• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BARONANG (Siganus guttatus Bloch 1787) DI KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA WIDIANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BARONANG (Siganus guttatus Bloch 1787) DI KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA WIDIANA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BIOLOGI REPRODUKSI

IKAN BARONANG (Siganus guttatus Bloch 1787)

DI KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

WIDIANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biologi Reproduksi Ikan Baronang (Siganusguttatus Bloch 1787) di Kepulauan Seribu, Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2015

Widiana

(4)

ABSTRAK

WIDIANA. Biologi Reproduksi Ikan Baronang (Siganus guttatus Bloch 1787) di Kepulauan Seribu, Jakarta. Dibimbing oleh ISDRADJAD SETYOBUDIANDI dan RIDWAN AFFANDI.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji aspek biologi reproduksi ikan baronang, yang mencakup nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, tipe pemijahan, musim pemijahan, dan potensi reproduksi. Penelitian ini dilakukan sebanyak lima kali pengambilan contoh, yakni pada bulan November hingga Desember 2014 dan April hingga Juni 2015 di Kepulauan Seribu. Total ikan contoh yang diamati sebanyak 210 ekor, terdiri atas 64 ekor ikan betina dan 146 ekor ikan jantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nisbah kelamin ikan baronang tidak seimbang, pola pertumbuhan isometrik, rata-rata potensi reproduksi ikan baronang 96 000 butir, dan tipe pemijahan bersifat total spawning.

Kata kunci: pengelolaan,reproduksi, Siganus guttatus.

ABSTRACT

WIDIANA. Reproduction biology of Rabbitfish (Siganus guttatus Bloch 1787) in Seribu Islands, Jakarta. Supervised by ISDRADJAD SETYOBUDIANDI and RIDWAN AFFANDI.

This study examine aspects of the reproductive biology of rabbitfish, included sex ratio, maturity level of gonads, spawning seasonal and type, and potential reproduction. The observation was five times the sampling, namely in November and Desember 2014 and April to Juni 2015 in Seribu Islands. The total number of observed fish were 210 fish, they were 164 male and 64 female. The results showed that the sex ratio of rabbitfish unbalanced, isometric growth pattern, the average reproductive potential of rabbitfish 96 000 eggs, and total spawning is type spawning.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

BIOLOGI REPRODUKSI

IKAN BARONANG (Siganus guttatus Bloch 1787)

DI KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

WIDIANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Biologi Reproduksi Ikan Baronang (Siganus guttatus Bloch 1787) di Kepulauan Seribu, Jakarta” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Sumberdaya Perairan, Fakutas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1 Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

2 Beasiswa Bidikmisi yang telah memberikan bantuan dana selama perkuliahan.

3 Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) 2015.

4 Dr Ir Luky Adrianto, selaku pembimbing akademik yang telah memberi saran selama perkuliahan.

5 Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc. dan Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, saran, arahan serta bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6 Ir Zairion MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7 Kedua orang tua beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan. 8 Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan

Laboratorium Biologi Makro.

9 Seluruh tim penelitian di Kepulauan Seribu, keluarga Pak Somad, teman-teman MSP 48, kak Mifta, bang Tejo, teman-teman-teman-teman APD atas semangat, dukungan, dan bantuannya.

Semoga skripsi ini bermanfaat

Bogor, September 2015

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Pembahasan 14

KESIMPULAN DAN SARAN 16

Kesimpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 19

(9)

DAFTAR TABEL

1 Penentuan tingkat kematangan gonad berdasarkan klasifikasi Cassie 3

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi pengambilan contoh Kepulauan Seribu 3

2 Ikan baronang (Siganusguttatus) 7

3 Sebaran ukuran panjang S. guttatus 7

4 Hubungan panjang dan bobot S. guttatus betina (A) dan jantan (B) 8 5 Faktor kondisi S. guttatus berdasarkan bulan pengamatan 9 6 Nisbah kelamin S. guttatus berdasarkan bulan pengamatan 9 7 Tingkat kematangan gonad S. guttatus berdasarkan ukuran panjang

betina (A) dan jantan (B) 10

8 Tingkat kematangan gonad S. guttatus berdasarkan bulan pengamatan

betina (A) dan jantan (B) 11

9 Hubungan fekunditas dan panjang S. guttatus 12

10 Sebaran diameter telur S. guttatus 12

11 Struktur histologis gonad betina S. guttatus (kiri) dan S. sutor(kanan) 14 12 Struktur histologis gonad jantan S. guttatus 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Distribusi panjang dan bobot S. guttatus 19

2 Pengujian pola pertumbuhan S. guttatus 20

3 Faktor kondisi S. guttatus 20

4 Nisbah kelamin S. guttatus 21

5 Tingkat kematangan gonad S. guttatus berdasarkan ukuran panjang 21 6 Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad (TKG IV) menggunakan

metode Spearmen-Karber 22

7 Tingkat kematangan gonad S. guttatus berdasarkan bulan pengamatan 23 8 Fekunditas S. guttatus pada bulan April dan Mei 23 9 Diameter telur S. guttatus pada bulan April dan Mei 23

(10)
(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan baronang (Siganus guttatus Bloch 1787) merupakan anggota famili Siganidae yang mempunyai badan pipih dan mulut kecil. Ikan ini bernama umum

spotted rabbitfish atau baronang tutul karena memiliki bercak kuning cerah dekat ujung sirip punggung dan tubuh yang berbintik-bintik kuning hingga orange. Jenis ikan baronang tutul tergolong berukuran besar, yaitu dapat mencapai 1 kg per ekor (Woodland 1990). Menurut Ayson et al. (2014), S. guttatus termasuk ikan noktural atau aktif pada malam hari.

Siganus guttatus hidup di perairan pesisir tropis hingga subtropis di Samudera Hindia dan Pasifik Barat (Gundermann et al. 1983). Habitat ikan baronang di sekitar ekosistem terumbu karang, lamun, mangrove, dan estuari (Woodland 1990) dengan kisaran kedalaman 3-50 m (Fishbase 2001) dan umumnya di kedalaman kurang dari 15 m (Woodland 1990). Salah satu wilayah penyebaran ikan baronang tutul di perairan Indonesia adalah perairan Kepulauan Seribu (Woodland 1998).

