• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

TRIYANTO WIBOWO H14053207

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur: Analisis Input-Output (dibimbing oleh ALLA ASMARA).

Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam membangun perekonomian, hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan komoditi lokal yang faktor produksinya tidak tergantung pada impor. Dalam upaya meningkatkan pembangunan pertanian, diperlukan pemanfaatan potensi semua sumber daya baik alam maupun manusia yang ada terutama dari daerah-daerah sentra produksi pertanian dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Daerah sentra produksi komoditi pertanian yang cukup menonjol antara lain yaitu di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa.

Meskipun sektor pertanian mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Provinsi Jawa Timur, tetapi belum tentu hal tersebut mencerminkan bahwa sektor tersebut juga mampu mengundang penanaman investasi yang besar juga. Investasi di sektor pertanian selama ini dianggap kurang memberikan keuntungan baik bagi pemerintah maupun swasta domestik dan asing. Investasi sektor pertanian masih rendah dikarenakan para investor masih beranggapan kalau sektor ini masih belum mampu berperan meningkatkan perekonomian daerah sehingga belum memberikan tingkat return yang tinggi bagi mereka. Padahal investasi diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis bagaimana indeks keterkaitan ke depan dan belakang, dampak penyebaran, dan efek multiplier dari sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur. Selain itu juga untuk menganalisis bagaimana peranan investasi yang ditimbulkan oleh sektor pertanian terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Timur.

Analisis Input-Output pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis bagaimana keterkaitan, dampak penyebaran, dampak multiplier dari sektor pertanian digunakan Data yang digunakan adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur tahun 2006. Untuk analisis kebijakan investasi digunakan data dari nilai anggaran yang dialokasikan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2006.

Hasil penelitian menunjukkan nilai keterkaitan ke depan terbesar ada pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sedangkan nilai keterkaitan ke depan sektor pertanian berada di urutan ketujuh dari sembilan sektor. Nilai keterkaitan ke belakang terbesar ada pada sektor listrik, gas, dan air minum, sedangkan nilai keterkaitan ke belakang sektor pertanian berada di urutan terakhir.

(3)

satu. Sektor listrik, gas, dan air minum mampu mendorong pertumbuhan industri hulunya karena nilai koefisien penyebarannya lebih dari satu, sedangkan sektor pertanian tidak mampu mendorong pertumbuhan industri hulunya karena nilai koefisien penyebarannya kurang dari satu.

Sesuai dengan analisis multiplier menunjukkan bahwa sektor listrik, gas, dan air minum memiliki nilai multiplier output dan tenaga kerja terbesar. Sektor Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan memiliki nilai multiplier pendapatan terbesar, sedangkan sektor pertanian nilai multiplier output dan tenaga kerjanya berada di urutan terakhir, dan multiplier pendapatannya berada di urutan ke delapan dari sembilan sektor.

Hasil analisis kebijakan investasi menunjukkan bahwa sub sektor tanaman perkebunan memiliki dampak terhadap pendapatan dan tenaga kerja tertinggi, sedangkan sub sektor perikanan memilki dampak terhadap output tertinggi di seluruh sektor perekonomian. Berdasarkan hasil penelitian, sesuai dengan hasil perhitungan dalam analisis multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat diketahui bahwa sektor pertanian masih kecil peranannya dalam peningkatan output, pendapatan, dan tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur.

Sesuai analisis kebijakan investasi dapat diketahui bahwa dengan adanya investasi di sektor pertanian, maka sub sektor pertanian yang pembentukan outputnya tertinggi adalah sub sektor perikanan. Sub sektor tanaman perkebunan dengan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja tertinggi di seluruh sektor perekonomian.

Saran yang didapat berdasarkan penelitian ini, yaitu diperlukan peran pemerintah untuk mendorong produksi output dan penyediaan input sektor pertanian untuk menjadikannya sebagai sektor unggulan. Jika pemerintah ingin meningkatkan output seluruh sektor perekonomian maka dana investasi sektor pertanian sebaiknya dialokasikan pada sub sektor perikanan. Apabila tujuan pemerintah ingin meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian, maka dana investasi tersebut sebaiknya dialokasikan pada sub sektor tanaman perkebunan.

(4)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Triyanto Wibowo H14053207

(5)

NIM : H14053207

Menyetujui :

Dosen Pembimbing,

(Alla Asmara, S.Pt, M.Si) NIP. 19730113 199702 1 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

(Rina Oktaviani, Ph.D) NIP. 19641023 198903 2 002

(6)

Oleh

TRIYANTO WIBOWO H14053207

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(7)

Mojokerto, sebuah kota kecil yang berada di Propinsi Jawa Timur. Penulis merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara, dari pasangan Soekarno, SH (alm) dan Susetyowati. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Kranggan I pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke SMPN 2 Mojokerto dan lulus pada tahun 2002. Penulis diterima di SMAN I Sooko pada tahun yang sama dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, yang nantinya dapat berguna dalam pembangunan kota Mojokerto tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi Mahasiswa Pecinta Alam LAWALATA Institut Pertanian Bogor.

(8)

DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iv I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 7 1.3. Tujuan ... 8 1.4. Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

2.1. Tinjauan Teori ... 10

2.1.1. Definisi Pertanian ... 10

2.1.2. Konsep Multifungsi Pertanian ... 11

2.1.3. Keterkaitan antara Pertanian dengan Perekonomian ... 12

2.1.4. Investasi Sektor Pertanian ... 14

2.1.5. Teori Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi ... 16

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu ... 20

2.3. Analisis Input-Output ... 22

2.3.1. Struktur Tabel Input-Output ... 23

2.3.2. Asumsi, Kegunaan, dan Keterbatasan Metode Input-Output ... 28

2.3.3. Analisis Keterkaitan ... 30

2.3.4. Analisis Dampak Penyebaran ... 30

2.3.5. Analisis Multiplier ... 31

2.4. Kerangka Pemikiran Operasional ... 34

III. METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 36

3.2. Metode Analisis ... 36

3.2.1. Analisis Keterkaitan ... 37

(9)

IV. GAMBARAN UMUM ... 45

4.1. Letak Geografi dan Topografi Provinsi Jawa Timur ... 45

4.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur ... 47

4.3. Gambaran Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur ... 49

4.3.1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan ... 50

4.3.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan ... 51

4.3.3. Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya ... 52

4.3.4. Sub Sektor Kehutanan... 53

4.3.5. Sub Sektor Perikanan ... 54

4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur ... 55

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

5.1 Analisis Keterkaitan ... 58

5.1.1 Keterkaitan ke Depan ... 58

5.1.2 Keterkaitan ke Belakang ... 61

5.2 Analisis Dampak Penyebaran ... 64

5.2.1 Kepekaan Penyebaran ... 65

5.2.2 Koefisien Penyebaran ... 67

5.3 Analisis Multiplier ... 70

5.3.1 Multiplier Output ... 70

5.3.2 Multiplier Pendapatan ... 72

5.3.3 Multiplier Tenaga Kerja ... 74

5.4 Peranan Investasi Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur... 76

5.4.1 Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan... 77

5.4.2 Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan ... 79

5.4.3 Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya ... 81

5.4.4 Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan ... 83

(10)
(11)

