DESAIN DAN UJI KINERJA TUNGKU GASIFIKASI
UPDRAFT
DENGAN KULIT SINGKONG SEBAGAI BAHAN
BAKAR
STEVANUS ANDIKA PUTRA
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain dan Uji Kinerja Tungku Gasifikasi Updraft dengan Kulit Singkong Sebagai Bahan Bakar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016 Stevanus Andika Putra
ABSTRAK
STEVANUS ANDIKA PUTRA.
Desain dan Uji Kinerja Tungku Gasifikasi Updraft dengan Kulit Singkong Sebagai Bahan Bakar. Dibimbing oleh LEOPOLD OSCAR NELWAN.Penerapan konsep gasifikasi merupakan salah satu alternatif pemanfaatan energi biomassa. Pada penelitian ini digunakan tungku gasifikasi updraft dengan sumber udara gasifikasi diperoleh dari kipas. Biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar adalah kulit singkong yang telah dikeringkan sebelumnya. Tungku ini dinyalakan dari bagian atas atau lebih dikenal dengan metode toplit karena dinilai paling cocok. Uji kinerja dilakukan untuk mengetahui performa gasifikasi yang dilakukan menggunakan metode water boiling test. Kulit singkong diberi dua perlakuan berbeda yaitu variasi kepadatan dan variasi kadar air. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tingkat kepadatan berpengaruh langsung terhadap konsumsi spesifik, laju pembakaran dan laju pergerakan charcoal bed. Sedangkan kadar air berpengaruh langsung terhadap kualitas gasifikasi. Nilai efisiensi tungku ini masih relatif kecil yaitu hanya berkisar antara 5.88 hingga 8.79%.
Kata kunci : Gasifikasi, Kulit singkong, Updraft
ABSTRACT
STEVANUS ANDIKA PUTRA.
Design and Performance Test of Updraft Gasification Stove with Cassava Peel as Fuel. Supervised by LEOPOLD OSCAR NELWAN.Application of gasification concept is an alternative way of biomass energy utilization. In this experiment an updraft gasification stove is used, with blower to supply gasification air. Biomass that used as fuel in this experiment is dried cassava peel. This stove was ignited from the top which is known as toplit method because it was the most suitable method. Water boiling test was conducted to test gasification performance. Cassava peel was given two different variations which are density and water content variation. The test result showed that density variation was related directly to specific fuel consumtion, burning rate, and charcoal bed moving rate. Meanwhile water content variation was related directly to gasification quality. Efficiency of this gasifier is still pretty low only between 5.88 to 8.79%.
Keywords : Cassava peel, Gasification, Updraft
DESAIN DAN UJI KINERJA TUNGKU GASIFIKASI
UPDRAFT
DENGAN KULIT SINGKONG SEBAGAI BAHAN
BAKAR
STEVANUS ANDIKA PUTRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
Pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya yang tak terkira sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Topik yang penulis pilih dalam penelitian ini adalah Desain dan Uji Kinerja Tungku Gasifikasi Updraft dengan Kulit Singkong Sebagai Bahan Bakar. Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Maret 2015.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orangtua dan adik penulis atas doa, kasih sayang, dukungan dana, dan motivasi tiada henti.
2. Dr Leopold Oscar Nelwan, STP, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, motivasi dan inspirasi selama penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini.
3. Ardelia Natakusuma selaku kekasih penulis beserta keluarganya yang telah memberikan cinta, doa dan dukungan moral selama penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini.
4. Teman-teman penulis yang telah menemani dan banyak membantu penulis dalam segala hal (Irpan, Fathur, Farrah, Alif, Yuko, Holil, Amel, Antoni, Tanti, Andria, Fidela, Evans, Ibrahim, Priyohadi, Devi, dll).
5. Regenboog 48 yang telah menjadi teman seperjuangan penulis selama menempuh studi di IPB.
6. Keluarga Mahasiswa Katolik IPB yang telah menjadi keluarga kedua penulis selama menempuh studi di IPB.
7. Teknisi Laboratorium Energi (Pak Harto) yang senantiasa membantu penulis selama penelitian
8. Segala pihak yang telah membantu penulis yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini dapat menginspirasi dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu energi khususnya di bidang konversi energi.
Bogor, Januari 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Singkong (Manihot utilisima) 2
Gasifikasi 4
Reaktor gasifikasi updraft 7
Tungku masak gasifikasi 8
METODOLOGI 9
Waktu dan Tempat 9
Peralatan 9
Prosedur Penelitian 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Pengaruh Penggunaan Uap Air terhadap Performa Gasifikasi 17
Uji Kinerja Tungku Gasifikasi 19
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 26
DAFTAR TABEL
1 Jenis-jenis reaksi gasifikasi yang mungkin terjadi pada suhu 25oC 5 2 Nilai kalor gas hasil gasifikasi berdasarkan mediumnya 5 3 Hubungan suhu dan residence time terhadap hasil gasifikasi selulosa 6 4 Pengaruh penambahan uap air terhadap performa gasifikasi 17 5 Pengaruh tingkat kepadatan terhadap beberapa parameter pengujian 19 6 Pengaruh kadar air terhadap beberapa parameter pengujian 22
7 Hasil pengukuran nilai kalor bahan bakar 22
8 Hasil perhitungan efisiensi tungku gasifikasi 23
DAFTAR GAMBAR
1 Produksi singkong di Indonesia 3
2 Konfigurasi reaktor updraft 8
3 Diagram alir prosedur penelitian keseluruhan 10
4 Skema cara kerja alat 12
5 Lokasi pengukuran suhu 16
6 Tampilan 3D tungku 16
7 Konfigurasi tungku untuk pengujian pendahuluan 18 8 Perbedaan warna api tanpa uap air dan sedikit uap air 18 9 Contoh grafik kenaikan suhu di setiap titik pengukuran terhadap waktu 20 10 Cara perhitungan laju pergerakan charcoal bed 21
11 Penampakan api yang sangat besar 23
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar teknik tungku gasifikasi 26
2 Tabel hubungan antara perlakuan dan parameter-parameter pengujian 27 3 Grafik sebaran suhu terhadap waktu pada tiap pengujian 28
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Singkong (Manihot utilisima), disebut juga ubi kayu atau ketela, sebenarnya adalah tanaman liar yang berasal dari Amerika Selatan. Kemudian oleh Bangsa Portugis tanaman ini dibawa ke seluruh dunia dan akhirnya masuk ke Indonesia sekitar abad ke-16. Saat itu singkong sempat menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia. Namun karena dipandang lebih rendah daripada nasi, singkong mulai ditinggalkan. Meski singkong tidak lagi di konsumsi sebagai makanan pokok, namun jumlah produksi singkong di Indonesia tetap tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke 3 negara penghasil singkong terbesar di dunia setelah Nigeria dan Thailand. Menurut data FAO produksi singkong Indonesia pada tahun 2013 mencapai 23.9 juta ton.
