• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi Penangkapan Ikan Baronang (Siganus Sp) Ramah Lingkungan Di Perairan Kepulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknologi Penangkapan Ikan Baronang (Siganus Sp) Ramah Lingkungan Di Perairan Kepulauan Seribu"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN

BARONANG (

Siganus

sp.) RAMAH LINGKUNGAN

DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

OKTAVIANTO PRASTYO DARMONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Teknologi Penangkapan Ikan Baronang (Siganus sp.) Ramah Lingkungan di Perairan Kepulauan Seribu” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

OKTAVIANTO PRASTYO DARMONO. Teknologi Penangkapan Ikan Baronang (Siganus sp.) Ramah Lingkungan di Perairan Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh

MUHAMMAD FEDI ALFIADI SONDITA dan SULAEMAN

MARTASUGANDA.

Aktivitas penangkapan ikan baronang di Kepulauan Seribu dapat mempengaruhi populasi ikan baronang. Perubahan populasi antara lain dapat dilihat dari jumlah produksi ikan, perubahan daerah penangkapan ikan, dan musim ikan baronang. Perikanan baronang di perairan Kepulauan Seribu belum dikelola dengan baik, sehingga diperlukan pengelolaan yang didasarkan informasi tentang teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan, daerah dan pola musim penangkapan ikan. Teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan merupakan salah satu langkah untuk menjaga kelestarian sumberdaya tanpa mempengaruhi kualitas lingkungan hidup. Daerah dan pola musim penangkapan ikan dapat menjadikan aktivitas penangkapan ikan baronang lebih efektif dan efisien. Dari penelitian ini diperoleh 1) Daftar jenis alat tangkap penengkapan ikan baronang dan status teknologi penangkapan ikan baronang dalam perspektif keramahan hasil tangkapan di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta; dan 2) Pola musim dan daerah penangkapan ikan baronang di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta di Kepulauan Seribu.

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Kepulauan Seribu dengan fokus di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi Jakarta. Pengambilan data dilakukan dalam 2 periode yaitu bulan Februari-Maret 2015 dan November-Desember 2015. Data primer berupa hasil wawancara dan observasi langsung terhadap nelayan. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan data statistik dari DKP Kabupaten Kepulauan Seribu dan DKP Provinsi Jakarta. Wawancara langsung diperoleh dengan metode survei dengan cara observasi langsung di lapangan menggunakan metode snowballing sampling pada nelayan alat tangkap bubu bambu (tambun), bubu kawat, bubu jaring, muroami, jaring lingkar, speargun dengan bantuan kuisioner. Analisis data meliputi 1) Analisis kondisi umum daerah penelitian; 2) Analisis inventarisasi alat tangkap dan tingkat keramahan lingkungan perikanan tangkap berdasarkan FAO tentang peraturan perikanan yang bertanggungjawab (CCRF); dan 3) Analisis pola musim dan daerah penangkapan ikan.

Jenis alat tangkap ikan yang menangkap baronang di Kepulauan Seribu adalah muroami, bubu bambu, bubu kawat, bubu jaring, jaring lingkar, dan speargun. Dari tingkat keramahan lingkungan jenis alat tangkap muroami dan jaring lingkar masuk dalam kategori tidak ramah lingkungan, sedangkan bubu bambu, bubu kawat, bubu jaring, dan speargun dalam kategori kurang ramah lingkungan. Semua jenis alat tangkap ikan baronang dapat dikategorikan ramah lingkungan, namun bubu bambu merupakan alat tangkap yang memiliki nilai skor tingkat keramah lingkungan tertinggi (yaitu 25,25) diantara alat tangkap lainnya.

(5)

puncak baronang dengan nilai IMP 182,51%. Daerah penangkapan ikan (DPI) baronang hampir tersebar merata di seluruh perairan Kepulauan Seribu. Lokasi penangkapan keenam alat tangkap memiliki kesamaan wilayah pengoperasian, akan tetapi jarak dan waktu tempuh dari fishing base setiap DPI berbeda. Nelayan jaring lingkar, bubu jaring, dan bubu kawat memilih DPI yang jauh dari fishing base. Bubu bambu, muroami, dan speargun cenderung melakukan penangkapan di daerah yang dekat fishing base. Gugusan karang di sekitar Pulau Tidung dan Pulau Payung, dimana terdapat daerah karang bernama Karang Biru menjadi daerah penangkapan ikan baronang yang potensial.

(6)

SUMMARY

OKTAVIANTO PRASTYO DARMONO. Environmental-friendly Fishing Technology of Rabbitfish (Siganus sp.) in Seribu Islands Water Area. Supervised by MUHAMMAD FEDI ALFIADI SONDITA and SULAEMAN MARTASUGANDA.

Rabbitfish fishing activities in the Seribu Islands may affect its population structure. Changes in population structure, among others, can be seen from the fish production, changes in fishing areas and fishing seasons. Rabbitfish fisheries of the Seribu Islands is not properly managed. The fisheries management need to system the use of environmental-friendly fishing technologies, determine temporal and spatial patterns of fishing. Fishing technology which is environmental friendly is one step to maintain the balance of resources its exploitation without affecting the quality of the environment. Determination of the area and patterns of fishing season can make rabbitfish fishing activities more effective and efficient. The research are to 1) make inventory of types of fishing gear that catch rabbitfish and analyze the status of rabbitfish fishing technologies that are environmental friendly; and 2) to analyze weather patterns and fishing areas of rabbitfish in the waters of the Seribu Islands, Jakarta.

The research was conducted in the area of Seribu Islands, particularly at Pramuka Island and Panggang Island, Seribu Islands District Administration, Jakarta Province. Data were collected in February - March 2015 and November - December 2015. Primary and secondary data were collected in this research. Primary data were acquired based on the interviews involving 24 persons and direct observations on 6 units. Secondary data were obtained from literature and statistical data from the Seribu Islands and Agency for Marine and Fisheries (DKP) of Jakarta Province. Direct interviews were taken by appliying survey method with direct observation in the field using snowballing method on fishermen operating bamboo fish traps (bubu tambun), wire fish traps, trap nets, muroami, surrounding net and speargun by using a questionnaire. Data analysis included 1) analysis of general conditions of the study area; 2) Analysis of fishing gear inventory and level of environmental friendliness of fisheries based on FAO on Code of Conduct Responsible Fisheries regulations (CCRF); and 3) Analysis of fishing season and fishing areas.

Types of fishing gear which used to catch rabbitfish in the Seribu Islands are muroami, bamboo traps, wire traps, trap nets, ring nets, and speargun. From the level of environmental friendliness, muroami and surrounding net are categorized as not environmental friendly, while bamboo traps, wire traps, trap nets, and speargun are in the category of less environmental friendly. Overall, fishing gears which are used to catch rabbitfish in the Seribu Islands are not categorized as environmental friendly. Bamboo fish trap is a fishing gear with highest score among other gears, ie 25.25 of 40.00.

(7)

nets and wire fish trap have further fishing area. Bamboo fish trap, muroami, and speargun tend to be operated in an area close to fishing base. Cluster of coral around Tidung island and Payung Island, where there are areas of coral reef named Karang Biru become potential fishing area for rabbitfish.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN

BARONANG (

Siganus

sp.) RAMAH LINGKUNGAN

DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

OKTAVIANTO PRASTYO DARMONO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

2

(11)

3 Judul Tesis : Teknologi Penangkapan Ikan Baronang (Siganus sp.) Ramah

Lingkungan di Perairan Kepulauan Seribu Nama : Oktavianto Prastyo Darmono

(12)

4

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Teknologi Penangkapan Ikan Baronang (Siganus sp.) Ramah Lingkungan di Perairan Kepulauan Seribu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Fedi A. Sondita, MSc dan Dr Sulaeman Martasuganda, BfishSc MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan. Dr Muhammad Riyanto, SPi, MSi selaku penguji luar sidang yang telah banyak memberi saran dan masukan. selaku komisi pendidikan program Pascasarjana TPL yang telah banyak memberi saran dan masukan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orang tua saya dan (almarhum) adik saya serta seluruh keluarga atas segala do’a dan dukungannya. Ucapan Terimakasih kepada seluruh dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang telah memberikan ilmu dan saran kepada saya. Team Jurnal Marine Fisheries PSP (Bu. Yopi, Kak Ima, Kak Didin, dan Teh Yuni) atas perhatian dan supportnya. Nelayan Pulau Panggang dan Pramuka atas bantuan selama penelitian. Suku Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Kepulauan Seribu atas semua dukungannya. Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu atas dukungannya. Teman-teman TPL 2013 (Uwox, Naya, Miftah, Wildy, Ihsan, Fajri, kak Ike, bang Iqbal, dll) yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

