran

sedimen dimana konsentrasi logam berat tinggi terdapat pada sedimen yang

(21)

9  

sedimen halus memiliki area permukaan yang luas dan relatif tingginya gaya

elektrostatis dari permukaan partikel tersebut (Sudarso et al., 2005; Hutabarat dan Evans, 2006; Situmorang et al., 2010).

Kondisi perairan yang tenang akan memudahkan pengendapan sedimen

lumpur ke dasar perairan diikuti dengan pengendapan bahan organik. Kandungan

bahan organik memiliki hubungan yang positif dengan konsentrasi logam berat

dalam sedimen (Parera, 2004). Faktor lainnya yang mempengaruhi pengendapan

sedimen adalah mekanisme transport material sedimen yang akan menentukan

variasi pengendapan yang terjadi (Rachman, 2008). Tabel 2 menunjukkan

hubungan konsentrasi logam berat Cu, Pb, dan Zn terhadap beberapa ukuran

butiran sedimen.

Tabel 2. Hubungan antara ukuran butiran sedimen (µm) dan konsentrasi logam berat Cu, Pb, dan Zn (µg/g) (Gaw, 1997 dalam Parera, 2004)

Ukuran butiran sedimen Konsentrasi Logam (µg/g)

(µm) Cu Pb Zn

1-10 39 78 1067

11-30 43 60 623

31-60 28 41 479

61-150 23 27 308

Menurut Seibold and Berger (1996) klasifikasi butiran sedimen berdasarkan

ukuran terbagi atas batu (stones), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay). Sedimen terdiri atas batu jika butiran memiliki ukuran 2-256 mm, pasir 0.063-2

mm, lanau 0.004-0.0063 mm, dan lempung <0.004 mm. Ukuran partikel sedimen

merupakan salah satu cara yang mudah untuk menentukan klasifikasi sedimen.

(22)

10  

Tabel 3. Klasifikasi sedimen berdasarkan Wentworth Scale (Wibisono, 2005)

Fraksi sedimen Partikel Ukuran Butiran (mm)

Batu

Bongkahan >256

Krakal 64-256

Kerikil kasar 4-64 Kerikil halus 2-4

Pasir

Pasir sangat kasar 1-2 Pasir kasar 0.5-1 Pasir medium 0.25-0.5 Pasir halus 0.125-0.25 Pasir sangat halus 0.063-0.125

Lanau

Lanau kasar 0.031-0.063 Lanau medium 0.016-0.031 Lanau halus 0.008-0.016 Lanau sangat halus 0.004-0.008

Liat

Liat kasar 0.002-0.004 Liat medium 0.001-0.002 Liat halus 0.0004-0.001 Liat sangat halus 0.0002-0.0004

(23)

11

 

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2011, merupakan

kegiatan dari pemantauan kadar logam berat yang dilakukan oleh P2O-LIPI.

Lokasi pengambilan contoh sedimen berada di sekitar muara sungai Cilincing dan

pelabuhan Tanjung Priuk, Teluk Jakarta (Gambar 3). Analisis sampel sedimen

dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI), Jakarta Utara.

(24)

12

 

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah contoh sedimen. Alat yang digunakan

terdiri dari GPS garmin, Ekman grab, kotak es, timbangan digital BP 210 S, oven Memmert Model 100-800, Spectra AA 20 plus dan ayakan bertingkat ukuran 63 μm, 250 μm, dan 1000 μm stainless steel. Bahan yang digunakan terdiri atas sedimen.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Penentuan Lokasi Penelitian

Posisi stasiun diketahui dengan menggunakan Global Positioning System

(GPS) (Lampiran 3). Lokasi pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan

menggunakan transek garis yang diambil tegak lurus dengan garis pantai.

Pengambilan sedimen dilakukan pada 4 stasiun, Stasiun 1 terletak paling jauh dari

daratan, Stasiun 2, 3, dan 4 semakin mendekati wilayah daratan. Pemilihan 4

stasiun didasarkan pada asumsi bahwa tingkat pencemaran sedimen dan

komposisi pasir di sedimen relatif meningkat ke arah tepi pantai. Lokasi Stasiun 4

berada dekat dengan muara sungai Cilincing dimana daerah ini terdapat berbagai

aktivitas penduduk seperti adanya pasar ikan dan tempat kapal berlabuh. Jarak

antara stasiun satu dengan stasiun lainnya ±1 km, dan jarak antara Stasiun 4 ke

pantai ±1 km. Kedalaman perairan di Stasiun 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut adalah

24 m, 20 m, 11 m dan 3 m.

