• Tidak ada hasil yang ditemukan

Standar penilaian mamduh dan mazmum tafsir bi al-ra’yi: kajian terhadap kitab al-tafsir wa al-mufassirun karya Muhammad Husein al-Zahabi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Standar penilaian mamduh dan mazmum tafsir bi al-ra’yi: kajian terhadap kitab al-tafsir wa al-mufassirun karya Muhammad Husein al-Zahabi."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

Standar Penilaian

Mamdu>

h

dan

Mazmu>

m

Tafsir

Bi Al-Ra’yi

(Kajian Terhadap Kitab

A l-Tafsi>

r W a A l-Mufassiru>

n

Karya

Muhammad Husein Al-Zahabi)

Tesis

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas akhir pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Oleh:

ABDULLAH IZZIN NIM. F05214062

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Abdullah Izzin, 2016, Standar PenilaianMamdu>hdanMazmu>mTafsir Bi Al-Ra’yi (Kajian Terhadap Kitab A l-Tafsi>r W a A l-Mufassiru>n Karya Muhammad Husein Al-Zahabi), Tesis Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendapat dan pemikiran pribadi (Tafsir bi Al-Ra’yi) masih menjadi tema yang menarik dalam ranah ilmu tafsir. Terutama ketika menghadapi fenomena baru yang serba modern. Sebagai contoh ketika menghadapi isu-isu penyimpangan penafsiran yang meresahkan umat. Dalam tafsir bi al-Ra’yi sendiri masih mempunyai pro kontra dalam kebolehannya. Dalam menaggapi fenomena tersebut, Muhammad Husain Al-Zahabi merumuskan standar penilaian terhadap tafsir bi Al-Ra’yi sebagai filter bagi orang yang inginmenafsirkan

Al-Qur’an agar tetap berada dalam koridor yang benar

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui standar penilaian terhadap tafsir bi

al-Ra’yi yang telah disusun oleh Muhammad Husain al-Zahabi, latar belakang

penyusunan standar penilaian tersebut, dan implementasinya terhadap produk penafsiran.

Penelitian ini bertolak dari pemikiran bahwa kebolehan mufassir untuk menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendapat sendiri (bi al-ra’yi) masih terjadi polemik dan pro kontra di kalangan ulama. Standar penilaian Muhammad Husain Al-Zahabi ini merupakan jawaban penting dalam member solusi terhadap problematika tersebut.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif-deskriptif. Hal ini karena penulis melakukan analisa terhadap standar penilaianmamdu>hdanmazmu>m tafsir Bi

Al-Ra’yi karya Muhammad Husain Al-Zahabi. Sedangkan cara penyajiannnya

bersifat deskriptif dengan penggambaran yang jelas dan lugas. Sedangkan teknik pengolahan datanya menggunakan editing, klasifikasi, verifikasi, analisis, serta kesimpulan.

Data yang ditemukan menunjukkan bahwa standar penilaian tersebut meliputi kredibelitas dan kompetensi mufassir, sumber penafsiran, metode penafsiran, serta teknis penafsiran. Sedangkan implementasinya langsug diterapkan kepada kitab tafsir terdahulu ditinjau dari berbagai aspek yang telah dirumuskan oleh Muhammad Husain Al-Zahabi sendiri.

Dengan demikian penulis menyarankan bahwa siapa pun yang ingin menafsirkan Al-Qur’an, harus dipenuhi dulu prasyarat yang ada. Penulis juga meminta saran atas kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS... ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI TESIS... iii

MOTTO... ... ... iv

PERSEMBAHAN... ... vi

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR………. viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TRANSLITERASI... xiii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang…………... 1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah... 3

C. Rumusan Masalah... 4

D. Tujuan Penelitian... 5

E. Kegunaan Penelitian... 6

F. Kerangka Teoritik... 6

G. Penelitian Terdahulu... 7

H. Metode Penelitian……... 8

I. Sistematika Penulisan... 14

BAB II : BIOGRAFI MUHAMMAD HUSAIN AL-ZAHABI……….. 16

A. Pertumbuhannya... 16

B. Pendidikan... 18

C. Karya-Karya... 23

D. Kegiatan Sosial dan Politik……… 24

E. Penghargaan……… 26

F. Pandangan Ulamadan Tokoh……….. 27

G. Wafatnya Muhammad Husein Al-Zahabi………. 28

H. Mengenal KitabA l-Tafsi>r W a A l-Mufassiru>n………30

BAB III : STANDAR PENILAIAN MUHAMMAD HUSEIN AL-ZAHABI TERHADAP TAFSIR BI AL-RA’YI DALAM AL-TAFSI>R WA AL-MUFASSIRUN………. 37

A. Definisi Tafsir Bi Al-Ra’yi... 32

(8)

C.Latar Belakang Penulisan Standar Penilaian TerhadapTafsir bi Al-Ra’yi... 55

D. Implementasi Standar Penilaian Terhadap Kitab Tasir Bi Al-Ra’yi Terhadap Produk Tafsir…... 57

BAB IV: ANALISA TERHADAP STANDAR PENILAIAN MUHAMMAD HUSEIN AL-DZAHABI... 72

A. Penilaian Terhadap Standar PenilaianMamdu>hdanMazmu>m TafsirBi Al-Ra’yiKarya Muhammad Husain Al-Dzahabi... 72

B. Kelebihan Standar Penilaian... 79

C. Kekurangan Standar Penilaian………... 80

BAB V : PENUTUP... 81

A. Kesimpulan... 81

B. Saran... 82

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tafsirbir-ra’yi ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya, mufasir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinba>t}) yang didasarkan pada pikiran semata. Tidak termasuk dalam kategori ini pemahaman (terhadap Alquran) yang sesuai dengan ruh syari’at dan didasarkan pada nash-nashnya. Ra’yu semata yang tidak disertai bukti-bukti akan membawa penyimpangan terhadap Alquran. Kebanyakan orang yang melakukan penafsiran dengan semangat demikian adalah ahli bid’ah dan penganut madzhab batil. Mereka mempergunakan Alquran untuk ditakwilkan menurut pendapat pribadi yang tidak mempunyai dasar pijakan berupa pendapat atau penaafsiran ulama salaf, sahabat dan tabi’in. Golongan ini telah menulis sejumlah kitab tafsir

menurut pokok-pokok madzhab mereka, seperti tafsir karya Abdurrahman bin Kaisan al-Asam, al-Juba’i, ‘Abdul Jabbar, ar-Rummani, Zamakhsyari dan lain

sebagainya. Hal ini dikemukakan oleh Manna’ Khalil al-Qatthan1

Tafsir bir-ra’yi ini berawal pada abad ke-3 hijriyah. Pada masa itu, peradaban Islam semakin maju dan berkembang, maka berkembanglah berbagai madzhab dan aliran di kalangan umat Islam. Masing-masing golongan berusaha meyakinkan umat dalam rangka mengembangkan paham mereka. Untuk mencapai maksud itu, mereka mencari ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis Nabi saw, lalu mereka tafsirkan sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Kaum fuqaha (ahli

1

(10)

2

fikih) menafsirkannya dari sudut hukum fiqih, seperti yang dilakukan oleh al-Jashshash, al-Qurtuby, dan lain-lain; kaum teolog menafsirkannya dari sudut pemahaman teologis seperti alkasysyaf, karangan al-Zamakhsyari; dan kaum sufi juga menafsirkan Alquran menurut pemahaman dan pengalaman batin mereka seperti Tafsir Alquran al-Adhim oleh al-Tustari.2

Meskipun tafsir bir-ra’yi berkembang dengan pesat, namun dalam menerimanya para ulama terbagi menjadi dua: ada yang membolehkan dan ada pula yang melarangnya. Tapi setelah diteliti, ternyata kedua pendapat yang bertentangan itu hanya bersifat lafdzi (redaksional). Maksudnya kedua belah pihak sama-sama mencela penafsiran yang berdasarkan ra’y (pemikiran) semata (hawa nafsu) tanpa mengindahkan kaidah-kaidah dan kriteria yang berlaku. Penafsiran serupa inilah yang diharamkan oleh Ibn Taymiyah. Sebaliknya, keduanya sepakat membolehkan penafsiran Alquran dengan ijtihad yang berdasarkan Alquran dan Sunnah Rasul serta kaidah-kaidah yag Mu’tabarat (diakui sah secara bersama).3

Muhammad Husein Al-Dzahabi merupakan salah satu tokoh dalam bidang tafsir yang memiliki perhatian terhadap keberadaan produk-produk tafsir hasil karya ulama. Dia juga memberikan penilaian terhadap kualitas karya tafsir yang ada. Dalam kitabnya yang begitu fenomenal, Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun, dia memaparkan beberapa madzhab tafsir dan periodisasinya. Salah satu aspek metodologi yang dia teliti adalah tafsir Al-Ra’yi. Menurutnya, tafsir bi al-ra’yi

2

Ali Hasan al-Aridl.Sejarah Dan Metodologi Tafsir. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), 48.

3

(11)

3

ada dua macam. Tafsir bi al-ra’yi al-jaiz dan al-madzmum lengkap dengan kitab tafsirnya yang dianggap jaiz dan madzmum disertai penjelasannya.

Dalam menilai suatu kitab tafsir, menurut hemat penulis dibutuhkan metode atau perangkat yang dijadikan alat untuk menilai suatu kitab tafsir, apakah kitab tersebut masuk dalam kategori ja’iz atau madzmum. Maka perangkat atau standar tersebut harus terkonsep dengan jelas supaya tidak terjadi subyektifitas dan penyesatan inelektual dalam menilai karya tafsir ulama. Tanpa hal itu, maka penilaian tersebut akan terkesan sepihak dan muncul dari hawa nafsu dan perasaan peneliti. Inilah yang seyogyanya harus dihindari dalam menilai hasil karya intelektualitas. Khususnya di bidang tafsir.

