• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan, Laju Eksploitasi, Dan Pola Rekrutmen Ikan Baronang (Siganus Canaliculatus Park, 1797) Di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan, Laju Eksploitasi, Dan Pola Rekrutmen Ikan Baronang (Siganus Canaliculatus Park, 1797) Di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN, LAJU EKSPLOITASI, DAN POLA REKRUTMEN

IKAN BARONANG (

Siganus canaliculatus

Park, 1797)

DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

WIWI WIDIYAWATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan, Laju Eksploitasi, dan Pola Rekrutmen Ikan Baronang (Siganus canaliculatus Park, 1797) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2015

(4)

ABSTRAK

WIWI WIDIYAWATI. Pertumbuhan, Laju Eksploitasi, dan Pola Rekrutmen Ikan Baronang (Siganus canaliculatus Park, 1797) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Dibimbing oleh YONVITNER dan RIDWAN AFFANDI.

Ikan baronang merupakan ikan demersal yang menjadi target penangkapan, sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan stok di perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan, tingkat eksploitasi, dan pola rekrutmen ikan baronang (Siganus canaliculatus) dari hasil tangkapan nelayan di perairan Kepulauan Seribu. Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2014 dan April 2015. Analisis data meliputi pertumbuhan, struktur ukuran, faktor kondisi, mortalitas, laju eksploitasi, dan rekrutmen. Pola pertumbuhan ikan baronang jantan dan total adalah allometrik positif sedangkan ikan baronang betina adalah isometrik. Potensi rekrutmen ikan baronang tinggi dan termasuk ikan yang tumbuh cepat. Laju eksploitasi ikan baronang sudah dalam kondisi buruk dan telah mencapai tahap pemanfaatan berlebih yaitu sebesar 0,820. Kondisi kualitas perairan Kepulauan Seribu masih tergolong baik untuk kehidupan ikan baronang. Pengelolaan diarahkan untuk melindungi stok muda dengan pembatasan musim penangkapan.

Kata kunci: Ikan baronang, Kepulauan Seribu, laju eksploitasi, pertumbuhan

ABSTRACT

WIWI WIDIYAWATI. The Growth, Exploitation Rate, and Recruitment Pattern of Rabbit Fish (Siganus canaliculatus Park, 1797) in Waters Off The Seribu Island, Jakarta. Supervised by YONVITNER and RIDWAN AFFANDI.

Rabbit fish is a demersal fish and it is one of fish target, and that effect to their stock in waters. The aim of this research is to assess the growth, exploitation rate, and recruitment pattern of Siganus canaliculatus in the Seribu Island. This research was conducted from October to December 2014 and April 2015. Data analysis consist of growth, size structure, condition factor, mortality, exploitation rate, and recruitment. The result shown that the growth pattern of male and total rabbit fish is positive allometric while for female rabbit fish is isometric. The potencial recruitment of rabbit fish showed high and also fast growth. Water quality in the Seribu Island has classified good condition to life of rabbit fish. Exploitation rate of rabbit fish shown as bad condition and has achieved overexploitation is 0,820. Management can be directed to protect juvenile stocks with the limitation of fishing season.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

PERTUMBUHAN, LAJU EKSPLOITASI, DAN POLA REKRUTMEN

IKAN BARONANG (

Siganus canaliculatus

Park, 1797)

DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

WIWI WIDIYAWATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia–Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis skripsi yang berjudul Pertumbuhan, Laju Eksploitasi, dan Pola Rekrutmen Ikan Baronang (Siganus canaliculatus Park, 1797) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1 Allah SWT yang telah memberi nikmat sehat, rezeki, dan segala anugerah kepada saya dan keluarga.

2 Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan bagi Penulis untuk menempuh pendidikan di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

3 Beasiswa PPA/BBM yang telah memberikan bantuan dana pendidikan beberapa semester selama perkuliahan.

4 Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) untuk penelitian Pengelolaan Budidaya Udang Vannamei dan Perikanan Baronang Berbasis Masyarakat dalam Rangka Pengembangan Sea Farming di Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Kontrak Nomor: 083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 tanggal 5 Februari 2015 dalam rangka pelaksanaan kegiatan Penelitian Institusi.

5 Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku pembimbing akademik dan Komisi Pendidikan Program S1 Departemen MSP yang telah memberi saran dan pesan selama perkuliahan.

6 Dr Yonvitner, SPi MSi dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

7 Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku dosen penguji tamu dan Dr Etty Riani, MS selaku perwakilan Komisi Pendidikan Departemen MSP atas saran dan masukan yang sangat berarti.

8 Bapak (Eko Sudiantoro), Ibu (Neneng Rosnani), Adik (Risna Dwi Retno Handayani, Prasetyo Nugroho dan Lustiana Amanda), Kekasih (Mochammad Fernando Khomeni), dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang, semangat serta dukungannya selama ini. 9 Sahabat, Tim Penelitian Ikan Baronang (Bang Miftah, Haqqul, Widiana),

masyarakat Pulau Pramuka, nelayan P. Panggang (Keluarga Bapak Somad) dan seluruh civitas MSP 48 atas doa, semangat, bantuan dan dukungannya. 10 Seluruh pihak yang bersedia membantu dan memberikan saran dalam

penyelesaian skrispsi ini (Yenny N, Nina N, Gama S, Fida, Fani dan Hadiana).

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 16

KESIMPULAN DAN SARAN 20

Kesimpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(10)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan prosedur pengamatan 3

2 Parameter fisika kimia perairan sekitar Pulau Pramuka, Semak Daun,

dan Karang Congkaka 9

3 Perbandingan ukuran panjang Siganus canaliculatus tahun 2005 dan

tahun 2015 11

4 Penduga parameter pertumbuhan Siganus canaliculatus berdasarkan

metode ELEFAN 1 14

5 Mortalitas dan laju eksploitasi Siganus canaliculatus 14 6 Perbandingan nilai parameter fisika kimia perairan 16 7 Perbandingan pola pertumbuhan Siganus canaliculatus 17

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penangkapan Siganus canaliculatus di Kepulauan Seribu 2

2 Ikan baronang (Siganus canaliculatus) 4

3 Lokasi stasiun pengamatan fisika kimia perairan 10 4 Grafik sebaran frekuensi panjang Siganus canaliculatus (a) Tahun 2005

(b) Tahun 2015 10

5 Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus jantan 11 6 Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus betina 12 7 Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus total 12 8 Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus jantan 13 9 Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus betina 13 10 Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus total 13 11 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy Siganus canaliculatus 14 12 Rekrutmen Siganus canaliculatus (a) Tahun 2005 (b) Tahun 2015 15 13 Hasil tangkapan Siganus canaliculatus per bulan (a) Tahun 2005 (b)

