• Tidak ada hasil yang ditemukan

Direction for Developing Community Forest Through Land Suitability in Central Lombok Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Direction for Developing Community Forest Through Land Suitability in Central Lombok Regency"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ARAHAN PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT MELALUI

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN

DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH

HENDRA SETIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan Hutan Rakyat Melalui Analisis Kesesuaian Lahan di Kabupaten Lombok Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)

RINGKASAN

HENDRA SETIAWAN. Arahan Pengembangan Hutan Rakyat Melalui Analisis Kesesuaian Lahan di Kabupaten Lombok Tengah. Dibimbing oleh BABA BARUS dan SUWARDI.

Gangguan terhadap sumber daya hutan yang disebabkan oleh faktor manusia telah menyebabkan kawasan hutan mengalami kerusakan dan menurunnya produktivitas sehingga kurang mampu lagi memberikan manfaat secara optimal. Hal ini menyebabkan hutan alam kurang mampu lagi menjadi pemasok kayu untuk bahan baku industri perkayuan. Kebutuhan terhadap bahan baku kayu di Kabupaten Lombok Tengah sebesar 43.445 m3/tahun, selama ini kebutuhan kayu dipasok dari hutan rakyat sebesar 1.981 m3 per tahun, sedangkan produksi kayu dari hutan alam selama ini tidak ada, sehingga salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan kayu tersebut adalah hutan rakyat. Permasalahannya adalah belum tersedianya arahan perencanaan pengembangan hutan rakyat yang baik di Kabupaten Lombok.

Dari beberapa alasan tersebut pada penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendapatkan jenis tanaman yang berpotensi berdasarkan preferensi masyarakat dan identifikasi tingkat kelayakan dari pengusahaan hutan rakyat, (2) Memetakan kesesuaian jenis tanaman berdasarkan karaktristik lahan, (3) Menghitung potensi ketersediaan lahan untuk pengembangan hutan rakyat dan (4) Menyusun arahan pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Lombok Tengah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tanaman hutan rakyat yang berpotensi untuk dikembangkan di Lombok Tengah berdasarkan preferensi masyarakat adalah sengon, mahoni dan jati. Analisis finansial yang dilakukan yaitu NPV, BCR dan IRR menunjukkan ketiga jenis tanaman tersebut layak untuk dikembangkan di Lombok Tengah.

Luas lahan yang sesuai untuk jati 73.738 ha, mahoni 79.640 ha dan sengon 32.915 ha. Berdasarkan kesesuaian dari lahan tersedia untuk pengembangan hutan rakyat maka lahan potensial untuk pengembangan jati adalah 8.826 ha dengan wilayah yang memiliki potensi terbesar adalah Kecamatan Pujut dan Praya Barat. Untuk pengembangan mahoni sebesar 4.364 ha yang terluas berada di Kecamatan Batukliang dan Kopang. Lahan potensial pengembangan sengon adalah 2.552 ha dengan wilayah pengembangan terbesar meliputi Kecamatan Batukliang dan Kopang.

Lokasi arahan pengembangan hutan rakyat sengon dan mahoni terdapat di daerah bagian utara dengan curah hujan yang memadai, sedangkan pengembangan hutan rakyat jati diarahkan ke daerah bagian selatan dengan curah hujan rendah. Untuk arahan lokasi prioritas pengembangan memperhatikan luas lahan tersedia yang sesuai berdasarkan RTRW serta beberapa kriteria yaitu: luas wilayah, potensi hutan rakyat, jumlah penduduk, lahan tersedia serta kebutuhan kayu per kecamatan dengan menggunakan MCDM-TOPSIS maka delapan kecamatan yang menjadi wilayah prioritas pengembangan adalah Pujut, Praya Barat, Batukliang, Praya Barat Daya, Batukliang Utara, Kopang, Praya Timur dan Pringgarata.

(5)

pemerintah atau pihak lain yang peduli terhadap pembangunan hutan rakyat. Untuk mendukung pengembangan hutan rakyat yang berkelanjutan di Lombok Tengah perlu adanya pola pengembangan hutan rakyat yang bisa menciptakan petani hutan rakyat yang mandiri yaitu melalui pola kemitraan berdasarkan atas kerja sama yang saling menguntungkan serta dapat dikembangkan dengan pola koperasi.

Beberapa masukan bagi arahan pengembangan hutan rakyat di Lombok Tengah adalah: membuat database hutan rakyat melalui menginventaris hutan rakyat secara menyeluruh, pembentukan kelompok tani yang dinamis dan mandiri,

mengintegrasikan keberadaan hutan rakyat dalam rencana pembangunan dan pengembangan wilayah ke dalam RTRW kabupaten, mendorong tumbuhnya unit manajemen hutan rakyat berasas koperasi dan pembuatan perda yang mendukung keberadaan hutan rakyat.

(6)

SUMMARY

HENDRA SETIAWAN. Direction for Developing Community Forest Through Land Suitability in Central Lombok Regency. Supervised by BABA BARUS and SUWARDI.

Disturbance to forest resources due to human factors has resulted in damage and decreased productivity, supplying less raw materials for the timber industry. The need for wood raw material in Central Lombok regency was 43,445 m3/year while there had been no timber production from natural forests, so that one of the alternatives to meet the needs of the timber is community forest.

Based on the above issues, this study aimed to formulate the concept of community forest development in Central Lombok by: (1) Identifying the type of plants that have the potential and the feasibility level of business in community forest in Central Lombok, (2) Learning the land suitability for the development of community forest in Central Lombok, (3) Finding out the availability of land for forest development, and (4) Developing community forest development in Central Lombok regency.

The type of community forest plants that have the potential to be developed in Central Lombok based on people’s preference are sengon, mahogany, and teak. The financial analysis using NPV, BCR and IRR indicated that the three types of plants were feasible to be developed in Central Lombok.

The land which is suitable and available for teak 73.738 ha, for mahogany 79.640 ha , and for sengon is 32.915 ha. Based on the suitability of land available for the development of community forest, the land potential for the development of teak is 8.826 ha with the largest development area including the sub-districts of Pujut and West Praya. 4.364 ha is for the development of mahogany in the sub-districts of Batukliang and Kopang, and 2.552 ha is for sengon development area in the sub-districts of Batukliang and Kopang.

The recommended location of community forest development of sengon and mahogany is in upland areas with adequate rainfall, while the development of community teak forest is directed to the lowlands with low rainfall. The recommended location of development priority is related to the appropriate and available land size based on RTRW and several criteria such as area size, community forest potential, population size, land availibility, and the wood need per capita using MCDM – TOPSIS. The eight sub-districts which become the development priority are Pujut, West Praya, Batukliang, Southwest Praya, North Batukliang, Kopang, East Praya and Pringgarata.

According to AHP analysis, the development pattern desired by the parties was the subsidy pattern because the farmers of community forest still expected the government assistance or other parties concerned with the development of community forest. To support the sustainable development of community forest in Central Lombok, it is necessary to have a development pattern of community forest that can make the farmers independent, for example, through a partnership pattern based on mutual benefit cooperation which could be developed with a cooperative pattern.

(7)

inventory of community forest as a whole, forming dynamic and independent farmer groups, integrating the existence of community forest in the development plan and regional development, encouraging the growth of management units of community forest based on cooperative principles, drafting regional regulations that support the existence of community forest.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ARAHAN PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT MELALUI

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN

DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Arahan Pengembangan Hutan Rakyat Melalui Analisis Kesesuaian Lahan di Kabupaten Lombok Tengah

Nama : Hendra Setiawan

NIM : A156120374

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua

Dr Ir Suwardi, MAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun RP Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini Arahan Pengembangan Hutan Rakyat Melalui Analisis Kesesuaian Lahan di Kabupaten Lombok Tengah.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus hati kepada :

1. Kedua Komisi Pembimbing Penulis. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku Ketua Komisi pembimbing yang di tengah kesibukannya selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan serta pengarahan pada Penulis, dan Bapak Dr. Ir. Suwardi, M.Agr selaku pembimbing dua yang sering Penulis repotkan tetapi tetap meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing Penulis, memberikan arahan dan masukan yang sangat bermanfaat bagi Penulis.

2. Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc.Ftrop selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.

3. Ketua Program Studi Prof. Dr. Ir. Santun RP Sitorus, serta segenap dosen pengajar, asisten dan staff pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB.

4. Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

5. Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat khususnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada Penulis,

6. Rekan-rekan satu angkatan di PWL 2012 kelas khusus maupun reguler untuk kebersamaan yang indah, berbagi ilmu dan dukungan yang selalu menyemangati Penulis.

7. Semua pihak yang berperan dalam proses penulisan karya ilmiah ini yang tak bisa Penulis sebut namanya satu-satu tapi tetap tertulis dihati.