Oleh karena itu penulis ingin meneliti terhadap pandangan serta perangkat-perangkat analisis yang dijadikan alat oleh Muhammad Husain Al-Dzahabi dalam kitabnya, Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun untuk memberikan penilaian terhadap suatu produk karya tafsir ulama terdahulu. Hal ini dinilai perlu untuk diteliti agar tidak terjadi penilaian sepihak dan objektivitasnya terjaga. Selain itu, apabila konsep tersebut dapat disepakati, maka akan menjadi konsep khusus untuk mengkaji kualitas produk tafsir yang belum diteliti. Sehingga, produk tafsir yang lahir di era modern dapat disaring dan diklasifikasikan menurut kualitasnya. Pada akhirnya, akan memudahkan masyarakat untuk mengkonsumsi produk tafsir dengan aman tanpa khawatir akan kesesatan pemikiran dalam suatu produk tafsir. B. Identifikasi dan Batasan Masalah

(12)

4

kitab At-Tafsir Wa Al-Mufassirun karya Muhammad Husain Al-Zahabi yang dijadikan objek penelitian. Pertama, tentang standar penilaiaan yang digunakan Muhammad Husain Al-Zahabi dalam menilai mamdu>h dan madhmum tafsir bi al-ra’yi. Kedua, tentang latar belakang atau alasan penggunaan standar penilaian tersebut terhadap mamdu>h dan madhmum tafsir bi al-ra’yi. Ketiga, tentang bagaimana bentuk implementasi standar penilaian tersebut terhadap mamdu>h danmadhmumtafsir bi al-ra’yi. Keempat, tentang kelebihan dan kekurangan yang mungkin terdapat pada standar penilaian tersebut. Kelima, mengenai pandangan para ahli tafsir terhadap standar penilaian yang telah yang digunakan Muhammad Husain Al-Zahabi dalam menilaimamdu>hdanmadhmumtafsir bi al-ra’yi.

Dari masalah-masalah yang telah teridentifikasi tersebut, penulis memberi batasan masalah pada penelitian ini hanya pada tiga masalah. Pertama, tentang standar penilaiaan yang digunakan Muhammad Husain Al-Zahabi dalam menilai mamdu>h dan madhmum tafsir bi al-ra’yi. Kedua, tentang latar belakang atau alasan penggunaan standar penilaian tersebut terhadap mamdu>h dan madhmum tafsir bi al-ra’yi. Ketiga, tentang bagaimana bentuk implementasi standar penilaian tersebut terhadapmamdu>hdanmadhmumtafsir bi al-ra’yi.

C. Rumusan Masalah

Sebagaimana telah dipaparkan pada batasan masalah di atar, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan diteliti oleh penulis. Sebagai berikut:

(13)

5

2. Apakah yang melatarbelakangi Muhammad Husein Al-Dzahabi untuk menggunakan standar tersebut?

3. Bagaimana implementasi dan implikasi standar penilaian Muhammad Husein Al-Dzahabi dalam kitab A l-Tafsi>r W a A l-Mufassir>un untuk menilai mamdu>h dan madhmu>m kitab tafsir bi al-ra’yi terhadap kajian kitab tafsir?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai pada tugas penelitian ini ditinjau dari rumusan masalah di atas adalah:

1. Untuk mengetahui secara mendalam tentang standar yang digunakan Muhammad Husein Al-Dzahabi dalam menilai mamdu>h dan madhmum kitab tafsirbi al-ra’yi

2. Untuk mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi Muhammad Husein Al-Dzahabi untuk menggunakan standar penilaian tersebut

3. Untuk mengetahui implementasi standar penilaian Muhammad Husein Al-Dzahabi dalam menilaimamdu>hdanmadhmumnyakitab tafsirbi al-ra’yi

dalam kitabAl-Tafsir Wa Al-Mufassirun. E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan atau manfaat penelitian ini terbagi dua:

(14)

6

pengetahuan di bidang-bidang ilmu keagamaan, khususnya mengenai standar penilain mamdu>h dan madhmu>m tafsir bi-alra’yi serta seluk belunya. Selain itu juga berguna sebagai penambahan khazanah dalam bidang akademik, khususnya di bidang ilmu tafsir.

2. Sedangkan kegunaan dari segi praktis, penelitian ini untuk mendapatkan kepastian tentang nilai-nilai pada ayat yang diteliti tersebut untuk dijadikan landasan atau pedoman dalam mengkaji sebuah pandangan. Juga untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar magister (S2) dalam segi keilmuan Tafsir di Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir pada program pasca sarjana di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surbaya.

F. Kerangka Teoritik

Penelitian ini akan membahas standar penilaian Muhammad Husein Al-Dzahabi dalam menilai mamdu>h dan madhmumnyakitab tafsir bi al-ra’yi dalam kitab A l-Tafsi>r W a A l-Mufassiru>n. Standar Penialaian tersebut membicarakan

(15)

7

pada ra’yu mufassir. Hal itu diperlukan analisa terhadap standar penilaian

penafsiran secara mendalam untuk memahami secara detail.

Dalam meneliti standar penilaian ini, pertama peneliti menggunakan teori-teori yang terdapat pada studi ilmu Tafsir, kaidah tafsir, bahasa, dan kajian tokoh sebagai pisau analisa data yang telah ditampilkan. Kemudian dijelaskan juga mengenai bagaimana Muhammad Husein Al-Zahabi mengimplementasikan standarnya terhadap kitab tafsir yang sudah dinilai pada kitab At-Tafsir Wa Al-Mufassirun.

Dalam mencapai tujuan tersebut, dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deduktif analisis mendalam terhadap suatu standar penilaian penafsiran bi al-ra’yi dengan menganalisa aspek penafsiran yang telah dinilai oleh Muhammad Husein Al-Zahabi agar mendapat kejelasan mengenai standar tersebut.

G. Penelitian Terdahulu

Dalam penelurusannya terhadap penelitian terdahulu, penulis belum menemukan bentuk penelitian terhadap standar penelitian yang digunakan Muhammad Husen Az-Zahabi dalam menilai tafsir bi al-ra’yi. Hanya ada beberapa artikel yang mengkaji tentang Muhammad Husein Al-Dzahabi dan karyanya;

(16)

8

2. Muhammad Husein Al-Dzahabi, Seorang Referensi Peneliti Bidang Tafsir (dirilis pada 23 November 2012 di www.fimadani.com)

3. Athar al-Isra’iliyat Fi Al-Tafsir ‘Ala Al-Tarjamat Injiliziyah Li

Al-Qur’an (Dirasah Tahliliyah Ma’a Tarjamati Al-Ju’i Al-Awwali Min Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun Li Al-Shaikh al-Dzahabi), Tesis karya Sayyid Ramadhan Abdul Halim pada Fakultas Bahasa dan Tejemah Jurusan Bahasa Inggris Universitas Al-Azhar Kairo.

H. Metode Penelitian

1. Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan model kualitatif. Yaitu penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya (realistic setting). Penelitian kualitatif sebagai suatu konsep keseluruhan untuk mengungkap rahasia sesuatu, dilakukan dengan menghimpun data dalam keadaan yang sewajarnya, mempergunakan cara kerja yang sistematik, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya.4

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif, merupakan suatu jenis yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin beberapa aspek dari objek yang diteliti, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan

4

(17)

9

menyeluruh tentang fakta sebenarnya. Menurut M. Nazir bahwa tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual adan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.5 Penggunaan jenis penelitian ini karena sudah relevan dengan objek penelitian yang pengolahannya tidak menggunakan angka-angka dan jumlah sesuatu.

Sedangkan jenis objek penelitian ini adalah library research (penelitian pustaka) karena sasaran penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan dengan objek penelitian, yaitu berupa kitab dengan term tafsir. Karena jenis penelitian ini merupakan library research, maka teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi literatur. Artinya data-data yang dijadikan rujukan penelitian diperoleh dari benda-benda atau sumber-sumber tertulis, seperti buku, majalah, jurnal, dan lain sebagainya.6 Berbeda dengan field research yang objek penelitiannya langsung terjun ke objek yang mau diteliti dan sumbernya pun bisa diambil dari non-literatur, seperti lembaga sosial, sekolah, masjid, dan lain sebagainya.

3. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan sebagai landasan pembahasan dalam penelitian ini, penulis mengambil sumber-sumber yang sesuai dan ada hubungannya dengan topik pembahasan, dapat dipertanggungjawabkan, dan bisa

5

Moh. Nazir,Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2003), 16

6

Fadjrul Hakam Chozin, Cara Mudah Menulis Karya Ilmiah, (tk: Alpha,1997),

(18)

10

menjadi jawaban atas rumusan masalah. Adapun sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. A l-Tafsi>r W a A l-Mufassiru>nkarya Muhammad Husein Al-Zahabi

2. A l-Ittija>h A l-Munharifah Fi>A l-Tafsi>r karya Muhammad Husein Ad-Zahabi

3. Sumber sejarah dan biografi Muhammad Husein Ad-Zahabi 4. Mafa>tih A l-Ghaibkarya Fakhuddin Al-Razi

5. Tanzi>h A l-Qur’an ‘an A l-Mata>’inkarya Abdul Jabbar Amali Al-Sharif Al-Murtadla

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi terhadap beberapa literatur. Yaitu dengan menyelidiki sumber-sumber tertulis seperti buku, dokumen, yang uraiannya memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari datanya.7 Hal itu tentu yang berkaitan dengan tematafsir bi al-ra yi dan standar penilaiannya dan beberapa kitab tafsir

yang secara mendalam membahas tentang problematika yang diangkat.

5. Teknik Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.8 pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode jenis ini bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena

7

Chozin,Cara Mudah...,66-67.

(19)

11

social yang bersifat unik dan komplek. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penh dengan variasi (keragaman).9

Untuk mengolah dan menganalisa data tesis ini digunakan teori-teori dan pandangan ilmu tafsir dari berbagai pakar tafsir, khususnya tafsir bi al-ra’yi yang menjadi objek dasar penelitian. Hal-hal yang harus menjadi syarat dalam menjustifikasi ke-mamdhuh-an dan ke-madhmum-an suatu penafsiran yang bersumber pada pendapat pribadi mufassir (tafsir bi al-ra’yi).

