• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB TAFSIR MAFĀTIH AL-GAIB KARYA AL-RĀZI

N/A
N/A
Izam Azmy Reall

Academic year: 2023

Membagikan "STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB TAFSIR MAFĀTIH AL-GAIB KARYA AL-RĀZI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB TAFSIR MAFĀTIH AL-GAIB KARYA AL-RĀZI

Oleh: Baikuni Aziz Nurul Lisam

Sekolah Tinggi Ilmu Ushuludin Darussalam

Abstrak

Imam Fakhr al-Din al-Rāzi adalah seorang ulama‟ besar yang terkenal, beliau menulis kitab tafsir yaitu tafsir mafātih al-Gaib. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui latar belakang, karakteristik, metode dan corak dari tafsir mafātih al-Gaib. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa latar belakang penulisan kitab tafsir mafātih al-Gaib ini ditulis oleh al-Rāzi sebagai tanggapan terhadap tafsir ideologi karangan Zamakhsyari (tafsir al-Kasysyaf), al-Rāzi menulis tafsir ini untuk mempertahankan dan membenarkan aliranya (mazhab syafi‟i). Salah satu karakteristik dari tafsir iimajiner dalam menjelaskan ayat atau hal yang penting dan sering dislahpahami. Tafsir ini menggunakan metode tahili juga muqaran, dilihat dari penafsiranya yang mengikuti tertib ustmani juga banyaknya pendapat ulama dan mufassir yang dicantumkan oleh al-Rāzi dalam penafsiranya.

Dilihat dari banyak dan meluasnya keterangan ilmiah dan filosofis al-Rāzi dalam tafsiranya menjadikan tafsir ini bercorak tafsir ilmy fiqh dan juga falsafi. Hal ini juga disebabkan oleh al-Rāzi sendiri yang menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan.

Kata Kunci: Kritik tafsir, Mafātih al-Gaib PENDAHULUAN

Metode penafsiran Al-Qur'an secara garis besar terbagi menjadi empat macam, yaitu metode tahlili, maudhu'i, muqaran dan ijmaly. Dari dulu sampai sekarang, keempat metode ini telah mewarnai setiap kitab tafsir, metode tafsir tahlili merupakan metode eksposisi yang paling tua. Mufassir klasik menyusun kitab tafsir dengan menggunakan metoode ini. Mereka memaknai bait-bait Al- Qur'an secara keseluruhan sesuai dengan permintaan dalam Gubahan Utsmaniyah dan semua sudut di dalamnya, baik yang menyangkut kata, asbab al-nuzul, munasabah maupun hal-hal yang berkaitan dengan teks atau substansi ayat.

(2)

2

Selain metode-metode tersebut, penafsiran juga memiliki beberapa sumber, pada dasarnya ada tiga sumber penafsiran, yaitu al-ma'tsur, al-ra'yi dan al-isyariy. Bisa dikatakan bahwa semua kitab tafsir yang disusun oleh para ulama klasik adalah kitab tafsir al-Ma'tsur. Namun, setelah peningkatan informasi, para ulama telah mendominasi berbagai disiplin ilmu logika, sehingga mereka mengumpulkan kitab tafsir dengan lebih menekankan pada ra'yu dan dinaungi oleh landasan pengajarannya.

Sampai saat ini telah banyak penafsiranan yang dimulai dari sumber al- ra'yu, salah satunya adalah kitab tafsir yang muncul dengan gaya al-ra'yu yang juga dinaungi oleh berbagai ilmu, ialah tafsir Mafâtih al-Ghaib atau tafsir al- Kabir. Kitab ini disusun oleh seorang mufassir yang sangat rasional dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan, baik agama maupun umum, misalnya kalam, ushul fiqih, kosmologi, ilmu peramal dan agronomi. Ilmu-ilmu tersebut sangat mempengaruhinya dalam mengartikan bait-bait Alquran. Kitab ini merupakan sebuah paham yang mengandung banyak sekali informasi pengetahuan sehingga beberapa ulama‟ berkomentar bahwa kitab ini telah kehilangan maknanya sebagai sebuah kitab tafsir. Untuk melihat lebih dalam tentang kitab ini, tulisan ini mengkajinya dengan menganalisis latar belakang, karakteristik, corak dan metode dari kitab tafsir Mafātih al-Gaib ini