5

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Kerangka Penelitian 4

2 METODOLOGI PENELITIAN UMUM 5

Waktu dan Lokasi Penelitian 5

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 6

Analisis data 7

3 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 8

Letak Geografis Kepulauan Seribu 8

Kondisi Perikanan Tangkap di Kepulauan Seribu 9 Kondisi Perikanan Baronang di Kepulauan Seribu 11 4 STATUS ALAT TANGKAP BARONANG (Siganus sp.) RAMAH

LINGKUNGAN DI KEPULAUAN SERIBU 13

Pendahuluan 13

Metode 14

Hasil 17

Pembahasan 24

Kesimpulan 27

Saran 27

5 POLA MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN BARONANG

(Siganus sp.) DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU 27

Pendahuluan 27

Metode 28

Hasil 31

Pembahasan 37

Kesimpulan 40

Saran 40

6 PEMBAHASAN UMUM 40

7 KESIMPULAN DAN SARAN 42

Kesimpulan 42

Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 43

LAMPIRAN 47

(14)

6

DAFTAR TABEL

1 Jumlah nelayan di Kepulauan Seribu berdasarkan status nelayan 9 2 Jumlah alat penangkapan ikan yang dioperasikan di perairan

Kepulauan Seribu 10

3 Penilaian skor kriteria tingkat keramahan lingkungan 16 4 Kategori ramah lingkungan unit penangkapan perikanan baronang 17

5 Kategori alat tangkap baronang 24

6 Jenis baronang yang tertangkap pada setiap alat tangkap

di Kepulauan Seribu 25

7 Produksi dan upaya penangkapan ikan baronang

di Kepulauan Seribu pada tahun 2010-2014 32

8 Perhitungan nilai RRBi 33

9 Analisis rata-rata untuk bulanan (RRBi) dan indeks musim

penangkapan baronang 34

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 5

2 Lokasi penelitian 6

3 Produksi perikanan tangkap di Kepulauan Seribu

tahun 2011-2015 11

4 Produksi perikanan baronang di Kepulauan Seribu

tahun 2010-2014 12

5 Produksi bulanan perikanan baronang tahun 2014 13

6 Lokasi penelitian 14

7 Konstruksi muroami 18

8 Metode pengoperasian muroami 18

9 Konstruksi bubu bambu 19

10 Metode pengoperasian bubu bambu 19

11 Konstruksi bubu jaring 20

12 Metode pengoperasian bubu jaring 20

13 Konstruksi bubu kawat 21

14 Konstruksi jaring lingkar 22

15 Metode pengoperasian jaring lingkar 22

16 Speargun dan metode pengoperasian 23

(15)

7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penilaian kriteria alat tangkap muroami 48

2 Penilaian kriteria alat tangkap bubu bambu 48

3 Penilaian kriteria alat tangkap bubu kawat 49

4 Penilaian kriteria alat tangkap bubu jaring 49 5 Penilaian kriteria alat tangkap jaring lingkar (tegur) 50

6 Penilaian kriteria alat tangkap speargun 50

7 Perbaikan kriteria alat tangkap yang menangkap

ikan baronang di Kepulauan Seribu 51

8 Daerah Penangkapan Ikan Baronang dengan Alat Tangkap Muroami 53 9 Daerah Penangkapan Ikan Baronang dengan

Alat Tangkap Jaring Lingkar 54

10 Daerah Penangkapan Ikan Baronang dengan

Alat Tangkap Bumbu Bambu 55

11 Daerah Penangkapan Ikan Baronang dengan

Alat Tangkap Bubu Kawat 55

12 Daerah Penangkapan Ikan Baronang dengan

Alat Tangkap Bubu Jaring 56

13 Daerah Penangkapan Ikan Baronang dengan Alat Tangkap Speargun 56 14 Perhitungan indeks musim penangkapan baronang 57

(16)

8

DAFTAR ISTILAH

Teknologi penangkapan ikan : Seperangkat alat, teknik/cara atau proses yang digunakan untuk mempermudah segala pekerjaan dalam memenuhi kebutuhan dalam penangkapan ikan.

Ramah lingkungan : Kegiatan/program yang tidak menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar atau dapat di artikan sesuatu yang tidak merusak alam sekitarnya.

Alat penangkapan ikan (API) : Sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan.

Aktivitas penangkapan : Kegiatan menangkap ikan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Catch per unit effort (CPUE) : Hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan

yaitu hasil tangkapan ikan dalam jumlah atau berat yang diambil oleh suatu upaya penangkapan tertentu yang biasanya digunakan sebagai indeks dari kelimpahan relatif.

Code of Conduct for : Merupakan tata laksana atau ketentuan untuk perikanan yang bertanggung jawab.

Cutting off : Nilai rata-rata dari pengurangan nilai tertinggi dan terendah pada keseluruhan rata-rata total skor.

Selektivitas alat tangkap : Kemampuan alat tangkap untuk menangkap ikan terhadap spesies dan ukuran ikan tertentu dari suatu populasi.

Snowball sampling : Teknik sampling seperti bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar, dimana penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang sampel, tetapi karena dengan dua orang sampel ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sampel sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak.

Daerah penangkapan ikan : Suatu areal dimana terdapat banyak ikan di dalam perairan sehingga cukup baik mengoperasikan alat tangkap.

Musim penangkapan ikan : Waktu dimana ikan tertangkap oleh aktivitas kegiatan penangkapan.

(17)

9 Perikanan : Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengelolaan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

(18)
(19)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberlanjutan perikanan tangkap untuk jenis ikan apapun memerlukan sistem pengelolaan yang tepat. Untuk menjaga keberadaan perikanan tangkap diperlukan persyaratan utama, yaitu sumberdaya perikanan yang akan dimanfaatkan harus lestari atau sustainable. Pemanfaatan ikan memerlukan paket teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan yang merupakan upaya sadar dan berencana dalam menggunakan alat tangkap untuk mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup (Martasuganda 2002). Aktivitas penangkapan ikan yang ramah lingkungan adalah pemanfaatan sumberdaya hayati yang tidak mengganggu apalagi merusak tatanan integritas ekosistem dimana ikan dan biota perairan lainnya hidup. Dengan adanya harapan bahwa sumberdaya perikanan sebagai salah satu andalan ekonomi Indonesia, teknologi penangkapan ikan memegang peran penting dalam menentukan keberlanjutan perikanan tangkap.

Salah satu kawasan yang memiliki sumberdaya perikanan dan kelautan adalah Kepulauan Seribu. Di kawasan ini terdapat 110 pulau dimana perairan sekitarnya menyimpan potensi peikanan dan kelautan yang tinggi terutama untuk pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya (marikultur). Perairan karang seluas 1.730 ha dapat digunakan untuk marikultur dan sea ranching (Soebagio 2005). Sayangnya Kepulauan Seribu dengan jumlah penduduk pada 2015 sebanyak 21.818 jiwa atau dengan kepadatan 2.507,8 jiwa per km2 ini tergolong kawasan dengan indeks pembangunan manusia (IPM) yang paling rendah di Provinsi DKI Jakarta. Kepulauan Seribu pada setiap pulaunya memiliki tiga jenis ekosistem yaitu, ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Ketiga ekosistem ini memiliki peranannya masing-masing dalam kaitannya dengan kehidupan di sekitarnya.

Ekosistem pesisir merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri yang dalam konteks ekonomi bernilai komersial tinggi, ekosistem pesisir dan laut juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan tumbuh besar, serta tempat mencari makanan bagi beragam biota laut. Selain itu, ekosistem pesisir dan laut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada di belakang ekosistem ini (Bengen 2002). Salah satu biota laut yang hidup di ekosistem pesisir yaitu ikan baronang. Ikan baronang hidup pada ekosistem lamun dan terumbu karang.

(20)

2

jenis komoditas yang potensial untuk dikembangkan mengingat harganya yang cukup mahal. Pada tahun 2014-2015 harga ikan baronang berkisar Rp 50.000,-/kg. Oleh karena itu, ikan baronang adalah salah satu ikan target bagi nelayan. Baronang di perairan karang memiliki peran ekologis sebagai pembersih karang dari mikroalga, sehingga terumbu karang terhindar dari penyakit akibat tertutup alga. Ikan herbivora seperti baronang akan selalu memakan berbagai jenis makroalga (misal, rumput laut) dan mikroalga sehingga substrat akan selalu dalam kondisi bersih (Marshal dan Schuttenberg 2006).