6. Teknik Pengolahan Data

a. Editing

Yaitu meneliti kembali literature yang menjadi objek penelitian untuk mengetahui apakah data tersebut sudah cukup relevan dan dapat segera dipersiapkan untuk keperluan proses berikutnya.10 Data yang diteliti di sini, baik dari kelengkapan maupun kejelasan makna yang ada dalam data tersebut serta korelasinya dengan penelitian ini, sehingga dengan data-data tersebut peneliti dapat memperoleh gambaran jawaban sekaligus dapat memecahkan permasalahan yang sedang diteliti. Dalam hal ini peneliti menganalisis kembali, merangkum, merangkum, memilih hal-hal pokok dan menfokuskan hal-hal penting yang berkaitan dengan tema peneliti, terhadap data yang diperoleh dari hasil kajian terhadap kitab Tafsir Wa Mufassirun karya Muhammad Husein Al-Dzahabi.

9

Burhan Bungi,Analisa Data Penelitian Kulitatif, Pemahaman Filosofis dan

Metodologis Ke Arah Penguasaan Modal Aplikasi(Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003), 53

10Koentjaraningrat,Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT.

(20)

12

b. Klasifikasi

Yaitu mengklasifikasi data-data yang telah diperoleh agar lebih mudah dalam melakukan pembacaan data sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.11 Tahap ini bertujuan untuk memilih data yang diperoleh dengan permasalahan yang diteliti, dan membatasi beberapa data yang seharusnya tidak dicantumkan dan tidak dipakai dalam penelitian ini.

c. Verifikasi

Proses ini diperlukan sebagai kegiatan pengecekan kembali kebenaran data yang diperoleh dengan hasil dari penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan di depan penguji atau lingkungan akademik pada umumnya. Proses verifikasi ini bisa dilakukan dengan mememeriksa kecukupan referensi. Dengan membandingkan hasil kajian data dengan berbagai literatur lainnya, seperti dengan buku-buku ilmu tafsir dan sebagainya.

d. Analisis

Yaitu menganalisis data mentah yang beasal dari literatur pustaka untuk dipaparkan kembali dengan kata-kata yang mudah dipahami dan logis. Adapun metode penyampaian yang digunakan dalam penelitin ini adalah deskriptif, yaitu penelitian yang berupaya menghimpun data atau informasi yang telah ada atau yang telah terjadi di lapangan.12 Dalam hal ini, peneliti menggambarkan seecara jelas tentang standar penilain yang digunakan Muhammad Husein Al-Dzahabi dalam menilai kitab tafsir bi-Al-Ra’yi.

11LKP2M,Research Book For LKP2M, (Malang: UIN 2005), 60

(21)

13

e. Kesimpulan

Pada tahap yang kelima ini, peneliti menarik beberapa poin untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang ada di rmusan masalah, berupa kesimpulan-kesimpulan tentang penelitian yang dilakukan. Setiap data yang ada dianalisis dan disusun dalam bentuk tulisan ringkas dan sistematis. Dari laporan tersebut, akan ditarik kesimpulan semeentara. Kesimpuln sementara tersebut senantiasa direvisi selama penelitiaan berlangsung untuk mendapatkan kesipulan akhir yang dapat dipertanggungjawabkan.

7. Teknik Penelitian

Adapun metode atau teori sebagai pisau analisa yang digunakan dalam penelitian tafsir ini menggunakan pendekatan ilmu-ilmu tafsir atau bisa juga disebut dengan penelitian kualitas starndar penilaian terrhadap kitab tafsir bi al-ra’yi, yaitu suatu metode tafsir yang bermaksud menguji dan meneliti standar penilaian tersebut beserta pengarangnya terhadap tafsir bi al-ra’yi dari berbagai aspek. Dalam metode ini, biasanya peneliti menggunakan ilmu tafsir sebagai alat perangkat untuk menguji standar tersebut.13

Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang diteliti dalam penafsiran ayat yang ditafsirkan secara ra’yu dan penilaian dengan standar dan penilaian terhadap suatu objek penelitian tersebut. Hal-hal yang menjadi dasar sebagai acuan standar penilaian, dan penerapan standar dalam objek penilaian, dan tak ketinggalan pendapat-pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran

13

Abd. Al Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy, (Jakarta: PT. Raja

(22)

14

ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi saw, sahabat, para tabi’in

maupun ahli tafsir lainnya.14

Dalam penelitian ini juga memakai pola pikir deduktif, yaitu berfikir dari konsep abstrak yang lebih umum kepada suatu hal yang lebih khusus, spesifik atau kongkrit.15 Selain itu juga memakai pola pikir induktif, yaitu pola pikir berawal dari empirik (fakta-fakta khusus) kemudian dari fakta tersebut ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum.16

I. Sistematika Penulisan

Menimbang pentingnya struktur yang terperinci dalam penelitian ini, maka Peneliti akan menyajikan sistematika penulisan tesis ini. Sehingga dengan sistematika yang jelas, hasil penelitian tentang standar penilaian terhadap tafsir bi al-ra’yi ini lebih baik dan terarah seperti yang diharapkan peneliti dan semua orang. Adapun sistematika karya ini sebagai berikut:

1. BAB I : Pendahuluan. pada bab ini, lebih mencantumkan beberapa sub-judul sebagai pengantar bagi pembaca. Meliputi Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Judul, Kajian Pustaka, Metodologi Penelitian, Dan Sistematika Penulisan.

2. BAB II : Biografi Muhammad Husain Al-Zahabi. Pada bab ini lebih

mendalami tentang kehidupan pengarang kitab A l-Tafsi>r W a A l-Mufassiru>n, mulai dari asal-usul, pendidikan, prestasi, hasil karya, dan kegiatan sosial dan

14

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Alquran, cet III (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 31.

15

Sutrisno Hadi,Metodologi Research,(Yogyakarta: Andi Offset, 1989), 42.

(23)

15

politiknya. Juga ditambah dengan sedikit uraian tentang kitab A l-Tafsi>r W a A l-Mufassiru>n

3. BAB III: Data-data berupa ulasan untuk mengenal Standar PenilaianMamd{u>h

Dan Maz{mu>m TafsirBi Al-Ra’yi Muhammad Husein Al-Dzahabi dalan kitab Tafsir Wa Mufassirun, kajian standar penilaian Muhammad Husein Zahabi, latar belakang penggunaan standar penilaian Muhammad Husein Al-Zahabi, implementasi standar penilaian Muhammad Husein Al-Al-Zahabi, dan analisa terhadap implementasi standar penilaian Muhammad Husein Al-Zahabi

4. BAB IV : Analisa terhadap data-data yang telah dipaparkan pada bab IV dengan menggunakan pendapat penulis dengan berlandaskan pada kaidah-kaidah ilmu Al-Qur’an dan tafsir.

(24)

16

BAB II

BIOGRAFI MUHAMMAD HUSAIN AL-ZAHABI

A. Petumbuhannya

Muhammad Husain al-Zahabi lahir di desa Muthubis di Kabupaten (kota) Kifir pada tanggal 19 Oktober 1915 atau 9 Zulhijjah 1333 H. Desa Mutubas terletak di tepi utara sungai Nil. Sejak kecil al-Zahabi sudah ditinggal oleh ayahnya. Yang menanggung hidup dan pendidikannya adalah kakaknya, Husein. Beliau hafal Al-Qur’an dan menyempurnakan hafalannya, serta memperoleh pengajaran dasar-dasar membaca dan menulis di desanya.

Putra beliau Musthofa Muhammad al-Zahabi pernah menggambarkan kehidupannya, dengan satu gambaran yang sederhana.

“Desa Mathubis adalah tanah kelahiran Shaikh Muhammad Husain al-Zahabi, sebuah desa yang terletak di bagian sebelah timur sungai Nil dan termasuk bagian wilayah Kiffir Shaikh, sebuah wilayah sekitar lautan Mesir. Beliau adalah sangat

bergantung hidupnya pada pertanian dan perdagangan”1

Setelah menghafalkan Al-Qur’an di kampung halamannya, beliau melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan Dasuq al-Dini. Setelah lulus dari lembaga pendidikan tersebut, beliau ditunjuk sebagai imam dan khotib di berbagai masjid waqaf. Beliau memperoleh gelar doktoral dari fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, Kairo pada tahun 1366 H / 1946 M dengan judul disertasinya al-Tafsi>r W a al-Mufassiru>n. Pada tahun itu juga beliau bertugas sebagai dosen pengajar di lembaga pendidikan Mesir al-Dini, sampai pada akhirnya, secara bertahap beliau menjadi dekan di fakultas tersebut.

1Abdul Basit,Al-Zahabi, dalam http://vb.tafsir.net/tafsir5830/#.V5bIdkuLRH0

(25)

17

Ada kalanya beliau diperbantukan mengajar di berbagai universitas di semenanjung Arab, sebagaimana beliau mengemban amanah sebagai penanggung jawab umum pada pusat studi (kajian atau penelitian) Islam. Beliau juga dipilih sebagai menteri waqaf dan urusan Universitas Al-Azhar di masa yang relatif sulit dalam sejarah perjalanan Mesir, sehingga waktu itu pemikiran agama yang ekstrim telah menyebar dan merajalela di sana. Dan sungguh beliau telah menjawabnya dan menghadapi mereka dengan pemikiran serta kekuatan iman atau aqidahnya, hanya saja beliau harus terbunuh sebagai shuhada’oleh salah satu kelompok keagamaan yang ekstrem itu pada tanggal 17 Rajab 1397 H atau 4 Juli 1977 M. setelah beliau banyak meninggalkan dan memperkaya perpustakaan Islam dengan banyak karya karangan beliau yang sangat kompeten.2

Beliau memiliki semangat sangat kuat, bercita-cita tinggi, bekerja keras untuk kebenaran, memerangi bid’ah dan kemungkaran, bermadzhabkan Hanafi yang tidak ekstrem (non fanatik), menyeru minimalisasi perbedaan, serta membuka pintu ijtihad.

