• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dan Evaluasi Infrastruktur Jaringan Nirkabel Berbasiskan Standar IEEE 802.11 (Studi Kasus di Institut Pertanian Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis dan Evaluasi Infrastruktur Jaringan Nirkabel Berbasiskan Standar IEEE 802.11 (Studi Kasus di Institut Pertanian Bogor)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN EVALUASI INFRASTRUKTUR JARINGAN

NIRKABEL BERBASISKAN STANDAR IEEE 802.11 (STUDI

KASUS DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR)

AHMAD JALALUDDIN AL FUADI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis dan Evaluasi Infrastruktur Jaringan Nirkabel Berbasiskan Standar IEEE 802.11 (Studi Kasus di Institut Pertanian Bogor) benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

Ahmad Jalaluddin Al Fuadi

(4)

ABSTRAK

AHMAD JALALUDDIN AL FUADI

.

Analisis dan Evaluasi Infrastruktur Jaringan Nirkabel Berbasiskan Standar IEEE 802.11 (Studi Kasus di Institut Pertanian Bogor). Dibimbing oleh HERU SUKOCO.

Infrastruktur jaringan wireless fidelity (WiFi) milik IPB belum dikelola secara optimal saat ini. Hal ini menyebabkan banyaknya interferensi antar perangkat WiFi sehingga area jangkauannya menjadi tidak optimal. Oleh karena itu, diperlukan sebuah rekomendasi rancangan infrastuktur WiFi yang dapat mengoptimalkan kinerja jaringan. Penelitian ini menggunakan dua model desain infrastruktur jaringan WiFi, yaitu model koneksi langsung dan model koneksi

bridging/relaying. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua skenario aktivitas pengguna, yaitu diam dan bergerak untuk mengukur tiga variabel kinerja jaringan, yaitu latency, throughput, dan signal-to-noise ratio (SNR). Pada model koneksi langsung dengan skenario kondisi pengguna diam menghasilkan nilai kinerja latency rata-rata 2.5 ms dan model koneksi bridging/relay 165.4 ms. Untuk skenario kondisi pengguna bergerak pada koneksi langsung waktu perpindahan AP rata-rata 2.9 detik dan koneksi bridging/relay 6.2 detik. Sementara itu, untuk hasil pengujian throughput pada koneksi langsung memiliki nilai rata-rata 7.185 Mbps dan koneksi bridging/relay 1.364 Mbps. Dengan hasil yang didapatkan, maka kinerja yang terbaik adalah model koneksi langsung. Kata kunci: bridging/relay, interferensi, nirkabel, roaming, WiFi.

ABSTRACT

AHMAD JALALUDDIN AL FUADI. Analysis and Evaluation of Network In Based on 802.11 Standard (Case Study at Bogor Agricultural University). Supervised by HERU SUKOCO.

(5)

ANALISIS DAN EVALUASI INFRASTRUKTUR JARINGAN

NIRKABEL BERBASISKAN STANDAR IEEE 802.11

(STUDI KASUS DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR)

AHMAD JALALUDDIN AL FUADI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komputer

pada

Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Penguji:

(7)

Judul Skripsi : Analisis dan Evaluasi Infrastruktur Jaringan Nirkabel Berbasiskan Standar IEEE 802.11 (Studi Kasus di Institut Pertanian Bogor)

Nama : Ahmad Jalaluddin Al Fuadi

NIM : G64124036

Disetujui oleh

DrEng Heru Sukoco, SSi MT Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta'ala atas rahmat dan segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada junjungan agung Nabi Muhammad

ﷺ. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini adalah jaringan komputer, dengan judul Analisis dan Evaluasi Infrastruktur Jaringan Nirkabel Berbasiskan Standar IEEE 802.11 (Studi Kasus di Institut Pertanian Bogor).