3.3.2 Prosedur Pengambilan Contoh Sedimen

(25)

13

 

larutan asam HNO3 selama 24 jam kemudian dibilas dengan menggunakan

aquades. Pemindahan sedimen dari Ekman Grab ke dalam wadah polietilen dengan menggunakan sendok sesuai kebutuhan, selanjutnya sampel sedimen

disimpan dalam kotak es. Sampel sedimen kemudian dibawa ke laboratorium

untuk dianalisis.

3.4 Analisis Contoh Sedimen

3.4.1 Analisis Fraksi Sedimen

Analisis fraksi sedimen dilakukan dengan menggunakan ayakan mekanik

yang masing-masing memiliki ukuran bukaan 1000 µm, 250 µm, dan 63 µm.

Metode yang digunakan yaitu metode pengayakan basah (Lampiran 2), dalam

metode ini butiran sedimen diklasifikasikan berdasarkan Wentworth Scale

(Wibisono, 2005). Tahapan awal analisis ukuran butiran sedimen ini adalah

sampel sedimen dipindahkan dalam wadah untuk dipanaskan.

Sedimen yang telah kering ditimbang beratnya dan direndam dengan

aquades hingga air menyatu dengan sampel. Sampel sedimen selanjutnya

dituangkan ke dalam ayakan dan hasil dari ayakan ini dipisahkan berdasarkan

fraksi butiran yang berbeda yaitu pasir kasar 250-1000 µm, pasir halus 63-250

µm, dan lumpur <63 µm. Fraksi butiran sedimen yang telah dipisahkan dipindah

ke dalam suatu wadah untuk dikeringkan kembali. Sampel yang kering kemudian

ditimbang sesuai dengan bukaan ayakan (lampiran 6).

3.4.2 Analisis Logam Berat

Analisis Logam Berat dilakukan dengan menggunakan prosedur US EPA

(26)

14

 

berdasarkan ukuran 250-1000 µm, 63-250 µm, <63 µm digerus dan ditumbuk

hingga halus dan ditimbang seberat 1.3-1.5 gram.

Tahapan berikutnya yaitu proses destruksi, dalam proses ini sedimen kering

ditambahkan larutan HNO3 (1:1) dan dipanaskan pada suhu 95 0C direfluks

selama 10 sampai 15 menit, kemudian dinginkan pada suhu ruang dan

ditambahkan 5 ml HNO3 pekat. Sedimen dipanaskan 2 jam kemudian didinginkan

pada suhu ruang, ditambahkan 2 ml air suling, 5 ml H2O2 30% dan dilanjutkan

pemanasan kembali selama 2 jam. Sedimen kemudian ditambahkan HCl pekat

sebanyak 10 ml. Hasil destruksi ini disaring dengan kertas Whatman No 41 dan

ditepatkan dalam labu ukur 100 ml, selanjutnya dilakukan pengukuran konsentrasi

logam berat dengan menggunakan AAS Spectra 20 plus (Lampiran 7). Logam Cd dapat diukur pada panjang gelombang 228 nm dan Cu pada panjang gelombang

324.8 nm.

3.5 Analisis Data

Analisis data diselesaikan dengan menggunakan software Microsoft Excel.

Keseluruhan data konsentrasi rata-rata logam berat dan fraksi sedimen yang

diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

(27)

15

 

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Konsentrasi Cd dalam Sedimen

Konsentrasi logam Cd pada sedimen menunjukkan nilai yang bervariasi

pada setiap stasiun pengambilan contoh. Konsentrasi Cd pada perairan Teluk

Jakarta berkisar antara 0.32-2.82 μg/g dengan konsentrasi terendah pada Stasiun 3

ukuran partikel 63-250 μm dan tertinggi pada Stasiun 4 ukuran partikel 250-1000

μm (Gambar 4). Stasiun 1 konsentrasi logam berat meningkat dengan semakin

besarnya ukuran butiran sedimen, ukuran partikel 250-1000 μm konsentrasinya

1.22 μg/g sedangkan ukuran partikel <63 μm konsentrasinya 0.49 μg/g. Kondisi

yang sama juga terlihat pada Stasiun 2 dan 4 konsentrasi logam berat tertinggi

terdapat pada sedimen yang memiliki ukuran partikel 250-1000 μm yaitu 1.19 μg/g dan 2.82 μg/g. Pada Stasiun 3 konsentrasi logam berat tertinggi terdapat pada

sedimen yang memiliki ukuran partikel <63 μm yaitu 0.58 μg/g.