Beliau seorang Mufassir tersohor, sehingga tidak heran kalau Shaikh Abu Zahroh memberikan gelar atau menyebutnya sebagai pemimpin para mufassir, beliau juga ahli penghafal hadis yang sempurna, orator yang menggelegar, orang-orang yang ahli mimbar menjadi merinding dan gemetar, memiliki ghi>rah yang tinggi terhadap agamanya, seorang pendidik ulung, pengajar profesional di bidangnya, menginginkan perbaikan, dan berharap kemajuan untuk umat Islam ini. Beliau sangat halus tutur katanya, tulisannya penuh dengan sastra yang tinggi,

2

_____, Al-Duktur Al-Zahabi, dalam http://www.alazharmemory.eg/sheikhs/

(26)

18

sesuai dengan tuntuan agama, ketakutan kepada Allah mendarah daging, dihiasi ketenangan iman, menyembunyikan kesalehan dirinya, diberikan ilmu hikmah dan kearifan yang banyak, yang demikian itu berpengaruh pada hasil karyanya, juga berpengaruh dalam mensyiarkan kelebihannya, menyinari cakrawala wawasannya, tersebar otobiografinya, terhindar dari kesia-siaan pendapat, ketergelinciran pandangan, maupun kekeliruan pemikiran.

B. Pendidikan

Karir pendidikan al-Zahabi dimulai pada Madrasah Dasu>q al-Di>ni>(setara dengan Madrasah Tsanawiyah/MTs). Lalu melanjutkan ke lembaga pendidikan al-Iskandariyah. Setelah menamatkan lembaga pendidikan setingkat Madrasah Aliyah di al-Azhar, ia melanjutkan di Universitas al-Azhar. Di sana ia mulai belajar dengan tokoh-tokoh ulama di zaman itu seperti Muhammad Musthafa Maraghi, ‘Isa Manun, Muhammad Zahid Kutsari, Muhammad Habib al-Shanqiti, Muhammad Khadir Husain dan lain-lain. Beliau memperoleh Ijazah penghargaan dunia, dari fakultas syari’ah 1936 M, beliau termasuk lulusan terbaik dari 112 mahasiswa yang terdaftar, serta memperoleh sertifikat penghargaan dunia sebagai profesor terbaik dalam ilmu Al-Qur’an pada 15 februari 1947 M. Ia juga pernah mengajar di Universitas al-Azhar Mesir Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir dan ilmu-ilmu Al-Qur’anhingga wafatnya pada 03 Juli 1977.3

Dia lulus dari program Magister (S2) dan Doktoralnya pada konsentrasi Ilmu Qur'an pada tahun 1946 M. pada Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo dengan disertasi yang berjudul al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n. setelah

3

Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Maktabah

(27)

19

diterbitkan, Karya tersebut menjadi salah satu rujukan utama dalam bidang ilmu tafsir.4

Setelah bergelar doktor, dia menjadi dosen di almamaternya sendiri di Fakultas Shari'ah Universitas Al-Azhar. Pada tahun 1367 H/ 1948 beliau ditugaskan mengajar di Saudi Arabia. Beliau berkeliling menjumpai ulama’

-ulama’ besar di Universitas al-Azhar sebelum misi pertamanya ke kota Taif

kerajaan Arab Saudi untuk mengajar di Dar al-Tauhid, yang dipimpin oleh Shaikh

Muhammad bin Mani’ pada waktu itu. Dalam rentang waktu tahun 1948 sampai

1952 beliau ditemani/didampingi oleh paramashayikh profesional senior semisal Shaikh Abdu al-Rozzaq Afifi, Shaikh Muhammad Nayl Dekan fakultas bahasa Arab, dan Shaikh Muhammad Abdul Wahab Buhairy, pengarang kitabal-Hiya>l Fi> al-Shari>’ah al-Isla>miyah, Shaikh Muhammad Abu Zahi pengarang Kitab al-Hadi>th wa al- Muhaddithu>n, Shaikh Zaki Ghais dan Shaikh Sayyid al-Hakim.5

Kemudian beliau ditugaskan mengajar di al-Madi>nah al-Munawwarah selama satu tahun, yaitu tahun 1951, sehingga beliau pertama kali dipertemukan dengan seorang yang alim dan memiliki spritualitas tinggi, yaitu Shaikh Abdul Aziz bin Baz.6

Kemudian beliau kembali mengajar di Universitas al-Azhar pada tahun 1371 H/1952 - 1954. Juga beliau ditugaskan di Iraq untuk mengampu pelajaran di Fakultas Hak-hak Asasi 1955 M, dan fakultas Shari’ah di Baghdad 1961-1963 sehingga beliau menjadi ketua fakultas shari’ahtersebut.

4

---,Ulama’ Wa A’lam juz 2, (Kuwait: Al-Wa’yu Al-Islami 2011), 369

(28)

20

Beliau mendapat mandat untuk menyusun dan mengajarkan tentangA h}wa>l al-Shakhs}iyah di antara pengikut ahlu al-sunnah dan aliran ja’fariyah. Sebuah bukti yang menunjukkan bahwa beliau benar-benar mendalami/menguasai Ushul al-Fiqh berikut cabang-cabangnya, serta menguasai berbagai mazhab sebagaimana beliau dapat menunjukkan kecenderungannya pada salah satu mazhab tanpa harus fanatik pada mazhab Hanafi semata.7

Pada masa itu beliau beliau bersama teman sejumlah ilmuwan dari al-Azhar, diantara mereka ada Shaikh Badar al-Mutawalli Abdul Basit, pengarang kitab Taisi>r Ushu>l al-Fiqh, dan pada suatu saat nanti beliau akan menjadi ketua Komite Fatwa di Kuwait. Shaikh Abdul Hamid al-Maslut, pengarang kitab Naqd Kita>b A l-Shi’ri A l-Ja>hili>, Abdul Hamid Thalab pengarang kitab Gharib Al-Qur’an: Dari Perioderisasi Ibnu Abbas Sampai Ibnu Hayyan.8

Beliau seringkali muncul sebagai pembicara/penceramah di Masjid Imam besar Abu Hanifah an-Nu’man, beliau memiliki ikatan tersendiri dengan ulama’ besar di Iraq seperti Shaikh Kamal al-Tha’i, khatib masjid al-Marodiyah, Shaikh Abdullah al-Qadhi, dia hakim Baghdad pada akhirnya.

Sepulang dari Iraq, di Mesir beliau berambisi sekali dalam mendirikan Kulliyatu al-Bana>t al-Isla>miyah. Beliau mengajar disana pada tahun 1963- 1964,

sehingga muncul tokoh ilmuwan perempuan dari mahasiswi-mahasiswinya. Lalu kembali mengajar di Universitas al-Azhar di fakultas Ushuluddin, bersama itu dia dipinjamkan untuk mengajar di Universitas Kuwait sebagai guru

7

Abdul Basit, Al-Zahabi, dalam http://vb.tafsir.net/tafsir5830/#.V5bIdkuLRH0 (diakses pada 20 Juli 2016)

(29)

21

besar (profesor) dalam bidang tafsir dan hadis pada tahun 1387 H/1968 M. Setelah kembali pada tahun 1971, dia mengajar di Fakultas Ushuluddin dan menjadi dekan, serta selanjutnya dipercaya untuk menjadi Sekretaris Jenderal bidang penelitian Islam pada tanggal 15 April tahun 1975.9

Karir Muhammad Husein Al-Zahabi di Universitas Al-Azhar bisa dikatakan cemerlang. Hal ini dibuktikan dengan beberapa posisi yang telah dia tempati. Pada tanggal 13 Dzulhijjah 1391 H/ 29 Januari 1972 beliau dipercaya sebagai asisten/pembantu umum Pusat Studi Islam dan pada tanggal 14 Sya’ban 1392 H / 22 September 1972 M. beliau ditunjuk sebagai dekan fakultas Ushuluddin di Universitas al-Azhar. Kemudian pada tanggal 10 Jumadil Ula 1394 H/ 1 Juni 1974 beliau diberikan mandat sebagai Ketua Umum pada Pusat Kajian Islam di Universitas al-Azhar10

Pada tanggal 3 Rabi’u Sani 1395 H./ 15 April 1975 M. Beliau diangkat sebagai menteri besar bidang waqaf dan urusan umum di Al-Azhar, namun beliau tidak lama memegang peranan itu lalu pada bulan Dz. Hijjah 1396 H/ bulan Nopember 1976 beliau kembali menjadi Guru besar yang khusus di Fakultas Ushuluddin.11

Pada tanggal 15 April 1975 beliau terpilih menjadi Mentri Waqaf. Namun beliau hanya bertahan satu tahun saja sampai pada tahun 1976. Walau hanya sebentar saja menjabat sebagai menteri, tetapi beliau telah menunjukkan sikap-sikap terpuji yang layak ditiru pemimpin manapun. Seperti beliau menolak

9_____,Al-Duktur Al-Zahabi, dalam http://www.alazharmemory.eg/sheikhs/

character details.aspx?id=1117 (20 Juli 2016)

10Ibid 11

(30)

22

security khusus di depan rumahnya, dan setiap malam rumahnya selalu ramai dengan kajian-kajian Islam yang terbuka bagi siapa saja.