PEMBAHASAN Biografi al-Rāzi

Fakruddin al-Rāzi adalah seorang ulama besar. Nama lengkap beliau adalah Abu „Abdillah Muhammad bin „Umar bin al- Husain bin al-Hasan bin „Ali al-Taimy al-Bakri al-Tabrastani al-Rāzi,1 Beliau juga biasa dipanggil dengan beberapa nama, seperti Imam, Fakhruddin, al-Rāzi dan Syakh al-Islam. Beliau memiliki beberapa gelar, diantaranya Abu Abdullah, Abu Fadhal dan Ibnu Khatib al-Rayy . Beliau dilahirkan di Rayy nama sebuah kota kecil di Iran pada tanggal 25 Ramadhan 544 H bertepatan 1149 M. pada masa itu kawasan tempat ia

1 Fakhruddin al-Rāzi, Tafsir al-Fakhr al-Rāzi al-Musytahir bi al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib (Beirut: Dar al-Fakr, 1981), 3.

(3)

3

bermukim sebagian besar berada dibawah kekuasaan kesultanan Khawarizam syasiah dan sebagian lagi dibawah kekuasaan kesultanan Guriah.2

Di masa kecilnya, al-Rāzi adalah seorang yang biasa dikenal sebagai orang yang giat mencari ilmu dan selalu melakukan perjalanan ilmiah ke berbagai tempat terkenal, seperti Khawarizm, Khurasan dan Mesir untuk belajar dengan para ulama. Selain sebagai seorang mufassir terkemuka pada masanya, Imam Fakhruddin al-Rāzi juga disebut sebagai ulama yang menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, baik ilmu umum maupun ilmu agama, misalnya bidang ushuluddin, fiqh, ilmu al-Lughah, ahli teolog (kalam) dari mazhab ahl al-sunnah, ilmu sastra, filsafat, tasawuf, kedokteran, tasawuf, pengobatan, berhitung, ilmu fisika, kosmologi, dan lainya.3

Selama menempuh pendidikan mula-mula al-Rāzi belajar kepada ayahnya sendiri D}iya’uddin ‘Umar, adalah salah seorang ulama madzhab Syafi’i sekaligus ulama dalam ilmu kalam dari mazhab Asy’ariyah yang merupakan tokoh ulama sekaligus pemikir yang sangat dikagumi ilmu keIslamannya, terutama berkenaan dengan ilmu fiqih dan ushul fiqih, sampai ayahnya wafat. Adapun dalam bidang filsafat, al-Rāzi menimba ilmu kepada Muhammad al-Baghawi dan Majdin al- Jilli. Sedangkan untuk ilmu kalam, al-Rāzi berguru kepada Kamaluddin al- Samani.4

Dari latar belakang keluarga dan proses pendidikannya, Fakhruddin al-Rāzi dapat digolongkan sebagai tokoh ahl al-Sunnah wal Jamaah yang fanatik. Hal demikian dapat dilihat dari produk pemikiran-pemikirannya yang cendrung memberi justifikasi kepada aliran ahl al-Sunnah wal Jamaah dan bahkan tidak jarang secara apologis al-Rāzi membela ajaran aliran ahl al- Sunnah wal Jamaah.

Dalam bidang fiqih, al-Rāzi juga dikenal sebagai ulama yang gigih

2 IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambaran, 1992), 809.

3 Fakhruddin al-Rāzi, Roh Itu Misterius, (terj. Muhammad Abdul Qadir al Kat, Jakarta:

Cendekia 2001), 18.

4 Muhammad Husain al-Żahabi, al-Tafsīr wal Mufassirūn, Jilid 1, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1424), 206.

(4)

4

mengembangkan dan mempertahankan pemikiran ahl al- Sunnah wal Jamaah yang dikembangkan oleh Abu Hasan al-Ash’ari. Dan dalam bidang tasawuf beliau juga dikenal sebagai pengikut al-Ghazali.

