• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Strategi Peningkatan Efisiensi Air Irigasi melalui Metode System of Rice Intensification dengan Pendekatan Eksperimental

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Strategi Peningkatan Efisiensi Air Irigasi melalui Metode System of Rice Intensification dengan Pendekatan Eksperimental"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPERIMENTAL

OLEH

MERIANI PUSPA WARDANI H14070037

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

MERIANI PUSPA WARDANI. Kajian Strategi Peningkatkan Efisiensi Air Irigasi melalui Metode System Of Rice Intensification dengan Pendekatan Eksperimental (dibimbing oleh BAMBANG JUANDA).

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk serta pertumbuhan ekonomi, kebutuhan air irigasi untuk memproduksi padi semakin meningkat. Namun di sisi lain, ketersediaan air irigasi sering dalam keadaan tidak menentu. Pada saat musim hujan, ketersediaan air irigasi cenderung berlebih, sebaliknya pada musim kemarau suplai air sangatlah terbatas. Meningkatnya kelangkaan sumber daya air dapat memicu terjadinya kekeringan sehingga menyebabkan penurunan produksi padi. Untuk mengatasi masalah tersebut, peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi perlu dilakukan.

Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi akan lebih mudah jika apresiasi terhadap nilai ekonomi air terbentuk. Untuk itu diperlukan suatu penentuan harga air yang tepat yang mencerminkan keinginan membayar atas air irigasi. Penerapan budidaya padi metode System of Rice Intensification (SRI) juga dapat meningkatkan efisiensi air irigasi. Selain itu metode SRI dapat meningkatkan produksi padi. Namun penerapan metode SRI masih belum banyak dilakukan. Risiko kerugian, anggapan air irigasi murah dan berlimpah serta tidak sempurnanya informasi yang diperoleh membuat petani belum bersedia menerapkan metode SRI. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi yang mampu mendorong petani agar menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Hal tersebut dapat dikaji dengan menggunakan metode percobaan ekonomi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih jauh WTP (Willingness to Pay/kesediaan petani untuk membayar) air irigasi jika ada peningkatan pelayanan air irigasi serta faktor–faktor yang mempengaruhinya. Tujuan lainnya ialah merumuskan suatu strategi yang tepat yang dapat mendorong petani untuk menerapkan metode SRI. Lokasi penelitian mengenai analisis Willingness to Pay di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang.

Jenis data yang digunakan adalah data primer yang bersumber dari petani pengguna air irigasi anggota P3A yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Selain itu data primer juga ada yang dihasilkan dari percobaan ekonomi. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis Willingness to Pay, analisis regresi linier berganda serta analisis ragam (ANOVA). Rancangan percobaan penelitian ini yaitu Rancangan Acak Kelompok Tiga Faktor. Faktor yang akan dilihat pengaruhnya yaitu ganti rugi dari pemerintah, pembayaran air irigasi dan informasi proyeksi produksi padi. Respon yang akan diamati yaitu jumlah luas lahan yang diterapkan metode SRI.

(3)

hanya faktor informasi proyeksi produksi padi yang memengaruhi keputusan petani dalam menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Sedangkan faktor ganti rugi, pembayaran air serta kombinasi antara ketiganya tidak berpengaruh nyata. Dengan demikian strategi yang dapat mendorong petani untuk menerapkan metode SRI adalah dengan memberikan informasi yang lengkap dan menyeluruh mengenai metode SRI.

(4)

EKSPERIMENTAL

Oleh

MERIANI PUSPA WARDANI H14070037

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Eksperimental

Nama : Meriani Puspa Wardani

NRP : H14070037

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. NIP. 19640101 198803 1 061

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2011

(7)

Penulis bernama Meriani Puspa Wardani lahir pada tanggal 16 Agustus

1989 di Bogor. Penulis anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Amirudin

Aidin Beng dan Tartini. Pada tahun 1996 penulis memulai pendidikan dasar di

SDN Pengadilan III Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Bogor dan

lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2

Bogor dan lulus pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar

dapat memperoleh ilmu dan pengembangan pola pikir, sehingga menjadi sumber

daya yang berguna bagi pembangunan kota Bogor. Penulis diterima melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program

Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat

dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan

dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Kajian Strategi Peningkatan Efisiensi Air Irigasi melalui Metode System of Rice

Intensification dengan Pendekatan Eksperimental”. Skripsi ini merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Departemen Ilmu

Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu dalam proses penulisan skripsi ini, antara lain :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam

pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. Tanti Novianti, M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah menguji hasil

karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat

berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Dr. Alla Asmara, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang

telah memberikan masukan mengenai tata cara penulisan skripsi yang

baik.

4. Kedua orang tua penulis, Ayahanda dan Ibunda tercinta, Amirudin Aidin

Beng dan Tartini atas semua pengorbanan, doa dan dukungannya. Serta

tidak lupa untuk kakakku tersayang Rey dan Ika.

5. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi

FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama

menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.

6. Teman-teman S1 yang telah bersedia hadir menjadi pelaku percobaan

ekonomi ini.

7. Elvha Aditia Sidik, Ibu Luh Putu Suciati, Sondang Marini, Sahabat IE’44

(Destia, Ida, Riri, Risya), dan semua mahasiswa IE’44, terima kasih atas

bantuan dan dukungannya. Serta teman-teman lainnya yang tidak bisa

(9)

penelitian-penelitian selanjutnya.

Bogor, September 2011

Meriani Puspa Wardani

(10)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1. Pengertian dan Peran Irigasi ... 9

2.1.2. Iuran Air Irigasi ... 10

2.1.3. Lembaga Pengelola Sumber Daya Air ... 11

2.1.4. Budidaya Padi System of Rice Intensification ... 12

2.1.5. Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay). 15 2.1.6. Identifikasi dan Seleksi Faktor - faktor yang Memengaruhi Willingness to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi . ... 17

(11)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.5.1. Nilai Willingness to Pay (WTP) Rata-rata Petani Pemakai Air. ... 35

3.5.2. Analisis Willingness to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi ... 36

3.5.3. Rancangan Acak Kelompok (RAK). ... 37

3.6. Prosedur Percobaan Ekonomi ... 40

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 42

4.1.1. Kabupaten Cianjur ... 42

4.1.2. Kabupaten Karawang ... 43

4.2. Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah Penelitian ... 44

4.2.1. Kabupaten Cianjur ... 44

4.2.2. Kabupaten Karawang ... 45

4.3. Penetapan Iuran Air Irigasi Wilayah Penelitian ... 46

4.4. Pengembangan Sistem Budidaya Padi ... 47

4.4.1. Kabupaten Cianjur ... 47

4.4.2. Kabupaten Karawang ... 47

(12)

5.2. Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Petani Pemakai

Air ... 54

5.2.1. Nilai WTP Petani Pemakai Air Kabupaten Cianjur .. 54

5.2.2. Nilai WTP Petani Pemakai Air Kabupaten Karawang 55 5.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi ... 57

5.3.1. Kabupaten Cianjur ... 57

5.3.2. Kabupaten Karawang ... 59

5.4. Implikasi Strategi terhadap Lahan Sawah yang Diterapkan Metode SRI... 60

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 64

6.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Hasil Proyeksi Produksi Padi ... 4

3.1 Variasi Penerapan Budidaya Padi ... 31

4.1 Nama Desa dan Luas Areal Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Leungsir ... 43

4.2 Nama Desa Yang Diairi Oleh Saluran Sekunder Telagasari ... 44

5.1 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 49

5.2 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan ... 50

5.3 Sebaran Responden Menurut Luas Lahan ... 51

5.4 Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani... 52

5.5 Sebaran Responden Menurut Pengalaman Budidaya SRI ... 53

5.6 Sebaran Responden Menurut Status Lahan ... 53

5.7 Sebaran Responden Menurut Penilaian Pelayanan Irigasi ... 53

5.8 Hasil Analisis Kesediaan Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi Kabupaten. Cianjur ... 57

5.9 Hasil Analisis Kesediaan Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi Kabupaten Karawang ... 59

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran ... 27

5.1 Pengaruh Informasi terhadap Luas Lahan yang Diterapkan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sebaran Data Karakteristik Responden Kabupaten Cianjur ... 69