Ikan baronang tutul memiliki daging yang gurih dan bernilai gizi tinggi dengan harga jual berkisar antara Rp30 000-50 000 per kilogram. Potensi tersebut menyebabkan peningkatan terhadap permintaan dan penangkapan ikan baronang. Penangkapan yang dilakukan secara intensif dapat menyebabkan penurunan populasi dan mengancam keberadaan ikan baronang. Hal tersebut menuntut upaya pengelolaan yang baik, yakni didasarkan pada data biologi, ekologi, dan sosial ekonomi masyarakat.

Indikator biologi yang dapat dijadikan pertimbangan pengelolaan ikan baronang adalah biologi reproduksi. Di Indonesia, penelitian mengenai biologi reproduksi ikan baronang sudah cukup banyak dilakukan dengan spesies S. canaliculatus dan S. vermiculatus (Tuegeh et al. 2012). Akan tetapi penelitian mengenai biologi reproduksi ikan baronang dengan spesies S. guttatus yang berasal dari perairan Kepulauan Seribu sejauh ini belum banyak dikaji. Padahal informasi ini sangat diperlukan dalam pengelolaan agar keberlanjutan ikan baronang dimasa mendatang dapat terwujud.

Reproduksi merupakan suatu tahapan penting pada siklus hidup untuk menjamin kelangsungan hidup suatu organisme. Menurut Nikolsky (1963), reproduksi merupakan mata rantai dalam siklus hidup yang berhubungan dengan mata rantai lainnya untuk menjamin kelangsungan kehidupan. Pemijahan adalah bagian dari proses reproduksi ikan dan proses lainnya seperti tingkat kematangan gonad (TKG), fekunditas, dan ukuran pertama kali matang gonad. Akibat penangkapan yang tidak terkendali, tidak jarang ikan yang matang gonad dan siap memijah tertangkap oleh nelayan. Oleh sebab itu, diperlukan data dan informasi mengenai reproduksi ikan baronang agar pengelolaanya tetap berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Biologi reproduksi merupakan tahapan penting pada siklus hidup suatu organisme. Menurut Bye (1984) in Simanjuntak (2007), faktor yang mengontrol siklus reproduksi ikan di perairan terdiri atas faktor fisika, kimia, dan biologi. Ikan

(12)

2

yang hidup di daerah tropis, faktor fisika yang mengontrol siklus reproduksi adalah arus, suhu, dan substrat. Faktor kimia adalah gas-gas terlarut, pH, nitrogen, dan zat buangan yang berbahaya bagi kehidupan ikan, sedangkan faktor biologis, yaitu faktor fisiologis individu, ketersediaan makanan, predator, dan kompetisi.

Informasi mengenai biologi reproduksi meliputi ukuran pertama kali matang gonad, musim pemijahan, tipe pemijahan, dan potensi reproduksi (Hoar 1988 in

Suryaningsih 2012; Nikolsky 1963). Oleh karena itu, perlu penelitian reproduksi ikan baronang di perairan Kepulauan Seribu mengenai ukuran pertama kali matang gonad, musim pemijahan, tipe pemijahan, dan potensi pemijahan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji aspek reproduksi ikan baronang (Siganusguttatus) meliputi nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, tipe pemijahan, musim pemijahan, dan potensi reproduksi di Kepulauan Seribu, Jakarta.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan contoh dilakukan sebanyak lima kali, yaitu pada bulan November hingga Desember 2014 dan April hingga Juni 2015 di Kepulauan Seribu. Analisis parameter biologi ikan baronang dilakukan di Laboratorium Biologi Makro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan Laboratorium Kesehatan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Peta lokasi pengambilan contoh disajikan pada Gambar 2.

(13)

3 Pengumpulan Data

Pengambilan contoh ikan baronang

Contoh ikan baronang pada penelitian ini diperoleh dari hasil tangkapan nelayan menggunakan bubu, pancing, dan speargun. Selanjutnya ikan yang telah ditangkap dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

Analisis contoh ikan baronang

Analisis contoh yang dilakukan meliputi pengukuran panjang total menggunakan papan ukur atau penggaris dan bobot menggunakan timbangan digital. Pengukuran panjang dan bobot digunakan untuk menentukan selang kelas dan pola pertumbuhan ikan baronang (Walpole 1995). Selanjutnya ikan dibedah dan diambil bagian gonad untuk dilakukan pengamatan jenis kelamin.

Identifikasi tingkat kematangan gonad (TKG) dilakukan secara morfologi menggunakan klasifikasi Cassie (Effendie 1979) dan secara histologis (West 1990). Histologis merupakan indikator yang memberikan informasi struktural kesehatan gonad, tahap kematangan gonad, dan tipe pemijahan (Schmitt dan Dethloff 2000). Penentuan TKG secara morfologi menggunakan klasifikasi Cassie adalah sebagai berikut (Effendie 1979):

Tabel 1 Penentuan tingkat kematangan gonad berdasarkan klasifikasi Cassie

TKG Betina Jantan

I Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, warna jernih, dan permukaan licin

Testes seperti benang, warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh

II Ukuran lebih besar, pewarnaan gelap kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas

Ukuran testes lebih besar, pewarnaan putih susu, dan bentuk lebih jelas dari TKG I

III Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur sudah kelihatan butirnya dengan mata

Pewarnaan testes nampak bergerigi, warna makin putih, dan dalam keadaan diawetkan mudah putus IV Ovari makin besar, telur

berwarna kuning, mudah dipisahkan, dan butir minyak tidak tampak

Tampah lebih jelas, berwarma putih susu, dan rongga tubuh makin penuh

V Ovari berkerut, dinding tebal, dan butir telur sisa terdapat di dekat pelepasan

Testes bagian belakang kempis dan bagian dekat pelepasan masih terisi Apabila ikan baronang berjenis kelamin betina dengan TKG IV (matang gonad), maka dilanjutkan penghitungan jumlah telur dan pengamatan diameter telur. Penghitungan jumlah telur menggunakan metode gabungan, yaitu grafimetrik dan volumetrik. Penghitungan tersebut berfungsi untuk menentukan fekunditas ikan baronang (Effendie 1997).

