KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH
(ANALISIS STRUKTUR INPUT – OUTPUT)
Skripsi
Disusun Oleh : Sevi Oktafiana Fortunika
20130220126 Program Studi Agribisnis
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
Disusun Oleh : Sevi Oktafiana Fortunika
20130220126 Program Studi Agribisnis
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
iv
KATA PENGANTAR
Dengan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa menganugerahkan kenikmatan iman dan islam sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah (Analisis Struktur Input – Output)” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta pengikutnya hingga akhir zaman.
Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ir. Sarjiyah, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Ir. Eni Istiyanti, M.P. selaku Ketua Program Studi Agribisnis sekaligus Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan arahan, masukan, motivasi dan dukungan selama proses penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. Sriyadi M.P. selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memebrikan arahan selama penyusunan skripsi.
4. Dr. Ir. Widodo, M.P. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberi kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
5. Retno Wulandari, S.P., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama perkuliahan.
6. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika FP UMY yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi. 7. Kedua orangtua, Bapak Mohamad Amin dan Ibu Rokhimah yang telah
v
8. BPS Kabupaten Banjarnegara yang telah memberikan bantuan dalam pengumpulan data
9. Sahabat dan teman-teman dekat: Faizal, Mbak Hanif, Mbak Ayu, Sam, Herda, Naufal, Agribisnis D 2013 (Anis, Dhilla, Saleh, Elvida, Novi, Ari, Diska, Bobby, Ariel, Wiwi, Ilham, Azwen, Fadli, Ade, Akbar, Dwi, Dian, Aziz, Isnawan, Agam, Arum, Rian, Guruh, Purwati, Chintya, Icha, Lita, Ipat, Bang Noger, Bang Fikri), Keluarga Fakultas Pertanian UMY, DEMA FP UMY, BEM FP UMY, teman-teman International Internship dan KKN Internasional, Tim PKM UMY, Tim PKM Fakultas, Tim PKM Prodi, MTCC UMY (Mbak Indah, Mbak Alfin, Pak Winny, Bu Dianita, Pak Awang, Pak Tanto), teman-teman PPB UGM, Temporary Staff UMY Oktober 2016, serta tak lupa pula terkhusus untuk DINOWISE Group (Diska, Novi, Wiwi) dan Kosan Harimau (Mbak Dwi, Mbak Melly, Mbak Uli, Mbak Indah, Mbak Neng, Mbak Agis, Mbak Ime, Mbak Ayu, Ozza, Tami dan Mbak Mia) yang telah menyemangati dan mendukung dalam setiap langkah pada proses penyelesaian skripsi ini
10. Semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 7 Desember 2016
vi DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
INTISARI ... xiii
ABSTRACT ... xiv
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 8
C. Kegunaan ... 9
II. KERANGKA PRNDEKATAN TEORI ... 10
A. Tinjauan Pustaka... 10
1. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 10
2. Sektor Pertanian ... 12
3. Peran Sektor Pertanian Dalam Perekonomian ... 13
4. Pendekatan Sektoral dalam Pembangunan Ekonomi... 15
5. Analisis Input – Output ... 15
B. Penelitian Terdahulu ... 22
C. Kerangka Pemikiran ... 26
III. METODE PENELITIAN ... 29
A. Metode Pengambilan Daerah Penelitian... 29
B. Jenis dan Sumber Data ... 29
C. Asumsi dan Pembatasan Masalah ... 30
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 31
E. Teknik Analisis ... 34
IV. GAMBARAN UMUM ... 43
A. Kondisi Geografis dan Administrasi ... 43
B. Bentuk Alam dan Topografi ... 44
C. Jenis Tanah ... 46
D. Kondisi Klimatologi ... 48
E. Kependudukan dan Tenaga Kerja ... 48
vii
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54
A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara 54 1. Struktur Permintaan ... 54
2. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah ... 56
3. Struktur Ekspor Impor ... 58
4. Struktur Investasi ... 60
5. Struktur Nilai Tambah Bruto ... 62
B. Analisis Keterkaitan ... 65
1. Analisis Keterkaitan ke Depan (Forward Linkages) ... 65
2. Analisis Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages) ... 67
C. Analisis Leading Sector Berdasarkan Analisis Keterkaitan dan Dampak Angka Pengganda ... 70
1. Kepekaan dan Koefisien Penyebaran ... 70
2. Analisis Dampak Angka Pengganda ... 75
3. Analisis Leading Sector ... 77
VI. PENUTUP... 82
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Kontribusi PDB menurut lapangan usaha tahun 2011-2015 ... ..2 Tabel 2. Peranan setiap sektor ekonomi dalam perekonomian Kabupaten
Banjarnegara tahun 2009 – 2013 ... ..3 Tabel 3. PDRB per kapita ADHK 2000 kabupaten/kota di Jawa Tengah
tahun 2012-2013 ... ..5 Tabel 4. Penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun
2010, 2011 dan 2012 ... ..6 Tabel 5. Tabel Input – Output ... 18 Tabel 6. Klasifikasi 9 sektor Kabupaten Banjarnegara tahun 2013... 30 Tabel 7. Klasifikasi 5 sub sektor dari sektor industri Kabupaten
Banjarnegara tahun 2013 ... 30 Tabel 8. Jumlah desa/kelurahan dan luas wilayah Kabupaten Banjarnegara
menurut kecamatan tahun 2010 ... 44 Tabel 9. Jumlah penduduk dan kepadatan menurut kecamatan di Kabupaten
Banjarnegara tahun 2014 ... 49 Tabel 10 Jumlah penduduk Kabupaten Banjarengara berumur 15 tahun
keatas yang bekerja menurut lapangan kerja utama tahun 2015 ... 50 Tabel 11. Produk Dometik Regional Bruto Kabupaten Banjarnegara menurut
lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2010-2014 (juta rupiah) ... 51 Tabel 12. Produksi tanaman pangan dan hortikultura Kabupaten Banjarnegara
tahun 2010-2014 (ton) ... 53 Tabel 13. Struktur permintaan antara, permintaan akhirdan total permintaan
Kabupaten Banjarmegara Tahun 2013 ... 55 Tabel 14. Struktur permintaan antara, permintaan akhir dan total permintaan
sektor pertanian Kabupaten Banjarmegara Tahun 2013 ... 56 Tabel 15. Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah Kabupaten
Banjarnegara tahun 2013 ... 57 Tabel 16. Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah sektor
ix
Tabel 18. Struktur ekspor dan impor sektor pertanian Kabupaten Banjarnegara tahun 2013 ... 60 Tabel 19 Pembentukan modal tetap, perubahan stok dan investasi
Kabupaten Banjarnegara tahun 2013 ... 61 Tabel 20. Pembentukan modal tetap, perubahan stok dan investasi sektor
pertanian Kabupaten Banjarnegara tahun 2013 ... 62 Tabel 21. Kontribusi sektor perekonomian terhadap NTB Kabupaten
Banjarnegara tahun 2013 ... 63 Tabel 22. Kontribusi sektor pertanian terhadap NTB Kabupaten
Banjarnegara Tahun 2013 ... 64 Tabel 23. Keterkaitan langsung serta langsung dan tidak langsung ke depan
sektor – sektor perekonomian Kabupaten Banjarnegara tahun 2013 ... 66 Tabel 24 Keterkaitan langsung serta langsung dan tidak langsung ke depan
sektor pertanian Kabupaten Banjarnegara Tahun 2013 ... 67 Tabel 25. Keterkaitan langsung serta langsung dan tidak langsung ke
belakang sektor-sektor perekonomian Kabupaten Banjarnegara Tahun 2013 ... 68 Tabel 26. Keterkaitan langsung serta langsung dan tidak langsung ke
belakang sektor pertanian Kabupaten Banjarnegara tahun 2013 ... 70 Tabel 27. Kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran sektor
perekonomian Kabupaten Banjarnegara tahun 2013 ... 72 Tabel 28. Kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran sektor pertanian
Kabupaten Banjarnegara tahun 2013 ... 74 Tabel 29. Hasil analisis dampak angka pengganda Kabupaten Banjarnegara
