• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIMENSI SUFISTIK DALAM TAFSIR JAWÂHIR AL-MA’ÂNÎ KARYA MUHAMMAD HUSEIN NAWAWI ASY-SYIRBONI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "DIMENSI SUFISTIK DALAM TAFSIR JAWÂHIR AL-MA’ÂNÎ KARYA MUHAMMAD HUSEIN NAWAWI ASY-SYIRBONI"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

Dan tak lupa karya ini juga saya persembahkan untuk sahabat-sahabat tercinta, para wanita penghuni penjara suci Pondok Pesantren Al-Fathimiyyah Al-Fathimiyyah Cirebon, yaitu Mba-Mba Pondok Al-Fathimiyyah dan Geng, yang selalu menyemangatiku untuk segera pulang. Segala puji bagi Allah SWT yang menurunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia agar dilestarikan selamanya dalam bentuk hafalan, tulisan, tafsir dan amalan. Tesis berjudul “Dimensi Sufi Dalam Tafsir Jawâhir al-Ma’ânî Karya Muhammad Husein Nawawi asy-Syirboni (Kajian Analitik Tafsir Surah al-Fatih)” merupakan syarat untuk meraih gelar (S1) Jurusan Al -Fakultas Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Ushuluddin di Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta.

Sebagai ketua Departemen Kajian Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta, dan juga dosen mata kuliah metode penelitian yang mengajarkan penulis dan rekan-rekannya untuk membuat karya ilmiah dalam bentuk disertasi. Transliterasi ini ditulis dengan menggunakan pedoman transliterasi huruf Arab ke huruf Latin yang ditetapkan oleh Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta pada tahun 2017.

Konsonan

Kata Sandang

Tafsir Al-Qur'an dalam sudut pandang sufi merupakan khazanah kekayaan intelektual yang paling unik dibandingkan ulasan lainnya. Dalam penafsiran ini, Husein Nawawi mencoba mendialektisasi Al-Qur'an dengan tradisi tasawuf atau tasawuf. Tafsir Al-Qur'an dalam sudut pandang sufi merupakan khazanah kekayaan intelektual yang paling unik dibandingkan ulasan lainnya.

Quraisy Shihab, Landasan Al-Qur'an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Bermasyarakat, (Bandung: Penerbit Mizan, 2011), Cet. 11 Asep Nahrul Musadad, “Tafsir Sufistik dalam Tradisi Tafsir Al-Qur’an”, dalam Jurnal Farabi, Vol. Kata Agil Husin al-Munawar, Al-Qur'an Membangun Tradisi Ketakwaan Sejati, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), Cet.

Sebagaimana disebutkan oleh Adz-Dzahabî, penafsiran ini umumnya melampaui tujuan Al-Qur'an itu sendiri. Al-Qur'an.21 Tafsir ini merupakan turunan dari tasawuf 'amalî (mazhab yang berupaya mendekatkan diri kepada Allah)22. Demikian pula para penafsir tafsir ini menyatakan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an mempunyai dua makna, yakni makna tekstual (eksplisit) dan makna non tekstual (tersirat).

Pemahaman tekstual merupakan pemahaman pertama yang dapat ditangkap manusia ketika mencoba menafsirkan makna ayat-ayat Al-Qur’an. Beliau bersabda: “Siapa yang tidak menilai sesuatu dengan penafsiran Al-Qur’an yang kurang dan tergesa-gesa. Lalu apa sebenarnya tujuan para sufi menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan konsep tasawuf?

44 Islah Gusmian, “Tafsir Al-Qur’an di Indonesia: Sejarah dan Dinamikanya”, dalam Jurnal Nun, Vol. 47 Mujaddidul Islam dan Jalaluddin Akbar, Keajaiban Kitab Suci Al-Qur'an, (Surabaya: Delta Prima Press, 2010), Cet.

