• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN SISTEM IRIGASI PIPA OTOMATIS

LAHAN SAWAH BERBASIS TENAGA SURYA

SUDIRMAN SIRAIT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Sudirman Sirait

(3)

RINGKASAN

SUDIRMAN SIRAIT. Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya. Dibimbing oleh Satyanto K. Saptomo dan M. Yanuar J. Purwanto.

Kondisi sumberdaya air yang terbatas dan telah mengalami gangguan akibat perubahan iklim serta adanya degradasi lingkungan menyebabkan kebutuhan air untuk kepentingan pertanian semakin kompetitif. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air tanaman. Masalah kekurangan atau kelebihan air akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara optimum. Mengatasi masalah kekurangan air untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi diperlukan penerapan teknologi pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien, sehingga penggunaan air irigasi per satuan berat produk budidaya pertanian yang dihasilkan semakin kecil. Salah satu teknik pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien adalah menjaga tinggi muka air di lahan sawah sesuai dengan yang diinginkan. Untuk itu, sistem irigasi pipa yang memanfaatkan teknologi otomatis berbasis tenaga surya menjadi satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi di lahan sawah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi irigasi pipa otomatis dengan acuan kendali tinggi muka air di lahan sawah untuk pengaturan rotasi kran air elektris Valworx 561086 sebesar 90 dan melakukan pengujian pada jaringan irigasi sistem perpipaan di lahan sawah. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan sistem kontrol otomatis untuk menggerakkan sistem aktuasi kran air elektris Valworx 561086 dengan menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P dan perancangan sistem perpipaan untuk jaringan irigasi otomatis di lahan sawah. Teknologi irigasi otomatis dapat digunakan untuk mempermudah pengaturan tinggi muka air di lahan sawah, meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi serta efisiensi tenaga kerja.

Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan IPB Desa Cikarawang Dramaga Bogor. Penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahapan, yaitu analisis sistem, perancangan sistem kontrol otomatis dan jaringan irigasi sistem perpipaan, pengujian dan percobaan lapang, serta analisis hasil percobaan lapang. Nilai tinggi muka air di lahan sawah diatur antara 0 cm dan 5 cm sebagai setpoint bawah dan atas untuk acuan dalam menggerakkan sistem aktuasi kran air elektris Valworx 561086. Rancangan jaringan irigasi sistem perpipaan dilakukan pada lahan sawah berukuran 52 x 17 m, dan sistem irigasi gravitasi dengan beda tinggi elevasi dari reservoir ke lahan sebesar 50 cm. Pipa utama berdiameter 6 inchi mengalirkan air ke pipa manifold berdiameter 3 inchi yang merupakan outlet irigasi. Pada pipa

manifold dilengkapi dengan kran air elektris Valworx 561086 yang dikendalikan dengan sistem kontrol otomatis. Pada percobaan lapang dilakukan pengujian dan implementasi sistem kontrol otomatis pada jaringan irigasi perpipaan di lahan sawah selama 7 hari secara kontinyu.

(4)

90 yang dapat menghemat penggunaan daya baterai sebesar 22.2 Watt. Sistem kontrol otomatis sepenuhnya didukung oleh energi surya yang terdiri dari panel surya, charge controller dan baterai, dan dapat beroperasi 24 jam tanpa pengawasan oleh operator. Rata-rata waktu buka katup irigasi adalah 80.67 menit dengan debit rata-rata sebesar 0.29 m3/menit. Total aplikasi irigasi yang diberikan selama percobaan setara dengan 37.54 cm. Rata-rata durasi waktu untuk penurunan tinggi muka air (water level) dari tinggi puncak sampai ke permukaan tanah adalah 112.36 menit. Sistem irigasi otomatis dapat mengoperasikan kran irigasi berdasarkan informasi water level di lahan sawah. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi sistem kontrol otomatis pada jaringan irigasi pipa lahan sawah dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi serta efisien tenaga kerja.

(5)

SUMMARY

SUDIRMAN SIRAIT. Design of Automatic Pipe Irrigation System in Paddy Field Based on Solar Power. Supervised by Satyanto K. Saptomo dan M. Yanuar J. Purwanto.

The limited water resources and the disturbance caused by climate change and environmental degradation led to the increasing of water need for agricultural purposes. This condition can cause an imbalance between supply and demand of water requirement to plants. The problem of shortage or excess water will cause the plants can not grow and produce in the optimum condition. Overcoming the problem of water shortage to increase the productivity and efficiency of irrigation water use is required for irrigation management technology implementation effective and efficient, so that the use of irrigation water per unit weight agricultural cultivation resulting product is getting smaller. One of the technology to make effective and efficient irrigation is by maintaining the water levels in the paddy field, as desired. Therefore, the design of automatic pipe irrigation system in paddy field based on solar power can become an alternative to increasing the productivity and efficiency of irrigation water use in paddy fields.

The aims of this research are to design an automatic pipe irrigation system for paddy field which is powered by using solar power with water level in the paddy fields as reference for controlling electrical valve Valworx 561086 and conduct testing on pipe irrigation system network in paddy fields. This study focused on the development of the automatic control system to operate electrical valve Valworx 561086 using Arduino Uno microcontroller ATmega328P and the design of automatic pipe irrigation system in paddy field using solar power. Automatic irrigation technology can be used to ease the water level control in the paddy field, improving the efficiency of irrigation water and labor.

This research was carried in paddy fields at Cikarawang Village, Dramaga, Bogor. This study is divided into several stages, which are system analysis, design of automatic control system and irrigation piping system, testing and field trials, and analysis of field trials results. Water level at the field was set at a range of 0 to 5 cm, as a setpoint. The design of pipe irrigation system network was implemented at actual paddy fields of 52 x 17 m, and using gravitational irrigation with difference of elevation from the reservoir to the land is 50 cm. The main line

with a diameter of 6 inches using for flowing the water into the manifold pipe

with diameter of 3 inches as the irrigation outlet. The manifold pipe fitted with electrical valve that controlled by an automatic control system. In the field experiment, testing and implementation of automatic control system on the pipe irrigation network has been conducted continuously in paddy field for 7 days.

(6)

controller, battery, and operate for 24 hours a day, unattended by operators. Average irrigation valve open 80.67 minutes with an average discharge of 0.29 m3/minutes. Total irrigation water use during the trial is equivalent to 37.54 cm. The average time in water level decrease from the high peaks to the ground level was 112.36 minutes. Automatic irrigation system can operate irrigation valve based on water level information in paddy fields. This indicates that the application of the automatic control system on pipe irrigation network can improve the productivity and efficiency of irrigation water use and labour.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

RANCANG BANGUN SISTEM IRIGASI PIPA OTOMATIS

LAHAN SAWAH BERBASIS TENAGA SURYA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(9)
(10)

Judul Tesis : Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya

Nama : Sudirman Sirait NIM : F451130011

Program Studi : Teknik Sipil dan Lingkungan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Satyanto K. Saptomo, STP, MSi Ketua

Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr. Satyanto K. Saptomo, STP, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah Irigasi Pipa Otomatis, dengan judul Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Satyanto K. Saptomo, STP, MSi dan Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS selaku pembimbing, Bapak Dr. Roh Santoso Budi Waspodo, MT selaku penguji luar komisi, dan Bapak Dr. Chusnul Arif, STP, MSi selaku moderator ujian tesis yang telah banyak memberi saran untuk penyempurnaan penulisan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada ayah, ibu, istri, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil dan Lingkungan khususnya angkatan 2013 yang telah banyak memberikan motivasi dan membantu selama penyusunan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan irigasi di Indonesia.