8. Dan yang terutama Penulis menghaturkan hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada Kedua Orangtua dan Ketiga Saudara Penulis, serta seluruh keluarga di Lombok Tengah atas segala do’a, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan yang telah dilimpahkan selama ini serta orang yang sangat saya cintai (rn) atas doa dan restunya. Kepada mereka karya tulis ini Penulis persembahkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin. Waalaikumussalam Warahmatullah.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii 

DAFTAR GAMBAR vii 

DAFTAR LAMPIRAN viii 

1  PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Perumusan Masalah 3 

Tujuan Penelitian 3 

Manfaat Penelitian 3 

Kerangka Pemikiran 4 

2  TINJAUAN PUSTAKA 5 

Pengertian Hutan Rakyat 5 

Peranan Hutan Rakyat 6 

Sistem Informasi Geografis 7 

Analisis Kesesuaian lahan 8 

Komoditas Unggulan Daerah 9 

Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian 10 

Komoditas Unggulan Hutan Rakyat 11 

Analisis Multikriteria Spasial 11 

3  METODE PENELITIAN 12 

Lokasi dan Waktu Penelitian 12 

Bahan dan Alat 12 

Prosedur dan Metode Analisis Data 14 

Identifikasi Jenis Tanaman Prioritas Berdasarkan Preferensi Masyarakat 14  Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat 14  Identifikasi Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat 15  Analisis Kelayakan Pengusahaan Hutan Rakyat 17  Analisis Pola Pengembangan Hutan Rakyat 18  Penyusunan Arahan Pengembangan Hutan Rakyat 20 

4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 21 

Administrasi 21 

Kependudukan 22 

Sifat Fisik Dasar 22 

Sektor Kehutanan di Kabupaten Lombok Tengah 25 

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 

Prioritas Tanaman Hutan Rakyat 26 

Analisis Finansial Pengembangan Hutan Rakyat 29  Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat 31 

Luasan Penggunaan Lahan 36 

(15)

Kelembagaan Hutan Rakyat 41 

Arahan Pengembangan Hutan Rakyat 47 

Kebijakan Pengembangan Hutan Rakyat untuk Pengembangan Wilayah 61 

6 SIMPULAN DAN SARAN 65 

Simpulan 65 

Saran 65 

DAFTAR PUSTAKA 66 

LAMPIRAN 71 

(16)

DAFTAR TABEL

1. Luas Lahan Kritis (Lahan Tidak Produktif) di Kabupaten Lombok

Tengah 2 

2. Jenis, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Output yang

Diharapkan 13 

3. Kepadatan Penduduk Kabupaten Lombok Tengah 22  4. Satuan Tanah di Kabupaten Lombok Tengah 24  5. Satuan Tanah di Kabupaten Lombok Tengah 24  6. Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Lombok Tengah 25  7. Produksi Hutan Rakyat di Lombok Tengah tahun 2007-2011 28  8. Analisis Finansial Tanaman Sengon, Mahoni dan Jati per Hektar 30  9. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Sengon di Lombok Tengah 33  10.Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Mahoni di Lombok Tengah 35  11.Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jati di Lombok Tengah 36  12.Penggunaan Lahan Aktual di Lombok Tengah 37  13.Ketersedian Lahan Hutan Rakyat berdasarkan RTRW 40  14.Jumlah Bangunan Oven Tembakau di Kabupaten Lombok Tengah 41  15.Kegiatan Pembuatan Hutan Rakyat di Lombok Tengah 44 

16.Kebutuhan Bibit Hutan Rakyat 58 

17.Arahan Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Lombok Tengah 64 

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Penelitian 4  2. Peta Wilayah Penelitian Kabupaten Lombok Tengah 12  3. Diagram Alir Penentuan Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Hutan

Rakyat Terpilih 15 

4. Diagram Alir Analisis Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan

Hutan Rakyat 16 

5. Kerangka Analisis Multi Criteria Evaluation 16  6. Hirarki Pola Pengembangan Hutan Rakyat 19  7. Diagram Alir Analisis dan Pengolahan Data 20  8. Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah 21  9. Peta Kelerengan Lahan Kabupaten Lombok Tengah 23  10.Peta Pewilayahan Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan Curah

Hujan Rata-rata 23 

11.Peta Jenis Tanah di Kabupaten Lombok Tengah 25  12.Preferensi Masyarakat terhadap Tanaman Hutan Rakyat di Lombok

Tengah 27 

13.Peta Penyebaran Jenis Tanaman Hutan Rakyat per Kecamatan

berdasarkan Jenis Kayu 27 

14.Contoh Pola Tanam Hutan Rakyat: (a) Polikultur(b) Monokultur 29  15.Satuan Peta Tanah Lombok Tengah, BBPPSLP 32  16.Peta Kesesuaian Lahan untuk Hutan Rakyat Sengon di Lombok

(17)

17.Peta Kesesuaian Lahan untuk Hutan Rakyat Mahoni di Lombok

Tengah 34 

18.Peta Kesesuaian Lahan untuk Hutan Rakyat Jati di Lombok Tengah 35  19.Peta Penggunaan Lahan Aktual di Lombok Tengah Tahun 2011 37  20.Ketersediaan Lahan Pengembangan Hutan Rakyat berdasarkan

Penggunaan Lahan aktual 38 

21.Peta Ketersediaan Lahan Hutan Rakyat berdasarkan Penggunaan

Lahan Aktual 39 

22.Peta Ketersediaan Lahan Hutan Rakyat berdasarkan RTRW 39 

23.Pola Saluran Pemasaran Kayu Rakyat 42 

24.Pola Hasil Pembobotan dari Kuesioner 43  25.Peta Kesesuaian Lahan dari Lahan Tersedia untuk Pengembangan

Hutan Rakyat Sengon di Lombok Tengah 49 

26.Ketersediaan Lahan dari Lahan Sesuai Sengon per Kecamatan di

Lombok Tengah (ha) 49 

27.Peta Kesesuaian Lahan dari Lahan Tersedia untuk Hutan Rakyat

Mahoni di Lombok Tengah 50 

28.Kesesuaian Lahan dari Lahan Tersedia Mahoni per Kecamatan di

Lombok Tengah 51 

29.Peta Kesesuaian Lahan dari Lahan Tersedia untuk Pengembangan

Hutan Rakyat Jati di Lombok Tengah 51 

30.Kesesuaian Lahan dari Lahan Tersedia Jati per Kecamatan di

Lombok Tengah 52 

31.Grafik Gabungan Kesesuaian dari Lahan Tersedia Jenis Tanaman

Hutan Rakyat 53 

32.Grafik Ranking of Alternatives Jenis Tanaman Prioritas Sengon (S2) dengan Mahoni (S2) untuk Pengembangan Hutan Rakyat

berdasarkan Analisis TOPSIS 55 

33.Grafik Ranking of Alternatives Jenis Tanaman Prioritas Sengon (S3) dengan Mahoni (S3) untuk Pengembangan Hutan Rakyat

berdasarkan Analisis TOPSIS 55 

34.Grafik Ranking of Alternatives Jenis Tanaman Prioritas Jati (S2) dengan Mahoni (S3) untuk Pengembangan Hutan Rakyat

berdasarkan Analisis TOPSIS 56 

35.Peta Prioritas Pengembangan Komoditas Tanaman Hutan Rakyat 56  36.Grafik Ranking of Alternatives Wilayah Pengembangan Hutan

Rakyat per Kecamatan berdasarkan Analisis MCDM-TOPSIS 57 

37.Peta Arahan Pengembangan Hutan Rakyat di

Kabupaten Lombok Tengah 64 

DAFTAR LAMPIRAN

1. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat Sengon

dengan Discount Rate 7,25% 70 

2. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat Sengon

(18)

3. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat Sengon

dengan Discount Rate 12,75% 72 

4. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat Mahoni

dengan Discount Rate 7,25% 73 

5. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat Mahoni

dengan Discount Rate 5,75% 74 

6. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat Mahoni

dengan Discount Rate 12,75% 75 

7. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat Jati

dengan Discount Rate 7,25% 76 

8. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat Jati

dengan Discount Rate 5,75% 77 

9. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Hutan Rakyat Jati

dengan Discount Rate 12,75% 78 

10.Analisis Arahan Pengembangan Lokasi HR 79  11.Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Sengon (Paraserianthes falcataria) 80  12.Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Mahoni (Swietenia macrophylla) 81  13.Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Jati (Tectona grandis) 81  14.Perkembangan Luas Hutan Rakyat Lombok Tengah Tahun 2010 –

2012 (ha) 82 

15.Produksi Hasil Hutan Rakyat Lombok Tengah berdasarkan

Kecamatan Tahun 2007 – 2011 (m3) 82 

16.Tafsiran Produksi Hutan Rakyat Lombok Tengah berdasarkan

Komoditas (m3) 83 

17.Tafsiran Jumlah Batang dan Volume Hutan Rakyat Komoditas Kombinasi Jati dengan Mahoni per Kecamatan 83  18.Tafsiran Jumlah Batang dan Volume Hutan Rakyat Komoditas

Kombinasi Sengon dengan Mahoni per Kecamatan 84  19.Tafsiran Jumlah Batang dan Volume Hutan Rakyat Komoditas

Kombinasi Sengon dengan Mahoni per Kecamatan 84  20.Tafsiran Jumlah Batang dan Volume Hutan Rakyat Komoditas Jati

per Kecamatan 85 

21.Tafsiran Jumlah Batang dan Volume Hutan Rakyat Komoditas

Mahoni per Kecamatan 85 

22.Tafsiran Jumlah Batang dan Volume Hutan Rakyat Komoditas

Sengon per Kecamatan 85 

23.Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Tengah

(19)
(20)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Lombok Tengah merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki potensi sumber daya alam cukup besar. Potensi tersebut diantaranya adalah potensi sektor agro (pertanian dan kehutanan), kelautan dan pariwisata. Ketiga sektor ini apabila digarap dengan serius dan profesional akan mampu mendorong peningkatan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta memberikan efek ganda bagi perkembangan sektor-sektor lainnya.