Ikan baronang di Kepulauan Seribu pada awalnya dijadikan ikan rucah (pakan) untuk budidaya ikan kerapu. Seiring dengan tingginya harga dipasaran menjadikan ikan baronang juga merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki prospek yang baik untuk dibudidayakan pada wadah terkontrol seperti di tambak atau keramba. Dewasa ini usaha budidaya baronang di tambak maupun di keramba masih mengandalkan benih yang berasal dari hasil tangkapan di alam, benih yang dihasilkan sangat terbatas dan bersifat musiman, serta akibat dari eksploitasi yang berlebih, jumlah ikan baronang di alam semakin berkurang.

Aktivitas penangkapan terhadap ikan baronang dapat mempengaruhi perubahan struktur populasi dari sumberdaya ikan baronang, antara lain dapat dilihat dari ukuran ikan, jumlah hasil tangkapan nelayan dan umur ikan yang tertangkap. Hal ini yang mengakibatkan sebagian besar ikan-ikan yang ada di perairan menjadi berkurang jumlahnya, sehingga diperlukan pengelolaan yang didasarkan informasi biologis untuk mempertahankan kelestarian populasi ikan baronang, khususnya di ekosistem terumbu karang dan padang lamun. Teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan merupakan salah satu langkah dalam penangkapan ikan, sehingga tetap menjaga keseimbangan sumberdaya tanpa mempengaruhi kualitas lingkungan hidup. Penangkapan yang berlebihan mengancam keberadaan ikan baronang. Budidaya menjadi solusi teknologi solusi untuk mencegah penurunan stok ikan. Upaya untuk mengembangkan usaha budidaya ikan baronang di Indonesia di antaranya dimulai dengan penelitian terkait pakan dan pertumbuhan ikan baronang di Pusat Pengembangan Budidaya Laut Nasional di Lampung (Albert et al.1989).

(21)

3 penelitian ini, Iskandar dan Mawardi (1997) melaporkan adanya Siganus guttatus, yang bersifat diurnal atau aktif di siang hari.

Perumusan Masalah

Ikan baronang menjadi komoditi penting di perairan Kepulauan Seribu yang berperan dalam aktivitas perekonomian dan sosial pajda masyarakat sekitar. Pemanfaatan ikan baronang di perairan Kepulauan Seribu telah dilakukan oleh nelayan yang bermukim di sekitarnya sebagai sumber mata pencaharian khususnya nelayan artisanal. Nelayan menangkap baronang pada awalnya dianggap sebagai ikan rucah untuk pakan ikan kerapu yang dipelihara dan dibesarkan di karamba jaring apung. Kebutuhan ikan rucah yang meningkat dan semakin bertambahnya jumlah nelayan berakibat tekanan terhadap sumberdaya ikan baronang di Kepulauan Seribu semakin tinggi, baik akibat kegiatan penangkapan maupun akibat dari aktivitas pembangunan lain seperti; pertambangan, wisata bahari, dan lainnya. Jika pembangunan tersebut tidak dikendalikan dapat mengakibatkan perubahan fisik lingkungan perairan dan berujung pada kerusakan habitat ikan baronang. Tidak adanya pembatasan terhadap jumlah alat tangkap dan evaluasi terhadap dampak dari teknologi penangkapan terhadap lingkungan menurut Purbayanto (2010) akan menyebabkan masalah terhadap status keberlanjutan sumberdaya tersebut.

Jenis ikan baronang sangat beragam, jenis ikan baronang yang banyak ditemukan di Kepulauan Seribu adalah Siganus guttatus, S. canaliculatus, S. javus, S. punctatus, S. virgatus, S. fuscescens, dan S. vermiculatus. Tiap jenis ikan baronang memiliki perbedaan harga dan berbeda jenis alat tangkap yang menangkapnya. Jenis alat penangkap ikan di Kepulauan Seribu sangat beragam. Sebaiagi enis alat tangkap ikan di Kepulauan Seribu tidak semua menangkap ikan baronang. Belum ada secara khusus spesifikasi alat yang hanya menangkap ikan baronang. Inventarisasi jenis alat tangkap yang menangkap ikan baronang perlu dilakukan, agar menjadi informasi jenis alat tangkap apa yang digunakan untuk menangkap ikan baronang. Alat yang menangkap baronang di Kepulauan Seribu belum diketahui tingkat keramahlingkungan. Selama ini nelayan menggunakan alat tangkap sesuai metode penangkapan dari nelayan terdahulu, maka perlu diketahui keseluruhan tingkat keramahlingkungan alat tangkap yang menangkap baronang di Kepulauan Seribu. Bagaimana metode penangkapan ikan baronang apakah sudah sesuai dengan aturan pemerintah daerah setempat? Informasi tentang jenis alat tangkap baronang diteruskan dengan perbaikan alat tangkap yang menangkap baronang, agar perikanan baronang tetap terjaga kelestarian. Mengetahui musim dan daerah penangkapan baronang mempermudah proses penangkapan agar lebih efisien dan efektif.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Inventarisasi jenis alat tangkap yang menangkap ikan baronang dan menganalisis status teknologi penangkapan ikan baronang yang ramah lingkungan di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

(22)

4

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis alat tangkap yang menangkap ikan baronang di alam yang ramah lingkungan serta memberikan informasi mengenai pola musim dan daerah penangkapan ikan baronang di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, sehingga dapat berguna bagi pengelolaan sumberdaya ikan baronang.

Kerangka Pemikiran

(23)

5

Gambar 1 Kerangka pemikiran

2. METODOLOGI UMUM

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pesisir dan perairan Kepulauan Seribu, khususnya di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 (musim angin timur) dan November-Desember 2015 (musim angin barat). Pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2016. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.

Potensi Perikanan Baronang di Kepulauan Seribu

Masalah:

1. Jenis alat penangkapan ikan yang menangkap ikan baronang 2. Status teknologi penangkapan ikan baronang belum diketahui

3. Pola musim dan daerah penangkapan ikan baronang belum diketahui

Inventarisasi alat penangkapan ikan yang menangkap ikan baronang

Analisis status teknologi penangkapan ikan baonang sesuai kriteria FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)

(9 kriteria alat penangkapan ramah lingkungan)

Status dan perbaikan teknologi penangkapan ikan baronang ramah

lingkungan

Pola musim dan daerah penangkapan ikan

baronang

Analisis indeks musim penangkapan ikan dan penentuan

daerah penangkapan ikan baronang

Teknologi penangkapan ikan baronang ramah lingkungan di

(24)

6

Gambar 2 Lokasi penelitian di Pulau Panggang dan Pulau Pramuka Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer merupakan hasil wawancara dan observasi langsung terhadap nelayan. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan data statistik dari DKP Kabupaten Kepulauan Seribu dan DKP Provinsi Jakarta. Pengambilan data wawancara langsung diperoleh dengan metode survei dengan cara observasi langsung di lapangan menggunakan metode snowball sampling pada nelayan alat tangkap bubu bambu (tambun), bubu kawat, bubu jaring, muroami, jaring lingkar, speargun dengan bantuan kuisioner. Snowball sampling adalah teknik sampling seperti bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar, dimana penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang sampel (nelayan), tetapi karena dengan dua orang sampel ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari nelayan lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang nelayan sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. Observasi langsung dengan mengikuti aktivitas penangkapan nelayan untuk mendapatkan data posisi daerah penangkapan ikan, jenis ikan hasil tangkapan, proporsi ikan baronang tertangkap, dan informasi mengenai teknik metode penangkapan ikan. Data statistik perikanan serta data pendukung lainnya yang berkaitan dengan perikanan baronang di perairan Kepulauan Seribu bersumber dari data statistik perikanan DKP Kabupaten Kepulauan Seribu dan DKP Provinsi Jakarta.

(25)

7 nelayan pemilik bubu jaring, 4 responden nelayan pemilik bubu bambu dan 4 responden nelayan pemilik speargun. Pengambilan data responden dilakukan terhadap pemilik kapal atau kapten kapal dari alat tangkap yang berada di Pulau Panggang dan Pulau Pramuka. Pada proses pengambilan data atau wawancara selalu ada ABK nelayan, sehingga pengambilan responden kepada setiap nelayan pemilik sudah dapat mewakili nelayan ABK atau buruh.

