RINGKASAN
ATIKA BAKTISARI. Keragaman Karakter Terkait Vigor Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine max L. Merill). (Dibimbing oleh DESTA WIRNAS dan ENY WIDAJATI).
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Penanaman untuk perbanyakan benih dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Darmaga. Pengujian mutu benih dilakukan di Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH) Cimanggis pada bulan Maret sampai September 2008. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan vigor 20 genotipe hasil pemuliaan serta mempelajari keragaman berbagai karakter yang terkait dengan vigor benih kedelai.
Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan, yaitu studi keragaan daya simpan benih kedelai pada berbagai periode simpan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor dan studi pewarisan karakter tolok ukur mutu fisiologis benih menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Ulangan dilakukan sebanyak 3 ulangan, sedangkan genotipe yang dipakai adalah sebanyak 20 genotipe dengan pembanding adalah Anjasmoro.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa benih kedelai bermutu baik pada awal periode simpan (0 bulan) akan mengalami penurunan vigor mulai periode simpan 1 bulan yang ditandai oleh turunnya daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh dan kadar air serta peningkatan daya hantar listrik. Penurunan vigor semakin terlihat pada periode simpan 2 bulan dengan daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh dan kadar air menurun serta daya hantar listrik meningkat. Pada periode simpan 3 bulan, benih sudah mengalami deteriorasi sehingga semua tolok ukur yang diamati menunjukkan nilai sangat rendah kecuali daya hantar listrik yang nilainya sangat tinggi.
KERAGAMAN KARAKTER TERKAIT VIGOR
DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI
(Glycine max
L. Merill
)
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Atika Baktisari
A34404053
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Merill)
Nama
: Atika Baktisari
NRP
: A34404053
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr. Desta Wirnas, S.P. M.Si) (Dr. Ir. Eny Widajati, M.S.) NIP : 197012282000032001 NIP : 196101061985032002
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
(Prof. Dr. Didy Soepandie, MAgr.) NIP : 195712221982031002
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nganjuk, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 24 Juni 1985. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak Rachmat Harno dan Alm. Ibu Sulasmi.
Pada tahun 1991 penulis lulus dari TK PG Rejo Agung Baru, kemudian pada tahun 1997 penulis menyelesaikan studi di SD Negeri 01 Patihan, Madiun. Pada tahun 2000 penulis lulus dari SLTP Negeri 1 Madiun dan menyelesaikan studi di SMU Negeri 2 Madiun pada tahun 2003.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “Keragaman Karakter Terkait Vigor Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine max L. Merill)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Desta Wirnas, S.P. M.Si selaku dosen pembimbing satu dan Dr. Ir. Eny
Widajati, M.S. selaku dosen pembimbing dua, dan Maryati Sari, S.P. M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan selama penyusunan skripsi.
2. Ir. Ahmad Sarjana, M.Si selaku Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH) Cimanggis; Dina Daryono, S.TP, M.Si selaku kepala laboratorium biologi BBPPMBTPH, Dewi Taliroso, S.P. M.Si dan seluruh staf BBPPMBTPH Cimanggis yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian.
3. Almarhumah Ibu Sulasmi, Bapak Rachmat Harno dan Erika Wijayanti, S.Kh tercinta yang telah memberikan semangat, nasehat, doa serta pengorbanan dalam bentuk materi untuk menunjang kuliah; Keluarga Kusnindar yang meminjamkan literatur kedelai di BLPP Nganjuk, keluarga Sukati yang membantu dalam bentuk materi dan pihak-pihak lain yang turut berperan dalam penyusunan tugas akhir, keluarga besar di Nganjuk dan Surabaya. 4. Rekan-rekan Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih yang
membantu penelitian dan penyusunan skripsi.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan ... 3
Hipotesis... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Asal-Usul, Taksonomi, dan Morfologi Kedelai ... 4
Pertumbuhan Kedelai... 6
Penyimpanan Benih Kedelai ... 6
Vigor Benih Kedelai ... 9
BAHAN DAN METODE... 12
Tempat dan Waktu... 12
Bahan dan Alat ... 12
Metode Penelitian ... 12
Pelaksanaan ... 14
Pengamatan ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN... 18
Kondisi Umum ... 18
Keragaan Daya Simpan Benih Kedelai Pada Berbagai Periode Simpan ... 19
Studi Pengaruh Genotipe Terhadap Daya Simpan Benih Kedelai ... 29
KESIMPULAN DAN SARAN... 33
Kesimpulan... 33
Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA... 34
Teks
1. Nilai tengah daya berkecambah (%) dan potensi tumbuh maksimum (%) benih kedelai pada beberapa periode simpan ... 20 2. Nilai tengah kecepatan tumbuh (%/etmal) dan kadar air (%) benih
kedelai pada beberapa periode simpan... 22 3. Nilai tengah bobot (gram) dan volume (mL) benih kedelai pada
beberapa periode simpan... 25 4. Nilai tengah berat jenis (gram/mL) dan daya hantar listrik
(µS cm-1g-1) benih kedelai pada beberapa periode simpan ... 26 5. Nilai ragam karakter vigor benih kedelai pada berbagai periode
simpan ... 28
6. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe (G) terhadap tolok ukur mutu fisiologis benih kedelai... 29
7. Ragam dugaan genotipik dan fenotipik serta nilai heritabilitas dalam arti luas pada beberapa tolok ukur mutu fisiologis benih kedelai ... 30 8. Uji lanjut dunnett genotipe (G) terhadap tolok ukur mutu fisiologis
DAFTAR LAMPIRAN
terhadap Kecepatan Tumbuh (KCT) ... 384. Data sidik ragam pengaruh genotipe (G) dan periode simpan (T) terhadap Berat Jenis Benih (BJ) ... 40
8. Data sidik ragam pengaruh genotipe (G) dan periode simpan (T) terhadap Daya Hantar Listrik (DHL)... 40
9. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe (G) terhadap tolok ukur mutu fisiologis benih kedelai ... 40
10. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh periode simpan (T) terhadap tolok ukur mutu fisiologis benih kedelai ... 41
11. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh interaksi genotipe (G) dan periode simpan (T) terhadap tolok ukur mutu fisiologis benih kedelai ... 41
12. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe (G), periode simpan (P), dan interaksi genotipe (G) dengan periode simpan (P) terhadap tolok ukur mutu fisiologis benih kedelai ... 41
13. Data Sidik Ragam Daya Berkecambah (DB) Optimum Pada Periode Simpan 2 Bulan... 42
14. Data Sidik Ragam Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Optimum Pada Periode Simpan 2 Bulan ... 42
15. Data Sidik Kecepatan Tumbuh (KCT) Optimum Pada Periode
17. Data Sidik Ragam Volume Benih (V) Optimum Pada Periode Simpan 2 Bulan ... 43
18. Data Sidik Ragam Bobot Benih (B) Optimum Pada Periode Simpan 2 Bulan ... 43
19. Data Sidik Ragam Berat Jenis Benih (BJ) Optimum Pada Periode Simpan 2 Bulan ... 43
20. Data Sidik Ragam Daya Hantar Listrik (DHL) Optimum Pada Periode Simpan 2 Bulan... 43
21. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 44
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman, yang dimaksud dengan benih adalah semua bagian tanaman yang dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman dari hasil pembiakan generatif maupun vegetatif. Menurut Sumpema (2005), benih merupakan biji yang mampu melewati masa juvenil hingga menghasilkan bunga melalui proses penyerbukan dan akan menghasilkan biji melalui fertilisasi. Menurut Sadjad (1997), benih digolongkan menjadi dua, yaitu biji alami (zigotik) dan biji manufaktural (sintetik). Biji zigotik dihasilkan melalui proses fertilisasi dan perkembangbiakan vegetatif. Biji zigotik banyak dikembangkan dari dulu hingga sekarang, sedangkan benih sintetik masih jarang diproduksi karena lebih rumit.
Produktivitas kedelai di Indonesia diharapkan mencapai 1 juta ton/ha dengan luas lahan yang dibutuhkan sebesar 2 juta ha. Namun pada kenyataannya luas lahan yang ditanami kedelai hanya 650 ribu ha dengan produktivitas rendah. Hal ini menyebabkan konsumsi kedelai sebesar 2 juta ton per tahun tidak dapat dipenuhi sendiri. Kebutuhan benih bersertifikat sebesar 400 ribu ton/tahun hanya mampu dipenuhi 5%, sehingga sebagian besar petani menggunakan benih dari kedelai konsumsi yang kurang baik untuk ditanam (Wirawan dan Wahyuni, 2002).
Kedelai di Indonesia sebagian besar didatangkan dari Amerika. Hal ini disebabkan oleh kurangnya produktivitas kedelai yang berdampak pada petani untuk menanam tanaman lain selain kedelai. Selama ini kedelai hanya dijadikan sebagai tanaman sampingan yang ditanam setelah penanaman padi. Harga kedelai impor yang jauh lebih murah daripada kedelai lokal juga menyebabkan rendahnya keinginan petani untuk menanam kedelai (Wirawan dan Wahyuni, 2002). Berkurangnya jumlah petani yang menanam kedelai mengakibatkan ketersediaan benih kedelai semakin sedikit.
tumbuh kecil antara 50-70% karena vigor benih rendah (Adisarwanto, 2005). Penanganan pra panen dan pasca panen juga berpengaruh terhadap vigor benih. Untuk mendapatkan vigor yang baik, benih harus terhindar dari serangan hama dan penyakit, terhindar dari kerusakan fisik dan mekanik serta disimpan dalam kondisi optimal. Penyimpanan benih bertujuan untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih sampai benih tersebut ditanam lagi.