Salah satu sumber daya yang sangat potensial dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah adalah ragam jenis tanaman pada subsektor kehutanan. Ragam jenis tanaman tersebut memiliki peranan yang cukup besar dalam menyokong kehidupan masyarakat. Kabupaten Lombok Tengah memiliki luas areal kawasan hutan sekitar 23.726 ha yang terdiri dari hutan produksi seluas 3.300 ha, hutan lindung 11.453 ha dan hutan konservasi yang terdiri dari taman nasional dan taman wisata alam masing – masing seluas 6.824 ha dan 2.149 ha (Dishutbun Kab. Lombok Tengah 2010).

Untuk menjamin keberadaan dan kelestarian hutan alam, Kementerian Kehutanan telah mengambil beberapa kebijakan diantaranya adalah mengurangi peran hutan alam sebagai pemasok kayu untuk industri perkayuan, seperti kayu lapis dan industri kayu pertukangan lain, dengan demikian hutan tanaman industri dan hutan rakyat merupakan harapan yang diunggulkan untuk mengganti peran hutan alam. Di sisi lain, kawasan hutan produksi di Kabupaten Lombok sampai saat ini masih belum mampu memberikan manfaat secara optimal bagi masyarakat, hal ini salah satunya disebabkan oleh kondisi vegetasi yang tidak layak untuk memproduksi serta adanya faktor gangguan manusia sehingga sumber daya hutan mengalami kerusakan.

Gangguan kawasan hutan di Kabupaten Lombok Tengah saat ini disebabkan oleh 2 (dua) faktor yaitu faktor alam dan faktor aktifitas manusia. Kedua faktor tersebut secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan menurunkan kualitas sumber daya hutan. Jumlah kasus gangguan keamanan sumber daya hutan di Kabupaten Lombok Tengah cukup bervariasi dan fluktuatif. Berdasarkan data Tahun 2011, total gangguan keamanan hutan yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah sebanyak 136 kasus. Faktor penyebab manusia menyumbang paling besar yaitu sebanyak 120 kasus (88%) yaitu berupa pencurian kayu dan perambahan hutan (Dishutbun Kab. Lombok Tengah 2012).

Kerusakan kawasan hutan di Kabupaten Lombok dapat menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan diantaranya:

1. Meningkatnya luas lahan kritis. Berdasarkan hasil analisis Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan BPDAS Dodokan Moyosari tahun 2010 menunjukan jumlah lahan terdegradasi di Kabupaten Lombok Tengah cukup luas yaitu dengan kategori agak kritis seluas 7.278 ha dan lahan kritis seluas 1.003 ha.

(21)

2

Kabupaten Lombok Tengah setidaknya terdapat 40 mata air utama. Ketersediaan air di kawasan ini telah dimanfaatkan untuk kepentingan irigasi pertanian, pensuplai air bersih bagi masyarakat dan sebagai sumber energi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Berdasarkan survei BPDAS tahun 2007 mengidentifikasi setidaknya 43% dari sumber mata air tersebut memiliki kinerja kurang baik.

Dalam mendorong peningkatan produksi hasil hutan, pengembangan hutan rakyat menjadi salah satu alternatif yang diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata bagi penyediaan bahan baku kayu. Hal ini didasarkan pada kondisi penyediaan bahan baku kayu di Kabupaten Lombok Tengah yang saat ini hanya mengandalkan produksi dari hutan milik/hutan rakyat yang hanya menghasilkan kayu sebesar 1.981 m3 per tahun, sedangkan kebutuhan tehadap bahan baku di Kabupaten Lombok Tengah sebesar 43.445 m3/tahun.

Komoditas hutan rakyat sangat potensial untuk dikembangkan mengingat Kabupaten Lombok Tengah memiliki lahan tidak produktif yang cukup luas yaitu sekitar 8.356 ha, diantaranya terdapat pada lahan-lahan milik masyarakat yaitu seluas 4.871 ha. Lahan-lahan tidak produktif tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai hutan rakyat. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Darusman dan Hardjanto (2006) bahwa hutan rakyat menyimpan potensi yang sangat berarti dalam percaturan pengelolaan hutan nasional. Menurut Attar (2000), manfaat dari pengembangan hutan rakyat juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi masyarakat di pedesaan. Luas lahan kritis/tidak produktif di Kabupaten Lombok Tengah yang dapat dimanfaatkan untuk hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 1.

Secara garis besar pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Lombok Tengah memiliki 2 (dua) fungsi yaitu: (1) Fungsi ekonomi, yaitu sebagai penyedia bahan baku yang akan mendorong berkembangnya berbagai kegiatan ekonomi yang berbasis kayu seperti penggergajian kayu, industri perkayuan dan lain-lain dan (2) Fungsi ekologis, akan bermanfaat bagi perbaikan kualitas lahan, memperbaiki tata air, bahkan yang lebih besar hutan rakyat akan menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan.

Salah satu program pemerintah pusat dalam pengembangan hutan rakyat adalah pembuatan Kebun Bibit Rakyat (KBR). Di tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Lombok Tengah, pengembangan hutan rakyat dilaksanakan salah satunya melalui Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Permasalahannya adalah bahwa program tersebut belum didukung dengan ketersediaan data berbasis riset terutama terkait potensi jenis tanaman produksi serta daya dukung sumber daya lahan baik dari sisi ketersediaan maupun kesesuaiannya.

Tabel 1 Luas Lahan Kritis (Lahan Tidak Produktif) di Kabupaten Lombok Tengah No. Status lahan Luas lahan lahan tidak produktif

(ha)

(22)

3 Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian terkait potensi pengembangan jenis tanaman serta potensi sumber daya lahan yang tersedia bagi pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Lombok Tengah, selain itu perlu dilakukan analisis potensi ekonomi terkait pengembangan jenis tanaman yang cocok dikembangkan, serta dibutuhkan perencanaan yang baik yang didukung oleh data yang memadai agar pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Lombok dapat berjalan secara optimal, baik dari fungsi ekonomi, sosial maupun ekologi.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang menjadi fokus penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa preferensi masyarakat terhadap jenis tanaman yang berpotensi

dikembangkan sebagai hutan rakyat di Kabupaten Lombok Tengah; 2. Belum diketahuinya tingkat kelayakan dari pengusahaan hutan rakyat;

3. Pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Lombok sampai saat ini belum didasarkan pada analisis kesesuaian lahan dan ketersediaan lahan;

4. Perencanaan pengembangan hutan rakyat saat ini masih bersifat sporadis dan tidak terencana dengan baik, sehingga diperlukan arahan pembangunan yang bersifat strategis sehingga pengembangan hutan rakyat bisa optimal sesuai dengan potensi ekonomi dan daya dukung lahan.

Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, maka dapat diuraikan beberapa pertanyaan penelitian sebagai dasar dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apa saja jenis tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai komoditas hutan rakyat di Kabupaten Lombok Tengah?

2. Bagaimana tingkat kelayakan ekonomi dari pengusahaan hutan rakyat?

3. Bagaimana pola sebaran sumber daya lahan secara spasial yang sesuai untuk jenis tanaman hutan rakyat berdasarkan karakteristik lahan serta bagaimana ketersediaan lahan yang sesuai untuk pengembangan hutan rakyat?

4. Bagaimana arahan pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Lombok Tengah? Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan konsep perencanaan pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Lombok Tengah. Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi jenis tanaman hutan rakyat yang berpotensi untuk dikembangkan berdasarkan preferensi masyarakat;

2. Menganalisis tingkat kelayakan ekonomi pengusahaan hutan rakyat;

3. Memetakan kesesuaian jenis tanaman berdasarkan karakteristik lahan serta potensi ketersediaan lahan yang sesuai untuk pengembangan hutan rakyat; 4. Menyusun arahan pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Lombok Tengah.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

(23)

4

2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Pemerintah Daerah dalam perencanaan pembangunan hutan rakyat dan kebijakan penatagunaan lahan di Kabupaten Lombok Tengah.