Al-Rāzi wafat Pada tahun 606 H/ 1209 M, Menurut beberapa sumber, yang menjadi penyebab dari meninggalnya adalah dipicu oleh perbedaan aqidah antara beliau dengan aliran Kiramiyah yang berakhir dengan perselisihan diantara keduanya. hal itu disebabkan al-Rāzi banyak melemahkan argumen-argumen kaum Kiramiyah, sehingga sikap kebencian tersebut sampai pada rencana pembunuhan terhadap al-Rāzi. Dan pada akhirnya dari pihak Kiramiyah berhasil meracuni beliau hingga menyebabkan datangnya ajal.5

Di antara karya-karya beliau adalah:

1. Kitab tafsir al-Qur‟an al-Kabir atau Tafsir Mafātih al-Gaib 2. Asrar at-Tanzil w Anwar at-Ta‟wil.

3. Kitab Ihkam Ahkam

4. Kitab al-Mahshal fi Ushul al-Fiqh 5. Al-Burhan fi Qira‟ah al-Qur‟an

6. Durrah at-Tanzil wa Ghurrah at-Ta‟wil fi al-Ayat al-Mutasyabihat.

7. Kitab Syarh al-Isyarat wa at-Tanbihat li Ibn Sina 8. Ibthal al-Qiyas

9. Syarh al-Qanun li Ibn Sina

10. Al-Bayan wa al-Burhan fi Radd „ala Ahl az-Ziyagh wa at-Thughyan 11. Ta‟jiz al-Falasifah,

12. Risalah al-Jauhar

5 Muhammad Husain al-Żahabi, al-Tafsīr wal Mufassirūn, 206.

(5)

5 13. Risalah al-Huduts

14. Al-Milal wa an-Nihal

15. Muhassal Afkar al-Mutaqaddimin wa al-Mutaakhirin min al-Hukama wa al- Mutakallimin fi Ilm al-Kalam.

16. Kitab Syarh al-Kitab al-Mufassal li az-Zamakhsyari.6 Latar belakang penulisan tafsir Mafātih al-Gaib

Fakhruddin al-Rāzi hidup pada tahun keenam Hijriyyah. Masa ini adalah masa kesempitan dalam kehidupan umat muslim, baik dalam hal politik, sosial, keilmuan dan akidah. Dan di Ray sendiri ada tiga golongan, yaitu Syafi‟iyah, Ahnafi, dan Syi‟ah. Dan muncul pula banyak golongan kalam dan perdebatan- perdebatannya, diantaranya yaitu golongan Syi‟ah, Mu‟tazilah, Murjiah, Bathiniyah dan Kurrasiyah.7 Kemudian, Fakhruddin al-Rāzi yang ahli dalam berbagai bidang keilmuan, menulis kitab tafsir ini dengan berjumlah 8 jilid besar.8 Al-Razi yang bermazhab Syafi‟i dalam penulisan kitab tafsirnya beliau selalu membantah Mu‟tazilah ketika ada kesempatan atau celah. Tafsir ini ditulis oleh Fakhruddin al-Rāzi sebagai tanggapan terhadap tafsir ideologi karangan Zamakhsyari (Kitab Tafsir al-Kasysyaf). Dimana Fakhruddin al-Rāzi yang beraliran Asy‟ariyah berusaha mempertahankan alirannya (mazhab Syafi‟i) dan mencari-cari jalan untuk membenarkannya.9 Namun menurut sebagian ulama, seluru kandungan kitab tafsir al-Kabīr al-Musammā mafātih al-Gaib, itu bukanlah karya otentik dari imām al-Rāzi yang utuh, karena ia belum sempat menuntaskan penafsiran 30 juz dari ayat-ayat Al-Quran, seputar hal ini, terdapat beberapa ulama yang menyebutkan tentang batasan penafsiran ayat Al-Qur‟an yang diselesaikan oleh imām al-Rāzi sendiri. Ada yang mengatakan imām al-Rāzi hanya menyelesaikan tafsirnya sampai surah al-Anbiyā. Pendapat kedua

6 Manna‟ al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur‟an, (Kairo: Maktabah Wahbah, t.th.), 375.

7 Fakhruddin al-Rāzi, Tafsir al-Fakhr ar-Razi..., 4.

8 Muhammad Husain al-Żahabi, al-Tafsīr wal Mufassirūn, 249.

9 Hasbi al-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur'an/Tafsir, (Semarang:Pustaka Rizki Putra, 2009), 253.

(6)