Kedelai yang selama ini diproduksi di Indonesia ternyata memiliki produktivitas dan kualitas benih yang rendah. Menurut Purwanti (2004), salah satu penyebab ketersediaan benih kedelai di Indonesia adalah kemunduran benih yang juga berhubungan dengan vigor benih sehingga tidak dapat menyuplai benih bermutu kepada konsumen.
Benih kedelai memiliki cadangan makanan lemak dan protein tinggi sehingga berpengaruh pada daya simpan benih kedelai di Indonesia yang rendah. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan mempercepat kemunduran benih akibat penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas, penurunan daya berkecambah dan vigor (Tatipata et al, 2004). Menurut Kartono (2002), periode simpan benih kedelai dapat ditingkatkan jika kadar air rendah, kelembaban rendah, benih dikemas, bebas hama dan penyakit. Menurut Adisarwanto (2005), penyimpanan benih kedelai yang bersifat higroskopis dengan bahan pengemas seperti plastik ukuran 0,15 mm dapat mempertahankan daya tumbuh kedelai >80% setelah 8 bulan. Benih kacang kacangan dapat mempertahankan viabilitasnya hingga 3 bulan bila disimpan pada suhu kamar 30ºC (Sadjad, 1980).
3
Menurut Justice dan Bass (2002), daya simpan benih dipengaruhi oleh faktor genetik antara lain struktur kulit benih dan komposisi kimia benih. Penyimpanan sebagai kendala utama dalam produksi benih bervigor tinggi memerlukan pemecahan. Salah satu caranya adalah mencari galur benih kedelai yang mempunyai daya simpan lama dan secara genetik mampu mempertahankan vigornya. Hal ini membuka peluang untuk mendapatkan genotipe yang mempunyai daya simpan sehingga mampu mempertahankan vigornya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan vigor beberapa genotipe kedelai nasional dan genotipe hasil pemuliaan serta mempelajari keragaman berbagai karakter yang terkait dengan vigor benih kedelai.
Hipotesis
1. Terdapat satu atau beberapa genotipe yang menghasilkan benih kedelai dengan vigor tinggi.
Asal-Usul, Taksonomi kedelai, dan Morfologi Kedelai
Kedelai merupakan tanaman pangan yang berasal dari Cina dan telah
dibudidayakan di Indonesia sekitar abad ke-16 di pulau Jawa dan Bali. Masuknya
kedelai disebabkan oleh perkembangan perdagangan internasional, yang kemudian
meluas ke seluruh wilayah dunia pada abad ke-19 (Adisarwanto, 2005). Menurut
laporan Rhumphius dalam Suprapto (1992), kedelai telah digunakan di Indonesia
sebagai bahan makanan dan kompos pertanian sejak 1750. Kedelai merupakan
tanaman angiospermae yang termasuk kelas dicotyledonae dan famili leguminosae.
Kedelai berasal dari tanaman liar Glycine soja dan Soja max yang kemudian
disepakati nama ilmiah untuk kedelai adalahGlycine maxL. Merill.
Kedelai memiliki akar tunggang dengan serabut yang tumbuh pada akar
tunggang. Akar adventif seringkali muncul ketika ada cekaman lingkungan tertentu,
seperti kadar air tanah yang terlalu tinggi. Pertumbuhan akar kedelai bisa mencapai 2
meter pada lahan yang sangat gembur. Menurut Suprapto (1992), kedelai mempunyai
keistimewaan seperti pada jenis kacang-kacangan lainnya, yaitu mampu bersimbiosis
dengan bakteri Rhizobium japonicum, dimana bakteri tersebut akan terbentuk 15-20
hari setelah tanam. Rhizobium yang terdapat dalam bintil akar mengikat nitrogen
langsung dari udara sehingga tanah di sekitarnya akan subur karena dipenuhi dengan
zat lemas/nitrogen (Mulyokusumo, 1983).
Batang kedelai berbentuk semak, setiap batang ada cabang yang banyak atau
sedikit dan ada yang tidak menghasilkan cabang sama sekali. Pertumbuhan kedelai
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu determinate, indeterminate dan semi determinate.
Menurut Suprapto (1992) perbedaan antara tipe determinate dan indeterminate adalah
sebagai berikut. Tipe determinate mempunyai ujung batang sama besar dengan
bagian tengah, pembungaan serempak dari atas ke pangkal, pertumbuhan vegetatif
terhenti setelah berbunga, tinggi batang pendek sampai sedang dan daun teratas sama
besar dengan daun bagian tengah. Tipe intermediet mempunyai ciri ujung batang
5
atas, fase vegetatif masih berlanjut setelah pembungaan, batang sedang sampai tinggi
dan daun teratas lebih kecil. Semi intermediet merupakan tipe pertumbuhan antara
determinate dan indeterminate.
Kedelai mempunyai dua macam daun yaitu daun saat perkecambahan berupa
kotiledon dan daun setelah perkecambahan yang berbentuk trifoliat. Berdasarkan
bentuknya, daun kedelai dibedakan menjadi bentuk bulat (oval) dan lancip
(lanceolate). Menurut Adisarwanto (2005), kedelai dengan daun lebar yang tumbuh di
lahan subur akan menghasilkan biji dalam jumlah yang banyak. Daun kedelai
mempunyai bulu dengan jumlah dan panjang yang berbeda-beda sesuai genotipenya.
Kedelai dengan bulu lebat umumnya mempunyai toleransi tinggi terhadap serangan
hama tertentu.
Bunga pada kedelai merupakan bunga sempurna, berwarna ungu atau putih.
Penyerbukan terjadi sebelum bunga mekar sehingga sangat kecil kemungkinan
terjadinya kawin silang. Bunga muncul di ketiak daun sekitar 5-7 minggu setelah
tanam dan muncul pada penyinaran kurang dari 15 jam. Menurut Suprapto (1992),
tanaman kedelai di Indonesia tumbuh baik pada suhu tinggi (di atas 30ºC) dan
panjang hari rata-rata 12 jam sehingga tidak semua introduksi genotipe unggul dari
luar negeri dapat berproduksi optimal bila ditanam di Indonesia. Pada suhu tinggi dan
kelembaban rendah, sinar matahari banyak diterima oleh ketiak daun sehingga
pembungaan cukup banyak. Walaupun jumlah bunga kedelai sangat banyak, lebih
dari 60% mengalamai keguguran sebelum membentuk polong.
Polong kedelai mulai muncul seminggu setelah pembungaan dengan rata-rata
3 biji per polong. Pada setiap ketiak daun akan muncul hingga 10 polong. Ukuran biji
beragam, yaitu benih kecil dengan berat 7-9 g/100 butir, benih sedang 10-13 g/100
butir dan benih besar dengan berat lebih dari 13 g/100 butir. Biji kedelai dapat
berbentuk bulat, bulat telur dan agak gepeng tergantung genotipe. Warna biji
bervariasi mulai dari hitam, cokelat, kuning, hijau maupun campuran dari
warna-warna tersebut. Stuktur biji kedelai terdiri dari kulit biji (testa) yang terdapat hilum
Pertumbuhan Kedelai
Fase pertumbuhan kedelai sangat penting diperhatikan untuk memutuskan
waktu pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit serta waktu panen.
Fase tersebut terdiri dari dua fase yaitu fase vegetatif dan generatif. Fase vegetatif
terdiri dari 6 tingkatan fase yaitu fase pemunculan, fase kotiledon, fase buku I, fase
buku II, fase buku III dan fase buku ke-n. Pertumbuhan vegetatif dimulai dengan
munculnya kotiledon di permukaan tanah dilanjutkan dengan berkembangnya daun
kotiledon hingga terbuka penuh. Selanjutnya daun trifoliat akan tumbuh dan
berkembang di atas buku daun kotiledon hingga mencapai buku ke-n. Fase generatif
dimulai saat muncul bunga pertama sampai dengan pemunculan dan pemasakan
polong (Adisarwanto, 2005). Adapun fase pertumbuhan kedelai dapat dilihat pada
Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Penandaan fase pertumbuhan vegetatif kedelai
Fase Tingkat Fase Keterangan
VE Stadia pemunculan Kotiledon muncul ke permukaan tanah
VC Stadia kotiledon Daun unfoliolat berkembang, tepi daun tidak menyentuh tanah
V1 Stadia buku
pertama
Daun terbuka penuh pada buku unfoliolat
V2 Stadia buku kedua Daun trifoliolat terbuka penuh pada buku kedua di atas buku unfoliolat
V3 Stadia buku ketiga Pada buku ketiga batang utama terdapat daun yang terbuka penuh
Vn Stadia buku ke-n Pada buku ke-n, batang utama telah terdapat daun yang terbuka penuh
Sumber : Adisarwanto, 2005
Penyimpanan Benih
Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah mengkondisikan
benih pada suhu dan kelembaban optimum untuk benih agar bisa mempertahankan
mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih adalah untuk mengawetkan cadangan
7
Kesalahan dalam informasi penyimpanan benih dapat merugikan program pertanian
negara karena pertanian menjadi kurang efisien, plasma nutfah tidak terawat dan
perniagaan benih internasional menyusut.