Beliau dikenal dengan hasil penelitian yang kompeten dan monumental dalam bidang tafsir, dan karya terbesarnya, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n terbilang penelitian pertama yang mencakup semua pandangan beberapa ulama tafsir ataupun mufassir. Tidak seorang pun mendahului penelitian dalam bidang ini, sehingga beliau termasuk ulama muda aktual dan ilmuwan besar dalam pandangan para ulama’. Sungguh banyak ulama yang mengaguminya dan

(31)

23

Hamid al-Iraqi, Doktor Jaudah Muhammad al-Mahdi, Doktor Abdul Wahhab Fayed, Doktor al-Qashbi Mahmud Zalath, Doktor Romzi ‘Ananah, Doktor Abdul

Mun’iem as-Syafi’ie, dan Doktor Abdul Mu’thi Bayaumi.12

Husain Al-Zahabi termasuk salah satu ulama tahun tujuh puluhan yang memberikan seluruh ilmunya untuk meninggikan bendera Islam dan melawan kedhaliman dalam berbagai bentuk. Menurutnya dakwah Islam harus dilakukan dengan cara yang baik, bukan dengan kekerasan atau terorisme dan penegakan hokum Islam adalah jalan keluar untuk segala problematika umat baik dalam akhlaq, politik ekonomi. Beliau juga memandang bahwa pemikiran Islam harus dibersihkan dari segala macam bentuk khurafat dan kesesatan karena hari ini suara kesesatan lebih kuat daripada suara kebenaran.

Muhammad Husein Al-Zahabi dibunuh pada tahun 1977 oleh kelompok takfiri dan imigran setelah sebelumnya diculik13

C. Karya-Karya

Sebagai pakar di bidang ilmu-ilmu al-Qur’an, al-Dzahabî banyak mengarang beberapa kitab yang berkaitan dengan dengan ‘Ulu>m al-Qur’a>n dan ‘Ulu>m A l-Tafsi>r. Karya-karya tersebut menjadi rujukan bagi akademisi yang

menaruh konsen bidang tersebut. Antara lain karya-karya Dzahabi adalah: 1. al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n

2. al-Isra>iliyya>t fi>al-Tafsi>r wa al-Hadi>th

3. A l-Ittija>h al-Munh}arifah fi>tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m: Dawa>fi’uha wa

Daf’uha>

12ibid 13

(32)

24

4. Ibn’ A rabi>wa Tafsi>r al-Qur’a>n

5. al-W ahy

6. Muqaddimah fi>ulu>m al-Qur’a>n

7. Muqaddimah fi>‘Ulu>m al-Hadi>th

8. Tafsi>r Suwar: al-Nisa>’ wa al-Nu>r wa al-A hza>b

9. A tharu Iqa>mah al-H}udu>d fi>Istiqra>ri al-Mujtama’

10. Ma>liyah al-Daulah al-Isla>miyyah

11. Mawqu>f al-Isla>m min al-Diya>na>t al-Samawi

12. Sharh}A ha>di>th al-A qi>dah fi>al-S}ahi>h}aini

13. al-A hwa>l al-Shakhs}iyah baina A hli al-Sunnah wa al-Ja’fâriyahdan

lain-lain.14

14. ‘Ilmu A l-Tafsi>r

15. ‘Ina>yah A l-Muslimi>n bi A l-Sunnah wa Madkhalu Li ‘Ulu>m al-Hadi>th

16. A l-Shari>’ah al-Isla>miyah: Dira>sat Muqa>ranah baina Maz}a>hib A hli

al-Sunnah wa Maz}hab al-Ja’fariyah

17. Mushkila>t al-Da’wah wa al-Du’a>t fi al-‘A shr al-Hadi>th wa Kaifa

al-Taghli>b ‘A laiha>

18. Nu>r A l-Y aqi>n min Huda>Kha>tim A l-Nabiyyi>n

19. Ibn A l-‘A ra>bi fi A l-Takfi>r A l-Isla>mi>

D. Kegiatan Sosial dan Politik

Pada tanggal 16 April 1975 M dalam perjalanan ke Irak untuk menghadiri salah satu kongres atau konferensi, beliau dikejutkan dengan berita dari media

14

(33)

25

informasi, tentang kabar terpilihnya beliau ditunjuk sebagai menteri waqaf dan Urusan al-Azhar, maka semakin melambunglah beliau dalam melakukan syiar dakwah islamiyah yang semakin memperoleh tempat yang layak dan perhatian besar, ruang gerak yang makin leluasa, teman-teman pendukung yang terbaik, yang dengan tulus ikhlas mereka mengakui eksistensi agama yang luhur ini.

Tidak mengherankan jika dalam kementerian ini beliau dapat menyuarakan kalimat kejujuran, mengarahkan pada kebenaran, dapat memilih dan membentuk kelompok da’Iterbaik, mampu menjadi contoh teladan yang unggul, memiliki tutur kata yang benar, menjadi penunjuk pada kebenaran, mengobati berbagai macam penyakit, mendukung pada kebaikan dan takwa, menutup pintu kejahatan-kejahatan dan dosa, menjadi suri teladan dalam menjunjung tinggi kemuliaan Islam dan keutamaan Iman.

Namun beliau tidak bertahan lama dalam jabatan kementerian ini dan keluar mengundurkan diri pada tanggal 9 November 1976 M, lalu kembali bertugas di fakultas Ushuluddin lagi sebagai guru besar yang mengampu bidang tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an hingga beliau menemui Tuhannya sebagai syuhada’ tanggal 3 juli 1977 M.15

Al-Zahabi selama menjabat sebagai menteri agama waqaf dan urusan al-Azhar dihadapkan pada berbagai hambatan dan rintangan sangat sulit, diantaranya adalah berhadapan langsung dengan anggota kelompok yang ekstrim yang

nampak kuat pada masa itu adalah kelompk jama’ah takfir wa al-hijrah. Di mana

beliau selalu dihadapkan dengan pemikiran kelompok tersebut. Beliau tidak

15Abdul Basit,Al-Zahabi, dalam http://vb.tafsir.net/tafsir5830/#.V5bIdkuLRH0

(34)

26

pernah tinggal diam atas intervensi gangguan keamanan mereka. Karena tugas pengamanan itu merupakan tugas orang-orang advokasi, dan pemikiran juga harus dihadapi dengan pemikiran. Karena Islam sebenanya agama yang kuat tak terkalahkan selamanya sekalipun dihadapkan pada semua dakwaan yang menyimpang atau dihadapkan pada orasi retorika yang menghipnotis para pemuda dan tertarik kepada mereka. Pemikir-pemikir Muslim mampu menghadapi semua dugaan yang diarahkan kepada mereka.

Beliau membuat kerjasama dengan sekelompok ulama besar dalam penerbitan beberapa buletin (buku kecil) yang mengutuk (mengkritik) pemikiran yang ekstrem (menyimpang), menuliskan pengantar, dan menyuntingnya kembali sehingga menjadi penyajian yang indah (sopan) dan ramah sekali. Juga dijelaskan di dalamnya bahwa bagaimana pemikiran ini dapat dikatakan salah dan sesat, serta sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang masih remaja dan muda, kurang pengetahuan dan sedikit pengalaman, tidak seharusnya kita menyerang mereka tetapi harus menunjukkan mereka pada jalan yang benar dengan mengajarkan mereka hakikat Islam.

E. Penghargaan

Selain berprestasi dalam bidang ilmu tafsir, Muhammad Husein Al-Zahabi juga mendapat Penghargaan yang pernah diperolehnya dari pemerintah Mesir, antara lain:

(35)

27

2. Pernah diberikan Lencana kehormatan kenegaraan dalam rangka penghargaan sebagai ulama’ terbaik Universitas al-Azhar dan Universitas lainnya dalam momentum Maulid Nabi saw. pada Februari 1990 M.16

F. Pandangan Ulama dan Tokoh

Pemerintah Mesir pada saat itu merasa sangat kehilangan sosok ulama yang tidak diragukan lagi kedalaman ilmunya. Dengan kekuatan imannya pada Allah dan segala ketentuan-Nya, Muhammad Anwar Sadad sebagai presiden waktu itu, sangat kehilangan (meratapi) bagi rakyat Mesir dan umat Islam seluruh dunia atas kepergian sosok ulama yang memahami agama, wara’, mengabdikan seluruh hidupnya untuk perjuangan di jalan Allah, menegakkan kebenaran, mengajak kepada kebaikan, mengorbankan jiwa dan pemikirannya yang cemerlang demi melaksanakan kewajiban terhadap agama Allah dan negara.

Dr. Ibrohim Abul Khasyab berkata setelah mengetahui predikat terbaik yang diterima al-Zahabi dalam bidang Ilmu Al-Qur’an:

“Tidak seorangpun yang memperoleh penghargaan ini kecuali orang yang beriman kuat, bertanggung jawab yang diasuh dan diasah oleh guru yang berakhlak dan beradab.”17

Mamduh Salim (ketua Majlis Kementerian Mesir) menyatakan bahwa Muhammad Husein Al-Zahabi adalah sosok pemberani, panutan (imam) yang terkenal diantara ulama lainnya, mati syahid dibunuh oleh sekelompok aliraan sesat dan jahat yang mengatasnamakan agama setelah beliau menyatakan kebenaran yang membuka fanatisme mereka yang melenceng jauh dari ruh ajaran

16

_____,Al-Duktur Al-Zahabi, dalam http://www.alazharmemory.eg/sheikhs/

character details.aspx?id=1117 (20 Juli 2016)

(36)

28

agama dan ajaran al-Qur’an al-Karim. Shaikh Abu Zahroh juga sampai memberikan gelar atau menyebutnya sebagai pemimpin para mufassir.18

Yusuf al-Hajji, Menteri Waqaf dan Urusan Umat Islam Kuwait yang sebelumnya. Pemerintah kuwait sangat iba/prihatin atas meninggalnya Dr. Muhammad Husain adz-Dzahabi, apalagi dengan cara-cara yang tidak dibenarkan

oleh Islam maupun kaum muslimin di belahan dunia manapun”. Kami sampaikan

pada kalian semua duka cita sedalam-dalamnya atas meninggalnya Muhammad Husain adz-Dzahabi yang telah mati syahid dengan penuh kemuliaan dalam mempertahankan nilai-nilai agama Islam yang asli, membela kemuliaan umat Islam dunia, dengan kesyahidan beliau telah menjadi pemacu bagi kehidupan yang makmur dengan keimanan dan perjuanngan di jalan agama Allah demi menjunjung tinggi umat Islam.