Saat ini singkong lebih sering diolah menjadi bentuk lain. Beberapa olahan singkong yang sering dikonsumsi adalah tepung tapioka, keripik singkong dan makanan tradisional lainnnya. Pengolahan singkong menjadi bentuk lain memang menaikkan nilai ekonomis singkong dan tidak lagi dipandang sebagai makanan orang miskin. Namun pengolahan singkong menimbulkan permasalahan baru yaitu adanya limbah berupa kulit singkong. Limbah kulit singkong cukup banyak jumlahnya. Berdasarkan Lebot (2009) setiap singkong dapat menghasilkan 10 – 15% limbah kulit singkong. Ini berarti jumlah limbah kulit singkong di Indonesia pada tahun 2013 saja berkisar 2.3 – 3.6 juta ton.
Selama ini limbah kulit singkong hanya dibiarkan begitu saja dan belum banyak yang melakukan pengolahan lebih lanjut. Limbah kulit singkong yang dibiarkan menumpuk begitu saja akan membusuk dan menimbulkan polusi udara berupa bau yang tidak sedap. Padahal jika dilakukan pengolahan lebih lanjut, kulit singkong tersebut dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Pemanfaatan kulit singkong sebagai sumber energi yang selama ini sudah dilakukan adalah pembakaran secara langsung untuk boiler, pembuatan biogas dari kulit singkong, dan pembuatan bioethanol. Selain cara-cara tersebut, ada salah satu cara lain pemanfaatan kulit singkong yaitu dengan cara gasifikasi, namun kulit singkong harus dalam kondisi kering.
2
lebih rendah. Sementara bila menggunakan uap sebagai medium gasifikasi nilai kalor gas yang dihasilkan lebih tinggi daripada jika menggunakan udara, namun lebih rendah daripada jika menggunakan oksigen (Basu 2013).
Dengan konsep tersebut akan dikembangkan tungku masak berbasis gasifikasi dengan bahan bakar limbah kulit singkong kering. Tungku masak ini sangat cocok digunakan oleh para produsen bahan olahan singkong. Limbah kulit singkong yang dihasilkan dari proses produksi dapat digunakan lagi untuk proses pengolahan singkong. Sehingga produsen dapat menghemat pengeluaran untuk bahan bakar.
Perumusan Masalah
Dengan banyaknya produsen panganan berbahan dasar singkong, jumlah limbah kulit singkong meningkat. Limbah kulit singkong ini memiliki potensi yang cukup besar untuk dijadikan sumber energi. Pada penelitian ini limbah kulit singkong dimanfaatkan dengan cara digasifikasi menggunakan tungku gasifikasi updraft dan gas yang dihasilkan digunakan untuk proses pemasakan di industri atau rumah tangga. Pemanfaatan limbah kulit singkong ini dapat mengurangi permasalahan limbah serta menghemat pengeluaran produsen untuk bahan bakar.
Tujuan Penelitian
Merancang dan menguji kinerja tungku gasifikasi berbahan bakar kulit singkong untuk proses pemasakan di industri kecil atau rumah tangga.
TINJAUAN PUSTAKA
Singkong (Manihot utilisima)
Berdasarkan Lebot (2009), singkong adalah tanaman terpenting keenam setelah gandum, padi, jagung, kentang, dan jelai. Singkong masih menjadi makanan pokok bagi lebih dari 800 juta orang di dunia, sebagian besar di negara-negara tropis yang miskin. Tempat asal dimana singkong tumbuh sangat misterius dan telah banyak diperdebatkan. Hingga akhirnya pada akhir abad ke-19, dicapai kesepakatan bahwa semua jenis singkong berasal dari daerah Amerika Selatan tepatnya Brazil. Kemudian oleh para penjelajah dibawa masuk ke Indonesia pada abad ke-16. Pada tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara penghasil singkong terbesar di dunia menurut data FAO. Produksi singkong di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2013 dapat dilihat pada Gambar 1.
3 manis, dimana cyanogenic glucoside sebagian besar terkonsentrasi dan pada tingkat yang rendah.
Gambar 1 Produksi singkong di Indonesia
Bagian dalam singkong varietas manis dapat dikatakan tidak mengandung cyanogenic glucoside, walaupun sebenarnya masih tetapi dalam jumlah yang sedikit. Secara umum, bagian dalam dari umbi terdiri dari tiga bagian (Lebot 2009) :
1. Kulit luar (periderm), adalah lapisan terluar dari umbi yang tersusun atas sel-sel gabus yang melindungi permukaan akar. Periderm mewakili 0.5-2.0% dari berat total akar dan dapat dihilangkan dengan mudah dengan sedikit gesekan. Seiiring dengan perkembangan akar, kambium baru membentuk dan memproduksi sel gabus dan memulihkan lapisan pelindung.
2. Kulit dalam (sering disebut phelloderm, cortex, atau kulit kedua) yang terletak tepat dibawah kulit luar, hanya setebal 1-2 mm dan biasanya berwarna putih, kemerahan, atau kecoklatan. Kulit dalam mewakili 8-15% dari berat total akar dan dapat dilepaskan dengan mudah dari silinder pusat dengan cara menariknya.
3. Silinder pusat, yang biasanya disebut sebagai daging singkong. Terdiri dari sebagian besar sel-sel parenkim yang menyimpan sejumlah besar pati yang dapat dimakan. Ikatan pembuluh yang sangat tipis menjalar tidak teratur di sepanjang daging singkong dan untaian besar pembuluh menjalar di tengah-tengah daging singkong.
Setiap singkong dapat menghasilkan 10 – 15% limbah kulit singkong dari berat total singkong. Ini berarti jumlah limbah kulit singkong di Indonesia pada tahun 2013 saja berkisar 2.3 – 3.6 juta ton. Selama ini limbah kulit singkong belum banyak dimanfaatkan. Biasanya limbah kulit singkong hanya dijadikan bahan pakan ternak. Di beberapa daerah limbah kulit singkong juga dijadikan camilan keripik kulit singkong. Namun membutuhkan proses yang cukup panjang.
4
Gasifikasi
Gasifikasi adalah proses pengubahan bahan padat atau cair menjadi bahan bakar gas yang berguna atau senyawa kimia yang dapat dibakar untuk melepaskan energi. Gasifikasi dan pembakaran adalah dua proses termokimia yang sangat berkaitan erat, tetapi ada perbedaan penting diantara keduanya. Gasifikasi mengemas energi menjadi ikatan kimia dalam produk gas, sedangkan pembakaran melepas ikatan kimia tersebut untuk melepaskan energi. Proses gasifikasi menambahkan hidrogen dan melepaskan karbon dari senyawa hidrokarbon untuk menghasilkan gas dengan rasio hidrogen terhadap karbon (H/C) yang lebih tinggi, sementara pembakaran mengoksidasi hidrogen dan karbon menjadi air dan karbon dioksida (Basu 2013).