2. Sebaran Data Karakteristik Responden Kabupaten Karawang ... 70

3. Olahan Data Statistik Kabupaten Cianjur dengan Minitab for Windows Release 15 ... 71

4. Olahan Data Statistik Kabupaten Karawang dengan Minitab for Windows Release 15... 73

5. Data Hasil Percobaan ... 75

6. Instruksi Percobaan Ekonomi ... 77

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang paling esensial dalam

keberlangsungan kehidupan manusia. Air juga memegang peranan penting dalam

menunjang perkembangan sosial dan ekonomi suatu wilayah. Sebagian sumber

daya air digunakan untuk pertanian sebagai air irigasi. Peranan air irigasi sangat

penting dalam usahatani padi. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk

serta pertumbuhan ekonomi, kebutuhan air irigasi untuk memproduksi padi

semakin meningkat. Tetapi di sisi lain, air irigasi kini semakin terbatas (Ditjen

Pengelolaan Lahan dan Air, 2007). Ketersediaan air irigasi sering dalam keadaan

tidak menentu. Pada saat musim hujan, ketersediaan air irigasi cenderung

berlebih, sebaliknya pada musim kemarau suplai air sangatlah terbatas.

Meningkatnya kelangkaan sumber daya air dapat memicu terjadinya

kekeringan yang akan berakibat pada penurunan produksi padi. Berdasarkan data

dari Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (2006), pada tahun 2005, lahan padi yang

mengalami kekeringan di Propinsi Jawa Barat yaitu seluas 13.140 hektar dengan

891 hektar yang mengalami gagal panen. Kemudian pada tahun 2006 terjadi

peningkatan yang sangat tajam. Luas lahan tanaman padi yang terkena kekeringan

mencapai 123.527 hektar dengan lahan yang mengalami gagal panen seluas

48.659 hektar.

Menteri Pertanian menjelaskan bahwa selama lima tahun terakhir lahan

yang terkena dampak kekeringan rata-rata mencapai 228.095 hektar. Lahan yang

(17)

yang terkena kekeringan mencapai 96.721 hektar, tapi yang puso hanya 20.856

hektar1.

Salah satu solusi mengatasi persoalan kelangkaan air ialah dengan

meningkatkan efisiensi penggunaan air. Adanya anggapan bahwa air irigasi

merupakan barang publik menyebabkan penggunaannya menjadi kurang efisien.

Menurut sudut pandang ekonomi, peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi

akan lebih mudah jika apresiasi terhadap nilai ekonomi air terbentuk.

Ketidakefisienan penggunaan air irigasi juga disebabkan karena metode budidaya

padi yang digunakan. Selama ini, sebagian besar petani di wilayah Indonesia

menerapkan metode konvensional dalam usaha taninya. Penerapan metode

konvensional pada usahatani memerlukan air yang lebih banyak. Padahal terdapat

metode alternatif yang lebih hemat dalam penggunaan air yaitu metode System of

Rice Intensification (SRI).

Budidaya padi metode SRI adalah usahatani padi sawah irigasi secara

intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui

pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal serta berbasis pada kaidah ramah

lingkungan (Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air, 2007). Secara umum, dalam

konsep metode SRI, tanaman padi diperlakukan sebagai organisme hidup

sebagaimana mestinya. Penanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan

kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Pada prinsipnya budidaya SRI ialah

budidaya padi dengan menanam satu benih padi (umur 7 hari sampai 12 hari),

dengan perlakuan yang berbeda yakni jarak tanaman yang lebih lebar (25 cm x 25

      

1 

(18)

cm , 30 cm x 30 cm ) serta pemberian air terputus (irigasi berselang)2. Budidaya

padi metode SRI juga menekankan pada penggunaan pupuk organik. Untuk

pengendalian hama pada metode SRI didasarkan pada konsep pengendalian hama

terpadu seperti menggunakan pestisida nabati. Namun pada prakteknya,

penerapan budidaya padi SRI sangat bervariasi yaitu dalam hal penggunaan

sarana produksi (pupuk dan pestisida), jumlah benih dalam satu lubang, serta

pemberian air.

Budidaya padi metode SRI telah terbukti menghemat penggunaan air.

Inggit (2009) menjelaskan bahwa metode SRI mampu menghemat air hingga 60

persen dari kebutuhan padi sawah biasa. Pemberian air irigasi pada metode

konvesional dalam budidaya padi dilakukan dengan cara menggenangi sawah.

Sedangkan pada budidaya SRI, pemberian air irigasi dilakukan secara

macak-macak, artinya kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air. Dengan begitu

petani hanya memakai kurang dari setengah kebutuhan air pada sistem

konvensional (Berkelaar, 2001). Kelebihan air yang diperoleh karena menerapkan

metode SRI dapat digunakan untuk kebutuhan atau kegiatan ekonomi lainnya,

sehingga penggunaan air irigasi dapat lebih efisien.

Selain dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi, metode SRI

juga telah terbukti meningkatkan produktivitas areal persawahan (Berkelaar,

2001). Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bandung

Ir. H. A Tisna Umaran, mengatakan dari hasil penelitian yang telah dilakukan,

metode SRI mampu meningkatkan produksi padi serta memperbaiki kualitas

lingkungan dibandingkan dengan teknik budidaya secara konvensional.       

2

Arief Imansyah, SRI Sebagai Penghemat Air, [online]

(19)

Selanjutnya beliau mengatakan bahwa di Kabupaten Bandung, metode SRI dapat

menghasilkan produksi padi rata-rata hingga 8,8 ton. Sementara dengan metode

konvensional yang hanya menghasilkan 6,5 ton per hektar3

. Budidaya padi

metode SRI menekankan pada penggunaan input organik seperti pupuk organik

dan pestisida nabati. Penambahan unsur organik pada lahan sawah akan

memperbaiki kondisi lahan sehingga lahan dapat menjadi lebih subur. Dengan

demikian, produktivitas lahan sawah akan meningkat. Berbeda dengan metode

SRI, budidaya padi metode konvensional menggunakan input sintetis. Hal ini

semakin lama membuat sifat fisik tanah semakin memburuk. Penggunaan input

sintetis serta berkurangnya penggunaan input organik menyebabkan lahan sawah

menjadi lebih keras dan liat sehingga sulit diolah.

Tabel.1.1. Hasil Proyeksi Produksi Padi

MusimTanam Proyeksi produksi padi SRI per ha (Kg)

Proyeksi produksi padi Konvensional per ha (Kg)

1 Musim 5925 6170 kg

2 Musim 6936 6170 kg

3 Musim 7948 6170 kg

4 Musim 8959 6170 kg

5 Musim 9970 6170 kg

Sumber : Laporan Akhir: Rancang Bangun Sistem Insentif Untuk Peningkatan Pendapatan Petani, Efisiensi Penggunaan Air Dan Ketahanan Pangan Nasional, 2010 (diolah).

Berdasarkan Tabel 1.1, proyeksi produksi padi metode SRI, hasilnya

cenderung dibandingkan proyeksi produksi padi metode konvensional. Selain itu,

pada metode SRI terjadi peningkatan produksi padi. Peningkatan tersebut terjadi

setelah beberapa kali musim tanam.

      

3 

(20)

1.2. Perumusan Masalah

Budidaya padi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air irigasi. Namun

belakangan ini kinerja irigasi kian menurun. Pada umumnya, menurunnya kinerja

irigasi disebabkan oleh memburuknya jaringan irigasi serta menurunnya

ketersediaan air irigasi. Salah satu solusi untuk menjawab permasalahan tersebut

adalah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi. Pentingnya

peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi terkait kondisi berikut, yaitu : (a) air

semakin langka ; (b) 80 persen sumber daya air digunakan untuk irigasi ; (c)

tingkat efisiensi selama ini masih rendah sehingga potensi peningkatan efisiensi

air irigasi cukup besar (Sumaryanto, 2006).