(28)

16

 

4.2 Konsentrasi Cu dalam Sedimen

Konsentrasi logam Cu pada sedimen juga menunjukkan nilai yang

bervariasi pada setiap stasiun pengambilan contoh. Konsentrasi Cu pada perairan

Teluk Jakarta berkisar antara 2.98-127.89 μg/g dengan konsentrasi terendah pada

Stasiun 2 ukuran partikel 250-1000 μm dan konsentrasi tertinggi pada Stasiun 4

ukuran partikel 250-1000 μm (Gambar 5). Stasiun 1 konsentrasi logam berat Cu

tertinggi terdapat pada sedimen yang memiliki ukuran partikel <63 μm yaitu 9.67 μg/g, sedangkan konsentrasi terendah Cu ukuran partikel 250-1000 μm yaitu 3.16

μg/g. Stasiun 2 ukuran partikel 63-250 μm dan <63 μm konsentrasi Cu memiliki

nilai yang sama yaitu 12.85 μg/g. Stasiun 3 dan 4 konsentrasi Cu tertinggi pada

sedimen yang memiliki ukuran partikel 250-1000 μm yaitu 32.77 μg/g dan 127.89

μg/g.

Gambar 5. Konsentrasi Cu (μg/g) di Sedimen pada Stasiun Pengamatan berdasarkan Ukuran Partikel

4.3 Variasi Kandungan Cd dan Cu

Hasil penelitian menunjukkan logam Cu umumnya mempunyai konsentrasi

(29)

17

 

diakibatkan oleh berbagai macam faktor, dan dalam penelitian ini sumber logam

diduga berperan penting. Beberapa hasil penelitian juga telah membuktikan

indikasi yang sama yaitu konsentrasi Cu lebih tinggi dari pada konsentrasi Cd.

Menurut Rozak dan Rochyatun (2007) bahwa kisaran logam berat pada bulan Juni

2003 konsentrasi Cd berkisar 0.10-0.42 μg/g dan Cu antara 7.46-44.94 μg/g,

sedangkan bulan September 2003 konsentrasi Cd antara <0.001-0.35 μg/g dan Cu

antara 0.79-40.59 μg/g. Pengamatan kandungan logam berat dalam sedimen juga

pernah dilakukan oleh Sarjono (2009) di Perairan Teluk Jakarta diperoleh

kandungan Cd berkisar antara 0.20-0.63 μg/g. Menurut Firmansyah (2007)

kontribusi sumber pencemaran di Teluk Jakarta berasal dari limbah domestik

27.09%, limbah industri 14.04%, dan limbah pasar 46.70%.

Teluk Jakarta merupakan daerah bermuaranya 13 sungai dan sungai-sungai

tersebut umumnya melewati daerah-daerah yang aktif karena banyak kegiatan

industri yang kemungkinan besar membuang limbah mengandung logam berat.

Disamping itu, kegiatan intensif juga terjadi pada wilayah pesisir teluk khususnya

adalah pelabuhan. Beberapa informasi menunjukkan bahwa logam Cu banyak

dipakai dalam kegiatan industri tekstil, industri elektronik, dan didaerah

pelabuhan Cu mungkin terkandung dalam berbagai cat kapal yang berfungsi

sebagai cat anti karat atau antifouling (Effendi, 2003; Mukhtasor, 2007).

Seluruh logam berat apabila masuk ke laut akan mengalami berbagai proses

seperti pengenceran, absorpsi oleh partikel, terakumulasi dalam biota dan

mengendap di sedimen. Sedimen pada umumnya merupakan area akumulasi

semua senyawa. Berbagai macam proses yang dialami oleh logam berat dalam

(30)

18

 

sedimen dapat dijadikan sebagai record kejadian senyawa terlarut logam berat yang terjadi dalam kolom air dalam kurun waktu lama (Libes, 2009). Oleh

karenanya, perbedaan konsentrasi Cd dan Cu yang diperkirakan akan mengalami

berbagai macam peristiwa bersamaan dalam kolom air sebelum diendapkan.