Analisis Data

Inventarisasi jenis alat tangkap yang menangkap ikan baronang dan menganalisis status teknologi penangkapan ikan baronang yang ramah lingkungan di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dilakukan dengan cara membuat deskripsi spesifikasi jenis alat tangkap yang menangkap ikan baronang dimulai dari spesifikasi alat, metode penangkapan, jumlah nelayan, jenis ikan baronang yang tertangkap, penilaian skor sesuai 9 kriteria FAO, dan penentuan status teknologi penangkapan baronang yang ramah lingkungan. Analisis aspek ramah lingkungan dilakukan dengan cara mengolah data yang diperoleh dari jawaban responden sesuai dengan kriteria dan sub kriteria yang terdapat pada acuan analisis aspek ramah lingkungan. Kriteria FAO adalah alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi; alat tangkap tidak merusak habitat dan tempat hidup biota lainnya; tidak membahayakan nelayan; menghasilkan ikan yang bermutu baik; produk tidak membahayakan konsumen; hasil tangkapan yang terbuang (by catch) minimum; alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaan sumberdaya hayati (biodiversity); tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi undang-undang dan terancam punah dan; dapat diterima secara sosial: 1) investasi murah, 2) menguntungkan, 3) sesuai dengan budaya setempat, 4) sesuai dengan peraturan yang ada. Masing-masing alat tangkap diberi skor berdasarkan jawaban responden, kemudian skor tersebut dijumlahkan dan diambil nilai rata-rata. Nilai rata-rata tertinggi dan terendah dijumlahkan kemudian dibagi dua untuk memperoleh nilai cuting off.

(26)

8

3. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Letak Geografis Kepulauan Seribu

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak antara 5˚10’00”-

5˚57’00” LS dan 106˚19’30” –106˚44’50” BT. Pulau-pulau di Kepulauan Seribu merupakan lautan dengan ketinggian rata-rata +1 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kepulauan Seribu, berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 tahun 2007, adalah 8,70 km2. Wilayah Kepulauan Seribu memiliki tidak kurang dari 106 buah pulau kecil. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu memiliki batas-batas: di sebelah utara dengan Laut Jawa/Selat Sunda; sebelah timur dengan Laut Jawa; sebelah selatan dengan Kota Adm. Jakarta Utara, Kota Adm. Jakarta Barat dan Kabupaten Tangerang; dan sebelah barat dengan Laut Jawa/ Selat Sunda. Wilayah administrasi Kepulauan Seribu terbagi menjadi 2 wilayah kecamatan dan 6 kelurahan. Rincian kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut:

1. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara (terdiri dari 81 pulau) 1. Kelurahan Pulau Kelapa

2. Kelurahan Pulau Harapan 3. Kelurahan Pulau Panggang

2. Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (terdiri dari 25 pulau) 1. Kelurahan Pulau Tidung

2. Kelurahan Pulau Pari

3. Kelurahan Pulau Untung Jawa

Kelurahan Pulau Panggang mempunyai daratan seluas 62,10 ha dan terdiri atas 13 pulau. Pulau Pramuka dan Pulau Panggang merupakan pulau yang terdapat pemukiman penduduk dari 13 pulau di seluruh Kelurahan Pulau Panggang. Hampir seluruh pulau di Kepulauan Seribu mempunyai topografi yang landai (0-5%) dengan ketinggian rata-rata (0-2) m di atas permukaan laut. Suhu udara berkisar antara 27-32 ˚C. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang berkisar 1-1,5 m. Arus permukaan pada musim barat dan musim timur berkecepatan hampir sama dengan kecepatan maksimumnya 0,5 m/s. Arus pada musim barat dominan ke arah timur sampai ke tenggara, sedangkan musim timur dominan ke arah barat. Gelombang laut pada musim barat mempunyai ketinggian 0,5-1,175 m dan musim timur 0,5-1,0 m (Kepulauan Seribu dalam Angka 2015).

Kawasan Kepulauan Seribu, terdiri atas lautan, pulau karang, gugusan karang yang berupa reef flat dan coral reef serta gosong karang. Pada umumnya terdiri atas batu-batu kapur atau karang, pasir dan sedimen yang berasal dari daratan Pulau Jawa dan dari Laut Jawa. Secara umum kedalaman laut di wilayah Kepulauan Seribu berbeda-beda, yaitu berkisar 0-40 m. Hanya dua tempat yang mempunyai kedalaman lebih dari 40 meter, yaitu di sekitar Pulau Payung dan Pulau Pari. Suhu air permukaan di Kepulauan Seribu pada musim angin barat berkisar 28,5-30,0 ˚C. Salinitas permukaan berkisar 30-34 ppt, baik pada musim angin barat maupun pada musim angin timur.

(27)

9 ikan menggunakan bahan beracun atau bahan peledak merusak lingkungan perairan dan terumbu karang. Perbaikan alat dan metode penangkapan ikan ramah lingkungan menjadi prioritas pengembangan pengelolaan pemerintah daerah, mengingat sebagian besar masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai nelayan.

Kondisi Perikanan Tangkap di Kepulauan Seribu

Kondisi perairan di Kepulauan Seribu yang merupakan perairan berkarang, oleh sebab itu kegiatan penangkapan ikan di Kepulauan Seribu didominasi oleh unit penangkapan ikan yang ditujukan untuk ikan karang dan pelagis. Nelayan Pulau Seribu berasal dari daerah Bugis, Tangerang dan Palembang. Latar belakang budaya pun bercampur baur sehingga menciptakan corak budaya tersendiri. Nelayan di Kepulauan Seribu berbasis di Pulau Panggang. Nelayan Pulau Panggang umumnya bekerja sebagai nelayan penuh. Nelayan penuh adalah nelayan yang sepenuhnya menggantungkan hidupnya dengan profesi kerja sebagai nelayan dan tidak memiliki pekerjaan atau keahlian lain. Nelayan penuh umumnya adalah nelayan pemilik. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki kapal dan alat tangkap sendiri. Nelayan pemilik alat tangkap pancing dan bubu sedang, mengoperasikan sendiri alat tangkap yang dimilikinya. Nelayan pemilik payang, muroami, jaring lingkar dan bubu besar, mengoperasikan alat tangkap dan mempekerjakan nelayan lain untuk membantu dalam pengoperasian alat tangkap. Nelayan buruh untuk setiap alat tangkap tidak dapat dipastikan jumlahnya, karena selalu berpindah pemilik dan alat tangkap. Upah nelayan buruh ditetapkan dengan cara bagi hasil untuk semua alat tangkap yang mempekerjakan nelayan buruh. Jumlah nelayan di Kepulauan Seribu berdasarkan status nelayan dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah nelayan di Kepulauan Seribu berdasarkan status nelayan

Tahun Jumlah Nelayan Jumlah

Nelayan Pemilik Nelayan Pekerja

2010 615 3167 3782

Sumber: Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu 2016

Jumlah nelayan di Kepulauan Seribu mengalami penurunan semenjak tahun 2010-2015, penurunan jumlah nelayan tidak signifikan (Tabel 1). Penurunan rata-rata jumlah nelayan di Kepulauan Seribu sepanjang tahun 2010-2015 sebesar 3,76%. Penurunan jumlah nelayan di Kepulauan Seribu merupakan akibat dari beberapa pelarangan alat tangkap dan beralihnya profesi dari nelayan menjadi pemandu wisata bahari.

(28)

10

pancing, bubu, muroami, dan lain-lain. Alat tangkap yang paling dominan adalah alat tangkap pancing dan bubu.

Tabel 2 Jumlah alat penangkapan ikan yang dioperasikan di perairan Kepulauan Seribu

Sumber: Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu 2016

Jenis alat tangkap secara keseluruhan mengalami peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2011-2015) sebesar 0,5%. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2014 ke 2015 sebesar 3,98% (Tabel 2). Peningkatan alat tangkap ikan di Kepulauan Seribu tidak signifikan, ini terjadi akibat pelarangan beberapa alat tangkap seperti muroami dan alat tangkap dengan alat bantu kompresor lainnya. Nelayan alat tangkap bubu dan pancing mengalami peningkatan akibat dari peralihan alat tangkap dari muroami menjadi nelayan bubu dan pancing.

Hasil produksi (catch) aktual perikanan di Kepulauan Seribu selama 5 tahun terakhir (2011-2015) menunjukan adanya fluktuasi hasil tangkapan, cenderung mengalami penurunan. Pada awal periode 2011-2012 produksi mengalami penurunan yang tidak signifikan, nilai penurunan sebesar 9,7% dari tahun 2011 ke tahun 2012. Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar 2.730 ton. Pada periode 2013-2015 produksi perikanan tangkap di Kepulauan Seribu mengalami penurunan, nilai penurunan sebesar 31,6%. Produksi terendah terjadi pada tahun 2015 sebesar 1.420 ton. Trend produksi perikanan Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Produksi aktual perikanan tangkap di Kepulauan Seribu tahun 2011-2015 (Sumber: Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu 2016)

0

2010 2011 2012 2013 2014 2015

(29)

11 Musim penangkapan ikan di Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh musim yang berlangsung di laut. Umumnya nelayan melaut pada musim peralihan dan musim timur. Pada musim peralihan, kondisi perairan tenang, sehingga semua nelayan dari semua alat tangkap pergi melaut. Musim ini dianggap nelayan sebagai musim yang ideal, karena resiko kegagalan yang disebabkan oleh kondisi alam sedikit sekali. Nelayan juga intensif menangkap ikan untuk persiapan tidak melaut pada musim barat. Pada musim timur, nelayan pergi melaut walaupun intensitasnya tidak sesering pada musim peralihan. Hal ini disebabkan hembusan angin yang cukup kencang walaupun arus relatif tenang. Kondisi tersebut berbahaya untuk nelayan pancing yang menggunakan perahu dengan alat bantu layar. Pada musim barat, nelayan lebih memilih tinggal di rumah, karena kondisi perairan berangin kencang dan berombak besar, serta arus yang kuat. Kondisi seperti ini membahayakan keselamatan nelayan dan juga kesuksesan operasi penangkapan, karena arus yang kuat menyebabkan alat tangkap hanyut dan terbelit saat dioperasikan.