Bogor, Agustus 2015

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Sistem Irigasi Pipa Otomatis 3

Kebutuhan Air Irigasi 4

Analisis Hidrolik Irigasi Pipa 6

Sistem Kontrol 10

3 METODE 12

Bahan 12

Alat 13

Prosedur Penelitian 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Karakteristik Tanah 21

Analisis Hidrolik Jaringan Irigasi Pipa 22

Kalibrasi Sensor 23

Sistem Irigasi Otomatis Berbasis Tenaga Surya 25

Pengujian dan Kinerja Sistem Irigasi Otomatis Bertenaga Surya 27

5 SIMPULAN DAN SARAN 30

Kesimpulan 30

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 31

(13)

DAFTAR TABEL

1 Koefisien Hazen-William 7

2 Nilai Kcsebagai fungsi dari  9

3 Koefisien Kb sebagai fungsi R/D 9

4 Format keluaran data hasil percobaan 19

5 Sifat fisik tanah lahan percobaan 21

6 Hasil analisis hidrolik pipa pada jaringan irigasi 23

7 Analisis konsumsi daya sistem kontrol otomatis 26

DAFTAR GAMBAR

1 Pengecilan penampang pipa secara mendadak 8

2 Pengecilan penampang pipa secara berangsur-angsur 8 3 Perbesaran penampang pipa secara berangsur-angsur 9 4 Belokan pipa (a) secara berangsur-angsur, dan (b) secara mendadak 9

5 Sensor water level PN-12110215TC-12 10

6 Sensor kelembaban tanah VH 400 10

7 Aduino Uno 11

8 Relay (saklar magnetis) 12

9 Rangkaian sensor water level PN-12110215TC-12 14 10 Skema rangkaian hardware sistem kontrol otomatis irigasi pipa 15

11 Diagram alir sistem kendali otomatis 16

12 Lokasi penelitian otomatisasi irigasi pipa berbasis tenaga surya 17 13 Lay-out jaringan irigasi pipa dengan memanfaatkan teknologi otomatis 17 14 Diagram alir perancangan jaringan irigasi pipa 18

15 Tata letak sensor di lahan sawah 19

16 Diagram alir penelitian 20

17 Kurva kalibrasi (a) sensor water level 1, dan (b) sensor water level 2 24 18 Kurva dan persamaan kalibrasi sensor soil moisture 24 19 Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction 25 20 Hasil percobaan irigasi otomatis di lahan sawah 28 21 Akumulasi komponen kesetimbangan air pada irigasi otomatis 29 22 Akumulasi komponen kesetimbangan air pada irigasi konvensional 30

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

6 Panel sistem kendali yang terdiri dari mikrokontroler, saklar magnetis,

baterai dan charge controller 36

7 Tata letak sensor water level dansensor soil moisture di lahan sawah 37 8 Valve elektris yang dilengkapi dengan by pass valve manual untuk

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Irigasi merupakan penambahan air secara buatan untuk mengatasi kekurangan kadar air tanah. Hal ini disebabkan air tanah yang tersedia akan terus berkurang karena diserap oleh tanaman dan hilang akibat perkolasi apabila tidak terjadi hujan atau penambahan air tanah. Disisi lain kondisi sumberdaya air yang terbatas dan telah mengalami gangguan akibat perubahan iklim serta adanya degradasi lingkungan menyebabkan kebutuhan air untuk kepentingan pertanian semakin kompetitif. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air tanaman. Masalah kekurangan atau kelebihan air akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi secara optimum. Mengatasi masalah kekurangan air untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi diperlukan penerapan teknologi pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien, sehingga penggunaan air irigasi per satuan berat produk budidaya pertanian yang dihasilkan semakin kecil. Menurut Molden et al. (2007), water productivity untuk tanaman padi adalah 0.15 – 1.6 kg/m3, gandum 0.2 – 1.2 kg/m3, jagung 0.30 – 2.00 kg/m3, dan sayuran sebesar 3 – 20 kg/m3.

Pengelolaan air berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi hasil tanaman pertanian. Perubahan iklim global dan perubahan pola hujan yang terjadi menyebabkan cuaca sulit di prediksi sehingga menimbulkan ketidakpastian ketersediaan air. Oleh sebab itu perlu dicari teknologi otomatis yang dapat meningkatkan efisiensi pemberian air irigasi. Salah satu teknologi pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien adalah menjaga tinggi muka air di lahan sawah sesuai dengan yang diinginkan. Pengaturan tinggi muka air di lahan sawah tidak mungkin jika dilakukan dengan cara manual dan sistem

bukatutup pintu air yang selama ini banyak dipakai (Hardjoamidjojo dan Setiawan 2001; Tusi 2010). Pengaturan tinggi muka air dipengaruhi langsung oleh hujan dan kondisi iklim mikro serta proses evapotranspirasi yang bervariatif dengan jenis tanaman dan waktu. Oleh karena itu, desain sistem irigasi dengan memanfaatkan teknologi otomatisasi menjadi satu alternatif yang dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi di lahan sawah.

(16)

2

tinggi muka air (water level) di lahan sawah untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan air irigasi di lahan sawah serta dapat mendukung keberlanjutan pengembangan pertanian dalam peningkatan produksi hasil pertanian di Indonesia.

Perumusan Masalah

Pengelolaan air sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan produksi hasil pertanian. Tanaman budidaya pertanian membutuhkan air yang volumenya berbeda untuk setiap fase pertumbuhannya. Variasi kebutuhan air tergantung juga pada varietas tanaman dan sistem pengelolaan lahan pertanian. Teknik pengelolaan air perlu secara spesifik dikembangkan sesuai dengan sistem produksi tanaman pertanian dan pola tanamnya. Salah satu cara untuk penyediaan kebutuhan air oleh tanaman adalah sistem irigasi. Kebutuhan air irigasi dipengaruhi berbagai faktor seperti iklim mikro, kondisi tanah, koefisien tanaman, pola tanam, debit air irigasi, luas daerah irigasi, efisiensi irigasi, dan lain-lain.

Efisiensi irigasi merupakan faktor penentu utama dari kinerja suatu sistem jaringan irigasi. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi bahwa sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan rembesan. Perancangan sistem irigasi dan sistem penyaluran yang tidak tepat akan meningkatkan kehilangan air baik di saluran maupun di petak sawah. Disisi lain pemberian air irigasi yang tidak tepat dan tanpa adanya ukuran yang sesuai kebutuhan tanaman dapat menyebabkan terjadinya pembusukan akar akibat kelebihan air. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman serta rendahnya efisiensi dan produktivitas air irigasi.

Pemberian air irigasi secara berlebihan akan menyebabkan banyaknya air yang terbuang sehingga terjadi inefisiensi di lapangan. Air yang berlebihan atau kurang akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dan berbuah secara optimum. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem pemberian air irigasi yang lebih efisien. Peningkatan efisiensi dan produktivitas air irigasi dapat dilakukan dengan cara pengaturan tinggi muka air (water level) di lahan sawah dengan sistem otomatis. Pengaturan tinggi muka air (water level) di lahan sawah dipengaruhi langsung oleh hujan dan kondisi iklim mikro serta proses evapotranspirasi yang bervariatif dengan jenis tanaman dan waktu. Oleh karena itu, mendesain jaringan irigasi yang tepat dan dilengkapi dengan teknologi otomatis menjadi satu alternatif yang dapat mengurangi tingkat kehilangan air serta dapat mengendalikan tinggi muka air (water level) sesuai dengan kebutuhan air tanaman.

Berdasarkan fenomena tersebut diatas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana menentukan model rancangan jaringan irigasi pipa lahan sawah yang tepat untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas air irigasi berdasarkan kebutuhan air pada tanaman ?

(17)

3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknologi irigasi pipa otomatis bertenaga surya dengan acuan kendali tinggi muka air (water level) di lahan sawah untuk pengaturan rotasi kran air elektris Valworx 561086 sebesar 90 dan melakukan pengujian pada jaringan irigasi sistem perpipaan di lahan sawah.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini adalah teknologi irigasi pipa otomatis dapat digunakan untuk mempermudah pengaturan tinggi muka air (water level) di lahan sawah, meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi serta efisiensi tenaga kerja.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pengembangan sistem kontrol otomatis untuk menggerakkan sistem aktuasi kran air elektris Valworx 561086 dengan menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P dan perancangan sistem perpipaan untuk jaringan irigasi otomatis di lahan sawah bertenaga surya.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Irigasi Pipa Otomatis

(18)

4

faktor yang sangat menentukan dalam mendesain suatu jaringan irigasi adalah kebutuhan air tanaman, besarnya infiltrasi dan besarnya evapotranspirasi (Raghuwanshi dan Wallender 1999).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman bisa terhambat atau terganggu karena kebutuhan air pada tanaman tidak tercukupi atau keberadaan air tanah yang berlebihan. Produksi hasil pertanian akan menurun jika tanaman mengalami cekaman air (water stress) (Nikolidakis et al. 2015). Menurut Purwanto dan Badrudin (1999); Winarbawa (2000); Adams et al. (2011), bahwa berkurangnya kelembaban tanah dan kekurangan air bagi tanaman untuk melangsungkan proses evapotranspirasi akan menghambat pertumbuhannya serta dapat mengakibatkan kekeringan bahkan kematian tanaman. Salah satu cara penyediaan kebutuhan air oleh tanaman untuk meningkatkan produksi hasil pertanian adalah sistem irigasi. Siebert dan Doll (2010) memperkirakan bahwa rata-rata hasil produksi tanaman biji-bijian dengan sistem irigasi adalah 4.4 ton/ha, sedangkan dengan sistem tadah hujan sebesar 2.7 ton/ha. Sebesar 42% dari hasil produksi tanaman biji-bijian pada umumnya berasal dari lahan irigasi dan tanpa sistem irigasi hasil produksi akan menurun sebesar 20%.