Dengan mengasumsikan kondisi tersebut, terdapat indikasi bahwa perbedaan

sumber atau masukan diperkirakan menjadi faktor penting.

4.4 Fraksinasi Ukuran Sedimen

Persentase fraksi sedimen di semua lokasi stasiun penelitian didominasi oleh

fraksi lumpur. Komponen fraksi pasir kasar memiliki kisaran nilai 0.12-2.67%

(Gambar 6), fraksi pasir halus 0.18-4.87%, dan fraksi lumpur 89.70-99.61%

(Gambar 7). Kondisi sedimen ini umumnya berwarna hitam dan abu-abu

kehijauan yang mengindikasi kondisi anoxik. Sedimen lumpur umumnya sering

dijumpai pada perairan teluk yang bersifat semi tertutup atau terlindung karena

kondisi perairan relatif tenang dapat memberikan waktu deposisi sedimen halus.

Endapan sedimen di Stasiun 4 daerah muara Cilincing dicirikan oleh warna

sedimen yang hitam serta berbau amoniak. Warna dan bau sedimen tersebut

merupakan indikasi perairan telah tercemar terutama akibat bahan organik, oleh

aktifitas industri, pelabuhan, pemukiman yang kemudian bercampur dan

mengendap di sedimen.

Ukuran butiran sedimen di lokasi penelitian tidak terlepas dari kondisi

lingkungan di sekitarnya yang membantu pembentukan sedimen salah satunya

adalah sumber komponen sedimen yang berasal dari daratan seperti proses abrasi

(31)

19

 

Gambar 6. Komposisi Fraksi Lumpur, Pasir Halus, dan Pasir Kasar (%) di Lokasi Pengamatan Teluk Jakarta

Faktor lain yang mempengaruhi ukuran butiran adalah mekanisme transport

material sedimen yang akan menentukan variasi pengendapan yang terjadi

(Rachman, 2008). Ukuran partikel sedimen yang kasar akan dengan mudah

diendapkan, tetapi untuk ukuran yang halus termasuk lanau dan lempung lebih

lama terendapkan karena terbawa arus menjauh dari pantai. Penelitian ini Stasiun

1, 2, 3, dan 4 lebih didominasi oleh lumpur karena letaknya jauh dari pantai.

Sebagai contoh Prartono et al. (2009) menunjukkan bahwa dominasi lanau dan lempung berturut-turut berkisar antara 21-35.8% dan 17.6-65.6% terjadi pada

wilayah timur perairan Teluk Jakarta.

4.5 Hubungan Antara Komposisi Fraksi Sedimen dengan konsentrasi Cd dan Cu di Sedimen

Menurut Afriansyah (2009) bahwa tipe sedimen akan mempengaruhi

kandungan logam berat dan spesiasinya dalam sedimen, sedimen yang banyak

(32)

20

 

lebih tinggi bila dibandingkan fraksi yang sifatnya kasar seperti pasir maupun

kerikil. Pengamatan hubungan antara konsentrasi logam berat Cu dengan fraksi

sedimen yakni antara persentase kandungan lumpur dengan konsentrasi Cu total

dalam sedimen menunjukkan hubungan yang erat dengan nilai koefisien korelasi

66.2%.

Konsentrasi rata-rata logam Cd di semua stasiun pada ukuran partikel <63

μm, 63-250 μm, dan 250-1000 μm berturut-turut adalah 0.58±0.10 μg/g,

0.61±0.33 μg/g, dan 1.42±1.00 μg/g (Gambar 8). Konsentrasi rata-rata Cd pada

ukuran partikel 250-1000 μm dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan

konsentrasi rata-rata Cd padaukuran partikel <63 μm dan 63-250 μm. Konsentrasi

rata-rata Cu dalam sedimen menunjukkan hal yang sama dengan konsentrasi Cd di

sedimen, dimana konsentrasi Cu semakin meningkat dengan semakin besar

ukuran partikel sedimen. Konsentrasi rata-rata logam Cu di semua stasiun pada

ukuran partikel <63 μm, 63-250 μm, dan 250-1000 μm berturut-turut adalah

28.09±25.20 μg/g, 30.16±33.44 μg/g, dan 41.70±59.14 μg/g (Gambar 9).