Tahun 2015 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hubungan panjang dan bobot Siganus canaliculatus 23

2 Pendugaan pertumbuhan dengan metode ELEFAN I . 23

3 Pendugaan mortalitas dan laju eksploitasi Siganus canaliculatus

menggunakan ELEFAN I. 24

4 Persentasi nilai rekrutmen Siganus canaliculatus berdasarkan metode

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan baronang (Siganus canaliculatus) merupakan ikan demersal yang hidup berasosiasi dengan lamun dan terumbu karang. Ikan baronang banyak ditemukan di perairan dangkal, pesisir hingga tubir pantai. Ikan ini tergolong ikan ekonomis penting, sehingga menjadi target tangkapan utama nelayan di sekitar Kepulauan Seribu. Selain itu, ikan ini pun sangat potensial untuk dibudidayakan. Harga jual ikan baronang berkisar antara Rp 35 000, 00 per kg untuk ikan baronang ukuran kecil dan sekitar Rp 40 000, 00-Rp 50 000, 00 per kg untuk ukuran sedang hingga besar.

Salah satu daerah penyebaran ikan baronang di Indonesia adalah Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu merupakan wilayah perairan yang masih memiliki ekosistem lamun, karang, dan mangrove (Noor 2003). Lokasi utama tangkapan nelayan adalah sekitar Pulau Pramuka, Semak Daun, Karang Congkak, Karang Bongkok, dan Karang Beras. Kawasan ini merupakan daerah yang masih memiliki ekosistem lamun dan kondisi habitat yang cukup baik untuk kehidupan biota air. Beberapa gugusan pulau di Kepulauan Seribu seperti Pulau Pramuka dan Semak Daun sering dijadikan tempat wisata (Purnomo et al. 2013).

Banyaknya penduduk dan wisatawan yang datang setiap tahun di Kepulauan Seribu menyebabkan tingginya konsumsi terhadap ikan. Salah satu ikan yang banyak diminati disana adalah ikan baronang. Intensitas eksploitasi, kondisi habitat, dan pertumbuhan ikan mempengaruhi keberadaan stok di perairan. Eksploitasi yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan kelangkaan stok. Stok ikan di suatu perairan laut selalu dinamis karena jumlah penangkapan ikan berubah setiap tahunnya (Susilo 2009). Kecenderungan intensitas penangkapan ikan yang tinggi dikhawatirkan dapat mengganggu kestabilan dan pertumbuhan ikan baronang di Kepulauan Seribu.

Pertumbuhan ikan baronang termasuk cepat. Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan bahwa umur ikan pendek dan laju kematiannya cukup tinggi (Kembaren dan Nurdin 2013). Penelitian mengenai pertumbuhan dan eksploitasi terhadap ikan baronang di Kepulauan Seribu masih jarang, sehingga perlu dilakukan beberapa kajian untuk menanggapi hal tersebut agar terdapat keseimbangan antara eksploitasi dengan ketersediaan stok di alam. Beberapa aspek biologis yang dikaji dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk pengelolaan stok ikan baronang di wilayah Kepulauan Seribu untuk waktu mendatang.

Perumusan Masalah

(12)

2

dilakukan penangkapan dari ukuran kecil (benih) hingga ukuran dewasa (konsumsi). Ancaman tersebut dapat diantisipasi melalui pengelolaan yang rasional terhadap ikan tersebut. Kajian tentang pertumbuhan, laju eksploitasi, dan pola rekrutmen dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk pengelolaan secara berkelanjutan terhadap ikan baronang.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola pertumbuhan, tingkat eksploitasi dan pola rekrutmen ikan baronang (Siganus canaliculatus) dari hasil tangkapan nelayan di perairan Kepulauan Seribu yang berbasis data panjang dan bobot.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam pengelolaan berkelanjutan terhadap ikan baronang (Siganus canaliculatus) dan mengoptimalkan pemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun kawasan sekitar, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan serta masyarakat sekitar Kepulauan Seribu .

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di lapang dan laboratorium. Lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan baronang di sekitar Kepulauan Seribu disajikan pada Gambar 1.

(13)

3 Penelitian di lapang dimulai dengan pengumpulan contoh ikan baronang dari hasil tangkapan nelayan di beberapa gugusan pulau di perairan Kepulauan Seribu, diantaranya Pulau Pramuka, P. Semak Daun, P. Karang Congkak, P. Karang Bongkok, dan P. Karang Beras. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Oktober hingga Desember 2014 dan April 2015. Analisis contoh ikan dilakukan di Laboratorium Biologi Makro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pengumpulan Data

Data ikan baronang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan spear gun, jaring, dan bubu. Pengambilan ikan contoh meliputi ikan-ikan yang berukuran kecil, sedang dan besar. Ikan contoh yang diambil berjumlah 30 sampai 50 ekor tergantung kelimpahan ikan setiap pengambilan contoh. Beberapa contoh ikan baronang hasil tangkapan nelayan di Kepulauan Seribu, yakni 3-7 ekor ikan contoh difoto dengan menggunakan kamera digital serta diukur panjang total dan bobot basahnya di lokasi penangkapan.

Pengukuran panjang total ikan dimulai dari mulut terdepan hingga ujung ekor terakhir menggunakan penggaris yang memiliki tingkat ketelitian 0,5 mm. Penimbangan bobot total tubuh ikan dengan menggunakan timbangan yang memiliki ketelitian 0,01 gram. Ikan contoh yang belum teramati dikumpulkan dalam cool box dan diawetkan menggunakan es batu untuk dianalisis di laboratorium. Alat dan prosedur pengamatan penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Alat dan prosedur pengamatan

No Data Alat Satuan Prosedur pengamatan Lokasi

analisis

mulut terdepan hingga ujung ekor terakhir

Lapang dan Laboratorium

3 Bobot timbangan

digital

gram Penimbangan bobot tubuh ikan Lapang dan

Laboratorium

4 Ikan contoh cool box - penyimpanan ikan dalam cool

box yang sudah terisi es batu

Laboratorium

(14)

4

Ikan baronang adalah salah satu jenis ikan laut yang termasuk famili Siganidae dan dikenal sebagai biota yang dapat berasosiasi dengan lamun (Gambar 2). Menurut Carpenter dan Niem (2001) taksonomi ikan baronang diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Perciformes Famili : Siganidae Genus : Siganus

Spesies : Siganus canaliculatus Nama umum : baronang

Nama lokal : kea-kea (Kep. Seribu), biawas (Jawa Tengah), samadar (Ambon)

Gambar 2 Ikan baronang (Siganus canaliculatus)

Analisis Data

Sebaran frekuensi panjang

Sebaran frekuensi panjang dapat ditentukan dengan menggunakan data panjang total ikan baronang. Analisis sebaran frekuensi panjang dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.