Daerah penangkapan ikan nelayan di sekitar perairan Kepulauan Seribu. Jarak daerah penangkapan ikan tergantung alat yang dioperasikan dan kekuatan kapal yang digunakan. Nelayan akan mengoperasikan alat tangkap dengan tujuan penangkapan ikan pelagis di perairan terbuka dengan kedalaman lebih dari 20 m. Nelayan akan mengoperasikan alat tangkap dengan tujuan ikan karang di daerah terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 20 m. Hasil tangkapan utama nelayan Pulau Pramuka berupa ikan-ikan karang seperti kerapu (Epinephelus sp.), ekor kuning (Caesio sp.), lencam, baronang (Siganus sp.), selar (Atule mate), tongkol (Auxis sp.), layang (Decapterus russelli), kembung (Rastrelliger sp.) dan bermacam ikan hias beberapa hasil tangkapan berupa ikan karang dan pelagis, didaratkan di Muara Angke dan Muara Baru. Beberapa nelayan memilih mendaratkan hasil tangkapannya di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, karena permintaan ikan cukup tinggi. Nelayan cepat mendapatkan keuntungan, karena ikan hasil tangkapan tersebut langsung terjual habis.

Kondisi Perikanan Baronang di Kepulauan Seribu

Ikan baronang merupakan ikan karang memiliki nilai ekonomis tinggi. Harga ikan baronang di Kepulauan Seribu berkisar antara Rp 15.000 – Rp 30.000 per kilogram. Tingginya harga ikan membuat nelayan Pulau Seribu menangkap jenis ikan baronang. Jenis alat tangkap yang menangkap ikan baronang di Kepulauan Seribu adalah alat tangkap bubu (kawat, bambu, jaring), speragun (panah), muroami, dan jaring lingkar. Jenis alat tangkap untuk menangkap baronang dioperasikan di perairan karang. Terumbu karang merupakan habitat ikan baronang, dengan kedalaman perairan rata-rata di Kepulauan Seribu sebesar 30 m.

(30)

12

Gambar 4 Produksi aktual perikanan baronang di Kepulauan Seribu tahun 2010-2014 (Sumber: Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu 2016)

Produksi baronang pada tahun 2011-2013 yang sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya, disebabkan ikan baronang belum menjadi target penangkapan utama. Ikan baronang cenderung menjadi ikan rucah (pakan ikan) untuk ikan kerapu. Pengetahuan nelayan tentang tingginya harga jual ikan baronang pada awal tahun 2014 membuat produksi ikan baronang mengalami peningkatan yang sangat signifikan.

Produksi (catch) bulanan tahun 2014 perikanan baronang di Kepulauan Seribu menunjukkan adanya fluktuasi hasil tangkapan. Pada awal tahun (bulan Januari-Mei) produksi baronang rendah, sedangkan peningkatan produksi dimulai pada bulan Agustus dan puncaknya pada bulan November. Produksi tertinggi terjadi pada bulan November sebesar 5.106 kg. Produksi terendah terjadi pada bulan Januari sebesaar 621 kg. Trend produksi perikanan baronang Kepulauan Seribu pada tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Produksi aktual bulanan perikanan baronang tahun 2014 (Sumber: Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu 2016)

45,589

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des

(31)

13

4. STATUS ALAT TANGKAP BARONANG (

Siganus

sp.)

RAMAH LINGKUNGAN DI KEPULAUAN SERIBU

Pendahuluan

Ikan baronang banyak ditemukan di perairan dangkal berkarang, pesisir hingga tubir pantai berkarang (Arthana 2009). Mayunar (1992) menyatakan bahwa ikan baronang di Indonesia baru ditemukan 12 jenis, berdasarkan spesimen yang dikumpulkan dari Teluk Banten, Tanjung Pinang, Ujung Pandang dan Kepulauan Seribu. Jenis ikan baronang yang banyak ditemukan di Kepulauan Seribu adalah Siganus guttatus, S. canaliculatus, S. javus, S. punctatus, S. virgatus, S. fuscescens, dan S. vermiculatus.

Lokasi utama tangkapan nelayan adalah sekitar Pulau Pramuka, Semak Daun, Karang Congkak, Karang Bongkok, dan Karang Beras. Kawasan ini merupakan daerah yang masih memiliki ekosistem lamun dan karang dengan kondisi habitat yang cukup baik untuk kehidupan baronang. Beberapa gugusan pulau tersebut sering dijadikan tempat wisata snorkling dan diving, sehingga kondisi karang masih sangat baik untuk habitat ikan baronang (Purnomo et al. 2013). Jenis alat tangkap ikan karang yang ada di Kepulauan Seribu adalah muroami (Iskandar dan Puspita 2009), bubu (Riyanto et al. 2009), speargun, dan jaring lingkar (tegur). Penangkapan baronang di Kepulauan Seribu mengalami peningkatan, hal ini dipengaruhi harga baronang yang meningkat akibat dari permintaan pasar akan baronang meningkat (Fahmawati 2014). Kegiatan eksplorasi penangkapan baronang secara terus-menerus mengakibatkan kerusakan habitat penangkapan (Pet-Soede et al. 2001).

Aktivitas penangkapan terhadap ikan baronang dapat mempengaruhi perubahan struktur populasi dari sumberdaya ikan baronang, antara lain dapat dilihat dari ukuran ikan, jumlah hasil tangkapan nelayan dan umur ikan yang tertangkap (Pertiwi 2014). Hal ini yang mengakibatkan sebagian besar ikan-ikan yang ada di perairan menjadi berkurang jumlahnya, sehingga diperlukan pengelolaan yang didasarkan informasi biologis untuk mempertahankan kelestarian populasi ikan baronang, khususnya di ekosistem terumbu karang dan padang lamun. Teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan merupakan salah satu langkah dalam keberlanjutan penangkapan ikan, sehingga tetap menjaga keseimbangan sumberdaya ikan tanpa mempengaruhi kualitas lingkungan hidup.

Agar pemanfaatan sumberdaya ikan baronang di perairan Kepulauan Seribu tetap lestari maka penggunaan alat tangkap ikan baronang perlu dilakukan analisis keramahan lingkungan. Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk inventarisasi jenis alat tangkap yang menangkap ikan baronang serta menentukan status tingkat keramahan lingkungan alat tangkap yang menangkap baronang di Kepulauan Seribu.

Metode

Waktu dan lokasi penelitian

(32)

November-14

Desember 2015 (musim angin barat). Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Lokasi penelitian Pengumpulan data

Penelitian teknologi keramahan lingkungan perikanan baronang dilakukan dengan cara survei langsung. Aspek yang dikaji dalam materi ini yaitu unit penangkapan ikan baronang dan tingkat keramahan lingkungan unit penangkapan perikanan baronang. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer merupakan data hasil wawancara dengan nelayan yang dipilih metode berdasarkan snowballing sampling, sedangkan data sekunder berupa studi literatur tentang keadaan wilayah Kepulauan Seribu dan data dari Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jakarta dan Suku Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Kepulauan Seribu.

Observasi dilakukan dengan wawancara langsung dan mengikuti kegiatan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap muroami, jaring lingkar (tegur), bubu dan speargun. Operasi penangkapan dilakukan secara one day trip, dengan tujuan mengetahui lokasi daerah penangkapan ikan, jenis ikan baronang yang tertangkap, dan mengetahui metode penangkapan ikan. Data untuk analisis tingkat keramahan lingkungan alat penangkap ikan baronang dikumpulkan melalui wawancara langsung kepada 24 responden, yang terdiri 4 responden nelayan muroami, 4 responden nelayan jaring lingkar, 4 responden nelayan bubu kawat, 4 responden nelayan bubu jaring, 4 responden nelayan bubu bambu dan 4 responden nelayan speargun. Pengambilan data responden dilakukan terhadap pemilik kapal (kapten kapal) dari alat tangkap yang berada di Pulau Panggang dan Pulau Pramuka.