6

mengatakan bahwa ar-Rāzi menyelesaikan tafsirnya hingga surah al-Wāqiah, ada juga yang mengatakan bahwa al-Rāzi telah menyelesaikan tafsirnya hingga surah al-Bayyinah, dengan alasan beliau pernah mengutip ayat 5 dari surah al- Bayyinah. Kemudian tafsirnya dilanjutkan oleh Syihāb al-Dīn al-Huwai. al-Huwai tidak mencapai titik final dan dilanjutkan oleh al-Qamulī.10

Karakteristik tafsir Mafātih al-Gaib

Secara utuh kitab ini berisikan tafsir ayat-ayat al-qur‟an menurut tartib mushaf ‟usmani.11

Muhammad Husain Al-Żahabi mengatakan bahwa kitab tafsir yang di tulis oleh fakhruddin al-Rāzi sangat diapresiasi oleh ulama, karena kitab tersebut memeiliki ciri has tersendiri yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab tafsir yang lainnya yakni berupa pembahasan yang luas dari berbagai ilmu pengetahuan.

Meski tidak tertulis jelas dalam beberapa literatur namun jika dikaji karakteristik kitab tafsir ini dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut ;

1. Sistematika penulisan

Adapun sistematika penulisan Tafsir al-Rāzi, yaitu menyebut nama surat, tempat turunnya, bilangan ayatnya, perkataan-perkataan yang terdapat didalamnya, kemudian menyebut satu atau beberapa ayat, lalu mengulas munasabah antara satu ayat dengan ayat sesudahnya, Namun al- Rāzi tidak hanya munasabah antara ayat saja, ia juga menyebut munasabah antara surah.

Setelah itu al-Rāzi mulai menjelaskan masalah dan jumlah masalah tersebut, misalnya ia mengatakan bahwa dalam sebuah ayat al-Qur’an terdapat beberapa yang jumlahnya mencapai sepuluh atau lebih. Lalu menjelaskan masalah tersebut dari sisi nahwunya, ushul, sabab al-nuzul, dan perbedaan qirā‟at dan lain sebagainya. Kemudian barulah ia menafsirkan ayat disertai argumentasi ilmiahnya dibidang ilmu pengetahuan, filsafat, ilmu alam maupun yang lainnya.

10 Muhammad Husain al-Żahabi, al-Tafsīr wal Mufassirūn, 292.

11 Muhammad Husain al-Żahabi, al-Tafsīr wal Mufassirūn, 207.

(7)

7 2. Menggunakan dialog imajiner

Dalam beberapa kesempatan, al-Rāzi seringkali menggunakan dialog untuk beberapa pembahasan yang dianggap penting dan sering terjadi kesalahpahaman atau pembahasan yang perlu pendalaman lebih lanjut. Seperti dalam tafsirnya mengenai QS. Ali „Imran: 5.

ه : ليق ىإف ف { هلىق يف ةدئافلا ا

غلبأ ىام قلطأ ىل هًأ عه }ءاوسلا يف لاو ضزلأا ي : اٌلق .

ولا اره نهوهفو ، هولع لاوم دابعلا ماهفإ للرب ضسغلا يىقأ ضزلأاو ثاىوسلا سمذ دٌع ًٌع

،

زع للها نلع توظع تفسعه ًلع لقعلا ييعيف ّ ضزلأاو ثاىوسلا توظع يسي سحلا ىلأ للذو ته سحلاو ، ّ لجو يًاعولا ىإف للرلو ، لومأ كازدلإاو نتأ نهفلا ىام بىلطولا ًلع لقعلا ىاعأ ً

نهفلا ًلع ييعي لاثولا ىإف ، لاثه اهل سمذ اهحاضيإ ديزُأ اذإ تقيقدلا .