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada kedua orang tua tercinta dan segenap keluarga besar penulis atas do’a serta

dukungan yang diberikan. Kepada bapak DrEng Heru Sukoco, SSi MT selaku pembimbing, Ibu Karlisa Priandana, ST MEng dan Ibu Dr Ir Sri Wahjuni, MT selaku penguji. Serta kepada bapak Mahfudin Zuhri dan seluruh teman-teman penulis di Program S1 Ilmu Komputer Alih Jenis Angkatan 7.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Aturan Penentuan Channel pada Frekuensi 2.4 GHz 2

Metode Penempatan Channel 3

Tahapan Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Pengumpulan Data Perangkat WiFi di Kampus IPB 6

Perancangan Infrastruktur Nirkabel 9

Pembuatan Prototipe 10

Pengujian Kinerja Jaringan (Prototipe) 13

Evaluasi 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Data perangkat jaringan WiFi di gedung sebelah kanan rektorat 7 2 Data perangkat jaringan WiFi di gedung sebelah kiri rektorat 8

3 Data perangkat jaringan WiFi di kampus BS 9

4 Karakteristik 802.11x (barrie 2009) 10

5 Hasil SNR pada pengujian model koneksi langsung 16 6 Hasil SNR pada pengujian model koneksi bridging/relay 16

DAFTAR GAMBAR

1 Channel dan frekuensi tengah untuk 802.11b/g 3

2 Metode penentuan channel 3

3 Tahapan metode penelitian 4

4 Model desain prototipe koneksi langsung 11

5 Model desain prototipe koneksi bridging/relay 11 6 Grafik hasil pengujian latency untuk STA diam pada AP1 13 7 Grafik hasil pengujian latency untuk STA diam pada AP2 14 8 Grafik hasil pengujian latency untuk STA bergerak dai AP1 ke AP2 14 9 Grafik hasil pengujian latency untuk STA bergerak dari AP2 ke AP1 15 10 Grafik hasil pengujian throughput pada AP1 15 11 Grafik hasil pengujian throughput pada AP2 16 12 Penetapan channel tetangga agar tidak tumpang tindih dengan channel yang

ada 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Teknik cluster sampling dalam pemilihan 6 lokasi 20 2 Gambar site survey dengan heatmapper yang dilakukan di kampus 20 3 Peta infrastruktur perangkat WiFi di beberapa lokasi kampus Dramaga 21 4 Gambar tumpang tindih frekuensi yang digunakan perangkat WiFi di

beberapa lokasi kampus BS 22

5 Gambar tumpang tindih frekuensi yang digunakan perangkat WiFi di 6 lokasi

kampus Dramaga 23

6 Gambar letak titik-titik pengujian throughput yang dilakukan dalam

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wireless merupakan media transmisi data pada jaringan yang menggunakan frekuensi radio dan infrared. Teknologi wireless dapat diklasifikasikan dalam berbagai jenis. Wireless fidelity (WiFi) adalah salah satu klasifikasi dari teknologi

wireless tersebut. Pada umumnya WiFi mengacu pada jenis IEEE 802.11 wireless local area network (WLAN). Adapun secara khusus, WiFi adalah standar industri untuk produk yang didefinisikan oleh WiFi Alliance dan sesuai dengan standar IEEE 802.11 (IEEE 2012).

Institut Pertanian Bogor (IPB) memiliki jaringan komputer yang mengintegrasikan seluruh infrastuktur IPB yang meliputi akses internet, intranet, lokal, dan layanan perbankan. Direktorat Integrasi Data dan Sistem Informasi (DIDSI) merupakan pengelola dari jaringan IPB. DIDSI mendapatkan banyak keluhan dari pengguna mengenai akses internet yang lambat. Pengguna pada umumnya terhubung ke internet menggunakan jaringan WiFi yang tersebar di lingkungan IPB. Banyak pengelola jaringan WiFi di lingkungan IPB tidak melakukan pengelolaan dengan baik. Hal ini mengakibatkan terjadinya berbagai masalah yaitu interferensi terhadap frekuensi radio yang digunakan antar perangkat access point (AP), tidak meratanya area WiFi di setiap lokasi, dan lain-lain. Oleh karena itu maka, kinerja dari jaringan WiFi yang ada di lingkungan kampus IPB menjadi tidak optimal.