tahun 2013 ... 75 Tabel 30. Hasil analisis dampak angka pengganda Kabupaten Banjarnegara
dalam sektor pertanian tahun 2013... 77 Tabel 31. Peringkat sektor perekonomian Kabupaten Banjarnegara
berdasarkan analisis keterkaitan dan analisis dampak angka pengganda tahun 2013 ... 78 Tabel 32. Peringkat sektor pertanian Kabupaten Banjarnegara
x
Tabel 33. Hasil analisis angka pengganda sektor industri Kabupaten Banjarnegara klasifikasi 7 sub sektor tahun 2013 ... 80 Tabel 34. Peringkat sektor industri Kabupaten Banjarnegara berdasarkan
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Banjarnegara tahun
2010-2014... 4 Gambar 2. Kerangka Pemikiran ... 28 Gambar 3. Peta wilayah Kabupaten Banjarnegara ... 43 Gambar 4. Kuadran dampak penyebaran sektor perekonomian kabupaten
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Keterangan tabel input-output Banjarnegara tahun 2013 ... 87 Lampiran 2. Tabel input output Kabupaten Banjarnegara tahun 2013
transaksi domestik atas dasar harga produsen klasifikasi 43 sektor (juta rupiah) ... 90 Lampiran 3. Tabel input output Kabupaten Banjarnegara tahun 2013
transaksi domestik atas dasar harga produsen klasifikasi 9 sektor (juta rupiah) ... 96 Lampiran 4. Tabel input output Kabupaten Banjarnegara tahun 2013
transaksi domestik atas dasar harga produsen klasifikasi 5 sektor pertanian (juta rupiah) ... 97 Lampiran 5. Tabel input output Kabupaten Banjarnegara tahun 2013 variabel
xiii INTISARI
KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN
KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH
(ANALISIS STRUKTUR INPUT – OUTPUT). 2016. SEVI OKTAFIANA FORTUNIKA (Skripsi dibimbing oleh ENI ISTIYANTI dan SRIYADI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi sektor pertanian pada perekonomian Kabupaten Banjarnegara, keterkaitan dan penyebaran sektor pertanian dengan sektor lainnya, efek angka pengganda (multiplier) dan sektor prioritas dalam perekonomian Kabupaten Banjarnegara. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data Tabel Input-Output transaksi domestik atas harga dasar produsen Kabupaten Banjarnegara tahun 2013 dengan klasifikasi 9 sektor ekonomi dan 5 subsektor pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Sektor pertanian memiliki kontribusi cukup besar pada struktur permintaan (32,62%), output (24,15%), nilai tambah bruto (37,33%) dan ekspor bersih (324,76%) sedangkan pada konsumsi rumah tangga (13,81%) dan investasi (6,30%) berkontribusi rendah. Peranan tertinggi dalam sektor pertanian didominasi oleh subsektor tanaman bahan makanan. 2) Sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan ke depan tertinggi setelah sektor industri, namun nilai keterkaitan ke belakangnya sangat rendah 3) Sektor pertanian memiliki nilai kepekaan penyebaran cukup tinggi namun koefisien penyebarannya sangat rendah. Kepekaan dan koefisien tertinggi dalam sektor pertanian adalah subsektor tanaman bahan makanan 4) Multiplier pendapatan dan tenaga kerja sektor pertanian memiliki nilai tertinggi sedangkan multiplier output berada pada peringkat kedua setelah sektor industri. 5) Sektor prioritas dalam perekonomian Kabupaten Banjarnegara adalah sektor industri pada peringkat pertama, dan sektor pertanian pada peringkat kedua. Subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor prioritas dalam sektor pertanian.
xiv
THE CONTRIBUTION OF AGRICULTURAL SECTOR TO ECONOMY OF BANJAREGARA REGENCY, CENTRAL JAVA PROVINCE
(INPUT –OUTPUT STRUCTURE ANALYSIS)
Sevi Oktafiana Fortunika
Ir. Eni Istiyanti, M.P./ Dr. Ir. Sriyadi, M.P. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRACT
This study aims to know contribution of agricultural sector in the economy of Banjarnegara regency, linkage and diffusion of agricultural sector to the other sectors, multiplier effect, and the priority sector in the economy of Banjarnegara regency. This research used table of Input-Output domestic transaction based on producer prices of Banjarnegara regency in 2013 year with classification of 9 economic sectors and 5 agricultural subsectors. The results showed that 1) The agricultural sector has high contribution to the structure of demand (32.62%), output (24.15%), gross added value (37.33%), and net export (324.76 %) while the consumption of households (13.81%), and investment (6.30%) has lower contribution in the economy of Banjarnegara regency. The highest contribution in the agricultural sector dominated by the food matter crop subsector. 2) The agricultural sector has the highest forward linkage value after the industrial sector, but the backward linkage value is very low. 3) The agricultural sector has the high enough for diffusion sensitivity value but the diffusion coefficient is very low. The highest sensitivity and coefficient in agricultural sector are the food matter crop subsector. 4) Multiplier income and employment in the agricultural sector have the highest value while multiplier output in the second rank after industrial sector. 5) Priority sector in the economy of Banjarnegra regency are the industrial sector in the first rank and the agricultural sector in the second rank. The food matter crop is the priority subsector in the agricultural sector.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan tetapi pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi tidak selamanya diikuti pemerataan secara memadai. Ketimpangan antar daerah seringkali menjadi masalah serius. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan yang cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. (Kuncoro, 2004)
Tabel 1. Kontribusi PDB menurut lapangan usaha tahun 2011-2015 (%)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13,51 13,37 13,36 13,34 13,52 2. Pertambangan dan Penggalian 11,81 11,61 11,01 9,87 7,62 3. Industri Pengolahan 21,76 21,45 21,03 21,01 20,84 4. Pengadaan Listrik dan Gas 1,17 1,11 1,03 1,08 1,14 5. Pengadaan Air, Pengolahan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 0,08 0,08 0,08 0,07 0,07
6. Konstruksi 9,09 9,35 9,49 9,86 10,34
7. Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 13,61 13,21 13,21 13,44 13,29 8. Transportasi dan Pergudangan 3,53 3,63 3,93 4,42 5,02 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 2,86 2,93 3,03 3,04 2,96
10. Informasi dan Komunikasi 3,60 3,61 3,57 3,50 3,53 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 3,46 3,72 3,88 3,87 4,03
12. Real Estat 2,79 2,76 2,77 2,79 2,86
13. Jasa Perusahaan 1,46 1,48 1,51 1,57 1,65
14. Administrasi Pemerintahan, Pertanahan
dan Jaminan Sosial Wajib 3,89 3,95 3,90 3,83 3,91
15. Jasa Pendidikan 2,97 3,14 3,22 3,24 3,37
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,98 1,00 1,01 1,03 1,07
17. Jasa lainnya 1,44 1,42 1,47 1,55 1,65
Nilai Tambah Bruto Atas Harga Dasar 98,01 97,84 97,51 97,51 96,86 Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk 1,99 2,16 2,49 2,49 3,14
Produk Domestik Bruto 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: BPS Nasional 2016
Kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tahun 2015 juga mengalami peningkatan dibanding tahun 2011. Pada tahun 2011 kontribusinya sebesar 13,51%, lalu menurun menjadi 13,37% pada tahun 2012; 13,36% pada tahun 2013; 13,34% pada tahun 2014; kemudian meningkat menjadi 13,52% pada tahun 2015.