Iuran untuk layanan irigasi yang selama ini dibayar oleh petani belum

mampu mendorong petaniu ntuk menggunakan air irigasi secara efisien. Selama

ini sumber daya air irigasi dipandang sebagai barang publik. Pengambilan dan

pemanfaatan sumber daya secara berlebihan pada akhirnya dapat menimbulkan

degradasi dan penyusutan sumber daya. Untuk itu peningkatan kontribusi petani

dalam membiayai operasi dan pemeliharaan irigasi di tingkat tersier sangat

dibutuhkan guna mendukung kinerja irigasi yang efisien, sehingga diperlukan

suatu penentuan harga air irigasi yang tepat yang dapat meningkatkan efisiensi

penggunaan air. Penentuan harga ini dapat tercermin dari kemauan membayar

petani pemakai air atas air irigasi.

Penerapan budidaya padi metode SRI yang hemat air juga dapat menjadi

solusi dalam meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi. Metode SRI mampu

(21)

SRI dapat memperbaiki kualitas lahan menjadi lebih subur sehingga hasil

produksi padi menjadi lebih tinggi dari pada metode konvensional.

Tetapi masih banyak petani yang belum bersedia untuk menerapkan

budidaya padi metode SRI. Berdasarkan fakta di lapangan, hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya yaitu kekhawatiran akan penurunan produksi, tidak

adanya jaminan kerugian, anggapan air berlimpah dan murah sehingga tidak perlu

dihemat, tidak adanya jaminan pasar akan gabah organik, tingginya serangan

hama dan sebagainya. Oleh karenanya perkembangan luasan lahan budidaya padi

metode SRI masih relatif terbatas. Penerapan metode SRI masih dilakukan secara

bertahap. Sebagian besar petani masih belum berani menerapkan metode SRI

secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi yang dapat

mendorong petani untuk menerapkan budidaya padi SRI.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini

ingin mengkaji lebih jauh mengenai nilai air irigasi yang dapat dilihat dari

kesediaan petani dalam membayar iuran air irigasi (Willingness to Pay). Lokasi

penelitian untuk analisis kemauan membayar petani atas iuran air irigasi berada di

dua kabupaten yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Selain itu

dengan menggunakan percobaan ekonomi, peneliti ingin mengetahui dan

mengkaji faktor yang dapat memengaruhi keputusan petani dalam menerapkan

metode SRI pada usaha taninya.

Sehubungan dengan uraian diatas, perumusan masalah pokok yang akan

(22)

1 Berapakah estimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani

pengguna air terhadap pelayanan air irigasi di Kabupaten Cianjur dan

Kabupaten Karawang?

2 Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesediaan petani dalam

membayar iuran air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten

Karawang?

3 Strategi apa saja yang dapat mendorong petani untuk menerapkan

budidaya padi metode System Rice of Intensification (SRI)?

1.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan

maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengestimasi besarnya nilai WTP petani terhadap pelayanan air irigasi di

Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang.

2. Menentukan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesediaan petani

dalam membayar iuran air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten

Karawang.

3. Menentukan strategi yang tepat agar metode SRI diterapkan oleh petani

melalui pendekatan eksperimental.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan :

1. Pemerintah Daerah untuk mengupayakan pengembangan pemeliharaan

(23)

alokasi air dan sistem harga sebagai usaha dalam rangka mempertahankan

kecukupan pangan.

2. P3A Mitra Cai dalam menentukan besarnya iuran air irigasi yang adil.

3. Petani agar menggunakan air secara efisien serta menerapkan pola tanam

SRI dalam kegiatan usaha tani.

4. Kalangan akademisi untuk pengembangan teori dan menambah khanasah

ilmu pengetahuan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan mempunyai batasan-batasan yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan mengkaji pada dua wilayah yaitu Kabupaten

Cianjur dan Kabupaten Karawang. Hal ini dikarenakan kedua wilayah

merupakan sentra pertanian.

2. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder dan

data primer hasil percobaan ekonomi.

3. Peserta percobaan ekonomi adalah dari kalangan mahasiswa, Institut

Pertanian Bogor (IPB).

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori-Teori

2.1.1. Pengertian dan Peran Irigasi

Pembangunan sistem irigasi ialah penyediaan prasarana dalam

menghantarkan air dari sumber air ke lahan pertanian. Sistem irigasi akan

mempunyai nilai ekonomi apabila air yang dihantarkan menuju lahan pertanian

yang produktif4. Irigasi berperan sebagai sarana produksi dalam memenuhi

kebutuhan pangan5. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang

tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian,

pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian.

Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah :

1. Siklus hidrologi.

2. Kondisi fisik dan kimiawi lahan.

3. Kondisi biologis tanaman.

4. Aktivitas manusia.

Irigasi mempunyai peranan penting yaitu :

1. Untuk menyediakan air bagi tanaman serta untuk mengatur kelembapan

tanah.

2. Membantu menyuburkan tanah karena kandungan yang dibawa oleh air.

3. Dapat menekan pertumbuhan gulma.

4. Dapat memudahkan pengolahan tanah6.

      

4

Effendi Pasandaran, Irigasi di Indonesia: Strategi dan Pengembangan, (Jakarta : LP3ES, 1991), hlm 186.

5

Ibid,149. 6  

(25)

       

2.1.2. Iuran Air Irigasi

Iuran air irigasi berawal dari suatu usaha untuk memecahkan masalah yang

terkait dengan operasi dan pemeliharaan. Tanggung jawab operasional atas

jaringan tersier serta keperluan iuran dari pemakai air menimbulkan keterikatan

finansial antara pemakai air dan pengelola. Iuran dapat berupa pungutan yang

telah ditetapkan maupun pungutan atas dasar “perasaan”, dimana jumlah yang

dibayar oleh petani bergantung perasaannya terhadap kualitas pelayanan irigasi

ataupun bergantung pada hasil produksinya7.

Iuran air ini diharapkan dapat menjamin keinginan membayar dari semua

pemakai air irigasi. Oleh karenanya, iuran air irigasi merupakan suatu pelayanan,

bukan suatu pajak. Konsep iuran air irigasi sebaiknya menggabungkan sejumlah

pertimbangan, yaitu :

1. Iuran yang lebih tinggi untuk pelayanan yang baik, sebaliknya bila

pelayanannya buruk maka iuran akan semakin rendah.

2. Iuran harus berbeda berdasarkan perbedaan suplai air yang disepakati atas

areal sistem.

Konsep iuran air irigasi mendukung pengembangan fungsi dari

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yakni:

1. Penentuan pelayanan dan keinginan untuk membayar iuran.

2. Pengembangan dan pemeliharaan sistem irigasi.

3. Pemecahan konfik terkait pembagian air irigasi.

4. Pengelolaan keuangan tentang biaya operasional dan pemeliharaan8.

 

7

Ibid, 359.

8

(26)

2.1.3. Lembaga Pengelola Sumber Daya Air

Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber

Daya Air dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Irigasi,pelaksanaan

operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dikelola oleh Pemda dan masyarakat

petani pemakai air. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer

dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah

Daerah sesuai dengan kewenangannya. Sedangkan pelaksanaan operasi dan

pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat

petani pemakai air. Pengaturan air irigasi dan jaringan irigasi beserta bangunannya

yang berada dalam wilayah daerah, diserahkan kepada Pemerintah Daerah dengan

berpedoman pada Peraturan Pemerintah yang bersangkutan.

Pemerintah bertanggung jawab dalam penyediaan dan pengadaan

pembangunan infrastruktur sumber daya air. Pengembangan sistem irigasi

berperan penting dalam program ketahanan pangan nasional. Air irigasi tidak

diberi harga karena merupakan barang publik. Untuk itu menjadi bagian dari

sektor publik yang alokasinya menjadi tugas pemerintah. Lembaga yang

termasuk ke dalamnya diantaranya ialah Menteri Pekerjaan Umum, Menteri

Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Gubernur,

Bupati atau Walikota, BPDAS (Balai Pengelola DAS) dibawah koordinasi

Departemen Kehutanan, Perum Jasa Tirta II dan BBWS Citarum (Balai Besar

Wilayah Sungai Citarum).