Pada penelitian ini umumnya konsentrasi pada semua logam meningkat

dengan meningkatnya ukuran partikel. Konsentrasi logam berat tertinggi berada

pada fraksi medium dan pasir. Bentuk pengelompokan (agglomeration) pada sedimen fraksi pasir dimungkinkan penyebab dari tingginya konsentrasi logam Cd

dan Cu ukuran partikel 250-1000 μm. Aglomerasi (Agglomeration) adalah proses penggabungan dan pengikatan partikel halus. Aglomerasi ini terjadi akibat adanya

perbedaan salinitas antara air laut dengan air tawar yakni pada saat penyaringan

(33)

21

 

Sedimen basah yang masih mengandung ion-ion Na+, K+, Cl- bertemu

dengan air aquades yang tidak bersalinitas saat penyemprotan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi aglomerasi adalah ukuran partikel, luas permukaan partikel dan

bentuk dari partikel itu sendiri. Pengikatan antar partikel ini dapat terjadi secara

sementara atau permanen, melekat atau menempel bersamaan dan membentuk

kesatuan (Pietsch, 2002). Jumlah logam berat yang tertahan oleh partikel dengan

ukuran partikel 250-1000 μm yang mengelompok akan jauh lebih besar

dibandingkan dengan jumlah yang dapat di adsorpsi pada permukaan sedimen

(Zanganeh et al., 2008). 

Peningkatan konsentrasi logam dalam partikel kasar dilokasi sampling dapat

dihubungkan dengan masukan dari sumber antropogenik lainnya. Partikel yang

lebih besar lebih lama terendapkan didaerah dangkal yang beroksigen dan

mungkin memiliki lebih banyak waktu untuk mengembangkan lapisan oksida

sehingga menyerap lebih banyak logam dibandingkan partikel kecil.

(34)

22

 

Gambar 8. Konsentrasi Rata-Rata Logam Berat Cu (μg/g) dalam Sedimen

Menurut Campbell et al. (1988) dalam Afriansyah (2009) keberadaan mangan dan besi oksida dalam sedimen mampu mengikat logam 10-50 % bahkan

lebih dari total logam dalam sedimen walaupun fraksi mangan dan besi oksida

tersebut jarang sekali ditemukan banyak sebagai material penyusun sedimen.

Kehadiran mineral logam atau fraksi kasar limbah industri daerah litogenik juga

dapat meningkatkan konsentrasi logam dalam fraksi kasar sedimen.

Perbedaan hasil yang diperoleh dengan penelitian sebelumnya karena

distribusi logam berat pada berbagai ukuran partikel dipengaruhi oleh

pembentukan sedimen baik secara alami maupun non-alami. Pada pembentukan

awal sedimen ini partikel yang berukuran lebih besar kemungkinan memiliki

kandungan logam yang tinggi dibandingkan partikel yang berukuran kecil.

Partikel kasar dan halus ini masuk ke perairan, partikel halus akan memiliki daya

adsorpsi logam yang lebih tinggi, walaupun daya adsorpsi tinggi pada partikel

yang halus tidak sebanding dengan konsentrasi awal yang mungkin tinggi pada

(35)

23

 

sumber alami untuk tembaga adalah chalcopyrite (CuFeS2), copper sulfide (CuS2),

malachite [Cu2(CO3)(OH)2], dan azurite [Cu3(CO3) 2 (OH)2] (Effendi, 2003).

Terdapat hubungan antara kandungan bahan organik dengan konsentrasi

logam berat. Logam berat mempunyai sifat mudah terikat pada bahan organik

yang kemudian mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen

(Harahap, 1991 dalam Rachman, 2008). Konsentrasi logam Cd dan Cu yang

tinggi pada partikel ukuran 250-1000 μm diduga mengandung bahan organik yang

tinggi. Pada penelitian ini belum terdapat informasi besarnya kandungan bahan

organik disetiap ukuran partikel.