Menurut Basu (2013), masih ada beberapa perbedaan antara gasifikasi dan pembakaran diantaranya :
1. Untuk sejumlah energi yang sama, jumlah gas buang yang dihasilkan dari gasifikasi lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran langsung.
2. Bahan bakar hasil gasifikasi dapat diaplikasikan pada bermacam kegiatan. 3. Gas hasil gasifikasi lebih mudah dibawa dan dipindahkan dibanding bahan
bakar padat.
4. Gasifikasi menghasilkan NOx per unit energi output yang lebih sedikit dibanding pembakaran langsung.
Proses gasifikasi pada umumnya terdiri dari beberapa fase yaitu pengeringan; dekomposisi termal atau pirolisis; pembakaran parsial sebagian gas, uap, dan arang; dan gasifikasi produk yang telah terdekomposisi. Agar proses gasifikasi dapat berlangsung sangat diperlukan adanya medium gasifikasi seperti uap, udara, atau oksigen. Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi pada proses gasifikasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Medium gasifikasi atau agen gasifikasi bereaksi dengan karbon padat dan hidrokarbon yang berat untuk mengubahnya menjadi gas yang lebih ringan seperti CO dan H2. Oksigen adalah medium gasifikasi yang paling umum digunakan, dapat berupa oksigen murni atau udara bebas. Jika menggunakan oksigen, produk gas yang dihasilkan cenderung lebih kaya karbon dan miskin hidrogen seperti CO (bila jumlah oksigen sedikit) dan CO2 (bila jumlah oksigen banyak). Tetapi jika jumlah oksigen berlebihan proses akan bergeser dari gasifikasi menjadi pembakaran dan menghasilkan “flue gas” bukan “fuel gas”. Flue gas adalah gas yang dihasilkan dari proses pembakaran dan tidak mengandung nilai kalor tambahan.
5 Tabel 1 Jenis-jenis reaksi gasifikasi yang mungkin terjadi pada suhu 25oC
Jenis Reaksi Reaksi
Walaupun menghasilkan gas dengan nilai kalor yang tinggi namun penggunaan oksigen murni sebagai medium gasifikasi dinilai cukup mahal. Dengan kondisi tersebut maka uap air lah yang dapat dikatakan paling cocok sebagai medium gasifikasi karena dari segi biaya tidak mahal dan mampu menghasilkan gas dengan nilai kalor yang cukup tinggi. Meskipun demikian gasifikasi dengan medium gasifikasi uap air masih memiliki kekurangan karena sifatnya yang sangat endotermik. Gasifikasi uap air baru dapat berlangsung jika temperatur telah mencapai 800 ºC tanpa adanya tambahan katalis. (Bridgwater 2001)
Tabel 2 Nilai kalor gas hasil gasifikasi berdasarkan mediumnya
Medium Nilai Kalor (MJ/Nm3)
Oksigen 12-28
Uap 10-18
Udara 4-7
Sumber : Basu (2013)
6
(residence time). Seiring dengan peningkatan suhu dan residence time, arang dan tar yang terbentuk semakin sedikit dan gas yang terbentuk semakin banyak. Tabel 3 menunjukkan hubungan antara suhu dan residence time terhadap hasil gasifikasi uap selulosa. Penggunaan uap dalam gasifikasi biomassa kemungkinan dapat meningkatkan jumlah H2 dalam gas hasil karena uap bereaksi dengan residual char dari fase pirolisis. Gasifikasi uap juga memungkinkan penggunaan biomassa segar tanpa dikeringkan terlebih dahulu.
Dalam proses gasifikasi uap dikenal istilah steam to biomass ratio atau sering disebut S/B. Menurut Udomsirichakorn dan Salam (2013), S/B mengacu pada laju uap dibandingkan dengan laju biomassa. S/B sangat berpengaruh terhadap konsentrasi H2 dalam gas hasil juga terhadap jumlah gas yang dihasilkan. Secara umum semakin tinggi S/B semakin tinggi pula konsentrasi H2 dalam gas hasil dan juga mengurangi jumlah tar. Namun jika S/B terlalu besar malah akan mengurangi jumlah gas yang dihasilkan dan menambah jumlah tar yang terbentuk. Nilai S/B berbeda-beda untuk setiap bahan yang digasifikasi. Nilai S/B optimum untuk suatu bahan bakar dapat diketahui dengan cara melakukan gasfikasi pada nilai S/B yang bervariasi.
Tabel 3 Hubungan suhu dan residence time terhadap hasil gasifikasi selulosa Kondisi
Hasil Analisis Gas (% mol)
H2 11 10 10 10 13
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi gasifikasi menurut Okuga (2012) antara lain :
1. Kandungan energi bahan bakar
7 2. Kadar air bahan bakar
Kadar air bahan harus diusahakan agar tetap rendah. Semua air dalam bahan harus diuapkan terlebih dahulu pada fase pengeringan agar dapat terbakar dengan mudah karena air adalah komponen yang tidak dapat terbakar. Jika kadar air tinggi maka panas pembakaran akan lebih banyak digunakan untuk menguapkan air terlebih dahulu sehingga menjadi tidak efisien. Dapat dikatakan bahwa bahan dengan kadar air rendah adalah bahan yang lebih siap digasifikasi
3. Distribusi ukuran bahan bakar
Ukuran bahan bakar harus disesuaikan agar aliran bahan bakar kebawah tidak terhambat. Ukuran bahan bakar juga menetukan porositas tumpukan bahan.
4. Suhu reaktor
Reaktor gasifikasi perlu diinsulasi dengan baik agar kehilangan panas dapat dikurangi. Jika kehilangan panas lebih besar daripada kebutuhan panas dari fase endotermik maka gasifikasi tidak akan terjadi.
Reaktor gasifikasi updraft
Reaktor gasifikasi updraft termasuk dalam kategori fixed bed reactor. Yang dimaksud dengan fixed bed adalah bahan bakar diproses secara curah dan melewati beberapa fase yaitu pengeringan, pirolisis, dan pembakaran. Fixed bed adalah jenis gasifier tertua dan telah banyak dikembangkan hingga kini. Fixed bed terbagi menjadi dua yaitu updraft dan downdraft. Perbedaan antara keduanya terletak pada arah aliran bahan bakar. Pada updraft bahan bakar mengalir berlawanan dengan arah aliran gas hasil, sedangkan pada downdraft bahan bakar mengalir searah dengan aliran gas hasil. Reaktor updraft adalah jenis reaktor tertua dan paling sederhana. (Brown 2011)
Menurut Klass (1998), reaktor updraft merupakan salah satu reaktor yang mudah dibuat dan dapat terdiri dari rangka berupa baja karbon dilengkapi dengan lubang-lubang di bagian bawah yang dipasangi pipa manifold untuk memasukkan udara, hooper pada bagian atas untuk mengumpankan bahan bakar, dan sebuah pipa manifold di bagian atas untuk mengeluarkan gas hasil gasifikasi. Secara umum reaktor ini mudah dibuat dan biayanya tidak terlalu mahal. Konfigurasi reaktor updraft dapat dilihat pada Gambar 2 yang diambil dari Crocker (2010)
8
Gambar 2 Konfigurasi reaktor updraft (sumber : Crocker 2010) Tungku masak gasifikasi
9
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2015. Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Timbangan digital
Timbangan digunakan untuk mengukur berat awal dan akhir kulit singkong. 2. Oven
Oven digunakan untuk mengetahui kadar air kulit singkong yang akan digasifikasi.