Kabupaten Banjarnegara sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah dengan pola perekonomian agraris, dimana sebagian besar masyarakatnya menyandarkan hidupnya dari sektor pertanian. Kondisi ini dapat dilihat dari tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pola seperti ini masih dominan selama kurun waktu lima tahun terakhir. Rata-rata kontribusi sektor pertanian dari tahun 2009–2013 sebesar 35,07% dari total PDRB Kabupaten Banjarengara memberikan dasar yang kuat untuk menyatakan kondisi tersebut.
Tabel 2. Peranan setiap sektor ekonomi dalam perekonomian Kabupaten Banjarnegara tahun 2009 - 2013
Lapangan Usaha Distribusi PDRB per Tahun (%)
2009 2010 2011 2012 2013
Pertanian 36,91 35,85 34,98 34,26 33,33
Pertambangan dan Penggalian 0,53 0,53 0,53 0,52 0,52
Industri 13,59 13,15 13,02 12,83 12,94
Listrik, Gas dan Air Bersih 0,46 0,48 0,49 0,50 0,51
Bangunan 6,75 6,66 6,78 6,85 7,01
Perdagangan 12,70 12,68 12,65 12,67 12,90
Angkutan 4,31 4,51 4,62 4,78 4,81
Bank dan Lembaga Keu Lainnya 5,92 6,11 6,17 6,36 6,69
Jasa-Jasa 18,83 20,03 20,76 21,24 21,29
PDRB 100 100 100 100 100
Selain uraian diatas, hal lain yang dapat dilihat dari penyusunan PDRB Kabupaten Banjarnegara ini adalah indikator pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita dapat dijadikan salah satu indikator tingkat keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah. Perkembangan pendapatan per kapita di Kabupaten Banjarnegara menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Dapat dilihat pada Gambar 1 bahwa dari tahun 2010 sampai tahun 2014 pendapatan per kapita penduduk Banjarnegara terus mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara 2014
Gambar 1. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Banjarnegara tahun 2010-2014
Meski pendapatan per kapita Kabupaten Banjarnegara menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun namun belum bisa bersaing bersama 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Tabel 3 menunjukkan masih terdapat beberapa daerah dengan pertumbuhan ekonomi rendah dimana nilai PDRB per kapita di bawah rata-rata PDRB per kapita provinsi Jawa Tengah, salah satunya adalah Kabupaten Banjarnegara. Pendapatan per kapita Kabupaten Banjarnegara hanya sebesar Rp 3.773.323,87 dibandingkan PDRB Provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar Rp 6.706.874,-.
2,86 2,98 3,11 3,25 3,40
6,64 6,32
8,01 8,9
9,78
0 2 4 6 8 10 12
2010 2011 2012 2013 2014
Berlaku
Konstan
Ju
ta
a
n
ru
p
ia
Tabel 3. PDRB per kapita ADHK 2000 kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2012-2013
KABUPATEN/KOTA PDRB per Kapita (Rp)
2012 2013
Kabupaten
1. Cilacap 8.642.298 9.159.591,51
2. Banyumas 3.257.267 3.470.362,32
3. Purbalingga 3.242.962 3.417.087,18
4. Banjarnegara 3.580.009 3.773.323,87
5. Kebumen 2.743.651 2.870.822,76
6. Purworejo 4.696.898 4.952.069,50
7. Wonosobo 2.690.479 2.832.398,81
8. Magelang 3.725.600 3.926.818,06
9. Boyolali 4.956.965 5.234.268,32
10. Klaten 4.519.987 4.798.378,29
11. Sukoharjo 6.443.494 6.760.254,70
12. Wonogiri 3.513.508 3.682.229,52
13. Karanganyar 7.257.756 7.634.760,19
14. Sragen 3.982.703 4.263.228,25
15. Grobogan 2.671.937 2.800.447,96
16. Blora 2.690.046 2.831.212,10
17. Rembang 4.109.448 4.313.455,39
18. Pati 4.192.387 4.439.323,75
19. Kudus 17.043.990 17.758.354,02
20. Jepara 4.160.398 4.368.753,76
21. Demak 3.026.089 3.157.022,88
22. Semarang 6.426.371 6.748.036,53
23. Temanggung 3.624.492 3.800.080,71
24. Kendal 6.513.515 6.851.443,53
25. Batang 3.584.419 3.764.281,80
26. Pekalongan 4.138.309 4.365.430,88
27. Pemalang 2.967.913 3.141.647,04
28. Tegal 2.815.765 2.991.863,23
29. Brebes 3.435.378 3.621.223,07
Kota
30. Magelang 10.337.809 10.995.188,81
31. Surakarta 11.269.882 11.974.507,10
32. Salatiga 5.736.446 6.050.914,25
33. Semarang 14.845.163 15.623.381,80
34. Pekalongan 8.004.723 8.460.641,97
35. Tegal 5.756.173 6.058.828,10
Jawa Tengah 6.494.368 6.706.874
Tabel 4. Penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2010, 2011 dan 2012
Kabupaten/Kota
Batas
Kemiskinan(Rp/Kap/bln)
Persentase Penduduk Miskin
2010 2011 2012 2010 2011 2012
Kab. Cilacap 206.714 224.530 240.025 18,11 17,15 15,92 Kab. Banyumas 225.546 249.807 271.800 20,20 21,11 19,44 Kab. Purbalingga 210.349 230.461 247.508 24,58 23,06 21,19 Kab. Banjarnegara 173.385 192.303 205.369 19,17 20,38 18,87 Kab. Kebumen 211.495 234.005 250.413 22,71 24,06 22,40 Kab. Purworejo 211.400 235.459 254.314 16,61 17,51 16,32 Kab. Wonosobo 203.216 226.827 242.047 23,16 24,21 22,50 Kab. Magelang 184.053 204.430 218.950 14,14 15,18 13,97 Kab. Boyolali 209.495 223.755 235.399 13,72 14,97 13,88 Kab. Klaten 258.854 275.002 296.530 17,47 17,95 16,71 Kab. Sukoharjo 277.055 240.711 259.184 10,94 11,13 10,16 Kab. Wonogiri 195.080 207.496 221.019 15,68 15,74 14,67 Kab. Karanganyar 216.954 236.093 255.072 13,98 15,29 14,07 Kab. Sragen 206.273 222.267 234.254 17,49 17,95 16,72 Kab. Grobogan 223.560 242.212 260.435 17,86 17,38 16,14 Kab. Blora 190.356 206.016 221.088 16,27 16,24 15,11 Kab. Rembang 217.846 240.859 261.156 23,41 23,71 21,88 Kab. Pati 244.149 264.372 288.271 14,48 14,69 13,61 Kab. Kudus 237.643 256.745 276.317 9,02 9,45 8,63 Kab. Jepara 224.737 242.963 263.266 10,18 10,32 9,38 Kab. Demak 228.774 254.441 276.041 18,76 18,21 16,73 Kab. Semarang 206.308 227.471 244.762 10,50 10,30 9,40 Kab. Temanggung 178.814 198.888 212.487 13,46 13,38 12,32 Kab. Kendal 216.545 234.475 253.276 14,47 14,26 13,17 Kab. Batang 169.256 184.592 195.983 14,67 13,47 12,40 Kab. Pekalongan 228.674 249.958 270.026 16,29 15,00 13,86 Kab. Pemalang 216. 365 235.316 251.986 19,96 20,68 19,28 Kab. Tegal 204.093 222.700 239.207 13,11 11,54 10,75 Kab. Brebes 239.086 261.160 281.601 23,01 22,72 21,12 Kota Magelang 258.921 280.877 313.250 10,51 11,06 10,31 Kota Surakarta 306.584 326.233 361.517 13,96 12,90 12,01 Kota Salatiga 241.223 254.726 277. 039 8,28 7,80 7,11 Kota Semarang 246.195 272.996 297.848 5,12 5,68 5,13 Kota Pekalongan 251.952 270.663 294.586 9,37 10,04 9,47 Kota Tegal 270.788 280.349 305.818 10,62 10,81 10,04 Jawa Tengah 217.327 - 233.769 16,11 16,21 14,98
Berdasarkan Tabel 3, Kabupaten Banjarnegara memiliki PDRB per kapita masih di bawah rata-rata PDRB per kapita Jawa Tengah mengindikasikan bahwa pembangunan ekonomi Banjarnegara masih belum berhasil. Kabupaten Banjarnegara juga diindikasikan termasuk kabupaten miskin dibandingkan kabupaten lain di Provinsi Jawa Tengah. Persentase penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah menurut wilayah ditunjaukkan pada Tabel 4.