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) merupakan kelompok yang ada di

masyarakat dimana anggotanya adalah petani yang menggunakan air sebagai

(27)

pembagian air bagi petani dimana pembentukannya berdasarkan pada luasan areal

sawah dan di daerah irigasi setempat. P3A merupakan suatu lembaga formal yang

dibentuk dalam rangka meningkatkan pemanfaatan air irigasi secara efisien. P3A

ini ditetapkan dan dikembangkan oleh Pemerintah Daerah untuk mengelola serta

memelihara jaringan irigasi berserta bangunannya.

Pengembangan P3A sangatlah diperlukan. P3A dapat membantu dalam

meningkatkan efisiensi penggunaan air pada tingkat usaha tani, mengelola

pelaksanaan jadwal tanam dan pola tanam yang telah ditentukan oleh pemerintah,

menyalurkan air secara merata serta menghilangkan konflik terkait pembagian air.

Namun tidak sedikit pula lembaga P3A yang tidak berfungsi dilapangan. P3A

yang kuat sulit dikembangkan di daerah yang basah atau daerah yang kelebihan

air dibandingkan di daerah yang sering kekurangan air.

2.1.4. Budidaya Padi System of rice Intensification

System Of Rice Intensification (SRI) yaitu cara budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran dengan

berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air (Ditjen Prasarana dan Sarana

Pertanian, 2010). Metode SRI pertama kali dikembangkan di Madagaskar pada

tahun 1980 oleh Fr Henri de Laulanie, S.J. Kemudian pada tahun 1990 metode

SRI di uji coba di wilayah Asia dengan hasil yang positif (Setiajie, et al., 2008).

Di Indonesia gagasan SRI juga telah di uji coba dan diterapkan di beberapa

Kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi

serta Papua. Prinsip-prinsip budidaya padi SRI yaitu:

1. Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika

(28)

       

2. Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau

lebih jarang.

3. Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus

hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.

4. Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu

dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus).

5. Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval

10 hari.

6. Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk

hijau)9.

Metode SRI mengedepankan pemberdayaan kerifan lokal yaitu dengan

memanfaatkan serta mengelola kekuatan sumber daya alam di wilayah sekitar

secara terpadu untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi secara

berkelanjutan. Pada dasarnya konsep metode SRI adalah tanam benih muda

dengan pola tanam tunggal (satu benih untuk satu lubang) dan menggunakan

sistem irigasi berselang (terputus). Namun di masing-masing wilayah metode SRI

yang diterapkan cukup bervariasi.

Tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang

sesuai dengan pertumbuhannya. Penggunaan input-input organik sangat

ditekankan pada budidaya metode SRI sehingga dapat meningkatkan kesuburan

lahan sawah. Dengan begitu produksi padi menjadi lebih tinggi. Melalui

penerapan metode SRI diharapkan para petani memperoleh hasil panen 30 persen

lebih banyak jika dibandingkan dengan metode konvensional.  

9

(29)

       

Dalam budidaya padi metode SRI pemberian air irigasi dilakukan secara

terputus (intermitten) berdasarkan alternasi antara periode basah dan kering.

Berbeda dengan metode konvensional, pemberian air irigasi dilakukan dengan

cara digenangi. Untuk itu kebutuhan air pada metode SRI lebih sedikit

dibandingkan metode konvensional. Dengan metode SRI, petani hanya memakai

sekitar 50 persen kebutuhan air pada metode konvensional yang biasa

menggenangi tanaman padi. Selain itu dengan kondisi tanah tidak tergenang akan

menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah sehingga akar

berkembang lebih besar. Dengan demikian akar dapat menyerap nutrisi lebih

banyak. Sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi.

Keunggulan metode SRI dibandingkan metode konvensional :

1. Lebih hemat air. Pada metode SRI, selama pertumbuhan dari mulai tanam

sampai panen memberikan air maksimal 2 cm, paling baik macak-macak

sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( Irigasi

terputus).

2. Hemat waktu. Ditanam bibit muda 5 – 12 HSS (hari setelah semai), dan

waktu panen akan lebih awal.

3. Produksi meningkat, di beberapa tempat bahkan dapat mencapai 11 ton/ha.

4. Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan

mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikro Organisme

Lokal), begitu juga penggunaan pestisida10

Namun metode SRI juga memiliki beberapa kelemahan. Kekhawatiran

terhadap risiko penurunan produksi menjadi kendala dalam menerapkan SRI.  

10 

(30)

Hasil produksi padi dengan metode SRI memang pada awal musim tanam

cenderung akan menurun. Dengan metode SRI, penggunaan pupuk sintetis

diminimalisir atau bahkan dihilangkan dan diganti dengan mengggunakan pupuk

organik. Untuk itu lahan sawah masih belum dapat “beradaptasi” sehingga

produksi padi biasanya langsung menurun. Tetapi sebenarnya peningkatan

produksi padi yang lebih tinggi akan dapat tercapai setelah beberapa musim

tanam. Beberapa kendala lainnya yaitu :

1. Tidak adanya jaminan kerugian apabila petani mengalami penurunan

produksi.

2. Anggapan air irigasi berlimpah dan murah sehingga tidak perlu dihemat.

3. Tidak adanya jaminan pasar untuk hasil produksi.

4. Harga jual Gabah Kering Panen (GKP) SRI sama dengan harga jual GKP

konvensional.

5. Metode SRI tidak dapat diterapkan untuk semua jenis sawah, jika

topografi datar, maka aliran air tidak akan lancar, jika posisi sawah di atas

saluran air, maka metode pemberian air yg intermiten tidak dapat

dilakukan.

6. Adanya inovasi tidak serta merta direspon baik oleh petani, sekalipun

petani tersebut diberi pelatihan.

7. Kurang lengkapnya informasi mengenai metode SRI.

2.1.5. Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay)

Willingness to Pay atau kesediaan untuk membayar adalah jumlah

maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan

(31)

Dalam WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau

masyarakat secara agregat untuk membayar dalam rangka memperbaiki kondisi

lingkungan agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Menurut Hanley dan

Spash dalam Fauzi (2006), penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung

(direct method) dengan melakukan survei dan secara tidak langsung (indirect

method) yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan

yang telah terjadi. Dalam penelitian ini, perhitungan WTP dilakukan secara

langsung yaitu dengan melakukan survei langsung dari responden.

Menurut Hanley dan Spash dalam Fauzi (2006), dalam menentukan

besarnya nilai WTP responden dapat dilakukan dengan teknik :

1. Teknik Tawar Menawar (Bidding Game)

Teknik ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden secara

berulang-ulang apakah bersedia membayar / menerima sejumlah uang tertentu

yang diajukan sebagai titik awal (starting point). Nilai tersebut kemudian bisa

dinaikkan atau diturunkan sampai ke tingkat yang disepakati. Kelebihan metode

ini adalah memberikan semacam stimulan untuk membantu responden berpikir

lebih leluasa tentang nilai tertentu. Kelemahannya adalah nilai yang ditawarkan

dapat memengaruhi nilai yang diberikan sehingga dapat hasilnya dapat bias.

2. Teknik Pertanyaan Terbuka (Open-Ended Question)

Teknik ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden

berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimal uang

ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini adalah

(32)

diberikan. Sementara kelemahan metode ini adalah kurangnya akurasi nilai yang

diberikan dan terlalu besar variasinya.

3. Teknik Kartu Pembayaran (Payment Card)

Nilai diperoleh dengan menggunakan suatu kartu yang terdiri dari berbagai

nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan untuk menerima dimana

responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang sesuai

dengan preferensinya.

4. Teknik Pilihan Dikotomi (Close-Ended Referendum)

Teknik ini menawarkan responden jumlah uang tertentu dan menanyakan

apakah responden mau membayar / tidak sejumlah uang untuk memperoleh

kualitas lingkungan tertentu atau apakah responden mau menerima / tidak

sejumlah uang sebagai kompensasi atau diterimanya atas penurunan nilai kualitas

lingkungan.