(33)

15 Analisis data

Tingkat keramahan lingkungan perikanan tangkap berdasarkan FAO (1995) diacu dalam Coning dan Witbooi (2015) tentang peraturan perikanan yang bertanggungjawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)). Kriteria dalam CCRF terdiri dari sembilan kriteria keramahan lingkungan yaitu dapat dilihat pada Tabel 3.

Analisis data yang digunakan adalah pemberian bobot (nilai) terhadap jenis alat tangkap yang menangkap ikan pelagis berdasarkan kriteria CCRF. Pada tahap awal dilakukan perincian aspek-aspek berdasarkan CCRF, selanjutnya dilakukan perincian menjadi kriteria-kriteria pada setiap aspek. Berdasarkan hal tersebut diperoleh beberapa aspek yang perlu dikaji dalam satu unit penangkapan sehingga unit penangkapan tersebut dapat dikatakan mendukung CCRF.

Analisis data untuk menentukan tingkat keramahan lingkungan unit penangkapan perikanan baronang berdasarkan sembilan kriteria tingkat keramahan lingkungan alat penangkapan ikan, selanjutnya dibuat empat sub kriteria pada masing-masing kriteria. Nanlohy (2013) membagi empat sub kriteria dengan skor yaitu sub kriteria A nilai skor 1, sub kriteria B nilai skor 2, sub kriteria C nilai skor 3 dan sub kriteria D nilai skor 4. Perhitungan skor nilai kriteria disesuaikan dengan jumlah responden yang ada. Berikut persamaan rumus perhitungan kriteria.

b

a

X

n

i i

0

dengan:

X = Total nilai skor keramahan lingkungan

i

a

= Nilai skor kriteria responden ke-i b = jumlah responden

Nilai skor maksimal dari nilai total skor adalah 36. Kajian kategori ramah lingkungan unit penangkapan perikanan baronang dibagi menjadi empat dengan rentang nilai skor pada Tabel 4.

(34)

16

Tabel 3 Penilaian skor kriteria tingkat keramahan lingkungan

No Kriteria Sub Kriteria Skor

1

Alat tangkap harus memiliki selektivitas yang tinggi

A. Menangkap lebih dari 3 spesies ikan dengan variasi ukuran

yang berbeda jauh 1

B. Menangkap 3 spesies ikan atau kurang dengan variasi

ukuran yang berbeda jauh 2

C. Menangkap kurang dari 3 spesies ikan dengan ukuran yang

relatif seragam 3

A. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas 1

B. Menyebabkan kerusakan pada wilayah yang sempit 2

C. Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah

yang sempit 3

D. Aman bagi habitat 4

3 Tidak membahayakan

nelayan

A. Bisa berakibat kematian pada nelayan 1

B. Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan 2

C. Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat

sementara 3

A. Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen 1

B. Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada

konsumen 2

C. By-catch kurang dari 3 spesies dan laku terjual di pasar 3

D. By-catch kurang dari 3 spesies dan mempunyai harga yang

tinggi 4

B. Menyebabkan kematian pada beberapa spesies dan

merusak habitat 2

C. Menyebabkan kematian pada beberapa spesies tetapi tidak

merusak habitat 3

A. Ikan yang dilindungi sering tertangkap 1

B. Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap 2

C. Ikan yang dilindungi pernah tertangkap 3

D. Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap 4

9

A. Alat tangkap memenuhi kriteria 1 dari 4 kriteria diatas 1

B. Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada 2

C. Alat tangkap tersebut memenuhi kriteria 3 dari 4 kriteria 3

D. Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada 4

(35)

17 Tabel 4 Kategori ramah lingkungan unit penangkapan perikanan baronang

Skor Pola Kategori

1 – 9 Sangat tidak ramah lingkungan

10 – 18 Tidak ramah lingkungan

19 – 27 Kurang ramah lingkungan

28 – 36 Ramah lingkungan

Sumber: Bubun dan Mahmud 2015

Hasil

Ikan baronang yang ditangkap oleh nelayan Kepulauan Seribu menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah muroami, bubu bambu, bubu jaring, bubu kawat, jaring lingkar (tegur), dan speargun.

Inventarisasi Alat Penangkapan Ikan Baronang Muroami

Muroami diklasifikasikan ke dalam golongan alat tangkap drive in net. Ada dua bagian utama dari alat tangkap muroami, yaitu jaring kantong dan jaring sayap. Sayap berfungsi sebagai penghalang untuk mengarahkan ikan yang digiring agar masuk ke dalam kantong. Kantong berfungsi sebagai tempat mengumpulkan ikan. Pengoperasian muroami dilakukan dengan cara ikan digiring menuju kantong jaring. Kantong jaring kemudian diangkat secara manual oleh beberapa nelayan menuju ke kapal. Dalam pengoperasian muroami terdapat beberapa alat bantu yang digunakan nelayan, diantaranya adalah GPS, sonar, keranjang, kecrik, kompresor dan alat bantu selam. Dalam satu unit alat penangkapan muroami terdapat 15-18 orang nelayan yang memiliki tugas masing-masing. Konstruksi alat dan pengoperasian muroami dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8. Daerah penangkapan muroami terletak di perairan sekitar tubir karang, dimana ikan karang banyak berasosiasi di wilayah tersebut. Jenis ikan baronang yang tertangkap muroami adalah jenis Siganus javus, S. vermiculatus S. punctatus dan S. guttatus.

Bubu Bambu

(36)

18

Siganus canaliculatus, S. guttatus dan S. virgatus. Jenis baronang yang paling banyak tertangkap adalah jenis Siganus virgatus.

Gambar 7 Konstruksi muroami

Gambar 8 Metode pengoperasian muroami

Badan jaring PA monofilament ø 0,25

MS 2 inch

Tali ris atas PE multifilament ø 4 mm

P : 102 m Pelampung PVC Y-3H

Pemberat Timah 92 – 100 m

9 – 10 m

Badan kantong (ampar) 25 – 30 m

Kantong (poncot) 8 – 9 m

PE multifilament ø 1,6mm MS 1,5 inch

PE multifilament ø 1,2 mm MS 1 inch Tali Ampar

Tali bulan (kantong) Pelampung

Tali pemberat

linggis

6 nelayan

7 nelayan

Kompresor

(37)

19

Gambar 9 Konstruksi bubu bambu

Gambar 10 Metode pengoperasian bubu bambu Bubu Jaring

(38)

20

yang terlindung dari arus dan diberikan pemberat berupa batu. Konstruksi bubu jaring dapat dilihat pada Gambar 11. Pemasangan bubu dan metode pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 12.

Jenis ikan yang tertangkap oleh bubu jaring adalah ikan karang, seperti ikan kerapu (Epinephelus sp.), lencam (Lethrinus lentjam), baronang (Siganus sp.), kepe-kepe (Pseudochaetodon sp.), ekor kuning (Caseio cuning), kakak tua (Scarus sp.), pisang-pisang (Pterocaesio digramma) dan kakap (Lutjanus sp.). Jenis ikan baronang yang tertangkap oleh bubu jaring adalah jenis Siganus guttatus, S. virgatus, S. punctatus, S. canaliculatus, S. fuscesen, dan S. javus.

Gambar 11 Konstruksi bubu jaring

(39)

21 Bubu Kawat

Bubu kawat adalah jenis bubu berbahan dasar kawat pada keseluruhan alat yang metode pengoperasiannya menggunakan alat bantu kompresor. Bentuk bubu kawat sama halnya dengan bubu bambu, perbedaan terletak pada bahan dasar bubu yaitu kawat. Bubu kawat memiliki metode pengoperasian yaitu memasang bubu pada kedalaman 5-20 m. Jumlah nelayan dalam pengoperasian bubu kawat sekitar 5-7 orang. Jumlah bubu yang dipasang mencapai 20 bubu. Nelayan melakukan penyelaman dengan bantuan kompresor untuk memasang bubu di perairan karang. Pemasangan bubu diletakkan didekat karang yang terlindung dari arus dan diberikan pemberat berupa batu. Konstruksi bubu kawat dapat dilihat pada Gambar 13.

Jenis ikan yang tertangkap oleh bubu kawat adalah ikan karang, seperti ikan kerapu (Epinephelus sp.), lencam (Lethrinus lentjam), baronang (Siganus sp.), kepe-kepe (Pseudochaetodon sp.), ekor kuning (Caseio cuning), kakak tua (Scarus sp.), pisang-pisang (Pterocaesio digramma) dan kakap (Lutjanus sp.). Jenis ikan baronang yang tertangkap oleh bubu kawat adalah jenis Siganus guttatus, S. virgatus, S. punctatus, S. canaliculatus, S. fuscesen, dan S. javus.