1 Menentukan jumlah kelas panjang yang dibutuhkan dan wilayah data, 2 Membagi wilayah data dengan banyaknya kelas untuk menduga lebar kelas, 3 Menetukan limit bawah kelas dan kemudian menambahkan lebar kelas pada

limit bawah kelas untuk mendapatkan limit atas kelas,

4 Menentukan titik tengah kelas dan frekuensi bagi masing-masing kelas lalu memasukkan data panjang masing-masing ikan contoh ke dalam selang kelas yang ditentukan.

(15)

5 Hubungan panjang bobot

Model pertumbuhan diasumsikan mengikuti pola hukum kubik dari dua parameter yang dijadikan analisis yaitu parameter panjang dan bobot. Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan baronang maka diperlukan analisis hubungan panjang dan bobot. Rumus persamaan panjang bobot untuk menganalisis hubungan panjang bobot ikan (Effendie 2002).

W = aLb (1)

W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a dan b adalah koefisien pertumbuhan bobot. Berikut nilai a dan b yang diduga dari bentuk persamaan linier di atas sebagai berikut.

log W = log a + b log L (2)

Parameter penduga a dan b diperoleh dengan analisis regresi dengan log W sebagai y dan log L sebagai x, berikut adalah model rancangan persamaan regresi.

yi= β + β xi + εi (3)

Model observasi dan model dugaan ditentukan dengan bentuk persamaan sebagai berikut.

i=b0+b1xi (4)

Konstanta b1 dan b0 diduga dengan.

b1=∑ xiyi

-1n∑ni=1xi∑ni=1yi

n i=1

∑ni=1x2i -1n(∑ni=1xi)2 (5)

dan

b0 = y ̅- b1x̅ (6)

Nilai a dan b diperoleh melalui hubungan b=b1 dan a=10b0. Hubungan

panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai konstanta b (sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter) dengan hipotesis.

1. Bila b=3, dikatakan memiliki hubungan isometrik (pola pertumbuhan bobot sebanding pola pertumbuhan panjang)

2. Bila b≠3, dikatakan memiliki hubungan allometrik (pola pertumbuhan bobot tidak sebanding pola pertumbuhan panjang)

(16)

6

thitung= |bS1-b3| (7)

Sbadalah galat baku dugaan b1 atau b yang diduga dengan rumus sebagai

berikut.

Sb= s

2

∑ni=1x2i -1n(∑ni=1xi)2 (8)

Nilai thitung kemudian dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang

kepercayaan 95%. Pengambilan keputusannya, yaitu jika thitung>ttabel, maka tolak

hipotesis nol (H0) dengan pola pertumbuhan allometrik dan jika thitung<ttabel, maka

gagal tolak atau terima hipotesis nol (H0) dengan pola pertumbuhan isometrik

(Walpole 1993). Faktor kondisi

Faktor kondisi merupakan kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan bobot. Faktor kondisi pada pertumbuhan ikan isometrik ditentukan dengan metode yang berbeda dari pertumbuhan ikan allometrik. Rumus yang digunakan untuk pertumbuhan ikan isometrik (b=3) (Effendie 2002).

K =W 5

L3

(9)

Jika pola pertumbuhan ikan adalah allometrik, maka rumus yang digunakan sebagai berikut.

K = W

aLb (10)

K adalah faktor kondisi, W adalah bobot (gram), a dan b adalah konstanta, L adalah panjang (mm).

Pendugaan parameter pertumbuhan

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu periode waktu tertentu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Pertumbuhan dapat diestimasi menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999).

Lt= L∞[1-exp-K(t-t0)] (11)

Lt adalah panjang ikan pada waktu t (mm), L∞ adalah panjang asimtotik ikan

(mm), K adalah koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan waktu), t adalah umur ikan dan t0 adalah umur ikan saat panjang ikan 0 (tahun) .

(17)

7 Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2 dan nilai t0 didapat melalui persamaan Pauly

(1983) in Sparre dan Venema (1999).

log(-t0) =0,3922-0,2752 logL -1,038 log K (12)

L∞ adalah panjang asimtotik (mm), K adalah koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan waktu), dan t0 adalah umur ikan pada saat panjang ikan 0 (tahun).

Mortalitas dan laju eksploitasi

Parameter kunci untuk menggambarkan kematian adalah laju mortalitas. Laju mortalitas total (Z) dapat diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang. Rumus yang digunakan untuk menentukan laju mortalitas (Sparre dan Venema 1999).

lnC L1,L2

∆t L1,L2 = c - Z t

L1+L2

2 (13)

Persamaan diatas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y= b0+b1x dengan y=ln∆t LC L1,L2

1,L2 sebagai ordinat, x= t

L1+L2

2 sebagai absis, dan Z= -b.

Rumus empiris untuk mendapatkan nilai laju mortalitas alami (M) (Pauly 1984 in Sparre dan Venema 1999).

ln M =-0,0152-0,279 ln L+0,6543 ln K+0,463 ln T (14)

M adalah mortalitas alami, L adalah panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy (mm), K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, t0 adalah umur ikan pada saat panjang 0

(tahun), dan T adalah rata-rata suhu permukaan air (oC).

Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan bergerombol dikalikan dengan nilai 0,8 sehingga untuk spesies yang bergerombol seperti ikan baronang nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah.

M=0,8exp(-0,0152-0,279 ln L+0,6543ln K+0,463 ln T) (15)

Rumus laju mortalitas penangkapan (F) disajikan sebagai berikut.

F = Z - M (16)

Rumus untuk mendapatkan nilai laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) Pauly (1984).

E

=

F + MF

=

FZ (17)

(18)

8

penentuan parameter-parameter pertumbuhan ikan baronang terlebih dahulu. Parameter-parameter tersebut adalah L (panjang asimtotik), K (koefisien pertumbuhan), t0 (umur ikan pada saat panjang 0), dan T (rata-rata suhu

permukaan air ). Rekrutmen

Rekrutmen merupakan masuknya individu baru ke dalam suatu populasi. Deriso (1980) dan Schnute (1985) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan suatu model umum stok rekrutmen.

R = R.E[1-R2.R3.E] R31 (18)

R1, R2, R3 adalah parameter–parameter. R3 model di atas berubah menjadi model Ricker dan kemudian didapatkan rumus sebagai berikut.