Pada Tabel 4, Kabupaten Banjarnegara memiliki batas kemiskinan sebesar 205.369 (Rp/kap/bln). Persentase penduduk miskin Kabupaten Banjarnegara sebesar 18,87% pada tahun 2012 lebih besar dibandingkan presentase Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 14,98% dan persentase nasional yaitu sebesar 11,66% (BPS 2013). Data tersebut membuktikan bahwa tujuan dari pembangunan ekonomi di Kabupaten Banjarnegara belum sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan pembangunan ekonomi yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Banjarnegara.
atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat dilihat. Berdasarkan keterkaitan tersebut akan dapat diperoleh sektor pemimpin atau leading sector sehingga dapat dilakukan kebijakan terhadap sektor tersebut.
Oleh karena itu, kajian mengenai peran sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Banjarnegara diperlukan mengingat peran sektor pertanian di Kabupaten Banjarnegara sebagai pembentuk terbesar PDRB dan penyerap tenaga kerja terbesar. Peran sektor pertanian yang perlu diketahui dalam permasalahan di atas mencakup keterkaitan antar sektor, dampak pengganda dan penyebaran dari sektor pertanian sehingga dapat dibentuk kebijakan pembangunan dalam sektor pertanian yang tepat untuk Kabupaten Banjarnegara agar pertumbuhan ekonominya dapat meningkat.
B. Tujuan
Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis peran sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten
Banjarnegara
2. Menganalisis hubungan keterkaitan sektor pertanian dengan sektor-sektor lainnya di Kabupaten Banjarnegara
3. Menganalisis dampak penyebaran sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Banjarnegara
4. Menganalisis multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Banjarnegara
C. Kegunaan
10
II. KERANGKA PRNDEKATAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam ekonomi pembanguan perlu dibedakan antara pembanguan ekonomi (economic development) dengan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pembangunan ekonomi mencakup adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat atau GDP (Gross Domestic Product) dimana kenaikannya diikuti oleh perombakan dan moderenisasi serta memperhatikan aspek pemerataan pendapatan (income equity). Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya atau tidak.
Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian sebagai berikut :
a. Menurut Adam Smith pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana 2000).
c. Sadono Sukirno (2000) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan pendapatan per kapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang.
d. Menurut Michael P. Todaro pembangunan diartikan sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan/akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Suryana 2000).
Pembangunan ekonomi juga berkaitan dengan pendapatan per kapita dan pendapatan nasional. Pendapatan per kapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan per kapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah.
2. Sektor Pertanian
Sektor pertanian dalam arti luas terbagi menjadi lima subsektor yaitu, tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Sektor pertanian tidak hanya terbatas pada masalah pangan, melainkan meliputi komoditi yang dihasilkan dari kelima subsektor tersebut. Menurut Dumairy (1996) penjelasan beberapa subsektor pertanian adalah sebagai berikut: Subsektor tanaman pangan sering juga disebut subsektor pertanian rakyat karena biasanya diusahakan oleh rakyat, bukan perusahaan atau pemerintah. Subsektor ini mencakup komoditas-komoditas bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kedelai serta sayur-sayuran dan buah-buahan.
oleh perusahaan perkebunan yang sudah berbadan hukum. Tanaman perkebunan besar sebagian besar sama dengan perkebunan rakyat yang meliputi karet, kelapa sawit, teh, kopi, tembakau, coklat, tebu dan masih banyak lagi.
Subsektor kehutanan terdiri atas tiga macam kegiatan yaitu penebangan kayu, pengambilan hasil hutan lain dan perburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu-kayu gelondongan, kayu bakar, arang dan bambu. Hasil hutan lain meliputi damar, rotan, getah kayu, kulit kayu, serta berbagai macam akar-akarandan umbi kayu. Kegiatan perburuan menghasilkan binatang-binatang liar seperti rusa, penyu, ular, buaya dan termasuk juga madu.
Subsektor peternakan mencakup kegiatan beternak itu sendiri dan pengusahaan hasil-hasilnya. Subsektor ini meliputi produksi ternak-ternak besardan kecil, telur, susu segar, wool dan hasil pemotongan hewan.
Subsektor perikanan meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan umum, kolam, tambak, sawah, keramba, serta pengolahan sederhana atas produk perikanan (pengasinan dan pengeringan). Berdasarkan segi teknis pengusahaannya, subsektor ini dibedakan atas tiga macam sektor yaitu, perikanan laut, darat, dan penggaraman. Subsektor ini tidak hanya mencakup komoditas ikan melainkan juga udang, kepiting, ubur-ubur dan semacamnya.
3. Peran Sektor Pertanian Dalam Perekonomian
terakhir. Kondisi seperti ini memberikan kenyataan bahwa sektor pertanian masih merupakan bagian dari sumber daya pembangunan yang potensial untuk dijadikan sebagai sektor strategis perencanaan pembangunan nasional maupun perencanaan pembangunan ditingkat regional atau daerah saat ini dan kedepan, melalui program pembangunan jangka pendek, menengah, maupun dalam program pembangunan jangka panjang (Anugrah dan Ma’mun, 2003).
Konsep dasar dari pentingnya pertanian sebagai sektor pemimpin di dalam pembangunan ekonomi dapat dilihat dalam pernyataan Simatupang dan Syafa’at
(2000) dalam Tambunan (2003) sebagai berikut: Sektor andalan perekonomian adalah sektor yang memiliki ketangguhan tinggi. Sektor andalan merupakan tulang punggung (backbone) dan mesin penggerak perekonomian (engine of growth) sehingga dapat pula disebut sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin
(leading sector) perekonomian nasional. Menurut mereka, ada lima syarat yang harus dilihat sebagai kriteria dalam mengevaluasi pertanian sebagai sektor kunci dalam perekonomian nasional. Kelima syarat tersebut adalah strategis, tangguh, artikulatif, progresif, dan responsif.
4. Pendekatan Sektoral dalam Pembangunan Ekonomi
Pendekatan sektoral adalah seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan yang dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan dimana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut. Misalnya untuk menganalisis sektor pertanian, sektor tersebut dapat dibagi atas subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan, subsektor perikanan. Masing-masing subsektor dapat diperinci lagi atas dasar komoditi. Analisis atas masing-masing komoditi lebih mudah baik dari aspek produksi maupun aspek pemasaran.
Analisis sektoral tidak berarti satu sektor dengan sektor yang lain terpisah total dalam analisis. Salah satu pendekatan sektoral yang sekaligus melihat kaitan pertumbuhan antara satu sektor dengan sektor lainnya dan sebaliknya, dikenal dengan analisis input output. Analisis input output ini baru bisa digunakan apabila tabel input output untuk suatu daerah sudah tersedia.
5. Analisis Input – Output
oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Selain itu, pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral, sedangan sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer.