Pengamatan diameter telur dilakukan pada tiga bagian gonad untuk melihat perbedaan sebaran ukuran, yaitu bagian anterior, median, dan posterior sebagai gonad contoh. Masing-masing bagian gonad contoh tersebut diambil butir telur

(14)

4

sebanyak 50 butir. Setelah itu, diamati menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi mikrometer okuler dengan metode sensus. Pengamatan diameter telur bertujuan untuk menentukan tipe pemijahan ikan baronang (Effendie 1997).

Analisis Data Distribusi frekuensi panjang dan bobot

Distribusi frekuensi panjang dan bobot digunakan untuk menentukan banyaknya kelas panjang. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Walpole 1995):

kelas13,32logN (1)

Rumus yang digunakan untuk menentukan selang kelas:

kelas

min

maks

SK

(2)

Hubungan panjang bobot

Hubungan panjang dan bobot digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan baronang. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Effendie 2002):

W=ɑ Lb (3)

Keterangan:

W : bobot ikan (gram) L : panjang total ikan (mm) ɑ : intersep

b : kemiringan

Nilai b digunakan untuk menduga pola pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis, dengan hipotesis:

1. Nilai b=3 menunjukkan pola pertumbuhan isometrik (pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan bobot)

2. Nilai b≠3 menunjukkan pola pertumbuhan allometrik

Jika b>3= allometrik positif (pertumbuhan bobot lebih dominan) Jika b<3= allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan) Faktor kondisi

Faktor kondisi digunakan untuk mempelajari perkembangan gonad ikan betina dan jantan yang belum dan sudah matang gonad. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Effendie 2002):

b aL

W

(15)

5 Keterangan:

K : faktor kondisi W : bobot ikan (gram) L : panjang total ikan (mm) a : konstanta

b : intersep Nisbah kelamin

Nisbah kelamin dihitung dengan membandingkan jumlah ikan betina dan jantan yang ditemukan selama pengamatan (Effendie 1997). Rumus yang digunakan untuk menghitung nisbah kelamin adalah sebagai berikut:

B J

X2  (5)

Keterangan:

X2 : nisbah kelamin

J : jumlah ikan jantan (ekor) B : jumlah ikan betina (ekor)

Uji statistik untuk melihat perbandingan antara betina dan jantan sama (1:1) atau tidak, maka digunakan uji Chi-square (Steel dan Torrie 1980). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

i 2 i i 2

e

e

o

X

(6) Keterangan:

X2 : nilai peubah acak X2 yang sebaran penarikan contoh mendekati sebaran Chi-square

oi : jumlah frekuensi ikan betina dan jantan ke-i yang diamati

ei : jumlah frekuensi harapan ikan betina dan jantan, yaitu frekuensi

ikan betina ditambah frekuensi ikan jantan dibagi dua Ukuran pertama kali matang gonad

Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan baronang pertama kali matang gonad, yaitu dengan metode Spearman-Karber dari ikan matang gonad (Udupa 1986). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

               i p x 2 x k x m (7) antilog m

   1 n q p x 96 , 1 i i i 2 (8)

(16)

6

Keterangan:

m : log panjang ikan pada kematangan gonad pertama xk : log nilai tengah kelas panjang yang terakhir

x : log pertambahan panjang pada nilai tengah

pi : proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan

jumlah ikan pada selang panjang ke-i ni : jumlah ikan pada kelas panjang ke-i

qi : 1–pi

M : panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar antilog m. Fekunditas

Fekunditas ikan ditentukan dengan metode gabungan antara gravimetrik dan volumetrik dari ikan matang gonad pada musim pemijahan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Effendie 1997):

Q

X

V

G

F

(9) Keterangan: F : fekunditas (butir)

G : bobot gonad total (gram) V : volume pengenceran (mL)

X : jumlah butir telur yang ada dalam 1 mL Q : bobot gonad contoh (gram)

Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang tubuh daripada dengan bobot karena penyusutan panjang relatif kecil, tidak seperti bobot dapat berkurang dengan mudah. Hubungan tersebut sebagai berikut (Effendie 1997):

b aL

F (10)

Keterangan:

F : fekunditas total (butir) L : panjang total (mm) a, b : konstanta

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Taksonomi ikan baronang tutul (Siganusguttatus Bloch 1787)

Ikan baronang tutul memiliki bentuk tubuh oval sampai lonjong, ramping, dan pipih. Bagian atas berwarna abu kebiruan dan bagian bawah berwarna keperakan dengan beberapa bintik berwarna orange. Ikan baronang memiliki sisik sikloid yang kecil dan rahang dilengkapi dengan gigi-gigi kecil (Woodland 1990).

(17)

7 Klasifikasi ikan baronang menurut Duray (1998) adalah sebagai berikut dan disajikan pada Gambar 2:

Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Perciformes Famili : Siganidae Genus : Siganus

Spesies : Siganusguttatus

Nama umum : Spotted rabbitfish atau golden rabbitfish

Nama lokal : Kea-kea, samadar, birra, dan biawas

Gambar 2 Ikan baronang (Siganus guttatus) Distribusi panjang dan bobot

Jumlah keseluruhan contoh ikan baronang yang diamati selama pengamatan adalah 210 ekor, didominasi oleh ikan jantan sebanyak 146 ekor dan ikan betina sebanyak 64 ekor. Sebaran frekuensi ikan baronang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Sebaran ukuran panjang S. guttatus

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Fre k u en si (ek o r) Selang kelas (mm) betina jantan 5 cm

(18)

8

Gambar 3 menunjukkan bahwa terdapat sembilan selang kelas ukuran panjang ikan baronang. Ikan betina yang dominan tertangkap pada ukuran 166-192 mm dan ikan jantan pada ukuran 220-246 mm (Lampiran 1).