Sistem irigasi yang dilengkapi dengan sistem kontrol otomatis dapat menjaga tinggi muka air (water level) di lahan pada level tertentu. Pengaturan muka air (water level) di lahan sawah dengan kontrol otomatis merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menjaga kondisi kelembaban tanah sebagai media tumbuh tanaman agar tidak sampai mengalami kekeringan dan kelebihan air serta cukup bagi lahan untuk terhindar dari kekeringan (Saptomo et al. 2004; Arif et al. 2009). Pengaturan water level antara -10 cm sampai 2 cm pada irigasi permukaan dapat menjaga kelembaban tanah di lahan sawah berada pada kondisi pF dibawah 2 yang berarti tanah berada pada kondisi jenuh atau macak-macak dan tidak kekurangan air (Saptomo et al. 2012). Menurut Saptomo et al. (2013), bahwa pengkondisian lengas tanah volumetrik diantara 38.5% dan 28.7% sebagai acuan untuk mengoperasikan solenoid valve pada irigasi curah dapat mencegah kekurangan air dan sekaligus menghindari perkolasi.

Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi di lahan sawah ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu penyiapan lahan (pengolahan tanah), penggunaan konsumtif (kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman), perkolasi dan rembesan, penggantian lapisan air, curah hujan efektif, serta efisiensi irigasi (Prastowo 2010). Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari atau lt/dt/ha. Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor evaporasi dan transpirasi yang kemudian dihitung sebagai evapotranspirasi. Analisis kesetimbangan air dilakukan untuk melihat kuantitas dari masing-masing komponen kesetimbangan air dilahan sawah. Menurut Hardjoamidjojo dan Setiawan (2001), bahwa peningkatan kekurangan air dan penggunaan lahan dapat mengubah keseimbangan air dan kesehatan ekologi suatu lahan pertanian. Analisis kesetimbangan air untuk irigasi genangan khususnya lahan sawah dilakukan berdasarkan Persamaan (1).

(19)

5 keterangan:

Irr : irigasi (mm/hari) Re : hujan efektif (mm/hari) ETc : evapotranspirasi (mm/hari) P : perkolasi (mm/hari)

Ro : limpasan (mm/hari)

dS : perubahan simpanan air di lahan (mm/hari).

Besarnya evapotranspirasi dapat dihitung dengan metode empiris, seperti metode Radiasi, Penman-Monteith, Blaney-Criddle, dan panci evapotranspirasi (Prastowo 2010 diacu dalam Raes et al. 1989). Persamaan perhitungan evapotranspirasi potensial (ETo) dengan menggunakan metode Penman-Monteith yang dimodifikasi sebagai berikut:

o n 1- u – (2) keterangan:

ETo : evapotranspirasi potensial (mm/hari)

W : faktor yang mempengaruhi penyinaran matahari

c : faktor koreksi (penyesuaian kondisi cuaca akibat siang dan malam) (1-W) : faktor berat sebagai pengaruh angin dan kelembaban

Rn : radiasi penyinaran matahari (mm/hari)

f(u) : faktor yang tergantung dari kecepatan angin / fungsi relatif angin ea : tekanan uap jenuh (mbar)

ed : tekanan uap nyata (mbar)

(ea-ed) : perbedaan tekanan uap air/ perbedaan tekanan uap jenuh rata-rata dengan tekanan uap rata-rata yang sesungguhnya dan dinyatakan dalam mbar pada temperatur rata-rata.

Kebutuhan air konsumtif adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman untuk penguapan (evaporasi), transpirasi dan aktivitas metabolisme tanaman. Jumlah evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistem irigasi, lamanya pertumbuhan, hujan dan faktor lainnya. Jumlah air yang ditranspirasikan tanaman tergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, tahapan pertumbuhan, tipe dedaunan, intensitas dan lama penyinaran. Kebutuhan air untuk tanaman di lahan diartikan sebagai kebutuhan air konsumtif dengan memasukkan faktor-faktor tanaman (kc). Persamaan (3) digunakan untuk menghitung kebutuhan air konsumtif tanaman menurut Doorenbos dan Pruitt (1977) adalah sebagai berikut (Prastowo 2010; Triatmodjo 2013):

ETc = ETo  Kc (3)

keterangan:

(20)

6

Kebutuhan air konsumtif dipengaruhi oleh jenis dan umur tanaman (fase pertumbuhan tanaman). Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi maksimum. Setelah mencapai pertumbuhan maksimum, nilai kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan dengan pematangan biji. Nilai kebutuhan air konsumtif untuk perubahan-perubahan fase pertumbuhan tanaman tersebut merupakan nilai koefisien faktor tanaman (kc). Nilai koefisien pertumbuhan tanaman (kc) tergantung jenis tanaman dan periode pertumbuhan tanaman yang ditanam, untuk tanaman jenis yang sama juga berbeda menurut varietasnya (Prastowo 2010). Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah, dan sifat tanah umumnya tergantung pada kegiatan pemanfaatan lahan atau pengolahan tanah. Pada tanah bertekstur lempung berat dengan karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1  3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang bertekstur lempung lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi. Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air ditetapkan berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi 1986, KP-01. Besar kebutuhan air untuk penggantian lapisan air adalah 50 mm/bulan (atau 3.3 mm/hari selama ½ bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi (Triatmodjo 2013).

Analisis Hidrolik Irigasi Pipa

Sistem irigasi perpipaan yang terdiri dari pipa utama, pipa monifold, pipa lateral dan valve line dapat meningkatan efisiensi penggunaan air irigasi di lahan sawah serta dapat mengurangi tingkat kehilangan air akibat evaporasi, infiltrasi, perkolasi, run off maupun seepage. Pipa adalah saluran tertutup dan biasanya berpenampang lingkaran yang digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh. Analisis hidrolik jaringan pipa dapat dilakukan untuk menentukan rancangan jaringan irigasi perpipaan, debit aliran dan head loss. Persamaan aliran yang paling dasar adalah persamaan kesinambungan (continuity) yang berkaitan dengan aliran air Q pada suatu penampang melintang, kecepatan aliran v dan luas A dari dua penampang yang berbeda (Triatmodjo 2013; Kodoatie 2005):

(21)

7

seperti yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Koefisien Hazen-William

Nilai CH Jenis pipa

140 Pipa sangat halus

130 Pipa halus, semen, besi tuang baru

120 Pipa baja dilas baru

110 Pipa baja dikeling baru

100 Ppa besi tuang tua

95 Pipa baja dikeling tua

60  80 Pipa tua

(Sumber: Triatmodjo 2013)

Kecepatan aliran pada jaringan pipa dipengaruhi oleh kehilangan energi (head loss) aliran dalam pipa. Jika kehilangan energi semakin besar maka kecepatan aliran akan berkurang dan jika kehilangan energi semakin kecil maka kecepatan aliran akan bertambah. Kehilangan energi (head loss) aliran melalui pipa adalah penjumlahan dari perubahan energi mekanik internal. Head loss

dibagi 2 yaitu head loss major dan head loss minor. Head loss major adalah head loss yang terjadi akibat gesekan pada dinding pipa atau bentuk penampang lainnya, sedangkan head loss minor adalah head loss yang diakibatkan oleh adanya perubahan penampang pipa, sambungan, belokan, dan accessories pipa lainnya.

Head loss major pada pipa dapat ditentukan dengan persamaan Darcy-Weisbach (Maryono 2003; Munson 2003; Kodoatie 2005; Triatmodjo 2013) berikut:

(22)

8

dikurangi dengan membuat pengecilan penampang secara berangsur-angsur seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 1 Pengecilan penampang pipa secara mendadak

Gambar 2 Pengecilan penampang pipa secara berangsur-angsur

Kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa yang disebabkan oleh pengecilan penampang secara berangsur-angsur dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Triatmodjo 2013):

he : kehilangan energi akibat pengecilan berangsur-angsur (m)

Kc : koefisien he, tergantung pada sudut transisi  dan perbandingan luas

penampang A2/A1

v2 : kecepatan aliran pada penampang 2 (m/s)

g : percepatan gravitasi (9.8 m/s2).