Tabel 2. Penandaan fase pertumbuhan generatif kedelai
Fase Tingkat Fase Keterangan
R1 Mulai berbunga Munculnya bunga pertama pada buku mana pun pada batang utama
R2 Berbunga penuh Bunga terbuka penuh pada satu atau dua buku paling atas pada batang utama dengan daun yang telah terbuka penuh
R3 Mulai berpolong Polong telah terbentuk dengan panjang 0,5 cm pada salah satu buku batang utama
R4 Berpolong penuh Polong telah mempunyai panjang 2 cm pada salah satu buku teratas pada batang utama R5 Mulai pembentukan
biji
Ukuran biji dalam polong mencapai 3 mm pada salah satu buku batang utama
R6 Berbiji penuh Setiap polong pada batang utama telah berisi biji satu atau dua
R7 Mulai masak Salah satu warna polong pada batang utama telah berubah menjadi cokelat kekuningan atau warna masak
R8 Masak penuh 95% jumlah polong telah mencapai warna polong masak
Sumber : Adisarwanto, 2005
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya simpan benih adalah vigor awal
sebelum simpan dan faktor enforced. Vigor awal sebelum simpan terdiri dari faktor
innate dan faktor induce. Faktor innate merupakan faktor genetik yang nilainya
tergantung dari genotipe tanaman, sedangkan faktor induce adalah faktor yang
terdapat pada lingkungan di lapangan, pengolahan sampai benih siap disimpan.
Faktorenforced adalah faktor lingkungan simpan yang terdiri dari biotik dan abiotik.
Menurut Justice dan Bass (2002), faktor genetik yang mempengaruhi daya simpan
benih adalah struktur kulit benih dan komposisi kimia benih.
Benih merupakan tanaman mini yang vigornya dipengaruhi oleh cara dan
benih, yaitu kadar air, kelembaban dan suhu ruang. Penyimpanan benih merupakan
bagian dari proses distribusi benih setelah pengemasan sampai benih siap ditanam.
Secara umum ada empat cara untuk menyimpan benih dengan baik, yaitu
penyimpanan terbuka (open storage), penyimpanan dalam ruang dingin (cold
storage), penyimpanan dalam container terkendali, dan penyimpanan dengan bahan
penyerap (Adisarwanto, 2005).
Benih adalah tanaman mini yang dapat mengalami penurunan kualitas karena
pengaruh faktor lingkungan yang kurang menunjang. Untuk mengatasi meningkatnya
laju deteriorasi benih, diperlukan suatu upaya penyimpanan benih pada lingkungan
yang optimum sesuai dengan sifat benih tersebut. Setiap jenis benih memiliki umur
simpan yang berbeda-beda tergantung kultivar tersebut (Justice dan Bass, 2002).
Tujuan penyimpanan benih menurut Kuswanto (2003) adalah untuk mendukung
kegiatan produksi tanaman dalam menyediakan benih bermutu sebelum datang
musim tanam. Wirawan dan Wahyuni (2003) menambahkan bahwa, lamanya daya
simpan benih dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu genetik dari tanaman induk,
kondisi lingkungan simpan, keadaan fisik maupun fisiologis benih.
Menurut Departemen Pertanian (1986), benih kedelai yang baik memiliki
ciri-ciri benih berdaya kecambah tinggi (di atas 80%), benih tumbuh serentak, cepat dan
sehat, murni (tidak tercampur genotipe lain), bersih (tidak tercampur benih atau
kotoran lain), sehat, bernas/padat, tidak keriput/luka bekas gigitan serangga, benih
baru (kurang dari 6 bulan sejak saat benih dipanen). Menurut Suprapto (1992), bila
benih kedelai disimpan pada ruang terbuka hanya akan bertahan maksimal 4 bulan.
Penyimpanan pada kantong plastik kedap udara dapat mempertahankan vigor benih
lebih lama bila disimpan kurang dari 6-7 bulan dan penyimpanan pada ruang
terkendali pada suhu sekitar 18ºC dan kelembaban sekitar 55% dapat dilakukan
selama 1 tahun, namun benih harus segera ditanam setelah keluar dari gudang.
Menurut Kartono (2002), benih kedelai baik disimpan pada jangka waktu
yang lama pada suhu kurang dari 20ºC serta kelembaban di bawah 50% dengan
mempertahankan mutu dan daya kecambah tetap tinggi. Selain pengaturan suhu dan
9
tetap tinggi dengan penangan panen dan pascapanen serta perawatan benih yang baik.
Penyimpanan benih dalam kemasan kedap udara dan kadar air <12% pada suhu
<20ºC dapat mempertahankan daya kecambah benih sampai 5 tahun. Kadar air awal
dan jenis bahan kemasan dapat mempengaruhi kadar air benih. Penyimpanan kedap
udara dapat menghambat kegiatan biologis benih, menjaga benih dari cekaman suhu
dan kelembaban yang tinggi serta meminimalkan kontaminasi hama dan penyakit
selama periode simpan. Penyimpanan dalam kemasan kedap udara dipengaruhi oleh
ukuran kantong plastik/alumunium foil yang sesuai dengan jumlah benih dan
lamanya periode simpan, perlunya perekat plastik/alumunium foil, tidak ada ruang
udara di dalam kemasan, dan peletakan kemasan benih yang baik, teratur dan tidak
menempel dinding atau lantai.
Mutu benih dapat dipengaruhi oleh jenis bahan kemasan dan kadar air selama
benih disimpan. Menurut Tatipata et al. (2004), kantong plastik dan alumunium foil
dapat mempertahankan mutu benih tetap tinggi setelah 6 bulan bila disimpan dengan
kadar air 8% dan 10%. Sedangkan penyimpanan menggunakan karung terigu
memiliki ruang pertukaran udara yang bisa menurunkan kualitas benih kedelai.
Vigor Benih Kedelai
Vigor merupakan kemampuan benih untuk berkecambah dan tumbuh menjadi
tanaman normal pada kondisi lingkungan sub optimum. Menurut Purwanti (2004),
benih kedelai mudah sekali mengalami kemunduran dibandingkan tanaman lain
sehingga berpengaruh pada vigor benih. Benih kedelai yang telah mengalami
penurunan vigor akan menunjukkan jumlah perkecambahan di lapangan yang rendah.
Hal ini akan lebih terlihat bila benih bervigor rendah ditanam pada kondisi yang
kurang menguntungkan. Pencegahannya dapat dilakukan dengan penyimpanan benih
pada kondisi yang sesuai dengan kebutuhan benih yaitu pada suhu rendah.
Menurut Copeland dan Mc. Donald (1983), ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk uji vigor, yaitu pengujian pada suhu rendah, uji pengusangan cepat,
keserempakan tumbuh, uji tetrazolium, uji kecepatan tumbuh,brick grit test, uji stres
osmotik, dan uji respirasi benih.
Uji konduktivitas merupakan uji vigor benih berdasarkan daya hantar listrik
benih menggunakan alat conductivity meter. Benih yang direndam dalam akuabides
akan mengalami pelebaran pori-pori sehingga benih yang mengalami kerusakan
membran plasma akan mengeluarkan beberapa mineral dan asam amino serta terjadi
proses imbibisi (masuknya air ke dalam benih melalui dinding sel). Conductivity
meter menunjukkan angka yang tinggi jika terjadi kerusakan membran atau vigor
benih semakin rendah. Uji konduktivitas ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu
cepat, teliti, murah, dan mudah dilakukan. Kekurangan dari uji konduktivitas adalah
keterbatasan jumlah benih yang diuji hanya sebanyak 25 butir (Copeland dan Mc.
Donald, 1983).
Menurut Purwanti (2004), benih kedelai hitam memiliki vigor yang lebih baik
daripada benih kedelai berwarna kuning, ditandai dengan daya kecambah rendah,
pertumbuhan bibit rendah dan berat kering rendah. Benih kedelai yang memiliki
ukuran lebih kecil mempunyai daya berkecambah dan vigor yang lebih baik daripada
benih berukuran besar. Benih berukuran kecil lebih vigor karena benih tersebut
membutuhkan energi untuk melakukan respirasi yang sedikit sehingga membutuhkan
sedikit cadangan makanan. Vigor benih kedelai hitam dapat dipertahankan tinggi
dengan daya tumbuh >90% setelah 6 bulan bila disimpan dalam kemasan kantong
plastik dan kaleng pada suhu rendah. Benih kedelai kuning dapat mempertahankan
daya tumbuh 80%, vigor dan daya tumbuh tinggi bila disimpan pada suhu ruang
rendah, sedangkan penyimpanan pada suhu tinggi deteriorasi dipercepat mulai dua
BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga
dan Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BBPPMBTPH) Cimanggis. Penanaman dilakukan di Kebun Percobaan
Leuwikopo, Darmaga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan
September 2008.
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan adalah benih 20 genotipe yaitu B.3260, B.3570,
B.3641, B.3749, B.3764, B.3778, B.3901, B.3803, B.3837, B.3883, Burangrang,
Seulawah, Tanggamus, Kaba, Lawit, Ijen, Menyapa, Cikuray, Panderman, Anjasmoro
dan benih varitas Orba, urea, SP-36, KCl, furadan dan akuabides. Alat yang
digunakan antara lain tugal, ajir, koret, cangkul, ember, timbangan, plastik dan
electric conductivity.
Metode Penelitian
Percobaan 1.Studi keragaan daya simpan benih kedelai pada berbagai periode simpan
Percobaan ini menggunakan rancangan dasar Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah genotipe dan faktor kedua adalah
periode penyimpanan yaitu 0, 1, 2, 3 bulan. Ada 3 ulangan untuk masing-masing
genotipe sehingga total percobaan sebanyak 480 satuan percobaan. Model rancangan
yang digunakan adalah :
Yij = µ + αi + βj+εij
Keterangan: Yij = nilai pengamatan ulangan ke-i dan genotipe ke-j µ = rataan umum
αi = pengaruh ulangan ke-i
βj = pengaruh genotipe ke-j
Data hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji F dengan taraf 5%.