Pola pertumbuhan ikan baronang

Pola pertumbuhan ikan baronang dapat diketahui dari analisis hubungan panjang dan bobot (Effendie 2002). Data yang dikumpulkan meliputi panjang total dan bobot ikan baronang. Hubungan panjang dan bobot ikan baronang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Hubungan panjang dan bobot S. guttatus betina (A) dan jantan (B) Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pertumbuhan ikan betina adalah W=2E-05L3,0299 dan jantan W=8E-06L3,145. Koefisien korelasi (r) antara panjang dan bobot ikan betina dan jantan adalah 0,97 dan 0,96. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara panjang dan bobot ikan baronang sangat erat. Setelah dilakukan uji-t, ikan baronang memiliki pola pertumbuhan isometrik yang artinya pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan bobot baik betina maupun jantan (Lampiran 2). W = 2E-05L3,0299 R² = 0,9515 N=64 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 0 100 200 300 400 B o b o t (g ram ) Panjang (mm) A W = 8E-06L3,145 R² = 0,9207 N=164 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 0 100 200 300 400 B o b o t (g ram ) Panjang (mm) B

(19)

9 Faktor kondisi

Faktor kondisi merupakan suatu keadaan yang menggambarkan kemontokan ikan (Effendie 2002). Penentuan faktor kondisi dilakukan untuk mendeteksi kondisi perairan yang mempengaruhi kondisi ikan seperti ketersediaan makanan, kondisi habitat, kepadatan populasi, kematangan gonad, dan kondisi kualitas air (Effendie 1979). Gambar 5 menyajikan grafik faktor kondisi ikan baronang betina dan jantan.

Gambar 5 Faktor kondisi S. guttatus berdasarkan bulan pengamatan

Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai faktor kondisi ikan betina dan jantan mengalami fluktuasi. Nilai faktor kondisi ikan betina tertinggi terjadi pada bulan Mei, yakni 0,9 dan ikan jantan pada bulan Desember, yakni 1,1. Rata-rata faktor kondisi ikan betina dan jantan adalah 0,8 dan 1,1 (Lampiran 3).

Nisbah kelamin

Nisbah kelamin adalah perbandingan antara ikan betina dan jantan dalam suatu populasi yang bertujuan untuk mengetahui kestabilan populasi ikan. Gambar 6 menyajikan nisbah kelamin hasil tangkapan ikan baronang.

Gambar 6 Nisbah kelamin S. guttatus berdasarkan bulan pengamatan

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

November Desember April Mei Juni

F ak to r k o n d is i Bulan pengamatan betina jantan 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

November Desember April Mei Juni

P ro p o rs i jen is k elam in Bulan pengamatan betina jantan

(20)

10

Gambar 6 menunjukkan bahwa pada setiap pengambilan contoh jumlah ikan betina lebih sedikit dibandingkan dengan ikan jantan. Berdasarkan hasil uji Chi-square dengan selang kepercayaan 95%, diperoleh hasil perbandingan ikan betina dan jantan pada suatu populasi dalam keadaan tidak seimbang, dengan hasil tangkapan ikan jantan lebih dominan (Lampiran 4).

Ukuran pertama kali matang gonad

Ukuran pertama kali matang gonad dapat diketahui dari tingkat kematangan gonad dan penghitungan Spearmen-Karber (Udupa 1896). Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu cara untuk mengetahui perkembangan populasi, seperti pendugaan saat ikan akan memijah, baru memijah, atau sudah selesai memijah. Grafik tingkat kematangan gonad berdasarkan ukuran panjang total disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Tingkat kematangan gonad S. guttatus betina (A) dan jantan (B) berdasarkan ukuran panjang

Gambar 7 menunjukkan bahwa ukuran pertama kali matang gonad (Lm) ikan betina dan jantan pada ukuran 153 dan 181 mm (Lampiran 5). Hal ini berbeda dengan hasil penghitungan Spearmen-Karber, diperoleh Lm ikan betina 264 mm dan jantan 255 mm (247-283 mm) (Lampiran 6).

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% F rek u en si r elati f Selang kelas (mm) TKG IV TKG III TKG II TKG I A 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% F rek u en si relati f Selang kelas (mm) TKG IV TKG III TKG II TKG I B

(21)

11 Musim pemijahan

Komposisi tingkat kematangan gonad berdasarkan bulan pengamatan dapat digunakan untuk menduga musim pemijahan. Grafik tingkat kematangan gonad berdasarkan bulan pengamatan disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Tingkat kematangan gonad S. guttatus betina (A) dan jantan (B) berdasarkan bulan pengamatan

Gambar 8 menunjukkan bahwa ikan betina matang gonad pada bulan November, April, dan Mei, sedangkan ikan jantan pada bulan Desember, April, Mei, dan Juni. Oleh karena itu, diperkirakan musim pemijahan ikan baronang terjadi pada bulan April dan Mei (Lampiran 7).

Potensi reproduksi

Potensi reproduksi dapat didekati dari penghitungan nilai fekunditas pada ikan yang matang gonad pada musim pemijahan (Effendie 2002). Pada penelitian ini musim pemijahan ikan baronang terjadi pada bulan April dan Mei. Oleh sebab itu, pengukuran fekunditas hanya pada bulan April dan Mei. Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan (Nikolsky 1963) atau semua telur yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan (Effendie 2002). Semakin besar

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

November Desember April Mei Juni

F rek u en si relati f Bulan pengamatan TKG IV TKG III TKG II TKG I A 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

November Desember April Mei Juni

Fre k u en si relatif Bulan pengamatan TKG IV TKG III TKG II TKG I B

(22)

12

fekunditas yang dihasilkan, maka semakin besar potensi reproduksi ikan baronang. Fekunditas ikan baronang pada bulan April dan Mei disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Hubungan fekunditas dan panjang S. guttatus