R = R1.E.e(-R2*E) (19) Jika R3= -1, maka didapatkan model Beverton and Holt dengan rumus sebagai berikut.

R = R1. E

[1 + R2 E]

=

R1 R2

E+ R21 (20)

Pola rekrutmen ikan baronang diduga dengan menggunakan program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2 subprogram Recruitment Pattern untuk mengetahui konstruksi rekrutmen suatu runut waktu dari frekuensi panjang dalam menentukan jumlah puncak per tahun. Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan informasi parameter pertumbuhan berupa L (panjang asimtotik), K (koefisien pertumbuhan), t0 (umur ikan pada saat

panjang 0).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi umum lokasi penelitian

Kepulauan Seribu merupakan wilayah administratif di bagian utara Jakarta yang terdiri dari kumpulan gugusan-gugusan pulau. Beberapa gugusan pulau, seperti Pulau Pari, P. Pramuka, P. Semak Daun, dan pulau lainnya digunakan sebagai tempat wisata. Perairan yang cukup jernih dan berbagai ekositem yang ada di dalamnya, yakni ekosistem mangrove, terumbu karang, dan lamun di sekitar perairan Kepulauan Seribu mendukung kawasan tersebut sebagai tempat wisata serta kehidupan berbagai organisme yang hidup disana.

(19)

9 Menurut Pertiwi (2013), terdapat ±12 jenis ikan baronang di perairan Kepulauan Seribu diantaranya, Siganus canaliculatus, S. javus, S. guttatus, S. vermiculatus, S. chrysospilos, S. corallines, S. virgatus, S. puellus, S. rivulatus, S. stellatus, S. vulpinus dan S. spinus.

Lokasi pengambilan ikan contoh meliputi Pulau Pramuka, Semak Daun, Karang Congkak, Karang Bongkok, dan Karang Beras. Lima pulau yang menjadi lokasi pengambilan contoh tersebut memiliki kualitas perairan yang cukup jernih dan masih banyak ditemui ekosistem lamun serta terumbu karang. Daerah tangkapan nelayan meliputi area ekosistem lamun, tubir pantai dan sekitar terumbu karang.

Hasil pengukuran kualitas air yang telah dilakukan sebelumnya pada tiga pulau yang berbeda dengan masing-masing lokasi amatan, diantaranya lokasi satu dan dua berada di perairan sekitar Pulau Pramuka, lokasi tiga berada di perairan sekitar P. Semak Daun, lokasi empat berada di perairan sekitar P. Karang Congkak dapat memberikan informasi mengenai status kelayakan lingkungan perairan bagi biota laut. Data pendukung parameter fisika kimia air sekitar Pulau Pramuka, Semak Daun, dan Karang Congkak pada tahun 2014 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Parameter fisika kimia perairan sekitar Pulau Pramuka, Semak Daun, dan Karang Congkaka

Parameter Lokasi Rerata

b

Sumber: Taurusman dan Affandi(2014); bSumber: KepMenLH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku

Mutu Air Laut untuk Biota Laut.

(20)

10

Gambar 3 Lokasi stasiun pengamatan fisika kimia perairan

Peta di atas menunjukkan empat stasiun pengamatan, diantaranya dua stasiun berada di wilayah Pulau Pramuka, satu stasiun di wilayah P. Semak Daun dan satu stasiun di wilayah P. Karang Congkak. Setiap stasiun dilakukan 3 kali ulangan yang masing–masing berjarak 120 meter, 300 meter, dan 600 meter dari garis pantai.

Sebaran frekuensi panjang

Analisis frekuensi panjang dilakukan dari dua waktu pengumpulan data yang berbeda sebagai perbandingan, yaitu data tahun 2005 dan tahun 2015. Sebaran frekuensi ikan baronang disajikan pada Gambar 4.

(21)

11 Hasil analisis dari dua data pembanding yang berbeda dengan rentang waktu 10 tahun menunjukkan bahwa ukuran ikan baronang mengalami penyusutan. Jumlah ikan yang tertangkap pada tahun 2005 sebanyak 365 ekor, sedangkan tahun 2015 sebanyak 156 ekor. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah ikan yang tertangkap tahun 2005 lebih banyak dibanding tahun 2015. Hasil pengamatan terhadap perbedaan ukuran panjang ikan baronang pada tahun 2005 dan 2015 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan ukuran panjang Siganus canaliculatus tahun 2005 dan tahun 2015

Parameter Tahun Selisih Keterangan

2005a 2015

Kisaran panjang (mm) 120–439 112–354 319–224 semakin sempit

Rerata panjang (mm) 279,5±46,9 233,0±43,6 46,5 turun

a

Sumber: DKP Provinsi DKI Jakarta (2005)

Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kisaran panjang ikan baronang pada tahun 2015 lebih sempit dibanding tahun 2005. Ukuran panjang ikan menurun sebesar 46,5 mm dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Pengamatan dengan selang waktu 10 tahun telah menunjukkan bahwa ukuran panjang ikan baronang semakin menyusut baik dari segi ukuran panjang maksimum maupun minimum. Hubungan panjang bobot

Analisis perhitungan hubungan panjang dan bobot ikan baronang digunakan untuk menentukan pola pertumbuhan ikan. Hubungan panjang dan bobot ini pun menunjukkan hubungan bobot terhadap panjang populasi yang diamati dalam lingkungan perairan Kepulauan Seribu. Grafik hubungan panjang bobot ikan baronang jantan dan betina disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6 .

Gambar 5 Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus jantan

(22)

12

Gambar 6 Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus betina

Gambar 7 Grafik hubungan panjang bobot Siganus canaliculatus total Hasil analisis panjang bobot menunjukkan bahwa persamaan hubungan panjang bobot ikan baronang jantan dan betina berturut-turut adalah W=0,000005L3,2198 dan W=0,00002L3,0236. Hasil analisis hubungan panjang bobot terhadap 156 contoh ikan baronang diperoleh persamaan W=0,000003L3,3065 (Gambar 7). Berdasarkan hasil uji t terhadap nilai b ikan baronang jantan dan total menunjukkan nilai thit>ttab yang artinya tolak hipotesis nol (H0), untuk nilai

thit dan ttab ikan baronang jantan maupun total berturut–turut sebesar (2,81>2,00)

dan (5,44>1,98) (Lampiran 1).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan baronang jantan dan total adalah allometrik positif (b>3), artinya pertumbuhan bobot lebih cepat dibanding pertumbuhan panjang, sedangkan untuk ikan baronang betina nilai thit<ttab, yaitu (0,26<2,01) yang menunjukkan gagal tolak hipotesis nol (H0)

(Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan baronang betina adalah isometrik (b=3), artinya pertumbuhan bobot sebanding dengan pertumbuhan panjang.