Gambar 13 Konstruksi bubu kawat Jaring Lingkar (Tegur)

(40)

22

Dalam pengoperasian jaring lingkar terdapat beberapa alat bantu yang digunakan nelayan, diantaranya adalah pengkocok, sepatu karet, masker, dan perahu sampan. Dalam satu unit alat penangkapan jaring lingkar terdapat 7-10 orang nelayan yang memiliki tugas masing-masing. Konstruksi jaring lingkar dapat dilihat pada Gambar 14. Metode pengoperasian jaring lingkar dapat dilihat pada Gambar 15.

Daerah penangkapan jaring lingkar terletak di perairan sekitar pesisir pulau yang memiliki dasar perairan karang dan pasir, dimana ikan karang banyak berasosiasi di wilayah tersebut. Jenis ikan baronang yang tertangkap jaring lingkar adalah jenis Siganus javus, S.virgatus, S. fuscesen, S. punctatus, S. canaliculatus dan S. guttatus.

Gambar 14 Konstruksi jaring lingkar

(41)

23

Speargun

Speargun termasuk ke dalam kelompok alat penangkapan ikan menjepit dan melukai (grappling and wounding). Alat tangkap speargun yang digunakan nelayan terbuat dari batang kayu, logam atau bahan lainnya yang mempunyai satu atau lebih bagian runcing/tajam, pengoperasiannya dengan cara mencengkram, mengait/ menjepit, melukai, dan/atau membunuh sasaran tangkap. Jumlah nelayan dalam pengoperasian speargun sebanyak 5-6 orang. Alat bantu utama penangkapan ikan yang digunakan nelayan speargun adalah kompresor, senter kedap air dan masker selam. Beberapa alat bantu lainnya juga digunakan oleh nelayan untuk mendukung operasi penangkapan ikan. Menurut Mubarok 2012, alat bantu lain diantaranya adalah fin (kaki katak), coral boot, sarung tangan, wetsuit (pakaian untuk menghambat penurunan panas tubuh) dan pemberat. Pengoperasian speargun dilakukan pada malam hari sekitar pukul 19:00-02:00. Pengoperasian malam dilakukan untuk mempermudah proses penangkapan ikan, karena pada waktu malam kebiasaan ikan karang tertidur dan cenderung pasif (Mubarok et al. 2012). Pengoperasian dan gambar speargun dapat dilihat pada Gambar 16.

Daerah penangkapan nelayan speargun adalah sekitar terumbu karang dengan kedalaman 3-10 m, dimana ikan karang tinggal dan berlindung di wilayah tersebut. Jenis ikan karang yang menjadi target penangkapan adalah ikan ekor kuning (Caseio cuning), baronang (Siganus sp.), kerapu (Epinephelus sp.), dan teripang (Holothuroidea sp). Jenis ikan baronang yang ditangkap oleh nelayan speargun adalah jenis Siganus javus, S.vermiculatus, dan S. canaliculatus

(42)

24

Tingkat Keramahan Lingkungan Alat Penangkap Baronang

Hasil analisis tingkat keramahan lingkungan alat penangkap baronang pada sembilan kriteria alat tangkap ramah lingkungan disajikan pada Tabel 3. Penilaian skor diambil dari hasil wawancara dengan setiap responden ada 4 nelayan per jenis alat tangkap. Nelayan diberikan pertanyaan tentang kriteria tingkat keramahan lingkungan alat tangkap. Penilaian skor menunjukkan semakin tinggi nilai skor berarti semakin ramah lingkungan suatu alat tangkap. Skor tertinggi dari keseluruhan kriteria terdapat pada alat tangkap bubu bambu dengan nilai 25,25. Skor terendah dari kesembilan kriteria adalah alat tangkap muroami dengan nilai 16,25. Kategori alat tangkap yang ramah lingkungan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kategori alat tangkap baronang

Alat Tangkap Skor Pola Kategori

Muroami 16,25 Tidak ramah lingkungan

Bubu bambu 25,25 Kurang ramah lingkungan

Bubu kawat 21,75 Kurang ramah lingkungan

Bubu jaring 21,75 Kurang ramah lingkungan

Jaring Lingkar 17,75 Tidak ramah lingkungan

Speargun 24,75 Kurang ramah lingkungan

Hasil analisis terhadap sembilan kriteria tingkat keramahan lingkungan alat tangkap baronang menunjukkan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah jenis alat muroami dan jaring lingkar, sedangkan alat tangkap bubu bambu, bubu kawat, bubu jaring, dan speargun merupakan alat tangkap dalam kategori kurang ramah lingkungan. Bubu bambu merupakan jenis alat tangkap yang memiliki skor tertinggi yaitu 25,25.

Pembahasan

Penangkapan baronang di Kepulauan Seribu dilakukan sepanjang tahun. Tutupan terumbu karang yang luas menjadi salah satu faktor perikanan baronang tidak mengenal musim (Puspasari et al. 2013). Terumbu karang menjadi habitat ikan karang (Fadli et al. 2012), salah satunya baronang. Pengoperasian setiap alat tangkap memiliki teknik dan metode penangkapan yang berbeda-beda. Muroami dan jaring lingkar (tegur) memiliki kesamaan cara pengoperasian yaitu dengan cara menggiring ikan ke arah kantong. Bubu bambu, bubu kawat dan bubu jaring menangkap dengan cara menjebak ikan, baik dengan umpan atau menimbun bubu pada karang. Nelayan speargun memburu langsung ikan di perairan (Mubarok et al. 2012). Waktu pengoperasian alat berbeda satu dengan yang lain. Muroami, bubu bambu, dan speargun beroperasi setiap satu hari sekali (one day trip). Muroami dan bubu bambu beroperasi pada siang hari, sedangkan speargun pada malam hari. Jaring lingkar, bubu kawat, dan bubu jaring beroperasi dengan bermalam di laut dengan lama waktu yang berbeda.

(43)

25 yang memadai untuk melakukan penangkapan di tempat yang jauh. Bubu bambu dan speargun cenderung melakukan penangkapan di daerah dekat fishing base. Jenis ikan baronang yang tertangkap di perairan Kepulauan Seribu terdapat enam jenis, yaitu baronang batik (Siganus vermiculatus), baronang tompel (Siganus guttatus), baronang lada (Siganus punctatus), baronang tulis/angin (Siganus javus), kea-kea (Siganus virgatus), dan lingkis (Siganus canaliculatus dan Siganus fuscescen) (Mayunar 1992). Setiap jenis alat tangkap menangkap jenis baronang yang berbeda-beda. Hasil tangkapan ikan baronang di Kepulauan Seribu menurut jenis ikan yang tertangkap oleh jenis alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jenis baronang yang tertangkap pada setiap alat tangkap di Kepulauan

Tingkat keramahan lingkungan alat tangkap baronang

Hasil penilaian ramah lingkungan terhadap alat tangkap yang beroperasi di perairan Kepulauan Seribu, alat tangkap bubu bambu, bubu kawat, bubu jaring, dan speargun termasuk dalam kategori ramah lingkungan. Muroami dan jaring lingkar (tegur) merupakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Bubu bambu merupakan alat tangkap yang memiliki nilai tinggi dalam penilaian terhadap alat tangkap ramah lingkungan. Oleh karena alat tangkap ini dapat mewakili semua kriteria-kriteria penilaian terhadap aspek ramah lingkungan. Kekurangan pada alat ini terjadi pada kriteria memiliki selektivitas tinggi, hanya memiliki skor 1 karena alat tangkap bubu bambu menangkap berbagai macam species ikan dan ukuran ikan yang tertangkap ada yang berukuran kecil. Perbaikan alat bubu bambu untuk meningkatkan selektivitas dilakukan dengan memberikan celah pelolosan pada dinding pada bubu bambu. Memperbesar ukuran mesh size pada bubu bambu dan memodifikasi mulut bubu juga menjadi alternatif perbaikan alat untuk meningkatkan selektivitas bubu bambu. Menurut Iskandar (2011), beberapa metode untuk meningkatkan selektivitas bubu yakni dengan perbaikan ukuran mata jaring, mulut bubu, umpan maupun pemasangan celah pelolosan (escape vent).

(44)

26

(Mubarok et al. 2012); waktu pengoperasian dirubah di waktu siang hari, karena pengoperasian pada malam hari dapat mempengaruhi kondisi kesehatan tubuh.