2.1.6. Identifikasi dan Seleksi Faktor-faktor yang Memengaruhi Willingness

to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi.

Seleksi faktor-faktor yang diduga memengaruhi Willingness to Pay (WTP)

petani pemakai air terhadap pelayanan air irigasi mengambil dari penelitian

Joewo (2003) dan Juanda et al. (2010). Faktor-faktor tersebut yaitu :

1. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir petani terhadap penilaian

sumber daya alam sebagai barang publik. Variabel ini dianggap berpengaruh

karena umumnya petani dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih

memahami nilai ekonomi dari sumberdaya yang semakin lama semakin terbatas

(33)

Asumsinya adalah semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin

besar pula WTP yang akan dibayarkan untuk iuran air irigasi.

2. Pendapatan

Pendapatan sangat memengaruhi kemauan petani dalam membayar iuran

air irigasi. Asumsinya semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi nilai WTP

petani atas iuran air irigasi.

3. Luas Lahan

Luas kepemilikan lahan sawah merupakan faktor penting dalam proses

produksi. Kepemilikan lahan sawah yang sempit menjadi kurang efisien

dibandingkan dengan lahan sawah yang lebih luas. Asumsinya semakin luas

kepemilikan lahan sawah, maka kemauan petani membayar iuran air irigasi akan

semakin meningkat. Petani yang memiliki lahan yang lebih luas, akan

membutuhkan air irigasi yang lebih banyak pula. Sehingga petani rela membayar

lebih untuk layanan irigasi yang lebih baik.

4. Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani diduga berpengaruh positif terhadap kemauan

membayar petani atas pelayanan air irigasi. Semakin lama pengalaman petani,

semakin tinggi pula pembayaran atas iuran air irigasi. Umumnya petani yang telah

lama menekuni usaha tani, tentu lebih memahami pentingnya air dalam usaha

tani.

5. Pengalaman Budidaya Padi SRI

Pengalaman metode SRI diduga berpengaruh positif terhadap nilai WTP

yang bersedia dibayarkan petani. Semakin lama pengalaman SRI, semakin tinggi

(34)

irigasi berselang, sehingga pengaturan serta pendistribusian air yang baik sangat

dibutuhkan. Untuk itu petani yang telah melakulan budidaya padi SRI lebih lama

akan bersedia membayar iuran lebih tinggi.

6. Penilaian terhadap Pelayanan Air Irigasi

Asumsi yang berlaku adalah semakin baik penilaian petani akan pelayanan

air irigasi maka semakin tinggi pula nilai WTP yang bersedia dibayarkan.

Penilaian dimasukkan dalam kategori baik jika kondisi dan pengaturan irigasi baik

serta volume kebutuhan air tercukupi serta debit air yang mengalir ke petani dapat

mencukupi kebutuhan pada lahan sawahnya. Kondisi irigasi dinyatakan baik

apabila kondisi jaringan irigasi tidak atau sedikit yang mengalami kerusakan.

Pangaturan dinyatakan baik apabila distribusi lancar.

7. Status Lahan

Status lahan menjadi salah satu faktor yang sangat memengaruhi petani

dalam mengambil keputusan dalam membayar iuran air. Asumsinya kemauan

membayar iuran air irigasi semakin kecil apabila petani berstatus sebagai

penggarap. Sedangkan apabila petani sebagai pemilik, kemauan membayar iuran

air irigasi cenderung lebih tinggi.

2.1.7. Identifikasi Faktor-faktor yang Mendorong Petani untuk Menerapkan Budidaya Padi Metode SRI.

Menemukan suatu strategi yang tepat sangat diperlukan dalam upaya

untuk mendorong petani agar bersedia untuk menerapkan metode SRI. Untuk

merumuskan strategi tersebut, dapat melihat dari faktor-faktor yang diduga dapat

mendorong petani untuk menerapkan metode SRI. Identifikasi faktor tersebut

berdasarkan proposal penelitian Juanda et al. (2010). Faktor-faktor tersebut yaitu :

(35)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil produksi padi metode SRI

pada awal musim tanam cenderung menurun. Selain itu penanaman padi untuk

setiap lubang hanya satu benih, sehingga meningkatkan risiko tanaman padi tidak

ada yang tumbuh jika terserang hama. Hal tersebut meningkatkan peluang

terjadinya penurunan produksi padi yang akan berakibat pada penurunan

pendapatan. Kekhawatiran akan penurunan produksi padi membuat petani enggan

untuk menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Untuk itu apabila ada ganti

rugi dari pemerintah jika terjadi penurunan produksi, maka kemungkinan petani

akan bersedia untuk menerapkan metode SRI. Semakin besar jaminan kerugian

yang ditawarkan pemerintah, maka semakin luas lahan yang besedia petani

terapkan metode SRI.

2. Adanya pembayaran air irigasi sesuai volume kebutuhan air.

Adanya anggapan air berlimpah dan murah, membuat petani tidak

berinisiatif untuk lebih hemat dalam penggunaan air. Petani merasa tidak perlu

menggunakan metode SRI dan memilih metode konvensional karena air banyak

dan kadang tidak bayar. Fakta di lapangan menunjukan bahwa metose SRI hanya

digunakan apabila ketersediaan air irigasi kurang (pada musim kemarau).

Sedangkan jika air irigasi berlebih (pada musim hujan), petani lebih memilih

metode konvensional, sehingga penerapan metode SRI sering tidak kontinu.

Oleh karena itu, apabila air irigasi diberi harga berdasarkan volume

kebutuhan air, maka kemungkinan petani akan bersedia menerapkan metode SRI.

Sumaryanto (2006) menjelaskan bahwa valuasi air irigasi berdasarkan volumetric

pricing memang yang paling efektif. Namun dibutuhkan sarana serta

(36)

3.566 m3 per hektar. Sedangkan pada metode konvensional kebutuhan air irigasi

lebih tinggi yaitu sebesar 6.601 m3 per hektar. Dengan menetapkan biaya air

sesuai volume kebutuhan air, maka biaya air untuk metode SRI akan lebih rendah

dibandingkan biaya air metode konvensional.

3. Adanya informasi yang lengkap mengenai metode SRI.

Sebagian besar petani memang sudah mengetahui metode SRI secara

umum. Tetapi tidak semuanya mengetahui serta memahami secara mendalam.

Sebagian besar petani hanya mengetahui bahwa metode SRI dapat meningkatkan

hasil produksi serta dapat meningkatkan kesuburan tanah. Namun sedikit yang

mengetahui bahwa penerapan metode SRI pada awal musim tanam, hasil

produksinya akan menurun. Karena merasa kecewa dengan hasil produksinya,

petani tidak bersedia untuk mencobanya lagi. Padahal peningkatan produksi padi

yang dijanjikan metose SRI akan terjadi setelah beberapa kali musim tanam. Hal

ini diakibatkan tidak lengkapnya informasi tentang metode SRI yang diperoleh.

Untuk itu penting bagi petani untuk memahami metode SRI secara lengkap.

2.1.8. Percobaan Ekonomi

Rancangan percobaan (Experimental Design) merupakan suatu metode

pengumpulan data yang efektif dalam mengkaji hubungan sebab akibat antar

peubah (Juanda, 2009).

Metode eksperimental ekonomi juga dapat digunakan untuk

mengumpulkan data sampel metode percobaan (Aktif). Tujuan penerapan metode

eksperimental ekonomi dalam penelitian ini adalah untuk melihat faktor apa saja

(37)

Teori “Induced Value”, yang dikembangkan oleh Smith (1976) dalam

Juanda (2009) dipercaya menjadi suatu inovasi metodologi andalan yang mampu

memberikan pengarahan kepada pelaksanaan eksperimen ekonomi terkendali. Ide

dasar dari teori ini adalah bahwa penggunaan medium imbalan (reward medium)

yang tepat memungkinkan seorang experimenter atau peneliti untuk

memunculkan induce (karakteristik) pelaku ekonomi tertentu dan karakteristik bawaannya menjadi tidak berpengaruh lagi (irrelevant). Apabila karakteristik

dasar pelaku ekonomi (eksperimental unit) sama atau homogen maka peneliti

dapat melakukan percobaan karena prinsip dasar ”pengendalian lingkungan”

sudah dilakukan.