Konsep dasar model I-O Leontief didasarkan atas: (1) Struktur perekonomian tersusun dari berbagai sektor (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui transaksi jual beli. (2) Output suatu sektor dijual kepada sektor lainnya untuk memenuhi permintaan akhir rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal dan ekspor. (3) Input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga dalam bentuk jasa dan tenaga kerja, pemerintah dalam bentuk pajak tidak langsung, penyusutan, surplus usaha dan impor. (4) Hubungan input-output bersifat linier. (5) Dalam suatu kurun waktu analisis, biasanya satu tahun, total input sama dengan total output. (6) Suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan.
Terdapat beberapa kegunaan atau manfaat dari analisis Input-Output (Tarigan 2006), antara lain :
2. Dapat digunakan untuk mengetahui daya menarik (backward linkages) dan daya mendorong (forward linkages) dari setiap sektor sehingga mudah menetapkan sektor mana yang dijadikan sebagai sektor strategis dalam perencanaan pembangunan perekonomian wilayah.
3. Dapat meramalkan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan tingkat kemakmuran, seandainya permintaan akhir dari beberapa sektor dikethui akan meningkat. Hal ini dapat dianalisis melalui kenaikan input antara dan kenaikan input primer yang merupakan nilai tambah.
4. Sebagai salah satu analisis yang penting dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah karena bisa melihat permasalahan secara komprehensif. 5. Dapat digunakan sebagai bahan untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja dan
modal dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah, seandainya input-nya diinput-nyatakan dalam bentuk tenaga kerja atau modal.
Model I-O didasarkan atas beberapa asumsi. Asumsi itu diantaranya adalah: 1. Homogenitas, berarti suatu komoditas hanya dihasilkan secara tunggal oleh suatu
sektor dengan susunan yang tunggal dan tidak ada substitusi output diantara berbagai sector.
2. Linieritas, ialah prinsip dimana fungsi produksi bersifat linier dan homogen. artinya perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang proporsional.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka tabel I-O sebagai model kuantitatif memiliki keterbasan, yakni bahwa koefisien input ataupun koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) selama periode analisis atau proyeksi. Karena koefisien teknis dianggap konstan, maka teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi pun dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output.
Tabel 5. Tabel Input – Output
Output Sektor Produksi Permintaan Akhir
Output Total
Input 1 2 ... N
Sektor Produksi
1 Z11 Z12 ... Z1n Y1 X1
2 Z21 Z22 ... Z2n Y2 X2
. . . ... . . .
. . . ... . . .
N Zn1 Zn2 ... Znn Yn Xn
Input Primer V V1 V2 ... Vn
Input Total X X1 X2 ... Xn
Sumber: Daryanto dan Hafizryanda, 2012
Tabel 5 di atas juga menjelaskan tabel input output yang terbagi menjadi empat kuadran. Pengertian dari masing-masing kuadran sebagai berikut:
a. Kuadran I
b. Kuadran II
Kuadran II menunjukkan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor. Total permintaan akhir merupakan penjumlahan total dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor.
c. Kuadran III
Kuadran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah/gaji), surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.
d. Kuadran IV
Merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.
Masing-masing matriks selengkapnya dapat ditulis :
[
]
[ ] [ ]
[
]
Berdasarkan Tabel 5 total output dari sektor i dapat dituliskan sebagai berikut: Xi = zi1 + zi2 + zi3 . . . + zin + Y1...[1.1]
Jika dibaca menurut baris maka secara umum persamaannya dapat dirumuskan menjadi:
∑ untuk i = 1,2,3 dan seterusnya...[1.2] dimana Zij adalah banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh
sektor j dan Yi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah
output sektor i.
Jika dibaca menurut kolom maka secara umum persamaannya dapat dirumuskan menjadi
∑ untuk j = 1,2,3 dan seterusnya...[1.3] dimana Zij adalah banyaknya output sektor j yang digunakan sebagai input oleh
sektor j dan Vj adalah input primer sektor j serta Xj adalah jumlah output sektor j.
Dari persamaan [1.1] dapat diitroduksikan suatu koefisien input teknik aij
...[1.4]
Koefisien ini berarti sebagai jumlah input sektor i yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output sektor j. Jika jumlah sektor sebanyak n, seluruh koefisien input aij dapat dinyatakan dalam sebuah matriks A sebagai berikut,
[
]
Matriks A sering disebut matriks koefisien input atau matriks teknologi. Selanjutnya persamaan [1.4] dapat juga diubah menjadi : zij = aij Xj, dengan
ketentuan bahwa Xj=Xi, maka jika sisi kanan persamaan [1.1] semuanya
dipindahkan ke kiri kecuali Y, akan diperoleh sebuah sistem persamaan yang dituliskan dalam notasi matriks sederhana sebagai berikut:
(I-A) X = Y ...[1.5] yang mana I adalah matriks identitas berukuran n x n, A merupakan matriks koefisien input, sedangkan X dan Y masing-masing menunjukkan vektor kolom matriks outpur dan permintaan akhir. Persamaan [1.5] dapat diubah bentuknya menjadi :
X = (I-A)-1Y
A. Penelitian Terdahulu
Fadhillah (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Sektor
Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Temanggung” menggunakan tabel I-O tahun 2011 klasifikasi 43 sektor. Analisis yang dilakukan meliputi analisis keterkaitan, penyebaran, dampak pengganda, dan analisis sektor prioritas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Sektor pertanian memiliki peran besar dalam pembentukan output, total permintaan, ekspor, dan nilai tambah bruto. 2) Sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang tertinggi pada subsektor padi 3) Sektor pertanian memiliki daya penyebaran tertinggi pada subsektor kopi dan tembakau 4) Multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor pertanian berada di bawah sektor industri pengolahan. 5) Sektor prioritas dalam perekonomian Kabupaten temanggung adalah sektor tembakau, kopi, industri penggilingan padi, roti dan kue kering, kerupuk dan keripik, batu bata, jasa akomodasi, restoran, dan jasa lainnya.
provinsi Kalimantan Tengah serta bagaimana pula dengan peran sektor kehutanan baik HPH maupun industri kehutanan tersebut terhadap masyarakat sekitarnya baik dalam hal pengembangan ekonomi, penyerapan tenaga kerja ataupun eksternalitas yang ditimbulakan. Untuk kontribusi sektor kehutanan terhadap struktur permintaan dan penawaran cukup besar yaitu berada pada urutan ketiga, peringkat keempat pada output sektoral dan menempati peringkat keempat untuk investasi serta peringkat kedua pada struktur tenaga kerja.
Penelitian Slamet (2015) berjudul Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (Analisis Input-Output Daerah Istimewa Yogyakarta Untuk Komoditas Tebu) menunjukkan bahwa: (1) Dibandingkan dengan komoditas pertanian lain, tebu bukan merupakan sektor unggulan di Daerah Istimewa Yogyakarta. (2) Dilihat dari rangking pengganda output, pengganda pendapatan, dan nilai pengganda nilai tambah tebu cenderung meningkat dari tahun 1995 dan 2000. (3) Kontribusi tebu terhadap peningkatan perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta relatif lebih baik dari tahun ke tahun. (4) Dengan pengelolaan yang baik, tebu potensial untuk menjadi sektor yang mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Yogyakarta.
konsumsi rumah tangga (8,63%), investasi (5,50%), dan ekspor bersih (8,50%) berkontribusi rendah. Struktur pengeluaran pemerintah secara keseluruhan dialokasikan untuk sektor jasa-jasa. Rendahnya kontribusi sektor pertanian pada struktur konsumsi rumah tangga dan ekspor bersih disebabkan sebagian besar output sektor pertanian digunakan sebagai input sektor lainnya khususnya sektor agroindustri. Kontribusi sektor agroindustri di Provinsi Jawa Timur tinggi pada beberapa struktur perekonomian kecuali investasi dan pengeluaran pemerintah. Namun, kontribusi sektor agroindustri dan pertanian pada struktur investasi rendah. Sektor pertanian yang termasuk sektor unggulan adalah ayam, domba dan kambing serta ikan darat dan hasil perikanan darat. Hal tersebut disebabkan sektor tersebut memiliki nilai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward linkage) yang tinggi. Sebagian besar sektor pertanian mempunyai angka pengganda pendapatan rumah tangga yang tinggi. Sektor ikan darat dan hasil perikanan darat mempunyai keunggulan dibandingkan dengan kedua sektor unggulan tersebut yaitu mempunyai angka pengganda output dan pendapatan rumah tangga yang tinggi.
