i
DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP
PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORT
PADA PERUSAHAAN TERDAFTAR DI BEI
PERIODE 2010-2011
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang
Oleh :
Idah
NIM 7211409040
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
v MOTTO
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al Insyirah: 5).
“Barangsiapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu
memaafkan dan menzalimi lalu beristighfar maka bagi mereka keselamatan
dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah”. (HR.
Al-Baihaqi).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tuaku Bapak H. Slamet dan
Ibu Hj. Umriyah yang selalu
memberikan kasih sayang, do’a dan
semangat.
Kakakku Nur Casiyah, Nur Aeni, Sri
Rahayu dan Adikku Aditya Prakoso
yang selalu memberikan do’a dan
semangat
Sahabat-sahabatku Dewi, Beta, Rizka,
Fuji, Henggar, Singgih, Lala, Yolanda,
Lia, dan anak-anak kos Ariesta yang
selalu memberikan semangat.
vi
hidayah-Nya, karena penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran Corporate Governance dan Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan
Sustainability Report pada Perusahaan Terdaftar di BEI Periode 2010-2011”. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini telah mendapatkan bantuan,
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka dengan rasa hormat penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang.
3. Drs. Fachrurrozie, M.Si, Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang.
4. Drs. Heri Yanto, MBA, PhD, Dosen Pembimbing I yang telah berkenan
memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi dalam penyelesaian
skripsi ini.
5. Nanik Sri Utaminingsih, SE, M.Si, Akt, Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi dalam penyelesaian
skripsi ini.
6. Agung Yulianto, S.Pd. M.Si. Dosen Penguji Skripsi yang telah memberikan
viii
terhadap Pengungkapan Sustainability Report pada Perusahaan Terdaftar di BEI Periode 2010-2011”. Skripsi. Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Heri Yanto, MBA, PhD., Pembimbing II: Nanik Sri Utaminingsih, SE. M.Si, Akt.
Kata Kunci: Sustanability Report, Dewan Komisaris, Komite Audit, Dewan Direksi, Governance Committee, Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Aktivitas Perusahaan, Ukuran Perusahaan.
Sustainability report adalah laporan sukarela untuk menyajikan laporan tanggung jawab perusahaan aspek sosial, ekonomi, lingkungan. Ini adalah bagian dari pengungkapan perusahaan untuk mendapatkan legitimasi dari para stakeholder. Teori stakeholder dan legitimasi menjelaskan bahwa pengungkapan sustainability report merupakan cara perusahaan dalam mendapatkan legitimasi dari masyarakat sebagai pelaksanaan good corporate governance. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran corporate governance (dewan komisaris, komite audit, dewan direksi, governance committee) dan karakteristik perusahaan (profitabilitas, likuiditas, leverage, aktivitas perusahaan dan ukuran perusahaan) terhadap pengungkapan sustainability report.
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2010-2011. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Sampel yang masuk kriteria sebanyak 61 perusahaan. Unit analisis sampel untuk tahun 2010-2011 sebanyak 122 annual report. Metode analisis data penelitian ini yaitu regresi logistik.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel dewan direksi, governance committee, profitabilitas dan ukuran perusahaan berperan positif terhadap pengungkapan sustainability report. Dewan komisaris, komite audit, likuiditas, leverage, dan aktivitas perusahaan tidak berperan terhadap pengungkapan sustainability report.
ix
Exchange Period of 2010-2011”. Final Project. Accounting Department. Faculty of Economics. Semarang State University. Advisor I: Drs. Heri Yanto, MBA, PhD. Advisor II: Nanik Sri Utaminingsih, SE, M.Si, Akt.
Keywords: Sustainability Report, Board of Commisioners, Audit Committee, Board of Directors, Governance Committee, Profitability, Liquidity, Leverage, Company Activity, Company Size
Sustainability report is a voluntary report to present corporate responsibility on social, economy, and environment aspects. This report is a part of corporate disclosures to obtain stakeholder’s legitimacy. Stakeholder and legitimacy theories explain that sustainability report is a corporate method in obtaining legitimacy from public as the implementation of good corporate governance. The objective of this study is to know the roles of corporate governance (board of commissioner, board of directors, audit committee, governance committee) and corporate characteristics (profitability, liquidity, leverage, company activity, company size) toward sustainability report disclosure.
The population of the study is all companies listed on Indonesia Stock Exchange 2010-2011. Using purposive sampling technique, the study collected data from 61 companies. There are 122 annual reports as unit of analysis in 2010-2011. This study used logistics regression as an analysis method.
The results of regression analysis show that the variable of board of directors, governance committee, profitability, company size have a positive effect on sustainability report disclosure. Board of directors, audit committee, liquidity, leverage and company activity do not impact on sustainability report disclosure.
x
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
SARI ... viii
ABSTRCT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 13
2.1.1 Teori Stakeholder ... 13
xi
2.1.3.2 Pembangunan Berkelanjutan ... 21
2.1.4 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 23
2.1.5 Sustainability Report... 24
2.1.5.1 Definisi Sustainability Report ... 24
2.1.5.2 Pengungkapan Sustainability Report ... 25
2.1.6 Corporate Governance ... 27
2.1.6.1 Definisi dan Konsep Corporate Governance ... 27
2.1.6.2 Dewan Komisaris ... 29
2.1.6.3 Komite Audit ... 30
2.1.6.4 Dewan Direksi ... 32
2.1.6.5 Governance Committee ... 33
2.1.7 Karakteristik Perusahaan ... 34
2.1.7.1 Profitabiltas ... 34
2.1.7.2 Likuiditas ... 36
2.1.7.3 Leverage ... 38
2.1.7.4 Aktivitas ... 40
2.1.7.5 Ukuran Perusahaan ... 42
2.2 Penelitian Terdahulu ... 43
2.3 Kerangka Berfikir dan Perumusan Hipotesis ... 46
2.3.1 Kerangka Berfikir ... 46
xii
3.2Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 55
3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 57
3.3.1 Variabel Terikat ... 57
3.3.2 Variabel Bebas ... 58
3.3.2.1 Corporate Governance ... 58
3.3.2.2 Karakteristik Perusahaan ... 59
3.4Metode Pengumpulan Data ... 63
3.5Metode Analisis Data ... 63
3.5.1 Statistik Deskriptif ... 64
3.3.2 Regresi Logistik ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ... 69
4.1.1 Statistik Deskriptif ... 69
4.1.2 Hasil Analisis Regresi Logistik ... 77
4.1.3 Overall Model Fit ... 82
4.1.4 Analisis Uji Kelayakan Model Regresi ... 84
4.1.5 Pengujian Hipotesis ... 85
4.2Pembahasan... 89
4.2.1 Dewan Komisaris tidak berperan positif terhadap Pengungkapan SR ... 89
xiii
SR ... 92
4.2.4 Governance Committee berperan positif terhadap Pengungkapan SR ... 93