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang, permasalahan, dan tujuan yang mendasari pelaksanaan penelitian ini, maka secara garis besar kerangka pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut.

Daya dukung hutan alam sebagai sumber produksi kayu terus menurun sementara jumlah penduduk makin bertambah sehingga menyebabkan meningkatnya kebutuhan bahan baku kayu, akibatnya kelestarian sumber daya hutan terus mengalami tekanan yang berat. Rusaknya sumber daya hutan menyebabkan terjadinya berbagai macam bencana alam, seperti banjir, longsor, kekeringan dan lain-lain. Di sisi lain banyak lahan-lahan yang kritis (tidak produktif) di luar kawasan hutan yang belum termanfaatkan secara optimal.

Alternatif pembangunan sub-sektor kehutanan di Kabupaten Lombok Tengah yang yang memiliki prospek yang baik adalah pengembangan hutan rakyat. Pengembangan hutan rakyat selain untuk mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan alam sekaligus dapat menjadi sumber bahan baku kayu. Upaya pengembangan hutan rakyat dapat menjadi satu upaya pembangunan dalam memenuhi kebutuhan sumber kayu dari luar kawasan hutan negara. Konsep pengembangan hutan rakyat sangat sesuai dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah karena pada dasarnya masyarakat telah lama mengembangkan hutan rakyat sebagai alternatif sumber pencaharian.

(24)

5 Untuk mengembangkan hutan rakyat sebagai pemasok utama bahan baku kayu serta sebagai upaya pengembangan ekonomi masyarakat, perlu disusun konsep perencanaan yang baik agar pengembangannya dapat memberikan manfaat yang optimal. Oleh sebab itu diperlukan identifikasi jenis tanaman hutan rakyat yang berpotensi dikembangkan, analisis tingkat kelayakan ekonomi usaha hutan rakyat serta identifikasi sebaran spasial lahan-lahan yang berpotensi sesuai untuk pengembangan hutan rakyat yang menguntungkan. Selain itu, dalam pengembangan hutan rakyat dibutuhkan analisis kelembagaan agar arahan pengembangan hutan rakyat dapat mencapai hasil yang optimal. Secara ringkas kerangka pemikiran pelaksanaan penelitian terlihat pada Gambar 1.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan Rakyat

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, berdasarkan status kepemilikannya dikenal hutan negara dan hutan milik. Hutan negara adalah kawasan hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik, sedangkan hutan milik adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik dan lazimnya disebut hutan rakyat. Mardikanto (1995) mengemukakan bahwa hutan rakyat dapat berbentuk hutan adat (di luar jawa), hutan rakyat yang dikembangkan melalui proyek-proyek tertentu seperti Wanagama di Kabupaten Gunung Kidul yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Wanasemar di Kabupaten Boyolali yang dikembangakan Universitas Sebelas Maret (UNS). Bahkan muncul pola pengembangan hutan rakyat yang dipadukan dengan program transmigrasi yaitu hutan rakyat transmigrasi (Tinambunan et al. 1995).

(25)

6

tani lainnya seperti perkebunan, pertanian, peternakan dan lain-lain, secara terpadu pada satu lokasi.

Hutan rakyat agroforestry berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan secara rasional dan ideal, baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Bentuk hutan seperti ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap serangan hama-penyakit dan gangguan alam lainnya. Dalam kehidupan masyarakat pedesaan bentuk hutan ini dapat berupa pekarangan, talon, kebun campuran dan tegalan. Secara ekonomi dapat diperoleh keuntungan ganda melalui pemanenan bertahap yang berkesinambungan. Adanya diversifikasi komoditas secara vertikal dan horizontal menyebabkan nilai ekonomi yang didapat semakin tinggi dan penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak dan berkelanjutan.

Hutan rakyat juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu hutan rakyat tradisional dan hutan rakyat inpres. Hutan rakyat tradisional adalah hutan rakyat yang dibangun/ditanam di atas tanah milik dan atas inisiatif pemiliknya sendiri tanpa adanya subsidi atau bantuan dari pemerintah. Hutan rakyat inpres adalah hutan rakyat yang dibangun melalui kegiatan atau program bantuan penghijuan.

Menurut Departemen Kehutanan (1995) pengusahaan hutan rakyat memiliki beberapa ciri sebagai berikut:

1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri dimana petani masih memiliki posisi tawar yang lebih rendah;

2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan prinsip kelestarian yang baik;

3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budi daya campuran, yang diusahakan dengan cara-cara sederhana;

4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidental dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total.

Peranan Hutan Rakyat

Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Kanada, Finlandia dan negara-negara lainnya hutan rakyat sudah sejak lama dikembangkan, yang pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bubur kertas dan kertas dalam negeri dan kayu bakar. Lembaga Penelitian IPB (1986) dalam Dirgantara (2008) mengemukakan bahwa hutan rakyat mempunyai peranan yang penting, diantaranya adalah:

1. Meningkatkan pendapatan masyarakat;

2. Memanfaatkan secara maksimal dan lestari lahan-lahan yang tidak produktif; 3. Menghasilkan kayu bakar;

4. Menghasilkan kayu bahan bangunan dan bahan industry; 5. Mempercepat usaha rehabilitasi lahan kritis;

6. Menghasilkan buah-buahan, umbi-umbian, bahan obat-obatan, pakan ternak dan sayuran;

7. Membantu resapan air di tempat-tempat recharge area.

Menurut Simon (1995) keberhasilan pembangunan hutan rakyat akan memberikan sumbangan yang positif terhadap pembangunan nasional dalam bentuk:

(26)

7 2. Memperluas aksesibilitas dan kesempatan kerja di pedesaan;

3. Memperbaiki sistem tata air dan meningkatkan perlindungan permukaan tanah dari bahaya erosi;

4. Meningkatkan proses penguraian karbondioksida (CO2) dan polutan lain di

udara karena adanya peningkatan proses fotosintesis di permukaan bumi; 5. Proses fotosintesis juga agar kadar oksigen di udara tetap pada tingkat yang

menguntungkan bagi mahluk hidup;

6. Dapat menyediakan habitat yang dapat menjaga keragaman hasil flora fauna. Pengembangan hutan rakyat sejalan dengan berbagai kebijakan baik di pusat maupun daerah. Untuk tingkat nasional pengembangan hutan rakyat merupakan kegiatan pokok dalam program Kebun Bibit Rakyat (KBR) yang digulirkan sejak tahun 2010, dengan target seluas 3 juta hektar yang akan dilaksanakan dalam waktu 5 tahun.

Dari berbagai pendapat tersebut di atas terlihat adanya satu kesamaan yang paling mendasar tentang peranan hutan rakyat yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik melalui peningkatan pendapatan (ekonomi) maupun peningkatan kualitas lingkungan hidup (Dirgantara 2008).

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu teknologi informasi yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data bereferensi spasial dan berkoordinat geografis (Barus dan Wiradisastra 2000).

Menurut Aronoff (1993) SIG adalah sebagai suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis yang cukup (1) Pemasukan (input/encoding), (2) Managemen data (penyimpanan data dan pemanggilan lagi), (3) Manipulasi dan analisis serta (4) Pengembangan produk dan pencetakan (output).

Menurut Prahasta (2002), SIG adalah satu kesatuan formal yang terdiri dari sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi, dengan kata lain SIG merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanipulasi, menampilkan dan menghasilkan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya.

Pemanfaatan SIG dalam evaluasi dan penyusunan peta kesesuaian lahan

(land suitability ) sudah sangat luas dan untuk berbagai bidang, antara lain untuk

evaluasi kesesuaian lahan pertanian (Liu dan Deng 2001; Kalogiroua 2002; Liu et al. 2006), kesesuaian habitat flora dan fauna, perencanaan bentang alam dan perencanaan wilayah.

Jaya (2002) menyebutkan pada bidang kehutanan, SIG sangat diperlukan guna mendukung pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah keruangan (spasial) mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan sampai dengan pengawasan. SIG sangat membantu memecahkan permasalahan yang menyangkut luasan (polygon), batas (line atau Arc) dan lokasi (point). Data spasial (peta) yang umum digunakan di bidang kehutanan antara lain adalah:

‐ Peta Rencana Tata Ruang;

‐ Peta Tata Guna Hutan;

‐ Peta Rupa Bumi (kontur);

(27)

8

‐ Peta Jaringan Sungai;

‐ Peta Tata Batas;

‐ Peta Batas Unit Pengelolaan Hutan;

‐ Peta Batas Administrasi Kehutanan;

‐ Peta Tanah;

‐ Peta Iklim;

‐ Peta Geologi;

‐ Peta Vegetasi (turunan dari foto udara atau citra satelit);

‐ Peta Potensi Sumber Daya Hutan (volume kayu, jenis, kelas umur dan seterusnya).