Nomor Halaman 1.1.PDRB Provinsi di Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun 2004-2007 (dalam miliar rupiah) ... 2 1.2.PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Timur

Tahun 2004-2007 (dalam jutaan) ... 3 1.3. Perkembangan Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi

Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam jiwa) ... 4 1.4. Banyaknya Proyek PMA yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi

Jawa Timur Tahun 2004-2007 (ribu US$) ... 5 1.5. Banyaknya Proyek PMDN yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi

Jawa Timur Tahun 2004-2007 (juta Rp) ... 6 2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output ... 24 4.1. Letak, Tinggi, dan Luas Daerah Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi

Jawa Timur ... 46 4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk per Kabupaten / Kota se-Jawa Timur

Tahun 2004-2007 (orang) ... 48 4.3. Perkembangan Tenaga Kerja di Jawa Timur Tahun 2004-2007 (orang) .. 49 4.4. Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Jawa Timur (unit) ... 57 5.1. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor ... 59 5.2. Keterkaitan Antar Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor ... 62 5.3. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi

Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor... 65 5.4. Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Provinsi

Jawa Timur Tahun 2006 Klasifikasi 13 Sektor ... 68 5.5. Multiplier Output Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor ... 71 5.6. Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Tahun 2006 Klasifikasi Sembilan Sektor ... 73 5.7. Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

(12)

(juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang)... 78 5.9. Peranan Investasi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Sebesar Rp. 100

trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta

rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) ... 80 5.10. Peranan Investasi Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Sebesar

Rp. 100 trilyun terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) ... 82 5.11. Peranan Investasi Sub Sektor Kehutanan Sebesar Rp. 100 trilyun

terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) ... 84 5.12. Peranan Investasi Sub Sektor Perikanan Sebesar Rp. 100 trilyun

terhadap Pembentukan Output (juta rupiah), Pendapatan (juta rupiah), dan Tenaga Kerja (orang) ... 86 5.13. Dampak Investasi terhadap Sub Sektor Pertanian di Provinsi Jawa

(13)

Nomor Halaman

2.1. Fungsi Investasi ... 17

2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran yang Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil ... 18

2.3. Bagan Kerangka Pemikiran... 35

5.1. Grafik Keterkaitan Sembilan Sektor ... 60

5.2. Grafik Keterkaitan 13 Sektor ... 64

5.3. Grafik Dampak Penyebaran Sembilan Sektor... 66

5.4. Grafik Dampak Penyebaran 13 Sektor ... 69

(14)

Nomor Halaman 1. Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Jawa Timur Tahun 2006 ... 94 2. Klasifikasi 19 Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 95 3. Klasifikasi 13 Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 96 4. Klasifikasi Sembilan Sektor Tabel Input-Output Provinsi Jawa Timur 2006 97

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi alam yang sangat mendukung untuk kegiatan pertanian. Kegiatan di sektor pertanian ini sangat berpeluang dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional, karena pada dasarnya pembangunan di sektor pertanian tidak dapat berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Prinsip yang melandasinya adalah pembangunan berkesinambungan yang mampu memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan dimana jumlah penduduk miskinnya lebih dominan daripada di perkotaan.

Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam membangun perekonomian nasional, hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan komoditi lokal yang faktor produksinya tidak tergantung pada impor. Disamping itu juga, sektor pertanian memiliki kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya. Hal ini karena pertanian merupakan sektor yang tidak memerlukan keahlian dan keterampilan khusus seperti di sektor-sektor yang lain seperti industri atau pertambangan.

Dalam upaya meningkatkan pembangunan pertanian nasional, diperlukan pemanfaatan potensi semua sumber daya baik alam maupun manusia yang ada di seluruh Indonesia terutama dari daerah-daerah sentra produksi pertanian dengan

(16)

tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Daerah sentra produksi komoditi pertanian yang cukup menonjol antara lain yaitu di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa. Pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2004 sampai tahun 2007 selalu mengalami peningkatan rata-rata sebesar 17 persen setiap tahun seperti yang terlihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. PDRB Provinsi di Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2007 (dalam miliar rupiah)

Provinsi 2004 2005 2006 2007

Jawa Timur 43.331,49 44.700,98 46.486,28 47.942,97

Jawa Tengah 28.606,24 29.924,64 31.002,20 31.862,70

Jawa Barat 34.457,72 34.942,02 34.822,02 35.687,49

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008

Seperti yang terlihat pada Tabel 1.2, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai tahun 2007. Sektor pertanian sendiri memiliki sumbangan yang cukup besar terhadap perekonomian karena berada pada urutan keempat dari semua sektor yang ada di Provinsi Jawa Timur. Meskipun cukup besar sumbangannya dan selalu meningkat dari tahun ke tahun, tapi secara persentase mengalami penurunan dari tahun 2004 sebesar 17,8 persen turun menjadi 16,6 persen pada tahun 2007. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur terutama karena disokong oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran dari tahun 2004 sebesar 28 persen naik menjadi 31 persen pada tahun 2007. Sektor industri pengolahan juga berperan cukup besar dengan persentase 27 persen pada tahun 2004 tapi turun menjadi 26 persen pada tahun 2007.

(17)

Tabel 1.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam juta rupiah)

Sektor 2004 2005*) 2006*) 2007**) Pertanian 43.331.493,13 44.700.984,17 46.486.277,6 47.942.973,38 Pertambangan dan Penggalian 4.595.921,87 5.024.241,99 5.455.159,57 6.024.793,19 Industri Pengolahan 67.520.434,83 70.635.868,95 72.786.972,17 76.163.917,97 Listrik, Gas, dan

Air Bersih 4.171.615,5 4.429.541,76 4.610.041,67 5.154.634,88 Konstruksi 8.604.401,3 8.903.497,41 9.030.294,53 9.139.600,65 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 68.295.968,36 74.546.735,68 81.715.963,35 88.570.614,49 Pengangkutan dan Komunikasi 13.830.439,67 14.521.814,32 15.504.939,79 16.710.214,85 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 11.783.343,03 12.666.393,27 13.611.228,97 14.763.619,88 Jasa-Jasa 20.095.274,48 20.945.649,24 22.048.439,04 23.343.814,62 Produk Domestik Regional Bruto 242.200.892,17 256.374.726,78 271.237.674,31 287.814.183,92 Catatan: *) Angka diperbaiki, **) Angka sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2008

Meskipun sektor pertanian mampu menyerap banyak tenaga kerja seperti yang terlihat pada Tabel 1.3, tetapi investasi ke pertanian cenderung menurun dibandingkan ke industri dan jasa. Tambunan (2003) menjelaskan ada beberapa alasan yang menyebabkan investasi ke sektor pertanian rendah yaitu, Pertama, sebagai pemasok makanan (khususnya beras) sehingga kurang usaha-usaha diversifikasi produksi dengan juga memberikan perhatian kepada pengembangan komoditi-komoditi non-makanan, atau yang mempunyai nilai komersial yang tinggi. Rendahnya tingkat diversifikasi produksi di sektor pertanian membuat kecil atau tidak adanya keterkaitan produksi ke depan maupun ke belakang dengan sektor-sektor lain.