4.2.5 Profitabilitas berperan positif terhadap Pengungkapan SR .. 94
4.2.6 Likuiditas tidak berperan positif terhadap Pengungkapan SR ... 96
4.2.7Leverage tidak berperan positif terhadap Pengungkapan SR ... 97
4.2.8 Aktivitas Perusahaan tidak berperan positif terhadap Pengungkapan SR ... 98
4.2.9 Ukuran Perusahaan berperan positif terhadap Pengungkapan SR ... 99
BAB V PENUTUP 4.1Simpulan ... 101
4.2Saran ... 102
DAFTAR PUSTAKA ... .104
xiv
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 43
Tabel 2.2 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 46
Tabel 3.1 Proses Pemilihan Sampel Penelitian ... 56
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel ... 61
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kelas Frequency Variabel Penungkapan SR ... 69
Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Dewan Komisaris ... 70
Tabel 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Komite Audit ... 71
Tabel 4.4 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Dewan Direksi ... 72
Tabel 4.5 Hasil Analisis Kelas Frequency Governance Committee ... 73
Tabel 4.6 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Profitabilitas ... 74
Tabel 4.7 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Likuiditas ... 74
Tabel 4.8 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Leverage ... 75
Tabel 4.9 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Aktivitas Perusahaan ... 76
Tabel 4.10 Hasil Analisis Deskriptif Variabel Ukuran Perusahaan ... 77
Tabel 4.11 Regresi Logistik Variables In The Equation ... 78
Tabel 4.12 Literation History ... 82
Tabel 4.13 Model Summary ... 83
Tabel 4.14 Hosmer and Lemeshow Test ... 84
Tabel 4.15 Variables In The Equation ... 86
xv
xvi
Lampiran 1 Proses Seleksi Sampel ... 108
Lampiran 2 Daftar Perusahaan Sampel ... 124
Lampiran 3 Pengukuran Sustainability Report ... 126
Lampiran 4 Pengukuran Dewan Komisaris ... 128
Lampiran 5 Pengukuran Komite Audit ... 131
Lampiran 6 Pengukuran Dewan Direksi ... 134
Lampiran 7 Pengukuran Governance Committee ... 137
Lampiran 8 Pengukuran Profitabilitas ... 139
Lampiran 9 Pengukuran Likuiditas ... 142
Lampiran 10 Pengukuran Leverage ... 145
Lampiran 11 Pengukuran Ativitas Perusahaan ... 148
Lampiran 12 Pengukuran Ukuran Perusahaan ... 151
Lampiran 13 Hasil Tabulasi Data Sekunder 2010 ... 154
1 1.1. Latar Belakang Masalah
Keuntungan merupakan salah satu tujuan utama dari suatu perusahaan.
Beberapa tahun terakhir, sebagian perusahaan di Indonesia mulai
menyeimbangkan antara orientasi keuntungan dan perbaikan lingkungan.
Perusahaan mulai melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat untuk lingkungan
dan sosialnya yang dikenal dengan Triple Bottom Line (3P). Triple Bottom Line,
atau 3P yaitu Profit, People, and Planet. Profit, mengejar keuntungan untuk
kepentingan shareholders, dan memperhatikan kepentingan stakeholders. People,
memenuhi kesejahteraan masyarakat. Planet, berpartisipasi aktif dalam menjaga
kelestarian lingkungan (Utomo, 2010).
Konsep 3P dianggap sebagai pilar utama dalam membangun bisnis
berkelanjutan, serta untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Tujuan dari
pembangunan berkelanjutan adalah untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang
tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi
kebutuhan mereka. Sebagai kekuatan penting dalam masyarakat, organisasi dalam
bentuk apapun memiliki sebuah peran penting dalam pencapaian tujuan ini
(Commission on Environment and Development dalam GRI, 2006).
Pengelolaan sumber daya memerlukan cara tepat agar dapat memenuhi
kebutuhan generasi yang akan datang. Salah satu cara perusahaan dalam
operasional bisnis perusahaan, meminimalkan sumber daya yang digunakan serta
kemunculan limbah (Luthfia, 2012). Banyak hal harus dilakukan untuk dapat
mewujudkan pembangunan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan
berkelanjutan. Salah satu tantangan utama dari pembangunan berkelanjutan adalah
tuntutan adanya pilihan-pilihan dan cara berpikir inovatif. Perkembangan
pengetahuan dan teknologi tidak hanya dituntut memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dapat membantu dalam memecahkan
permasalahan terkait risiko dan ancaman terhadap keberlanjutan dari hubungan
sosial, lingkungan, dan perekonomian (GRI, 2006). Isu lain yang cukup mencolok
adalah soal kerusakan lingkungan dan upaya mengelola sumber energi alternatif
ramah lingkungan (Rahman, 2008).
Sustainability report merupakan bagian dari konsistensi perusahaan dalam
pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungannya yang bersifat
sukarela. Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen
perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang
dipandang relevan untuk keputusan oleh para pemakai laporan keuangan tersebut
(Almilia dan Retrianasari, 2007). Hal ini termasuk laporan keuangan, laporan
CSR ataupun sustainability report sebagai penilaian awal atas kredibilitas suatu
perusahaan. Standar pelaporan sustainability report yang diakui secara
internasional mengacu pada Global Reporting Initiative (GRI).
Sustainability Report merupakan alat untuk memenuhi kewajiban
perusahaan yang melaporkan kinerjanya dalam tiga aspek yaitu sosial, ekonomi,
(laporan keberlanjutan) apabila kinerja yang dilaporkannya dalam kurun waktu
tertentu sudah menunjukkan kecenderungan membaik menuju dampak positif.
Masyarakat luas bisa melihat aktivitas CSR perusahaan melalui sustainability
report perusahaan itu sendiri.
Pengungkapan Sustainability Report merupakan bentuk komitmen
perusahaan dalam mempublikasikan laporan keberlanjutan. Laporan ini
memberikan informasi tentang pertanggungjawaban perusahaan terhadap
lingkungan dan sosial. Laporan ini disusun berdasarkan Pedoman Sustainability
Report Global Reporting Initiative (GRI). Sustainability report mempunyai
standar pengungkapan yang mencerminkan keseluruhan aktivitas sosial
perusahaan. Dalam hal ini, sustainability report berbeda dengan laporan
keuangan. Melalui sustainability report, kinerja perusahaan bisa langsung dinilai
oleh pemerintah, masyarakat, organisasi lingkungan, media massa, khususnya
para investor dan kreditor (bank) karena investor maupun kreditor (bank) tidak
mau menanggung kerugian yang disebabkan oleh adanya kelalaian perusahaan
tersebut terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungannya (Anke, 2009).
Sustainability report atau juga bisa disebut laporan non-finansial disusun
secara paralel dengan laporan keuangan tahunan perusahaan. Sustainability report
merupakan laporan kinerja aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan perusahaan.
Setiap Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), laporan non-finansial dilaporkan
oleh manajemen bersamaan dengan laporan keuangan perusahaan. Seluruh
pemangku kepentingan perusahan hadir untuk membaca, menganalisa, dan
sustainability report berbeda dengan laporan keuangan yang telah memiliki
sistem dan diamanatkan oleh undang-undang. Laporan ini melaporkan kinerja
aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan adalah hal mutlak bagi perusahaan yang
mengklaim memiliki kinerja CSR tinggi (Ramayana, 2009).