listrik, gas dan air bersih, sektor yang paling berpengaruh dalam peningkatan pendapatan (income) bagi sektor lainnya adalah sektor jasa-jasa dan lainnya dan sektor yang paling berpengaruh dalam peningkatan kesempatan kerja (employment) bagi sektor-sektor lain yaitu sektor pertanian. Sektor yang paling banyak menikmati hasil dari adanya perubahan struktur ekonomi yang terjadi adalah sektor industri pengolahan. Dari hasil analisis yang telah dilakukan bahwa sektor yang paling berpengaruh positif terhadap sektor-sektor lainnya di Provinsi Jawa Timur dalam analisis angka pengganda (multiplier effect) dan pada analisis perubahan output yaitu sektor industri pengolahan.
Penelitian Khoyanah bersama dengan Bakee dan Yusri (2015) berjudul “Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Rokan Hilir: Analisis Struktur Input-Output”. Hasil analisis struktur output-input sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Rokan Hilir menunjukkan bahwa peranan sektor pertanian masih dominan dibanding dengan sektor lainnya baik dari sisi output maupun input. Sektor pertanian yang memberikan kontribusi tertinggi yaitu sektor perikanan, sektor perkebunan dan sektor kehutanan. Dilihat dari sisi output, peranan sektor pertanian didorong oleh investasi, ekspor dan output antara. Investasi tertinggi diberikan oleh sektor perikanan. Dilihat dari sisi input, komponen pembentukan ekonomi sektor pertanian lebih didorong oleh surplus usaha, upah dan gaji serta input antara. Sektor pertanian yang memberikan kontribusi tertinggi terhadap surplus usaha adalah sektor perikanan.
analisis digunakan adalah tabel input output dengan tahun yang disesuaikan dengan ketersediaan data disetiap daerah. Teknik analisis juga disesuaikan dengan tujuan penelitian dan objek penelitian. Teknik analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan suatu dengan sektor lainnya. Teknik analisis penyebaran digunakan untuk melihat distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya. Teknik analisis multiplier effect (dampak angka pengganda) digunakan untuk melihat apa yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen yang dinyatakan sebagai transaksi antara (permintaan antara) apabila terjadi perubahan variabel-variabel eksogen, seperti permintaan akhir (konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor) di dalam perekonomian. Sedangkan teknik analisis leading sector digunakan untuk melihat sektor mana yang menjadi prioritas yang mampu
mempromosikan pembangunan secara keseluruhan. Secara umum tabel input output dapat menjelasakan peran masing-masing sektor, subsektor atau bahkan pada tingkat terkecil seperti komoditas.
B. Kerangka Pemikiran
Sektor pertanian memiliki potensi besar dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu wilayah yaitu dalam menggerakan roda perekonomian sektor lain, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, mengurangi kesenjangan pendapatan, dan sebagai sumber ketahanan pangan. Besarnya potensi tersebut seharusnya didukung dengan kebijakan pembangunan yang tepat pada sektor pertanian.
Kabupaten Banjarnegara sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah dengan pola perekonomian agraris. Selain sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian utama rakyat Kabupaten Banjarnegara, sektor pertanian juga merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Banjarnegara. Kondisi ini menunjukan bahwa pentingnya perhatian dan pengembangan terhadap sektor pertanian di Kabupaten Banjarnegara, sehingga pada penelitian ini peneliti akan menganalisis peran sektor pertanian terhadap Kabupaten Banjarnegara dengan menggunakan tabel input– output Kabupaten Banjarnegara tahun 2013.
Peran sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Banjarnegara akan dianalisis dengan melihat keterkaitan antar sektor, dampak penyebaran dan kepekaan sektor pertanian, analisis dampak pengganda dan analisis leading sector. Analisis keterkaitan akan di lihat melalui keterkaitan ke depan dan ke
Keterangan:
[image:42.595.93.532.103.619.2]- - - Ruang Lingkup Penelitian Sumber Analisis
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Perekonomian Kabupaten Banjarnegara
Sektor Pertanian
Peran Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Kabupaten Banjarnegara
(Analisis Input-Output)
Keterkaitan Sektor Pertanian Dengan Sektor
Lain
Dampak Penyebaran Sektor Pertanian Dengan
Sektor Lain
Besarnya Efek Multiplier Output dan Pendapatan
Sektor Petanian
Analisis Keterkaitan Analisis Dampak
Penyebaran Analisis Multiplier
Peran Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Kabupaten Banjarnegara
Pembangunan Kabupaten Banjarnegara Dengan Sektor Pertanian
29
III. METODE PENELITIAN
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan informasi informasi apa adanya sesuai variabel-variabel yang diteliti. Penelitian semacam ini sering dilakukan oleh pejabat-pejabat guna mengambil kebijakan atau keputusan untuk melakukan tindakan-tindakan dalam melakukan tugasnya (Mardalis, 2004).
A. Metode Pengambilan Daerah Penelitian
Pengambilan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Banjarnegara merupakan daerah dengan perekonomian agraris serta kontribusi terbesar PDRB Kabupaten Banjarnegara berasal dari sektor pertanian.
B. Jenis dan Sumber Data
Tabel 6. Klasifikasi 9 sektor Kabupaten Banjarnegara tahun 2013 No. Klasifikasi 9 Sektor
1 Pertanian
2 Pertambangan dan penggalian 3 Industri
4 Listrik, gas dan air bersih 5 Bangunan
6 Perdagangan 7 Angkutan
8 Bank dan lembaga keuangan lainnya 9 Jasa-jasa
Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara 2013
Dari 9 sektor tersebut, sektor pertanian didisagregasikan menjadi 5 subsektor yang dimaksudkan untuk mempertajam hasil analisis dalam sektor pertanian. Klasifikasi 5 subsektor dari sektor pertanian Kabupaten Banjarnegara tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Klasifikasi 5 subsektor dari sektor pertanian Kabupaten Banjarnegara tahun 2013
No. Klasifikasi 5 Subsektor 1 Tanaman Bahan Makanan 2 Tanaman Perkebunan 3 Peternakan
4 Kehutanan 5 Perikanan
Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara 2013 C. Asumsi dan Pembatasan Masalah
1. Asumsi
Pada penelitian ini diasumsikan tabel input-output mewakili seluruh penggunaan barang dan jasa di masing-masing sektor serta pola produksi yang dihasilkan oleh Kabupaten Banjarnegara.
2. Pembatasan Masalah
b. Agregasi sektor ekonomi yang digunakan sesuai dengan tabel input-output yaitu sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri; listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan; angkutan; bank dan lembaga keuangan lainnya dan jasa-jasa, sedangkan disagregasi subsektor ekonomi hanya pada sektor pertanian, yaitu subsektor tanaman bahan makanan; tanaman perkebuan; peternakan; kehutanan dan perikanan.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Input adalah seluruh barang dan jasa yang diperlukan oleh suatu sektor dalam kegiatan produksinya.