Apabila terdapat pengaruh nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjutan yaitu uji nilai
tengah dan ragam.
Percobaan 2. Studi pewarisan karakter tolok ukur mutu fisiologis benih
Percobaan ini menggunakan rancangan dasar RAL (Rancangan Acak
Lengkap) dengan faktor tunggal yaitu genotipe kedelai. Ada 20 genotipe
masing-masing dilakukan sebanyak 3 ulangan, sehingga total percobaan sebanyak 60 satuan
percobaan. Benih yang digunakan adalah benih pada periode simpan 2 bulan. Model
rancangan yang digunakan adalah :
Yij = µ + αi + βj+εij
Keterangan: Yij = nilai pengamatan ulangan ke-i dan genotipe ke-j
µ = rataan umum
αi = pengaruh ulangan ke-i
βj = pengaruh genotipe ke-j
εij = pengaruh galat percobaan
Data hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji F dengan taraf 5%.
Apabila terdapat pengaruh nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjutan yaitu uji
Dunnet pada taraf 5% dengan genotipe pembanding adalah Anjasmoro.
Pendugaan parameter genetik meliputi pendugaan komponen ragam dan
pendugaan nilai heritabilitas dalam arti luas (h²bs) untuk menentukan karakter yang
dapat dijadikan karakter seleksi.
Pendugaan komponen ragam diperoleh dengan cara sebagai berikut :
Ragamlingkungan (σ²) = KT galat = M1 Ragam genotipik (σ²g) = (M2-M1)
r
Ragam fenotipik (σ²p) =(σ²)+σ²g R
Pendugaan heritabilitas menggunakan persamaan Poespodarsono (1998) :
h² =σ²gx 100%
14
Tabel 3. Analisis Ragam dan Komponen Pendugaan Ragam (Falconer dan Mackay, 1989) :
Sumber Keragaman Derajat Bebas (db) Kuadrat Tengah (KT)
Benih kedelai ditanam di kebun percobaan Leuwikopo pada awal bulan Maret
sampai akhir Juni 2008. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk penanaman ubi
jalar. Ubi jalar banyak menyerap nitrogen dalam tanah, sehingga lahan yang akan
ditanami memerlukan pemupukan yang baik. Pupuk kandang diberikan dengan dosis
1 ton/ha, pupuk urea 100 kg/ha, SP-36 200 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Benih ditanam
dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm. Setiap genotipe benih ditanam dalam satu baris
sebanyak 30 lubang per baris dan 2 benih per lubang tanam.
Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri. Tidak dilakukan isolasi
jarak, namun untuk menghindari penyerbukan silang digunakan tanaman penghalang
(barier) kedelai genotipe Orba, ditanam di antara genotipe satu dengan genotipe yang
lain. Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiangan, pembumbunan,
pengairan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit secara manual dan roguing.
Setelah polong masak, benih dipanen dan dilakukan beberapa perlakuan pasca panen
yaitu pengeringan polong di bawah terik matahari, perontokan, pengeringan benih,
pembersihan dan pemilahan benih.
Penyimpanan benih kedelai menggunakan metode penyimpanan pada kondisi
kamar. Sebelumnya benih dimasukkan ke dalam kantong plastik kedap udara untuk
menghindari suhu dan kelembaban yang terlalu ekstrim serta mengurangi serangan
patogen dari luar atau dari benih lain. Penyimpanan dilakukan selama 0, 1, 2, dan 3
bulan masing-masing genotipe sebanyak tiga ulangan. Kebutuhan benih per genotipe
Perkiraan kebutuhan benih di lapang per genotipe adalah 40 butir. Sedangkan
kebutuhan benih per hektar dengan asumsi daya berkecambah 100% adalah 30 kg/ha,
perhitungannya sebagai berikut:
B = 10000 x 100 x 100 x 100 x s x t x 1 gram p q r 100
B = 10000 x 100 x 100 x 100 x 100 x 2 x 1 gram 40 20 100 100
B = 30000 gram/ha
B = 30 kg/ha
Keterangan :
B : jumlah benih per hektar (gram)
P : jarak tanam antar barisan (cm)
q : jarak tanam dalam barisan (cm)
r : daya berkecambah benih (%)
s : bobot 100 butir benih (gram)
t : jumlah benih per lubang
Pengamatan
Pengamatan dilakukan untuk menganalisis mutu fisiologis benih kedelai
dengan menggunakan beberapa tolok ukur yaitu daya berkecambah (DB), potensi
tumbuh maksimum (PTM), kecepatan tumbuh (KCT), kadar air (KA), bobot benih
(B), volume benih (V), bobot jenis benih (BJ), dan daya hantar listrik (DHL).
- Uji daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, dan kecepatan tumbuh
dilakukan dengan metode Uji Kertas Digulung di Dalam Plastik (UKDdp).
Pengujian dilakukan pada periode simpan 0, 1, 2 dan 3 bulan. Masing-masing
genotipe dilakukan sebanyak 3 ulangan untuk setiap periode simpan. Setiap
16
1 Daya berkecambah, adalah total kecambah normal yang mampu hidup
pada kondisi optimal, pengamatan dilakukan pada hari ke-3 dan ke-6.
DB = ∑ KN I + ∑ KN II X 100%
∑ benih yang ditanam Keterangan :
∑ KN I : jumlah kecambah normal pada hitungan I
∑ KN II : jumlah kecambah normal pada hitungan II
2 Potensi tumbuh maksimum, adalah total benih hidup, minimal embrio
sudah menembus kulit benih, pengamatan dilakukan pada hari ke-3 dan
ke-6.
PTM = total benih yang berkecambah x 100% jumlah benih yang dikecambahkan
3 Kecepatan tumbuh, adalah persentase pertambahan kecambah normal per etmal (%/etmal).
t KCT= ∑ di
i=0
Keterangan : KCT = kecepatan tumbuh
t = kurun waktu perkecambahan
di = tambahan persentase kecambah normal setiap hari
atau etmal
- Uji kadar air menggunakan oven suhu 105˚C selama 3 x 24 jam sebanyak 3
ulangan per genotipe pada periode simpan 0, 1, 2, dan 3 bulan.
KA (%) = (M2-M3) x 100% (M2-M1)
Keterangan : M1 : berat wadah (gram)
M2 : berat wadah + isi sebelum dioven (gram)
M3 : berat wadah + isi setelah dioven (gram)
- Uji daya hantar listrik
Uji daya hantar listrik dilakukan pada periode penyimpanan 0, 1, 2, dan 3
bulan. Vigor benih diuji menggunakan metode electric conductivity sebagai
- benih diambil secara acak dari lot benih sebanyak 25 butir dan
ditimbang
- benih direndam dengan 125 ml akuabides di dalam gelas dan ditutup
dengan alumunium foil selama 24 jam
- setelah melalui inkubasi, benih diaduk dengan pengaduk yang bersih
- conductivity meter dimasukkan ke dalam larutan benih dan hasilnya
diamati dalam monitor
- benih yang memiliki data konduktivitas tinggi memiliki vigor benih
rendah
penghitungan nilai daya hantar listrik adalah sebagai berikut :
daya hantar listrik (µS cm-1g-1) = (nilai sampel-blanko)( µS cm-1) berat benih per ulangan (g)
- Bobot jenis benih, yaitu perbandingan antara bobot benih sebelum diuji daya
hantar listrik dengan volume benih. Volume benih didapat dari selisih volume
akuabides di dalam gelas ukur setelah dimasukkan benih dan sebelum
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan genotipe kedelai bervigor tinggi pada periode simpan tertentu dengan
keragaman paling tinggi serta mempelajari pola pewarisan terkait karakter mutu
fisiologis benih kedelai. Keragaman tinggi berguna dalam pemuliaan tanaman kedelai
untuk perakitan genotipe baru yang lebih baik. Penanaman di lapang dilakukan dari
bulan Maret 2008 sampai Mei 2008 dengan sejarah lahan sebelumnya digunakan
untuk penanaman ubi jalar. Pada fase pertumbuhan vegetatif tanaman tumbuh dengan
baik, namun pada fase generatif tanaman banyak yang rebah, bunga rontok dan
beberapa polong busuk karena curah hujan tinggi. Penanaman dilakukan per larik
untuk tiap genotipe dengan genotipe Orba sebagai tanaman sela/border. Penggunaan
border bertujuan untuk meminimalisir penyerbukan silang walaupun kedelai
merupakan tanaman menyerbuk sendiri. Hal ini dilakukan karena kedelai tidak
diisolasi jarak sejauh 3 meter. Jadi meskipun terjadi penyerbukan silang, setiap
genotipe mendapat perlakuan yang sama yaitu genotipe Orba.
Selama penelitian tanaman diserang beberapa hama, penyakit dan gulma.
Hama yang menyerang adalah ulat grayak (Spodoptera litura) dan kepik penghisap
polong (Riptortus linearis, Nezara viridula). Penyakit yang menyerang tanaman
adalah karat, anthracnose dan sapu setan. Gulma di sekitar tanaman antara lain
Borreira alata, Ageratum conizoides, Cyperus rotundus dan Pennisetum
polystachion. Pengendalian hama, penyakit dan gulma dilakukan secara manual.