3. Bomb Calorimeter
Bomb Calorimeter digunakan untuk mengetahui nilai kalor kulit singkong. 4. Termokopel tipe K
Termokopel tipe K digunakan untuk mengukur suhu pembakaran gas hasil gasifikasi dan suhu di dalam tungku gasifikasi.
5. Hybrid recorder
Hybrid recorder digunakan untuk membaca data suhu yang diukur dengan termokopel.
6. Kipas
Kipas digunakan untuk mengalirkan udara sebagai medium gasifikasi. 7. Panci
Panci digunakan untuk memasak air guna menguji kinerja tungku gasifikasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Tungku gasifikasi. Bahan yang diperlukan untuk merancang tungku gasifikasi antara lain :
Plat baja karbon yang digunakan sebagai badan tungku
Plat baja karbon berlubang yang digunakan sebagai bagian dasar tungku
Ceramic wool yang digunakan sebagai insulator tungku
Plat stainless steel digunakan sebagai pelapis tungku bagian luar 2. Kulit singkong
Kulit singkong merupakan bahan bakar yang digasifikasi
Prosedur Penelitian
10
Gambar 3 Diagram alir prosedur penelitian keseluruhan Pengujian
Pendahuluan
Pengujian kinerja tungku
Analisis hasil pengujian dan rekomendasi
Dokumentasi dan laporan
Selesai Pembuatan tungku
(Pabrikasi) Mulai
Perancangan struktural dan fungsional
11 Tahap Perancangan
Tungku gasifikasi yang dirancang adalah tungku gasifikasi updraft dengan medium gasifikasi berupa udara. Tungku ini dirancang agar mampu menampung bahan bakar paling banyak dua kilogram. Gas yang dihasilkan dari proses gasifikasi yang terjadi di tungku ini akan langsung dimanfaatkan untuk proses pemasakan. Namun, untuk keperluan pengujian yang akan dimasak hanyalah air (water boiling test). Medium gasifikasi berupa udara dialirkan menggunakan kipas melalui bagian bawah tungku. Kipas diberi dimmer untuk mengatur kecepatan kipas. Tungku ini juga dirancang untuk menggunakan medium gasifikasi berupa uap. Air mengalir perlahan dari botol menuju pipa di tengah-tengah ruang bakar tungku. Panas pada pipa menguapkan air dan uap dapat masuk kedalam tungku.
Rancangan fungsional dari alat ini adalah : 1. Kipas
Kipas digunakan untuk mengalirkan udara kedalam ruang gasifikasi melalui dasar tungku yang berlubang.
2. Botol air
Botol air digunakan untuk menampung air yang akan diuapkan dan digunakan sebagai medium gasifikasi.
3. Ruang gasifikasi
Ruang gasifikasi merupakan tempat berlangsungnya proses gasifikasi. 4. Dudukan panci
Dudukan panci terletak dibagian atas tungku yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan panci.
5. Lapisan insulasi
Lapisan insulasi berfungsi untuk mengurangi jumlah panas yang terbuang percuma ke udara.
Adapun rancangan struktural dari alat ini adalah : 1. Kipas
Kipas yang digunakan adalah kipas listrik berdiameter 10 cm yang diletakkan di depan lubang pemasukan udara pada tungku.
2. Botol air
Botol air terbuat dari kaca pada bagian tutup diberi lubang untuk mengalirkan air
3. Ruang gasifikasi
Ruang gasifikasi bebentuk silinder terbuat dari plat baja karbon. Ruang gasifikasi ini terletak di tengah-tengah tungku.
4. Dudukan panci
Dudukan panci terbuat dari baja karbon yang dibengkokkan. Terdapat tiga dudukan panci diatas tungku untuk menjaga stabilitas panci.
5. Lapisan insulasi
Lapisan insulasi yang terbuat dari ceramic wool terletak di antara ruang gasifikasi dan kerangka luar tungku setebal 5 cm.
12
terbentuk gas hasil gasifikasi. Gas tersebut kemudian dibakar. Bahan bakar di bagian atas akan membentuk charcoal bed akibat proses pirolisis yang terjadi. Charcoal bed ini akan bergerak ke bagian bawah tungku secara perlahan-lahan sampai bahan bakar habis. Panas pembakaran bahan bakar dari dalam tungku dimanfaatkan untuk menguapkan air. Air dari botol akan mengalir ke pipa yang panas sehingga berubah menjadi uap air dan mengalir ke bagian bawah tungku sebagai medium gasifikasi.
Gambar 4 Skema cara kerja alat Keterangan :
1. Panci masak 2. Charcoal bed
3. Bahan bakar yang belum terbakar 4. Aliran udara
5. Lubang termokopel 6. Botol air
7. Kipas
8. Insulasi ceramic wool
Penentuan dimensi tungku menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan. Untuk menentukan dimensi tungku ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan calon pengguna, agar tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Penentuan dimensi ruang bakar tungku juga penting. Ruang bakar harus dirancang agar dapat menampung bahan bakar yang cukup untuk memasak air sebanyak lima liter hingga mendidih. Untuk penelitian ini ditentukan diameter tungku sebesar 40 cm dan tinggi tungku sebesar 60 cm. Dimensi disesuaikan dengan kebutuhan di industri kecil dan rumah tangga agar tidak terlalu besar dan terlalu kecil. Sedangkan untuk ruang bakar dirancang agar mampu menampung paling banyak 2 kilogram bahan bakar dan berdiamater 25 cm. Penentuan bahan
1
2
3
4 5
6
13 bakar sebanyak 2 kilogram didasarkan pada kemudahan pengisian. Jika lebih dari 2 kilogram pengisian bahan bakar lebih sulit dan kurang praktis.
Pada bagian bawah ruang bakar dipasang besi plat berlubang sebagai jalan masuknya udara. Sistem katup dipasang di dekat mulut kipas sebagai pengatur jumlah udara yang masuk. Pada kipas juga dipasang dimmer untuk mengatur kecepatan kipas. Kebutuhan udara gasifikasi ideal menurut Okuga (2012) adalah 40% dari kebutuhan udara untuk pembakaran.