(18)

Tabel 1.3. Perkembangan Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam jiwa)

Sektor 2004 2005 2006 2007

Pertanian 7.833.593 8.114.651 7.918.615 8.391.655

Pertambangan dan Penggalian 91.696 102.230 120.142 124.791

Industri Pengolahan 2.088.033 2.335.700 2.404.589 2.458.401

Listrik, Gas, dan Air Minum 32.106 37.661 33.837 22.785

Bangunan 687.660 815.108 893.881 955.072

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3.044.239 3.324.089 3.498.271 3.718.384 Pengangkutan dan Komunikasi 831.990 789.341 770.032 865.652 Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan

Jasa Perusahaan 178.845 161.491 182.309 191.047

Jasa-jasa 1.890.906 1.828.832 1.847.984 2.023.634

Jumlah 16.679.068 17.509.103 17.669.660 18.751.421 Sumber: Disnaker Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008

Alasan kedua, kebijakan yang ada selama ini lebih mendorong atau merangsang sektor pertanian untuk melakukan ekspor langsung, bukan diolah terlebih dahulu di dalam negeri menjadi produk jadi atau setengah jadi. Ketiga, secara implisit pemerintah selama ini lebih mementingkan aspek pertumbuhan kesempatan kerja daripada aspek penciptaan nilai tambah dari pembangunan sektor pertanian. Sama halnya dengan Provinsi Jawa Timur, meskipun sektor pertanian berperan penting dalam peningkatan PDRB tetapi investasi di sektor pertanian cenderung kecil apabila dibandingkan dengan sektor lain.

Berdasarkan Tabel 1.4 dapat terlihat bahwa investasi sektor pertanian (pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan) cenderung kecil apabila dibandingkan dengan sektor yang lain. Hal ini bisa diketahui dari nilai investasi pada Penanaman Modal Asing (PMA) yang hanya sebesar US$ 34,6 juta, lebih kecil apabila dibandingkan dengan sektor bangunan, industri kimia, dan industri makanan, yang masing-masing nilai investasinya US$ 1,04 milyar, US$ 426,7 juta, dan US$ 378,9 juta. Apabila dilihat dari segi investasinya, dapat diketahui bahwa investasi sektor pertanian dari PMA saja terbatas pada sub

(19)

sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan, yang terbesar terdapat pada sektor bangunan.

Tabel 1.4. Banyaknya Proyek PMA yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007

Sektor1 2004 2005 2006 2007 Proyek (unit) Investasi (ribu US$) Proyek (unit) Investasi (ribu US$) Proyek (unit) Investasi (ribu US$) Proyek (unit) Investasi (ribu US$) 1 - - 1 1.264 1 3.342 1 13.177 2 1 1.153 - - - - 2 2.400 3 1 1.900 - - 2 2.056 - 4.492 4 - - 1 300 1 860 1 3.698 5 7 5.847 4 5.500 - - 3 21.500 6 2 16.963 6 104.177 3 64.603 5 193.162 7 4 4.606 2 1.790 4 9.681 2 19.763 8 4 4.328 5 62.105 3 5.870 12 26.196 9 - - - - 2 6.000 - - 10 1 40.923 - - - - 13 9.554 11 4 3.159 9 176.293 7 77.945 1 169.388 12 5 43.897 1 3.340 3 69.345 4 244.736 13 - 16.257 4 16.023 4 52.270 - 15.891 14 - 61 6 6.480 5 84.284 9 51.722 15 - - - 1.000 - - - - 16 8 1.810 2 3.442 5 1.013.256 - 18.817 17 - - 2 3.032 1 250 1 9.165 18 1 250 - - - - 19 2 125.600 2 132.570 - - - - 20 - - - 17.380 - - - - 21 22 34.872 23 4.402 35 41.215 27 27.204 22 3 3.715 10 - 7 36.569 4 24.362 Jumlah 62 354.056 78 539.098 83 1.467.546 85 855.227

Sumber: Bapepam Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008 Catatan: Angka proyek tanpa investasi berarti proyek pertambangan (kontrak

karya), angka investasi tanpa proyek berarti proyek perluasan

Berdasarkan Tabel 1.5, pada nilai investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menunjukkan bahwa sektor pertanian (peternakan) juga kurang diminati para investor yang terlihat pada kecilnya nilai investasi pada sektor

1

1. Pertanian Tanaman Pangan, 2. Perkebunan, 3. Peternakan, 4. Perikanan, 5. Pertambangan, 6. Industri Makanan, 7. Industri Tekstil 8. Industri Kayu, 9. Industri Kertas, 10. Industri Farmasi, 11. Industri Kimia, 12. Industri Mineral, 13. Industri Logam Dasar, 14. Industri Barang Logam, 15. Industri Lainnya, 16. Bangunan, 17. Hotel dan Restoran, 18. Perkantoran, 19. Perumahan, 20. Listrik dan Air, 21. Perdagangan, 22. Jasa Lainnya

(20)

tersebut sebesar Rp. 54,5 milyar, lebih banyak diinvestasikan pada sektor industri kimia, industri mineral, dan industri kertas, yang masing-masing nilai investasinya Rp. 176,51 trilyun, Rp. 6,84 trilyun, dan Rp. 6,64 trilyun

Tabel 1.5. Banyaknya Proyek PMDN yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007

Sektor2 2004 2005 2006 2007 Proyek (unit) Investasi (juta Rp) Proyek (unit) Investasi (juta Rp) Proyek (unit) Investasi (juta Rp) Proyek (unit) Investasi (juta Rp) 1 - - - 49.000 - 5.542 - - 2 - - - - 1 11580 - 175.000 3 3 2.044.759 8 830.811 5 39.314 1 347.390 4 1 30.074 - 35.000 1 22.155 3 131.591 5 - 1.190 - 65.000 1 15.307 - 19.050 6 - 46.800 2 686.872 2 813.843 2 5.094.259 7 - - - 57.000 - - 8 5 709.380 3 325.826 11 165.137.191 7 10.338.097 9 - 509.156 - 173.164 1 1.066.505 2 5.094.259 10 1 89.786 3 28.700 5 146.828 2 242.198 11 4 78.510 2 231.162 1 1.714 2 106.856 12 - - - 1 110.000 13 - - 1 1.996.000 - - - - 14 1 115.000 - - 1 38.500 - - 15 1 9.060 3 967.600 1 2.500 - - 16 - - - 1 38.000 17 - 350 - 815 2 91.050 1 3.500 Jumlah 11 4.055.625 22 5.389.950 32 167.449.029 22 16.705.091 Sumber: Bapepam Jawa Timur, 2008 dalam BPS Provinsi Jawa Timur, 2008 Catatan: Angka proyek tanpa investasi berarti proyek pertambangan (kontrak

karya), angka investasi tanpa proyek berarti proyek perluasan .