Identifikasi Masalah

Agaknya, Husein Nawawi menempatkan ilmu ma'rifat sebagai puncak dari segala ilmu sehingga dalam penafsirannya pembahasan tentang ma'rifat mendominasi penjelasan lainnya. Berdasarkan penafsiran unik tersebut, sebagaimana telah dijelaskan secara singkat di atas, penulis tertarik dan terdorong untuk melakukan penelitian akademis tentang Dimensi Sufi dalam Tafsir Jawâhir al-Ma'ânî Wa Ta'wîl asy-Syirbônî Fî Bayâni Sab'i al-Matsânî Muhammad Husein Karya Nawawi (analisis Tafsir Surah al-Fatihah). Menurut penulis, tafsir yang dilakukan oleh Husein Nawawi merupakan tafsir yang fenomenal, unik dan tentunya mempunyai ciri khas tersendiri dari tafsir ulama lainnya.

Selain itu tafsir Husein Nawawi tidak mudah dibaca dan dipahami karena bahasa yang diungkapkannya dalam tafsir Isyârî-nya sudah cukup maju, apalagi tafsir ini menjelaskan permasalahan tasawuf yang pastinya lebih sulit untuk dipahami, sehingga dalam hal ini rinci dan perlu pembacaan yang tepat.. Terjadi perdebatan yang mengarah pada keutamaan ma'rifat pada setiap tafsir yang muncul dari setiap ayat surat al-Fatih dalam tafsir ini. Ada kriteria yang mengakomodasi penafsiran esoteris dan eksoteris setiap ayat tanpa saling bertentangan.

Pembatasan dan Perumusan Masalah

Apa persamaan dan perbedaan tafsir sufi surat al-Fatih tafsir Jawâhir al-Ma‟ânî dengan tafsir sufi lainnya.

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai penelitian serupa dan sedikit banyak dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.

Tinjauan Pustaka

Tesis Muhammad Masyrofiqi Maulana tentang Tafsir Sufi Jawa Terhadap Surat Al-Fatih (Analisis dan Kajian Naskah Kiai Mustoj). 55 Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Ponogoro 2017. 54 Ahmad Syarofi, “Tafsir Sufi Surat al-Fatihah” dalam Tafsîr Taj al-Muslimîn dan Tafsîr al-Iklîl karya KH. 55 Muhammad Masyrofiqi Maulana, “Tafsir Sufi Jawa Terhadap Surat Al-Fatihah “Kajian Analitik dan Naskah Kiai Mustojo”, skripsi, (Ponogoro: Fakultas Ushuluddin, IAIN Ponogoro, 2017,), t.d.

Kajian Surah al-Fatihah dalam Tafsîr Faidh ar-Rahmân”, Skripsi, (Surakarta: Fakultas Ushuluddin, IAIN Surakarta, 2017,), t.d. Tesis Ahmad Taher tentang Tafsir Sufi Isyari an-Naisabûrî (Kajian Tafsîr Gharâib al-Qur‟ân Wa Raghâib al-Furqân) 57 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan. Tesis ini membahas tentang penafsiran tasawuf Hamka dan relevansi tasawuf Hamka dengan realitas kehidupan saat ini.

57 Ahmad Taher, “Tafsir Sufi Isyâri en-Naisabûri „Kajian Tefsîr Gharâib al-Qur‟ân Wa Raghâib al-Furqân”, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga, 20). Disertasi ini membahas tentang metodologi penafsiran al-Qusjairî dalam Lathâif al-Isyârât yang dipengaruhi oleh unsur emosi sufi. Disertasi ini membahas tentang penafsiran sufi al-Ghazâl yang memanfaatkan potensi intuitifnya untuk menyikapi tanda-tanda makna batin Al-Qur'an dalam kitabnya Ihâ 'Ulûm ad-Dîn.

Namun setelah mempelajari al-Ghazâlî, ternyata ia tidak hanya mengandalkan potensi intuitif manusia sebagai sumber ilmu dalam penafsirannya, namun sebelumnya ia terlebih dahulu menggunakan pendekatan tafsir bi al-Ma'tsûr kemudian menafsirkannya dengan menekankan aspek batin dari ayat-ayat Al-Qur’an dan penggunaan metode tahlili. Al-Qur'an mengacu pada prinsip-prinsip utama tasawuf moral seperti taubat, asketisme, tawakkal dan qana'ah. Majalah Wahyudi tentang Perbandingan Ta'wil Sufi Abû Hâmid al-Ghazâlî dan Ibnu 'Arabî Ayat Al-Qur'an 62 Institut Iman Islam Ma'arif Nahdhatul Ulama Metro Lampung Tahun 2018.