Tahap Pembuatan Gambar Teknik
Perkiraan desain yang telah diperoleh dari tahap perancangan kemudian dituangkan menjadi gambar teknik untuk memudahkan dalam proses pembuatan tungku (pabrikasi). Dalam pembuatan gambar teknik tungku gasifikasi ini digunakan piranti lunak Autodesk Inventor Pro 2015. Gambar teknik dari tungku gasifikasi ini bisa dilihat pada Lampiran 1.
Tahap Pembuatan Tungku (Pabrikasi)
Pembuatan tungku gasfikasi ini dimulai dengan membuat ruang bakar dengan cara membuat silinder dan dua buah kerucut terpancung dari plat baja karbon. Pada bagian bawahnya diberikan plat baja karbon berlubang sebagai tempat keluarnya abu dan tempat masuknya udara. Diantara ruang bakar dan selubung luar tungku diberi insulasi ceramic wool. Selubung luar tungku berbentuk silinder dan terbuat dari stainless steel. Di bagian samping tungku dipasang penampung air yang juga terbuat dari stainless steel. Penampung air ini disambungkan ke ruang bakar melalui pipa stainless steel. Panas dari ruang bakar akan memanaskan pipa dan dapat menguapkan air. Pada bagian atas penampung air diletakkan secara terbalik botol berisi air sebagai persediaan air.
Tahap Pengujian Pendahuluan
Tahap pengujian pendahuluan adalah tahap pengujian fungsional tungku. Tungku akan diisi bahan bakar lalu dicoba dibakar biasa dalam kondisi normal (tanpa uap air). Jika tungku dapat berfungsi dengan baik pengujian kemudian dilanjutkan dengan pengujian menggunakan uap air. Tungku akan diisi bahan bakar kemudian dinyalakan, setelah beberapa menit uap air dimasukan melalui pipa ke bagian bawah tungku. Namun pada pengujian pendahuluan ini uap air diperoleh dengan cara menguapkan air menggunakan sumber panas eksternal (kompor gas) belum menggunakan sumber panas dari tungku.
Tahap Pengujian Kinerja
Pengujian kinerja akan dilakukan dengan cara memasak air hingga mendidih atau lebih dikenal dengan nama water boiling test. Air yang akan dimasak sebanyak 5 liter. Pada tahap ini akan digunakan bahan bakar dengan tingkat kepadatan dan kadar air yang berbeda-beda. Tingkat kepadatan yang berbeda dapat diperoleh dengan mengisi penuh ruang bakar dengan mengaplikasikan penekanan yang berbeda terhadap tumpukan bahan bakar. Kadar air yang berbeda dapat diperoleh dengan mengaplikasikan lama pernjemuran yang beragam.
14
mengetahui kadar air bahan bakar harus menggunakan oven pengering. Berikut adalah metode mengetahui kadar air bahan bakar dengan metode oven :
1. Bahan dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang dan ditandai sebelumnya.
2. Cawan beserta bahan ditimbang sebagai berat awal.
3. Oven pengering dinyalakan dan diatur suhunya yaitu 105ºC.
4. Setelah suhu oven stabil cawan dimasukkan ke dalam oven dan didiamkan selama 24 jam.
5. Cawan dikeluarkan dari dalam oven setelah didiamkan 24 jam, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama beberapa menit.
6. Cawan yang telah didiamkan di desikator ditimbang kembali dan dicatat masssanya sebagai berat akhir.
7. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan berikut :
... (1.1) Dimana : = kadar air bahan bakar
= massa bahan bakar dan cawan sebelum dioven (g)
= massa bahan bakar dan cawan sesudah dioven (g) = massa cawan (g)
Parameter-parameter yang akan diuji antara lain konsumsi spesifik bahan bakar, laju pembakaran bahan bakar, kemudahan penyalaan, effisiensi tungku, laju pergerakan charcoal bed, banyaknya asap yang terbentuk, dan warna api yang terbentuk.
Konsumsi spesifik bahan bakar dapat dihitung dengan membagi jumlah bahan bakar yang habis (diperoleh dengan cara mengurangi massa awal dengan massa akhir bahan bakar) dengan total energi yang digunakan untuk pemasakan yang dapat dilihat pada persamaan berikut:
……….. (1.2)
Dimana : = konsumsi spesifik bahan bakar (kg/kJ)
= jumlah bahan bakar yang terbakar (kg)
= kebutuhan energi pemasakan (kJ)
Laju pembakaran bahan bakar dapat diketahui dengan membagi jumlah bahan bakar yang habis terbakar dengan waktu pembakaran yang dapat dilihat pada persamaan berikut:
̇ ……….. (1.3)
Dimana : ̇ = laju pembakaran bahan bakar (kg/menit)
15 Efisiensi tungku dapat dihitung dengan membandingkan energi yang terpakai untuk memasak dengan energi yang tersedia dari bahan bakar. Persamaan berikut menerangkan cara memperoleh efisiensi tungku.
……… (1.4)
Dimana : = efisiensi tungku (%)
= nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)
= kebutuhan energi pemasakan (kJ)
Untuk mengetahui besarnya nilai kalor bahan bakar perlu dilakukan pengujian menggunakan bomb calorimeter. Pada penelitian ini digunakan bomb calorimeter tipe adiabatis. Prinsip kerja alat ini adalah mengukur perubahan suhu fluida pada volume yang tetap. Berikut adalah tahapan mengukur nilai kalor menggunakan bomb calorimeter :
1. Bahan bakar yang akan diuji ditimbang sebanyak 1 gram lalu dibungkus dengan kertas pembungkus dan diikat dengan kawat nikel.
2. Bahan yang telah dibungkus dan diikat kemudian diletakkan pada wadah bakar lalu kawat dihubungkan dengan elektroda positif dan negatif.
3. Wadah bakar dimasukkan ke dalam bom lalu ditutup dengan rapat. 4. Oksigen diisikan ke dalam bom hingga mencapai 20-30 kg/cm2.
5. Air dimasukkan ke dalam tangki pemanas sampai batas ketinggian maksimum (2 liter), kemudian tombol heater ditekan untuk menyalakan pemanas air.
6. Setelah suhu air di tangka pemanas mencapai 85ºC, air dimasukkan ke bejana tengah hingga batas yang ditentukan.
7. Air sebanyak 2100 gram dimasukkan ke dalam bejana dalam, kemudian bejana dalam diletakkan pada bejana tengah.
8. Bom dimasukkan ke bejana dalam, lalu kabel pada tutup bejana dihubungkan ke bom kemudian bejana dalam ditutup rapat.
9. Kabel elektroda utama dihubungkan ke bejana dalam setelah calorimeter tertutup rapat.
10.Motor dinyalakan untuk menggerakan agitator. Suhu awal air dibaca dan dicatat.
11.Tombol katup air panas (Hot Water Valve) ditekan selama 1-2 detik untuk mengalirkan air panas ke dalam bejana tengah.
12.Tombol pembakaran (Ignition) kemudian ditekan.