2. Output merupakan seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu sektor ekonomi pada suatu negara/wilayah.
3. Input antara mencakup penggunaan berbagai barang dan jasa oleh suatu sektor dalam kegiatan produksi. Dalam model Input-Output, penggunaan input antara diterjemahkan sebagai keterkaitan antarsektor dan dinotasikan dengan Zij yang dapat dibaca untuk menghasilkan produksi sektor j
dibutuhkan input antara yang berasal dari sektor i sebanyak Zij
5. Input primer merupakan balas jasa atas penggunaan faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Komponen input primer terdiri dari: 1) Upah dan gaji: semua balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja terlibat dalam proses produksi, baik berupa uang maupun barang dan jasa. 2) Surplus usaha: merupakan selisih dari nilai tambah bruto dengan upah, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Surplus usaha juga didefinisikan sebagai balas jasa atas kepemilikan modal. 3) Penyusutan: merupakan nilai dari penurunan nilai barang modal tetap yang dipakai dalam proses produksi. 4) Pajak tak langsung neto: merupakan selisih dari pajak tak langsung dengan subsidi. Komponen dari pajak tak langsung terdiri dari pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya.
6. Permintaan akhir adalah permintaan terhadap barang dan jasa yang digunakan untuk kegiatan konsumsi bukan digunakan dalam proses produksi. Komponennya terdiri dari: pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor.
8. Komponen dari pengeluaran konsumsi pemerintah adalah semua pengeluaran barang dan jasa untuk kegiatan administrasi pemerintah dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
9. Pembentukan modal tetap terdiri dari pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dalam negeri maupun impor, termasuk barang bekas dari luar negeri. Dalam tabel I-O, komponen pembentukan barang modal hanya menggambarkan komposisi barang modal yang dihasilkan oleh sektor produksi.
10. Perubahan stok adalah selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok pada awal tahun. Stok biasanya diatur oleh produsen dan merupakan hasil produksi yang belum dijual ke konsumen.
11. Ekspor dan Impor adalah transaksi barang dan jasa antar penduduk dalam suatu wilayah maupun antar penduduk di wilayah lain. Beberapa transaksinya terdiri dari pembelian langsung di dalam wilayah oleh penduduk wilayah lain dan pembelian langsung diluar wilayah oleh penduduk suatu wilayah.
12. Tabel input output adalah suatu tabel dalam bentuk matriks yang menggambarkan hubungan keterkaitan antar berbagai sektor dalam suatu wilayah. Terdapat beberapa output dari hasil analisis tabel input output, yaitu analisis keterkaitan antarsektor (lingkages), analisis dampak dan analisis angka pengganda (multiplier effect).
untuk melihat keterkaitan ke belakang sektor ekonomi digunakan indeks daya penyebaran.
14. Keterkaitan ke depan (forward linkages), adalah keterkaitan suatu sektor yang menghasilkan output untuk digunakan sebagai input bagi sektor lain. Ukuran untuk melihat keterkaitan ke depan sektor ekonomi digunakan indeks derajat kepekaan.
15. Leading Sektor atau yang dikenal sebagai sektor pemimpin adalah sektor yang memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya sehingga menjadi penggerak perekonomian dan pembangunan wilayah dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Sektor ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, sektor bangunan, sektor angkutan, sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, dan sektor jasa-jasa.
E. Teknik Analisis
perekonomian dengan melihat dari analisis keterkaitan, dampak penyebaran, analisis multiplier serta analisis sektor prioritas.
Penggunaan model input-output dalam penelitian ini didasarkan atas kemampuan model tersebut dalam memaparkan interaksi antar pelaku ekonomi secara langsung dan tidak langsung sehingga hubungan timbal balik antar sektor dalam perekonomian suatu wilayah dapat diukur.
1. Analisis Keterkaitan
Backward linkages (kaitan ke belakang) dan forward linkages (kaitan ke
depan) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan suatu sektor/subsektor terhadap sektor–sektor lain dalam perekonomian. Kaitan ke belakang merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan suatu sektor/ subsektor terhadap sektor–sektor lain yang menyumbang input kepadanya. Kaitan ke depan merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan antara suatu sektor/ subsektor yang menghasilkan output, untuk digunakan sebagai input bagi sektor – sektor yang lain.
a. Keterkaitan Langsung ke Depan
∑
Keterangan:
FL = Forward Linkage
aij= unsur matriks koefisien teknis
b. Keterkaitan Langsung ke Belakang
Menunjukkan akibat dari suatu sektor/subsektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor-sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Dapat dirumuskan sebagai berikut:
∑
Keterangan:
BL = Backward Linkage
aij = unsur matriks koefisien teknis
c. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan
Menunjukkan akibat dari suatu sektor/subsektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor-sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.
∑
Keterangan:
F (d+1)i = forward direct and indirect linkages
d. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang
Menunjukkan akibat dari suatu sektor/subsektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.
∑
Keterangan:
B (d+1)i = backward direct and indirect linkages
aij = unsur matriks kebalikan Leontief
2. Analisis Penyebaran
a. Koefisien Penyebaran
Konsep ini berguna untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor/subsektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya.
∑ ∑ ∑
Dimana:
Pdj = Koefisien penyebaran sektor j
αij = Unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka n = Jumlah sektor
Apabila:
b. Koefisien Penyebaran
Konsep ini dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor/subsektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini.
∑ ∑∑
Dimana:
Sdj = Kepekaan penyebaran sektor i
αij = Unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka n = Jumlah sektor
Apabila:
Sdj> 1, sektor j mempunyai koefisien penyebaran yang tinggi Sdj< 1, sektor j mempunyai koefisien penyebaran yang rendah
3. Analisis Dampak Angka Pengganda
Analisis Dampak Angka Pengganda (Multiplier Effect) mencoba melihat apa yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen yang dinyatakan sebagai transaksi antara (permintaan antara) apabila terjadi perubahan variabel-variabel eksogen, seperti permintaan akhir (konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor) di dalam perekonomian. Pengaruh dari perubahan ini dapat dilihat pada hasil produksi (output multiplier), pendapatan rumah tangga (income multiplier) maupun jumlah tenaga kerja (employment multiplier).
a. Analisis Dampak Permintaan Akhir Terhadap Output
tergantung dari jumlah permintaan akhirnya. Output dapat diperoleh dengan rumus:
( )
Rumusan ini sekaligus mencerminkan bahwa pembentukan output (X) dipengaruhi oleh permintaan akhir (F - M) atau Fd. Output yang terbentuk
sebagai akibat dari dampak seluruh permintaan akhir (XFT) akan sama dengan
output yang terbentuk sebagai akibat permintaan akhir domestik (XFD). Dalam
banyak analisis, yang lebih sering digunakan adalah XFD. Penggunaan
persamaan tersebut antara lain adalah untuk menghitung porsi output yang terbentuk sebagai dampak dari masing-masing komponen permintaan akhir dan memperkirakan output yang terbentuk akibat dampak permintaan akhir yang diproyeksikan.