“Lalu jika ada yang bertanya: “Apa faidah firman Allah fi al-ardhi wa lā fi al-samā sedangkan andai saja menggunakan bentuk mutlak tentu akan lebih terasa nilai balaghah-nya”. Kami menjawab:

maksud dari hal itu adalah untuk memberikan pemahaman kepada hamba-Nya akan kesempurnaan ilmu-Nya. Pemahaman mereka mengenai hal ini ketika disebutkan langit dan bumi itu lebih kuat, sebab panca indera melihat keagungan langit dan bumi, maka akal menentukan adanya pengetahuan mengenai keagungan ilmu Allah, dan panca indera ketika dibantu oleh akal untuk memahaminya, pemahamannya itu lebih sempurna. Oleh karena itu, makna-makna yang mendalam jika ingin dijelaskan, maka sebutkan contoh- contohnya, sebab contoh-contoh akan membantu dalam memahami.”

3. Penafsiran ayat yang bermuatan teologis-filosofis dengan kalam Asya‟ari dan yang bermuatan fiqh menggunakan Syafi‟i.

Contoh pada pembahasan Surah Thâhâ: 5 yang menjelaskan tentang pengetahuan aqidah dengan muatan „Asy‟ari.

“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy.”

Dalam ayat ini, al-Rāzi menolak untuk memahami ayat ini secara tekstual.

Karena jika ayat tersebut difahami secara tekstual sesuai teks lafazhnya, yakni al-Rahman bersemayam atau duduk di atas „Arsy, maka akan sangat bertentangan dengan doktrin Asy‟ariyah.12

Sedangkan contoh yang bermuatan fiqh Asy‟ari akan penulis paparkan pada analisis di contoh penafsiran.

12 Tatan Setiawan, Analisis Manhaj Khusus Dalam Tafsir Mafātih al-Gaib Karya al- Rāzi,Jurnal Iman dan Spritual UIN sunan gunung djati , Vol 2, 2021, 52.

(8)

8 Metode dan corak tafsir Mafātih al-Gaib

Fakhruddin al-Rāzi ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an seperti dalam tafsirnya, tidak menggunakan satu metode penafsiran melainkan memakai berbagai ragam metode penafsiran. Hal ini dapat di buktikan dari luasnya pembahasan dan cakupan isi yang terdapat dalam tafsirnya. Misalkan menafsirkan satu masalah atau satu ayat saja, maka al-Rāzi menguraikan secara luas dan beragam metode yang di gunakan.13

Secara umum metode tafsir yang di gunakan oleh al-Rāzi dalam kitab tafsir Mafātih al-Gaib adalah:14

1. Dilihat dari segi pendekatan dan sumbernya kitab tafsir Mafātih al-Gaib menggunakan pendekatan tafsir bi al-ra‟yi (logika).15 Dibuktikan dengan cara penafsiran dan argumentasi yang di gunakan dalam menjelskan ayat al-Qur‟an yang banyak menggunakan dalil-dalil aqliyah (alasan rasional).16

2. Dilhat dari corak penafsirannya, kitab tafsir Mafātih al-Gaib mengandung beberapa corak, yatu corak tafsir ilmi, falsafi, adabi wa al-ijma. Dengan rincian:

a. Corak tafsir ilmi ini dapat dilihat dari banyaknya terori pengetahuan yang digunakan al-Rāzi untuk mendukung argumentasinya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an.

b. Corak falsafi, dibuktikan dari banyaknya al-Rāzi mengemukakan pendapat ahli filsafat dan ahi hikmah.

c. Corak tafsir adabi dibuktikan dengaan banyaknya al-Rāzi menggunakan analisis-analisis kebahasaan dalam menjelaskan dan

13 M. Hasbi al-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu.., 188.

14 Abd al-Jawwad Khalaf, Madkhal ila al- Tafsir wa „Ulum al - Qur‟an (Kairo: Dar al- Bayan al- „Arabi, Tanpa Tahun), 140 -141.

15 Al-Shobuni, Pengantar Study al-Quran, Terj. Muhammad Umar dan Muhammad Masna HS, (Bandung: al- Ma‟arif, 1987), 227.

16 M. Hasbi al- Shiddieqy, Pengantar Ilmu al- Quran dan Tafsir,( Jakarta, Bulan Bintang, 1989), 205.

(9)

9

menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, terutama dalam aspek balaghahnya.17

3. Dilihat dari metode atau model penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an maka kitab tafsir Mafātih al-Gaib menggunakan metode tahlili dan metode moqarran, dengan rincian:

a. Digunakan metode tafsir tahlili dapat dilihat dari urutan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an.