(36)

24

 

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat Cd dan Cu

semakin meningkat dengan semakin besarnya ukuran partikel. Konsentrasi Cd dan

Cu yang tinggi pada fraksi pasir disebabkan karena partikel ukuran 250-1000 μm

membentuk agglomerates. Perbedaan sumber atau masukan diperkirakan menjadi faktor penting terhadap peningkatan konsentrasi logam dalam partikel kasar

dilokasi sampling, selain itu kemungkinan adanya konsentrasi logam Cd maupun

Cu yang lebih tinggi pada partikel yang berukuran lebih besar saat pembentukan

awal batuan sedimen.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan penulis adalah perlu adanya pengukuran

kandungan bahan organik untuk setiap ukuran partikel, sehingga dapat melihat

langsung hubungan antara konsentrasi logam berat, ukuran partikel dan

kandungan bahan organiknya.

(37)

25

 

DAFTAR PUSTAKA

Afriansyah, A. 2009. Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu)

dalam Air, Seston, Kerang dan Fraksinasinya dalam Sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 103 hlm.

Arifin, Z. 2011. Konsentrasi Logam Berat di Air, Sedimen, dan Biota di Teluk Kelabat, Pulau Bangka. E-journal. 3(1):104-114.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta (ID): UI Press. 140 hlm.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius. 252 hlm.

Firmansyah, I. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Laut untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 232 hlm.

Gray, T. W. 2003. Cadmium. www.webelements.com [diunduh 4 Desember 2011]

Gray, T. W. 2003. Copper. www.webelements.com [diunduh 4 Desember 42011]

Hutabarat, S dan Evans, S. M. 2006. Pengantar Oseanografi. Jakarta (ID): UI Press. 159 hlm.

Hutagalung, H. P, Setiapermana, D, dan Riyono, S. H. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Jakarta (ID): P3O-LIPI. 181 hlm.

IADC/CEDA. 1997. Conventions, Codes, and Conditions: Marine disposal . Environmental aspects of dredging 2a. Netherlands (US): IADC. 71 hlm. Laws, E. A. 1993. Aquatic Pollution an Introductory Text. Third Edition. Canada

(US): J Wiley. 611 hlm.

Libes, S. M. 2009. Introduction to Marine Biogeochemistry. Second Edition. New York (US): Elsevier Science. 909 hlm.

Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta (ID): Pradnya Paramita. 332 hlm.

(38)

26

 

Parera, P. 2004. Heavy Metal Concentrations in the Pacific Oyster; Crassostrea gigas. [Tesis]. Auckland(NZ): Auckland University of Technology. 116 hlm.

Pietsch, W. 2002. Agglomeration Processes: Phenomena Technologies Equipment. Berlin (DE): Wiley-VCH Verlag. 614 hlm.

Prartono, T, Razak, H, dan Gunawan, I. 2009. Pestisida Organoklorine di Sedimen Pesisir Muara Citarum, Teluk Jakarta: Peran Penting Fraksi Halus

Sedimen sebagai Pentransport DDT dan Proses Diagenesisnya. E-journal. 1(2):11-12.

Rachman, A. A. 2008. Sebaran Menegak Konsentrasi Pb, Cu, Zn, Cd, dan Ni di Sedimen Pulau Pari Bagian Utara Kepulauan Seribu. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 55 hlm.

Rozak, A dan Rochyatun, E. 2007. Pemantauan Kadar Logam Berat dalam Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. Makara Sains. 11(1): 28-36.

Sahara, E. 2009. Distribusi Pb dan Cu pada Berbagai Ukuran Partikel Sedimen di Pelabuhan Benoa. Jurnal Kimia. 3(2): 75-80.

Sanusi, H. S. 2006. KIMIA LAUT. Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Prartono T, Supriyono E, editor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 188 hlm.

Sarjono, A. 2009. Analisis Kandungan Logam Berat Cd, Pb, dan Hg

pada Air dan Sedimen di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. [skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 67 hlm.

Seibold, E and Berger, W. H. 1996. The Sea Floor. An Introduction to Marine Geology. Third Edition. Berlin (DE): Springer-Verlag. 356 hlm.

Siantingsih, A. 2005. Pendugaan Sebaran Spasial Logam Berat Cd, Cu, Zn, dan Ni dalam Air dan Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 73 hlm.

Situmorang, S. P, Sanusi, H. S, dan Arifin, Z. 2010. Geokimia Logam Berat (Pb, Cr, dan Cu) dalam Sedimen dan Potensi Ketersediaannya pada Biota Bentik di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. Ilmu Kelautan. 1(Edisi khusus): 1-11.