G. Wafatnya Muhammad Husein Al-Zahabi

Pada shubuh hari ahad tanggal 17 rajab 1397 H/3 Juli 1977, salah satu kelompok yang ekstrem yang dikenal dengan kelompok takfir wal hijroh telah menculik Muhammad Husain al-Zahabi di rumahnya di kota Halwan Mesir, kemudian dibunuhnya pada keesokan harinya. Sedangkan sebab utama dalam pembunuhan tersebut adalah karena beliau dianggap salah satu ulama’ yang

menentang pemikiran kelompok yang ekstrem itu.

Muhammad Husain al-Zahabi meninggal dibunuh pada awal bulan juli tahun 1977. Ada yang mengatakan beliau dibunuh oleh sekelompok jama’ah takfir wa al-hijroh. Nama ini yang diberikan oleh Musa Shabri Jurjis – ketua

(37)

29

harian Koran berita harian waktu itu. Sedangkan kelompok itu menamakan dirinya dengan jama’ah al-muslimin. Dikatakan bahwa mereka menculik beliau agar mau melepaskan keluarga mereka yang ditangkap oleh pemerintah Mesir tanpa ada kejelasan hukum. Pada waktu itu belum ada hukum tentang terorisme maupun darurat hukum. Selebihnya Allah yang lebih Maha Mengetahui.19

Bahkan ada yang mengatakan kalau beliau dibunuh oleh pemerintah Mesir karena tingkah lakunya sebagai menteri wakaf, karena beliau saksi utama dalam permainan dan pencurian (korupsi) tanah-tanah wakaf di Mesir yang dijual dengan harga tukar yang murah pada Jehan Sadad. Kemudian isteri presiden Mesir waktu itu menuduh mereka sebagai biang keroknya, sedangkan beliau termasuk orang yang harus dibinasakan dengan harga apapun. Ternyata dengan kematiannya habislah perkara itu dan tidak pernah diungkit lagi. Tetapi yang menjadi bukti pula atas dugaan di atas, lambatnya penanganan pemerintah terhadap beliau dan sebab-sebab kematiannya.20

Dikabarkan bahwa beliau memiliki seorang anak perempuan yang masih remaja, berusia 25 tahun waktu itu.

Beliau pernah bersumpah dan berjanji akan menerapkan hukum atau aturan yang belum dihukumi/dinilai dalam Al-Qur’an. Nyatanya memang tidak pernah terlaksana.

Ibrohim Abul Khosab dalam sebuah orasinya berkata:

“Tidak ada darah mengalir dan keluar dari tubuhmu, kecuali Allah, agama Islam, orang-orang arab telah menjadi jaminan bagimu, wahai dzahabi

19Abdul Basit,Al-Zahabi, dalam http://vb.tafsir.net/tafsir5830/#.V5bIdkuLRH0

(diakses pada 20 Juli 2016)

(38)

30

Engkau diculik di suatu malam, yang penjaganya tidak pernah tidur, engkau merasakan kesakitan yang dia rasakan.

Engkau dibunuh wahai penyeru hamba Allah yang maha rohman di suatu senja, karena setiap gerakan itu harus ada sebab dan alasannya.

Tidak ada bedanya, orang yang meninggal dengan aman dan nyaman, dengan orang yang meninggal dengan pertengkaran bodoh dan kerusuhan.

Tetapi bagi orang yang mati syahid dalam kebenaran memperoleh kedudukan hidup di akhirat sana, sekalipun tidak seorangpun yang dapat menghindari kematian.”

Jenazah Dr. Muhammad Husain adz-dzahabi dishalatkan di Masjid jami’ al-Azhar, dipimpin oleh Imam dan khatib masjid itu Shaikh Shaleh al-Ja’fari, dihadiri oleh ribuan sahabat-sahabat beliau, mahasiswa-mahasiswa, orang-orang yang dekat dengan beliau. Semua menangisi kepergian beliau, terutama orang yang pernah mengenyam ilmunya, yang merasakan manis tingkah lakunya, merasakan keteguhan agamanya, ketulusan jiwa yang bening, juga orang yang selalu mengagungkan kemuliaan jiwa beliau, ketinggian karomahnya, atau orang pernah memperoleh kebaikan dan bimbingannya sekarang atau yang telah berlalu. Pada tanggal 20 Rojab 1397 H/ 7 Juli 1977 Jenazah beliau dishalatkan dan

diberangkatkan dari Masjid Jami’ al-Azhar dalam satu acara resmi dan upacara

kebangsaan yang besar.21 Jenazah beliau disemayamkan di pekuburan terhormat, di tanah pekuburan keluarga ImamSyafi’ie.22

H. Mengenal KitabAl-Tafsi>r Wa Al-Mufassiru>n

Kitab ini ditulis sesuai dengan kaidah penulisan risalah doktoral dan bisa dilihat jelas ketika membaca kitab tersebut. Muhammad Husain Al-Zahabi telah mengambil studi tentang sejarah tafsir dan perkembangannya semenjak masa Nabi saw sampai pada masa sekarang.

21_____,Al-Duktur Al-Zahabi, dalam http://www.alazharmemory.eg/sheikhs/

character details.aspx?id=1117 (20 Juli 2016)

(39)

31

Jilid I diawali dengan Mukaddimah; di dalamnya beliau membahas tentang:

1) Pengertian Tafsir dan Takwil serta perbedaan antara keduanya 2) Tafsir al-Quran dengan selain Bahasa Arab

3) Tarjamah Tafsiriyah pada al-Quran dan pembahasan yang berkaitan denganya.23

Bab pertama membahas tentang Marhalah pertama Tafsir pada masa Nabi saw dan para Sahabat, lalu membahas tentang sumber tafsir pada masa ini yaitu al-Quran, Hadits serta Ijtihad dan Istimbath, juga membahas tentang Ahli Tafsir yang terkenal pada masa Sahabat dan metode tafsir mereka dan yang terakhir membahas tentang kelebihan Tafsir pada masa Nabi saw dan Sahabat.

Bab kedua membahas tentang Marhalah kedua Tafsir pada masa Tabi’in.

Bab ini membahas tentang Madrasah Tafsir pada masa tabi’in yaitu Madrasah Tafsir di Makkah yang didirikan oleh Ibnu Abbas, Madrasah Tafsir di Madinah yang didirikan oleh Ubay bin Ka’ab dan Madrasah Tafsir di Iraq yang didirikan

oleh Ibnu Mas’ud, lalu membahas tentang kelebihan Tafsir pada masa Tabi’in.

Bab ketiga membahas tentang Marhalah ketiga Tafsir yang beliau istilahkan dengan Ushur at-Tadwin (masa kodifikasi), dalam bab ini dibahas urutan kodifikasi tafsir, lalu tentang Tafsir bil Ma’tsur dan Israiliyat selanjutnya

dalam bab ini dibahas sebagian metode kitab Tafsir yang terkenal yaitu: 1. Ja>mi’ al-Baya>n fi> al-Tafsi>r al-Qur’a>nolehImam al-T}abari>

2. Bah}r al-‘Ulu>molehSamarqandi,>

(40)

32

3. A l-Kashf wa al-Baya>n ‘an Tafsi>r al-Qur’a>nolehal-Tha’labi,

4. Ma’a>lima al-Tanzi>l oleh al-Baghawi>,

5. A l-Muh}arrar al-W aji>z fi>al-Tafsi>r al-Kita>b al-‘A zi>z olehIbnu A tiyah,

6. Tafsi>r al-Qur’a>n al-A z}i>molehIbnu Kathi>r

7. A l-Jawa>hir al-H}asan fi> al-Tafsi>r al-Qur’a>nolehal-Tha’alabi,

8. \\A l-Du>r al-Manthu>r fi> al-Tafsir bi al-Ma’thu>rolehal-Suyu>t}i.

Kemudian pada pasal selanjutnya membahas tentang Tafsir bir Ra’yi al -Mahmud dan studi tentang metode tafsir mereka yaitu:

1. Mafatih A l-Ghaib karya Fakhruddin A l-Razi

2. A nwa>r A l-Tanzi>l W a A sra>r A l-Ta’wi>l karya Baidhawi

3. Mada>rik A l-Tanzi>l wa Haqa>’iq A l-Ta’wi>l karya al-Nasafi>

4. Lubab A l-ta’wil Fi Ma’ani A l-Tanzil Karya Imam Khazin

5. A l-Bahr A l-Muhit karya A bi Hayyan

6. Ghara’bu A l-Qur’an wa Ragha’ibu A l-Furqan karya Naisaburi

7. Tafsir A Jalalain karya Jalaluddin A Mahalli dan Jalaluddin A

l-Suyuti

8. A l-Sira>j A l-Muni>r Fi A l-I’a>nah ‘A la>Ma’rifati Ba’dhi Ma’ani Kalami

Rabbina A l-Hakim A l-Khabir karya Khatib A l-Sharbani

9. Irshad A ‘A ql A Salim Ila Mazaya A Kitab A Karim karya A bi A

l-Su’ud

10. Ruh A Ma’ani Fi Tafsir A Qur’an A ‘A dzim wa A Sab’u A

(41)

33

Kemudian pada pasal keempat membahas tentang Tafsir bir Ra’yi al -Madhmum atauTafsir dari kelompok bid’ah:

1. Muktazilah

Kitab-kitab Tafsir mereka:

1. Tanzih al-Quran ‘an al-Mutha’in oleh al-Qadhi Abdul Jabbar

2. Gharar Fawaid wa Durar Qalaid oleh Amali as-Syarif al-Murtadha

3. Al-Kash-shaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Takwil oleh Zamakhsyari24

Jilid Kedua dilanjutkan dengan Syiah dan kelompok-kelompok pecahannya. dikhususkan pada pembahasan Syiah Rafidhah atau Itsna Asariyah dan membahas tentang enam kitab dan metode Tafsir Syiah yaitu:

1. Mir’a>t al-A nwa>r wa Mishka>t al-A sra>r oleh Maula Abdullatif al-Kazarani

2. Tafsir al-Hasan al-Askari Majma’ al-Bayan li Ulum al-Quran oleh ath-Thabarsi

3. As-Shaafi fi Tafsir al-Quran al-Karim oleh Mula Muhsin al-Kaashi 4. Tafsir al-Quran oleh Sayid Abdullah al-Alawi Bayan as-Sa’adah fi

Maqamat al-Ibadah oleh Sulthan Muhammad al-Khurasani

Kelompok al-Ismailiyah (Batiniyah), membahas tentang mauqif mereka terhadap al-Quran serta takwil mereka.