13.Tombol katup air panas ditekan saat suhu air di bejana dalam mulai naik, untuk menaikkan suhu air di bejana tengah. Perbedaan suhu air diantara kedua bejana harus diusahakan agar selalu sama.
14.Ketika kenaikan suhu tidak terjadi lagi, suhu air pada bejana dalam dicatat. 15.Nilai kalor bahan bakar dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
……… (1.5)
Dimana : = Nilai ekuivalen air
16
= Massa air di bejana dalam (g)
= Massa bahan bakar (g)
= Kenaikan suhu pada bejana dalam (ºC)
Pergerakan charcoal bed dapat ditentukan dengan melihat grafik sebaran suhu pembakaran. Kemudahan penyalaan, banyaknya asap,dan warna api merupakan parameter-parameter yang hanya dapat diketahui melalui pengamatan. Kemudahan penyalaan dapat diketahui dengan banyaknya waktu yang diperlukan sampai api terbentuk.
Pengujian kinerja akan dilakukan sebanyak 8 kali, 4 diantaranya menggunakan bahan bakar dengan kadar air yang hampir seragam namun dengan pengaplikasian tekanan yang berbeda-beda, sedangkan 4 diantaranya akan menggunakan bahan bakar dengan kadar air berbeda namun tidak diaplikasikan penekanan sama sekali. Pengukuran suhu akan dilakukan menggunakan termokopel tipe K yang diletakkan di 5 bagian yaitu di dalam panci, di ruang bakar bagian atas, di ruang bakar bagian tengah, di ruang bakar bagian bawah, dan diatas ruang bakar tempat keluarnya api. Lokasi pengukuran suhu ini dapat dilihat pada Gambar 5 sedangkan tampilan 3D tungku dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 5 Lokasi pengukuran suhu
Gambar 6 Tampilan 3D tungku Keterangan :
1. Di dalam panci 2. Api
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Penggunaan Uap Air terhadap Performa Gasifikasi
Sesuai dengan rancangan awal dimana uap air digunakan sebagai medium gasifikasi, maka dilakukan pengujian pendahuluan guna mengetahui apakah penggunaan uap air sebagai medium gasifikasi benar berpengaruh terhadap peningkatkan performa gasifikasi. Pengujian dilakukan dengan cara menambahkan uap air ke dalam tungku gasifikasi saat tungku sedang beroperasi. Namun untuk kepentingan pengujian, uap air dihasilkan menggunakan bejana khusus dan dipanaskan menggunakan kompor gas dan tidak menggunakan penampung air pada tungku.
Tungku diisi bahan bakar dan dinyalakan secara normal. Sementara air di dalam bejana dipanaskan menggunakan kompor gas hingga suhunya mencapai 105ºC. Suhu uap air harus mencapai 105 ºC agar memiliki tekanan yang cukup. Setelah tungku menghasilkan api yang stabil dan air di dalam bejana telah mencapai suhu 105ºC, katup pada bejana mulai dibuka perlahan untuk mengalirkan uap air kedalam tungku.
Setelah dilakukan 3 kali pengujian penambahan uap air, ternyata penambahan uap air tidak memberikan peningkatan performa gasifikasi. Penambahan uap air dalam jumlah kecil mengubah warna api dari ungu kemerahan menjadi jingga kemerahan dan menambah jumlah asap. Penambahan uap air dalam jumlah besar akan memadamkan api yang telah terbentuk. Berdasarkan hasil pengujian pendahuluan tersebut maka dapat dikatakan bahwa uap air tidak memberikan peningkatan performa gasifikasi tetapi justru memperburuk. Sehingga untuk tahap pengujian kinerja tungku uap air tidak akan lagi ditambahkan. Pengaruh penambahan uap air terhadap performa gasifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Pengaruh penambahan uap air terhadap performa gasifikasi Parameter Tanpa uap air Sedikit uap air Banyak uap air
Jumlah asap + +++ +++
Warna api Ungu kemerahan Jingga kemerahan (api mati) Keterangan : + = sedikit
++ = sedang +++ = banyak
18
Gambar 7 Konfigurasi tungku untuk pengujian pendahuluan
19 Uji Kinerja Tungku Gasifikasi
Pengujian kinerja dilakukan menggunakan bahan bakar dengan tingkat kepadatan dan kadar air yang berbeda-beda. Bahan bakar dinyalakan dengan metode top lit atau dinyalakan dari bagian atas. Dengan metode top lit tar yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan metode bottom lit. Saravanakumar et al. (2007) juga mengatakan bahwa bottom lit updraft gasifier adalah gasifier yang membakar arang dan menghasilkan tar, sedangkan top lit updraft gasifier adalah gasifier yang membakar tar dan menghasilkan arang. Metode top lit menghasilkan tar 1-5% sedangkan bottom lit 10-30%. Dengan metode top lit nilai efisiensi dan nilai kalor gas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan metode bottom lit. Belonio (2005) juga mengatakan bahwa tipe reaktor TLUD (Top Lit Updraft Gasifier) merupakan tipe reaktor yang cocok untuk bahan bakar limbah, namun memiliki kekurangan yaitu sulit untuk dioperasikan secara continuous.
Dengan variasi kepadatan dan kadar air dilihat hubungan antara kedua perlakuan tersebut dengan parameter-parameter pengujian yaitu konsumsi spesifik bahan bakar, laju pembakaran bahan bakar, kemudahan penyalaan, laju pergerakan charcoal bed, banyaknya asap yang terbentuk, warna api yang terbentuk, dan effisiensi tungku. Hubungan lengkap antara kedua perlakuan dengan parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada subbab ini hubungan antara variasi kepadatan dan kadar air dengan parameter-parameter pengujian disajikan terpisah.
Perbedaan Tingkat Kepadatan
Untuk memperoleh tingkat kepadatan bahan bakar yang berbeda dilakukan dengan memberikan penekanan yang berbeda terhadap bahan bakar. Pengujian kinerja dilakukan dengan 4 variasi kepadatan bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan memiliki kadar air sekitar 10% bb. Bahan bakar diisikan ke dalam ruang bakar bervolume 0.0146 m3 hingga penuh dan diberikan penekanan yang berbeda. Pembedaan kepadatan ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan antara kepadatan dengan parameter-parameter pengujian khusunya konsumsi spesifik bahan bakar, laju pembakaran bahan bakar dan laju pergerakan charcoal bed. Hubungan antara perlakuan dan parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5 Pengaruh tingkat kepadatan terhadap beberapa parameter pengujian
Percobaan
20
arang yang terbentuk akibat proses pirolisis yang terjadi. Karena penyalaan bahan bakar dilakukan secara top lit maka lapisan arang ini lama kelamaan akan bergerak ke bawah, ke arah bahan bakar yang belum terbakar. Laju pergerakan ini dapat diukur dengan cara mengukur suhu di 3 titik pengukuran dari waktu ke waktu dan kemudian memetakannya dalam sebuah grafik. Dari grafik kenaikan suhu terhadap waktu tersebut kemudian ditarik garis lurus sejajar dengan sumbu x (waktu) yang memotong grafik. Kemudian dari setiap titik perpotongan ditarik garis tegak lurus terhadap garis tersebut. Dari garis-garis tersebut terlihat berapa waktu yang diperlukan oleh setiap titik pengukuran untuk mencapai suhu yang sama. Lokasi titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 5 ( titik 3, 4, 5). Jarak antara satu titik ke yang lainnya adalah 6 cm. Sehingga laju pergerakan dapat dihitung dengan membagi jarak antar titik dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu yang sama. Jika waktu yang diperlukan dari titik 3 ke 4 berbeda dengan titik 4 ke 5 maka hasil keduanya dirata-ratakan. Contoh cara menghitung laju pergerakan charcoal bed dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Dari data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kepadatan bahan bakar maka laju pergerakan charcoal bed semakin lambat. Pergerakan charcoal bed yang semakim lambat berarti semakin lama durasi api menyala.