Investasi di sektor pertanian hanya terdapat pada sub sektor pertanian tanaman pangan dan peternakan, lebih banyak diinvestasikan pada sektor industri kimia. Hal ini menunjukkan bahwa, para investor dalam negeri masih belum

2 1. Peternakan, 2. Pertambangan, 3. Industri Makanan, 4. Industri Tekstil, 5. Industri Kayu, 6.

Industri Kertas, 7. Industri Farmasi, 8. Industri Kimia, 9. Industri Mineral, 10. Industri Logam Dasar, 11. Industri Barang Logam, 12. Industri Lainnya, 13. Hotel dan Restoran, 14. Perumahan, 15. Jasa Lainnya, 16.Listrik dan Air, 17. Perdagangan.

(21)

tertarik dengan sektor pertanian untuk dijadikan sebagai salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur.

1.2. Perumusan Masalah

Investasi merupakan penentu laju pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga sangat diperlukan untuk memacu pertumbuhan sektor-sektor perekonomian khususnya sektor pertanian, karena investasi akan mendorong kenaikan output, meningkatkan permintaan input, yang nantinya akan meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat.

Investasi sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur termasuk yang terendah hal ini bisa dilihat pada banyaknya sektor dan nilai investasi pada PMA dan PMDN yang masih kecil bila dibandingkan dengan sektor yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian masih belum mampu menarik minat investor untuk menanamkan investasinya kesana. Meskipun sektor pertanian mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur, tetapi belum tentu hal tersebut mencerminkan bahwa sektor tersebut juga mampu menyerap investasi yang besar juga.

Investasi sektor pertanian masih rendah dikarenakan para investor masih beranggapan kalau sektor ini masih belum mampu berperan meningkatkan perekonomian daerah dan juga resikonya juga cukup besar, sehingga belum memberikan tingkat return yang tinggi bagi mereka, disamping itu juga sektor pertanian masih kecil keterkaitannya dengan sektor lain, sehingga belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah.

(22)

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana indeks keterkaitan ke depan dan belakang sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur?

2. Bagaimana indeks koefisien dan kepekaan penyebaran sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur?

3. Bagaimana efek multiplier yang ditimbulkan oleh sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur?

4. Bagaimana peranan investasi dari sektor pertanian terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Timur?

1.3. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka didapat tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis bagaimana indeks keterkaitan ke depan dan belakang sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur.

2. Menganalisis bagaimana indeks koefisien dan kepekaan penyebaran sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur.

3. Menganalisis bagaimana efek multiplier yang ditimbulkan oleh sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur.

4. Menganalisis bagaimana peranan investasi dari sektor pertanian terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Timur.

(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai masukan dalam membuat

kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan untuk

memaksimumkan potensi sektor perekonomiannya terutama di sektor pertanian sehingga mampu memberi kontribusi yang besar terhadap PDRB.

2. Sebagai acuan bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitiannya lebih lanjut, khususnya untuk penelitian di Provinsi Jawa Timur dan umumnya untuk seluruh wilayah di Indonesia.

(24)

2.1.1. Definisi Pertanian

Pertanian dianggap sebagai suatu usaha untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang bertugas menyediakan bahan makanan bagi manusia. Pada mulanya pertanian di tanah air dilakukan sebagai usaha untuk menghasilkan keperluan sehari-hari petani dari tanah tempatnya berpijak, pertanian seperti itu disebut pertanian gurem dan hidup dalam suatu perekonomian tertutup (Nasoetion, 2005). Pertanian merupakan suatu macam produksi khusus yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan ternak. Dapat dikatakan bahwa pertanian merupakan suatu industri biologi, oleh karena pertanian berproduksi dengan menggunakan sumber daya alam secara langsung, pertanian juga disebut industri primer. Tanaman merupakan pabrik primer pertanian, sedangkan ternak merupakan pabrik sekunder pertanian (Notohadiprawiro, 2006). Pertanian juga adalah suatu kegiatan biologis untuk menghasilkan berbagai kebutuhan manusia termasuk sandang, pangan, papan. Produksi tersebut dapat dikonsumsi langsung maupun jadi bahan antara untuk diproses lebih lanjut (Syahyuti, 2006).

Pertanian yaitu semua kegiatan yang meliputi penyediaan komoditi tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Semua kegiatan penyediaan tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan itu dilakukan secara sederhana, yaitu masih menggunakan peralatan tradisional yang termasuk pula di dalamnya (BPS, 2003

(25)

dalam Ramanto, 2008). Bisa juga pertanian disebut sebagai upaya pengolahan tanaman dan lingkungan agar memberikan suatu produk (Mardjuki, 1990). Pertanian merupakan suatu proses produksi yang khas didasarkan atas proses-proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Pembangunan pertanian merupakan suatu proses perubahan kondisi yang kurang baik menjadi kondisi yang lebih baik di sektor pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya dipengaruhi oleh unsur-unsur produksi seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, dan modal, tetapi juga dipengaruhi aspek-aspek sosial, ekonomi, dan politik (Mosher, 1966 dalam Santoso, 2005).

2.1.2. Konsep Multifungsi Pertanian

Multifungsi pertanian merupakan suatu konsep yang menjabarkan berbagai fungsi eksternal pertanian selain fungsi utamanya sebagai penghasil pangan dan serat atau barang yang tampak nyata dan dapat dipasarkan. Multifungsi pertanian mencakup fungsi pertanian bagi lingkungan, ekonomi, sosial-budaya, dan ketahanan pangan. Sebagai barang yang tidak tampak nyata dan tidak dipasarkan, jasa atau multifungsi yang dihasilkan pertanian sering tidak disadari walaupun selama ini manfaatnya telah dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Beberapa contoh multifungsi pertanian berikut ini merupakan rangkuman dari hasil penelitian Balai Penelitian Tanah bersama mitranya di DAS Citarum, Jawa Barat, dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah (Balai Penelitian Tanah, 2006).

1. Mengurangi risiko banjir di daerah hilir

2. Mengendalikan erosi dan pendangkalan badan air 3. Memelihara sumber daya air

(26)

4. Memperbaiki iklim lokal

5. Mengurangi penumpukan sampah organik 6. Menjadi habitat flora dan fauna

7. Memelihara nilai sosial-budaya dan daya tarik pedesaan 8. Menyediakan lapangan kerja

2.1.3. Keterkaitan antara Pertanian dengan Perekonomian

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan nasional terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini dikarenakan pada umumnya negara-negara-negara-negara berkembang tersebut merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut, sehingga tidak salah apabila sektor pertanian berfungsi sebagai penunjang terhadap pembangunan ekonominya.

Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan minimal memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yakni (Todaro, 2003):

1. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil.

2. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan.

(27)

3. Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat karya, yaitu nonpertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.

Pertanian1 di negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut (Kuznets, 1964 dalam Tambunan, 2003). 1. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi nonpertanian sangat tergantung pada

produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan-bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian tersebut, terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.

2. Karena kuatnya bias agraris dari sektor ekonomi selama tahap-tahap awal pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaan) membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang-barang produsen maupun barang-barang konsumen. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.

3. Karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dan andilnya terhadap penyerapan tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan

1 Pertanian disini merupakan pertanian dalam arti luas yakni mencakup juga perkebunan,

(28)

atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu sumber modal untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor nonpertanian. Sama juga, seperti di dalam teori penawaran tenaga kerja tak terbatas dari Arthur Lewis (1954), dalam proses pembangunan ekonomi jangka panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor nonpertanian lainnya (perkotaan). Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi.

4. Sektor pertanian mampu berperan sabagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian menggantikan impor (substitusi impor). Kuznets menyebutnya kontribusi devisa.

Secara konseptual maupun empiris sektor pertanian cukup layak untuk dijadikan sebagai sektor andalan ekonomi terutama sebagai sektor andalan dalam pemerataan tingkat pendapatan masyarakat yang sebagian besar bekerja pada sektor pertanian, hal ini dikarenakan sektor pertanian mempunyai keunggulan kompetitif yang terbukti mampu menghadapi gangguan dari luar. Keunggulan kompetitifnya didapat dari input yang berbasis sumber daya lokal.

2.1.4. Investasi Sektor Pertanian

Investasi sektor pertanian adalah kegiatan penggunaan modal untuk menciptakan nilai tambah dari dana yang ditanamkan, baik melalui kegiatan yang menghasilkan pendapatan atau kegiatan lain yang mengandung resiko pada usaha

(29)

tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan atau perkebunan yang dimulai dari hulu, budidaya dan hilir (Pusat Perizinan dan Investasi Departemen Pertanian, 2008). Sesuai dengan arahan GBHN, investasi sektor pertanian2 mencakup upaya

yang tujuannya untuk meningkatkan produksi dan memperluas

penganekaragaman hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri dan untuk memperbesar ekspor; meningkatkan taraf hidup dan pendapatan petani, peternak, dan nelayan; mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; serta mendukung pembangunan daerah dan mengintensifkan kegiatan transmigrasi (Muljana, 1995).

Dalam rangka peningkatan investasi di sektor pertanian, pemerintah disarankan melakukan beberapa komitmen yang nantinya dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian. Adapun komitmen tersebut sebagai berikut (Jaringan Kebijakan Publik Indonesia, 2005):

1. Meningkatkan produktivitas sektor pertanian untuk ketahanan pangan dan pembangunan agroindustri.

2. Membangun agroindustri berbasis sumberdaya untuk mempercepat pembangunan pedesaan.

3. Memperkokoh ketahanan pangan yang terkait dengan pembangunan pedesaan. 4. Menciptakan kelembagaan untuk mewujudkan peningkatan produktivitas dan

pemerataan dengan pertumbuhan.

2 Sektor pertanian yang mencakup pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan,

(30)

2.1.5. Teori Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Semua kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat, merupakan investasi. Sebagaimana diketahui bahwa investasi setidaknya ada dua jenis, yaitu bersifat mengganti yang susut dan yang bersifat menambah kapasitas. Selain investasi dalam bidang infrastruktur fisik (jalan raya, pabrik), pemerintah juga membangun infrastruktur bukan fisik yang disebut infrastruktur kelembagaan. Dalam infrastruktur bukan fisik antara lain termasuk penetapan berbagai kebijakan, baik yang bersifat umum seperti kebijakan moneter, maupun bersifat khusus seperti kebijakan di bidang perdagangan ataupun ketenagakerjaan (Muljana, 1995).

Investasi secara umum di sektor perekonomian sangat dibutuhkan untuk mencapai percepatan pertumbuhan ekonomi, terutama di negara berkembang karena mereka belum mampu membentuk modal sendiri sehingga harus ada bantuan dari luar negeri. Setiap kenaikan jumlah dari pendapatan sebagai akibat dari pertambahan investasi akan meningkatkatkan pendapatan dengan jumlah yang berlipat. Peningkatan pendapatan ini khususnya dalam bentuk uang yang akan meningkatkan permintaan barang secara agregat atau Agregat Demand yang mana berpengaruh pada kebutuhan peralatan maupun uang dalam bentuk modal sebagai akibat dari peningkatan produksi, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan investasi.

Perubahan dalam persediaan modal, yang disebut investasi bersih (net investment) ditentukan oleh tingkat suku bunga, karena suku bunga sama dengan biaya modal yang nantinya akan mengurangi produksi marjinal modal. Jika

(31)

Sumber: Mankiw, 2000

Gambar 2.1. Fungsi Investasi

produk marjinal modal melebihi biaya modal, maka investor menganggap akan menguntungkan bila mereka menambah persediaan modal, sedangkan jika produk marjinal modal kurang dari biaya modal, maka investor membiarkan persediaan modal mengecil. Karena itu, hubungan yang mengaitkan antara investasi dengan tingkat suku bunga miring ke bawah, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1 berikut:

a. Fungsi Investasi b. Pergeseran dalam Fungsi Investasi

Fungsi Investasi bagian (a) menunjukkan investasi naik ketika tingkat bunga turun, ini karena tingkat bunga yang lebih rendah menurunkan biaya modal sehingga memiliki modal lebih menguntungkan. Pada bagian (b) menunjukkan pergeseran keluar pada fungsi investasi, yang bisa disebabkan oleh kenaikan dalam produk marjinal modal.

Adanya penurunan pada tingkat bunga (r1 ke r2) akan mengakibatkan jumlah investasi yang ditanamkan di suatu sektor meningkat (I1 ke I2), sehingga akan mengakibatkan pengeluaran yang direncanakan naik (AE1 ke AE2). Peningkatan pengeluaran yang direncanakan menyebabkan tingkat pendapatan juga mengalami

Tingkat suku bunga riil (r) Investasi (I) Tingkat suku bunga riil (r) Investasi (I)

(32)

peningkatan (Y1 ke Y2). Berdasarkan rumusan tersebut dapat dibuat suatu kesimpulan, bahwa salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah dengan cara menaikkan nilai investasi. Hubungan antara suku bunga (r) dan investasi (I) yang ditunjukkan oleh fungsi investasi dan interaksi antara investasi (I) dan pendapatan (Y) yang ditunjukkan oleh kurva perpotongan Keynesian diringkas dalam bentuk kurva IS (Investasi-Saving) pada Gambar 2.2 berikut:

(b) Perpotongan Keynesian

(a) Fungsi Investasi (c) Kurva IS

Sumber: Mankiw, 2000

Gambar 2.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran yang Direncanakan, dan Pendapatan Nasional Riil

AE2 AE1 Pendapatan (Y) Pendapatan (Y) I(r) IS r1 r2 I(r1) I(r2) Y1 Y2 Y1 Y2 Tingkat Bunga (r) Pengeluaran Agregat (AE)

Tingkat Bunga (r)

Investasi (I) r1

(33)

Secara teori, PMA berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi pada khususnya di negara tuan rumah lewat beberapa jalur yaitu sebagai berikut (Tambunan, 2003).