Penggunan SIG dalam evaluasi kesesuaian lahan, proses integrasi basis data yang kompleks dapat dilakukan dengan efektif baik dari segi prosedur kerja (proses input, pengolahan dan analisa data, sampai pada visualisasi), luarannya, maupun skala dan aplikasi pemanfaatannya, kemudian SIG dapat menyajikan output dengan format yang mudah dimengerti, dan mudah dimutakhirkan bilamana dikemudian hari terdapat perubahan atau penambahan informasi yang berhubungan evaluasi lahan dan perencanaan penggunaan lahan di wilayah penelitian.

Pemanfaatan SIG menjanjikan pengelolaan sumber daya dan pembuatan model terutama model kuantitatif menjadi lebih mudah dan sederhana. SIG merupakan suatu cara yang efisien dan efektif untuk mengetahui karakteristik lahan suatu wilayah dan potensi pengembangannya, salah satu kemampuan penting dari SIG adalah kemampuannya dalam melakukan analisis dan pemodelan spasial untuk menghasilkan informasi baru.

Sistem Informasi Geografis merupakan sistem pengelolaan informasi yang juga menyediakan fasilitas analisis data. Sistem ini sangat bermanfaat dalam perencanaan dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), antara lain untuk aplikasi inventarisasi dan monitoring hutan, kebakaran hutan, perencanaan penebangan hutan, rehabilitasi hutan, Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan konservasi keragaman hayati. SIG bisa dipakai secara efektif untuk membantu perencanaan dan pengelolaan SDA diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan keterampilan yang memadai (Jaya 2002).

Analisis Kesesuaian lahan

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011) klasifikasi kesesuaian lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan kesesuiannya untuk tujuan tertentu. Inti evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan.

Dalam metode FAO (1976) klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori yaitu:

1. Ordo, menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu;

2. Kelas, menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan;

(28)

9 4. Unit, menunjukkan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat yang

berpengaruh dalam masing-masing suatu sub-kelas.

Ada tiga jenis tanah utama tipikal lahan kering yaitu Podsolik, Latosol dan Alluvial. Tanah Podsolik pada umumnya mempunyai tingkat produktifitas sangat rendah. Tanah ini juga mempunyai sifat fisik kimia seperti pH rendah (masam), miskin unsur hara dan peka terhadap erosi, oleh karena itu sebaiknya tidak dijadikan areal pertanian melainkan tetap dibiarkan sebagai hutan (Sitorus 1989).

Mulyani dan Suharjo (1994), mengemukakan bahwa tanah podsolik pada umumnya mempunyai tingkat kesuburan dan produktifitas rendah. hal ini disebabkan oleh karena sifat fisik dan kimia dari tanah tersebut.

Semua jenis komoditas pertanian yang berbasisi lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut terutama terdiri dari temperatur, kelembaban, oksigen, hara, drainase, tekstur dan konsistensi tanah serta kedalaman efektif. Persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan oleh masing-masing komoditas mempunyai batas kisaran minimum, optimum dan maksimum untuk masing-masing komoditas pertanian (Djaenudin et al. 2003).

Persyaratan tumbuh merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menetapkan jenis yang sesuai untuk dikembangkan di suatu wilayah. Persyaratan tumbuh berisi informasi tentang faktor tumbuh dan syarat-syarat yang diperlukan oleh tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik. Persyaratan tumbuh ini meliputi antara lain sifat-sifat karaktreristik tanah dan iklim yang diperlukan dalam menunjang pertumbuhan tanaman, sementara kesesuaian lahan adalah produk matching antara persyaratan tumbuh dan kualitas lahan yang tersedia (Rachman et al. 2007).

Data iklim, tanah dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Hasil survei ini merupakan dasar bagi evaluasi lahan. Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan dan akhirnya nilai harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Memprediksi kesesuaian lahan untuk suatu tujuan tertentu dapat dilakukan dengan memanfaatkan SIG. Kemampuan SIG dalam memprediksi ketersediaan lahan tidak lepas dari nilai lebih sistem ini dalam menjalankan fungsi-fungsi analisis spasial. Nilai lebihnya juga dalam analisis spasial dapat dilihat dari lima fungsi utamanya, yaitu fungsi pengukuran dan klasifikasi, fungsi overlay, fungsi neighbaourhood, fungsi network dan fungsi tiga dimensi (Aronoff 1993).

Komoditas Unggulan Daerah

(29)

10

budaya setempat) untuk dikembangkan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanaian 2003 dalam Dirgantara 2008).

Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam Hendayana (2003) langkah menuju efisiensi pembangunan pertanian dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam petumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan sosial ekonomi (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, adat istiadat dan infrastruktur) petani di suatu wilayah, sedangkan dari sisi permintaan komoditas unggulan dicirikan dari kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional.

Pada lingkup kabupaten/kota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) Mengacu kriteria komoditas unggulan nasional, (2) Memiliki nilai ekonomi yang tinggi di kabupaten, (3) Mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lain/ekspor, (4) Memiliki pasar yang prospektif dan merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi, (5) Memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri dan (6) Dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten.

Setiap daerah memiliki karakteristik wilayah, penduduk dan sumber daya yang berbeda-beda, hal ini membuat potensi masing-masing daerah akan menjadi berbeda pula dan akan mempengaruhi arah kebijakan pengembangan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain adalah komoditas yang secara efisien diusahakan dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.

Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian

Menurut Djaenudin et al. (2002) pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktivitas lahan yang diusahakan mencapai tingkat optimal. Dalam mendukung kegiatan agribisnis, pengertian produktivitas lahan ditujukan untuk suatu tipe penggunaan lahan (land utilization types) baik secara campuran (multiple land utilization types) maupun individual (compound utilization types) mampu berproduksi optimal.

Dari aspek ekonomi komoditas yang dihasilkan harus mempunyai peluang pasar baik sebagai komoditas domestik maupun ekspor. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka komoditas harus dikembangkan pada lahan yang paling sesuai sehingga akan mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif.

Umumnya setiap tanaman dan/atau kelompok tanaman mempunyai persyaratan tumbuh yang spesifik untuk dapat berproduksi secara optimal, hal ini menunjukkan bahwa suatu wilayah kemungkinan hanya memiliki kesesuian untuk komoditas tertentu tetapi tidak untuk yang lain, apabila persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak terpenuhi, maka tidak selalu setiap jenis komoditas dapat diusahakan disetiap wilayah.

(30)

11 lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara dan curah hujan, tanah (sifat fisik, morfologi, kimia tanah), topografi (elevasi, lereng) dan sifat fisik lingkungan lainnya. Penyusunan tata ruang pertanian melalui pendekatan pewilayahan komoditas dengan mempertimbangkan daya dukung lahan akan dapat menjamin produktivitas lahan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan.

Komoditas Unggulan Hutan Rakyat

Komoditas potensial untuk pengembangan hutan rakyat di Lombok Tengah didasarkan atas kesesuaian lahan serta agroklimatnya untuk budi daya tanaman tahunan serta berdasarkan rumusan kriteria komoditas unggulan kehutanan adalah (1) Merupakan sumber pendapatan masyarakat, (2) Volume produksi kontinyu, (3) Sesuai dengan potensi dan kondisi daerah dan (4) Memiliki nilai tambah relatif tinggi (Dirgantara 2008).

Dalam memilih jenis untuk hutan rakyat harus dipenuhi beberapa hal agar jenis yang diusahakan dan dikembangkan dapat menghasilkan secara optimal yaitu:

1. Aspek lingkungan, yaitu jenis yaang dipilih harus sesuai dengan iklim, jenis tanah dan kesuburan serta keadaan fisik wilayah;

2. Aspek sosial, yaitu jenis yang dipilih harus jenis yang cepat menghasilkan setiap saat, dikenal dan disukai masyarakat serta mudah dibudidayakan;

3. Aspek ekonomi, yaitu dapat memberikan penghasilan dan mudah dipasarkan serta memenuhi standar bahan baku industri.

Berdasarkan hasil penelitian Sukadaryati (2006), potensi hutan rakyat terdiri dari populasi 7 jenis tanaman yang dikembangkan di hutan rakyat dan tersebar di pulau jawa dan di luar pulau jawa adalah jati, sengon, mahoni, bambu, akasia, pinus dan sonokling.