Teknik dan Sistematika Penulisan 1. Teknik Penelitian

Ketiga, pendekatan komparatif yaitu membandingkan hasil analisis tafsir tafsir sufi surat al-Fatihah Jawâhir al-Ma‟ânî karya Muhammad Husein Nawawi dengan tafsir sufi lainnya. Bab keempat membahas tentang dimensi sufi dalam tafsir Muhammad Husein Nawawi terhadap Jawâhir al-Ma'ânî Wa Ta'wîl asy-Syirbônî Fî Bayâni Sab'i al-Matsânî (Kajian Analisis Surat al-Fatih). Sementara itu Husein Nawawi dalam menjelaskan lafazh ar-Rahmân ar-Rahîm juga mengambil banyak pendapat dari para mufassir yang intinya semua dirangkum dalam makna bahwa ar-Rahmân adalah kasih sayang dan kelembutan Tuhan di dunia untuk kita.

Adapun pendapat Husain Nawawi tentang tafsir Alhamdulillahi Rabb al-Alamin, beliau menjelaskan hikmah meletakkan Alhamdulillahi Rabb al-Alamin pada permulaan al-Quran. Adapun pendapat Husain Nawawi tentang tafsir Maliki Yaum ad-Dîn, ketika menjelaskan bahawa sebab hijab makhluk terhadap Allah adalah kerana rasa pemilikan yang ada pada makhluk. Maka dengan ini terbukalah hijab (tudung atau penghalang) antara makhluk dengan Allah sehingga mereka dapat melihat keagungan dan Keesaan Allah. e) Sebelum mentafsirkan maksud ayat isyârah lima Surah al-Fatihah, Hussein Nawawi terlebih dahulu menjelaskan maksud ibadah yang terdapat dalam lafaz Na’budu.

Sedangkan pengertian Iyyâka Na'budu Wa Iyyâka Nasta'în, Husein Nawawi menjelaskan bahwa kata Na'budu dan Nasta'in. Sebab dalam diri manusia terdapat beberapa unsur yaitu; Unsur Tubuh, Unsur Hati, Unsur Roh dan Unsur Tuan. f) Dalam tafsir ayat keenam surat al-Fatihah yaitu Ihdina ash-Shirâth al-Mustaqîm, Husein Nawawi mengutip penjelasan dari tafsir Bahr al-Madîd dan tafsir 'Arâis al-Bayân. Pendapat Husein Nawawi dalam penafsiran ayat ini adalah ketika ia menjelaskan bahwa ayat lima dan enam surat al-Fatihah saling berkaitan maknanya satu sama lain.

Beliau menjelaskan bahawa makna Iyyâk Na'budu ialah menyatakan keesaan Tuhan, makna Iyyâk Nasta'în ialah menyatakan keperluan yang berterusan terhadap hamba Allah, dan makna Ihdin ash-Shirâth al-Mustaqîm ialah meminta. hidayah agar kita sentiasa beribadah kepada Allah, dan sentiasa memohon pertolongan agar sentiasa mendapat hidayah Allah. g) Dalam menjelaskan ayat ketujuh surah Al-Fatiha, Hussein Nawawi menjelaskan orang yang dirahmati Allah dalam ayat ini sebagai ahli hahrah. Kemudian, di akhir penjelasan ayat ketujuh dari Surah al-Fatihah, Husein Nawawi membuat pernyataan tentang orang-orang yang dianugerahkan Allah dengan nikmat Tuhan yang telah Dia berikan kepada mereka melalui cahaya inâyah, kepada rûhâniye mereka dengan atsâr. al-hidâyah, ke hati mereka dengan atsâr al-wilâyah, ke dalam badan mereka dengan taufîq dan ri'âyah, dan Allah menghalang gangguan syaitan daripada mereka dengan murâqabah dan kalâ'ah (renung). Mengenai hasil analisis perbandingan persamaan dan perbezaan tafsiran sufi Surah al-Fatiha yang terdapat dalam tafsir Jawâhir al-Ma'ânî Wa Ta'wîl asy-Syirbônî Fi Bayâni Sab'i al-Matsânî oleh Muhammad Husein. Nawawi dengan tafsiran sufi yang lain sangat pelbagai, .