(39)

27

 

Supriyaningrum, E. 2006. Fluktuasi Logam Berat Timbal dan Kadmium dalam Air dan Sedimen di Perairan Teluk Jakarta (Tanjung Priuk, Marina, dan Sunda Kelapa). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 36 hlm. Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta (ID): PT. Grasindo. 224

hlm.

Zanganeh, A. H. P, Lakhan, V. C, and Vazyari, M. 2008. Geochemical

Associations and Grain Size Partitioning of Heavy Metals in Nearshore Sediments Along the Iranian Coast of the Caspian Sea. Di dalam: Sengupta M and Dalwani R, editor. Proceedings of The 12th World Lake Conference [internet]. Hlm 198-202. Tersedia pada:

http://wldb.ilec.or.jp/data/ilec. [diunduh 23 Oktober 2011].

(40)

   

 

(41)

29  

 

Lampiran 1. Prosedur analisis logam dalam contoh sedimen (US EPA Methods

3050B)

Analisis Logam Berat Cd dan Cu:

1. Sedimen basah dipisahkan berdasarkan ukuran dengan menggunakan saringan yang berukuran 1000 µm, 250 µm dan 63 µm ASTM E11 BODY 316 Mesh S STEEL.

2. Sedimen dikeringkan dalam oven Memmert Model 100-800 pada suhu 103-105 0C selama kurang lebih 12 jam

3. Sedimen kering dihaluskan dengan menggunakan alu dan porselin, diambil 1.3-1.5 gram dengan timbangan BP 210 S dan dimasukkan kedalam erlemeyer 250 ml kemudian dilanjutkan proses destruksi

4. Proses destruksi dimulai dengan penambahan larutan HNO3 (1:1) sebanyak 10 ml. Sampel dipanaskan di atas kompor listrik pada suhu 95 0C±5 0C direfluks selama 10 sampai 15 menit

5. Sedimen didinginkan pada suhu ruang dan ditambahkan 5 ml HNO3 pekat

6. Sedimen dipanaskan kembali selama 30 menit dan ditambahkan 5 ml HNO3 pekat, selanjutnya dipanaskan kembali pada suhu 95 0C±5 0C selama 2 jam

7. Sedimen didinginkan pada suhu ruang, ditambahkan 2 ml air suling, 5 ml H2O2 30% (penambahan H2O2 30% tidak lebih dari 10 ml) dan dilanjutkan pemanasan kembali suhu 95 0C±5 0C selama 2 jam

8. Sampel sedimen kemudian ditambahkan HCl pekat sebanyak 10 ml sambil dipanaskan 15 menit

9. Sedimen didinginkan pada suhu ruang dan disaring dengan menggunakan kertas saring ukuran 20 µm atau kertas saring Whatman No 41 dengan volume penempatan 100 ml dalam labu ukur

10.Ukur dengan menggunakan AAS spectra AA 20 plus

Keterangan:

U : Konsentrasi logam berat (μg/g)

C : Kadar hasil pengukuran dengan AAS/Absorbansi contoh (μg/ml)

B : Absorbansi blanko (μg/ml)

(42)

30  

 

Lampiran 2. Prosedur analisis fraksinasi sedimen (Rahayuningsih, 2007)

Analisis fraksi sedimen dilakukan dengan metode pengayakan basah melalui

tahapan sebagai berikut:

1. Sedimen basah dipanaskan dalam oven Memmert Model 100-800 pada suhu 103-105 0C selama kurang lebih 12 jam

2. Sampel sedimen yang kering ditimbang dengan timbangan BP 210 S sehingga diperoleh berat kering total (A gram)

3. Sedimen yang telah ditimbang kemudian direndam dengan aquades hingga air menyatu dengan sampel

4. Sampel di ayak dengan ayakan berukuran 1000 µm, 250 µm, dan 63 µm, bagian yang tersaring dipindahkan kedalam wadah porselin untuk dikeringkan kembali. Proses pengeringan dilakukan pada suhu 103-105 0C selama kurang lebih 12 jam

5. Sampel yang telah kering kemudian ditimbang sesuai dengan ukuran partikel >1000 µm (B gram), 250-1000 µm (C gram), 63-250 µm (D gram), dan <63 µm (E gram)

Berat sampel masing-masing dicatat sesuai ukuran butiran, kemudian hitung persentase tiap ukuran sedimen.