Perbesaran penampang pipa secara mendadak mengakibatkan terjadinya kenaikan tekanan dari p1 menjadi p2 dan kecepatan turun dari v1 menjadi v2, pada tempat di sekitar perbesaran penampang (1) akan terjadi olakan dan aliran akan normal kembali mulai dari penampang (2). Hal ini dapat menyebabkan kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa. Kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa yang disebabkan oleh perbesaran penampang pipa dapat dikurangi dengan membuat perbesaran penampang secara berangsur-angsur seperti ditunjukkan pada Gambar 3, nilai kehilangan energi (head loss) aliran ditentukan dengan Persamaan (8) dan nilai Kc sebagai fungsi dari sudut 

ditunjukkan pada Tabel 2 (Triatmodjo 2013):

(23)

9 keterangan:

he : kehilangan energi akibat perbesaran berangsur-angsur (m)

Kc : koefisien he, nilai Kc tergantung pada sudut 

v2 : kecepatan aliran pada penampang 2 (m/s)

g : percepatan gravitasi (9.8 m/s2).

Gambar 3 Perbesaran penampang pipa secara berangsur-angsur Tabel 2 Nilai Kcsebagai fungsi dari 

 10 20 30 40 50 60 75

Kc 0.078 0.31 0.49 0.60 0.67 0.72 0.72

(Sumber: Triatmodjo 2013)

Kehilangan energi (head loss) aliran pada jaringan pipa terjadi pula pada belokan pipa. Kehilangan energi yang terjadi pada belokan tergantung pada sudut belokan pipa. Pada sudut belokan 90o dan dengan belokan berangsur-angsur seperti ditunjukkan pada Gambar 4a, maka kehilangan energi tergantung pada perbandingan antara jari-jari belokan dan diameter pipa. Nilai Kb untuk berbagai

nilai R/D ditunjukkan pada Tabel 3. Secara matematis besarnya head loss yang terjadi pada belokan pipa dapat ditulis sebagai berikut:

g v K

hb b

2

2

 (9)

Tabel 3 Koefisien Kb sebagai fungsi R/D

R/D 1 2 4 6 10 16 20

Kb 0.35 0.19 0.17 0.22 0.32 0.38 0.42

(Sumber: Triatmodjo 2013)

Gambar 4 Belokan pipa (a) secara berangsur-angsur, dan (b) secara mendadak

(24)

10

Sistem Kontrol

Sistem kendali atau sistem kontrol (control system) adalah suatu alat (kumpulan alat) untuk mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari suatu sistem. Sistem kontrol otomatis terdiri atas elemen pengukuran (sensor), eleman kendali (actuator), dan pengendali (controller). Elemen pengukuran (sensor) memberikan umpan balik (feedback) ke sistem kendali berupa kondisi aktual dari proses yang dikendalikan. Sensor adalah alat untuk mendeteksi/mengukur sesuatu yang digunakan untuk mengubah variasi mekanis, magnetis, panas, sinar, kimia, menjadi tegangan dan arus listrik. Sensor dalam teknik pengukuran dan pengaturan secara elektronik berfungsi mengubah besaran fisik (misalnya: temperatur, gaya, kecepatan putaran) menjadi besaran listrik yang proposional (Septiawan 2010). Gambar 5 memperlihatkan sensor yang digunakan untuk mengukur tinggi muka air di lahan sawah.

Gambar 5 Sensor water level PN-12110215TC-12 (Sumber: http://www.milonetech.com/)

Sistem kontrol otomatis dilengkapi dengan elemen sensor untuk mengukur tingkat kelengasan tanah di lahan sawah. Sensor yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelengasan tanah di lahan sawah adalah Vegetronix VH400 (Sudha et al. 2011). Gambar 6 memperlihatkan sensor yang digunakan untuk mengukur tingkat kelengasan tanah di lahan sawah.

(25)

11 Elemen kendali (actuator) memiliki aktuator, sirkuit pengatur daya, dan catu daya tersendiri dan berfungsi untuk aktualisasi perintah yang diberikan oleh pengendali. Pengendali memiliki unit pemroses yang dilengkapi dengan memori dan sirkuit pembanding setpoint dengan nilai yang terbaca oleh sensor. Pada sistem kendali otomatis, mikrokontroler merupakan salah satu elemen pengendali. Mikrokontroler adalah sebuah sistem komputer fungsional dalam sebuah chip. Pada mikrokontroler terdapat sebuah inti prosesor, memori (sejumlah kecil RAM, memori program, atau keduanya), dan perlengkapan input output. Mikrokontroler merupakan suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan dan keluaran serta kendali dengan program yang bisa ditulis maupun dihapus dengan cara khusus, yaitu cara kerja mikrokontroler. Mikrokontroler digunakan dalam produk dan alat yang dikendalikan secara otomatis serta menjadikan proses pembuatan pada sebuah perangkat digital menjadi lebih mudah dan ekonomis. Salah satu jenis mikrokontroler yang dapat digunakan untuk sistem kendali otomatis adalah Arduino Uno ATMega328P. Skema Arduino Uno ATMega328P disajikan pada Gambar 7 dengan spesifikasi sebagai berikut (www.arduino.cc):

1) Operating voltage 5V

2) Rekomendasi input voltage 7  12V 3) Batas input voltage 6  20V

4) Memiliki 14 buah digital input/output

5) Memiliki 6 buah Analog Input

6) DC current setiap I/O Pin sebesar 40 mA 7) DC current untuk 3.3V sebesar 50 mA 8) Flash memory 32 KB

9) SRAM 2 KB 10) EEPROM 1 KB

Gambar 7 Aduino Uno (Sumber: http://www.arduino.cc.)

(26)

12

atau kontaktor relay. Relay dibutuhkan dalam rangkaian elektronika sebagai eksekutor sekaligus interface antara beban dan sistem kendali elektronik yang berbeda sistem power supplynya. Secara fisik antara saklar atau kontaktor dengan elektromagnet relay terpisah sehingga antara beban dan sistem kontrol juga terpisah. Relay elektromekanik terdiri dari 2 bagian utama yakni saklar mekanik dan sistem pembangkit elektromagnetik (induktor inti besi) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Relay menggunakan prinsip elektromagnetik untuk menggerakkan kontak saklar sehingga dengan arus listrik yang kecil (low power) dapat menghantarkan listrik yang bertegangan lebih tinggi.

Gambar 8 Relay (saklar magnetis) (Sumber: http://teknikelektronika.com)

3

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 – Mei 2015 di Laboratorium Wageningan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan sebagai tempat perancangan dan pangujian sistem kontrol otomatis. Perancangan dan pengujian sistem irigasi pipa otomatis dilakukan di lahan percobaan IPB Desa Cikarawang, Dramaga, Bogor. Penentuan karakteristik tanah dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Tanah Terpadu, Balai Penelitian Tanah, Cimanggu Bogor. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini berupa data iklim selama percobaan lapang yaitu curah hujan harian, temperatur harian, dan penguapan.

Bahan

(27)

13 ATMega328P, sensor water level eTape Continuous Fluid Level Sensor PN-12110215TC-12, sensor soil moisture Vegetronix VH400, kotak panel, micro SD,

RTC modul, baterai 12V, relay 12V dan 5V, panel surya, solarchargecontroller,

terminal barrier, kran air elektrisValworx561086 diameter 4 inchi, dan kabel.

Alat

Alat yang digunakan untuk perancangan irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya adalah peralatan perbengkelan pertanian, komputer, software

Microsoft Excel yang digunakan untuk pembuatan dan simulasi program kontrol otomatis, penggaris, GPS, stopwatch, Theodolite, meteran, dan multimeter.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahapan, yaitu analisis sistem, perancangan sistem kontrol otomatis dan jaringan irigasi sistem perpipaan, pengujian dan percobaan lapang, serta analisis hasil percobaan lapang.

Analisis Sistem

Pada tahap ini dilakukan analisis yang mencakup segala kebutuhan dalam membangun sistem teknologi otomatis irigasi pipa dengan mengidentifikasi masalah yang meliputi model rancangan dan sistem hidrolik jaringan pipa pada jaringan irigasi, rangkaian hardware sistem kontrol otomatis, sensor water level

untuk mengukur tinggi muka air di lahan percobaan, sensor soil moisture untuk mendeteksi tingkat kelengasan tanah di lahan percobaan, solar charge contoller

dan baterai serta perangkat elektronika sebagai pendukung sistem kontrol irigasi pipa otomatis di lahan sawah dengan pemanfaatan energi surya.