Penelitian dilanjutkan dengan penyimpanan benih pada kondisi sub optimum
atau kondisi dimana para petani biasa menyimpan benih kedelai. Penyimpanan benih
dilakukan pada bulan Juni 2008 sampai Agustus 2008 pada kondisi kamar. Benih
dimasukkan sebanyak 30 butir per plastik, masing-masing dilakukan 3 ulangan per
genotipe per periode simpan. Menurut Suprapto (1992), benih yang disimpan
menggunakan bahan plastik kedap udara lebih baik daripada bahan kemas kertas
Selama penyimpanan benih diserang oleh hama Collosobruchus chinesis(L).
Pada pengujian daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum dan kecepatan
tumbuh banyak benih diserang cendawan. Hal ini terjadi karena benih tidak mendapat
perlakuan sebelum disimpan.
Keragaan daya simpan benih kedelai pada berbagai periode simpan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
28/Permentan/SR.120/3/2007 tentang Pedoman Produksi Benih Kedelai, benih yang
digunakan pada pengujian ini adalah benih dasar. Benih dasar yaitu benih yang
dihasilkan dari benih penjenis (breeder seed) dan memenuhi standar mutu kelas benih
dasar. Adapun kualifikasi benih dasar meliputi isolasi jarak minimal 3 meter, benih
murni minimal 98%, kotoran benih 2%, genotipe lain dan tipe simpang maksimal
0,1% serta daya berkecambah/daya tumbuh minimal 80%.
Daya berkecambah sangat tinggi pada periode simpan 0 bulan yaitu berkisar
antara 86-100%. Genotipe yang paling baik berdasarkan tolok ukur ini adalah
B.3803, Kaba dan Seulawah yang ketiganya bernilai 100%. Daya berkecambah pada
periode simpan 1 bulan mulai mengalami penurunan antara 68-92% dengan genotipe
yang paling baik adalah B.3641, Tanggamus dan Burangrang yang ketiganya bernilai
92%. Daya berkecambah pada periode simpan 2 bulan terus mengalami penurunan
mencapai 40-92%. Genotipe yang paling baik pada periode simpan ini adalah
Tanggamus dan Burangrang yang keduanya bernilai >80%. Daya berkecambah pada
periode simpan 3 bulan menunjukkan vigor rendah dengan nilai antara 4-32% dimana
semua genotipe memiliki nilai sangat rendah yaitu di bawah 40%. Hal ini sesuai
dengan percobaan de Alencar (2004) yang menyatakan bahwa benih kedelai yang
disimpan pada suhu 30ºC dan kadar air awal 14,8% akan kehilangan daya
berkecambah setelah periode simpan 3 bulan. Sedangkan pada suhu 40ºC, kehilangan
daya berkecambah terjadi setelah periode simpan 45 hari (1,5 bulan).
Berdasarkan Singh dan Gunasena (1974), suhu ruang simpan tidak
berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah benih kedelai. Demikian pula
20
interaksi antara suhu ruang simpan dan genotipe berpengaruh nyata terhadap daya
berkecambah. Benih kedelai dapat mempertahankan daya berkecambahnya >80%
hingga 3 bulan penyimpanan. Benih kedelai yang disimpan dalam suhu ruang pada
periode simpan 1 bulan memiliki daya berkecambah sebesar 92,80%. Peningkatan
nilai daya berkecambah terjadi pada periode simpan 2 bulan yaitu 98,40%. Daya
berkecambah benih kedelai pada periode simpan 3 bulan kembali mengalami
penurunan menjadi 90,30%.
Tabel 4. Nilai tengah daya berkecambah (DB) dan potensi tumbuh maksimum (PTM) benih kedelai pada beberapa periode simpan.
Genotipe
DB (%) PTM (%)
0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 sbulan B.3883 96,00 76,00 48,00 32,00 96,00 84,00 48,00 36,00 B.3837 98,67 80,00 72,00 24,00 100,00 92,00 72,00 40,00 B.3803 100,00 68,00 40,00 28,00 100,00 88,00 56,00 32,00 B.3901 98,67 80,00 52,00 28,00 100,00 92,00 68,00 36,00 B.3778 98,67 76,00 44,00 24,00 100,00 88,00 52,00 36,00 B.3764 93,33 76,00 48,00 28,00 96,00 92,00 60,00 32,00 B.3749 98,67 84,00 76,00 24,00 100,00 92,00 84,00 32,00 B.3641 97,33 92,00 76,00 28,00 100,00 92,00 76,00 28,00 B.3570 98,67 68,00 40,00 24,00 100,00 72,00 48,00 40,00 B.3260 97,33 80,00 56,00 32,00 100,00 88,00 56,00 32,00 Panderman 97,33 84,00 64,00 32,00 100,00 92,00 72,00 36,00 Cikuray 92,00 88,00 44,00 16,00 100,00 92,00 60,00 24,00 Menyapa 94,67 80,00 76,00 16,00 100,00 96,00 80,00 28,00 Ijen 92,00 72,00 52,00 20,00 100,00 76,00 64,00 24,00 Lawit 98,67 80,00 72,00 16,00 100,00 92,00 76,00 24,00 Kaba 100,00 84,00 76,00 12,00 100,00 96,00 80,00 24,00 Tanggamus 86,67 92,00 92,00 4,00 100,00 96,00 92,00 24,00 Seulawah 100,00 76,00 52,00 8,00 96,00 80,00 60,00 28,00 Burangrang 93,33 92,00 84,00 28,00 100,00 96,00 84,00 36,00 Anjasmoro 98,67 88,00 64,00 40,00 100,00 92,00 68,00 44,00
Menurut Marwanto (2004), daya berkecambah benih kedelai dipengaruhi oleh
dari 80% hingga 6 bulan periode simpan pada suhu 15ºC. Benih kedelai yang
disimpan pada suhu 15ºC menunjukkan penurunan daya berkecambah dari 98% pada
awal periode simpan menjadi 46% pada periode simpan 4 bulan dan 15% pada
periode simpan 6 bulan.
Berdasarkan Adebisi (2004), benih kedelai yang disimpan pada kondisi kamar
(32ºC / 50% RH) dengan daya berkecambah awal sekitar 84% akan mengalami
penurunan daya berkecambah antara 46-80% pada periode simpan 3 bulan. Daya
simpan benih kedelai pada kondisi simpan tersebut akan hilang setelah 6 sampai 8
bulan periode simpan.
Potensi tumbuh maksimum sangat tinggi pada periode simpan 0 bulan yaitu
berkisar antara 96-100%. Semua genotipe memiliki nilai 100% kecuali B.3883,
B.3764, dan Seulawah yang memiliki nilai 96%. Potensi tumbuh maksimum pada
periode simpan 1 bulan mulai mengalami penurunan antara 72-96%, dengan nilai
tertinggi sebesar 96% yaitu genotipe Menyapa, Kaba, Tanggamus dan Burangrang.
Potensi tumbuh maksimum pada periode simpan 2 bulan terus mengalami penurunan
mencapai 48-92%. Genotipe yang paling baik pada periode simpan ini adalah B.3749,
Tanggamus dan Burangrang yang ketiganya bernilai >80%. Potensi tumbuh
maksimum pada periode simpan 3 bulan menunjukkan vigor rendah dengan 20
genotipe mengalami penurunan tajam sehingga nilainya kurang dari 45% (Tabel 4).
Menurut Wulandari (2009), periode simpan, suhu ruang simpan, dan interaksi
antara periode simpan dan suhu ruang simpan berpengaruh sangat nyata terhadap
potensi tumbuh maksimum benih pepaya pada taraf α 1%. Benih pepaya mengalami penurunan nilai potensi tumbuh maksimum setelah disimpan pada suhu dan
kelembaban kamar.
Kecepatan tumbuh sangat tinggi pada periode simpan 0 bulan yaitu berkisar
antara 15-25%/etmal. Genotipe yang memiliki nilai tertinggi adalah B.3837,
Panderman, dan Kaba (>23%/etmal). Kecepatan tumbuh pada periode simpan 1 bulan
mulai mengalami penurunan antara 13-21%/etmal dengan genotipe yang paling baik
adalah B.3883, B.3749, B.3641, Kaba dan Burangrang dengan nilai lebih dari
22
penurunan mencapai 6-25%/etmal. Genotipe yang paling baik pada periode simpan
ini adalah Tanggamus, B.3749 dan Menyapa yang memiliki nilai paling tinggi
(≥20%). Kecepatan tumbuh pada periode simpan 3 bulan menunjukkan vigor rendah
dengan nilai antara 5-10% dimana semua genotipe memiliki nilai sangat rendah yaitu
kurang dari 10%/etmal (Tabel 5).
Tabel 5. Nilai tengah kecepatan tumbuh (KCT) dan kadar air (KA) benih kedelai pada beberapa periode simpan.