Terdapat tiga persyaratan yang dianggap mencukupi untuk memunculkan

karakteristik diatas yaitu

1. Monotonicity. Pelaku percobaan harus selalu menyukai imbalan yang lebih

besar,

2. Salience. Imbalan yang diterima pelaku tergantung dari tindakan mereka

(dan pelaku-pelaku lain) dalam percobaan sesuai aturan institusi yang

mereka fahami

3. Dominance. Adanya dominasi kepentingan pelaku di dalam pelaksanaan

percobaan, yaitu mereka lebih mengutamakan imbalan dan mengabaikan

hal-hal lain.

Kelebihan metode percobaan dibandingkan dengan metode survei (Juanda,

2009), antara lain:

1. Peneliti memiliki keleluasaan untuk melakukan pengawasan terhadap

(38)

2. Dapat menciptakan jenis perlakuan yang diinginkan dan kemudian

mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada responnya.

3. Telaahnya bersifat analitik, yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan

sebab akibat antar berbagai faktor.

Dalam Mattjik dan Sumertajaya (2006) disebutkan ada tiga prinsip dasar

dalam perancangan percobaan, yaitu:

1. Ulangan, yang fungsinya untuk:

ƒ Menghasilkan nilai dugaan bagi galat (kekeliruan) percobaan.

ƒ Meningkatkan ketepatan percobaan dengan memperkecil simpangan

baku nilai tengah percobaan.

ƒ Mengendalikan galat percobaan.

2. Pengacakan

Sebelum percobaan, pengalokasian subjek ke kelompok yang akan

dicobakan dengan pengacakan (randomization). Dengan pengacakan ini, dapat

dianggap bahwa subjek-subjek tersebut hanya berbeda karena faktor kebetulan

dalam peubah yang dikaji. Tujuan pengacakan ini untuk mendapatkan dugaan tak

bias bagi galat percobaan dan nilai tengah perlakuan.

3. Pengelompokkan (kontrol lingkungan)

Peneliti harus mengontrol faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi

respon (outcome).Tujuan pengendalian lingkungan ini untuk mengurangi galat

percobaan.

2.1.9 Rancangan Acak Kelompok

Rancangan Acak Kelompok adalah suatu rancangan acak yang dilakukan

(39)

yang dinamakan kelompok yang kemudian ditentukan secara acak perlakuan di

masing-masing kelompok. Tujuan dari pengelompokan ini adalah untuk membuat

keragaman-keragaman satuan percobaan di dalam masing-masing kelompok

sekecil mungkin sedangkan perbedaan antar kelompok sebesar mungkin

(Setiawan, 2009).

Setiawan (2009) menjelaskan mengenai beberapa keuntungan RAK yaitu :

1. Lebih efisien dan akurat. Pengelompokan yang efektif akan menurunkan

Jumlah Kuadart Galat dan akan meningkatkan tingkat ketepatan.

2. Lebih fleksibel. Ualngan serta perlakuan dapat di tambah sesuai kebutuhan

percobaan.

3. Penarikan kesimpulan lebih luas.

Kerugian RAK diantaranya adalah :

1. Memerlukan asumsi tambahan untuk beberapa uji hipotesis.

2. Interaksi antar kelompok dan perlakuan sangat sulit.

3. Peningkatan ketepatan pengelompokan akan menurun dengan semakin

meningkatnya jumlah satuan percobaan dalam kelompok.

2.2. Penelitian Terdahulu

Gusty (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui WTP masyarakat

terhadap peningkatan pelayanan dan perbaikan aliran air dengan proyek WSLIC.

Alat analisis yang digunakan adalah menggunakan data kuantitatif dengan dua

pendekatan yaitu : (1) untuk mengetahui nilai WTP rata-rata dengan

menggunakan rumus nilai tengah dan (2) untuk mengidentifikasi faktor-faktor

(40)

peningkatan pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC. Hasil penelitiannya

menyatakan bahwa nilai rata-rata WTP yang diberikan pelanggan berbeda

menurut kelompok pengguna. Untuk nilai WTP rata-rata kelompok pertama

adalah sebesar Rp. 1000,00, nilai rata-rata kelompok kedua adalah sebesar Rp.

703,0303 dan nilai rata-rata kelompok ketiga sebesar Rp. 498,7273. Sedangkan

faktor-faktor yang memengaruhinya adalah faktor tingkat pendapatan dan faktor

kelompok masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC. Faktor-faktor lainnya

yaitu umur ,tingkat pendidikan, penilaian masyarakat terhadap tingkat pelayanan

BPS dalam mengelola WSLIC, tingkat pengetahuan masyarakat mengenai iuran

air , dan jumlah pemakaian air tidak berpengaruh.

Joewo (2003) meneliti mengenai kemauan dan kemampuan petani dalam

membayar IPAIR serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Analisis data yang

digunakan adalah analisis regeresi logit multinominal. Hasil penelitiannya

menyebutkan bahwa penghasilan bersih merupakan faktor yang berpengaruh

terhadap kemauan petani dalam membayar IPAIR. Sedangkan faktor yang

mempengaruhi kemampuan petani dalam membayar IPAIR adalah jumlah

pendapatan bersih petani dan presentase besarnya volume air yang terpenuhi.

Juanda, et al. (2010) meneliti mengenai nilai air irigasi melalui pendekatan

shadow price dengan lokasi penelitian di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Selain itu, dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan tarif iuran

air irigasi yang fair dengan menggunakan formula indeks pemakaian air. Hasil

penelitiannya menyebutkan bahwa harga bayangan air (shadow price) irigasi

berdasarkan optimasi memaksimalkan pendapatan petani di Kabupaten Cianjur

(41)

bayangan air irigasi di Kabupaten Karawang sebesar Rp 1.138/m3 (konvensional)

dan untuk metode SRI tidak terdapat harga bayangan. Kemudian berdasarkan

formula indeks pemakaian air, tarif ipair yang fair di Kabupaten Cianjur berkisar

antara Rp. 123.000 sampai Rp. 136.000 per hektar per musim tanam, sedangkan

di Kabupaten Karawang berkisar antara Rp. 55.000 sampai Rp. 61.000 per

hektar per musim tanam.

2.3. Kerangka Pemikiran

Sebagian besar sumber daya air dimanfaatkan untuk irigasi pertanian

tanaman pangan. Air irigasi selama ini dianggap sebagai barang publik yang

bersifat sosial sehingga penentuan harga air masih mengalami hambatan. Karena

sumber daya air tidak memiliki nilai maka ada kecenderungan untuk

menggunakannya secara berlebihan. Untuk itu perlu perlu adanya penelitian

tentang nilai ekonomi mengenai air irigasi dengan menggunakan pendekatan

Willingness to Pay (WTP). Pendekatan Willingness to Pay (WTP) mencerminkan

keinginan membayar petani terhadap air irigasi. Penentuan kemauan membayar

petani dalam membayar air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP petani

digunakan analisis regresi linear berganda.

Budidaya padi metode SRI yang hemat air juga berperan dalam

mendukung efisiensi air irigasi. Tidak hanya hemat air, metode SRI juga dapat

meningkatkan produksi padi yang lebih tinggi serta dapat memperbaiki kualitas

lingkungan. Tetapi penerapan SRI masih diterapkan pada lahan yang relatif

(42)

SRI. Adanya risiko kerugian, adanya anggapan air murah dan berlimpah sehingga

tidak perlu dihemat serta tidak lengkapnya informasi mengenai metode SRI

menjadi beberapa pemicu diantaranya. Untuk memahami lebih jauh fenomena

tersebut, dilakukan percobaan ekonomi yang bertujuan untuk melihat keputusan

petani dalam menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Dari hasil percobaan

ekonomi, dapat dirumuskan suatu strategi yang tepat agar petani bersedia

menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

(43)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah untuk penelitian

dapat dikembangkan hipotesis penelitian, yaitu:

1. Pilihan petani dalam membayar iuran air irigasi diduga akan dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman usaha tani,

pengalaman budidaya padi metode SRI, penilaian terhadap pelayanan

irigasi dan status lahan.