1. Lewat pembangunan pabrik-pabrik baru yang berarti juga penambahan output atau produk domestik bruto, total ekspor, dan kesempatan kerja. Ini adalah suatu dampak langsung. Pertumbuhan ekspor berarti penambahan cadangan devisa yang selanjutnya peningkatan kemampuan dari negara penerima untuk membayar utang luar negeri dan impor.

2. Masih dari sisi penawaran, namun sifatnya tidak langsung, adalah sebagai berikut: adanya pembangunan pabrik-pabrik baru berarti ada penambahan permintaan di dalam negeri terhadap barang-barang modal, barang-barang setengah jadi, bahan baku dan input-input lainnya. Jika permintaan antara ini sepenuhnya dipenuhi oleh sektor-sektor lain di dalam negeri (tidak ada yang diimpor), maka dengan sendirinya efek positif dari keberadaan atau kegiatan produksi di pabrik-pabrik baru tersebut sepenuhnya dinikmati oleh sektor-sektor domestik lainnya; jadi output di sektor-sektor-sektor-sektor lain tersebut mengalami pertumbuhan. Ini berarti telah terjadi suatu efek multiplier dari keberadaan PMA terhadap output agregat di negara penerima. Dalam kata lain, semakin besar komponen impor dari sebuah proyek PMA, atau semakin besar ”kebocoran” dari keterkaitan produksi antara PMA dengan ekonomi domestik,

semakin kecil efek penggandaan tersebut.

3. Peningkatan kesempatan kerja akibat adanya pabrik-pabrik baru tersebut berdampak positif terhadap ekonomi domestik lewat sisi permintaan:

(34)

peningkatan kesempatan kerja menambah kemampuan belanja masyarakat dan selanjutnya meningkatkan permintaan di pasar dalam negeri. Sama seperti kasus sebelumnya, jika penambahan permintaan konsumsi tersebut tidak serta merta menambah impor, maka efek positifnya terhadap pertumbuhan output di sektor-sektor domestik sepenuhnya terserap. Sebaliknya, jika ekstra permintaan konsumsi tersebut adalah dalam bentuk peningkatan impor, maka efeknya nihil. Bahkan jika pertumbuhan impor lebih pesat daripada pertumbuhan ekspor yang disebabkan oleh adanya PMA, maka terjadi defisit neraca perdagangan. Ini berarti kehadiran PMA memberi lebih banyak dampak negatif daripada dampak positif terhadap negara tuan rumah.

4. Peran PMA sebagai sumber penting peralihan teknologi dan pengetahuannya. Peran ini bisa lewat dua jalur utama. Pertama, lewat pekerja-pekerja lokal yang bekerja di perusahaan-perusahaan PMA. Saat pekerja-pekerja tersebut pindah ke perusahaan-perusahaan domestik, maka mereka membawa pengetahuan atau keahlian baru dari perusahaan PMA ke perusahaan domestik. Kedua, lewat keterkaitan produksi atau subcontracting antara PMA dan perusahaan-perusahaan lokal, termasuk usaha kecil dan menengah, seperti kasus PT Astra Internasional dengan banyak subkontraktor skala kecil dan menengah.

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu

Sudah banyak penelitian dengan menggunakan analisis Input-Output yang pada umumnya menganalisis bagaimana keterkaitan antarsektor, dampak penyebaran, serta multiplier efek yang ditimbulkan sektor-sektor perekonomian dalam suatu wilayah. Berdasarkan dari referensi lima penelitian terdahulu yaitu:

(35)

Putri (2008), Yusri (2007), Handari (2006), Febrina (2005), dan Kartinah (2004) didapatkan adanya persamaan dalam hasil dari penelitian yang mereka lakukan. Berdasarkan analisis keterkaitan, menunjukkan bahwa sektor pertanian dibutuhkan oleh sektor lain, hal ini ditunjukkan dengan nilai keterkaitan ke depan baik secara langsung maupun tidak langsung berkisar antara 0,1832 sampai 3,1092, keterkaitan ke belakang baik secara langsung maupun tidak langsung berkisar antara 0,0933 sampai 1,6266 yang artinya bahwa ketika terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu juta satuan maka output sektor pertanian yang secara langsung maupun tidak langsung dijual ke sektor lainnya naik sebesar 0,1832 juta sampai 3,1092 juta, dan akan meningkatkan permintaan input terhadap sektor lain sacara langsung dan tidak langsung sebesar 0,0933 juta sampai 1,6266 juta.

Apabila dilihat dari analisis penyebaran, maka secara umum kemampuan sektor pertanian untuk menarik pertumbuhan sektor hulu rendah yang berarti bahwa output sektor pertanian yang digunakan oleh sektor lain masih rendah, nilainya di bawah satu dengan nilai rata-rata 0,83246, tetapi kemampuan sektor pertanian untuk mendorong pertumbuhan sektor hilir tinggi, yang artinya sektor pertanian membutuhkan input dari sektor lain cukup tinggi, nilainya di atas satu dengan nilai rata-rata 1,20384.

Berdasarkan analisis efek multiplier, dapat terlihat bahwa dampak dari permintaan akhir output sektor pertanian terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja rumah tangga didapat nilai rata-rata untuk output 2,83314, pendapatan 2,93422, dan tenaga kerja 2,61272, yang berarti apabila permintaan akhir output

(36)

sektor pertanian meningkat sebesar satu juta satuan maka akan meningkatkan output sebesar 2,83314 juta, pendapatan 2,93422 juta, dan penyerapan tenaga kerja rumah tangga sebesar 2 orang.

Pada penelitian ini selain menganalisis keterkaitan antar sektor, dampak penyebaran, dan efek mulitplier, juga akan dilakukan analisis mengenai kebijakan investasi terhadap sektor pertanian. Analisis kebijakan investasi ini dipergunakan untuk mengetahui sub sektor pertanian manakah yang nantinya akan dijadikan prioritas dalam peningkatan pertumbuhan output, pendapatan, dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur.

2.3. Analisis Input-Output

Semenjak dirintis oleh W. W. Leontief pada tahun 1930an, Input-Output telah berkembang menjadi salah satu metode yang paling luas diterima, tidak hanya untuk mendeskripsikan struktur industri suatu perekonomian saja tetapi juga untuk memprediksikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson, 1977).

Sepanjang baris Tabel Input-Output menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, selain itu pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral, sedangkan sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer.