(43)

31  

 

Lampiran 3. Konsentrasi Cd dan Cu pada lokasi penelitian beserta koordinatnya

No Stasiun Koordinat

Konsentrasi Logam in Sedimen (μg/g)

Bujur Lintang Cd Cu

1 St 1 (250-1000) 106.8778 -5.9528 1.218195061 3.164061271 2 St 1 (63-250) 106.8778 -5.9528 0.519792785 8.275552432 3 St 1 (<63) 106.8778 -5.9528 0.491082436 9.673781047 4 St 2 (250-1000) 106.8889 -5.9944 1.188428269 2.976570673

5 St 2 (63-250) 106.8889 -5.9944 0.510912577 12.84581443 6 St 2 (<63) 106.8889 -5.9944 0.510912577 12.84581443 7 St 3 (250-1000) 106.9000 -6.0361 0.446842555 32.7722433

8 St 3 (63-250) 106.9000 -6.0361 0.318316111 19.70538813 9 St 3 (<63) 106.9000 -6.0361 0.577026217 25.34729394 10 St 4 (250-1000) 106.9111 -6.0778 2.821679222 127.8931981

11 St 4 (63-250) 106.9111 -6.0778 1.079706001 79.82103064 12 St 4 (<63) 106.9111 -6.0778 0.719152961 64.49938949

Lampiran 4. Hasil analisis fraksi sedimen logam Cd

Stasiun Grain size

Rata-rata 1.418±1.001 0.607±0.328 0.574±0.103

Lampiran 5. Hasil analisis fraksi sedimen logam Cu

Stasiun Grain size 250-100 μm 63-250 μm <63μm

1 3.164 8.276 9.674

2 2.977 12.846 12.846

(44)

32  

 

Lampiran 6. Diagram alir pemisahan sedimen berdasarkan ukuran partikel

Sedimen basah

Sedimen basah yang disaring pada ayakan 63 µm

Sedimen <63 µm yang telah disaring dan didekantasi

Sedimen <63 µm, 63-250 µm dan 250-1000 µm yang telah didekantasi

Sedimen <63 µm, 63-250 µm dan 250-1000 µm yang telah dikeringkan

(45)

33  

 

Lampiran 7. Diagram alir analisis logam berat

 

Proses destruksi diatas pemanas listrik dengan penambahan HNO3 (1:1)

Setelah proses destruksi sampel di saring dengan kertas saring Whatman No 41 dengan volume

penempatan 100 ml dalam labu ukur

Sampel yang telah di saring ditempatkan dalam wadah falcon 50 ml Sampel yang siap

Gambar

Gambar 1. Contoh Logam Cd (www.webelements.com)
Gambar 2. Contoh Logam Cu (www.webelements.com)
Tabel 1.  Konsentrasi Cd dan Cu (ppm) pada sedimen di beberapa perairan di     Indonesia
Tabel 2. Hubungan antara ukuran butiran sedimen (µm) dan konsentrasi logam berat Cu, Pb, dan Zn (µg/g) (Gaw, 1997 dalam Parera, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama (Suprijono, 2009). Tekun menghadapi tugas; b). Ulet menghadapi

Pasien yang patuh dalam konsumsi obat antidiabetes memiliki tingkat kesehatan periodontal sehat sampai sedang dengan skor sehat 0, dan sedang 1-2, sedangkan untuk kondisi

Waktu standar untuk proses perakitan tersebut masih dapat dikurangi dengan cara perbaikan terhadap metode kerja aktual, karena pada metode kerja aktual masih banyak

Sastrawan MPU tanggal 15 s/d 17 Oktober 2012 yang bertempat di Pendopo Candra Kirana Hotel Brongto Provinsi DI Yogyakarta 100 Sosialisasi Tari Walijamaliha dengan target

Sebelum perendaman, terlebih dulu dilakukan pemisahan buah dari tangkainya (perontokan) atau buah tersebut dapat direndam langsung dengan tangkainya. Buah lada sebaiknya dirontok

Hal ini antara lain juga didasari oleh besarnya potensi dan peluang ke depan yang dimiliki Indonesia dalam perdagangan lada di pasar internasional, diantaranya Indonesia sudah

adalah jenis dari crustase laut yang termasuk dalam genus Panulirus Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lobster genus Panulirus berdasarkan marka