Gambar 9 menunjukkan bahwa persamaan hubungan fekunditas dan panjang adalah F=2E-06L4,3174 dengan nilai koefisien korelasi (r) antara fekunditas dan panjang adalah 0,6707. Hal tersebut menunjukkan bahwa fekunditas ikan baronang kurang berkorelasi erat dengan panjang ikan. Potensi reproduksi ikan baronang berkisar antara 16 000-140 000 butir dengan rata-rata 96 000 butir (Lampiran 8). Tipe reproduksi

Tipe reproduksi dapat diketahui dari sebaran diameter telur dan histologis gonad. Pengamatan diameter telur dilakukan pada ikan betina yang memiliki TKG IV pada bulan April dan Mei. Jumlah telur yang diamati sebanyak 600 butir (Lampiran 9). Grafik diameter telur ikan baronang disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Sebaran diameter telur S. guttatus

F = 2E-06L4,3174 R² = 0,4499 n = 4 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 0 100 200 300 400 Fek u n d itas ( b u tir) Panjang (mm) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Fre k u en si (b u tir)

Selang diameter telur (mm)

(23)

13 Gambar 10 menunjukkan bahwa sebaran diameter telur ikan baronang memiliki satu modus. Hal tersebut menunjukkan bahwa tipe pemijahan bersifat

total spawning atau memijah dalam waktu pendek.

Tipe pemijahan S. guttatus dapat diperjelas melalui struktur histologis gonad betina. Pada penelitian ini, hanya struktur histologis gonad betina yang dibandingkan dengan spesies S. sutor (kanan) yang dilakukan oleh Agembe (2012). Struktur histologis gonad betina dan jantan disajikan pada Gambar 11 dan 12. Gambar 11 pada TKG IV menunjukkan bahwa S. guttatus maupun S. sutor hanya memiliki satu ukuran sel telur. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan baronang memiliki tipe pemijahan total spawner dan sesuai dengan tipe pemijahan berdasarkan sebaran diameter telur.

TKG I TKG II TKG III TKG I TKG II TKG III

(24)

14

Gambar 11 Perbandingan struktur histologis gonad betina antara

S. guttatus (kiri) dan S. sutor (kanan).

Gambar 12 Struktur histologis gonad jantan S. guttatus

Pembahasan

Pola pertumbuhan ikan baronang pada penelitian ini adalah isometrik, artinya pertumbuhan panjang seiring dengan pertumbuhan bobot baik betina maupun jantan (Effendie 1997). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Angeles at al. (2014), bahwa pola pertumbuhan ikan baronang bersifat allometrik. Menurut Effendie (2002), perbedaan pola pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh faktor internal berupa genetik (kondisi fisiologis) dan faktor eksternal berupa kondisi lingkungan (suhu, salinitas, kompetisi, dan ketersediaan makanan).

TKG I TKG II

TKG III TKG IV

(25)

15 Penentuan faktor kondisi dilakukan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi di suatu perairan yang dapat mempengaruhi kondisi ikan. Faktor kondisi dapat mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, dan kondisi ikan. Pada penelitian ini, diperoleh rata-rata faktor kondisi ikan betina sebesar 0,8 dan ikan jantan sebesar 1,1. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kondisi ikan jantan lebih besar dibandingkan dengan ikan betina. Hasil yang diperoleh berbeda dengan Effendie (2002), bahwa nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan, karena ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik untuk proses reproduksi dan bertahan hidup (Effendie 2002).

Menurut Effendie (2002), faktor kondisi disebabkan oleh ketersediaan makanan atau ikan telah mengalami masa pemijahan. Apabila ketersediaan makanan kurang, maka ikan akan cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan, sehingga faktor kondisi ikan menurun. Menurut Girsang (2008), faktor kondisi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pola makan, perbedaan umur, ketersediaan makanan, keadaan lingkungan, dan tingkat kematangan gonad.

Nisbah kelamin atau rasio kelamin pada penelitian ini tidak seimbang dengan proporsi ikan jantan lebih besar dibandingkan dengan ikan betina. Penelitian yang dilakukan oleh Gundermann et al. (1983) dan Hara et al. (1986b), memperoleh nisbah kelamin antara betina dan jantan dengan rasio 1:2 atau proporsi jantan lebih besar dibandingkan dengan betina. Menurut Ball dan Rao (1984) in Adisti (2010), populasi ideal memiliki proporsi kelamin 1:1, artinya proporsi betina sebanding dengan proporsi jantan dengan persentase 50% betina dan 50% jantan.

Perbedaan nisbah kelamin di suatu perairan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (Effendie 2002), sedangkan menurut Sulistiono et al. (2001), perbedaan jumlah ikan betina dan jantan yang tertangkap berkaitan dengan pola tingkah laku ruaya ikan, baik untuk memijah maupun untuk mencari makan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan betina dan jantan dalam kondisi yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina.

Ukuran pertama kali matang gonad (Lm) merupakan salah satu cara mengetahui perkembangan populasi di suatu perairan, seperti ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah (Najamuddin et al. 2004). Pada penelitian ini Lm ikan betina dan jantan pada ukuran 264 mm dan 255 mm (247-273 mm). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ikan jantan lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan betina. Hal ini sesuai dengan penelitian Duray dan Juario (1988), bahwa ikan jantan lebih cepat matang gonad, yakni pada ukuran 190 mm dan betina pada ukuran 215 mm.

Ukuran pertama kali matang gonad bervariasi antar jenis maupun dalam jenis yang sama, sehingga individu yang berasal dari satu kelas umur atau dari kelas panjang yang sama tidak selalu mencapai ukuran matang gonad yang sama (Udupa 1896) in Musbir et al. 2006), Adanya perbedaan kecepatan tumbuh, perbedaan strategi hidup, dan perbedaan kondisi perairan menyebabkan perbedaan waktu mencapai kematangan gonad. Ukuran pertama kali matang gonad juga dipengaruhi oleh kelimpahan individu, ketersediaan makanan, kondisi perairan, dan tekanan penangkapan (Nikolsky 1963).