Faktor kondisi

Analisis faktor kondisi rata-rata dari ikan baronang jantan dan betina yang diamati berkisar antara 0,73-1,24 (Gambar 8) dan 1,12-2,18 (Gambar 9). Faktor kondisi ikan baronang total adalah 0,62-1,38. Grafik faktor kondisi rata-rata ikan baronang total disajikan pada Gambar 10.

(23)

13

Gambar 8 Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus jantan

Gambar 9 Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus betina

Gambar 10 Grafik faktor kondisi rata-rata Siganus canaliculatus total Faktor kondisi >1 untuk ikan baronang jantan terlihat pada bulan Desember, sedangkan pada ikan baronang betina kondisi >1 terlihat setiap bulan. Faktor kondisi ikan baronang total terlihat pada bulan November dan Desember.

Pertumbuhan

(24)

14

Tabel 4 Penduga parameter pertumbuhan Siganus canaliculatus berdasarkan metode ELEFAN 1

Parameter Nilai

Tahun 2005a Tahun 2015

L∞ (mm) 444,68 358,05

K (tahun-1) 0,54 0,86

t0 (tahun) -0,14 -0,09

a

Sumber: DKP Provinsi DKI Jakarta (2005)

Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa ikan baronang pada tahun 2015 lebih cepat tumbuh dibanding tahun 2005. Kurva pertumbuhan ikan baronang disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy Siganus canaliculatus Berdasarkan grafik pertumbuhan Von Bertalanffy, diperoleh persamaan Lt=358,05[1-exp-0,86(t+0,09)] (tahun 2015) dan Lt=444,68[1-exp-0,54(t+0,14)] (tahun

2005). Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa pada tahun 2005, waktu ikan mencapai panjang asimtotik (L) lebih lama dibanding tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa ikan baronang yang tertangkap tahun 2015 masih memiliki peluang tumbuh mencapai panjang maksimum yang lebih besar.

Mortalitas dan laju eksploitasi

Mortalitas adalah jumlah kematian pada suatu populasi akibat faktor yang spesifik. Mortalitas dapat disebabkan karena mortalitas alami, seperti predasi, penyakit, umur dan mortalitas yang disebabkan karena aktivitas penangkapan. Nilai mortalitas dan laju eksploitasi ikan baronang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Mortalitas dan laju eksploitasi Siganus canaliculatus

Parameter Nilai Peningkatan

rata-rata/tahun

Tahun 2005a Tahun 2015

Mortalitas alami (M) (/tahun) 0,580 0,840 0,026

Mortalitas penangkapan (F)(/tahun) 2,680 3,720 0,104

Mortalitas total (Z) (/tahun) 2,100 4,560 0,246

Laju eksploitasi (E) 0,780 0,820 0,004

a

(25)

15 Nilai mortalitas penangkapan ikan baronang pada tahun 2015 lebih tinggi dibanding tahun 2005. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2015 ikan baronang banyak mengalami kematian karena aktivitas penangkapan. Berdasarkan hasil analisis dapat terlihat bahwa setiap tahun terjadi mortalitas penangkapan sebesar 0,026. Hasil analisis menunjukkan setiap tahun terjadi laju eksploitasi sebesar 0,004. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan laju eksploitasi terhadap ikan baronang.

Rekrutmen

Rekrutmen merupakan masuknya individu baru ke dalam suatu populasi. Faktor biologi seperti jumlah induk dan larva maupun faktor lingkungan seperti kualitas perairan dapat mempengaruhi rekrutmen. Perbandingan pola rekrutmen ikan baronang pada tahun 2005 dan 2015 disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Rekrutmen Siganus canaliculatus (a) Tahun 2005 (b) Tahun 2015 Rekrutmen ikan baronang tinggi pada tahun 2005 mulai dari bulan Juni-Juli mencapai 1,66% dengan puncak rekrutmen terjadi pada bulan Juli sebesar 15,94%, sedangkan pada tahun 2015 rekrutmen tinggi mulai dari bulan Agustus– September mencapai 1,27% dengan puncak rekrutmen terjadi pada bulan September sebesar 24,70% (Lampiran 4).

Perbedaan hasil tangkapan dari dua data pembanding yang berbeda menunjukkan bahwa hasil tangkapan tahun 2005 lebih banyak dibanding tahun 2015. Banyaknya hasil tangkapan ikan baronang per bulan di perairan Kepulauan Seribu dari dua pengumpulan data yang berbeda disajikan pada Gambar 13.

(26)

16

Hasil tangkapan nelayan Kepulauan Seribu tahun 2015 mengalami penurunan dibanding tahun 2005. Berdasarkan grafik hasil tangkapan dapat terlihat bahwa pada tahun 2015 kelimpahan ikan baronang cenderung stabil namun lebih sedikit dibanding tahun 2005.

Pembahasan

Hasil pengukuran kualitas air berdasarkan data pendukung (Tabel 2), menunjukkan bahwa kondisi perairan pada beberapa lokasi pengamatan di sekitar Pulau Pramuka tahun 2014 masih berada di bawah kisaran baku mutu. Mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut, kondisi demikian menunjukkan bahwa perairan tersebut masih tergolong baik dan layak untuk kehidupan biota laut.

Menurut Zainuri et al. (2011), ikan baronang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan yang drastis terutama yang diakibatkan oleh suhu, salinitas, dan berkurangnya kadar oksigen. Selain itu, baronang merupakan jenis ikan yang memiliki habitat yang luas karena dalam mencari makan dan berkembang biak baronang selalu berpindah dari satu habitat ke habitat lain.

Salah satu parameter yang melebihi standar baku mutu adalah nitrat. Tingginya kandungan nitrat diduga karena banyaknya masukan limbah organik dari kegiatan domestik sekitar Pulau Pramuka. Tabel 6 menunjukkan perbandingan nilai parameter fisika kimia perairan Pulau Pramuka, Semak Daun, dan Karang Congkak tahun 2014 terhadap penelitian kualitas air sebelumnya di Sekitar Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Tabel 6 Perbandingan nilai parameter fisika kimia perairan

Peneliti

Sumber: KepMenLH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut

(27)

17 Nilai DO di perairan sekitar Pulau Pramuka masih berada dalam selang kisaran baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. Menurut Lam (1974), Siganus canaliculatus sangat sensitif terhadap kandungan oksigen terlarut <2 mg/L. Mengacu pada penelitian Jaikumar (2012) jika dilihat dari segi kualitas habitat maka kisaran nilai kualitas perairan sekitar Pulau Pramuka masih tergolong sama dan aman bagi kehidupan ikan baronang.