Analisis Multikriteria Spasial

Analisis Multikriteria/Multi-Criteria Evaluation (MCE) secara umum didefinisikan sebagai sebuah cara pengambilan keputusan dan sebuah alat matematis yang memungkinkan perbandingan dari berbagai alternatif atau skenario berdasarkan banyak kriteria, seringkali konflik, dengan tujuan memberi petunjuk pada pengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang adil/objektif (Roy dalam Chakkar dan Mousseau 2007). Metode MCE telah digunakan sebagai teknik pemodelan kartografi yang menyediakan sebuah pilihan alternatif dasar untuk mengevaluasi sejumlah alternatif pilihan yang terdapat di suatu lapangan dengan banyak kriteria. (Nijkamp et al.dalam Store dan Jokimaki 2003).

Setelah proses identifikasi dan persiapan terhadap kriteria yang akan digunakan, tahapan selanjutnya adalah menghitung dan mengkuantifikasi pengaruh relatif/signifikansi dari masing kriteria. Seringkali masing-masing kriteria memiliki pengaruh yang berbeda terhadap hasil yang dikeluarkan. Untuk mengetahui besaran pengaruh kuantitatif dari masing-masing kriteria, setiap kriteria harus diurutkan berdasarkan tingkat pengaruhnya dengan menggunakan prosedur pengurutan/ranking dan pembobotan/weighting (Shiddiq 2011).

(31)

12

dan modifikasi yang berulang untuk mendapatkan hasil yang baik (Liu et al. 2009). Beberapa metode yang digunakan dalam analisis multikriteria (MCE) diantaranya: (1) Boolean combination, (2) Index overlay, (3) Algebraic combination, (4) Bayesian Probability, (5) Dempster-Shafer Theory, (6) Weighted linear faktor atau lebih dikenal dengan analytical hierarchy process/AHP, (7) Fuzzy logic dan vectorial fuzzy modelling. Pilihan-pilihan metode ini tergantung pada kompleksitas data yang tersedia (Liu dan Mason 2009).

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis, Kabupaten Lombok Tengah terletak di antara 116°05’ sampai 116°24’ Bujur Timur dan 8°24’ sampai 8°57’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah 1.208,39 km² atau 120.839 ha (Gambar 2). Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lombok Barat dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lombok Timur. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Oktober 2013.

Bahan dan Alat

Dalam penelitian digunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder didapat dari berbagai instansi yang terkait dengan tema penelitian, diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Penelitian dan Perencanaan Daerah

(32)

13 (BAPPEDA) Kabupaten Lombok Tengah, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Tengah, Bank Indonesia, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Kementerian Pertanian. Data–data sekunder juga dikumpulkan dari sumber-sumber lain yang relevan.

Tabel 2 Jenis, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan No Tujuan Jenis dan Sumber Data Teknik Analisis

Data

1.Preferensi masyarakat (Petani Hutan Rakyat) 2.Studi Literatur

(Literatur)

1.Biaya pengusahaan hutan rakyat (Petani Hutan Rakyat) 2.Tingkat suku bunga

(Bank Indonesia) 5. Peta Penggunaan

Lahan Aktual (Bappeda Kab. Lombok Tengah)

1. Overlay

2. Multi-Criteria Evaluation

(MCE) 3. Analytical

Hierarchy

Proses (AHP)

1. Peta Kesesuaian lahan untuk 2. Peta Kesesuaian dan

Ketersediaan lahan

1. Arahan jenis pengembangan hutan rakyat 2. Arahan lokasi

pengembangan hutan rakyat 3. Arahan pola

kelembagaan

(33)

14

Data primer dikumpulkan melalui observasi lapangan, pengisian kuisioner dan wawacara langsung terhadap responden terpilih yang terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul atau tengkulak, usaha pengelolaan kayu rakyat dan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan kegiatan pengusahaan hutan rakyat. Jenis, sumber data, teknik analisis data serta keluaran yang diharapkan disajikan pada Tabel 2.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer dan software pembantu alat analisis yang terdiri dari MS-Office 2010 dan software GIS.

Prosedur dan Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis data antara lain: (1) Analisis tabular terhadap preferensi masyarakat dan literatur untuk mengidentifikasi jenis tanaman prioritas yang dapat dikembangkan untuk komoditas hutan rakyat, (2) Analisis finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan hutan rakyat, (3) Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengidentifikasi kesesuaian dan ketersediaan lahan serta (4) Analytical Hierarchy Proses (AHP) untuk analisis kelembagaan dalam menentukan arahan kebijakan pengembangan hutan rakyat. Identifikasi Jenis Tanaman Prioritas Berdasarkan Preferensi Masyarakat

Untuk mengetahui jenis tanaman prioritas yang akan dikembangkan sebagai komoditas hutan rakyat, dilakukan dengan menganalisis preferensi keberminatan petani maupun stakeholders terhadap jenis komoditas yang ingin ditanam, jenis komoditas yang memberikan manfaat ekologi, ekonomi dan sosial bagi suatu wilayah serta studi literatur terhadap jenis kayu yang potensial untuk dibudidayakan di Lombok Tengah.

Data preferensi masyarakat merupakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Tengah berupa rekapitulasi data mengenai jenis tanaman yang lebih diminati oleh masyarakat untuk ditanam. Kriteria yang ditetapkan dalam pemilihan jenis-jenis tanaman hutan rakyat adalah: (1) Cepat tumbuh, (2) Harga jual yang tinggi, (3) Kemudahan pemasaran dan permintaan pasar yang tinggi, (4) Kemudahan dalam penanaman dan pemeliharaan, (5) Kesesuaian agroklimat dan (6) Memberikan manfaat ekologi yaitu mampu memperbaiki kondisi lahan (Aldianoveri 2012).

Data tersebut diolah lebih lanjut dengan memberikan skor terhadap berbagai jenis tanaman kehutanan yang banyak diminati. Skor 1 adalah untuk tanaman yang diminati sedangkan skor 0 adalah untuk yang tidak diminati. Total skor tertinggi menentukan jenis tanaman kehutanan yang paling berpotensi untuk dikembangkan.

Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat

(34)

15 (1976) dengan cara membandingkan antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh komoditas tanaman hutan rakyat. Diagram alir penentuan kesesuaian lahan untuk komoditas hutan rakyat terpilih disajikan di Gambar 3.

Identifikasi Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Hutan Rakyat

Untuk mengidentifikasi ketersediaan lahan bagi pengembangan hutan rakyat, penentuan lokasi didasarkan pada kriteria sebagai berikut: (1) Lahan dengan tingkat kelerengan yang tidak memungkinkan untuk budi daya tanaman pertanian, (2) Lahan yang ditelantarkan atau tidak digarap lagi sebagai lahan tanaman semusim, (3) Lahan untuk perlindungan mata air atau bangunan air, (4) Lahan milik rakyat yang lebih menguntungkan apabila dijadikan hutan rakyat dan (5) Lahan-lahan tidak produktif lainnya. Lahan yang potensial untuk dikembangkan berdasarkan penggunaan lahan aktual adalah kebun, ladang, semak belukar dan tanah kosong.

Dalam pola ruang (RTRW) Kabupaten Lombok Tengah terdapat satu kawasan lindung dan tujuh kawasan budi daya (Lampiran 23). Kawasan yang digunakan sebagai lahan ketersediaan hutan rakyat adalah kawasan budi daya yang berupa kawasan produksi dan kawasan perkebunan. Berdasarkan kriteria tersebut di atas, pemetaan ketersediaan lahan bagi pengembangan hutan rakyat ditetapkan dengan kriteria yang ada di pola ruang (RTRW) Kabupaten Lombok Tengah yaitu sebagai berikut: (1) Merupakan kawasan budi daya pertanian lahan kering (lahan non sawah), (2) Di luar kawasan hutan (hutan konservasi, hutan lindung), (3) Tidak masuk kawasan perkebunan negara, (4) Di luar kawasan pemukiman dan (5) Tidak masuk ke kawasan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang ditetapkan sebagai zona khusus.

Untuk menganalisis ketersediaan lahan secara spasial, dilakukan dengan metode analisis Multi-Criteria Evaluation (MCE). Model analisis yang digunakan

(35)

16

merupakan model decision support yaitu model analisis evaluasi mulikriteria (Multicriteria Evaluation/MCE). Kriteria yang digunakan didasarkan pada pendekatan dengan metode Weighted Linear Combination (WLC).

Peta yang digunakan untuk menganalisis ketersediaan lahan terdiri dari peta curah hujan, peta lereng, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan. Peta ketersediaan lahan kemudian ditumpangtindihkan (overlay) dengan peta RTRW kabupaten, dengan menggunakan software GIS. Dengan menggunakan metode MCE dan analisis GIS, didapatkan hasil berupa peta luas areal lahan per kecamatan yang potensial dikembangkan untuk budi daya hutan rakyat, selanjutnya dengan memperhatikan pertimbangan faktor-faktor pada pola ruang kabupaten, maka diperoleh peta ketersediaan lahan yang sesuai untuk pengembangan hutan rakyat. Diagram alir analisis dapat dilihat pada Gambar 4.