Beberapa dekade ini sering terjadi bencana lingkungan hidup di berbagai
belahan dunia, seperti Three Mile Island, Love Canal, Bhopal (India), Chernobyl
(Uni Sovyet), Times Beach (Missouri) sampai peracunan merkuri di Minamata
(Jepang) (Sobur, 2005). Tragedi lingkungan juga terjadi di Indonesia, seperti
kasus PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo, Newmont Minahasa Raya di Buyat, PT.
Freeport di Irian Jaya (Luthfia, 2012).
Kasus Lumpur lapindo brantas terjadi karena faktor ketidakberuntungan
perusahaan dalam melakukan eksplorasi penggalian pada saat pengeboran serta
adanya kesalahan prosedural yang meyebabkan semburan gas. Semburan gas
tersebut menyebabkan pencemaran lingkungan, serta berubahnya kehidupan sosial
dan ekonomi masyarakat sekitar karena lumpur telah meluas ke area pemukiman
warga yang menyebabkan warga kehilangan tempat tinggal. Masyarakat meminta
perusahaan untuk memperhatikan kasus tersebut, namun selama beberapa tahun
perusahaan belum ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus lain adalah pencemaran lingkungan yang terjadi di Teluk Buyat,
Minahasa Raya. Lingkungan masyarakat tercemar oleh limbah dari PT. Newmont
yang disebabkan oleh kesengajaan perusahaan mengeluarkan limbah ke tepi Teluk
diselesaikan melalui pengadilan namun PT. Newmont telah ditetapkan tidak
bersalah atau bebas.
Menurut UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perusahaan
harus melakukan tanggung jawab sosial sebagai bentuk pertanggungjawaban atas
aktivitas perusahaan. Aktivitas tersebut juga perlu dilaporkan melalui laporan
tanggung jawab sosial yang disajikan dalam annual report, atau prusahaan dapat
menyajikan laporan tanggung jawabnya melalui sustainability report sebagai
laporan yang terpisah dari annual report. Sustainability report dapat dijadikan
sebagai bentuk transparansi perusahaan dalam mengungkapkan informasi dampak
aktivitasnya.
Tragedi-tragedi tersebut terjadi karena adanya ketidakpedulian perusahaan
terhadap lingkungan sosial perusahaan. Kejadian tersebut memberikan kesadaran
kepada perusahaan untuk melakukan kegiatan yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan maupun sosial atau CSR (Corporate Social Responsibility). Kegiatan
tersebut didukung pemerintah dengan menerbitkan Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) yang mengungkap berbagai
ketentuan tentang pendirian PT. Pasal 74 dalam Undang-Undang ini membahas
tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan tujuan mewujudkan
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat bagi PT itu sendiri, komunitas setempat dan
masyarakat pada umumnya (Anke, 2009).
Dilling (2010), menyatakan bahwa di Eropa semakin banyak negara
perusahaan. Hal ini menunjukkan adanya kepedulian negara-negara di Eropa
untuk membuat peraturan mengenai kewajiban pengungkapan Sustainability
Report.
Pengungkapan Sustainability Report di Indonesia dan beberapa Negara lain
masih bersifat voluntary, artinya tidak ada aturan yang mewajibkan seperti halnya
pada penerbitan financial reporting (Utama dalam Suryono, 2011). Meskipun
demikian, minat dan prioritas perusahaan untuk mempublikasikan sustainability
report tidak berkurang. Hal ini dikarenakan meningkatnya peraturan lingkungan
di banyak negara yang diperkirakan akan semakin ketat. Selain itu, tuntutan
masyarakat akan peran perusahaan semakin meningkat, sehingga mendorong
perusahaan untuk memberikan informasi transparan, akuntabel, serta praktik tata
kelola perusahaan yang baik (Luthfia, 2012). Penelitian mengenai sustainabilty
report juga mulai berkembang, yang menandakan fenomena sustainability report
mulai banyak dilakukan oleh perusahaan. Hal ini menjadi topik yang menarik
untuk diteliti. Awal perkembangan, penelitian dilakukan menggunakan
pendekatan kualitatif, seperti yang dilakukan oleh Akbar (2008), Anke (2009),
dan Purnamasari (2009). Penelitian kuantitatif juga sudah dilakukan, di antaranya
Almilia (2008), Ratnasari (2010), Suryono dan Prastiwi (2011), dan Luthfia
(2012).
Sustainability Report merupakan issue terbaru dalam dunia bisnis di
Indonesia. Beberapa penelitian terdahulu, telah meneliti mengenai beberapa faktor
yang mempengaruhi perusahaan dalam pengungkapan sustainability report (SR).
sustainability report, ditemukan hasil tidak konsisten antara peneiliti satu dengan
peneliti lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Dilling (2010), menguji size (ukuran
perusahaan), profitabilitas, pertumbuhan, struktur modal, corporate governance,
dengan kualitas sustainabilty report. Variabel independen yang diuji, variabel
profitabilitas, governance committee, ukuran perusahaan dan pertumbuhan
perusahaan berhubungan positif dengan kualitas pengungkapan sustainability
report sedangkan jumlah anggota dan rapat anggota komite berhubungan negatif.
Suryono dan Prastiwi (2011) dalam penelitiannya menguji karakteristik
perusahaan dan corporate governance dengan praktik pengungkapan
Sustainability Report menunjukkan bahwa variabel independen profitabilitas,
ukuran perusahaan, komite audit, dan dewan direksi berpengaruh signifikan
terhadap praktik pengungkapan Sustainability Report. Variabel independen
likuiditas, leverage, aktivitas, dan governance committee tidak berpengaruh
terhadap praktik pengungkapan sustainability report.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Almilia (2008) yang menggunakan
variabel independen profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan serta struktur
modal dengan variabel dependen Internet Financial and Sustainability Reporting.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independen profitabilitas, ukuran
perusahaan dan struktur modal berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela
Internet Financial and Sustainability Reporting, sedangkan variabel leverage
tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela Internet Financial and
Ratnasari (2010) menguji corporate governance dengan luas pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan di dalam Sustainability Report dimana size,
leverage, dan profitabilitas sebagai variabel control. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa hanya variabel leverage yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
luas pengungkapan CSR di dalam Sustainability Report. Variabel profitabilitas,
size, komite audit, dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap luas
pengungkapan CSR di dalam Sustainability Report.
Hasil berbeda juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Luthfia (2012), dimana
variabel independen yang digunakan adalah kinerja keuangan, ukuran perusahaan,
struktur modal, dan corporate governance. Variabel kinerja keuangan diproksikan
melalui profitabilitas, likuiditas, leverage, dan aktivitas perusahann. Corporate
governance diproksikan melalui komite audit, dewan direksi dan governance
committee. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variabel independen
leverage, ukuran perusahaan, dewan direksi, dan governance committee
berpengaruh positif terhadap publikasi Sustainability Report dan variabel
independen profitabilitas, likuiditas, aktivitas perusahaan, komite audit dan
struktur modal tidak berpengaruh terhadap publikasi Sustainability Report.