Genotipe KCT(%/etmal) KA (%)
0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan B.3883 22,09 20,21 17,76 5,77 13,54 12,51 10,96 8,82 B.3837 23,66 18,23 19,13 5,69 13,32 12,54 10,69 9,37 B.3803 18,41 16,37 7,47 6,72 13,12 12,08 10,51 10,00 B.3901 18,51 14,86 12,95 8,25 13,67 12,30 10,59 10,00 B.3778 22,75 15,95 11,67 9,33 13,19 12,73 10,97 8,59 B.3764 20,96 18,37 12,73 7,23 13,41 12,74 10,86 10,20 B.3749 22,61 20,31 20,07 6,56 13,53 12,64 10,52 24,00 B.3641 22,26 20,70 19,93 7,72 13,61 12,50 10,70 13,16 B.3570 20,82 15,25 6,40 5,58 13,48 12,24 10,75 10,00 B.3260 21,79 17,61 14,87 6,28 13,19 12,39 10,89 10,71 Panderman 23,25 14,69 7,47 6,73 13,57 12,24 10,24 9,76 Cikuray 22,45 19,53 11,73 9,22 13,39 12,81 10,90 10,26 Menyapa 20,21 19,54 20,00 9,67 13,71 12,41 10,38 9,36 Ijen 20,53 18,39 13,60 6,92 13,46 12,31 10,31 10,11 Lawit 22,57 17,36 18,87 8,72 13,54 12,31 10,31 10,45
Kaba 24,11 20,47 19,73 7,16 13,21 12,81 10,31 9,82
Tanggamus 15,08 19,88 24,30 8,72 13,54 12,54 10,74 10,53 Seulawah 22,22 13,34 13,53 9,45 13,43 12,78 10,63 9,30 Burangrang 20,65 20,28 18,93 9,24 13,65 12,55 10,24 10,27 Anjasmoro 20,11 17,35 10,60 8,13 13,84 12,19 10,32 9,72
Kadar air sangat tinggi pada periode simpan 0 bulan yaitu sekitar 13%,
B.3803, B.3778 dan B.3260 memiliki kadar air paling rendah daripada genotipe
lainnya, namun secara keseluruhan kadar air awal benih kurang dari 14%. Kadar air
Anjasmoro dan B.3570 memiliki kadar air paling rendah daripada genotipe lainnya,
namun secara keseluruhan kadar air awal benih kurang dari 13%. Kadar air pada
periode simpan 2 bulan terus mengalami penurunan. Panderman dan Burangrang
memiliki kadar air paling rendah daripada genotipe lainnya, namun secara
keseluruhan kadar air benih kurang dari 11%. Kadar air pada periode simpan 3 bulan
sangat beragam (9-24%) karena benih sudah sangat mundur vigornya.
Kadar air awal benih kedelai tidak dikurangi lagi karena benih
kacang-kacangan akan kehilangan vigornya setelah disimpan selama 3 bulan pada suhu
kamar dengan kadar air 14% (Sadjad, 1980). Penyimpanan pada suhu kamar dipilih
karena petani biasanya tidak memiliki ruang simpan optimum bagi benih kedelai
yaitu suhu dan kelembaban yang rendah. Ruang penyimpanan benih keedelai yang
optimum memerlukan biaya yang mahal sehingga petani biasa menyimpan benih
kedelai menggunakan plastik, botol maupun karung goni pada kondisi kamar.
Berdasarkan Kaidah Harrington (1972), setiap peningkatan kadar air benih
1%, daya simpan benih turun setengahnya. Demikian pula sebaliknya, setiap
penurunan kadar air 1%, daya simpan benih naik setengahnya. Hubungan antara
kadar air dan daya simpan benih kedelai adalah berbanding terbalik, sehingga kadar
air diharapkan menurun seiring bertambahnya periode simpan untuk
mempertahankan vigor benih kedelai. Namun, dalam penelitian ini didapatkan hasil
pengujian kadar air bertambah pada tiap periode simpan. Peningkatan kadar air ini
disebabkan oleh kemasan simpan yang rusak karena serangan hama penyimpanan.
Collosobruchus chinesis (L) masuk ke dalam benih kedelai kemudian merusak
membran kulit sehingga terjadi peningkatan kadar air disertai dengan penurunan
vigor benih kedelai.
Kadar air mengalami penurunan mulai periode simpan 1 bulan sampai 3
bulan. Hal ini sesuai dengan penelitian Setyowati (2008), bahwa penyimpanan benih
Picrasma javanica pada tingkat kemasakan mature maupun pre-mature dalam suhu
5ºC, 20ºC, dan 28ºC menunjukkan kadar air yang menurun secara signifikan. Benih
yang disimpan pada tingkat kemasakan pre-mature selalu lebih tinggi kadar airnya
24
periode simpan 1 bulan sebesar 38,60% menurun menjadi 35,73% pada periode
simpan 3 bulan. Sedangkan kadar airPicrasma javanicum yangmaturemenurun dari
29,85% pada periode simpan 1 bulan menjadi 28,16% pada periode simpan 3 bulan.
Menurut Yajaet al. (2005), benih kedelai yang disimpan selama 4 bulan pada
suhu kamar dengan kadar air 6-12% akan pengalami penurunan daya berkecambah
dan peningkatan daya hantar listrik. Daya berkecambah menurun dari 93% pada awal
periode simpan menjadi kurang dari 71%. Daya hantar listrik benih kedelai
meningkat dari 74,04 µS cm-1g-1 menjadi hampir 150 µS cm-1g-1.
Mutu awal benih menentukan mutu fisiologis benih kedelai setelah disimpan
pada periode simpan 1, 2, dan 3 bulan. Benih sudah mengalami deteriorasi pada
periode simpan 3 bulan sehingga semua tolok ukur yang diamati menunjukkan nilai
sangat rendah. Kadar air menunjukkan data yang beragam antara 8 sampai 11%.
Berbeda dengan periode 0, 1 dan 2 bulan yang seragam untuk semua genotipe pada
masing-masing periode simpan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ketebalan dan
permeabilitas kulit benih. Benih bersifat higroskopis sehingga uap air masuk ataupun
keluar membran dan menyebabkan perbedaan kadar air (Justice dan Bass, 2002).
Bobot benih kedelai sangat tinggi pada periode simpan 0 sampai 3 bulan yaitu
berkisar antara 1-4 gram. Genotipe yang paling baik berdasarkan tolok ukur ini dari
periode simpan 0 bulan sampai 3 bulan adalah sama yaitu genotipe Panderman,
Cikuray dan Anjasmoro yang memiliki ukuran paling besar dengat bobot di atas 3
gram.
Volume benih kedelai sangat tinggi pada periode simpan 0 bulan yaitu
berkisar antara 1-2 mililiter. Genotipe yang paling baik berdasarkan tolok ukur ini
adalah Panderman, Cikuray, Ijen, Seulawah, Burangrang dan Anjasmoro dengan
volume benih maksimun 2 mililiter. Volume benih kedelai pada periode simpan 1
bulan tetap yaitu 1-2 mililiter, dengan volume benih maksimun 2 mililiter pada semua
genotipe kecuali 1 mililiter untuk genotipe B.3883, B.3778, B.3764, B.3749, B.3570
dan Lawit. Volume benih kedelai pada periode simpan 2 bulan bertahan sekitar 1-2
mililiter. Volume benih kedelai maksimun 1 mililiter pada semua genotipe kecuali 2
Volume benih kedelai tetap berkisar antara 1-2 mililiter meskipun telah disimpan
selama 3 bulan dimana volume benih 1 mililiter pada semua genotipe kecuali 2
mililiter untuk genotipe Panderman dan Anjasmoro (Tabel 6).
Tabel 6. Nilai tengah bobot benih dan volume benih benih kedelai pada beberapa periode simpan.
Genotipe Bobot Benih (gram) Volume Benih (mℓ)
0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan
B.3883 2,21 1,62 1,75 1,75 1,3 1,0 1,0 1,0
Panderman 3,59 3,63 3,71 3,59 2,0 2,0 2,0 2,0
Cikuray 3,71 3,70 3,67 3,55 2,0 2,0 1,0 1,0
Menyapa 2,66 2,75 2,78 2,69 1,7 2,0 1,0 1,0
Ijen 2,55 2,45 2,73 2,34 2,0 2,0 2,0 1,0
Lawit 2,03 2,39 2,46 2,13 1,7 1,0 1,0 1,0
Kaba 2,22 2,23 2,44 2,34 1,7 2,0 1,0 1,0
Tanggamus 1,95 2,44 2,60 2,18 1,3 2,0 1,0 1,0
Seulawah 1,84 1,85 1,87 1,97 2,0 2,0 1,0 1,0
Burangrang 2,22 2,33 2,35 2,23 2,0 2,0 2,0 1,0
Anjasmoro 3,48 3,57 3,80 3,72 2,0 2,0 2,0 2,0
Keterangan : benih yang digunakan sebanyak 25 butir per genotipe
Menurut Suzuki (2002), ukuran benih mempengaruhi daya berkecambah dan
kadar air benih kedelai. Benih kedelai hitam berukuran kecil dengan daya
berkecambah 91,3% pada awal penyimpanan dapat mempertahankan daya
berkecambahnya meskipun tanpa menggunakan desikan selama penyimpanan. Benih
kedelai berukuran sedang dan besar adalah benih kedelai berwarna kuning dengan
26
memiliki nilai daya berkecambah lebih rendah sekitar 60-80% setelah satu tahun
disimpan pada suhu kamar. Kadar air benih kedelai hitam pada awal penyimpanan
adalah 10,99% sedangkan benih kedelai kuning adalah 9,89%. Peningkatan kadar air
selanjutnya sebesar 2% pada periode simpan 1 bulan dan 8% pada periode simpan 5
bulan. Bobot jenis dari awal periode simpan sampai periode simpan 3 bulan tidak
mengalami perubahan yang signifikan, berkisar antara 1-4 gram/milliliter. Daya
hantar listrik benih pada awal periode simpan sekitar 31–175 µS cm-1g-1. Genotipe
paling baik pada periode simpan ini adalah Cikuray, B.3803 dan B.3883 yang
nilainya kurang dari 40 µS cm-1g-1.