Penelitian tentang pengaruh interferensi terhadap kinerja dari sebuah jaringan WiFi sudah pernah dilakukan (Shoemake 2001). Pada penelitian tersebut dilakukan 3 skenario percobaan untuk pengujian kinerja jaringan WiFi. Hasil dari 3 skenario percobaan tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat interferensi akan menyebabkan kinerja dari jaringan WiFi menjadi semakin menurun.

Permasalahan jangkauan yang tidak merata dapat diatasi dengan menggunakan topologi extended service set (ESS) yang memakai wireless roaming. Penelitian terkait telah dilakukan oleh Arsandy et al. (2012). Perangkat yang digunakan adalah TP-Link dengan firmware DD-WRT sebagai AP dan

router sebagai server DHCP. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa dengan menerapkan topologi ESS yang memakai wireless roaming memiliki reliabilitas yang baik dan jangkuan WiFi menjadi lebih luas.

Pada penelitian ini, akan dilakukan perancangan model jaringan WiFi agar dapat meminimalisir terjadinya interferensi dan memperluas area jangkuan. Model desain yang dirancang akan diuji kinerja jaringannya. Model desain yang memiliki kinerja yang terbaik nantinya akan direkomendasikan untuk menjadi rancangan dari infrastruktur wireless di kampus IPB.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi rancangan infrastuktur nirkabel yang tepat untuk IPB agar interferensi dapat dimimalisir dan jangkauan dari jaringan WiFi menjadi lebih luas.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1 Perangkat yang digunakan pada penelitian ini yaitu 2 buah AP TL-WR1043ND ver 2, 2 buah Mikrotik Router Board 433 outdoor, 1 buah switch D-Link, 2 buah laptop (sebagai WiFi station dan server), dan 1 buah Mikrotik Router Board 1100.

2 WiFi diimplementasikan pada 802.11g.

3 Pengujian menggunakan 1 buah laptop dengan spesifikasi sebagai berikut: sistem operasi Windows 7 64 bit, dan Atheros AR9485WB-EG wireless network adapter.

4 Lokasi penelitian dilakukan di kampus Dramaga dan beberapa lokasi di kampus Baranangsiang IPB.

METODE

Aturan Penentuan Channel pada Frekuensi 2.4 GHz

Jaringan WiFi menggunakan transmisi data pada frekuensi unlicensed 2.4 GHz industrial scientific and medical (ISM) band dengan lebar 83.5 MHz yang tersebar dari 2.400 GHz sampai 2.4835 GHz (Shoemake 2001). Frekuensi yang digunakan perangkat WiFi dalam menghantarkan data adalah signal carrier.

Signal carrier biasa disebut dengan channel. Perbedaan frekuensi antara dari suatu channel dengan channel yang berdekatan adalah 5 MHz. Pada umumnya perangkat di indonesia menggunakan rentang frekuensi 2.412 MHz sampai dengan frekuensi 2.462 MHz. Wireless mode pada standar 802.11b/g mempunyai

bandwidth sebesar 22 MHz. Oleh karena itu, untuk menghindari overlap maka

channel yang bisa digunakan adalah channel 1, 6, dan 11 seperti yang terlihat pada Gambar 1 (Ermanno et al. 2013).

(13)

3

Metode Penempatan Channel

Jangkauan area dari beberapa jaringan wireless dapat digabungkan. Penggabungan ini digunakan untuk memperluas area jangkuan dari jaringan

wireless. Penggabungan dilakukan dengan menjadikan area dari jaringan wireless

satu dengan yang lainnya saling overlaping. Area overlaping yang ideal adalah 25 persen dari area jangkuan jaringan wireless. Untuk meminimalisir interferensi dari area yang overlap tersebut maka pemilihan channel yang digunakan harus diperhatikan. Teknik penggunaan channel untuk menggabungkan 3 atau lebih area jangkuan jaringan wireless dapat mengikuti pola seperti Gambar 2 (Barrie 2009).