Komposisi tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad (IKG) dapat digunakan untuk menduga musim pemijahan (Effendie 2002). Berdasarkan

(26)

16

komposisi tingkat kematangan gonad diduga pemijahan ikan baronang terjadi pada bulan April dan Mei. Menurut Hara et al (1986a); Duray dan Juario (1988), ikan baronang memijah setiap bulan atau sepanjang tahun, yakni pada bulan Januari hingga Desember dengan puncak Februari hingga Agustus. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemijahan ikan baronang adalah ketersediaan makanan, komposisi makanan yang terdiri dari 43% protein, kepadatan populasi, dan kondisi perairan (Hara et al. 1986a).

Potensi reproduksi dapat didekati dari penghitungan nilai fekunditas pada ikan yang matang gonad pada musim pemijahan (Effendie 2002). Pada penelitian ini, ikan baronang memiliki nilai fekunditas berkisar antara 16 000-140 000 butir. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stattin (2012), bahwa fekunditas ikan baronang berkisar antara 250 000-500 000 butir. Besar kecilnya fekunditas ikan disesuaikan dengan ukuran tubuh (Stattin 2012) dan kondisi lingkungan (Nikolsky 1963). Apabila ikan hidup di lingkungan yang banyak ancaman predator, maka jumlah telur yang dihasilkan akan besar. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir kegagalan reproduksi.

Tipe pemijahan dapat diketahui dari pengukuran diameter telur pada ikan yang matang gonad pada musim pemijahan (Effendie 2002) dan berdasarkan histologis gonad (West 1990). Berdasarkan diameter telur dan histologis gonad menunjukkan bahwa sebaran ukuran telur hanya terdapat satu modus di dalam satu gonad. Hal tersebut menjelaskan bahwa tipe pemijahan ikan baronang bersifat total spawning atau ikan melakukan pemijahan pada satu periode dan melepaskan telur-telurnya sekaligus dalam waktu yang singkat.

Upaya pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keberlanjutan populasi ikan adalah dengan melakukan pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap. Ikan yang boleh ditangkap adalah ikan yang memiliki ukuran lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad (264 mm), sehingga ikan dapat memijah minimal sekali dalam hidupnya untuk mencegah degradasi stok (Moore 1999 in Musbir et al 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Nisbah kelamin ikan baronang tidak seimbang dengan proporsi ikan jantan lebih dominan dibandingkan dengan ikan betina (1:2). Ukuran pertama kali matang gonad ikan betina adalah 264 mm dan jantan adalah 255 mm (247-273 mm). Ikan baronang diduga memijah pada bulan April dan Mei dengan tipe pemijahan bersifat

total spawning. Potensi reproduksi ikan baronang cukup tinggi (16 000-140 000 butir).

Saran

Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai biologi reproduksi ikan baronang selama satu tahun di Kepulauan Seribu dengan mengukur indeks

(27)

17 kematangan gonad (IKG) dan penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) berdasarkan Duray (1998), sehingga dapat diketahui musim pemijahan dan periode pemijahan ikan baronang.

DAFTAR PUSTAKA

Adisti. 2010. Kajian biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838) di perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Agembe S. 2012. Estimation of important reproductive parameters for management of the shoemaker spinefoot rabbitfish (Siganus sutor) in Southern Kenya.

Inter. J. of Marine Scince. 2(4):24-30.

Angeles ADJ, Gorospe JG, Torres MAJ, Demayo CG. 2014. Length-weight relationship, body shape variation and asymmetry in body morphology of

Siganus guttatus from selected areas in five Mindanao Bays. International Journal of Aquatic Science. 5(1):40-57.

Ayson FG, Reyes OS, Ayson EGTJ. 2014. Seed production of rabbitfish Siganus guttatus. Aquaculture Extension Manual. (59):1-9

Duray MN, Juario JV. 1988. Broodstock management and seed production of the rabbitfishSiganus guttatus(Bloch) and the sea bass Lates calcarifer (Bloch).

Tigbauan, Iloilo, Philippines (PH): SEAFDEC, Aquaculture Department. Duray MN, Southeast Asian Fisheries Development Center. 1998. Biology and

culture of siganids. Tigbauan, Iloilo, Philippines (PH): Aquaculture Department, Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC). Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka

Nusatama.

Fishbase. 2001. Pictorial Guide to Indonesian Reef Fishes [internet]. [diunduh 2015 Mei 21]. Tersedia pada: www.fishbase.org.

Girsang HS. 2008. Studi penentuan daerah penangkapan ikan tongkol melalui pemetaan penyebaran klorofil-a dan hasil tangkapan di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gundermann N, Popper DM, Lichatowich T. 1983. Biology and life cycle of

Siganus vermiculatus (Siganidae, Pisces). Pacific Science. 37(2):165-180. Hara S, Kohno H, Taki Y. 1986a. Spawning behavior and early life history of

Siganus guttatus in the laboratory. Aquaculture. 59:273-285.

Hara S, Duray M, Parazo M, Taki Y. 1986. Year-round spawning and seed production of the rabbitfish, Siganus guttatus. Aquaculture. 59:259-272. Musbir, Mallawa A, Sudirman, Najamuddin. 2006. Pendugaan ukuran pertama kali

matang gonad ikan kembung (Rastreliger kanagurta) di perairan Laut Flores, Sulawesi Selatan. Jurnal Sains dan Teknologi. 6(1):19-26.

Najamuddin, A Mallawa, Budimawan, dan YN Indar. 2004. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan layang deles (Decapterus macrosoma

Bleeker). Jurnal Sains dan Teknologi. 4(1):1-8.

(28)

18

Quinitio GF, Siladan MG. 2010. Monitoring of the gonad of rabbitfish Siganus guttatus in a oil spill-Affected and Unaffected Area. 41-45 pp.