Berdasarkan Simic et al(2006), benih kedelai yang disimpan pada suhu 25ºC
dan kelembaban 75% akan mengalami penurunan kadar lemak dalam benih dari
23,29% menjadi 20,04% setelah disimpan selama 4 tahun. Lemak merupakan
cadangan makanan benih kedelai sehingga semakin lama periode simpan, cadangan
makanan dalam benih semakin berkurang. Selanjutnya benih kehilangan vigor setelah
cadangan makanan habis untuk proses metabolisme di dalam benih. Hal ini sesuai
dengan penelitian Simic yang menyebutkan bahwa vigor benih kedelai mengalami
penurunan dari 88,5% pada awal periode simpan menjadi 45% pada periode simpan 4
tahun.
Daya hantar listrik benih pada periode simpan 1 bulan cukup tinggi sekitar
31–175 µS cm-1g-1 dengan genotipe paling baik adalah Cikuray, B.3883 dan B.3803
yang nilainya kurang dari 40 µS cm-1g-1. Daya hantar listrik benih pada periode
simpan 2 bulan sekitar 26–185 µS cm-1g-1. Genotipe paling baik dilihat dari tolok
ukur ini adalah B.3883, B.3641, Cikuray dan Tanggamus yang nilainya kurang dari
40 µS cm-1g-1. Daya hantar listrik benih pada periode simpan 3 bulan sangat tinggi
sekitar 28-212 µS cm-1g-1 dengan genotipe paling baik adalah B.3803, Cikuray dan
Tanggamus yang nilainya kurang dari 40 µS cm-1g-1(Tabel 7).
Menurut Wambugu (2009), benih jagung akan mengalami peningkatan daya
hantar listrik dan penurunan viabilitas benih pada periode simpan 3 bulan. Sedangkan
plastik. Benih yang diuji tersebut disimpan pada kondisi sub optimum sebagaimana
petani menyimpan benihnya di rumah.
Tabel 7. Nilai tengah bobot jenis dan daya hantar listrik (DHL) benih kedelai pada beberapa periode simpan.
Genotipe Bobot Jenis (gram/mL) DHL (µS cm
-1 g-1)
0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan
B.3883 1,62 1,62 1,75 1,75 37,93 37,93 39,38 45,51
B.3837 2,17 2,17 2,33 2,39 174,19 174,19 184,58 211,01
B.3803 1,89 1,89 1,98 1,97 38,00 38,00 42,48 35,02
B.3901 1,68 1,68 1,70 1,81 64,37 64,37 61,93 71,20
B.3778 1,51 1,51 1,68 1,62 62,30 62,30 65,53 64,08
B.3764 1,36 1,36 1,46 1,40 74,36 74,36 64,84 67,21
B.3749 1,83 1,83 2,04 2,13 66,12 66,12 64,06 45,63
B.3641 1,51 1,51 1,69 1,58 40,41 40,41 37,01 45,13
B.3570 1,29 1,29 1,40 1,45 107,66 107,66 88,01 101,95
B.3260 1,53 1,53 1,55 2,49 43,11 43,11 40,50 40,40
Panderman 3,63 3,63 3,71 3,59 53,79 53,79 41,68 82,13 Cikuray 3,70 3,70 3,67 3,55 31,53 31,53 26,35 28,82 Menyapa 2,75 2,75 2,78 2,69 92,30 92,30 71,85 91,14
Ijen 2,45 2,45 2,73 2,34 91,25 91,25 80,41 90,33
Lawit 2,39 2,39 2,46 2,13 72,85 72,85 64,52 74,44
Kaba 2,23 2,23 2,44 2,34 50,29 50,29 49,57 50,58
Tanggamus 2,44 2,44 2,60 2,18 41,54 41,54 34,90 28,45 Seulawah 1,85 1,85 1,87 1,97 71,72 71,72 62,69 72,91 Burangrang 2,33 2,33 2,35 2,23 135,15 135,15 116,29 123,70 Anjasmoro 3,57 3,57 3,80 3,72 53,73 53,73 60,84 50,05
Menurut de Alencar (2004), benih kedelai yang disimpan pada suhu 30ºC dan
kadar air awal 14,8% akan mengalami peningkatan nilai daya hantar listrik dari 150
µS cm-1g-1pada awal periode simpan menjadi 400 µS cm-1g-1 pada periode simpan 3
bulan. Peningkatan nilai daya hantar listrik juga terjadi pada suhu 40 ºC dan kadar air
awal 14,8% dari 200 µS cm-1g-1 pada awal periode simpan menjadi 450 µS cm-1g-1
pada periode simpan 3 bulan. Berdasarkan Panobianco (2007), benih kedelai akan
28
hingga periode simpan 18 bulan pada seluruh suhu ruang simpan yang diamati (10
ºC, 20ºC, 25ºC, 20/10ºC, 25/10ºC).
Menurut Vieira et al. (2008), banyaknya elektrolit yang didapatkan dari uji
daya hantar listrik dipengaruhi oleh suhu ruang simpan. Benih kedelai yang disimpan
pada suhu 10ºC memiliki kebocoran membran lebih sedikit daripada benih kedelai
pada suhu ruang simpan 20ºC baik pada benih bervigor tinggi maupun rendah. Daya
hantar listrik benih kedelai tidak berbeda nyata pada suhu 10ºC setelah disimpan 7-16
bulan. Sedangkan pada suhu 20ºC terjadi peningkatan secara nyata kebocoran
membran pada periode simpan 16 bulan. Peningkatan secara nyata daya hantar listrik
benih pada suhu simpan 20ºC sesuai dengan hasil uji benih kedelai pada penelitian
ini. Benih kedelai yang disimpan pada kondisi kamar akan mengalami peningkatan
kebocoran membran secara nyata dari periode simpan 1 bulan sampai 3 bulan.
Berdasarkan Marwanto (2005), permeabilitas yang diuji menggunakan
electric conductivity dipengaruhi oleh suhu ruang dan periode simpan. Benih kedelai
yang disimpan pada suhu 15ºC menunjukkan nilai daya hantar listrik yang lebih
rendah daripada benih pada ruang simpan 35ºC. Kebocoran membran pada suhu 15ºC
mengalami peningkatan tidak nyata pada periode simpan 0 dan 2 bulan serta nyata
pada 4 dan 6 bulan. Peningkatan daya hantar listrik pada suhu 35ºC nyata mulai dari
periode simpan 2 sampai 6 bulan. Rata-rata deteriorasi benih pada suhu ruang simpan
35ºC dapat dikurangi melalui perlakuanosmoconditioning.
Tabel 8. Nilai ragam karakter vigor benih kedelai pada berbagai periode simpan
Tolok Ukur Periode Simpan
0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan
Daya Berkecambah 25.74 75.97 301.27 110.33
Potensi Tumbuh Maksimum 5.35 75.97 301.27 110.33
Kecepatan Tumbuh 6.44 7.31 26.59 3.64
Kadar Air 0.07 0.09 0.20 22.98
Bobot 0.51 0.53 0.53 0.45
Volume 0.23 0.23 0.19 0.12
Bobot Jenis 0.42 0.45 0.59 0.43
Benih kedelai memiliki keragaman yang tinggi pada periode simpan 2 bulan
(Tabel 8). Nilai ragam terhadap tolok ukur mutu fisiologis benih kedelai pada periode
simpan 2 bulan adalah tinggi (>0,50). Keragaman yang tinggi sangat diperlukan
untuk pemuliaan tanaman untuk pembentukan genotipe baru. Menurut Kusdiarti
(1997), keragaman dipengaruhi oleh ragam genetik, ragam lingkungan serta interaksi
antara genetik dan lingkungannya.
Studi pengaruh genotipe terhadap daya simpan benih kedelai
Percobaan 2 merupakan rangkaian penelitian yang datanya diambil dari
percobaan 1 pada periode simpan 2 bulan. Periode simpan 2 bulan merupakan periode
simpan dimana terjadi keragaman yang tinggi pada hampir semua tolok ukur benih
kedelai. Ragam tersebut kemudian diseleksi untuk mendapatkan genotipe yang lebih
baik dari genotipe pembanding. Umumnya genotipe pembanding merupakan genotipe
dengan vigor baik.
Tabel 9. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh genotipe (G) terhadap tolok ukur mutu fisiologis benih kedelai periode simpan 2 bulan untuk uji vigor;
** : berpengaruh sangat nyata pada α1%; * : berpengaruh nyata pada α5%; tn : tidak berpengaruh nyata
Rekapitulasi sidik ragam untuk pengaruh ulangan dan genotipe terhadap tolok
ukur mutu fisiologis benih kedelai menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat
30
terdapat keragaman tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum,
kecepatan tumbuh, kadar air, bobot, volume, bobot jenis dan daya hantar listrik yang
dipengaruhi oleh genotipe. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Singh dan
Gunasena (1973) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nyata dalam daya
berkecambah terhadap genotipe benih kedelai. Penelitian lain, Simic et al (2006),
menyatakan bahwa genotipe, periode simpan, dan interaksi antara genotipe dan
periode simpan berbeda sangat nyata terhadap vigor benih kedelai.
Kadar air memiliki nilai heritabilitas rendah. Potensi tumbuh maksimum dan
volume menunjukkan nilai heritabilitas yang sedang. Heritabilitas tinggi dimiliki oleh
tolok ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh, bobot, berat jenis dan volume.
Semakin tinggi heritabilitas maka semakin tinggi keragaman genotipik yang
selanjutnya dapat membantu pemuliaan untuk menciptakan genotipe baru (Tabel 10).
Tabel 10. Ragam dugaan genotipik dan fenotipik serta nilai heritabilitas dalam arti
luas pada beberapa tolok ukur mutu fisiologis benih kedelai.