Bubu jaring dan bubu kawat merupakan jenis bubu yang termasuk dalam alat tangkap ramah lingkungan, karena memenuhi kriteria hasil tangkapan bermutu baik; Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen; Tidak menangkap biota yang dilindungi undang-undang atau terancam punah dan; Alat tangkap diterima secara sosial. Kekurangan pada alat tangkap ini terjadi pada kriteria Memiliki selektivitas yang tinggi; Tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lainnya; Proses Penangkapan ikan tidak membahayakan nelayan; Hasil tangkapan sampingan sedikit dan; Alat tangkap memberikan dampak terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati. Penilaian skor bubu jaring dan bubu kawat masih dalam kategori ramah lingkungan, tetapi skor kedua alat tangkap ini mendekati kategori tidak ramah lingkungan. Bubu kawat dan jaring dalam pengoperasiannya dapat membahayakan nelayan, karena menggunakan alat bantu kompresor dalam proses penempatan bubu. Bahaya penyelaman menggunakan alat bantu kompresor adalah terjadi penyakit dekompresi (Dharmawirawan dan Modjo 2012). Perbaikan kekurangan alat tangkap bubu kawat dan jaringuntuk mengurangi resiko berbahaya pada nelayan dengan cara merubah pengoperasian penangkapan seperti tidak menggunakan kompresor diganti dengan alat selam yang safety (Mubarok et al. 2012). Menurut Iskandar (2011), beberapa metode untuk meningkatkan selektivitas bubu yakni dengan perbaikan ukuran mata jaring, mulut bubu, umpan maupun pemasangan celah pelolosan (escape vent). Perbaikan pemahaman nelayan bubu jaring dan kawat tentang perlindungan ekosistem karang, agar nelayan dapat menerapkan kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Pentingnya pemahaman kepada nelayan khususnya nelayan yang beroperasi di wilayah karang untuk tidak melakukan perusakan dalam proses penempatan alat tangkap, agar habitat ikan karang tetap terjaga (Nurlindah 2015).

(45)

27 dampak terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati memiliki skor penilaian yang rendah. Penyebab dari jaring lingkar dikategorikan tidak ramah lingkungan adalah ukuran mata jaring yang cukup kecil pada bagian kantong tentunya semua jenis ikan dari fase pertumbuhan sampai dewasa akan tertangkap oleh alat ini. Proses penangkapan sangat membahayakan nelayan. Proses penangkapan juga dapat merusak habitat ikan (karang). Perbaikan pada jaring lingkar agar alat tangkap ini menjadi ramah lingkungan dilakukan dengan memperbesar mesh size jaring pada kantong (10 cm), agar yang tertangkap merupakan jenis ikan dengan ukuran layak tangkap. Penggunaan peralatan yang safety dalam proses penangkapan seperti sepatu karet, jaket pelampung, masker, dan wet suit, agar nelayan dalam kondisi yang aman dan tidak kedinginan dalam proses penangkapan. Perbaikan rekomendasi alat tangkap baronang agar menjadi alat yang ramah lingkungan dapat dilihat pada Lampiran 4.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Jenis alat tangkap ikan yang menangkap baronang di Kepulauan Seribu adalah alat tangkap muroami, bubu bambu, bubu kawat, bubu jaring, jaring lingkar, dan speargun. Dari tingkat keramahan lingkungan jenis alat tangkap muroami dan jaring lingkar masuk dalam kategori tidak ramah lingkungan, sedangkan bubu bambu, bubu kawat, bubu jaring, dan speargun dalam kategori kurang ramah lingkungan. Alat tangkap baronang di Kepulauan Seribu dari keseluruhan belum ada yang dikategorikan ramah lingkungan. Bubu bambu merupakan alat tangkap yang memiliki nilai skor tertinggi diantara alat tangkap lainnya yaitu 25,25 (kurang ramah lingkungan).

Saran

Perlu adanya kajian perbaikan alat tangkap baronang yang tidak dan kurang ramah lingkungan, agar kelestarian ikan baronang di Kepulauan Seribu tetap terjaga. Perlu perbaikan metode operasi, mesh size diperbesar, mulut bubu disesuaikan dengan ukuran Lm ikan pada bubu bambu menjadi pilihan utama saran perbaikan untuk meningkatkan status alat menjadi ramah lingkungan.

5. POLA MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN

BARONANG (

Siganus

sp.)

DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

Pendahuluan

(46)

28

salah satu ikan karang memiliki nilai ekologi dan ekonomi cukup tinggi (Sahabuddin et al. 2015).

Ikan baronang banyak ditemukan di perairan dangkal, pesisir hingga tubir pantai (Arthana 2009). Mayunar (1992) menyatakan bahwa ikan baronang di Indonesia baru ditemukan 12 jenis yang dikumpulkan dari Teluk Banten, Tanjung Pinang, Ujung Pandang dan Kepulauan Seribu. Jenis ikan baronang yang banyak ditemukan di Kepulauan Seribu adalah S. guttatus, S. canaliculatus, S. javus,S. virgatus, S. fuscescens, dan S. vermiculatus. Menurut Suku Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan, Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 2015 produksi ikan baronang yang berasal dari penangkapan di perairan Kepulauan Seribu sebesar 28,045 ton.

Pemanfaatan sumberdaya baronang menjadi sebuah tantangan besar yang memerlukan solusi tepat, sehingga diperlukan suatu pengelolaan tepat (Latuconsina et al. 2013). Salah satu diantaranya adalah memahami faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh pada sumberdaya baronang yakni dinamika daerah penangkapan baronang dan pola musim baronang. Menurut Fauzi dan Anna, (2002) bahwa keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumber-daya dan kesejahteraan masyarakat perikanan itu sendiri.

Pola musim ikan dipengaruhi oleh jumlah rekruitmen yang dihasilkan oleh setiap individu di daerah penangkapan (Jalil et al. 2014). Setiap daerah penangkapan ikan tidak ada yang bersifat tetap, selalu berubah, pergeseran dan berpindah mengikuti pergerakan kondisi lingkungan (Indrayani et al. 2012), yang secara alamiah baronang akan memilih habitat yang lebih sesuai. Sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi atau parameter oseonografi perairan seperti suhu permukaan laut, salinitas, oksigen, pH dan kedalaman dan sebagainya (Ihsan et al. 2014). Dengan mengetahui pola musim penangkapan ikan nelayan dapat mengoptimalkan kegiatan penangkapan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal pada musim tertentu (Kawimbang et al. 2012).

Daerah penangkapan baronang dan pola musim baronang, mengintegrasikan berbagai informasi yang penting dalam eksploitasi sumberdaya, dengan demikian daerah dan musim penangkapan dapat diprediksi lebih tepat. Sehubungan dengan hal tersebut salah satu hal pokok yang perlu diketahui adalah pola musim penangkapan dan daerah penangkapan baronang secara partisifatif untuk mendukung efesiensi dan efektifitas operasi penangkapan baronang. Untuk mencapai hal tersebut maka dukungan informasi yang terdiri dari pola musim penangkapan baronang dan daerah penangkapan sangat diperlukan. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu penelitian tentang pola musim penangkapan baronang, dan daerah penangkapan secara partisipatif terhadap penangkapan baronang di perairan Kepulauan Seribu. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola musim penangkapan baronang dan daerah penangkapan baronang di perairan Kepulauan Seribu.

Metode

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Gambar 2 Lokasi penelitian di Pulau Panggang dan Pulau Pramuka
Tabel 1 Jumlah nelayan di Kepulauan Seribu berdasarkan status nelayan
Gambar 4 Produksi aktual perikanan baronang di Kepulauan Seribu tahun 2010-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Jangka waktu pelaksanaan pengiriman APHT dan warkah yang dibutuhkan untuk pendaftarannya pada Kantor Pertanahan cenderung tidak tepat waktu,

1 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) mengedit dan menambah data dosen membimbing UKM tool strip menu dapat berfungsi dengan baik, berhasil √. 2 Pimpinan Organisasi Intern tool

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini berusaha menguji seberapa besar “Efek mediasi adopsi penggunaan media sosial sebagai platform bisnis pada

Ikan gabus merupakan ikan labirin yang mampu bertahan di luar air, karena mempunyai alat pernafasan tambahan yang berupa lipatan kulit tipis yang berliku- liku seperti

Penelitian ini juga untuk mengetahui seberapa banyak minat mahasiswa akuntansi untuk memilih karir profesi di bidang akuntansi atau profesi di bidang non akuntansi.. Berdasarkan

Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.675, hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kuat antara variabel harga (X1), pelayanan

Pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah nilai OTTV dipengaruhi oleh beban bangunan dengan membandingkan besar skin factor dengan besar perbedaan slope

Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah bahwa motivasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi pada karyawan Hotel Furaya Pekanbaru. Dengan demikian maka dapat