Menurut Jaikumar (2012), ikan baronang memiliki toleransi terhadap habitat yang memiliki kisaran salinitas antara 17–37‰. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, suhu yang optimal bagi biota laut berkisar antara 28-32°C, sedangkan pH yang optimal untuk biota laut adalah 7–8,5. Menurut Lam (1974) kisaran suhu optimal bagi S. canaliculatus, yaitu antara 25– 34°C, sedangkan ikan ini sangat sensistif terhadap nilai pH perairan di atas 9. Kisaran pH yang optimal bagi pertumbuhan ikan adalah antara 6,5–9 (Kordi 2011). Nilai suhu dari beberapa penelitian yang telah dibandingkan menunjukkan masih berada pada kisaran suhu optimal bagi kehidupan biota laut.

Kondisi ini dapat menunjukkan bahwa perairan tersebut cukup mendukung dan layak untuk kehidupan bagi biota laut khususnya terhadap pertumbuhan dan budidaya ikan baronang. Hal ini didukung oleh penelitian Sachoemar (2008), bahwa kondisi perairan Kepulauan Seribu khususnya wilayah tengah yang meliputi (Pulau Tidung, Panggang, Pramuka, Semak Daun, Karang Congkak, dan K. Bongkok) masih dalam keadaan baik dan nilai logam berat Cd maupun Pb semakin ke arah tengah dan utara Kepulauan Seribu konsentrasinya semakin menurun sehingga dari kondisi yang demikian sangat baik dilakukan kegiatan budidaya laut pada wilayah tersebut.

Hasil analisis panjang dan bobot ikan baronang total diperoleh nilai b sebesar 3,307. Berdasarkan hasil uji t terhadap nilai b ikan baronang total menunjukkan nilai thit>ttab, yaitu (5,44>1,98) (Lampiran 1) yang berarti tolak

hipotesis nol (H0), sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan ikan

baronang total bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot tubuh lebih cepat dibanding pertumbuhan panjang. Hal ini sesuai dengan penelitian Pertiwi (2013) yang menyatakan bahwa pola pertumbuhan ikan baronang adalah allometrik positif setelah dilakukan uji t menunjukkan nilai thit>ttab, yaitu

(81,89>1,67).

Nilai koefisien b ikan baronang pada penelitian ini sebesar 3,3065 (total), 3,2198 (jantan), dan 3,0236 (betina) (Lampiran 1) yang berbeda dengan nilai b pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Pertiwi (2013), yaitu sebesar 3,570 (Tabel 7).

Tabel 7 Perbandingan pola pertumbuhan Siganus canaliculatus

(28)

18

Perbedaan nilai koefisien b diduga karena ketersediaan makanan, perbedaan lokasi dan kondisi kualitas perairan pada saat pengambilan contoh. Hal ini didukung oleh pernyataan Bilecenoglu dan Kaya (2002), bahwa rendahnya nilai b mengindikasikan tidak adanya kecocokan makanan yang tersedia untuk ikan baronang di suatu area tertentu.

Menurut Bagenal (1978) in Harmiyati (2009), perbedaan nilai b karena perbedaan spesies, perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perbedaan isi perut.

Faktor kondisi ikan baronang cenderung berfluktuasi setiap bulannya. Nilai faktor kondisi rata-rata ikan baronang total menunjukkan >1 terlihat pada bulan November dan Desember. Berbeda halnya dengan nilai faktor kondisi ikan baronang jantan, bahwa hanya bulan Desember yang menunjukkan nilai kondisi >1. Menurut Febrianti et al. (2013), adanya fluktuasi nilai faktor kondisi karena dipengaruhi oleh aktivitas pemijahan dan umur ikan yang berbeda.

Nilai faktor kondisi baronang betina setiap bulannya menunjukkan >1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa contoh ikan pada bulan–bulan tersebut dalam kondisi baik dan gemuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) in Febrianti et al. (2013), harga faktor kondisi yang berkisar antara 1–3 mempunyai bentuk badan kurang pipih atau gemuk. Perbedaan nilai faktor kondisi ikan baronang ini diduga karena perbedaan jenis kelamin, variasi ukuran panjang bobot, tingkat kematangan gonad, dan ketersediaan makanan di alam.

Menurut Effendi (2002) in Febrianti et al. (2013), variasi nilai faktor kondisi tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad. Suwarni (2009) menyatakan bahwa, variasi kisaran panjang dan bobot ikan dapat menyebabkan perbedaan nilai faktor kondisi. Perbedaan nilai faktor kondisi merupakan indikasi dari berbagai sifat-sifat biologi ikan seperti kegemukan, kesesuaian dengan lingkungan atau perkembangan gonadnya.

Hasil pendugaan parameter pertumbuhan berdasarkan persamaan Von Bertalanffy (Gambar 11) menunjukkan bahwa semakin besar nilai koefisien pertumbuhan (K) maka akan semakin cepat ikan mencapai nilai panjang asimtotik (L). Nilai panjang asimtotik ikan baronang telah mengalami penurunan 10 tahun terakhir. Hal ini diduga karena meningkatnya laju eksploitasi terhadap ikan baronang.

Hasil analisis terhadap data tahun 2015 menunjukkan bahwa intensitas penangkapan cenderung tinggi dan ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil. Hal ini terlihat dari nilai L yang semakin kecil. Kondisi demikian dapat mengindikasikan bahwa ikan yang berukuran kecil banyak tertangkap atau perairan tersebut telah menjadi habitat ikan–ikan muda.

(29)

19 Menurut Sparre dan Venema (1999) semakin tinggi koefisien pertumbuhan maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan spesies untuk mencapai panjang asimtotik dan semakin kecil koefisien pertumbuhan maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan spesies untuk mencapai panjang asimtotik.

Hasil analisis mortalitas dan laju eksploitasi ikan baronang (Tabel 6) menunjukkan bahwa nilai mortalitas penangkapan ikan baronang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai mortalitas alaminya. Hal tersebut dapat diduga bahwa ikan baronang di Kepulauan Seribu banyak mengalami kematian akibat aktivitas penangkapan.

Laju mortalitas total ikan baronang cenderung meningkat pada tahun 2015. Laju eksploitasi ikan baronang tahun 2015 mencapai 0,820 yang menunjukkan bahwa nilai tersebut telah melebihi laju eksploitasi optimum (E=0,5). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat eksploitasi ikan baronang pada tahun 2015 lebih besar dibanding tahun 2005. Setiap tahunnya terjadi laju eksploitasi sebesar 0,004.