Sebagai metode kuantitatif, Tabel Input-Output dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut:

(37)

1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.

2. Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.

3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut.

4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi, dan ekspor.

2.3.1. Struktur Tabel Input-Output

Tabel Input-Output terdiri atas suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu. Keseluruhan sistem adalah suatu seri yang mengkorelasikan baris (output) dan kolom (input) (Glasson, 1977). Adapun gambaran lengkap format Tabel Input-Output disajikan pada Tabel 2.1 berikut:

(38)

Tabel 2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output Alokasi Output Permintaan Antara Total Output Sektor Produksi Permintaan Akhir Susunan Input 1 2 … N Input antara Sektor produksi x11 x12 … x1n C1 X1 x21 x22 … x2n C2 X2 . . . . . . . . . . . . xn1 xn2 … Xnn Cn Xn

Upah dan Gaji RT W1 W2 … Wn

Surplus Usaha S1 S2 … Sn

Input Primer

lainnya P1 P2 … Pn

Total Input X1 X2 … Xn

Sumber: Miller and Blair, 1985 dalam Priyarsono, D. S, et al, 2007

Berdasarkan Tabel 2.1 di atas terdapat empat kuadran dalam Tabel Input-Output. Penjelasan mengenai masing-masing kuadran adalah sebagai berikut. 1. Kuadran I (Intermediate Quadrant)

Kuadran I menunjukkan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya.

2. Kuadran II (Final Demand Quadrant)

Kuadran II menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung digunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor.

(39)

3. Kuadran III (Primary Input Quadrant)

Kuadran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri atas pendapatan rumah tangga (gaji / upah), surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung neto. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.

4. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant)

Kuadran IV menunjukkan input primer permintaan akhir dari transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.

Berdasarkan Tabel 2.1 sepanjang baris (horisontal) memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi permintaan antara (intermediate demand) sebagian lagi untuk memenuhi permintaan akhir (final demand). Sepanjang kolom (vertikal) menunjukkan pemakaian input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk kegiatan produsi suatu sektor.

Apabila konsumsi rumah tangga + konsumsi pemerintah + pembentukan modal tetap + perubahan stok + ekspor = F maka Tabel 2.1 dilihat secara horisontal maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

(40)

x11 + x12 + + x1n + F1 = X1

x21 + x22 + + x2n + F2 = X2

xn1 + xn2 + + xnn + Fn = Xn ……….……..(1)

secara ringkas persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:

dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah output sektor i.

Sedangkan jika upah dan gaji rumah tangga + surplus usaha + input primer lainnya = V maka Tabel 2.1 dilihat secara vertikal maka itu menunjukkan susunan input suatu sektor dengan persamaan yang dapat ditulis sebagai berikut.

x11 + x12 + + x1n + V1 = X1 x21 + x22 + + x2n + V2 = X2

xn1 + xn2 + + xnn + Vn = Xn ...(2) secara ringkas persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:

dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j.

Berdasarkan persamaan (1) diatas, jika diketahui matriks koefisien teknologi, aij sebagai berikut:

(41)

aij = ...(3)

dan jika persamaan (3) disubstitusikan ke persamaan (1) maka didapat sebagai berikut:

a11X1 + a12X2 + + a1nXn + F1 = X1 a21X1 + a22X2 + + a2nXn + F2 = X2

an1X1 + an2X2 + + annXn + Fn = Xn ………..……….(4) Jika persamaan (4) ditulis dalam bentuk persamaan matriks akan diperoleh sebagai berikut: a11 a12 a1n X1 F1 X1 a21 a22 a2n X2 F2 X2 + = an1 an2 ann Xn Fn Xn A X + F = X AX + F = X atau (I – A)X = F X = (I – A)-1F ………..…(5) Dimana:

I = Matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada selainnya

F = Permintaan akhir

(42)

(I – A) = Matriks Leontief

(I – A)-1 = Matriks kebalikan Leontief

2.3.2. Asumsi, Kegunaan, dan Keterbatasan Metode Input-Output

Data dalam Tabel Input-Output mampu menggambarkan keterkaitan antar sektor dalam kegiatan perekonomian secara rinci mengenai input dan output sektoralnya. Karena bersifat statis dan terbuka, maka ada beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi agar memberikan hasil yang akurat (Priyarsono, D. S, et al, 2007), yaitu:

1. Keseragaman (Homogeneity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda.

2. Kesebandingan (Proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan antara input dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan atau penurunan penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan atau penurunan output yang dihasilkan oleh sektor tersebut. 3. Penjumlahan (Aditivity), yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi

di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan produksi tersebut.

Metode Input-Output telah banyak dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis Input-Output antara lain sebagai berikut:

(43)

1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga di berbagai sektor produksi. 2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa

terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.

3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.

4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.

Meskipun banyak kegunaan dari metode Input-Output ini tapi tetap terdapat beberapa keterbatasan. Beberapa keterbatasan metode Input-Output (Febriana, 2005) yaitu sebagai berikut:

1. Koefisien Input-Output yang konstan selama periode analisis, sehingga perubahan-perubahan seperti teknologi atau perubahan relatif yang mungkin terjadi selama periode analisis diabaikan. Hal ini menyebabkan harus dilakukannya penyesuaian terhadap koefisien agar tidak timbul bias terhadap hasil produksi.

2. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan menyebabkan semakin besar pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan semakin banyak informasi ekonomi yang lebih terperinci tidak terlingkup dalam analisisnya.

(44)

3. Keterbatasan yang disebabkan oleh besarnya dana atau biaya dalam penyusunan Tabel Input-Output dengan menggunakan metode survei.

2.3.3. Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep ini meliputi keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor / industri dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkitan antar sektor / industri dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya.

1. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan, menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.

2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang, menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.

2.3.4. Analisis Dampak Penyebaran

Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke belakang belum cukup memadai untuk digunakan sebagai landasan pemilihan

(45)

sektor kunci, sehingga harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis dampak penyebaran yang terdiri atas kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran digunakan untuk membandingkan antara keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan ataupun ke belakang.

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik)

Konsep ini digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input, biasanya sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. 2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong)

Konsep ini digunakan untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output, biasanya sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai output dari sektor ini.

2.3.5. Analisis Multiplier

Analisis ini terdiri atas multiplier output, multiplier pendapatan, multiplier tenaga kerja, dan multiplier tipe I dan II.

1. Multiplier output, dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief (matriks invers) α menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i

(46)

sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan sebagai berikut.

α = (I – A)-1

= [αij]

Matriks α mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang

dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers [αij] menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.

2. Multiplier pendapatan, mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Pendapatan yang dimaksud dalam Tabel Input-Output adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. 3. Multiplier tenaga kerja, menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan

oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam Tabel Input-Output, seperti pada multiplier output dan pendapatan karena dalam Tabel Input-Output tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja, sehingga untuk memperolehnya harus ditambahkan dalam Tabel Input-Output baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja (ei).