2. Diduga petani akan menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya apabila

adanya jaminan kerugian dari pemerintah, apabila air irigasi diberi harga

(ada biaya air sesuai volume kebutuhan air) serta apabila petani

mengetahui proyeksi produksi padi metode SRI setiap musim tanam.

(44)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan didaerah aliran sungai (DAS) Citarum, Jawa

Barat yakni wilayah hulu dan wilayah hilir DAS Citarum. Lokasi penelitian

ditekankan pada wilayah sentra pertanian khususnya berbasis tanaman pangan

yaitu padi. Oleh karena itu wilayah hulu diwakili oleh Kabupaten Cianjur

sedangkan wilayah hilir diwakili oleh Kabupaten Karawang. Penelitian terkait

metode SRI dengan menggunakan simulasi percobaan ekonomi dilakukan di

Ruang Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD), Kampus

Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga, Bogor pada tanggal 4 dan 5 Agustus

2011.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Untuk penelitian mengenai analisis Wiillingness to Pay dan

faktor-faktor yang memengaruhinya mengacu pada data hasil penelitian Juanda, et al.

(2010) yang berjudul Rancang Bangun Sistem Insentif Untuk Peningkatan

Pendapatan Petani, Efisiensi Penggunaan Air Dan Ketahanan Pangan Nasional.

Data primer tersebut bersumber dari petani pengguna air irigasi anggota P3A yang

diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Selain itu data

primer juga ada yang dihasilkan dari percobaan ekonomi. Data sekunder diperoleh

dari instansi pengelola sumber daya air maupun instansi lain yang terkait serta

(45)

3.3. Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani pemakai air yang berada di

sekitar Daerah Irigasi (DI) Cihea dan Ciraden Leuwi Leungsir (Kabupaten

Cianjur) serta di sekitar Saluran Sekunder Telagasari (Kabupaten Karawang).

Responden yang digunakan sebagai sampel ialah sebanyak 29 petani di

Kabupaten Cianjur dan 18 petani di Kabupaten Karawang. Responden dipilih

secara purposive dengan metode snowball sampling. Purposive sampling

merupakan penarikan contoh berdasar beberapa pertimbangan dan tujuan tertentu

(Juanda, 2009). Metode tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan banyaknya

variasi penerapan budidaya padi seperti penerapan metode SRI dan variasinya.

Metode snowball sampling dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang

populasi penelitiannya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengetahui satu atau

dua orang Ketua Kelompok Tani di kedua kabupaten. Untuk itu peneliti meminta

kepada Ketua Kelompok Tani (sampel pertama) untuk menunjukan orang lain

yang kira-kira bisa dijadikan sampel (anggota kelompok tani).  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(46)

Tabel 3.1. Variasi Penerapan Budidaya Padi

No Variasi metode

budidaya padi

Keterangan tanda :

v : menerapkan secara penuh

½ : menerapkan sebagian

- : tidak menerapkan

Sumber : Laporan Akhir: Rancang Bangun Sistem Insentif Untuk Peningkatan Pendapatan Petani, Efisiensi Penggunaan Air Dan Ketahanan Pangan Nasional, 2010.

3.4. Rancangan Percobaan

Percobaan ekonomi pada penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan

suatu strategi yang tepat agar petani mau menerapkan metode SRI dalam

budidaya padinya. Untuk itu dalam simulasi ini, dikombinasikan dengan tiga

faktor yang diduga memengaruhi keputusan petani dalam menerapkan metode

SRI pada usaha taninya. Ketiga faktor tersebut yaitu :

1. Faktor pertama adalah adanya penggantian kerugian dari pemerintah jika

terjadi penurunan produksi pada saat menggunakan metode SRI. Dalam

simulasi, ganti rugi yang diterima berdasarkan besarnya penurunan

keuntungan yang diperoleh apabila menerapkan metode SRI. Ada lima

(47)

ganti rugi. Semakin besar persentase pergantian (ganti rugi) dari

pemerintah, semakin besar luas lahan yang bersedia diterapkan metode

SRI. Hal ini disebabkan hasil produksi padi yang menggunakan metode

SRI pada awal musim tanam kemungkinan besar akan menurun.

Kekhawatiran ini membuat petani tidak berminat mengganti pola tanam

padinya. Untuk itu adanya pergantian dari pemerintah, membuat petani

merasa aman dan mau menerapkan SRI pada lahan sawahnya.

2. Faktor kedua adanya pembayaran air irigasi. Biaya air irigasi diduga akan

memengaruhi petani dalam menerapkan metode SRI. Dalam simulasi

penelitian ini, biaya air irigasi berdasarkan volume kebutuhan air. Skenario

terkait biaya air irigasi ini dibagi dua, yaitu bayar dan tidak bayar.

3. Faktor ketiga terkait dengan informasi yang diperoleh responden mengenai

produktivitas metode SRI. Skenario dibagi 2 yaitu responden mengetahui

informasi lengkap dan tidak lengkap. Pada responden yang mengetahui

informasi lengkap diberikan informasi mengenai proyeksi produksi padi

kedua metode (SRI dan konvensional) dari musim pertama hingga musim

kelima. Sedangkan pada responden yang mendapat informasi tidak

lengkap, tidak diberikan informasi proyeksi produksi. Diduga responden

yang mengetahui proyeksi produksi cenderung mau menerapkan metode

SRI pada lahan sawahnya.

Percobaan ekonomi dalam penelitian ini melibatkan 20 orang mahasiswa

sebagai responden pelaku percobaan. Seluruh responden berperan sebagai seorang

petani. Kemudian responden diminta untuk menuliskan berapa luas lahan yang

(48)

20 kombinasi perlakuan yang berbeda didasarkan pada ketiga faktor yang telah

disebutkan. Setiap perlakuan diamati sebanyak tiga periode percobaan. Perlakuan

tersebut adalah :

1. Responden mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi dari

pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi),

adanya pembayaran air (ada biaya air).

2. Responden mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi dari

pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi),

tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).

3. Responden mengetahui informasi secara lengkap , adanya ganti rugi 25 %

dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi),

adanya pembayaran air (ada biaya air).

4. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 25 %

dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi),

tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).

5. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 50 %

dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi),

adanya pembayaran air (ada biaya air).

6. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 50 %

dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi),

tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).

7. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 75 %

dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi),

(49)

8. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 75 %

dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi),

tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).

9. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 100

% dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan

produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).

10. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 100

% dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan

produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).

11. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi

dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi),

adanya pembayaran air (ada biaya air).

12. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi

dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi),

tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).

13. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap , adanya ganti rugi

25 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan

produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).

14. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi

25 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan

produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).

15. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi

50 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan

(50)

16. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi

50 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan

produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).

17. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi

75 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan

produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air) .

18. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi

75 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan

produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).

19. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi

100 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan

produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).

20. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi

100 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan

produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).

3.5. Metode Analisis

3.5.1. Nilai Willingness to Pay (WTP) Rata-rata Petani Pemakai Air

Dalam penelitian ini, perhitungan WTP dilakukan secara langsung yaitu

dengan melakukan survei langsung dari responden. Penentuan besarnya nilai

WTP responden dilakukan dengan Teknik Tawar Menawar (Bidding Game).