Kerangka analisis MCE terdiri dari penetapan tujuan dan penetapan kriteria. Kriteria terbagi menjadi beberapa faktor. Setiap faktor terbagi lagi menjadi sub faktor. Faktor dan sub faktor adalah kriteria yang mendukung tercapainya tujuan.

Gambar 5 Kerangka Analisis Multi Criteria Evaluation

(36)

17 Tujuan dari analisis MCE adalah untuk membuat peta ketersediaan lahan bagi pengembangan hutan rakyat. Terdapat empat faktor yang mendukung tercapainya tujuan yaitu (1) Curah hujan, (2) Kelerengan, (3) Jenis tanah dan (4) Penggunaan lahan seperti Gambar 5.

Analisis Weighted Linear Combination (WLC) secara umum dapat dilihat pada persamaan matematis berikut ini:

∑ ...(1) dimana:

WLC = Weighted linear combination,

Xij = Derajat Kesesuaian faktor/Sub Faktor ke-j di lokasi ke-i,

Wij = Bobot faktor/Sub Faktor ke-j di lokasi ke-i, n=jumlah faktor,

Cj = Konstrain pada faktor/sub faktor ke-j

Metode WLC mengasumsikan bahwa bobot setiap faktor tidak sama. Pada penelitian ini bobot faktor ditentukan dengan metode analytical hierarchy process (AHP) yang diperkenalkan oleh Saaty (1994). AHP adalah metode untuk mengukur derajat kepentingan antar faktor dengan meminta pendapat ahli. Ukuran kepentingan antar faktor/subfaktor diboboti dengan selang dari 1 – 9.

Analisis Kelayakan Pengusahaan Hutan Rakyat

Analisis finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan proyek (dalam hal ini pengusahaan hutan rakyat) dengan menggunakan metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit Cost Ratio (BCR) sebagai berikut:

1. Net Present Value (NPV).

NPV atau Nilai Bersih Sekarang adalah alat yang digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari laba suatu investasi tersebut yang memberi keuntungan atau bahkan sebaliknya. Nilai NPV didapat dengan cara menghitung nilai sekarang laba (nilai sekarang pendapatan dikurangi nilai sekarang investasi/biaya operasional) tahun pertama hingga tahun terakhir umur proyek investasi, kemudian nilai sekarang laba tahun pertama hingga tahun terakhir dijumlahkan. Proyek investasi ini baru layak dijalankan jika total nilai sekarang lebih besar dari 0.

Persamaan NPV adalah sebagai berikut: ∑ ...(3) Dimana :

Bt = Pendapatan dari hutan rakyat pada tahun ke-t

Ct = Biaya pengusahaan hutan rakyat pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga yang berlaku

t = Jangka waktu daur (i=1,2,....n) 2. Internal Rate of Return (IRR)

(37)

18

bunga berapa proyek investasi tetap memberikan keuntungan, jika bunga sekarang kurang dari IRR maka proyek dapat diteruskan, sedangkan jika bunga lebih dari IRR maka proyek investasi lebih baik dihentikan

Persamaan Internal IRR adalah sebagai berikut: " " ...(4) Dimana :

NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’ NPV” = NPV pada tingkat bunga i”

i’ = Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV’ i” = Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV” 3. Benefit Cost Ratio (BCR)

Rasio Gross B/C adalah rasio dari pendapatan (B=Benefit) dibandingkan dengan biaya (C=Cost) yang telah dihitung nilai sekarangnya (telah didiscount factor). Analisis ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan analisis NPV. Proyek investasi baru layak dijalankan, jika rasio B/C lebih besar dari satu.

Persamaan BCR adalah sebagai berikut: ∑

∑ ...(5) Dimana :

Bt = Pendapatan dari hutan rakyat pada tahun ke-t

Ct = Biaya pengusahaan hutan rakyat pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga yang berlaku

t = Jangka waktu daur (i=1,2,....n)

Data yang digunakan dalam analisis finansial berupa data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data biaya penanaman dan pemeliharaan tanaman serta harga kayu. Pengambilan data primer dilakukan dengan metode pengamatan langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan responden. Responden terpilih dari petani hutan rakyat dan usaha perkayuan.

Untuk menghitung analisa finansial, biaya yang digunakan diperoleh dari data primer dari petani di lapangan berupa biaya bibit, pupuk, insektisida, sewa lahan dan biaya tenaga kerja, sedangkan harga jual kayu diperoleh dari pengusaha perkayuan, petani, dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Tengah.

Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah hutan rakyat monokultur yang dikembangkan pada kondisi lahan ideal dengan jarak 3 x 3 meter sehingga diperoleh jumlah tanaman 1.100 pohon per hektar. Penjarangan dilakukan sebanyak dua kali yaitu umur 10 dan 15 tahun untuk mahoni dan jati serta satu kali untuk sengon pada umur 3 tahun.

Analisis Pola Pengembangan Hutan Rakyat

(38)

19 dengan banyak kriteria yang digunakan dalam menentukan prioritas pola pengembangan yang menjadi minat responden untuk dikembangkan di Lombok Tengah.

Proses awal adalah merinci tujuan atau permasalahan ke dalam komponen-komponen, kemudian dibuat tingkatan-tingkatan hirarki, selanjutnya dilakukan pembobotan sehingga diketahui pola pengembangan yang merupakan prioritas. Hirarki proses AHP dapat dilihat pada Gambar 6.

Data yang digunakan dalam analisis AHP berupa hasil kuesioner dari para stakeholders yang terlibat dalam kegiatan hutan rakyat. Responden terdiri dari Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Tengah, usaha pengelola kayu, ketua kelompok tani hutan rakyat di Desa Montong Ajan, Desa Teruwai, Desa Mangkung, Desa Matang, Desa Beber dan Desa Kateng.

Penetapan prioritas pola pengembangan hutan rakyat, digunakan beberapa aspek yaitu modal usaha, kelembagaan petani, pemasaran dan bimbingan teknis. Modal usaha adalah semua pengeluaran untuk produksi hutan rakyat berupa bibit, pupuk, obat-obatan, luas lahan dan biaya tenaga kerja. Kelembagaan petani hutan rakyat merupakan suatu lembaga yang dibentuk oleh petani-petani hutan rakyat yang memiliki satu visi, misi dan tujuan yang berbentuk suatu kelompok tani hutan rakyat. Pemasaran merupakan kemudahan petani untuk menjual hasil produksi dengan adanya kepastian pasar dan bimbingan teknis meliputi adanya bimbingan dan penyuluhan terhadap petani dalam budi daya tanaman hutan rakyat.

Pola pengembangan hutan rakyat yang ada adalah:

1. Hutan Rakyat Pola Swadaya, yaitu hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri;

2. Hutan Rakyat Pola Subsidi adalah hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan pemerintah atau pihak lain yang peduli terhadap pembangunan hutan rakyat;

3. Hutan Rakyat Pola Kemitraan yaitu hutan rakyat yang dibangun atas kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan bunga ringan (KUHR/Kredit Usaha Hutan Rakyat).

(39)

20

Hutan Rakyat Pola Swadaya bertujuan agar masyarakat didorong untuk mau dan mampu melaksanakan pengembangan dan pengelolaan hutan rakyat secara swadaya dengan bimbingan teknis dari dinas kehutanan. Hutan Rakyat Pola Subsidi bertujuan untuk membantu petani hutan rakyat agar mampu mandiri dengan cara memberikan stimulus baik berupa modal maupun bimbingan teknis, dengan harapan petani hutan rakyat dapat berkembang dengan baik sehingga memberikan keuntungan bagi pemiliknya. Pada pengelolaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan, yang menjadi dasar pertimbangan kerjasama adalah pihak UPK perlu bahan baku dan masyarakat butuh bantuan modal kerja. Pola kemitraan ini dilakukan dengan memberikan bantuan secara penuh melalui perencanaan sampai dengan membagi hasil usaha secara bijaksana, sesuai kesepakatan antara UPK dan masyarakat.

Penyusunan Arahan Pengembangan Hutan Rakyat

Arahan pengembangan hutan rakyat dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu (1) Arahan jenis yaitu berdasarkan penentuan jenis dan kesesuaian tanaman prioritas yang akan dikembangkan, (2) Arahan lokasi yaitu arahan yang didasarkan pada ketersediaan lahan dan kesesuaian jenis tanaman serta (3) Arahan kelembagaan hutan rakyat di Lombok Tengah yang merupakan bentuk pola pengembangan hutan rakyat. Diagram alir analisis dan pengolahan data pada penelitian ini disajikan pada Gambar 7.