Penelitian-penelitian selanjutnya perlu dilakukan untuk mendorong
perkembangan sustainability report, sehingga kontribusi perusahaan kepada pihak
yang berkepentingan (stakeholder) bisa optimal. Hal tersebut dilakukan
perusahaan untuk menunjukkan komitmen terhadap perkembangan berkelanjutan
yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan
Melihat adanya hasil yang tidak konsisten di antara beberapa penelitian
tersebut, menjadikan hal menarik untuk diteliti kembali. Penelitian ini dilakukan
dengan merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suryono dan
Prastiwi (2011) dengan melihat hasil penelitian-penelitian terdahulu mengenai
pengungkapan Sustainability Report. Penelitian ini mencoba menguji kembali
peran Corporate Governance dan Karakteristik Perusahaan terhadap
Pengungkapan Sustainability Report. Namun, penelitian sebelumnya masih jarang
menggunakan variabel dewan komisaris, maka penulis menambahkan variabel
dewan komisaris dalam corporate governance. Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk mengambil judul penelitian “Peran Corporate Governance dan Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Sustainability Report Pada
Perusahaan Terdaftar di BEI Periode 2010-2011”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah Dewan Komisaris berperan terhadap Pengungkapan Sustainability
Report?
2. Apakah Komite Audit berperan terhadap Pengungkapan Sustainability
Report?
3. Apakah Dewan Direksi berperan terhadap Pengungkapan Sustainability
4. Apakah Governance Committee berperan terhadap Pengungkapan
Sustainability Report?
5. Apakah Profitabilitas berperan terhadap Pengungkapan Sustainability
Report?
6. Apakah Likuiditas berperan terhadap Pengungkapan Sustainability Report?
7. Apakah Leverage berperan terhadap Pengungkapan Sustainability Report?
8. Apakah Aktivitas Perusahaan berperan terhadap Pengungkapan
Sustainability Report?
9. Apakah Ukuran Perusahaan berperan terhadap Pengungkapan Sustainability
Report?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris
mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peran Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan
Sustainability Report.
2. Untuk mengetahui peran Komite Audit terhadap Pengungkapan
Sustainability Report.
3. Untuk mengetahui peran Dewan Direksi terhadap Pengungkapan
Sustainability Report.
4. Untuk mengetahui peran Governance Committee terhadap Pengungkapan
5. Untuk mengetahui peran Profitabilitas terhadap Pengungkapan
Sustainability Report.
6. Untuk mengetahui peran Likuiditas terhadap Pengungkapan Sustainability
Report.
7. Untuk mengetahui peran Leverage terhadap Pengungkapan Sustainability
Report.
8. Untuk mengetahui peran Aktivitas Perusahaan terhadap Pengungkapan
Sustainability Report.
9. Untuk mengetahui peran Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan
Sustainability Report.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang dilakukan,
penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada beberapa pihak. Pihak
tersebut antara lain:
1. Akademisi
Untuk menambah pemahaman serta wawasan mengenai sustainability,
sustainability development, pengembangan teknologi sustainability report
dalam suatu perusahaan. Disamping itu, menjelaskan mengenai peran
corporate governance dan karakteristik perusahaan terhadap Pengungkapan
Sustainability Report perusahaan-perusahaan terdaftar di Bursa Efek
2. Perusahaan
Sebagai kontribusi pengetahuan mengenai pengungkapan sustainability
report serta pentingnya tanggung jawab sosial dan lingkungan melalui
sustainability report yang dilaporkan secara terpisah dari laporan keuangan
sebagai bentuk keberlanjutan perusahaan dalam mewujudkan sustainable
development.
3. Investor
Pengungkapan sustainability report merupakan hal penting yang memiliki
kontribusi sebagai pertimbangan investor untuk menilai aktivitas tanggung
jawab sosial perusahaan yang diungkapkan melalui sustainability report
sebagai bentuk sustainable suatu perusahaan terhadap lingkungan sosialnya.
4. Pemerintah
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi atau wacana bagi
pemerintah untuk menentukan kebijakan pasti mengenai sustainability
report yang lebih baik lagi bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.
5. Masyarakat
Sebagai pengontrol perilaku-perilaku perusahaan dan memberikan informasi
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Stakeholder
Stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang
hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat
bagi stakeholder-nya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier,
pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain). Gray, Kouhy dan Adams (Ghozali
dan Chariri, 2007) mengatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung
pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas
perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerfull
stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan
sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan
stakeholder-nya
Definisi stakeholder telah berubah secara substansial selama empat dekade
terakhir. Pada awalnya, pemegang saham dipandang sebagai satu-satunya
stakeholder perusahaan. Pandangan ini didasarkan pada argumen yang
disampaikan Friedman (Ghozali dan Chariri, 2007), mengatakan bahwa tujuan
utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemiliknya.
Namun demikian, Freeman (Ghozali dan Chariri, 2007) tidak setuju dengan
pandangan ini dan memperluas definisi stakeholder dengan memasukkan
menguntungkan (adversarial group) seperti pihak berkepentingan tertentu dan
regulator (Roberts dalam Ghozali dan Chariri, 2007).
Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan
perusahaan. Oleh karena itu, power stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya
power yang mereka miliki atas sumber tersebut. Power tersebut dapat berupa
kemampuan untuk membatasi pemakaian sumber ekonomi terbatas (modal dan
tenaga kerja), akses terhadap media berpengaruh, kemampuan untuk mengatur
perusahaan, atau kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa
yang dihasilkan perusahaan (Deegan dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Ullman
(Ghozali dan Chariri, 2007) mengatakan bahwa organisasi akan memilih
stakeholder yang dipandang penting, dan mengambil tindakan yang dapat
menghasilkan hubungan harmonis antara perusahaan dengan stakeholder-nya.
Atas dasar argumen di atas, stakeholder theory umumnya berkaitan dengan
cara-cara yang digunakan perusahaan untuk memanage stakeholder-nya (Gray et
al dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Ullman (Ghozali dan Chariri, 2007)
berpendapat bahwa power stakeholder berhubungan dengan “postur strategis
(strategic posture) yang diadopsi oleh perusahaan. Menurutnya, strategic posture
menggambarkan model reaksi yang ditunjukkan oleh pengambil keputusan kunci
perusahaan terhadap tuntutan sosial. Oleh karena itu, stakeholder theory pada
dasarnya melihat dunia luar dari perspektif manajemen (Gray et al dalam Ghozali
Menurut Suryono (2011), perusahaan mampu tumbuh dan berkembang
dengan baik kemudian menjadi besar dibutuhkan dukungan dari para
stakeholder-nya. Para stakeholder membutuhkan berbagai informasi terkait
dengan aktivitas perusahaan yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Oleh
karena itu, perusahaan akan berusaha untuk memberikan berbagai informasi yang
dimiliki untuk menarik dan mencari dukungan dari para stakeholder-nya.