Untuk konsumsi spesifik dan laju pembakaran bahan bakar menunjukkan pola yang serupa dengan laju pergerakan charcoal bed. Konsumsi spesifik bahan bakar diartikan sebagai berapa jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi sebesar 1 kJ. Dapat dihitung dengan cara membagi jumlah bahan bakar yang habis terbakar (dalam kg) dengan kebutuhan energi untuk mendidihkan air (dalam kJ). Laju pembakaran bahan bakar diartikan sebagai banyaknya bahan bakar yang habis terbakar persatuan waktu. Dapat dihitung dengan cara membagi jumlah bahan bakar yang habis terbakar (dalam kg) dengan waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air (dalam menit). Konsumsi spesifik dan laju pembakaran cenderung menurun dengan meningkatnya kepadatan bahan bakar. Secara umum dengan peningkatan kepadatan akan mengurangi porositas bahan bakar yang juga mengurangi jumlah udara dari kipas yang dapat melalui tumpukan bahan bakar. Dengan berkurangnya udara yang melalui tumpukan bahan bakar maka memberi kesempatan lebih besar bagi bahan bakar untuk tergasifikasi dan bukan terbakar karena gasifikasi membutuhkan udara yang lebih sedikit daripada kebutuhan udara pembakaran biasa.
21
Gambar 10 Cara perhitungan laju pergerakan charcoal bed Perbedaan Kadar Air
Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam bahan. Kulit singkong dalam keadaan basah kadar airnya bisa mencapai 50-70%. Kulit singkong tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur. Tujuan penjemuran adalah menguapkan air dalam bahan sehingga kadar air menurun. Untuk memperoleh kadar air bahan bakar yang berbeda dilakukan dengan membedakan lama penjemuran. Pengujian kinerja dilakukan dengan 4 variasi kadar air bahan bakar. Bahan bakar diisikan ke dalam ruang bakar hingga penuh dan tidak diberikan penekanan sama sekali. Tujuan utama pembedaan kadar air ini untuk mencari tahu kadar air bahan yang sesuai untuk gasifikasi. Dapat dicari tahu dengan menyelidiki hubungan antara kadar air bahan dengan parameter-parameter pengujian yaitu kemudahan penyalaan api, banyaknya asap yang terbentuk, dan warna api yang terbentuk. Hubungan antara perlakuan dan parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
22
mempengaruhi massa bahan bakar, karena semakin tinggi kadar airnya semakin besar massa bahan bakar dan sebaliknya.
Tabel 6 Pengaruh kadar air terhadap beberapa parameter pengujian
Percobaan
8 15.06 (tidak menyala) (tidak menyala) (tidak menyala) Keterangan : + = sedikit
++ = sedang +++ = banyak
Bahan bakar yang basah lebih sulit dinyalakan karena panas yang diberikan lebih banyak habis untuk menguapkan air pada bahan.
Efisiensi Tungku
Efisiensi tungku merupakan salah satu parameter yang penting dalam pengujian kinerja tungku biomassa. Efisiensi tungku merupakan perbandingan antara besarnya energi yang digunakan untuk mendidihkan air dan energi yang tersedia dari bahan bakar. Energi untuk mendidihkan air diperoleh dengan menjumlahkan energi untuk menaikkan suhu air dan energi untuk menguapkan air. Sedangkan energi bahan bakar diperoleh dari massa bahan bakar yang terbakar dikalikan dengan nilai kalor bahan bakar.
Nilai kalor bahan bakar diukur menggunakan bomb calorimeter. Bahan bakar yang diukur berkadar air 10.18% dan digunakan 3 kali ulangan. Hasil pengukuran nilai kalor bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7 Hasil pengukuran nilai kalor bahan bakar
Ulangan ke- Bahan Bakar Kadar Air (%) Nilai Kalor (MJ/kg)
23 Tabel 8 Hasil perhitungan efisiensi tungku gasifikasi
Percobaan
8 (tidak menyala) 15.06 (tidak menyala) (tidak menyala) (tidak menyala)
Rata-rata 7.29
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa efisiensi yang diperoleh masih relatif kecil yaitu berkisar antara 5.88 hingga 8.79%. Hasil ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan hasil penelitian Mulyana (2013) yang juga menghitung efisiensi kompor biomassa. Ia menggunakan kompor biomassa dengan 2 bahan bakar berbeda. Kompor berbahan bakar sekam padi efisiensinya berkisar antara 6.52-7.91% sedangkan kompor berbahan bakar cangkang kelapa sawit efisiensinya berkisar antara 4.24-5.46%.
Efisiensi yang rendah ini disebabkan oleh diameter ruang bakar tungku yang cukup besar. Menurut Belonio (2005) diameter reaktor merupakan faktor penting dalam merancang tungku gasifikasi. Diameter berbanding lurus dengan energi output, semakin besar diameter semakin besar energi outputnya. Hal ini menjelaskan mengapa api yang terbentuk sangatlah besar sehingga banyak panas yang terbuang percuma dan tidak terpakai untuk proses pemasakan. Penampakan api yang sangat besar dapat dilihat pada Gambar 11. Selain itu dengan diameter yang besar berarti luas kontak bahan bakar dengan api semakin besar sehingga jumlah bahan bakar yang habis terbakar pada waktu yang sama lebih banyak dibanding dengan tungku berdiameter kecil. Insulasi yang baik juga sangat penting untuk mencegah hilangnya panas dan meningkatkan efisiensi tungku. Insulasi ceramic wool yang sudah ada memang mencegah hilangnya panas dari ruang bakar, namun panas yang keluar masih cukup banyak karena pada dinding luar tungku masih terlalu panas jika disentuh.