Tolok Ukur σ2g σ2l σ2p h2bs(%) Kriteria Daya Berkecambah 163,16 140,65 303,81 53,70 tinggi Potensi Tumbuh Maksimum 103,64 117,60 221,24 46,85 sedang
Kecepatan Tumbuh 16,66 10,43 26,49 60,63 tinggi
Kadar Air 0,02 0,18 0,20 10,00 rendah
Bobot 0,54 0,02 0,562 96,44 tinggi
Volume 0,06 0,14 0,20 30,00 sedang
Bobot Jenis 0,61 0,17 0,78 78,21 tinggi
Daya Hantar Listrik 17190,03 389,80 17579,83 97,78 tinggi Keterangan : h2bs>50%→tinggi; h
2
bs≤50%→sedang; h 2
bs<20%→rendah
Menurut Wright dalam Falconer dan Mackay (1989), heritabilitas merupakan
perbandingan antara ragam aditif dengan ragam fenotipe. Heritabilitas digunakan
untuk memprediksinilai fenotip yang sangat membantu kegiatan pemuliaan tanaman.
Nilai ragam fenotip bersifat kuantitatif berbeda dengan ragam genotip yang hanya
bias ditentukan melalui penampakan ragam fenotip dari generasi ke generasi
para pemulia untuk merakit genotipe baru. Menurut Mursito (2003), karakter
fenotipik (tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah polong per tanaman,
jumlah polong isi, jumlah polong hampa, berat polong isi dan berat 100 biji)
berpengaruh terhadap biji kering per tanaman. Menurut Wirnas (2007), nilai
heritabilitas kedelai akan berbeda bila ditanam di lingkungan yang berbeda. Bobot
biji per tanaman akan memiliki heritabilitas tinggi bila ditanam pada lahan
berintensitas cahaya penuh.
Tabel 11. Uji lanjut dunnett genotipe (G) terhadap tolok ukur mutu fisiologis benih kedelai untuk periode penyimpanan 2 bulan dengan pembanding genotipe Anjasmoro
Genotipe Tolok Ukur
DB PTM KCT KA BJ DHL
B.3883 48,00tn 64,00tn 17,66tn 10,96** 3,71** 77,50** B.3837 72,00tn 72,00tn 19,13** 10,69tn 3,67** 65,80** B.3803 40,00tn 56,00tn 7,47tn 10,51tn 2,78** 146,80tn B.3901 52,00tn 68,00tn 12,95tn 10,59tn 1,37tn 140,40tn B.3778 44,00tn 52,00tn 11,67tn 10,97tn 2,46** 111,60tn B.3764 48,00tn 60,00tn 13,73tn 10,86tn 2,40** 78,00** B.3749 76,00tn 84,00tn 20,07** 10,52tn 2,60** 77,30** B.3641 76,00tn 76,00tn 19,93tn 10,70tn 1,87tn 112,10** B.3570 40,00tn 48,00tn 6,40tn 10,75tn 2,35** 174,00** B.3260 56,00tn 56,00tn 14,87tn 10,89tn 3,80** 98,20tn Panderman 64,00tn 72,00tn 7,47tn 10,24tn 0,96tn 684,00** Cikuray 44,00tn 60,00tn 11,73tn 10,90tn 2,33tn 108,20tn Menyapa 76,00tn 80,00tn 20,00** 10,38tn 1,94tn 174,10tn Ijen 52,00tn 64,00tn 13,60tn 10,31tn 1,70tn 164,40tn Lawit 72,00tn 76,00tn 18,87tn 10,31tn 1,68tn 162,70tn Kaba 76,00tn 80,00tn 19,73tn 10,31tn 1,46tn 178,00tn Tanggamus 92,00tn 92,00tn 24,30tn 10,74tn 2,12** 73,70** Seulawah 52,00tn 60,00tn 13,53** 10,63tn 1,69tn 211,00tn Burangrang 84,00tn 84,00tn 18,93tn 10,24tn 0,76tn 158,60tn
Anjasmoro 64,00 68,00 10,60 10,32 0,78 150,70
Keterangan : benih yang digunakan pada penelitian ini adalah benih yang sudah disimpan pada periode simpan 2 bulan untuk uji vigor
** : berpengaruh sangat nyata pada α 1% * :berpengaruh nyata pada α 5%
32
Untuk mengetahui genotipe yang memiliki keragaman paling tinggi setelah
disimpan selama 2 bulan, dilakukan uji lanjut dunnett dengan genotipe Anjasmoro
sebagai pembanding. Anjasmoro dipilih menjadi genotipe pembanding karena banyak
digunakan oleh petani. Tolok ukur daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum
dan volume tidak berpengaruh nyata terhadap mutu fisiologis benih kedelai
sedangkan kecepatan tumbuh, kadar air, bobot, bobot jenis, dan daya hantar listrik
berpengaruh nyata terhadap mutu fisiologis benih kedelai.
F tabel menunjukkan semua tolok ukur berpengaruh sangat nyata terhadap
genotipe benih kedelai. Namun setelah dilakukan uji dunnette ternyata daya
berkecambah dan potensi tumbuh maksimum tidak berbeda nyata pada semua
genotipe. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh daya berkecambah dan potensi
tumbuh maksimum tidak berbeda nyata pada setiap genotipe jika dibandingkan
Kesimpulan
Mutu awal benih menentukan mutu fisiologis benih kedelai setelah disimpan pada
periode simpan 1, 2 dan 3 bulan. Benih bermutu baik pada awal periode simpan (0 bulan) akan
mengalami penurunan vigor mulai periode simpan 1 bulan yang ditandai oleh turunnya daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh dan kadar air serta peningkatan
daya hantar listrik. Penurunan vigor semakin terlihat pada periode simpan 2 bulan dengan daya
berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh dan kadar air menurun serta daya
hantar listrik meningkat. Pada periode simpan 3 bulan, benih sudah mengalami deteriorasi
sehingga semua tolok ukur yang diamati menunjukkan nilai sangat rendah.
Berdasarkan studi pewarisan dapat disimpulkan bahwa keragaman tolok ukur viabilitas
benih kedelai dipengaruhi oleh ragam genetik. Keragaman paling tinggi diperoleh setelah benih
disimpan selama 2 bulan kecuali pada tolok ukur kadar air, volume dan daya hantar listrik. Pada
periode simpan 2 bulan tersebut nilai heritabilitas dalam arti luas tergolong tinggi untuk tolok
ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh, bobot, bobot jenis dan daya hantar listrik (53-98%);
bernilai sedang untuk tolok ukur potensi tumbuh maksimum dan volume (30-47%); serta rendah
untuk tolok ukur kadar air (10%). Seleksi genotipe benih kedelai dapat dilakukan melalui analisis
kuantitatif berdasarkan tolok ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh, bobot dan bobot jenis.
Uji lanjut menunjukkan B.3837, B.3749 dan B.3883 memiliki keragaman dan mutu fisiologis
paling tinggi dari genotipe pembanding (Anjasmoro) pada periode simpan 2 bulan.
Saran
Perakitan genotipe kedelai sebaiknya dilakukan pada benih kedelai genotipe B.3837,
B.3749 dan B.3883 pada periode simpan 2 bulan dengan menggunakan tolok ukur kecepatan
DAFTAR PUSTAKA
Adebisi, M.A, I.O. Daniel, dan M.O. Ajala. 2004. Storage life of soybean (Glycine max L. Merril) seeds after seed dressing. Journal of Tropical Agriculture 42(1-2): p.3-7.
Adisarwanto, T. 2005. Kedelai. Cetakan ke-1. Penebar Swadaya. Jakarta. 108 hal.
Copeland, L.O. and M. B. McDonald. 1976. Principles of seed science and technology. Fourth Edition.Kluwer Academic Publisher. London. 467 p.
de Alencar, E.R, L.R.D’A. Faroni, A.F. de Lacerda Filho, L.G. Ferreira, dan M.R. Meneghitti.
2004. Influence of different storage conditions on soybean grain quality. http://bru.gmprc.ksu.edu/proj/iwcspp/pdf/9/6207.pdf. Akses: 31 Januari 2011.
Departemen Pertanian. 1986. Budidaya kedelai. Bagian Proyek Informasi Pertanian NTT. Kupang. 19 hal.
Departemen Pertanian. 2007. Himpunan peraturan perbenihan. Badan Benih Nasional Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta. 140 hal.
Falconer, D.S. and T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to quantitative benetics. Edisi IV. Longman. England. 464p.
Justice, O.L. and Bass, L.N. 2002. Prinsip dan praktek penyimpanan benih. Edisi I. Roesli, R (penerjemah). Grafindo Persada. Jakarta. 446p
Kartono. 2002. Teknik penyimpanan benih kedelai galur wilis pada kadar air dan suhu penyimpanan yang berbeda. http://www.pustaka-deptan.go.id/publication/bt09204k.pdf. Akses: 13 April 2007.
Kuswanto, H. 2003. Teknologi, pemrosesan, pengemasan dan penyimpanan benih. Cetakan ke-1. Kanisius. Yogyakarta.127 hal.
Marwanto. 2004. Osmoconditioning dan deteriorasi benih kedelai selama penyimpanan. Jurnal Akta Agrosia, 7(1):p.1- 5
Mulyokusumo, S.E. 1983. Kedelai dijadikan lebih bergizi. Terate. Bandung. 79 hal.
Mursito Djoko. 2003. Heritabilitas dan sidik lintas karakter fenotipik beberapa galur kedelai (Glycine max.L. Merrill). Jurnal Agrosains 6(2):p.58-63.