Teknik dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden secara

berulang-ulang apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai

(51)

x

Dalam mencari nilai rata-rata dari contoh atau sampel dapat menggunakan rumus

(Elfa, 2009) :

x ∑ i

n

Keterangan:

x = nilai tengah contoh

xi = nilai sampel atau contoh ke i

n = banyaknya sampel atau contoh

3.5.2. Analisis Willingness to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi

Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kemauan membayar

petani atas pelayanan air irigasi digunakan model ekonometrika sebagai berikut :

WTP = 0 + 1PDKNi + 2PDTNi + 3LLi + 4PTNi + 5PSRIi + 6 DPLYNi +

7DSTSL + ei

Keterangan:

WTP = WTP petani pemakai air (Rp/org/MT)

0 = Konstanta

1, 2,… 7 = Koefisien Regresi

PDKNi = Tingkat pendidikan responden petani ke-i (SD = 6 ; SLTP = 9 ;

SLTA = 12)

PDTNi = Pendapatan responden petani ke-i (Rp/org/MT)

LLi = Luas lahan responden petani ke-i (m2)

PTNi = Pengalaman bertani responden petani ke-i (tahun)

PSRIi = Pengalaman SRI responden petani ke-i (MT)

DPLYNi = Penilaian terhadap pelayanan irigasi responden petani ke-i.

(52)

DSTSLi = Status lahan responden petani ke-i ( milik sendiri = 1 ; sewa = 0 )

i = Responden ke-i

e = Galat

Pengujian hipotesis regresi berganda dari hasil print out komputer dapat

dilakukan dengan cara:

1. Dengan melihat thitung atau Fhitung dan dibandingkan dengan nilai T dan F.

jika thitung atau Fhitung lebih besar daripada t atau F maka keputusannya

adalah menolak hipotesis nol (H0). Sebaliknya jika thitung atau Fhitung lebih

kecil daripada t atau F maka keputusannya adalah menerima hipotesis nol

(H0).

2. Dengan menggunakan nilai signifikan (nilai-P) lebih kecil daripada taraf

signifikan yang disyaratkan maka H0 ditolak dan jika nilai-P lebih besar

daripada taraf signifikansi yang disyaratkan maka H0 diterima.

3.5.3. Rancangan Acak Kelompok (RAK).

Model rancangan percobaan ekonomi dalam penelitian ini tergolong dalam

Rancangan Acak Kelompok. Percobaan dalam penelitian ini melihat pengaruh

tiga faktor, yaitu jaminan ganti rugi, pembayaran air, dan informasi untuk itu

rancangan percobaan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Kelompok Tiga Faktor.

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Yijk = µ + αi + βj + γk +λp + αβij + αγik + βγjk + αβγijk +εijk

Keterangan :

(53)

µ = rataan umum

αi = pengaruh ganti rugi ke-i

βj = pengaruh pembayaran ke-j

γk = pengaruh informasi ke-k

λp = pengaruh kelompok ke-p

αβij = pengaruh interaksi ganti rugi ke-i dan pembayaran ke-j

αγik = pengaruh interaksi ganti rugi ke-i dan informasi ke-k

βγjk = pengaruh interaksi pembayaran ke-j dan informasi ke-k

αβγijk = pengaruh interaksi ganti rugi ke-i, pembayaran ke-j, dan informasi ke-k

εijk = pengaruh dari komponen acak perlakuan

i = 1, 2, 3, 4, 5

j = 1, 2

k = 1, 2

p = 1, 2, 3

Metode analisis yang digunakan untuk rancangan percobaan adalah dengan

menggunakan analisis ragam (ANOVA). Sebelum analisis ragam, dilakukan

terlebih dahulu pengujian asumsi. Ada tiga asumsi yang harus dipenuhi, antara

lain kenormalan, kebebasan, dan kehomogenan.

1. Galat percobaan saling bebas. Ini berarti tidak ada korelasi antar galat.

2. Galat percobaan menyebar normal. Galat harus menyebar normal karena

uji yang digunakan adalah uji-F.

(54)

mal ada satu 1 dimana αi ≠ 0

2. ruh terhadap respon yang diamati)

(informasi tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati)

espon)

sang ganti rugi dan pembayaran

(interaksi ganti rugi dan informasi tidak berpengaruh

ada sepasang ganti rugi dan informasi

interaksi pembayaran dan informasi tidak berpengaruh

a sepasang pembayaran dan informasi

(interaksi ganti rugi, pembayaran, dan informasi tidak Apabila data yang diolah tidak memenuhi asumsi-asumsi ANOVA tersebut

maka data harus ditransformasikan dan kembali diuji dengan ANOVA. Adapun

hipotesis yang akan diuji dari percobaan di atas adalah sebagai berikut :

1. H0 : αi = 0 (ganti rugi tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati)

berpengaruh terhadap respon).

5. H0 : (α )ik = 0

terhadap respon)

H1 : (α )ik = 1 (minimal

berpengaruh terhadap respon).

6. H0 : ( )jk = 0 (

terhadap respon).

H1 : ( )jk = 1 (minimal ad

berpengaruh terhadap respon).

7. H0 : (α )ijk = 0

(55)

8.

mal ada satu 1 dimana ρl≠ 0

percob dian disusun prosedurnya (instruksi

cobaan Ekonomi

. Peserta terdiri dari 20 orang.

bar keputusan.

aca dan memahami intruksi percobaan yang

secara rinci

elah ditentukan kondisi awalnya.

nnya.

pa petak lahan yang ingin

anam

H1 : (α )ijk = 1 (minimal ada sepasang (i,j,k) berpengaruh terhadap

respon).

H0 : ρl = 0 (periode tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati).

H1 : Mini

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dari perancangan

aan. Rancangan percobaan dibuat kemu

percobaan). Setelah itu percobaan ekonomi siap dilakukan dengan melibatkan 20

mahasiswa. Hasil percobaan ekonomi selanjutnya di analisis dengan analisis

ragam (ANOVA).

3.6. Prosedur Per

1

2. Peserta diberikan instruksi percobaan dan lem

3. Peserta terlebih dahulu memb

diberikan oleh peneliti. Peneliti juga menjelaskan intruksi

untuk membantu peserta yang masih kurang jelas.

4. Percobaan terdiri dari 20 perlakuan dengan 3 kali ulangan setiap

perlakuannya.

5. Pada percobaan ini, peserta berperan sebagai seorang petani.

6. Setiap peserta t

7. Setiap peserta diberikan perlakuan yang berbeda setiap ulanga

8. Peserta kemudian diminta untuk menuliskan bera

(56)

mnya.

diberikan kepada peneliti.

i kelima. Keputusan tersebut dipengaruhi oleh kombinasi faktor sesuai

dengan perlakuan yang didapat.

9. Peserta kemudian menghitung total produksi serta total keuntungan bersih

yang diperoleh setiap musim tana

10. Setelah semua terisi, selanjutnya peserta masuk pada ulangan berikutnya.

11. Pada akhir percobaan, lembar keputusan

12. Kompensasi yang didapat masing-masing peserta akan dihitung penelit

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Tabel 3.1. Variasi Penerapan Budidaya Padi
Tabel 4.1. Nama Desa dan Luas Areal Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Leungsir
Tabel 4.2. Nama Desa Yang Diairi Oleh Saluran Sekunder Telagasari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila saudara tidak hadir dalam batas waktu yang di tentukan maka perusahan saudara. dinyatakan

Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Pemerintah Daerah yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru dari Departemen Pendidikan Nasional, dan

Menambah pengetahuan orangtua terutama ibu terhadap pijat bayi, menambah pengalaman ibu dalam memijat bayi, menambah rasa peduli orangtua terhadap pertumbuhan dan

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa yang mengajak orang kepada suatu petunjuk (jalan yang baik), maka dia mendapatkan pahala

Sejauh ini, sekalipun komposisi asam-asam lemak dari CBE telah cenderung sama, akan tetapi para peneliti masih belum mampu menghasilkan lemak cokelat ekivalen dengan

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.45/PJ/2010 menjelaskan bahwa SPT Masa PPN dalam bentuk data elektronik wajib digunakan oleh Wajib Pajak yang telah

Apabila Perseroan tidak dapat atau terlambat menerbitkan Sertifikat Jumbo Obligasi dan/atau memberi instruksi kepada KSEI untuk mengkreditkan Obligasi pada