24
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan uap air bersuhu 105ºC sebagai medium gasifikasi tidak memberikan efek yang signifikan dan justru memperburuk performa gasifikasi. Karena gasifikasi dengan medium uap baru bisa terjadi pada suhu 800˚C tanpa katalis. Tungku gasifikasi dalam penelitian ini belum mampu mencapai suhu
800˚C sehingga gasifikasi uap belum dapat terjadi. Hal ini disebabkan karena penyalaan dengan metode toplit sehingga suhu diruang bakar kurang terpanaskan. Selain itu tinggi ruang bakar perlu ditambah agar dapat mencapai suhu yang sesuai. Perbedaan tingkat kepadatan bahan bakar berpengaruh langsung terhadap konsumsi spesifik bahan bakar, laju pembakaran, dan laju pergerakan charcoal bed. Semakin tinggi tingkat kepadatan bahan bakar maka konsumsi spesifik bahan bakar, laju pembakaran, dan laju pergerakan charcoal bed semakin menurun. Perbedaan kadar air bahan bakar berpengaruh langsung terhadap kualitas gasifikasi yang dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian seperti kemudahan penyalaan api, banyaknya asap yang terbentuk, dan warna api. Semakin tinggi kadar air semakin menurun kualitas gasifikasi. Bahan dengan kadar air 8-10% dapat dikatakan ideal untuk gasifikasi karena asap yang dihasilkan sedikit dan api yang terbentuk ungu kemerahan. Bahan bakar dengan kadar air diatas 15% tidak dapat dinyalakan. Efisiensi tungku gasifikasi ini masih tergolong rendah dengan nilai efisiensi rata-rata hanya sebesar 7.29%. Efisiensi terendah sebesar 5.88% sedangkan efisiensi tertinggi sebesar 8.79%. Diameter ruang bakar tungku yang terlalu besar menyebabkan api yang keluar juga besar. Api yang masih terlalu besar menyebabkan rendahnya efisiensi tungku karena banyak panas terbuang percuma. Tungku ini masih perlu pengembangan lebih lanjut untuk dapat digunakan di rumah tangga karena bobot tungku yang masih terlalu berat, pengisian bahan bakar yang kurang praktis, dan tar yang dihasilkan masih tergolong tinggi.
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Basu P. 2013. Biomass Gasification, Pyrolysis, and Torefaction Practical Design and Theory 2nd ed. London (UK): Elsevier.
Belonio AT. 2005. Rice Husk Gas Stove Handbook. Iloilo (PH): Central Philippine University.
Bridgwater AV. 2001. Progress in Thermochemical Biomass Conversion. London (UK): Blackwell Science Ltd.
Brown RC. 2011. Thermochemical Processing of Biomass: Conversion into Fuels, Chemicals, dan Power. Chichester (UK): Jhon Wiley & Sons Ltd. Cocker M. 2010. Thermochemical Conversion of Biomass to Liquid Fuels and
Chemicals. Cambridge (UK): Royal Society of Chemistry.
[FAO] Food And Agriculture Organization. 2013. All Country Crops Production 1961-2013 [internet]. [diunduh 21 Maret 2015]. Tersedia pada: http://faostat3.fao.org/download/Q/QC/E
Kimber GM, Gray MD. 1967. Rapid devolatilization of small coal particles. J Combust Flame. 11(4):360-362. doi:10.1016/0010-2180(67)90028-4
Klass DL. 1998. Biomass for Renewable Energy, Fuels, and Chemicals. London (UK): Academic Press.
Lebot V. 2009. Tropical Root and Tuber Crops : Cassava, Sweet Potato, Yams, and Aroids. Oxfordshire (UK): CAB International.
Mulyana. 2013. Optimasi diameter tungku berbahan sekam padi dan cangkang kelapa sawit serta analisis efisiensi dan sebaran kalornya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Okuga A. 2012. Analysis and operability optimization of an updraft gasifier unit [skripsi]. Eindhoven (NL): Eindhoven University of Technology.
Onwueme IC. 1978.The Tropical Tuber Crops. New York (US): Jhon Wiley & Sons Ltd.
Raveendran K., Ganesh A, Khilar KC. 1996. Pyrolysis characteristics of biomass and biomass components. J Fuel. 75(8):987-998.
doi:10.1016/0016-2361(96) 00030-0
Saravanakumar A, Haridasan TM, Reed TB, Bai RK. 2007. Experimental investigation and modelling study of long stick wood gasification in a top lit updraft fixed bed gasifier. JFuel. 86(17-18):2846-2856. doi:10.1016/j.fuel. 2007.03.028
Udomsirichakorn J, Salam PA. 2013. Review of hydrogen-enriched gas production from steam gasification of biomass: The prospect of CaO–based chemical looping gasification. JRSER. 30(2013):565-579. doi:10.1016/j.rser.2013.10.013.
26
LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar teknik tungku gasifikasi
27
Lampiran 2 Tabel hubungan antara perlakuan dan parameter-parameter pengujian
Pengujian
28
Lampiran 3 Grafik sebaran suhu terhadap waktu pada tiap pengujian
Variasi kepadatan
0 50 100 150 200 250 300 350 400
0 5 10 15 20
su
hu
˚C
waktu (menit)
Pengujian 1
lubang 1
lubang 2
lubang 3
0 50 100 150 200 250 300 350 400
0 5 10 15 20
su
h
u
˚C
waktu (menit)
Pengujian 2
lubang 1
lubang 2
30
0 50 100 150 200 250 300 350 400
0 10 20
su
h
u
˚C
waktu (menit)
Pengujian 6
lubang 1
lubang 2
lubang 3
0 50 100 150 200 250 300 350 400
0 10 20
su
h
u
˚C
waktu (menit)
Pengujian 7
lubang 1
lubang 2
31 Lampiran 4 Data perhitungan nilai kalor
Berat air (g) 2100
Nilai ekuivalen air 592.5
Berat sampel (g) 1
Suhu awal air (˚C)
Ulangan 1 27.6
Ulangan 2 27.9
Ulangan 3 28
Suhu akhir air ˚C
Ulangan 1 29.4
Ulangan 2 29.8
Ulangan 3 29.7
Suhu awal air aktual
(˚C)
Ulangan 1 28
Ulangan 2 28.3
Ulangan 3 28.4
Suhu akhir air aktual
˚C
Ulangan 1 29.8
Ulangan 2 30.2
Ulangan 3 30.1
Δt ˚C
Ulangan 1 1.8
Ulangan 2 1.9
Ulangan 3 1.7
Sisa bahan bakar (g)
Ulangan 1 0.02
Ulangan 2 0.02
Ulangan 3 0.03
Nilai kalor (J/g)
Ulangan 1 20287.449
Ulangan 2 21414.5295
Ulangan 3 19160.3685
Rata-rata 20287.449
32
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Oktober 1993 di Jakarta sebagai anak pertama dari pasangan Danny Budiono dan Mari Ekawati. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Tunas Harapan Nusantara Bekasi pada tahun 1999-2005. Lulus dari SMP Marsudirini Bekasi pada tahun 2008 dan SMA Marsudirini Bekasi pada tahun 2011. Penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem melalui jalur SNMPTN undangan.