Gambar 1 Channel dan frekuensi tengah untuk 802.11b/g (Ermanno et al. 2013)

Gambar 2 Metode penentuan channel (Barrie 2009)

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian terdiri dari beberapa tahap seperti terlihat pada Gambar 3 dengan tahapan sebagai barikut:

1 Pengumpulan Data

Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data dengan melakukan survey

terhadap jaringan WiFi yang ada di lingkungan IPB. Survey yang dilakukan meliputi kampus IPB Baranangsiang (BS), dan beberapa lokasi sampling di kampus Dramaga. Lokasi sampling dipilih dengan menggunakan teknik cluster sampling. Tahapan pertama lokasi kampus Dramaga di bagi ke dalam 2 cluster

(14)

4

yang meliputi gedung FMIPA, FATETA, PAPERTA, FEMA, FEM, dan FAHUTAN. Cluster 2 adalah gedung sebelah kiri rektorat yang meliputi FKH, FAPET, dan FPIK. Selanjutnya cluster 1 dan cluster 2 dibagi kedalam bagian-bagian yang lebih kecil dan bagian-bagian tersebut diberikan label. Label yang ada digunakan untuk proses random sampling untuk memilih 3 sampling pada setiap

cluster. Proses random sampling dilakukan dengan cara memasukan semua label pada sebuah gelas kemudian dikocok. Label pertama, kedua, dan ketiga yang keluar dari gelasakan dijadikan sampel untuk masing-masing cluster.

Mulai

Gambar 3 Tahapan metode penelitian 2 Perancangan skenario percobaan

Pada tahapan ini dilakukan pembuatan model terhadap rancangan yang nantinya akan direkomendasikan beserta skenario percobaan yang akan dilakukan. Model yang akan dijadikan rekomendasi adalah model koneksi langsung dan koneksi bridging/relay yang mengimplementasikan teknologi WiFi. Skenario percobaan yang akan dilakukan sebagai berikut:

a Skenario 1

Percobaan ini dilakukan untuk mengukur latency dari WiFi station (STA) diam terhadap gateway pada masing-masing rancangan. Jarak STA berdekatan dengan AP (perangkat WiFi). Pengujian dilakukan dengan mengirimkan Paket

(15)

5

sebanyak 10 kali. Setiap Packet ping yang dikirimkan memiliki nilai request time out 1 detik. Pengiriman Paket ping dilakukan pada command prompt

dengan perintah ping 172.17.1.1 –n 100 –w 1000. b Skenario 2

Percobaan ini dilakukan untuk mengukur waktu yang dibutuhkan STA berpindah dari AP 1 ke AP 2 dan sebaliknya. Pengujian dilakukan dengan terjadi ketika pengujian. Untuk memastikan STA telah berpindah dilakukan dengan cara mematikan perangkat AP, jika ketika perangkat mati dan Paket

ping langsung request time out maka STA telah berpindah. c Skenario 3

Percobaan ini dilakukan untuk pengukuran throughput yang didapatkan oleh STA. Pengujian throughput dilakukan pada titik-titik yang telah ditentukan dengan menggunakan software iperf-2.0.5-2. Titik-titik pengujian tersebut berjarak 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 m dari STA terhadap AP. Pengujian yang dilakukan pada masing-masing titik dilakukan sebanyak 10 kali. Pengujian dilakukan dengan perintah iperf –c 172.18.1.254 pada

command prompt. d Skenario 4

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui signal to noise ratio (SNR) pada STA. Pengujian dilakukan dengan mendekatkan STA dengan AP. Nilai SNR dari STA berdasarkan hasil perhitungan yang terdapat pada AP.

3 Pembuatan prototipe

Pada tahapan ini dilakukan pembuatan prototipe dari model desain yang telah ditentukan pada tahapan sebelumnya. Pembuatan prototipe dilakukan pada tempat yang tidak ada jaringan WiFi disekitarnya, agar hasil dari pengujian memiliki nilai validitas yang tinggi.