Sustainability report merupakan salah satu bentuk pengungkapan sukarela
(voluntary) yang berkembang pada saat ini. Pengungkapan tanggung jawab sosial
dan lingkungan perusahaan melalui sustainability report dapat memberikan
informasi yang berkaitan dengan kegiatan dan pengaruhnya terhadap kondisi
sosial masyarakat dan lingkungan (Ghozali dan Chariri, 2007).
Perusahaan melakukan pengungkapan sustainability report sebagai bukti
bahwa perusahaan memilki komitmen terhadap lingkungan sosialnya dapat dinilai
hasilnya oleh para pihak yang membutuhkan informasi tersebut. Disamping itu,
sustainability report merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh
suatu organisasi baik pemerintah maupun perusahaan dalam berdialog dengan
masyarakat ataupun stakeholder-nya sebagai salah satu upaya penerapan
pendidikan pembangunan berkelanjutan (Luthfia, 2012).
Pengungkapan sustainability report yang bersifat sukarela merupakan
kebijakan suatu perusahaan untuk mengungkapkan informasi lebih transparan
mengenai aktivitas perusahaan terhadap dampak sosial, ekonomi dan
lingkungannya. Adanya kinerja yang baik dari perusahaan serta besar kecilnya
dampak sosial, ekonomi dan lingkungannya. Disamping itu, perusahaan dengan
struktur corporate governance yang baik, memilki kemungkinan besar untuk
mengungkapkan laporan-laporan bersifat sukarela. Adanya struktur corporate
governance, meliputi dewan komisaris, komite audit, dewan direksi dan
governance committee diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengambilan keputusan perusahaan untuk pengungkapan suatu laporan. Peran
corporate governance dinilai mampu meningkatkan pengungkapan sustainability
report yang berdasarkan pembangunan berkelanjutan. Disamping itu,
pengungkapan sustainability report sebagai salah satu bentuk perwujudan prinsip
good corporate governance yaitu transparan dalam pengungkapan informasi yang
dibutuhkan oleh stakeholder.
2.1.2. Teori Legitimacy
Dowling dan Pfeffer (Ghozali dan Chariri, 2007) menjelaskan bahwa teori
legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi, dan
mengatakan bahwa karena legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi,
batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan
reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku
organisasi dengan memperhatikan lingkungan.
Teori legitimasi dilandasi oleh “kontrak sosial” yang terjadi antara
perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan
sumber ekonomi. Shocker dan Sethi (Ghozali dan Chariri, 2007) memberikan
terkecuali perusahaan beroperasi di masyarakat melalui kontrak sosial baik
eksplisit maupun implisit dimana kelangsungan hidup dan pertumbuhannya
didasarkan pada hasil akhir (output) yang secara sosial dapat diberikan kepada
masyarakat luas dan distribusi manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada
kelompok sesuai dengan power yang dimiliki.
Di dalam masyarakat yang dinamis, tidak ada sumber power institusional
dan kebutuhan terhadap pelayanan yang bersifat permanen. Oleh karena itu, suatu
institusi harus lolos uji legitimasi dan relevansi dengan cara menunjukkan bahwa
masyarakat memang memerlukan jasa perusahaan dan kelompok tertentu yang
memperoleh manfaat dari penghargaan (reward) yang diterimanya betul-betul
mendapat persetujuan masyarakat.
Gray, Kouhy dan Lavers (Ghozali dan Chariri, 2007) berpendapat bahwa
teori legitimasi dan teori stakeholder merupakan perspektif teori yang berada
dalam kerangka teori ekonomi politik. Pengaruh masyarakat luas dapat
menentukan alokasi sumber keuangan dan sumber ekonomi lainnya, perusahaan
cenderung menggunakan kinerja berbasis lingkungan dan pengungkapan
informasi lingkungan untuk membenarkan atau melegitimasi aktivitas perusahaan
di mata masyarakat. Berbeda dengan teori stakeholder, menyatakan bahwa
perusahaan dan manajemennya bertindak dan membuat laporan sesuai dengan
keinginan dan kekuatan dari kelompok stakeholder yang berbeda, maka Ullman
(Ghozali dan Chariri, 2007) menyatakan bahwa teori legitimasi memfokuskan
Dowling dan Pfeffer (Ghozali dan Chariri, 2007), memberikan alasan yang
logis tentang legitimasi organisasi dan mengatakan bahwa organisasi berusaha
menciptakan keselarasan antara nilai-nilai sosial yang melekat pada kegiataannya
dengan norma-norma perilaku yang ada dalam sistem sosial masyarakat dimana
organisasi adalah bagian dari sistem tersebut. Selama kedua sistem nilai tersebut
selaras, kita dapat melihat hal tersebut sebagai legitimasi perusahaan. Ketika
ketidakselarasan aktual atau potensial terjadi diantara kedua sistem nilai tersebut,
maka akan ada ancaman terhadap legitimasi perusahaan.
Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan
masyarakat kepada perusahaan, dan diinginkan atau dicari perusahaan dari
masyarakat. Dengan demikian, legitimasi dapat dikatakan sebagai manfaat atau
sumber potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (Ashforth dan Gibbs;
Dowling dan Pfeffer; O’Donovan dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Ketika ada
perbedaan antara nilai-nilai yang dianut perusahaan dengan nilai-nilai masyarakat,
legitimasi perusahaan akan berada pada posisi terancam (Lindbolm; Dowling dan
Pfeffer dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan
dengan nilai-nilai sosial masyarakat sering dinamakan “legitimacy gap” dan dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya
(Dowling dan Pfeffer dalam Ghozali dan Chariri, 2007 ). Menurut Warticl dan
Mahon (Ghozali dan Chariri, 2007) Legitimacy gap dapat terjadi karena tiga
alasan yaitu: (1) Ada perubahan dalam kinerja perusahaan tetapi harapan
masyarakat terhadap kinerja perusahaan tidak berubah; (2) Kinerja perusahaan
berubah; (3) Kinerja perusahaan dan harapan masyarakat terhadap kinerja
perusahaan berubah ke arah yang berbeda, atau ke arah yang sama tetapi
waktunya berbeda.
Perusahaan dengan kinerja baik, berusaha untuk mengungkapkan informasi
lebih. Perusahaan dengan rasio profitabilitas, likuiditas, leverage dan aktivitas
yang baik memiliki kemungkinan untuk mengungkapkan informasi yang bersifat
sukarela. Besar kecilnya suatu perusahaan juga memberikan peran terhadap
pengungkapan yang masih bersifat sukarela. Semakin besar perusahaan, semakin
mungkin untuk mengungkapkan informasi yang bersifat sukarela karena ukuran
perusahaan sering dijadikan sebagai sorotan masyarakat dalam kegiatan ekonomi,
lingkungan dan sosialnya. Adanya informasi lebih mengenai karakteristik
perusahaan, maka semakin mungkin untuk melakukan pengungkapan
sustainability report (Suryono dan Prastiwi, 2011).
Pentingnya informasi mengenai karakteristik perusahaan, maka karakteristik
perusahaan diduga memiliki peran dalam pengungkapan sustainability report.