b. Digunakan metode tafsir moqarran dapat dilihat dari banyaknya perbandingan pendapat ulama dalam menafsirkan ayat-ayat al- Qur‟an, terutama dalam membahas tetntang hukum fiqh al-Rāzi memaparkan dialog fiqhiyah yang memuat beberapa pendapat para fuqaha‟, seperti contoh berikut:18

Itulah gambaran secara global berbagai ragam yang di gunakan oleh Fahruddin al-Rāzi dalam kitab tafsir Mafātih al-Gaib. Keragaman metode yang banyak di gunakan tersebut menandakan begitu komulatifnya keilmuan yang di miliki al-Rāzi. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-qur‟an al-Rāzi menggunakan kombinasi dari beragam metode dan mencurahkan semua kemampuannya dalam penjelasannya sehingga dimungkinkan mendapatkan kongklusi yang sempurna.

Kelebihan dan kekurangan tafsir Mafātih al-Gaib 1. Kelebihan tafsir Mafātih al-Gaib

17 W. Montgo Mery Watt, Pengantar Studi Islam, Terj. Taufik Adnan Amal, (Jakarta:

Rajawali Press, 1991), 267.

18Fakhruddin al-Rāzi, Tafsir al-Fakhr ar-Razi...,jilid 2, 86.

(10)

10

a. Menggunnakan munasabah surah surah al-Qur‟an dan ayat-ayatnya sehinggaa di jelaskan hikmah-hikmah yang terdapat dalam urutan al-Qur‟an dengan ayat dengan keilmuan yang berkembang.

b. Menggunakan banyak pendapat para ahli, baik ahli filsafat, ilmu kalam, fiqh, dan lain-lain.

c. Menyebutkan semua mazhab fuqaha‟ ketika menafsirkan ayat-ayat hukum, akan tetapi lebih cendrung pada mazhab syafi‟i sebagai pegangannya.19

d. Menambahkan penjelasan tentang ilmu ushul fiqh, blaghah, nahwu, dan lainnya meskipun tidak begitu luas.

e. Keteguhan dalam membela ahl al-sunnah dan menentang mu‟tazilah.

f. Memberikan kepuasan kepada pengkaji karena penjelasanya yang rasional.20

2. Kekurangan tafsir Mafātih al-Gaib

a. dalam tafsir Mafātih al-Gaib terlalu banyak mengutip hal-hal yang tidak berkaitan dengan penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an, begitu juga yang di kemukakan oleh Abu Hayyan bahwa dalam tafsir Mafātih al-Gaib terlalu banyak mendominasi penjelasan yang tidak berkaitan dengan penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an.21

b. Manna‟ al-Qaththan mengatakan bahwa ilmu akal lebih mendominasi kitab tafsir Mafātih al-Gaib. Sehingga dikatakan telah keluar dari makna al-Qur‟an dan ruh ayat-ayatnya.22

c. Pengarang kasyf al-zhunun mengatakan,” al-Rāzi memenuhi kitab tafsirnya dengan ucapan para filosof dan kata-kata mutiara, keluar

19 Muhammad Husain al-Żahabi, al-Tafsīr wal Mufassirūn, 210.

20 Ibid .., 210

21 Ibid .., 210

22 Manna‟ al -Qaththan, Mabahits fi „Ulum al - Qur‟an (Maktabah Wahab tanpa tahun),375.

(11)

11

dari sesutu ke sesuatu yang lain sehingga membuat pengkaji heran.23

d. al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani menukil kitab al-iksir Fi ilmi al- Tafsir bahwa banyak kekurangan yang ditemukan dalam kitab tafsir Mafātih al-Gaib.24

Contoh penafsiran

Firman Allah QS. Al-Mā‟idah ; 6





























































































































”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.25

23 Muhammad Husain al-Żahabi, al-Tafsīr wal Mufassirūn, 210.

24 Muhammad Husain al-Żahabi, al-Tafsīr wal Mufassirūn, 209.

25 Al-Qur‟an, Surah al-Mā‟idah ayat 6.

(12)

12 Penafsiranya;

Dari tafsiranya dapat dilihat bahwa dalam beberapa penafsiranya al-Rāzi mengawali tafsiranya dengan membuat perumpaan semacam dialog yang digunakan untuk merasionalkan isi ayat yang akan ditafsirknya, seperti halnya ayat perintah whudu pada ayat di atas tersebut. dalam ayat ini beliau memaparkan terlebih dahulu statmen bahwa Allah telah menunaikan haq rububiyahnya sehingga mengharuskan seorang hamba untuk juga memenuhi hak Allah dengan menunaikan shalat, dimana shalat sendiri tidak dapat didirikan tanpa bersuci atau berwhudu. Sehingga penafsiran seperti ini lebih membangun kesadaran seorang hamba mengapa ia harus melaksanakan perintah whudu.