4 Pengujian Kinerja Jaringan

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kinerja jaringan dengan mengamati beberapa variabel pengujian, di antaranya sebagai berikut:

a Throughput

(16)

6

Tsistem kbps =

(������� × 8) tcurrent −tstart × 1024

T

sistemadalah throughput sistem (kbps), pktSize adalah besar ukuran paket (byte) , t

startadalah waktu saat paket pertama terkirim (detik), dan tcurrent adalah

waktu saat paket sekarang diterima (detik). b Latency

Secara umum latency didefinisikan sebagai waktu untuk menunggu terjadinya suatu kejadian. Parameter yang sering digunakan untuk latency

jaringan adalah round-trip time (RTT). RTT adalah waktu sebuah paket data untuk melakukan perjalanan pulang pergi dari client menuju server dan kembali lagi ke client (Brownlee dan Loosley 2001).

c Signal to Noise Ratio (SNR)

Menurut Nurmalia (2010) SNR adalah perbandingan daya dalam sinyal terhadap daya dalam derau yang ada pada suatu titik tertentu pada transmisi. Umumnya perbandingan ini diukur pada sebuah penerima, karena pada penerimalah usaha pengolahan sinyal dan penghapusan derau dilakukan. Menurut Arsyandi et al. (2012) formulasi dari perhitungan SNR dapat dihitung dengan Persamaan 3.

SNR (dB) = Signal (dBm) –Noise (dBm)

Signal (dBm) merupakan sinyal yang dimaksudkan untuk transmisi. Sementara itu, noise (dBm) merupakan sinyal tidak diinginkan yang bergabung dengan sinyal yang dimaksudkan untuk transmisi dan penerimaan sehingga menyebabkan distorsi.

5 Evaluasi

Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi terhadap hasil yang didapatkan dari kedua desain rancangan yang diuji. Hasil dari masing-masing desain akan dibandingkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, dapat diketahui

deviasi dari kedua desain rancangan yang diuji.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengumpulan Data Perangkat WiFi di Kampus IPB

Data ini didapatkan dari hasil site survey terhadap jaringan WiFi yang ada di IPB yang tersebar di kampus IPB BS, dan 6 lokasi di Kampus IPB Dramaga. Sampel yang didapatkan pada gedung sebelah kiri rektorat yaitu sampel nomor 1, 6, dan 11. Sementara itu sampel yang didapatkan pada gedung sebelah kanan rektorat yaitu sampel nomor 3, 17, dan 20. Penomoran terhadap masing-masing

cluster dapat dilihat pada Lampiran 1.

(17)

7

terdapat pada Tabel 1 dan 2. Sementara itu, data jaringan WiFi yang didapatkan di kampus BS terdapat pada Tabel 3 dengan peta lokasi perangkatnya terlampir pada Lampiran 2. Untuk peta lokasi dari beberapa lokasi sampel pada kampus Dramaga terlampir pada Lampiran 3. Data interferensi yang terjadi di sekitar kampus BS dapat dilihat pada Lampiran 4 dan data interferensi di 6 lokasi di Dramaga pada Lampiran 5.

Tabel 1 Data perangkat jaringan WiFi di gedung sebelah kanan rektorat

NO Lokasi SSID Channel Merk Security

6 20 Speedy_instan@WiFi.id 11 TP-LINK UNSECURED

7 20 Speedy_ITP 11 TP-LINK WPA+WPS

8 20 TeknikBioinformatika1 6 Cisco_Linksys UNSECURED

9 20 PATETA_02 5 Realtek UNSECURED

25 17 BEM-FATETA-IPB 6 Cisco_Linksys WPA2-Personal

26 17 AGB-Social Room 8 D-Link WPA-Personal

(18)

8

pada sistem operasi Windows 7 32 bit. Ekahau HeatMapper digunakan untuk mengetahui letak dari AP yang berada pada lokasi pengambilan data. Sementara itu, inSSIDer digunakan untuk mengetahui tumpang tindih (interferensi) yang terjadi pada lokasi pengambilan data.