Perusahaan yang mampu mengungkapkan sustainability report dapat
melegitimasi masyarakat mengenai aktivitas perusahaannya, agar masyarakat
memberikan penilaian yang baik kepada perusahaan mengenai tangggung jawab
ekonomi, sosial dan lingkungannya. Disamping itu, adanya peran corporate
governance yang baik dapat meningkatkan transparansi perusahaan mengenai
informasi aktivitas perusahaan yang disajikan melalui sustainability report.
mekanisme corporate governance dalam pencapaian prinsip-prinsip good
corporate governance.
Menurut O’Donovan (Ghozali dan Chariri, 2007) menyarankan bahwa
ketika terdapat perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai sosial
masyarakat, perusahaan perlu mengevaluasi nilai sosialnya dan menyesuaikannya
dengan nilai-nilai di masyarakat. Perusahaan juga dapat mengubah nilai-nilai
sosial yang ada atau persepsi terhadap perusahaan sebagai taktik legitimasisi.
Perusahaan dapat mengurangi legitimacy gap, dengan mengidentifikasi aktivitas
dalam kendalinya dan mengidentifikasi publik yang memiliki power sehingga
mampu memberikan legitimacy kepada perusahaan (Neu et al. dalam Ghozali dan
Chariri, 2007). Oleh karena itu, pengungkapan sosial dan lingkungan dalam
sustainability report merupakan salah satu cara perusahaan untuk mendapatkan
legitimacy dari masyarakat. Legitimacy dari masyarakat dapat memberikan
penilaian baik terhadap perusahaan.
2.1.3. Konsep Pembangunan Berkelanjutan(Sustainable Development)
2.1.3.1. Definisi Keberlanjutan (Sustainability)
Awal mula terciptanya konsep sustainability berasal dari pendekatan ilmu
kehutanan. Kata nachhaltigkeit (bahasa Jerman untuk keberlanjutan) berarti upaya
melestarikan sumber daya alam untuk masa depan (Luthfia, 2012). Pengertian
tersebut mengartikan bahwa sustainability lebih luas dari konteks lingkungan.
Menurut Suryono (2011), di dalam sustainability ada prinsip-prinsip yang terkait
dalam pekerjaan, hal-hal yang terkait dengan lingkungan seperti pemakaian
prinsip kehati-hatian, tanggung jawab lebih besar pada lingkungan, maupun
mengembangkan teknologi ramah lingkungan.
Keberlanjutan perusahaan adalah suatu pendekatan bisnis dalam
menciptakan nilai pemegang saham secara jangka panjang dengan menggunakan
peluang-peluang yang ada dan mengelola risiko yang diukur dari segi ekonomi,
lingkungan dan pembangunan sosial. Pemimpin perusahaan berkelanjutan
meningkatkan nilai jangka panjang pemegang saham dengan cara menyusun
strategi dan manajemen mereka untuk mengusahakan dengan terus menerus pasar
potensial bagi keberlanjutan produk dan jasa sedangkan dalam waktu yang sama
dengan sukses mengurangi dan menghindari biaya dan risiko berkelanjutan
(Akbar, 2008).
2.1.3.2. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Pembangunan Berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi
kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhannya (WCED dalam Sukada dan Jalal,
2008).
Menurut Budimanta, dkk (Akbar, 2008) pembangunan berkelanjutan adalah
suatu gagasan paradigma yang berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan masa
kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi
kebutuhannya. Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Emil
Pembangunan berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk mencari
pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa
mendatang. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (Jaya, 2004), pembangunan
(yang pada dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya
berdasarkan tiga kriteria yaitu : (1) Tidak ada pemborosan penggunaan sumber
daya alam atau depletion of natural resources; (2) Tidak ada polusi dan dampak
lingkungan lainnya; (3) Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources
ataupun replaceable resource.
Menurut Akbar (2008), konsep dasar pembangunan berkelanjutan ada dua
aspek penting yang menjadi perhatian utama yaitu lingkungan (environment) dan
pembangunan (development). Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan berarti
pembangunan yang baik dari sudut pandang lingkungan. Berwawasan lingkungan
berarti adanya keharmonisan dalam hubungan manusia dan alamnya. Pada sisi
lain, pembangunan merupakan proses perubahan terus menerus ditandai oleh
kegiatan pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi sebagai modal untuk
memenuhi kesejahteraan masyarakat.Dalam konsep pembangunan berkelanjutan,
kedua aspek ini harus berjalan secara harmonis dan terpadu serta memperoleh
perhatian yang sama dalam kebijaksanaan pembangunan (Yakin dalam Akbar,
2.1.4.Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/Corporate Social Responsibility
(CSR)
Secara teoritik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral
perusahaan terhadap para stakeholder-nya, terutama komunitas atau masyarakat
disekitar wilayah kerja dan operasinya (Ratnasari, 2010).
Pengungkapan tanggung jawab sosial adalah proses pengkomunikasian
efek-efek sosial dan lingkunganatas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat secara keseluruhan (Grey et.al.
dalam Wuryanto, 2010). Pengungkapan informasi mengenai operasi perusahaan
yang berhubungan dengan lingkungan diharapkan bisa mendapatkan kepercayaan
dari masyarakat bahwa perusahaan tidak hanya mengutamakan keuntungan,
melainkan juga memperhatikan lingkungannya. Kegiatan tanggung jawab sosial
merupakan suatu kewajiban perusahaan yang telah ditetapkan dalam UU No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Di Indonesia, kegiatan CSR umumnya dilaporkan dalam laporan tahunan
(annual report). Laporan tahunan merupakan alat yang digunakan oleh
manajemen untuk melakukan pengungkapan dan pertanggungjawaban kinerja
perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat.
Menurut Darwin (Ratnasari, 2010), saat ini telah berkembang pelaporan
perusahaan mengenai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berdiri sendiri
dan terpisah dari laporan tahunan perusahaan, yang dikenal dengan Sustainability
2.1.5. Sustainability Report
2.1.5.1 Definisi Sustainability Report
Sustainability Report adalah praktek pengukuran, pengungkapan dan upaya
akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan, dilaporkan kepada para pemangku kepentingan baik internal
maupun eksternal. Sustainability Report merupakan sebuah istilah umum yang
dianggap sinonim dengan istilah lainnya untuk menggambarkan laporan mengenai
dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial (misalnya triple bottom line, laporan
pertanggungjawaban perusahaan, dan lain sebagainya) (Global Reporting
Initiative, 2006).
Sustainability report disusun berdasarkan Kerangka Pelaporan GRI,
mengungkapkan keluaran dan hasil yang terjadi dalam suatu periode laporan
tertentu dalam konteks komitmen organisasi, strategi, dan pendekatan
manajemennya. Laporan dapat digunakan untuk tujuan berikut, di antaranya:
1. Patok banding dan pengukuran kinerja keberlanjutan yang menghormati
hukum, norma, kode, standar kinerja, dan inisiatif sukarela;
2. Menunjukkan bagaimana organisasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
harapannya mengenai pembangunan berkelanjutan; dan
3. Membandingkan kinerja dalam sebuah organisasi dan di antara berbagai
2.1.5.2. Pengungkapan Sustainability Report
Bagian ini menetapkan isi dasar yang harus muncul dalam sebuah laporan
keberlanjutan. Isi dasar tersebut mengacu pada standar pengungkapan dan harus
dimasukkan dalam sustainability report berdasarkan standar GRI (2006).