Keterang seperti itu sebenarnya merupakan dampak dari kejelian al-Rāzi dalam melakukan munasabah antar ayat, karena pada ayat pertama surah ini memang berisikan perintah menunaikan perjanjian yang kemudian al-Rāzi gunakan sebagai keterangan untuk merasionalkan tafsir pada ayat ke enam yang berisikan perintah whudu ini, dalam artian al-Rāzi menguraikan munasabah antara

(13)

13

ayat pertama dan ayat ke enam dari surah al-Mā‟idah ini. Dan ini juga merupakan sebuah bukti bahwa dalam menafsirkan al-qur‟an al-Rāzi juga sangat memperhatiakan aspek munasabahnya.

Dalam tafsirannya al-Rāzi menguraikan keluasan penjelasanya menjadi beberapa masalah, termasuk pada penafsiran ayat ini, dan pada masalah yang kelima dari penjelasan tafsir ayat ini al-Rāzi menampakkan kecondongan tafsirnya yang bermuatan fiqh Syafi‟i.

Sebagai contoh bahwa tafsir al-Rāzi memuat kecenderungan pada fiqh syafi‟i dapat dilihat ketika al-Rāzi menafsirkan ayat tentang wudhu di atas, ia pertama mengelaborasi pendapat imam Syafi‟i yang menyatakan bahwa niat dalam wudhu merupakan syarat sah dari wudhu, hal tersebut dijelaskan oleh ayat tersebut. Ia kemudian menjelaskan secara rinci bagaimana pengambilan hukum dan penarikan kesimpulan imam Syafi‟i mengenai hal itu. Lalu, al-Rāzi membandingkan pendapat imam Syafi‟i dengan imam Abu Hanifah yang menyebut bahwa niat dalam wudhu bukan merupakan syarat sah wudhu karena tidak ada dalam nashnya secara tegas, hal itu adalah menambah hal baru dalam nash, sedangkan penambahan hal baru dalam nash adalah naskh. al-Rāzi memberi jawaban langsung mengenai hal itu, bahwa kesimpulan niat merupakan syarat sah dalam wudhu berdasarkan dalil al-Quran. Berikut teks aslinya:

(14)

14

Dari teks ini, kita melihat kecenderungan yang dimiliki oleh al-Rāzi kepada madzhab Syafi‟i dengan mendukung pendapat-pendapat madzhab Syafi‟i dan memberikan jawaban atas madzhab lain.26

Secara keseluruhan tafsir ini memiliki penjelasan yang sangat meluas dan melebar terutama dalam ilmu teologi dan juga fiqh, keluasanya dalam membahas fiqh menjadikan tafsir ini membuat pembaca merasakan seakan-akan sedang membaca kitab fiqh bukan membaca tafsir sehingga benar apa yang dikatakan oleh beberapa komentar ulama mengenai kitab ini, bahwasanya kitab ini lebih berbentuk ensklopedia daripada kitab tafsir.

26 Tatan Setiawan, Analisis Manhaj Khusus .... 53.

(15)

15 PENUTUP

Kesimpulan

Dari berbagai pemahaman di atas penulis menyimpulkan berapa poin sesuai dengan sub-bab dalam tulisan ini sebagai berikut:

1. latar belakang tafsir Mafātih al-Gaib, tafsir ini ditulis oleh Fakhruddin al- Razi sebagai tanggapan terhadap tafsir ideologi karangan Zamakhsyari (Kitab Tafsir al-Kasysyaf). Dimana Fakhruddin al-Razi yang beraliran Asy‟ariyah berusaha mempertahankan alirannya (mazhab Syafi‟i) dan mencari-cari jalan untuk membenarkannya.