(42)

34

Kelompok Babiyah dan Bahaiyah, membahas tentang mauqif mereka terhadap al-Quran serta takwil mereka.

Kelompok Zaidiyah, membahas tentang mauqif mereka terhadap al-Quran serta takwil mereka.

Khawarij. di dalamnya membahas tentang mauqif. kelompok khawarij terhadap al-Quran, selanjutnya ia bahas salah satu kitab tafsir dari kalangan Khawarij yaitu Haiman az-Zaad ila Daar al-Ma’ad oleh Muhammad Yusuf Athfis, salah seorang mufasir dari kalangan Khawarij yang berasal dari lembah Mizab di pegurunan Jazair, ia wafat pada tahun 1332 H.

Pasal kelima, membahas tentang Tafsir Sufi dan metode Tafsir mereka seperti metode tafsir Ibnu Arabi kemudian membahas Tafsir Isyari dan sebagian kitab-kitab mereka:

1. Tafsir al-Quran al-Adhim oleh at-Tusturi Haqaiq

2. at-Tafsir oleh as-Silmi ‘Arais al-Bayan fi Haqaiq al-Quran oleh Abi Muhammad as-Sairazi

3. A l-Takwilat an-Najmiyah oleh Najmuddin Dayah dan Ala’ ad-Daulah as-Samnani

(43)

35

Pasal ketujuh, membahas tentang Tafsir Fuqaha’ sekitar lima puluh

halaman, berbicara tentang perkembangan Tafsir Fiqih ayat-ayat hukum pada setiap mazhab fiqih. Dan membahas enam kitab Tafsir tentang Ahkam al-Quran.

1. Ahkam al-Quran oleh al-Jashash al-Hanafi 2. Ahkam al-Quran oleh Kaya al-Hirasyi as-Syafi’i 3. Ahkam al-Quran oleh Ibnul Arabi

4. al-Maliki Al-Jami’ li Ahkamal-Quran oleh al-Qurtubi al-Maliki

5. Kanzul Irfan fi Fiqh al-Quran oleh Miqdad as-Suyuri ar-Rafidhi dari kalangan Imamiyah Itsna Asairah

6. Ats-Tsamarat al-Yani’ah wa al-Ahkam al-Wadhihah al-Qathi’aholeh Yusuf ats-Tsalai az-Zaidi dari kalangan Zaidiyah

Pasal kedelapan membahas tentang Tafsir Ilmi dalam enam belas halaman, ia sebutkan pendapat ulama terdahulu dan ulama sekarang kemudian ia sebutkan ikhtiyarnya dan menolak tafsir ilmi seperti yang dirajihkan oleh Imam Shatibi.

Kitab ini ditutup dengan pembahasan tentang corak tafsir pada masa modern,pembahasan ini menghabiskan sekitar seratus dua puluh halaman, beliau sebutkan beberapa kitab tafsir:

1. Al-Jawahir fi Tafsir al-Quranal-Karim oleh Syaikh Thanthawi Jauhari syaikh az-Zahabi telah mengkritik dengan keras kitab ini.

2. Kitab al-Hidayah wa al-Irfan fi Tafsir al-Quran bil Quran, beliau contohkan kitab ini sebagai kitab Tafsir Ilhadi

(44)

36

5. Berbicara tentang Syaikh Muhammad Mustafa al-Maraghi, pembahasan ini mengakhiri kitab Tafsir wal Mufasirun.

Jilid III, Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pada jilid ke tiga, kitab tafsir wal mufassirun ini ditulis oleh putranya yaitu Musthafa Muhammad al-Zahabi sebagai pelengkap apa yang telah ditulis oleh ayahnya tersebut. Adapun pembahasan yang diuraikan didalamnya terbagi kedalam delapan bab, yaitu;

1. Kitab kitab tafsir al-ma’tsur oleh ahlu as sunnah. Seperti; muqotil bin sulaiman, dll

2. Kitab kitab tafsir bi al-ra’yi oleh ahlu al-sunnah, seperti; tafsir Ibnu Abi Hatim, dan lain-lain

3. Kitab Tafsir A l-Ima>miyah A l-Ithna>‘A shariyah, seperti tafsir iyash, tafsir al-Qummy

4. Kitab-kitab Tafsir Ismailiyah, sepeti Asas al-Takwil 5. Kitab tafsir ibadiyyah, seperti; tafsir Kitabillah Al azi 6. Kitab tafsir zaidiyyah; Tafsir al-A’qom

(45)

37

BAB III

STANDAR PENILAIAN MUHAMMAD HUSEIN AL-ZAHABI TERHADAP TAFSIRBI AL-RA’YIDALAMAL-TAFSI>R WA

AL-MUFASSIRUN

A. Definisi Tafsir Bi Al-Ra’yi

Tafsir bi al-ra’yi ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya, mufasir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada nalar semata. Tidak termasuk dalam kategori ini pemahaman (terhadap Al-Qur’an) yang sesuai dengan ruh syari’at dan didasarkan pada nas}-nas}nya. Ra’yu semata yang tidak disertai bukti-bukti akan membawa penyimpangan terhadap Al-Qur’an. Kebanyakan orang yang melakukan penafsiran dengan semangat demikian adalah ahli bid’ah, pengnut madzhab batil.

Mereka mempergunakan Al-Qur’an untuk ditakwilkan menurut pendapat pribadi yang tidak mempunyai dasar pijakan berupa pendapat atau penaafsiran ulama salaf, sahabat dan tabi’in. Golongan ini telah menulis sejumlah kitab tafsir

menurut pokok-pokok madzhab mereka, seperti tafsir karya Abdurrahman bin Kaisan al-Asam, al-Juba’i, ‘Abdul Jabbar, ar-Rummani, Zamakhsyari dan lain sebagainya. Hal ini dikemukakan oleh Manna’ Khalil al-Qatthan1. Muhammad Husain Al-Zahabi menjelaskan bahwa ra’yu adalah keyakinan atau al-i’tiqa>d,

ijtihad, dan qiya>s. Dengan demikian menurutnya tafsir bi ar-ra’yi adalah suatu

interpretasi terhadap Alquran dengan cara ijtiha>dsetelah mufassir menguasai tata

bahasa Arab, lafadz Arab beserta dalil-dalilnya, sastra dalam bahasa Arab

1

(46)

38

(bala>ghah),asba>b al-nuzu>l, nasikh dan mansukh, dan perangkat ilmu lainnya yang

dibutuhkan seorang mufassir.2

Tafsir bi ar-ra’yi ini berawal pada abad ke-3 hijriyah. Pada masa itu, peradaban Islam semakin maju dan berkembang, maka berkembanglah berbagai madzhab dan aliran di kalangan umat Islam. Masing-masing golongan berusaha meyakinkan umat dalam rangka mengembangkan paham mereka. Untuk mencapai maksud itu, mereka mencari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw, lalu mereka tafsirkan sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Kaum fuqaha (ahli fikih) menafsirkannya dari sudut hukum fiqih, seperti yang dilakukan oleh al-Jashshash, al-Qurtuby, dan lain-lain; kaum teolog menafsirkannya dari sudut pemahaman teologis seperti alkasysyaf, karangan al-Zamakhsyari; dan kaum sufi juga menafsirkan Al-Qur’anmenurut pemahaman dan pengalaman batin mereka seperti Tafsir Al-Qur’anal-Adhim oleh al-Tustari.3

Meskipun tafsir bir-ra’yi berkembang dengan pesat, namun dalam menerimanya para ulama terbagi menjadi dua: ada yang membolehkan dan ada pula yang melarangnya. Tapi setelah diteliti, ternyata kedua pendapat yang bertentangan itu hanya bersifatlafdzi(redaksional). Maksudnya kedua belah pihak sama-sama mencela penafsiran yang berdasarkanra’yu(pemikiran) semata (hawa nafsu) tanpa mengindahkan kaidah-kaidah dan kriteria yang berlaku. Penafsiran serupa inilah yang diharamkan oleh Ibn Taymiyah. Sebaliknya, keduanya sepakat membolehkan penafsiran Al-Qur’an dengan ijtihad yang berdasarkan Al-Qur’an

2Muhammad Husain al-Zahabi,al-Tafsir wa al-Mufassirun,(Kairo: Maktabah

Wahbah, 2000), vol. 1, 183

3

(47)

39

dan Sunnah Rasul serta kaidah-kaidah yag Mu’tabarat (diakui sah secara bersama).4

B.Standar Penilaian Muhammad Husain Al-Dzahabi TerhadapTafsir Bi

Al-Ra’yi

Untuk menghasilkan tafsir Al-Qur’an dengan menggunakan pikiran atau pendapat pribadi mufassir (bi al-ra’yi) yang baik, Husain Al-Zahabi memberi prasyarat dan standar yang harus diperhatikan dan diimplementasikan oleh mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an. Setidaknya adatiga aspek:

a. Kredibilitas dan Kompetensi Akademik Mufassir

Muhammad Husain Al-Zahabi menulis beberapa syarat untuk seseorang yang memiliki keinginan untuk menafsirkan Al-Qur’an bi al-ra’yi dengan tidak mengindahkan batas-batas tafsir bi al-ma’thu>r. Maka dia harus menguasai beberapa ilmu yang dapat menjadi metode untuk menafsirkan Al-Qur’an bi al

-ra’yi yang dapat diterima. Serta menjadikan ilmu-ilmu tersebut sebagai solusi dan

perangkat yang dapat menghindari seorang mufassir dari terjadinya kesalahan dan melindunginya dari hal-hal yang keliru terhadap firman Allah disertai penjelasan dan dalil di setiap cabang ilmu yang menjasi syarat. Hal ini bertujuan agar hasil penafsirannya mendekati kebenaran sesuai dengan kehendak Allah.