Berdasarkan hasil tersebut maka besarnya nilai laju eksploitasi ini menunjukkan bahwa ikan baronang telah mengalami pemanfaatan berlebih (overexploitation). Hal ini diduga karena banyaknya eksploitasi terhadap ikan baronang sehingga hasil tangkapan ikan tersebut semakin menurun setiap tahunnya. Menurut Jones (1984) in Aswar (2011), apabila nilai E lebih besar dari 0,5 dapat dikategorikan lebih tangkap.

Tingginya permintaan terhadap ikan ini menyebabkan banyaknya aktivitas penangkapan sehingga apabila aktivitas penangkapan ini terus dilakukan akan mengakibatkan terganggunya ketersediaan ikan baronang di alam khususnya di wilayah perairan Kepulauan Seribu. Penangkapan yang dilakukan nelayan Kepulauan Seribu masih cukup tradisional dan ramah lingkungan. Nelayan hanya menggunakan bubu dan alat panah (spear gun) untuk menangkap ikan sehingga jumlah tangkapan ikan tidak sebanyak tangkapan nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring.

Beberapa nelayan disana menggunakan jaring untuk menangkap baronang. Malam hari umumnya digunakan nelayan jaring sebagai waktu yang tepat untuk menangkap ikan baronang. Hasil tangkapan nelayan jaring malam selalu lebih banyak dibanding nelayan spear gun dan bubu karena saat malam hari ikan baronang mengarah ke daratan yang hanya berada pada kedalaman setengah meter. Hal ini dimanfaatkan nelayan jaring malam untuk menangkap ikan baronang sebanyak–banyaknya. Selain itu, nelayan jaring malam tidak memperhatikan musim penangkapan ikan yang tepat untuk menangkap ikan. Kondisi seperti ini dapat berdampak negatif bagi ketersediaan sumber daya ikan baronang di alam.

(30)

20

Menurut Wujdi (2011), tingginya rekrutmen dipengaruhi oleh proses terjadinya upwelling. Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa pola rekrutmen yang terjadi pada tahun 2005 lebih menyebar dibanding tahun 2015 yang hanya terjadi sesaat. Menurut Ongkers (2006) in Kembaren (2013), pola rekrutmen memiliki keterkaitan dengan waktu pemijahan.

Hasil tangkapan perbulan (Gambar 13), menunjukkan bahwa pada tahun 2015 kelimpahan atau jumlah stok ikan baronang relatif stabil dan hasil tangkapan sedikit. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pada tahun 2015 pola rekrutmen mengikuti pola kelimpahan. Berdasarkan hasil tangkapan tahun 2005 kelimpahan ikan baronang cenderung banyak dan berfluktuasi, namun pola rekrutmen tidak mengikuti pola kelimpahan.

Perbedaan hasil tangkapan per bulan yang diperoleh dengan pola rekrutmen diduga karena sebagian ikan melakukan pemijahan, adanya larva yang masuk dari luar, dan pengaruh kualitas habitat seperti kondisi perairan. Hal ini didukung oleh pernyataan Larkum et al. (2006), bahwa perilaku larva dapat mempengaruhi pola rekrutmen bahkan gelombang laut dapat mempengaruhi pasca rekrutmen. Pasang surut mempengaruhi transportasi dan rekrutmen larva ikan (Subiyanto et al. 2009). Menurut Kembaren et al. (2012), indikator kemampuan suatu populasi untuk tetap bertahan adalah rekrutmen.

Upaya pengelolaan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu dengan pengurangan intensitas tangkap untuk mengurangi ikan muda yang tertangkap, sehingga ikan baronang dapat tumbuh menjadi lebih besar. Jika dilihat berdasarkan pola rekrutmen yang dikaji dalam penelitian ini, puncak rekrutmen terjadi pada bulan yang banyak turun hujan, maka dengan demikian perlu adanya pembatasan musim penangkapan saat musim hujan maupun awal musim penghujan karena tingginya rekrutmen ikan dipengaruhi oleh pemijahannya dan musim pemijahan ikan baronang umumnya terjadi pada awal musim penghujan, sehingga rekrutmen ikan baronang di waktu mendatang diharapkan dapat meningkat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pola pertumbuhan ikan baronang jantan adalah allometrik positif dan pola pertumbuhan ikan baronang betina adalah isometrik. Laju eksploitasi ikan baronang di perairan Kepulauan Seribu telah melebihi batas eksploitasi optimum sebesar 0,820. Rekrutmen ikan baronang terjadi sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan September.

Saran

(31)

21 pertumbuhan, laju eksploitasi dan pola rekrutmen dari berbagai jenis maupun struktur populasi S. canaliculatus.

DAFTAR PUSTAKA

Aswar. 2011. Struktur populasi dan tekanan eksploitasi ikan tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Laut Flores Kabupaten Bulukumba [skripsi]. Makasar (ID): Universitas Hasanudin.

Bilecenoglu M and Kaya M. 2002. Growth of marbled spinefoot Siganus rivulatus Forsskal 1775 (Teleostei: Siganidae) introduced to Antalya Bay, Eastern Mediterranean Sea (Turkey). Fisheries Research. 54:279-285.

[DKP] Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta. 2005. Laporan Tahunan. Jakarta (ID): DKP.

Effendi MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. Febrianti A, Efrizal T, Zulfikar A. 2013. Kajian kondisi ikan selar (Selaroides

leptolepis) berdasarkan hubungan panjang berat dan faktor kondisi di Laut Natuna yang didaratkan di tempat pendaratan ikan pelantar KUD Tanjung Pinang. Jurnal Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Harmiyati D. 2009. Analisis hasil tangkapan sumberdaya ikan ekor kuning (Caesio cuning) yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jaikumar M. 2012. A review on biology and aquaculture potential of rabbit fish in Tamilnadu (Siganus canaliculatus). International Journal Of Plant, Animal, and Environmental Sciences. 2(2) (In press).

Kembaren DD, Ernawati T, Suprapto. 2012. Biologi dan parameter populasi rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Bone dan Sekitarnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 8(4):273-381.

____________, Nurdin E. 2013. Dinamika populasi dan tingkat pemanfaatan udang windu (Penaeus monodon) di Perairan Tarakan, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 19(4):221-226.

[KepmenLH] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51. 2004. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Direktorat Jenderal Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): KepmenLH.

Kordi MGH. 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass): Fungsi, Potensi, dan Pengelolaan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Lam TJ. 1994. Siganids: their biology and mariculture potential. Aquaculture. (3):325-354.

Larkum AWD, Orth RJ, Duarte CM. 2006. Seagrasses: Biology, Ecology, and Conservation. Netherlands.