Standar pengungkapan yang harus dimasukkan dalam laporan
keberlanjutan:
1. Strategi dan Profil: Pengungkapan yang membentuk keseluruhan konteks
untuk dapat memahami kinerja organisasi, seperti strategi yang dimiliki,
profil, dan tata kelola.
2. Pendekatan Manajemen: Pengungkapan yang mencakup mengenai
bagaimana sebuah organisasi menggunakan topik tertentu untuk
memberikan konteks dalam memahami kinerja pada sebuah bidang spesifik
tertentu.
3. Indikator Kinerja : Indikator yang memberikan perbandingan informasi
terkait kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial dari organisasi.
Menurut World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)
(Suryono. 2011), manfaat yang didapat dari sustainability report antara lain:
1. Sustainability report memberikan informasi kepada stakeholder (pemegang
saham, anggota komunitas lokal, pemerintah) dan meningkatkan prospek
perusahaan, serta membantu mewujudkan transparansi.
2. Sustainabilty report dapat membantu membangun reputasi sebagai alat yang
memberikan kontribusi untuk meningkatkan brand value, market share, dan
3. Sustainability report dapat menjadi cerminan bagaimana perusahaan
mengelola risikonya.
4. Sustainability report dapat digunakan sebagai stimulasi leadership thinking
dan performance yang didukung dengan semangat kompetisi.
5. Sustainability report dapat mengembangkan dan menfasilitasi
pengimplementasian dari sistem manajemen yang lebih baik dalam
mengelola dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial.
6. Sustainability report cenderung mencerminkan secara langsung kemampuan
dan kesiapan perusahaan untuk memenuhi keinginan pemegang saham
untuk jangka panjang.
7. Sustainability report membantu membangun ketertarikan para pemegang
saham dengan visi jangka panjang dan membantu mendemonstrasikan
bagaimana meningkatkan nilai perusahaan yang terkait dengan isu sosial
dan lingkungan.
Sustainability Report merupakan sebuah laporan yang tidak hanya berpijak
pada single bottom line, yaitu kondisi keuangan perusahaan saja tetapi berpijak
pada triple bottom line, yaitu selain informasi keuangan juga menyediakan
informasi sosial dan lingkungan.
Menurut Jalal (2010), pembuatan dan penyebaran Sustainability Report
(Laporan Keberlanjutan) memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Meningkatkan reputasi terkait dengan transparansi dan akuntabilitas.
2. Menjangkau berbagai pemangku kepentingan, agar mereka bisa
berbagai cara (internet, media cetak, stakeholder convening, dan
sebagainya)
3. Membantu perusahaan untuk mengambil keputusan manajmen dalam
memperbaiki kinerja pada indikator yang masih lemah.
4. Membantu investor untuk mengetahui kinerja perusahaan secara lebih
menyeluruh.
Pengungkapan Sustainability Report di Indonesia dan beberapa Negara lain
masih bersifat voluntary, artinya tidak ada aturan yang mewajibkan seperti halnya
pada penerbitan financial reporting (Utama dalam Suryono, 2011). Namun
demikian, ada beberapa perusahaan di Indonesia sudah mulai mengungkapkan
sustainability report sebagai laporan tanggung jawab sosial, ekonomi dan
lingkungan yang disajikan secara terpisah dari annual report. Hal ini dikarenakan
meningkatnya peraturan lingkungan di banyak negara yang diperkirakan akan
semakin ketat Selain itu, tuntutan masyarakat akan peran perusahaan semakin
meningkat, sehingga mendorong perusahaan untuk memberikan informasi
transparan, akuntabel, serta praktik tata kelola perusahaan yang baik (Luthfia,
2012).
2.1.6. Corporate Governance
2.1.6.1. Definisi dan Konsep Corporate Governance
Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan oleh
organ perusahaan untuk menentukan kebijakan dalam rangka meningkatkan
nilai tambah bagi pemegang saham dalam jangka panjang dengan memperhatikan
kepentingan para stakeholder berdasarkan ketentuan anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Corporate Governance (CG) diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar
yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling
berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha
sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia
usaha.
Untuk meningkatkan keberhasilan usaha, perusahaan perlu menerapkan
prinsip-prinsip corporate governance. Menurut Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG) tahun 2006, prinsip-perinsip tersebut meliputi lima aspek, yaitu:
1. Transparansi (Transparency)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan
mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
2.1.6.2. Dewan Komisaris
Menurut Mulyadi (2002) dewan komisaris merupakan wakil dari para
dilakukan oleh manajemen dan mencegah pengendalian yang terlalu banyak
di tangan manajemen. Dewan komisaris bertanggung jawab untuk menentukan
apakah manajemen telah memenuhi tanggung jawab mereka dalam
mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern.
Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung
jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal
97 yang menjelaskan bahwa komisaris bertugas mengawasi kebijakan direksi
dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi
(Ratnasari, 2011).
Variabel dewan komisaris dapat diukur dengan jumlah anggota dewan
komisaris dan jumlah rapat dewan komisaris. Indikator yang digunakan dalam
penelitian ini, variabel dewan komisaris diukur melalui ukuran dewan komisaris
dengan melihat jumlah anggota dewan komisaris suatu perusahaan. Jumlah
anggota dewan komisaris menggambarkan keefektifan dalam pengendalian yang
dilakukan oleh manajemen. Menurut Sembiring (2005), ukuran dewan komisaris
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ukuran Dewan Komisaris = Jumlah Anggota Dewan Komisaris
2.1.6.3. Komite Audit
Menurut Jati (Suryono, 2011) komite audit merupakan komite yang ditunjuk
oleh perusahaan sebagai penghubung antara dewan direksi dan audit eksternal,
pengawasan auditor, memastikan manajemen melakukan tindakan korektif yang
tepat terhadap hukum dan regulasi. Menurut Surat Edaran Bapepam Nomor.
SE-03/PM/2000 tentang komite audit menjelaskan bahwa tujuan komite audit adalah
membantu dewan komisaris untuk:
1. Meningkatkan kualitas laporan keuangan;
2. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi
kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan;
3. Meningkatkan efektivitas fungsi internal audit maupun eksternal audit;
4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.
Komite audit bertugas membantu dewan komisaris, bersifat mandiri baik
dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam pelaporan dan bertanggung jawab
kepada dewan komisaris. Menurut Suryono (2011), semakin berkualitas komite
audit, maka akan semakin dapat memahami makna strategis dari pengungkapan
informasi dan apa yang dibutuhkan oleh stakeholder secara luas.
Variabel komite audit dapat diukur dengan melihat jumlah anggota komite
audit dan jumlah rapat komite audit. Indikator yang digunakan dalam penelitian
ini, variabel komite audit diukur dengan melihat jumlah pertemuan atau rapat
yang dilakukan oleh komite audit. Jumlah pertemuan atau rapat komite audit
dapat meninjau akurasi laporan dalam setiap pertemuan yang dilakukan.