2. Karakteristik tafsir Mafātih al-Gaib, tafsir ini Menggunakan dialog imaginer dalam penafsiranya ketika menerangkan ayat yang penting dan sering disalahpahimi, juga salas satu karakteristik ini memiliki muatan fiqih syafi‟i yang kuat.

3. Metode tafsir Mafātih al-Gaib, tafsir ini menggunakan metode tahlili dan muqaran, dapat dilihat dari penafsiranya yang mengikuti tertib usmani dan banyaknya pendapat yang dicantumkan oleh al-Rāzi dalam penafsiranya.

4. Corak tafsir bi al-ra‟yi bercorak tafsir ilmi, falsafi dan adabi wa al-ijma.

Dengan metode tahlili dan moqarran.

5. Kelebihan tafsir Mafātih al-Gaib, tafsir menganung bebrapa corak seperti cora tafsir ilmy, falsafy dan fiqh, hal ini disebabkan luasnya keterangan ilmiah dan filosofis yang dicantumkan oleh al-Rāzi dalam penafsiranya, juga banyaknya mengutip dan menjelaskan ilmu fiqh sehingga corak tafsir bermuatan fiqh juga sangat kental dalam tafsir ini.

(16)

16 DAFTAR PUSTAKA

IAIN Syarif Hidayatullah.1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambaran.

Khalaf Abd al-Jawwad. Madkhal ila al- Tafsir wa „Ulum al - Qur‟an. Kairo: Dar al-Bayan al- „Arabi.

Mery Watt, W. Montgo. 1991. Pengantar Studi Islam, Terj. Taufik Adnan Amal.

Jakarta: Rajawali Press.

Razi (al), Fakhruddin. 1981. Tafsir al-Fakhr ar-Razi al-Musytahir bi at-Tafsir al- Kabir wa Mafatih al-Ghaib. Beirut: Dar al-Fakr.

Razi (al), Fakhruddin. 2001. Roh Itu Misterius, terj. Muhammad Abdul Qadir al Kat. Jakarta: Cendekia.

Setiawan, Tatan. 2021. Analisis Manhaj Khusus Dalam Tafsir Mafātih al-Gaib Karya Al-Razy, Jurnal Iman dan Spritual UIN sunan gunung djati. Vol 2.

Shiddieqy (al), M. Hasbi. 2009. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Shobuni (al). 1987. Pengantar Study al-Quran, Terj. Muhammad Umar dan Muhammad Masna HS. Bandung: al- Ma’arif.

Qattan (al), Manna‟. Mabahits fi Ulum al-Qur‟an. Kairo: Maktabah Wahbah.

Zahabi (al), Muhammad Husain.1424. Tafsir wa al- Mufassirun. Kairo: Maktabah Wahbah.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam istilah para ulama, tafsir maudhu’i adalah suatu metode menafsirkan Al-Qur’an dengan menghimpun ayat-ayat, baik dari suatu surat maupun beberapa

Quraish Shihab, adalah satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk- petunjuk ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha

38 Al-Mizan adalah kata yang dipakai sebagai judul dari tafsir ini.Dipergunakannya term ini karena dalam tafsir ini banyak memuat pendapat para ulama

Artinya : Tafsir bi al- ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipan yang shahih menurut urutannya, yaitu menafsirkan al-Qur`an dengan al-Qur`an atau dengan

Quraish Shihab, adalah satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk- petunjuk ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha

Maka pada tesis ini penulis akan membahas tentang riwayat dan pendapat yang digunakan oleh Asy-Syaukȃnȋ dalam tafsir Fath al-Qadȋrdan penafsiran Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir

Bab IV membahas tentang pokok kajian yaitu penafsiran mengenai kajian inti yang dibahas yaitu ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan tabarruj dalam tafsir Al-Ibriz dan Al-Misbah,

Tafsir al-Iklil fi Ma'ani al-Tanzil karya Misbah Mustafa menafsirkan Surah al-Naml ayat 16 dengan riwayat bahwa ada burung merpati dan katak yang berdoa kepada Allah, pada Surah al-Naml ayat 44 menceritakan kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Bilqis dengan riwayat Israiliyat yang bertentangan dengan hukum Islam, ketika menafsirkan kata