Perancangan Sistem Kontrol Otomatis

Tahap perancangan sistem kontrol otomatis yang dilakukan adalah perancangan software dan perancangan hardware. Pada tahap perancangan

software dilakukan pembuatan dan penyesuaian program untuk melakukan serangkaian pengujian sistem otomatis. Penulisan program kendali ditulis di halaman Arduino Uno. Bahasa pemograman didasarkan pada bahasa pemograman C/C++. Pada tahap perancangan hardware terdiri atas sensor water level, sensor

soil moisture, mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P, kran air elektris Valworx 561086, baterai 12 volt, relay, panel surya dan solarchargecontroller,

terminal barrier, modul real time clock (RTC) dan micro SD. Sensor water level

yang digunakan yaitu eTape Continuous Fluid Level Sensor PN-12110215TC-12. Dimana sensor ini memiliki spesifikasi sebagai berikut:

(28)

14 Continuous Fluid Level Sensor PN-12110215TC-12. Sensor water level yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 2 buah yang digunakan untuk kontrol dan monitoring tinggi muka air di lahan percobaan. Setiap kaki pada sensor dihubungkan dengan mikrokontroler, dimana kaki Vin dihubungkan ke port 5 V, kaki ground dihubungkan ke port ground dan kaki Vout dihubungkan ke port analog serial A1 dan A2 pada mikrokontroler. Gambar 9 memperlihatkan skema rangkaian sensor water level PN-12110215TC-12.

Vout = I x Rsense

Gambar 9 Rangkaian sensor water level PN-12110215TC-12

Sensor soil moisture memiliki tiga pin yaitu bare, red, black. Pin bare

(29)

15 sistem kendali irigasi, serta untuk mengubah setting pengendalian yang diinginkan. Pada serial monitor akan ditampilkan nilai dari sensor water level dan sensor soil moisture, sehingga dapat mengetahui dan mengamati nilai level muka air di lahan percobaan. Komponen mikrokontroler ATMega328P yang berfungsi sebagai pengolah keseluruhan data input analog sensor water level dan sensor soil moisture, sehingga didapatkan nilai level muka air dan kadar air tanah pada lahan percobaan. Pada blok mikrokontroler juga dipasang micro SD modul dan real time clock sehingga dapat merekam data hasil pembacaaan sensor yang disertai dengan waktu pengukuran. Micro SD modul dan real time clock dipasang pada port 3 volt,

port ground, port digital 10, port digital 11, port digital 12, dan port digital 13 yang terdapat pada mikrokontroler.

Pada blok mikrokontroler terdapat beberapa rangkaian, antara lain relay

sebagai saklar otomatis untuk menghidupkan atau mematikan sistem, terminal barrier, panel surya dan solarchargecontroller sebagai pendukung sistem dengan pemanfaatan tenaga surya, baterai 12 volt sebagai sumber tegangan listrik yang akan dialirkan melalui relay untuk menggerakkan sistem motor kran air elektris yang berfungsi sebagai buka tutup aliran air yang akan mengalir ke jaringan irigasi (outlet irigasi). Gambar 10 memperlihatkan skema rangkaian

hardware pada sistem irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya. Kran air elektris yang digunakan pada penelitian ini adalah Valworx 561086 yang berdiameter 4 inchi dengan spesifikasi sebagai berikut:

1) Tegangan kerja : 12 – 24 AC/DC

2) Konsumsi daya : 2.1A @12VDC, 1.20A @24VDC, 0.9A @24VC 3) Ketahanan suhu : -4 – 158°F (-20 – 70°C)

4) Cycle time : 35 sec / 90° 5) Berat : 6.6 lbs (3 kg) 6) Max run torque : 752 in lbs (85Nm)

(30)

16

Sensor water level dan sensor soil moisture diletakkan di salah satu titik pada lahan percobaan. Data yang diperoleh dari hasil pembacaan sensor tersebut digunakan sebagai masukan kontrol kemudian diolah oleh mikrokontroler, sehingga dihasilkan keluaran. Sistem mikrokontroler ini yang akan memantau level muka air lahan sawah dari waktu ke waktu dan mengolahnya, kemudian memberikan perintah pada motor kran air elektris Valworx 561086 untuk bukatutup yang berfungsi mengalirkan air ke jaringan irigasi melalui sistem perpipaan sampai ke lahan.

Nilai setpoint level muka air lahan percobaan ditentukan pada ketinggian 0 - 5 cm. Ketika level muka air dilahan percobaan berada di bawah 0 cm, maka mikrokontroler akan memberikan sinyal untuk mengaktifkan relay yang akan mengaktifkan motor kran elektris untuk buka. Demikian juga sebaliknya ketika level muka air dilahan percobaan berada di atas 5 cm, maka mikrokontroler akan memberikan sinyal untuk mengaktifkan relay dan menggerakkan motor kran elektris untuk tutup. Sistem pengaturan air akan menjadi lebih akurat karena proses kendali dilakukan dengan sistem komputer dan tinggi level muka air tidak hanya dapat dipantau tetapi juga dapat diukur. Gambar 11 menunjukkan bagan alir rancangan sistem kendali otomatis irigasi pipa di lahan sawah bertenaga surya.

Gambar 11 Diagram alir sistem kendali otomatis

Pemasangan Sistem Kontrol Otomatis pada Jaringan Irigasi Perpipaan

(31)

17 Gambar 12 memperlihatkan lokasi penelitian rancang bangun sistem irigasi pipa otomatis lahan sawah berbasis tenaga surya.

Gambar 12 Lokasi penelitian otomatisasi irigasi pipa berbasis tenaga surya Rancangan jaringan irigasi pipa otomatis berbasis tenaga surya dilakukan pada lahan sawah berukuran 52 x 17 m dengan menggunakan sistem perpipaan, dan sistem irigasi gravitasi dengan beda elevasi dari reservoir ke lahan sebesar 50 cm seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Pada rancangan jaringan irigasi pipa terdapat 2 tipe perpipaan, yaitu pipa utama dan pipa manifold. Pipa utama berdiameter 6 inchi mengalirkan air ke pipa manifold berdiameter 3 inchi yang merupakan outlet irigasi. Pada pipa manifold dilengkapi dengan kran air elektris Valworx 561086 yang dikendalikan dengan sistem kontrol otomatis berdasarkan

setpoint tinggi muka air di lahan sawah. Perancangan jaringan irigasi pipa ditentukan berdasarkan analisis hidrolika aliran dalam pipa seperti ditunjukkan pada Gambar 14.

(32)

18

Gambar 14 Diagram alir perancangan jaringan irigasi pipa

Tinggi muka air di lahan percobaan sebagai acuan kendali pengaturan Valworx 561086 di deteksi menggunakan sensor water level yang diletakkan di bagian tengah sawah dengan setpoint bawah 0 cm dan setpoint atas 5 cm dari permukaan tanah. Tingkat kelengasan tanah lahan percobaan di deteksi oleh

No Perhitungan rancangan hidrolik sub-unit irigasi (panjang dan diameter pipa utama, panjang dan

diameter pipa manifold)

Analisis debit

Analisis kecepatan aliran

Analisis head loss aliran

Yes

Selesai

Mengidentifikasi model rancangan jaringan irigasi pipa otomatis

Membuat skema lay out, menetapkan luas sub-unit dan blok irigasi

Finalisasi lay out

(optimalisasi)

Modifikasi lay out

Ubah diameter pipa Start

Pipa tersedia di lapangan/pasaran

Yes

(33)

19 sensor soil moisture yang di tanam pada lahan percobaan dengan kedalaman antara 5 – 10 cm (Gambar 15) (Cardenas-Lailhacar dan Dukes 2010).

Gambar 15 Tata letak sensor di lahan sawah Pengujian dan Percobaan Lapang

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap sistem kontrol otomatis. Pada antar muka serial port akan ditampilkan nilai dari sensor water level dan sensor

soil moisture, sehingga dapat mengetahui dan mengamati nilainya. Selanjutnya dilakukan pengaturan penggunaan sistem kontrol dengan memasukkan nilai

setpoint sebagai acuan untuk memberikan perintah pada motor kran air elektris Valworx 561086. Pada percobaan lapang dilakukan implementasi dan pengujian hasil rancangan sistem kontrol otomatis pada jaringan irigasi perpipaan di lahan sawah aktual skala lapang sesuai dengan rancangan pada Gambar 13 selama 7 hari secara kontinyu. Keluaran data yang diperoleh adalah tinggi muka air di lahan sawah, kelembaban tanah, dan status valve. Tabel 4 menunjukkan format data yang disimpan dalam SD card.