Rahardjo MF. 2006. Biologi Reproduksi Ikan Blama (Nibea soldado, Lac) Sciaenidae di perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 5(2):63-68. Schmitt CJ, Dethloff GM. 2000. Biomonitoring of Environmental Status and Trends

(Best) Program: Selected Methods for Monitoring Chemical Contaminants and Their Effects in Aquatic Ecosystems. U.S. Geological Survey, Biological Resources Division, Columbia (MO): Information and Technology Report. Simanjuntak CPH. 2007. Reproduksi ikan selais, Ompok hypophthalmus (Bleeker)

berkaitan dengan perubahan hidromorfologi perairan di rawa banjiran sungai Kampar Kiri. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Statin C. 2012. Nursing technique and growth environmental of Rabbit fish (Siganus guttatus) in the area of Tam Giang lagoon, Thua Thien Hue. Second cycle, A2E. Uppsala: SLU, Dept. of Animal Nutrition and Management [internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Swedia (SE): hlm 1-32; [diunduh 2015 Juni 28]. Tersedia pada: stud.epsilon.slu.se/3968/. Steel RGD, Torrie JH. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID):

Gramedia Pustaka Utama

Sulistiono, Kurniati TH, Riani E, Watanabae S. 2001. Kematangan gonad beberapa jenis ikan buntal (Tetraodon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. 1(2):25-30.

Suryaningsih S. 2012. Karakter morfometri dan karakter reproduksi ikan brek,

Puntinus orphoides (Valenciannes, 1842) dan tawes, P. javanicus (Bleeker, 1863) di sungai Klawing Purbalingga, Jawa Tengah [disertasi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Susilawati R. 2000. Aspek biologi reproduksi, makanan dan pola pertumbuhan ikan biji nangka (Upeneus moluccensis Blkr.) di perairan Teluk Labuan, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Tuegeh S, Tilaar FF, Manu GD. 2012. Beberapa aspek biologi ikan baronang (Siganus vermiculatus) di perairan Arakan Kecamatan Tatapaan Kabupaten Minahasa Selatan. Ilmiah platax. 1(1):1-7

Udupa KS. 1896. Statistical method of estimating the size at first maturity of fishes.

Fishbyte. 4(2):1-3

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Warjono J. 1990. Studi beberapa aspek biologi reproduksi ikan betutu (Oxyeleotris

marmorata Bleeker) di sungai Cisadane Kabupaten Tangerang dan di Waduk Saguling Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

West G. 1990. Methods of assessing ovarian development in fishes: A review.

(29)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Distribusi panjang dan bobot S. guttatus

N 210 K 9 Min 112 Max 350 W 238 C 26 Cp 27

Skb Ska Sk Xi Fi Betina Fi Jantan

112 138 112-138 125 2 5 139 165 139-165 152 7 16 166 192 166-192 179 19 20 193 219 193-219 206 12 34 220 246 220-246 233 8 39 247 273 247-273 260 10 25 274 300 274-300 287 3 5 301 327 301-327 314 0 2 328 354 328-354 341 3 0 Jumlah 64 146

(30)

20

Lampiran 2 Pengujian pola pertumbuhan S. guttatus

BETINA Parameter Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Regression 1 1473720,716 1473720,716 415,772 Residual 62 219761,3129 3544,537 Total 63 1693482,029 Fhit 0,0005 Ftab 2,2971 H0 B=3 H1 B≠3 Keputusan

Thit<Ttab (gagal tolak H0)

Kesimpulan

Hubungan pertumbuhan panjang dan bobot bersifat isometrik JANTAN Parameter Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Regression 1 1437324,94 1437324,94 740,38 Residual 144 279553,37 1941,34 Total 145 1716878,31 Fhit 0,0131 Ftab 2,2651 H0 B=3 H1 B≠3 Keputusan

Thit<Ttab (gagal tolak H0)

Kesimpulan

Hubungan pertumbuhan panjang dan bobot bersifat isometrik Lampiran 3 Faktor kondisi S. guttatus

Waktu pengatamatan Betina Jantan

fk rata-rata stdev fk rata-rata stdev

November 0,8 0,0932 1 0,0859 Desember 0,8 0,0387 1,1 0,0755 April 0,7 0,1649 0,9 0,1631 Mei 0,9 0,1158 1 0,2000 Juni 0,7 0,0155 1 0,2447 Rata-rata 0,8 1,1

(31)

21 Lampiran 4 Nisbah kelamin S. guttatus

Bulan Jantan Betina Jumlah Fr Jantan Fr Betina November 24 11 35 68,5714 31,4285 Desember 29 22 51 56,8627 43,1372 April 16 14 30 53,3333 46,6667 Mei 47 11 58 81,0344 18,9655 Juni 30 6 36 51,7241 10,3448 Jumlah 146 64 X2 44,2675 X2tabel 2,7765 Keputusan

Thit>Ttab (tolak H0)

Kesimpulan

Nisbah kelamin ikan baronang tidak seimbang

Lampiran 5 Tingkat kematangan gonad S. guttatus berdasarkan ukuran panjang Betina Sk Tkg Jumlah Fi 1 2 3 4 112-138 2 2 0 0 0 2 139-165 7 1 2 3 1 7 166-192 19 13 4 2 0 19 193-219 12 6 5 1 0 12 220-246 8 7 0 1 0 8 247-273 10 4 2 2 2 10 274-300 3 0 1 2 0 3 301-327 0 0 0 0 0 0 328-354 3 0 1 0 2 3 Jumlah 64 33 15 11 5 64 Jantan Sk Tkg Jumlah Fi 1 2 3 4 112-138 5 2 3 0 0 5 139-165 16 7 4 5 0 16 166-192 20 8 10 1 1 20 193-219 34 23 6 2 3 34 220-246 39 22 4 5 8 39 247-273 25 4 8 4 9 25 274-300 5 0 2 2 1 5 301-327 2 0 1 0 1 2 328-354 0 0 0 0 0 0 Jumlah 146 66 38 19 23 146

(32)

22

Lampiran 6 Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad (TKG IV) menggunakan metode Spearmen-Karber