4. Multiplier tipe I dan II, digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan

(47)

tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Efek multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat dibagi sebagai berikut.

a. Dampak awal (initial impact), merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Dampak awal dari sisi output diasumsikan sebagai peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi), sedangkan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei).

b. Efek putaran pertama (first round effect), menunjukkan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Efek putaran pertama dari sisi output ditunjukkan oleh koefisien langsung (koefisien input output / aij), sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan (∑iaij hi) menunjukkan adanya peningaktan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. Efek putaran pertama dari sisi tenaga kerja (∑iaij ei) menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output.

c. Efek dukungan industri (industrial support effect), dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan

(48)

penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output.

d. Efek induksi konsumsi (consumption induced effect), dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh dari masing-masing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja.

e. Efek lanjutan (flow on effect), merupakan efek (dari output, pendapatan, dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.

2.4. Kerangka Pemikiran Operasional

Perekonomian di Provinsi Jawa Timur ditunjang oleh berbagai sektor yang salah satunya adalah di sektor pertanian. Sektor pertanian sangat potensial untuk ditingkatkan pertumbuhannya karena perannya dalam menyerap tenaga kerja yang cukup besar sehingga nantinya bisa diharapkan mengurangi angka pengangguran. Selain itu juga kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur juga cukup tinggi dibandingkan sektor-sektor yang lain, sehingga untuk meningkatkan potensi pertanian maka diperlukan suatu investasi agar mampu bersaing dengan sektor yang lain diharapkan menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Timur.

Akan tetapi masih rendahnya tingkat investasi di sektor pertanian menyebabkan belum begitu maksimal dalam pemanfaatan potensi pertaniannya,

(49)

sehingga diperlukan peran pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur untuk mendorong dan menarik para investor agar bersedia berinvestasi di sektor pertanian. Adanya investasi di sektor pertanian akan mampu meningkatkan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dari rumah tangga sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Hal inilah yang akan menentukan bagaimana tindakan yang akan diambil pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan investasi di sektor pertanian, yang nantinya diharapkan dengan adanya tambahan investasi akan mampu meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi Jawa Timur. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur

Sektor Pertanian Sektor NonPertanian

Potensi Sektor Pertanian

Investasi Sektor Pertanian Rendah

Analisis Input-Output

Kontribusi terhadap PDRB Penyerapan Tenaga Kerja

Analisis Keterkaitan Analisis Penyebaran Analisis Multiplier

Peranan Investasi dalam Sektor Pertanian

Kebijakan Investasi Sektor Pertanian

Keterangan hal yang dianalisis

hal yang tidak dianalisis

(50)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam analisis ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, Badan Pusat Statistik Indonesia, Dinas Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah serta Badan Perencanaan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Timur. Data yang diambil adalah data Tabel Transaksi Input-Output atas harga dasar produsen Provinsi Jawa Timur tahun 2006 klasifikasi 19 sektor yang di agregasi menjadi 13 sektor dan sembilan sektor (Lampiran 1-4), karena merupakan Tabel Input-Output terbaru dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Data pendukung yang lainnya diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti perpustakaan IPB maupun sumber di luar IPB.

3.2. Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui bagaimana peranan investasi pada sektor pertanian terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya dalam suatu wilayah adalah Output. Dengan menggunakan model Input-Output ini, peranan investasi pada sektor pertanian terhadap output, pendapatan, kesempatan kerja, dan nilai tambah dapat diketahui berdasarkan matriks permintaan akhir, sedangkan dampak penyebaran terhadap sektor perekonomian lainnya dikaji berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran yang dapat diketahui berdasarkan matriks kebalikan Leontief terbuka sebagai berikut (Priyarsono, D. S, et al, 2007):

(51)

3.2.1. Analisis Keterkaitan

1. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i = Unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka

2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

= Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i = Unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka

3.2.2. Analisis Dampak Penyebaran

1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik) Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

(52)

Dimana:

= Koefisien penyebaran sektor j

= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka = Jumlah sektor

Apabila:

> 1, sektor j mempunyai koefisien penyebaran yang tinggi < 1, sektor j mempunyai koefisien penyebaran yang rendah

2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong) Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

=

Dimana:

= Kepekaan penyebaran sektor i

= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka = Jumlah sektor

Apabila:

> 1, sektor i mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi < 1, sektor i mempunyai kepekaan penyebaran yang rendah

(53)

3.2.3. Analisis Multiplier

Untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I dan tipe II sebagai berikut:

1. Multiplier Output Tipe I (sederhana)

Bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau negara terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

= Multiplier output tipe I sektor ke-j

= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

2. Multiplier Output Tipe II (total)

Bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau negara terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun induksi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

(54)

MI =

MII = Dimana:

= Multiplier output tipe II sektor ke-j

= Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup

3. Multiplier Pendapatan Tipe I

pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung pengaruh langsung

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

=

Dimana:

= Multiplier pendapatan tipe I sektor ke-j = Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

= Koefisien input gaji / upah rumah tangga sektor j

4. Multiplier Pendapatan Tipe II

Selain menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung juga menghitung pengaruh induksi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung + induksi konsumsi pengaruh langsung

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Gambar

Tabel  1.2.  PDRB  Atas  Dasar  Harga  Konstan  2000  Provinsi  Jawa  Timur  Tahun  2004-2007 (dalam juta rupiah)
Tabel 1.3.  Perkembangan  Kesempatan  Kerja  Menurut  Lapangan  Usaha  di  Provinsi Jawa Timur Tahun 2004-2007 (dalam jiwa)
Tabel  1.4.  Banyaknya  Proyek  PMA  yang  Disetujui  Menurut  Sektor  di  Provinsi  Jawa Timur Tahun 2004-2007
Tabel 1.5.  Banyaknya Proyek PMDN yang Disetujui Menurut Sektor di Provinsi  Jawa Timur Tahun 2004-2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan Galian Golongan C adalah Bahan Galian yang bukan strategis dan bukan vital sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Peningkatan indeks pendidikan (yang ditunjang oleh angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah) kurun waktu lima tahun terakhir relatif cukup baik, ini

[r]

Walaupun demikian, berdasarkan analisis menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan interaksi tropik yang terbentuk pada pertanaman sayuran dengan sistem budi daya organik dan

diharapkan tersebut, maka kajian dalam kegiatan perkuliahan ini membahas berbagai jenis media pembelajaran fisika yang relevan dengan tuntutan Standar Nasional

(1) Musim dingin adalah musim yang sangat sulit bagi hewan.(2) Banyak hewan yang tidak dapat bertahan hidup pada musim yang keras ini.(3) Beberapa hewan melewatinya

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PERUSAHAAN MAKANAN SlAP SAJI.. (Studi Kasus

Pada gambar disamping, O adalah titik pusat. lingkaran luar segitiga