Tabel 4 Format keluaran data hasil percobaan

No Date Time WL_1 WL_2 vwc Status

(34)

20

Pengujian dan simulasi

Analisis Hasil Percobaan Implementasi dan Percobaan Lapang

Selesai Start

Analisis Sistem

Sistem kontrol otomatis Jaringan irigasi pipa Perancangan

Analisis hidrolik pipa

level, data pembacaan sensor soil moisture, status valve, process valve, dan status

power valve terhadap interval waktu pengukuran setiap 10 menit. Perubahan tinggi muka air pada lahan sawah dan kadar air tanah dapat dilihat dari kedua sensor tersebut. Data pembacaan sensor terekam pada memori yang telah terpasang di dalam sistem mikrokontroler. Analisis data hasil percobaan yang diperoleh dapat menggambarkan kurva kinerja sistem kontrol otomatis pada jaringan irigasi perpipaan berbasis tenaga surya dengan setpoint yang diinginkan.

Pada rancangan irigasi pipa otomatis akan dilakukan analisis akumulasi komponen kesetimbangan air dan persentasenya yang dihitung untuk masa percobaan irigasi otomatis di lahan sawah. Komponen kesetimbangan air pada percobaan irigasi otomatis yang dianalisis adalah volume irigasi, total aplikasi irigasi, curah hujan harian, evapotranspirasi, run off, perkolasi, dan perubahan simpanan air di lahan sawah (perubahan muka air di atas tanah dan perubahan kelembaban tanah). Gambar 16 menunjukkan diagram penelitian.

(35)

21

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah

Menurut Hanafiah (2005), bahwa tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya serap air, ketersediaan air di dalama tanah, besar aerasi, infiltrasi dan laju pergerakan air (perkolasi). Secara tidak langsung tekstur tanah juga dapat mempengaruhi perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisiensi dalam pemakaian air irigasi. Pada dasarnya tanah sebagai media tumbuh mempunyai empat fungsi yaitu: 1) tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran yang mempunyai dua peranan utama, penyokong tegak tumbuhnya trubus (bagian atas) dan sebagai zat-zat yang dibutuhkan tanaman, 2) penyedia kebutuhan primer tanaman untuk melaksanakan aktivitas metabolisme, baik selama pertumbuhan maupun untuk berproduksi, meliputi air, udara dan unsur-unsur hara, 3) penyedia kebutuhan sekunder tanaman yang berfungsi dalam menunjang aktivitasnya supaya berlangsung secara optimum, 4) habitat biota tanah yang berdampak positif karena terlibat secara langsung maupun tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama penyakit tanaman. Analisis sifat fisik tanah lahan percobaan dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Tanah Terpadu, Balai Penelitian Tanah, Cimanggu, Bogor. Tabel 5 menunjukkan sifat fisika tanah di lahan percobaan.

Tabel 5 Sifat fisik tanah lahan percobaan

Sifat fisika tanah Unit Besaran

Tekstur

Pasir % 8

Debu % 36

Liat % 56

Bulk density g/cc 1.06

Particle density g/cc 2.54

Ruang pori total % volume 58.1

(36)

22

Arsyad 2010), hal ini dapat mengurangi terjadinya pemborosan air oleh laju infiltrasi dan perkolasi. Permeabilitas tanah dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, alur-alur pembajakan, akar tumbuhan, lubang-lubang cacing atau keaktifan jenis makhluk yang terdapat di dalam tanah. Menjaga permeabiltas tanah pertanian yang baik untuk sesuatu jenis tanaman akan menjamin peningkatan hasil produksi tanaman.

Pemberian air irigasi diharapkan dapat mengisi air tanah pada kondisi pF (retensi lengas tanah) antara 2 sampai dengan 2.54 (kapasitas lapang). Pada kondisi kapasitas lapang keadaan tanah cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap oleh akar-akar tanaman atau menguap sehingga tanah makin lama semakin kering. Pada suatu saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air tersebut sehingga tanaman menjadi layu (titik layu permanen) yaitu pada kondisi pF 4.2.

Pengaturan water level antara 0 cm sampai 5 cm pada irigasi pipa otomatis dilahan sawah dapat menjaga kelembaban tanah berada pada kondisi pF dibawah 2 yang berarti tanah berada pada kondisi jenuh atau macak-macak dan tidak kekurangan air. Pengaturan water level antara 0 cm sampai 5 cm juga diharapkan dapat menjaga genangan untuk pengisian air tanah di lahan sawah sesuai dengan yang diinginkan, serta dapat menghindari tanaman dari kondisi pF 4.2 (titik layu permanen) yang berarti bahwa tanaman tidak akan mengalami kondisi cekaman air (water stress) dan tanaman dapat tumbuh serta berproduksi secara optimum.

Analisis Hidrolik Jaringan Irigasi Pipa

Pada jaringan irigasi sistem perpipaan, pipa merupakan komponen yang paling utama. Jaringan perpipaan merupakan suatu rangkaian pipa yang saling terhubung satu sama lain secara hidrolis, sehingga apabila di satu pipa mengalami perubahan debit aliran maka akan terjadi perubahan penyebaran aliran ke pipa-pipa yang lain. Pipa berfungsi untuk mengalirkan air irigasi dari suatu titik simpul ke titik simpul yang lain. Aliran dalam pipa timbul karena terjadi perbedaan tekanan pada dua tempat, yang disebabkan adanya perbedaan elevasi muka air di reservoir dan lahan sawah sebesar 50 cm. Tekanan penggerak air pada irigasi pipa adalah gaya gravitasi sehingga air yang ada pada reservoir akan mengalir ke sawah searah dengan gaya gravitasi. Air yang terdapat di dalam pipa akan mengalir dari penampang yang memiliki tinggi energi lebih besar menuju penampang yang memiliki tinggi energi lebih kecil.

(37)

23 dikendalikan oleh sebuah valve yang menghubungkan antara satu bagian jaringan dengan bagian lainnya. Tabel 6 memperlihatkan hasil analisis hidrolik perpipaan pada irigasi otomatis berbasis tenaga surya di lahan sawah.

Tabel 6 Hasil analisis hidrolik pipa pada jaringan irigasi Parameter

hidrolik pipa Besaran Unit Keterangan

L1 13 m panjang pipa utama utama adalah 0.037 m lebih besar dari kehilangan energi (head loss) major pada pipa manifold yaitu 0.0072 m. Hal ini disebabkan karena pengaruh perbedaan panjang pipa, luas penampang pipa dan kecepatan aliran pada masing-masing pipa. Semakin besar panjang pipa maka akan semakin besar head loss aliran dalam pipa tersebut (faktor gesekan). Total kehilangan energi (head loss) pada pipa utama adalah 0.087 m yang terdiri dari kehilangan energi (head loss) akibat pengecilan dan perbesaran penampang pipa secara berangsur-angsur, valve, dan belokan pipa 90. Pada pipa manifold total kehilangan energi (head loss) adalah 0.028 m yang terdiri pengecilan penampang pipa secara berangsur-angsur, perbesaran penampang pipa secara berangsur-angsur, valve, dan belokan pipa 90.

Kalibrasi Sensor

(38)

24

Sensor water level bekerja dengan basis tekanan hidrostatis dari cairan yang diberikan kepada sensor. Tekanan hidrostatis yang diberikan cairan ke sensor menyebabkan perubahan resistansi listrik yang besarnya tergantung oleh jarak dari titik atas sensor ke permukaan cairan. Semakin kecil tinggi permukaan air, maka jarak titik atas sensor ke titik permukaan cairan akan semakin kecil dan tekanan hidrostatis dari cairan tersebut juga semakin kecil. Hal ini menyebabkan ketika ketinggian cairan tinggi, output voltase yang ditampilkan pada serial monitor

menghasilkan nilai yang kecil. Semakin besar tinggi permukaan air, maka jarak titik atas sensor ke titik permukaan cairan akan semakin besar dan tekanan hidrostatis dari cairan tersebut juga semakin besar. Hal ini menyebabkan ketika ketinggian cairan rendah, output voltase yang ditampilkan pada serial monitor menghasilkan nilai yang tinggi. Gambar 17 menunjukkan kurva kalibrasi sensor

water level eTape Continuous Fluid Level Sensor PN-12110215TC-12.