Saran-Saran

El-Alusî, Ebû el-Fedhl Syihâb ed-Dîn Mahmûd, Rûh el-Ma'anî Fî Tefsîr el-Qur'an el-'Azhîm Wa es-Sab' el-Matsanî, Ber. El-Beqlî, Muhammed Şedreddîn Ruzbihan bin Ebî Neşr, Arâis al-Beyân Fî Heqâiq al-Qur'an, Ber. El-Xezalî, Ebû Hemîd Muhammed bin Muhammed, Cewahir el-Qur'an We ad-Durâruh, (Beyrût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1988.

Al-Ghazali, Muhammad, Al-Qur'an, Kitab Zaman Kita: Menerapkan Pesan Kitab Suci pada Konteks Saat Ini, trans. Arifin, Gus, dan Abu Fakih, Suhendri, Al-Qur'an Mahkota Cahaya, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010. Ash-Shiddiqi, Muhammad Hasbi, Ilmu Al-Qur'an Media utama dalam tafsir Al-Qur'ani - Al-Qur'an, Jakarta: Pustaka Rizki Putra, 2009.

At-Tusturi, Muhammad Sahl bin "Abdillâh bin Yunus bin "Ȋ sa bin "Abdullah Rafî", Tafsir al-Qur'ân al-'Adzim, Vol. Az-Zarqâni, Muhammad „Abd al-„Azhîm, Manâhil al-‘irfân Fî ‘Ulum al-Qur’ân, Vol. Az-Zarqâni, Muhammad „Abd al-Adzim, Manâhil al-‘Irfân Fî ‘Ulum al-Qur’ân, Vol.

Ibn “Arabî, Syekh al-Akbar Muhy ad-Dîn, Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm, Beiroet: Dâr al-‘Arabiyyah, 1387 H. -Qur’an al-’Adzîm, Jilid. Islam, Mujaddidul en Akbar, Jalaluddin, Keajaiban Kitab Suci Al-Qur'an, Surabaya: Delta Prima Press, 2010.

Shihab, Umar, Kontekstualitas Al-Qur'an Kajian Tematik Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur'an, Jakarta: Penamadani, 2005. Quraisy, Membumikan Fungsi Al-Qur'an dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Penerbit Mizan, 2011 .

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kitabnya tafsir al-Kasysy f, dalam menafsirkan surat al- Baqarah ayat : 48 beliau berkata bahwa syafa at itu tidak bisa diberikan kepada pelaku maksiat,

Seperti tafsir ب ىلإ dengan arti menunggu nikmat Tuhannya, dengan catatan huruf jar ىلإ adalah mufrâd (tunggal) dari jama إا ءاإ Penafsiran ini dianggap keluar

Bila dicermati dari contoh penafsiran di atas, disatu sisi menggambarkan betapa Al-Qurt } ubī banyak membahas persoalan hukum yang menjadikan tafsir ini masuk

Penafsiran Asy-Syawka>ni tentang kepemimpinan dalam tafsir Fat{h al- Qadi>r

Sedangkan al-T{abari> dalam tafsirnya mengemukakan bahwa, berkaitan dengan qira>’ah ganda pada lafadz ‚la>mastum‛ beliau memilih sikap untuk mentarjih

Apabila kita baca dan kaji kitab tafsir beliau, maka akan kita lihat metode tafsir beliau, yaitu bahwa jika menafsirkan suatu ayat dalam kitabullah,

Penulis mengkaji terkait penafsiran atas pengajian tafsir yang beliau laksanakan dan berfokus kepada surah at-Taubah serta ingin mengetahui metode, bentuk dan corak penafsiran

Al-Maraghi dalam kitab tafsirnya menjauhi riwayat Israiliyat dalam menjelaskan Al-Qur’an. al-Maraghi menegaskan bahwa salah satu kelemahan tafsir-tafsir terdahulu