Bentuk kedua persamaan output yang masih bersifat umum tersebut dapat dirinci menjadi beberapa formula sesuai dengan banyaknya komponen permintaan akhir yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga (301), pengeluaran konsumsi pemerintah (302), pembentukan modal tetap bruto atau investasi swasta (303), perubahan stok (304) dan ekspor barang dan jasa (305). Untuk itu dampak yang ditimbulkan akibat adanya investasi swasta terhadap output di berbagai sektor, dapat dihitung dengan formulasi:
X303 = (I - Ad)-1Fd303
Dimana:
b. Analisis Dampak Permintaan Akhir Nilai Tambah Bruto (Income
Multiplier)
Nilai tambah bruto adalah input primer yang merupakan bagian dari input secara keseluruhan. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan dalam penysunan tabel IO, maka hubungan antara nilai tambah bruto dengan output bersifat linier. Artinya, kenaikan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan dan penurunan input primer (nilai tambah bruto). Hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan matematika sebagai berikut :
V = ṽ X Dimana :
V = matriks nilai tambah bruto
ṽ = matrik diagonal koefisien nilai tambah bruto X = (I-A)-1F.
c. Analisis Dampak Permintaan Akhir Terhadap Tenaga Kerja
Sesuai dengan asumsi dasar model I-O, maka tenaga kerja memiliki hubungan linier dengan output. Hal ini berarti bahwa naik turunnya output di suatu sektor akan berpengaruh terhadap naik turunnya jumlah tenaga kerja di sektor tersebut. Hubungan antara tenaga kerja dengan output dapat dirumuskan sebagai berikut:
L = L X Di mana:
X = (I - Ad)-1Fd
Sehingga persamaan kebutuhan tenaga kerja akibat permintaan akhir sebagai berikut:
4. Analisis Leading Sector
Penjelasan tentang leading sector atau disebut sektor kunci yang telah diungkapkan sebelumnya, merupakan sektor yang mempunyai keterkaitan terbesar. Strategi pembangunan yang didasarkan pada leading sector tersebut merupakan peluang untuk mempromosikan pembangunan secara keseluruhan. Sektor yang mempunyai keterkaitan tinggi biasanya akan menghasilakn multiplier yang juga relatif tinggi. Oleh karena itu dalam studi ini, metode untuk menentukan leading sector akan mengacu pada Cohrane (1990) dalam Daryanto (1995. Menurut Cohrane, suatu sektor yang memiliki keterkaitan yang relatif kuat muncul ketika multipliernya juga relatif besar dan termasuk dalam tiga terbesar (Filsafatun, 2015).
Berdasarkan, pendapat Cohrane tersebut maka untuk menentukan leading sector selain meranking keterkaitan antar sektor juga meranking nilai
multipliernya dan kemudian kedua ranking tersebut dijumlahkan. Perangkingan dimulai dari nilai keterkaitan dan atau multiplier yang terbesar, artinya ranking 1 (satu) merupakan sektor yang memiliki nilai keterkaitan dan atau multiplier yang terbesar. Perankingan tersebut menunjukkan bahwa sektor yang memiliki nilai rank terkecil merupakan sektor pemimpin atau leading sector wilayah tersebut.
43
IV. GAMBARAN UMUM
A. Kondisi Geografis dan Administrasi
Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7⁰12’–7⁰31’ Lintang Selatan dan 109⁰29’–109⁰45’50” Bujur Timur. Berada pada jalur pegunungan di bagian tengah Provinsi Jawa Tengah sebelah barat yang membujur dari arah barat ke timur. Batas wilayah administrasi Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut: (a) Sebelah Utara: Kab. Pekalongan dan Kab. Batang, (b) Sebelah Timur: Kab. Wonosobo, (c) Sebelah Selatan: Kab. Kebumen, (d) dan Sebelah Barat: Kab. Purbalingga dan Kab. Banyumas.
[image:57.595.158.468.383.621.2]Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara 2015 Gambar 3. Peta wilayah Kabupaten Banjarnegara
Rukun Warga (RW). Kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan Banjarnegara dan Kalibening yang terealisasi pada tanggal 1 Juni 2004, yaitu Kecamatan Pagedongan dan Kecamatan Pandanarum. Lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Jumlah desa/kelurahan dan luas wilayah Kabupaten Banjarnegara menurut kecamatan tahun 2010
Kecamatan Jumlah Desa/
Kelurahan Luas (Ha)
Prosentase Terhadap Luas Kabupaten (%)
1. Susukan 15 5.265,67 4,92
2. Purworejo Klampok 8 2.186,67 2,04
3. Mandiraja 16 5.261,58 4,92
4. Purwonegoro 13 7.386,53 6,91
5. Bawang 18 5.520,64 5,16
6. Banjarnegara 13 2.624,20 2,45
7. Pagedongan 9 8055,24 7,53
8. Sigaluh 15 3.955,95 3,70
9. Madukara 20 4.820,15 4,51
10. Banjarmangu 17 4.635,61 4,33
11. Wanadadi 11 2.827,41 2,64
12. Rakit 11 3.244,62 3,03
13. Punggelan 17 10.284,01 9,61
14. Karangkobar 13 3.906,94 3,65
15. Pagentan 16 4.618,98 4,32
16. Pejawaran 17 5.224,97 4,88
17. Batur 8 4.717,10 4,41
18. Wanayasa 17 8.201,13 7,67
19. Kalibening 16 8.377,56 7,83
20. Pandanarum 8 5.856,05 5,47
Jumlah 278 106.971,01 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara 2010
B. Bentuk Alam dan Topografi
Bila ditinjau dari bentuk tata alam dan penyebaran geografis, maka Kabupaten Banjarnegara dapat digolongkan dalam tiga wilayah yaitu:
[image:58.595.124.525.254.577.2]Kalibening, Karangkobar, Pagentan, Pejawaran, Batur, Madukara, Banjarmangu dan Punggelan;
b. Bagian tengah, terdiri wilayah dengan relief yang datar merupakan lembah sungai Serayu yang subur mencakup sebagian wilayah Kecamatan Banjarnegara, Madukara, Bawang, Purwonegoro, Mandiraja, Purworejo Klampok, Susukan, Rakit, Wanadadi dan Banjarmangu;
c. Bagian selatan, terdiri dari wilayah dengan relief yang curam merupakan bagian dari pegunungan Serayu meliputi Kecamatan Banjarnegara, Bawang, Purwonegoro, Mandiraja Purworejo Klampok dan Susukan.
Kabupaten Banjarnegara mempunyai ketinggian yang bervariasi, meskipun kebanyakan berada pada ketinggian 100 m dpl karena letaknya yang berada pada jalur pegunungan; yang sebagian besar berada pada ketinggian 100–500 mdpl (37,04%); 500–1.000 mdpl (28,74%); dan >1.000 mdpl (24,4%); sedangkan wilayah dengan ketinggian kurang dari 100 mdpl hanya seluas 9,82% saja. Adapun ketinggian topografi setiap daerah di Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut :
1. Kurang dari 100 mdpl meliputi luas 9,82 % dari luas wilayah Kabupaten yang meliputi Kecamatan Susukan, Purworejo Klampok, Mandiraja, Purwonegoro dan Bawang.
3. Antara 500-1.000 mdpl, meliputi luas 28,74% dari luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, yang meliputi Kecamatan Banjarmangu, Sigaluh dan sebagian Banjarnegara.
4. Lebih dari 1.000 mdpl, meliputi luas 24,4% dari luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, yang meliputi Kecamatan Karangkobar, Wanayasa, Kalibening, Pagentan, Pejawaran dan Batur.
Ditinjau dari segi kemiringan, dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kemiringan, yaitu:
a. Antara 0–15% meliputi luas 24,61% dari luas wilayah Kabupaten banjarnegara yang meliputi Kecamatan Susukan, Purworejo Klampok, Mandiraja, Purwonegoro, Pagedongan, Bawang dan Rakit.
b. Diatas 15–40%, meliputi luas 45,04% dari luas wilayah kabupaten Banjarnegara yang meliputi Kecamatan Madukara, Banjarmangu, Wanadadi, Punggelan, Karangkobar, Pagentan, Wanayasa dan Kalibening.
c. Lebih dari 40% meliputi luas 30,35% dari luas wilayah Kabupaten Banjarnegara meliputi Kecamatan Susukan, Banjarnegara, Sigaluh, Banjarmangu, Pejawaran dan Batur. Berikut merupakan tabel ketinggian wilayah Kabupaten Banjarnegara.
C. Jenis Tanah
a. Tanah aluvial: dengan asosiasinya, berwarna kelabu coklat dan hitam, sifatnya beraneka ragam. Produktivitas tanah rendah hingga tinggi sesuai untuk pertanian. Terdapat pada Kecamatan Batur, Kalibening, Rakit, Punggelan, Susukan, Purworejo Klampok, dan Wanadadi.
b. Tanah latosol: berarsosiasi dengan andoso