(a) (b)

Gambar 17 Kurva kalibrasi (a) sensor water level 1, dan (b) sensor water level 2 Kalibrasi sensor soil moisture dilakukan dengan mengkonversi keluaran data besaran tegangan listrik (volt). Perubahan kelembaban adalah sebanding dengan jumlah tegangan yang mengalir melalui tanah (Harishankar et al. 2014; Shiraz dan Yogesha 2014). Hal ini menyebabkan ketika kelembaban meningkat maka output voltase yang ditampilkan pada serial monitor menghasilkan nilai yang tinggi. Persamaan kalibrasi sensor soil moisture terdiri dari 4 fase tegangan. Gambar 18 menunjukkan persamaan kalibrasi sensor Vegetronix VH 400.

Sensor

(39)

25 Sistem Irigasi Otomatis Berbasis Tenaga Surya

Sistem kontrol dioperasikan dengan pemanfaatan energi matahari yang telah dirubah ke tegangan DC melalui solarchargecontroller dan melakukan pengisian otomatis, jadi alat ini dapat diterapkan pada tempat yang tidak terdapat aliran listrik dan mampu dioperasikan 24 jam secara kontinyu (Ingale dan Kasat 2012). Tenaga surya dapat memberikan daya yang cukup untuk menggerakkan sistem dan dapat mengatasi masalah kebutuhan listrik (Uddin et al. 2012). Penggunaan tenaga surya juga dapat mengurangi konsumsi energi lebih dari 35% sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan petani (Alam dan Naseem 2014). Sel surya pada dasarnya adalah suatu elemen aktif yang mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Konversi ini didasarkan pada fenomena efek Photovoltaic. Sinar matahari terdiri dari foton dengan tingkat energi yang berbeda tergantung spektrum dari mana sinar berasal. Ketika sinar matahari menyentuh permukaan bahan Photovoltaic, maka akan menyemburkan elektron yang menghasilkan tegangan listrik. Fenomena ini dikenal sebagai efek Photovoltaic. Sel surya dapat mengkonversi sekitar 30% dari energi radiasi matahari menjadi listrik.

Sistem kerja sel surya menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction

antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor terdiri dari ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat elektron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor n mempunyai kelebihan elektron (muatan negatif) sedangkan semikonduktor tipe-p memtipe-punyai kelebihan hole (muatan positif) dalam struktur atomnya. Peran dari

p-n junction adalah membentuk medan listrik sehingga elektron dan hole bisa diekstrak oleh material kontak untuk menghasilkan listrik. Elektron dan hole timbul ketika sinar matahari menyentuh sel surya. Elektron-elektron dan hole-hole

yang timbul di sekitar p-n junction bergerak berturut-turut ke arah lapisan n dan ke arah lapisan p. Sehingga pada saat elektron-elektron dan hole-hole itu melintasi

p-n junction, timbul beda potensial pada kedua ujung sel surya. Jika pada kedua ujung sel surya diberi beban maka timbul arus listrik yang mengalir melalui beban. Gambar 19 menunjukkan ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction.

Gambar 19 Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction (Sumber: sun-nrg.org)

(40)

26

Satu modul surya biasanya terdiri dari 28 – 36 sel surya, dan total menghasilkan tegangan DC sebesar 12 V dalam kondisi penyinaran standar (Air Mass 1.5). Pada saat sinar matahari cukup terik, maka sel surya menghasilkan 20 – 23V / 1.9 – 2.4 A (38 – 50 Watt) atau sekitar 350 Watt/hari. Bahan dan cara kerja yang aman terhadap lingkungan menjadikan sel surya sebagai salah satu hasil teknologi pembangkit listrik yang efisien bagi sumber energi alternatif. Analisis konsumsi daya yang digunakan oleh sistem kontrol otomatis ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 Analisis konsumsi daya sistem kontrol otomatis

Uraian

Sensor soil moisture 0.02 0.02

Arduino Uni ATMega 328P 1.08 1.08

RTC dan Micro SD 0.008 0.008

Relay 5V 0.54 0.09

Relay 12V 0.90 0.15

Kran air elektris Valworx 561086 25.2 4.2

Daya Input

Solar panel 50 50

Baterai 540 540

Lama daya tahan baterai tanpa suplai dari

solar panel (Jam) 19 82

Faktor dieffisiensi baterai (Jam) 3 3

Lama daya tahan baterai efektif tanpa

suplai dari solar panel (Jam) 16 79

Hasil analisis menunjukkan bahwa tanpa penggunaan sistem kontrol otomatis dan tanpa pemanfaatan energi matahari, maka baterai dengan kapasitas 12VDC – 45Ah memiliki daya tahan terhadap beban selama 16 jam. Hal ini menyebabkan sistem tidak dapat dioperasikan selama 24 jam secara kontinyu. Tanpa penggunaan sistem kontrol otomatis, motor kran air elektris dan relay

mengkonsumsi daya secara kontinyu dan merupakan konsumsi daya paling besar dibandingkan rangkaian yang lain yaitu sebesar 25.2 Watt. Total konsumsi daya yang dibutuhkan untuk pengoperasian sistem tanpa kontrol adalah 28.8 Watt. Mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P dapat diaktifkan melalui koneksi USB atau dengan catu daya eksternal. Daya eksternal (non-USB) berasal dari baterai dan dihubungkan dengan menancapkan plug jack ukuran 2.1 mm ke konektor power. Konsumsi daya yang dibutuhkan untuk board Arduino Uno adalah 7 sampai dengan 12 Volt, jika diberi daya kurang dari 7 Volt kemungkinan

pin 5 Volt Arduino Uno dapat beroperasi tetapi tidak stabil. Jika diberi daya lebih dari 12 Volt, maka regulator tegangan akan panas dan dapat merusak board

(41)

27 RTC dapat dioperasikan pada tegangan 3.3 sampai dengan 5 Volt, dan Vcc merupakan sumber tegangan utama. Jika sumber tegangan terhubung dengan baik, maka pengaksesan data dan pembacaan data dapat dilakukan dengan baik. Ketika tegangan 5 Volt diberikan dalam batas yang normal, data dapat ditulis atau dibaca. Ketika Vcc dibawah 3.3 Volt, maka proses baca dan tulis tidak dapat dilakukan. Akan tetapi, proses pewaktu (time keeping) tetap dilakukan oleh RTC tanpa dipengaruhi oleh tegangan masukan yang rendah. Saat Vcc turun dibawah 3 volt, catu daya untuk RAM dan pewaktu dipindahkan ke internal lithium baterai yang terdapat pada RTC.

Pemanfaatan energi matahari dengan solar panel yang memiliki kapasitas suplai daya ke baterai sebesar 50 Watt dapat mendukung sistem kontrol otomatis dioperasikan selama 24 jam secara kontinyu. Mikrokontroler membatasi durasi waktu untuk proses bukatutup kran air elektris selama 300 detik untuk rotasi 90, sehingga dapat menambah daya tahan baterai terhadap beban selama 79 jam dan menghemat penggunaan daya baterai sebesar 22.2 Watt. Konsumsi daya oleh motor kran air elektris untuk proses buka – tutup selama 10 menit dengan sistem kontrol adalah 4.2 Watt, jumlah konsumsi daya tersebut lebih kecil dari pada tanpa sistem kontrol otomatis. Pemanfaatan sistem kontrol otomatis juga dapat menghemat konsumsi daya oleh relay 5 Volt dan 12 Volt sebesar 1.2 Watt, hal ini disebabkan karena relay hanya konsumsi daya ketika mengaktifkan motor kran air elektris untuk proses buka – tutup selama 10 menit.

Pengujian dan Kinerja Sistem Irigasi Otomatis Bertenaga Surya

Ujicoba dan penelitian irigasi otomatis berbasis tenaga surya telah dilakukan dengan simulasi komputer untuk mengoperasikan pompa irigasi berdasarkan kelembaban tanah sebagai acuan kendali (Dursun dan Ozden 2012; Ingale dan Kasat 2012). Model simulasi ini diimplementasikan pada skala laboratorium dan lahan kering untuk bidang pertanian ukuran medium. Pengembangan mode komunikasi antar instrument dikembangkan untuk mengatasi kendala jarak di lahan pertanian yang luas, dengan memanfaatkan teknologi sistem nirkabel (Uddin et al. 2012; Nagahage dan Dilrukshi 2012; Yalla

et al. 2013; Dhanne et al. 2014; Bansal et al. 2014; Alam dan Naseem 2014). Sistem kontrol otomatis dioperasikan dengan menggunakan teknik Modul GSM dan teknologi ZigBee Modul, sehingga petani dapat mengontrol ON/OFF motor pompa irigasi dengan menggunakan ponsel bahkan dari jauh.