Pertemuan komite audit dapat mengkomunikasikan beberapa temuan yang
memerlukan tindak lanjut, serta diharapkan dapat mewujudkan koordinasi dalam
pencapaian good corporate governance. Menurut Suryono dan Prastiwi (2011),
Komite Audit = Jumlah Rapat Komite Audit
2.1.6.4. Dewan Direksi
Menurut UU PT No.1 Tahun 1995, dewan direksi merupakan bagian
perseroan yang bertanggung jawab penuh terhadap kepengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun
di luar pengadilan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota direksi dapat
melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas
dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota
direksi tetap merupakan tanggung jawab bersama.
Direksi wajib melakukan tugas dan wewenang sesuai dengan ketentuan
Anggaran Dasar dan peraturan UU PT dengan tetap memperhatikan kepentingan
perseroan dan para pemangku kepentingan dan wajib mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugas yang dimaksud kepada pemegang saham melalui RUPS.
Keefektifan pengawasan dalam aktivitas perusahaan dapat dipengaruhi oleh
bagaimana dewan direksi dibentuk dan diorganisir. Dalam penerapannya,
pelaksanaan GCG sangat bergantung pada fungsi-fungsi dari dewan direksi yang
dipercaya sebagai pihak yang mengurus perusahaan (Suryono, 2011).
Variabel dewan direksi dapat diukr dengan melihat jumlah anggota dewan
direksi dan jumlah pertemuan atau rapat dewan direksi. Indikator yang digunakan
dalam penelitian ini, komite audit diukur dengan melihat jumlah pertemuan atau
keefektifan dewan direksi, dimana suara-suara dari para dewan direksi dapat
mempengaruhi setiap keputusan-keputusan penting yang ingin dicapai. Menurut
Suryono dan Prastiwi (2011), dewan direksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dewan Direksi = Jumlah Rapat Dewan Direksi
2.1.6.5. Governance Committee
Governance committee adalah komite yang terdiri dari beberapa anggota
dewan direksi (Willey dalam Luthfia, 2012). Komite ini bertugas untuk
mengembangkan dan merekomendasi kepada dewan, pedoman dalam pelaksanaan
dan etika corporate governance. Pembentukan good corporate governance yang
berkesinambungan tidak hanya menjalankan praktik biasa dalam hal pelaksanaan
RUPS, penunjukkan dewan komisaris, penunjukkan dewan direksi, dan
penunjukkan anggota komite audit, melainkan memerlukan pembentukan
komite-komite tambahan dari perusahaan. Salah satu komite-komite yang dibentuk untuk
menunjang good corporate governance adalah governance committee.
Menurut Suryono (2011), penciptaan good corporate governance suatu
perusahaan dapat diwujudkan salah satunya melalui pembentukan dan
penunjukkan anggota governance committee yang berkompeten dan berkualitas.
Corporate Governance Committee ini menganut pandangan bahwa dewan
harus memiliki beberapa tingkat kemandirian dari manajemen agar dapat secara
efektif memenuhi tanggung jawab mereka. Komite merekomendasikan bahwa
direktur independen membuat setidaknya sepertiga dari dewan. Anggota direksi
yang independen memainkan peran penting di mana kepentingan manajemen,
perencanaan suksesi, perubahan perusahaan kontrol dan fungsi audit. Selain itu,
mereka mampu mengarah pandangan obyektif untuk evaluasi kinerja dewan dan
manajemen.
Variabel Governance Committee dapat diukur dengan melihat jumlah
anggota governance committee dan melihat apakah perusahaan membentuk
corporate governance atau tidak melalui. Indikator yang digunakan dalam
penelitian ini diukur dengan variabel dummy, yaitu dengan melihat apakah
perusahaan membentuk atau tidak membentuk governance committee (komite
GCG). Pengukuran variabel governance committee dengan variabel dummy,
dikarenakan sebagian besar perusahaan di Indonesia belum membentuk
governance committee karena belum adanya peraturan yang mewajibkan
perusahaan membentuk governance committee. Menurut Luthfia, pengukuran
variabel governance committee dengan memberi skor 1 pada perusahaan yang
membentuk dan skor 0 pada perusahaan yang tidak membentuk.
2.1.7. Karakteristik Perusahaan
2.1.7.1. Profitabilitas
Menurut Mamduh dan Abdul Halim (Almilia, 2007), profitabilitas adalah
rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam
upaya meningkatkan nilai pemegang saham. Profitabilitas biasanya dilihat dari
laporan laba-rugi perusahaan (income statement) yang menunjukkan laporan hasil
Suatu perusahaan akan cenderung meningkatkan profitabilitas untuk
menunjukkan bahwa perusahaan meghasilkan laba dengan rasio semakin
meningkat. Menurut Almilia (2008), perusahaan yang memiliki tingkat
profitabilitas tinggi cenderung untuk mengungkapkan informasi lebih banyak
karena ingin menunjukkan kepada publik dan stakeholder bahwa perusahaan
memiliki tingkat profitabilitas tinggi dibandingkan dengan perusahaan lain.
Beberapa pengukuran dalam menghitung rasio profitabilitas:
1. Laba Bersih atas Penjualan ( Net Profit Margin / NPM)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
melalui penjualan. Cara menghitung NPM adalah dengan membandingkan
laba bersih dengan penjualan bersih.
Menurut Kasmir (2002) menyatakan bahwa perusahaan dikatakan baik jika
NPM yang dimiliki oleh perusahaan diatas rata-rata industri pada umumnya
yakni di atas 20%.
2. Pengembalian Atas Total Aktiva ( Return On total Asset/ ROA)
Pengembalian atas total aktiva dihitung dengan membagi laba bersih
sebelum bunga dan pajak terhadap rata- rata total aktiva. Rasio ini menilai
efektivitas dan intensitas aktiva dalam menghasilkan laba.
Menurut Kasmir (2002), rata-rata industry untuk ROA adalah 30%.
Perusahaan dikatakan baik jika mampu mencapai ROA di atas rata-rata
industri.
3. Pengembalian Atas Total Ekuitas (Return On total Equity/ ROE )
Pengembalian atas total ekuitas dihitung dengan membagi laba bersih
dengan rata-rata ekuitas pemegang saham. Rasio ini digunakan untuk
menunjukkan kemampuan modal sendiri dalam menghasilkan keuntungan
yang tersedia bagi pemegang saham.
Menurut Kasmir (2002), perusahaan dikatakan baik jika ROE yang dimiliki
oleh perusahaan diatas rata-rata industri pada umumnya yakni di atas 40%.
Indikator variabel profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Return On Equity, yaitu dengan membagi laba bersih setelah pajak dengan ekuitas
perusahaan. Pemilihan Return on Equity sebagai indicator dalam pengukuran
variabel profitabilitas karena return on equity digunakan sebagai ukuran
efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan
ekuitas yang dimiliki. Menurut Said et al (Ratnasari, 2010), Return On Equity
dapat dirumuskan sebagai berikut:
2.1.7.2. Likuiditas
Menurut Mamduh dan Abdul Halim (Almilia, 2007) likuiditas merupakan