1) Ilmu Bahasa

Dengan ilmu bahasa Arab, mufassir dapat menjelaskan makna kosa kata dan lafaz-lafaz sesuai dengan kedudukan kata dalam sebuah kalimat. Mujahid berkata bahwa tidak dibenarkan seseorang yang beriman kepada

4

(48)

40

Allah dan hari akhir untuk membicarakan kandungan Al-Qur’an jika tidak mahir ilmu bahasa Arab. Ia juga harus mendalami dan memperluas dalam cabang ilmu ini. Karena ilmu bahasa dasar saja belum dianggap cukup. Karena jika seandainya mufassir menemukan kata yang memiliki makna ganda (mushtarak) dan ia hanya mengetahui salah satu makna saja. Maka tidak akan mencapai arti yang dimaksud.5

2) Ilmu Nahwu

Makna kata dalam grammatika bahasa arab dapat berubah dan berbeda sesuai dengan perubahan bentuk dan jenis kata (I’rab), maka wajib untuk

mengetahui ilmu nahwu. Abu Ubaidah menutip perkataan Al-Hasan bahwa dia ditanya tentang seorang laki-laki yang belajar bahasa Arab untuk memperbaiki cara berfikir dan bacaannya. Maka beliau merekomendasinya dan menyuruh penanya tersebut untuk belajar. Karena seorang lelaki membaca ayat Al-Qur’an mengguakan kaidah Nahwu. 3) Ilmu Sarraf

Ilmu sarraf dibutuhkan untuk mengetahui asal, kedudukan, dan perubahan bentuk kata dalam bahasa Arab. Menurut Ibnu Faris, kebenaran yang lenyap adalah ketika menemukan kata yang bersifat ambigu. Tapi jika diteliti asal katanya dengan ilmu sarraf, maka akan tampak kebenarannya. Contoh lain apabila tidak mengindahkan ilmu sarraf, sepeti dikisahkan oleh Al-Suyuti dari Al-Zamakhshari. Dia berkata bahwa orang yang

melakukan penafsiran kata “imam” dari ayat:

5Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Maktabah

(49)

41

6

dianggap bentuk jamak dari kata ummu (مأ) , maka pada hari kiamat manusia akan memanggil ibunya masing-masing, bukan ayahnya. Hal ini merupakan kesalahan dalam penafsiran yang disebabkan ketidaktahuan terhadap ilmu sarraf. Karena kata ima>m bukan bentuk jamak dari kata ummu(مأ).

4) IlmuIshtiqa>q

Mengetahui ilmu isytiqaq sangatlah penting. Dengan ilmu ini dapat diketahui asal-usul kata. Ada beberapa kata yang berasal dari dua kata yang berbeda, sehingga berbeda makna. Seperti kata ‘masih’ berasal dari

kata ‘masah’ yang artinya menyentuh atau menggerakkan tangan yang basah ke atas suatu benda, atau juga berasal dari kata ‘masahat’ yang

berarti ukuran.

5) Ilmu balaghah (al-Ma’ani)

Ilmu ini sangat penting di ketahui, karena dengan ilmu ini susunan kalimat dapat di ketahui dengan melihat maknanya.

6) Ilmu Balaghah (al-bayan)

Yaitu ilmu yang mempelajari makna kata yang zhahir dan yang tersembunyi, juga mempelajari kiasan serta permisalan kata.

7) Ilmu Balaghah (al-Badi’)

Yakni ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga bidang ilmu di atas juga di sebut sebagai cabang ilmu balaghah yang sangat penting

6

(50)

42

dimiliki oleh para ahli tafsir. Al Quran adalah mukjizat yang agung, maka dengan ilmu-ilmu di atas, kemukjizatan al Quran dapat di ketahui.

8) Ilmu Qira’ah

Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena perbedaan bacaan dapat mengubah makna ayat. Ilmu ini membantu menentukan makna paling tepat di antara makna-makna suatu kata.

9) IlmuUsul Al-Din

Ilmu yang sangat penting di pelajari ini mempelajari dasar-dasar keimanan, kadangkala ada satu ayat yang arti zhahirnya tidak mungkin diperuntukkan bagi Allah swt. Untuk memahaminya diperlukan takwil ayat itu, seperti ayat:

7

Tangan Allah di atas tangan mereka.8 10) Ilmu Usul Al-Fiqh

Mempelajari ilmu ushul fiqih sangat penting, karena dengan ilmu ini kita dapat mengambil dalil dan menggali hukum dari suatu ayat. Serta mengetahui kata yang gobal dan detail, umum dan khusus, mutlak dah muqayyad, dalil perintah atau larangan, dan lain sebagainya yang terdapat dalam ilmu usul a-fiqh.

11) Ilmu Asbab al-Nuzul

7Alquran 48:10

8Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Terjemahnya. (Jakarta: Yayasan

(51)

43

Yaitu ilmu untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an. Dengan mengetahui sebab-sebab turunnya, maka maksud suatu ayat mudah di pahami. Karena kadangkala maksud suatu ayat itu bergantung pada asbabun nuzul-nya.

12) IlmuQas}as}

Karena dengan mengetahui kisah secara detail akan memperjelas hal yang global dalam Al-Qur’an

13) Ilmu Nasikh dan Mansukh

Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hukum yang sudah dihapus dan hukum yang masih tetap berlaku.

14) Ilmu Hadis

Ilmu untuk mengetahui hadist-hadist yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.

15) Ilmu Mauhibah

Ilmu khusus yang di berikan Allah kepada hamba-nya yang istimewa, sebagaimana sabda Nabi Saw:

Barangsiapa mengamalkan apa yang ia ketahui, maka Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang tidak ia ketahui.

Juga sebagaimana disebutkan dalam riwayat, bahwa Ali r.a. pernah ditanya oleh seseorang, “Apakah rasulullah telah memberimu suatu ilmu

atau nasihat khusus yang tidak di berikan kepada orang lain?” Maka ia

(52)

44

Quran dan pengetahuan yang didapat darinya seperti lautan yang tak bertepi.

b. Keotentikan dan Relevansi Sumber Tafsir

Seorang mufassir harus memperhatikan dan menjadikan sumber tafsir ini sebagai rujukan utama dalam menafsirkan dan menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Hasil penafsirannya tidak boleh bertentangan dengan sumber rujukan tersebut, Sehingga produk tafsir yang dihasilkan diperbolehkan dan diterima, dalam artian tidak bertentangan dengan kehendak Allah dan shari’at Islam. Sumber-sumber tersebut antara lain:

1) Al-Qur’an, bagi mufassir harus memperhatikan dan memeriksa hasil penafsirannya dengan ayat lain. Dan mengumpulkan beberpa ayat yang bereada dalam satu tema, kemudian membandingkan sebagian yang satu dengan sebagian yang lainnya, karena sesungguhnya ada beberapa ayat yang bermakna global dan juga ada yang bermakna jelas atau terperinci dan dari ayat-ayat tersebut. Ada yang butuh pejelasan dan ada juga yang perlu diperluas dengan ayat yang lain dengan menjadikan yang ayat yang global menjadi ayat yang jelas maknanya, dan mejelaskan ayat yang singkat dengan yang luas dan rinci. Inilah yang disebut dengan tafsir Al-Qur’an Li Al-Qur’an. Dan apabila mengubahnya dan menafsirkan dengan pendapat pribadi, maka dia telah melakukan kesalahan dan pendapatnya itu termasuk kategorimadzmum(buruk).9

(53)

45

2) Mengutip hadis Nabi SAW dengan mencegah dari hadisdla’if dan palsu yang jumlahnya sangat banyak. Jika terjadi penafsiran yang shahih dari nabi Muhammad SAW, maka bagi mufassir tidak boeh mengubahnya atau menafsirkan dengan pendapat pribadi, karena nabi Muhammad SAW adalah mendapat legitimasi dari Tuhan dan mnjadi wakilnya untuk menjelaskan kepada manusia terhadap sesuatu yang

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, bahwa Nabi Muhammad SAW perlu menyadari bahwa Allah SWT yang kepadanya menurunkan Al- Qur‟an dan memberikan tugas dan kewajiban berdakwah, tidak akan membiarkan

Secara umum metode ini mengambil dua bentuk yang berbeda namun terkadang beririsan, yaitu: 1) menafsirkan ayat 13 dengan ayat di bagian lain dalam Al-Qur’a>n (di surah

Setelah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai kedudukan qira’a>t sha>dhdhah sebagai salah satu sumber penafsiran dalam kitab tafsir al-Kashsha>f, maka pada

Sumber penafsiran yang digunakan dalam Kitab Al-Qur´an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) adalah: bi al- ma’tsur , baik menafsirkan al-Qur’an dengan al-.. 15

Nabi, s}aha>bi>, historis (turunnya al- Qur’an) atau asba>b al-nuzu>l, kebahasaan, kaidah- kaidah dan teori pengetahuan. Sedangkan kajian tafsir yang terkait

Niat ikhlas,Penafsiran para ulama tafsir tentang Surat Hud ayat yang ke 29, menjelaskan bahwa dakwah Nabi Nuh kepada kaumnya memang didasarkan oleh

Digunakan metode tafsir moqarran dapat dilihat dari banyaknya perbandingan pendapat ulama dalam menafsirkan ayat-ayat al- Qur‟an, terutama dalam membahas tetntang hukum fiqh al-Rāzi

Primer dimaksudkan bahwa, Hamka tidak lepas dari kaidah tafsir bi al-ma’tsur yakni menafsirkan al- Qur’an dengan al-Qur’an, sunnah dan perkataan para sahabat.21 Kemudian data sekunder