Aktuator dari sistem irigasi umumnya hanya mengoperasikan pompa irigasi l m 2 posisi y itu “buk ” n “tutup”, n sist m kontrol iimpl m nt sik n pada bidang pertanian skala laboratorium serta dilahan kering berukuran medium. Oleh karena itu sistem kontrol otomatis bertenaga surya dibangun untuk pengaturan buka tutup sistem rotasi kran elektris Valworx 561086 menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P, dengan acuan kendali water level dan diimplementasi pada irigasi pipa skala lapang di lahan sawah aktual (lahan basah).

(42)

28

21/05/2015 22/05/2015 23/05/2015 24/05/2015 25/05/2015 26/05/2015 27/05/2015

v

WL_1 WL_2 setpoint bawah setpoint atas periode irigasi V W C

sawah dan pengoperasian kran air elektris Valworx 561086 sesuai dengan batas rentang setpoint yang telah ditentukan. Sumbu x pada kurva menunjukkan waktu pengambilan data dan sumbu y ordinat primer di sebelah kiri gambar menunjukkan perubahan tinggi muka air (cm). Sumbu y ordinat sekunder disebelah kanan gambar menunjukkan tingkat kelengasan tanah (% volume).

Hasil percobaan menunjukkan tinggi muka air berfluktuasi di setiap hari, namun sistem kontrol otomatis dapat mengontrol sistem aktuasi kran air elektris Valworx 561086 dengan menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P pada setpoint yang diinginkan. Sistem kontrol mengatur waktu untuk proses bukatutup kran air elektris Valworx 561086 selama 300 detik untuk rotasi 90. Ketika proses bukatutup selesai, motor kran air elektris dalam kondisi stand by dan terputus dengan tegangan dari baterai, sehingga dapat menghemat penggunaan daya baterai. Sistem kontrol dioperasikan dengan pemanfaatan energi matahari yang telah dirubah ke tegangan DC melalui

solarchargecontroller, jadi alat ini dapat diterapkan pada tempat yang tidak terdapat aliran listrik dan mampu dioperasikan 24 jam secara kontinyu.

Gambar 20 Hasil percobaan irigasi otomatis di lahan sawah

Pada Gambar 20 juga dapat dilihat adanya tinggi muka air di lahan sawah melewati batas setpoint atas, hal ini terjadi karena faktor hujan dan rembesan dari lahan sekitar yang menyebabkan suplai air yang masuk ke lahan secara berlebihan dengan durasi waktu tertentu. Rata-rata waktu buka katup irigasi adalah 80.67 menit dengan debit rata-rata sebesar 0.29 m3/menit. Total aplikasi irigasi yang diberikan selama percobaan setara dengan 37.54 cm. Rata-rata durasi waktu untuk penurunan tinggi muka air (water level) dari tinggi puncak sampai ke permukaan tanah adalah 112.36 menit. Durasi waktu yang dibutuhkan untuk penurunan dan kenaikan tinggi muka air di lahan sawah mengalami perbedaan, hal ini terjadi karena faktor pengisian air tanah, drainase, hujan, dan faktor cuaca di lokasi pengujian seperti temperatur udara dan lama penyinaran yang mempengaruhi laju penguapan.

(43)

29

21/05/2015 22/05/2015 23/05/2015 24/05/2015 25/05/2015 26/05/2015 27/05/2015

c

arus yang melalui tanah dan kemudian membaca resistansi untuk mendapatkan tingkat kelembaban, lebih banyak air (basah) membuat tanah menghantarkan listrik lebih mudah (resistansi berkurang), sedangkan tanah kering (tidak basah) sangat sukar untuk menghantarkan listrik (resistansi meningkat). Ketika proses pengisian air tanah ke pori-pori tanah maka tanah dalam keadaan jenuh, atau dalam proses menuju jenuh sehingga nilai vwc meningkat. Hasil percobaan menunjukan bahwa kadar air tanah maksimum sebesar 54.96% dan kadar air tanah minimum 39.13%.

Pada Gambar 21 menunjukkan akumulasi komponen kesetimbangan air dan persentasenya yang dihitung untuk masa percobaan irigasi otomatis di lahan sawah. Dimana ET adalah evapotranspirasi, RO adalah limpasan, P adalah perkolasi, dan dS adalah perubahan simpanan air di lahan. Selama percobaan jika tidak terjadi suplai air dari hujan yang melewati batas setpoint atas, maka irigasi beroperasi secara otomatis sesuai batas setpoint yang telah ditentukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa selama ada suplai air yang cukup dari hujan, sistem irigasi tidak akan beroperasi dengan adanya informasi ketinggian air di lahan sawah yang berada dalam batas setpoint yang diizinkan sehingga dapat menjaga lahan dari penggunaan air irigasi yang berlebihan. Nilai evaporasi yang besar disebabkan lokasi percobaan yang tidak ternaung dari radiasi matahari dan temperatur yang relatif tinggi karena musim kemarau.

(44)

30

21/05/2015 22/05/2015 23/05/2015 24/05/2015 25/05/2015 26/05/2015 27/05/2015

cm

otomatis dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air dan produktivitas air, yaitu berat produk yang dihasilkan per liter air yang digunakan (Molden et al. 2007). Gambar 22 menunjukkan akumulasi komponen kesetimbangan air dan persentasenya yang dihitung untuk masa percobaan irigasi konvensional di lahan sawah.

Gambar 22 Akumulasi komponen kesetimbangan air pada irigasi konvensional Hasil analisis pada irigasi konvensional menunjukkan bahwa terjadi pemborosan air oleh run off dan perkolasi, hal ini terjadi karena pemberian air irigasi tetap terjadi walaupun ada suplai air yang cukup dari hujan. Sistem irigasi konvensional beroperasi dengan durasi waktu tertentu secara kontinyu dan total irigasi yang diberikan setara dengan 37.05 cm. Total run off dan perkolasi lebih besar dari pada sistem irigasi otomatis yaitu sebesar 42.82 cm. Pemberian air irigasi secara konvensional dapat mengakibatkan terjadinya kelebihan air di lahan sawah sehingga tanaman tidak dapat tumbuh secara optimum.

5

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil percobaan menunjukkan bahwa sistem kontrol otomatis dengan menggunakan mikrokontroler Arduino Uno ATMega328P dapat berfungsi dengan baik dalam menyediakan air di lahan sesuai dengan yang diinginkan. Sistem kontrol otomatis dapat mengatur rotasi kran elektris Valworx 561086 sebesar 90 dengan acuan tinggi muka air di lahan sawah sebagai setpoint yang ditentukan. Mikrokontroler membatasi durasi waktu untuk pengaturan proses bukatutup

kran air elektris Valworx 561086 sebesar 300 detik, sehingga mampu menghemat konsumsi daya sebesar 22.2 Watt. Rata-rata waktu pengoperasian irigasi adalah 80.67 menit dengan debit rata-rata sebesar 0.29 m3/menit.

Gambar

Gambar 1 Pengecilan penampang pipa secara mendadak
Gambar 3 Perbesaran penampang pipa secara berangsur-angsur
Gambar 5 Sensor water level PN-12110215TC-12
Gambar 7 dengan spesifikasi sebagai berikut (www.arduino.cc):
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan wabah lintah air yang menyerang pasukan Thalut hanya membuat lemas, bibir berdarah dan menghitam (Hakim, 2018). Hadits Yang Menjelaskan Mengenai Wabah.

Pada era perkembangan dan kemajuan teknologi yang semakin cepat membawa para pelaku bisnis untuk terus mengikuti perkembangan yang sedang terjadi dan yang menjadi

Latar belakang masalah merujuk pada kendala pada pembelajaran IPS di SD, ketelitian dalam berfikir dan mengerjakan tugas atau soal harus sudah dilatih sejak dini agar

Hubungan Antara Usia, Indeks Massa Tubuh Dan Tekanan Darah Dengan Kadar Gula Darah Pada Lansia Di Desa Baturan Kecamatan Colomadu (Doctoral dissertation,

3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang telah disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh

1) Metode ini cocok untuk digunakan pada kelas kecil. 2) Dapat membangkitkan semangat belajar para siswa karena suasana kelas menjadi hidup dan menyenangkan. 3) Membantu

Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk melihat dampak dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe spontaneous group discussion