Betina Sk Nt Xi (Log nt) Ni Nb Nb/ni (pi) X(i+1)-xi

1-pi(qi) Pi*qi Ni-1

Pi*qi/ni-1 112-138 125 2,0969 2 0 - 0,085 1,000 - 1 0 139-165 152 2,1818 7 1 0,143 0,071 0,857 0,122 6 0,02 166-192 179 2,2529 19 0 - 0,061 1,000 - 18 0 193-219 206 2,3139 12 0 - 0,053 1,000 - 11 0 220-246 233 2,3674 8 0 - 0,048 1,000 - 7 0 247-273 260 2,4150 10 2 0,200 0,043 0,800 0,160 9 0,018 274-300 287 2,4579 3 0 2 0 301-327 314 2,4969 0 0 -1 0 328-354 341 2,5328 3 2 2 0 Jumlah 64 5 0,3429 0,3610 5,6571 0,2824 55 0,0382 Rata-rata 0,0381 0,0401 0,6286 0,0314 6,111 0,0042 Lm: 264 mm Jantan Sk Nt Xi (Log nt) Ni Nb Nb/ni (pi) X(i+1)-xi

1-pi(qi) Pi*qi Ni-1

Pi*qi/ni-1 112-138 125 2,0969 5 0 - 0,0849 1 - 4 0 139-165 152 2,1818 16 0 - 0,0710 1 - 15 0 166-192 179 2,2529 20 1 0,05 0,0610 0,95 0,0475 19 0,0025 193-219 206 2,3139 34 3 0,0882 0,0535 0,9118 0,0804 33 0,0024 220-246 233 2,3674 39 8 0,2051 0,0476 0,7949 0,1631 38 0,0043 247-273 260 2,4150 25 9 0,36 0,0429 0,64 0,2304 24 0,0096 274-300 287 2,4579 5 1 4 0 301-327 314 2,4969 2 1 1 328-354 341 2,5328 0 0 Jumlah 146 23 0,7034 0,3610 5,2966 0,5214 138 0,0188 Rata-rata 0,0782 0,0401 0,5885 0,0579 15,333 0,0021 Lm: 255 mm

(33)

23 Lampiran 7 Tingkat kematangan gonad S. guttatus

berdasarkan bulan pengamatan

Bulan Betina Jumlah Jantan Jumlah

TKG TKG I II III IV I II III IV November 3 2 5 1 11 9 10 5 0 24 Desember 13 9 0 0 22 9 13 4 3 29 April 8 1 2 3 14 6 2 1 7 16 Mei 5 1 4 1 11 24 7 5 11 47 Juni 4 2 0 0 6 18 6 4 2 30

Lampiran 8 Fekunditas S. guttatus pada bulan April dan Mei

No ikan TKG L W G Q Vp X F 3 4 271 389 51 43,1163 10 11799 140000 9 350 732 55 58,63 13674 130000 28 330 745 85 76,0116 8846 99000 47 250 300 24,6475 22,618 1423 16000

Lampiran 9 Diameter telur S. guttatus pada bulan April dan Mei

n 600 K 10,2235 Min 0,005 Maks 0,021 W 0,016 C 0,00145 Cp 0,00245 Sk Xi F 0,005-0,0065 0,0057 5 0,0075-0,0089 0,0082 62 0,0099-0,0114 0,0106 67 0,0124-0,0138 0,0131 117 0,0148-0,0163 0,0155 140 0,0173-0,01287 0,0180 172 0,0197-0,0212 0,0205 37 0,0222-0,0212 0,0229 0 0,0246-0,0261 0,0254 0 0,0271-0,0285 0,0278 0

(34)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 28 Mei 1993 dari pasangan Bapak Susanto dan Ibu Agung. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN 3 Purwawinangun (2005), MTs Kapetakan (2008), MAN 3 Cirebon (2011). Pada tahun 2011 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan, kemudian diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Divisi Environmental and Sosial (HIMASPER) pada tahun 2012-2013 dan anggota Divisi Kewirausahaan (HIMASPER) pada tahun 2013-2014.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Biologi Reproduksi Ikan Baronang (Siganus guttatus Bloch 1787) di Kepulauan Seribu, Jakarta”.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi pengambilan contoh di Kepulauan Seribu
Tabel 1  Penentuan tingkat kematangan gonad berdasarkan klasifikasi Cassie
Gambar 3  Sebaran ukuran panjang S. guttatus
Gambar  3  menunjukkan  bahwa  terdapat  sembilan  selang  kelas  ukuran  panjang ikan baronang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun demikian, adanya tantangan eksternal (pasar modern) bagi keberlanjutaan pedagang Pasar Pleret, maka dalam perencanaan revitalisasi pemenuhan terhadap kebutuhan

jagung didemineralisasi menggunakan HCl dan dilanjutkan dengan modifikasi menggunakan asam sitrat, kemampuan adsorpsinya diujikan dalam penurunan Ni dan Cu pada limbah

Indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran diukur dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran IPA yaitu 70 dan skor..

Secara umun dalam pembelajaran model inisiswa melakukan beberapa hal antara lain (1) siswamempersiapkan alat-alat yang diperlukan untuk me-laksanakan percobaan, (2) siswa

Dewi Anjasmoro Nurbani Afifi/ UIN Malang/ 2013 Penentuan Nisbah Bagi Hasil pada Akad Mudharab ah Deposito Plus di Bank Muamalat Indonesia Cabang Malang

Hasil dari beberapa penelitian tentang analisis pengaruh persepsi, motivasi, dan kecerdasan adversity terhadap minat mahasiswa menjadi akuntan publik diantaranya adalah

Bentuk dapat mempengaruhi kemungkinan dicernanya mikroplastik oleh organisme pelagis (Boerger et al. Untuk kandungan mikroplastik berdasarkan tipe mikroplastik yang

In this chapter, we described how digital processing is used to capture rich media components in the handset (voice, image, and video), to preprocess, compress, and multiplex