Noor A. 2003. Analisis kebijakan pengembangan marikultur di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(32)

22

Pertiwi WD. 2013. Jenis dan struktur populasi ikan baronang (Siganus spp.) di Perairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta [skripsi]. Bandung (ID): Universitas Padjajaran.

Purnomo T, Hariyadi S, Yonvitner. 2013. Kajian potensi perairan dangkal untuk pengembangan wisata bahari dan dampak pemanfaatannya bagi masyarakat sekitar (Studi Kasus Pulau Semak Daun sebagai Daerah Penunjang Kegiatan Wisata Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu). Jurnal Departemen Perikanan dan Ilmu Kelautan. 2(3):172-183.

Sachoemar SI. 2008. Karakteristik lingkungan Perairan Kepulauan Seribu. JAI. 4 (2) (In press).

Sari SHJ, Harlyan LI. 2014. Kelayakan kualitas perairan sekitar mangrove Center Tuban untuk aplikasi alat pengumpul kerang (Perna viridis L.). Research Journal Of Life Science. 1(2) (In press).

Subiyanto, Widyarini N, Iswahyuni. 2009. Pengaruh pasang surut terhadap rekrutmen larva ikan di Pelawangan Timur Segara Anakan Cilacap. Jurnal Saintek Perikanan. 5(1):44-48.

Susilo SB. 2009. Kondisi stok ikan Perairan Pantai Selatan Jawa Barat. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 16(1):39-46.

Suwarni. 2009. Hubungan panjang-bobot dan faktor kondisi ikan butana (Acanthurus mata (Cuvier, 1829) yang tertangkap di sekitar Perairan Pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Tarani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan). 19(13):160-165. Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku

E-manual (Edisi Terjemahan). Jakarta (ID): Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Taurusman AA, Affandi R. 2014. Pengelolaan budidaya Udang Vanamei dan perikanan Baronang berbasis masyarakat dalam rangka pengembangan sea farming di Kepulauan Seribu, Jakarta (Tahap I). Bogor (ID): FPIK IPB. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka

Umum.

Wujdi A. 2011. Beberapa parameter populasi ikan lemuru (Sardinella lemuru) di Perairan Selat Bali. Widyariset. 16(2):211-218.

(33)

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hubungan panjang dan bobot Siganus canaliculatus 1 Ikan jantan dan total

Berdasarkan data panjang dan bobot S.canaliculatus jantan dan total selama pengambilan contoh diperoleh nilai statistik sebagai berikut:

Parameter Nilai

Jantan Total

b 3,2198 3,3065

sb 0,0782 0,0564

thit 2,8085 5,4400

ttab 1,9960 1,9800

Berdasarkan taraf nyata 5%, hipotesis yang menyatakan koefisien b=3 berhasil ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan S.canaliculatus jantan dan total adalah allometrik positif.

2 Ikan betina

Berdasarkan data panjang dan bobot S.canaliculatus betina selama pengambilan contoh diperoleh nilai statistik sebagai berikut:

Parameter Nilai

b 3,0236

sb 0,0911

thit 0,2587

ttab 2,0141

Berdasarkan taraf nyata 5%, hipotesis yang menyatakan koefisien b=3 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan S.canaliculatus betina adalah isometrik.

(34)

24

Berdasarkan hasil pada ELEFAN I diperoleh nilai penduga parameter pertumbuhan tahun 2015 sebagai berikut :

Log(-t0) = 0,3922 – 0,2752 (log L∞) – 1,038 (log K)

= 0,3922 – 0,2752 (log(358,05)) – 1,038 (log(0,86))

= -1,0271

(-t0) = 10^(-1,0271)

= 0,0940

(t0) = -0,0940

Lampiran 3 Pendugaan mortalitas dan laju eksploitasi Siganus canaliculatus menggunakan ELEFAN I.

Parameter Nilai

L∞ (mm) 358,050

K (tahun-1) 0,860

(35)

25 Nilai pendugaan mortalitas dan laju eksploitasi S. canaliculatus tahun 2015 menggunakan metode ELEFAN I diperoleh sebagai berikut:

F = Z–M E = F/Z

= 4,56–0,84 = 3,72/4,56

= 3,72 = 0,82

Lampiran 4 Persentasi nilai rekrutmen Siganus canaliculatus berdasarkan metode Recruitment Pattern dalam program FISAT II

1. Tahun 2005 2. Tahun 2015

Parameter Nilai

Mortalitas alami (M) (/tahun) 0,84 Mortalitas penangkapan (F)(/tahun) 3,72 Mortalitas total (Z) (/tahun) 4,56

(36)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Wiwi Widiyawati yang dilahirkan di Cirebon pada tanggal 5 Juli 1993, dari pasangan Bapak Eko Sudiantoro dan Ibu Neneng Rosnani sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis yaitu TK Pertiwi Cirebon (1998-1999), SD Negeri Jakasampurna 3 Bekasi (1999-2005), SMP Negeri 2 Pondok Aren Tangerang (2005-2008), dan SMA Negeri 108 Jakarta (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor di Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan melalui jalur SNMPTN Undangan.

Gambar

Gambar 1.
Tabel 1  Alat dan prosedur pengamatan
Gambar 2  Ikan baronang (Siganus canaliculatus)
Tabel 2  Parameter fisika kimia perairan sekitar Pulau Pramuka, Semak Daun, dan Karang Congkaka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola pertumbuhan dan reproduksi ikan kuniran yang mencakup faktor kondisi, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks

Pengambilan ikan contoh diperoleh dari hasil tangkapan nelayan yang beroperasi di perairan pantai Karang-karangan Kabupaten Luwu dengan menggunakan alat tangkap

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hasil tangkapan dan pola pertumbuhan ikan kerapu macan hasil tangkapan nelayan di perairan Semak Daun, Kepulauan Seribu.. 1

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hasil tangkapan dan pola pertumbuhan ikan kerapu macan hasil tangkapan nelayan di perairan Semak Daun, Kepulauan Seribu.. 1

Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan nilai yang berbanding lurus antara kerapatan lamun dan kelimpahan ikan baronang, kerapatan lamun

Hasil keseragaman tersebut berbeda dengan penelitian Tito (2012) yang mendapatkan hasi indeks keseragaman &gt;0,5 dimana tingkat keseragaman tinggi, hal tersebut

Berdasarkan pada kondisi tersebut, telah dilakukan penelitian tentang Model Pertumbuhan Ikan Beronang Lingkis Hasil Tangkapan Sero di Perairan Kepulauan Selayar,

Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan nilai yang berbanding lurus antara kerapatan lamun dan kelimpahan ikan baronang, kerapatan lamun