(40)

21

4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Administrasi

Kabupaten Lombok Tengah berada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak di antara 116°05' sampai 116°24' Bujur Timur dan 8°24' sampai 8°57' Lintang Selatan dan mempunyai luas daerah 1.208,39 km2 (120.839 ha) dengan batas-batas wilayahnya:

‐ Sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Timur;

‐ Sebelah selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia;

‐ Sebelah barat, berbatasan dengan Kabupaten Lombok Barat;

‐ Sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Lombok Timur.

Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Lombok Tengah dibagi ke dalam 12 kecamatan, 127 desa dan 12 kelurahan. Ibukota kabupaten terletak di Kota Praya, Kecamatan Praya. Peta administrasi Kabupaten Lombok Tengah dapat dilihat pada Gambar 8.

Jika dilihat dari perkembangan dan karakteristik wilayah, Kabupaten Lombok Tengah dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) Bagian selatan merupakan daerah yang berbukit-bukit dan sekaligus berbatasan dengan Samudra Indonesia dengan garis pantai sepanjang 85 km, (2) Bagian utara merupakan daerah dataran tinggi dan merupakan areal kaki Gunung Rinjani dan (3) Bagian tengah merupakan wilayah dataran rendah yang memiliki potensi pertanian padi dan palawija, didukung oleh hamparan lahan sawah yang luas dengan sarana irigasi yang memadai.

(41)

22

Kependudukan

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Kabupaten Lombok Tengah pada tahun 2011 mencapai 868.895 jiwa yang terdiri dari 411.464 laki-laki dan 457.431 perempuan. Kabupaten Lombok Tengah memiliki rasio jenis kelamin penduduk 89,95 yang berarti bahwa dalam 100 penduduk terdapat 89 perempuan. Kepadatan penduduk Kabupaten Lombok Tengah adalah sebesar 719 orang per km2(Tabel 3).

Sifat Fisik Dasar

Topografi

Bentuk topografi wilayah Kabupaten Lombok Tengah pada umumnya meliputi permukaan yang berbukit di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan datar di bagian tengah.

Sebaran lokasi berdasarkan kelerengan didominasi oleh daerah-daerah yang datar (kelerengan 0 – 3%) yang mencapai 33% atau 39.019 ha dari seluruh luas daratan. Daerah dengan kelerengan berombak (kemiringan 3 – 8%) mencapai 18% (20.954 ha) dari luas daratan. Daerah dengan kelerengan bergelombang (kemiringan 8 – 15%) mencapai 15% (13.540 ha). Daerah dengan kelerengan berbukit (kemiringan 15 – 40%) mencapai 31% (36.026 ha) dan daerah yang bergunung (kelerengan 40% ke atas) mencapai 4% (4.901 ha) dari luas daratan (Gambar 9).

Tabel 3 Kepadatan Penduduk Kabupaten Lombok Tengah No Kecamatan Luas Wilayah

(km²) Penduduk

Kepadatan (Jiwa/ km²)

1 Praya Barat 152,75 69.856 457

2 Praya Barat Daya 124,97 51.777 414

3 Pujut 233,55 97.857 419

4 Praya Timur 82,57 63.285 766

5 Janapria 69,05 70.933 1.027

6 Kopang 61,66 76.292 1.237

7 Praya 61,26 104.590 1.707

8 Praya Tengah 65,92 60.519 918

9 Jonggat 71,55 90.102 1.259

10 Pringgarata 52,78 63.737 1.208

11 Batukliang 50,37 72.095 1.431

12 Batukliang Utara 181,96 47.847 260

Jumlah 1.208,39 868.890 719

(42)

23

Iklim

Kabupaten Lombok Tengah memiliki iklim tropis dengan musim kemarau yang kering serta musim hujan yang cukup tinggi disepanjang tahun. Berdasarkan data Badan Perencana dan Pembangunan Daerah Kabupaten Lombok Tengah (2011), curah hujan di Kabupaten Lombok Tengah dapat dibagi ke dalam dua wilayah, yaitu wilayah utara dengan curah hujan rata-rata 1500 - 3000 mm/tahun dan wilayah selatan dengan curah hujan rata-rata 1000 - 1500 mm/tahun (Gambar 10).

Gambar 10 Peta Pewilayahan Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan Curah Hujan Rata-rata

(43)

24 Tanah

Jenis tanah yang tersebar di Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan olahan pada Satuan Peta Tanah Kabupaten Lombok Tengah dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian (2011) terdiri atas 4 ordo, 8 subordo dan 15 great group (Tabel 4).

Jenis tanah di Kabupaten Lombok Tengah pada umumnya didominasi oleh inceptisols. Bagian utara terdapat andosol yang merupakan hasil pelapukan piroklastik dimana wilayah ini merupakan daerah pengunungan Rinjani, sedangkan di bagian selatan sebagian besar terdiri dari tanah inceptisols, entisols dan vertisols. (Gambar 11).

Sebaran luasan berdasarkan perhitungan di peta tanah inceptisols mendominasi dengan luasan mencapai 58.141 ha (51%) dari seluruh lahan, selanjutnya jenis tanah vertisol dengan luasan mencapai 43.993 ha (38%). Secara lengkap disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Satuan Tanah di Kabupaten Lombok Tengah

No Jenis Ordo Tanah Luas (ha) %

1 Inceptisols 58.141 51

2 Vertisols 43.993 38

3 Andisols 11.267 10

4 Entisols 1.039 1

Jumlah 114.440 100

Tabel 4 Satuan Tanah di Kabupaten Lombok Tengah

No Ordo Subordo Great Group

1 Inceptisols Aquepts Fluventic Endoaquepts

Typic Epiaquepts Typic Halaquepts

Ustepts Typic Haplustepts

Vertic Haplustepts Fluventic Haplustepts Vitrandic Haplustepts

2 Entisols Psamments Typic Ustipsamments

Aquents Sulfic Endoaquents

3 Vertisols Aquerts Typic Epiaquerts

Usterts Typic Endoaquerts

Typic Calciusterts Typic Haplusterts

4 Andisols Aquands Typic Vitraquands

(44)

25

Sektor Kehutanan di Kabupaten Lombok Tengah

Luas Kawasan Hutan

Kabupaten Lombok Tengah memiliki sekitar 23.729 ha kawasan hutan negara (20% dari luas daratan), yang terdiri dari hutan konservasi 8.973 ha (taman nasional dan taman wisata alam) dan hutan produksi 3.300 ha (Tabel 6). Selain berfungsi sebagai tempat pelestarian berbagai jenis hewan dan tumbuhan, kawasan hutan Kabupaten Lombok Tengah juga berfungsi sebagai hutan lindung (11.453 ha) yaitu untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah terjadi intrupsi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

Data Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Tengah (2012) menunjukan sekitar 30 ha kawasan telah mengalami kerusakan. Penyebab kerusakan hutan antara lain adalah pembalakan liar (illegal logging), perambahan kawasan (konversi hutan menjadi lahan pertanian), kebakaran hutan, longsor, penambangan liar (illegal mining) dan pembuatan jalan.

Tabel 6 Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Lombok Tengah Luas

Wilayah

(km2) (ha)HL (ha)HP

HK

Luas Keseluruhan TN

(ha)

TWA

(ha) ha %

Jumlah 1.208 11.453 3.300 6.824 2.149 23.726 20 Sumber: Dishutbun Kab. Lombok Tengah (2012)

Gambar

Tabel 2  Jenis, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan
Gambar 3 Diagram Alir Penentuan Kesesuaian Lahan untuk Komoditas
Gambar 4  Diagram Alir Analisis Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan
Gambar 6  Hirarki Pola Pengembangan Hutan Rakyat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika terdapat bukti obyektif bahwa kerugian penurunan nilai telah terjadi atas instrumen pada instrumen ekuitas yang tidak memiliki harga pasar kuotasi dan tidak diukur pada nilai

Dari Gambar tersebut diketahui bahwa dengan bertambahnya waktu dan rasio kompos yang optimal akan mempengaruhi penurunan konsentrasi diazinon dimana semakin lama waktu remediasi

Dalam Peraturan Daerah ini perlu ditetapkan cara pengelolaan Desa Wisata serta bagaimana peran serta masyarakat setempat, dalam rangka meningkatkan kualitas

Adapun informasi yang diperoleh peneliti bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit dan menyebabkan siswa menjadi malas belajar

Electrolarynx yang bebas genggam ( hands-free ) dengan kontrol on/off otomatis menjadikan EL lebih praktis dan akan membuat pasien lebih fleksibel. Beberapa penelitian

Menurut Mulyadi (2001:353) pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standart dan

menyalahgunakan maka kita terjebak dengan hal-hal yang negatifsehinggakan amal ibadah kita bisa terganggu.Narsisme dan selfie sudah menjadi satu fenomena di era

Pertama , kelemahan mengembangkan power of character. Sistem pendidikan nasional belum mampu mengembangkan karakter dan moral anak didik. Hal ini tampak pada munculnya