Tabel 2 Data perangkat jaringan WiFi di gedung sebelah kiri rektorat

(19)

9

Tabel 3 Data perangkat jaringan WiFi di kampus BS

NO Lokasi SSID Channel Merk Security

1 BS PKHT 02 10 D-LINK WPA2

2 BS PKHT 01 7 D-LINK WPA2

3 BS RAMP-IPB WiFi 1+5 TP-LINK WPA

4 BS Hidden 4+8 Speedy WPA2

5 BS Ris.net 4+8 Speedy WPA2

6 BS Speedy_Instan@WiFi.id 4+8 Speedy Open

7 BS CENTRAS IPB 6 WPA

Model desain jaringan WiFi yang akan dibuat sebagai berikut: 1 Koneksi langsung

Koneksi langsung adalah model jaringan WiFi yang menggunakan media kabel sebagai penghubung antar AP. Kabel yang dipakai adalah kabel UTP dengan konektor RJ-45.

2 Koneksi bridging/relay

Koneksi bridging/relay adalah sebuah model jaringan WiFi yang menggunakan media wireless sebagai penghubung antar AP. Model desain ini merupakan alternatif yang bisa diimplementasikan. Topologi yang akan digunakan adalah point-to-multipoint dengan wireless distribution system (WDS) sebagai bridging link dalam penghubung antar AP. Bridging link tersebut diimplementasikan pada 802.11a dengan menggunakan Mikrotik Router Board 433. Karakteristik 802.11a adalah band 5 GHz, modulasi orthogonal frequency division multiplexing, throughput 23 Mbps dengan jarak (indoor/outdoor) 35/120 meter (Barrie 2009).

Masing-masing prototipe yang dirancang memiliki server DHCP yang berfungsi untuk memberikan IP pada STA yang terhubung dengan AP. Server digunakan untuk pengujian dari throughput yang didapatkan oleh STA pada saat pengujian. AP TP-LINK TL-WR1043ND digunakan sebagai perangkat WiFi dengan melakukan upgrade firmware factory ke DD-WRT agar fitur yang tersedia menjadi lebih lengkap. Dengan firmware DD-WRT tersebut AP dapat melakukan DHCP Forwarder. Hal ini dilakukan agar waktu yang dibutuhkan untuk perpindahan STA terhadap AP satu dengan yang lainnya menjadi lebih cepat. Dengan pengatuaran AP diatur DHCP forwarder maka STA tidak perlu melakukan mekanisme permintaan DHCP ulang ketika berpindah AP. Pengaturan

(20)

10

karena itu, AP1 diatur menggunakan channel 1 (2.412 MHz) dan AP2 channel 6 (2.437 MHz).

Jaringan WiFi diimplementasikan pada IEEE 802.11g. Penetapan network wireless mode 802.11g tersebut disesuaikan dengan tempat pengujian yang memiliki lebar sekitar 20 meter. Karakteristik 802.11x terlihat pada Tabel 4. Dalam implementasi yang sesungguhnya disarankan menggunakan 802.11n atau teknologi yang lebih baik dengan memperhatikan kemampuan perangkat AP dan STA.

Tabel 4 Karakteristik 802.11x (Barrie 2009)

Standard Band

IR (infrared). bFHSS (Frequency Hopping Spread Spectrum). cDSSS (Direct-Sequence Spread Spectrum).

d

OSDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing).

Pembuatan Prototipe

Pada tahapan ini dilakukan penentuan perancangan infrastuktur WiFi untuk rekomendasi jaringan infrastuktur WiFi di IPB. Infrastuktur yang akan direkomendasikan yaitu model koneksi langsung dan model koneksi

bridging/relay. Kedua model tersebut dibuatkan prototipe jaringannya sesuai dengan peralatan jaringan yang tersedia. Pembuatan prototipe jaringan tersebut dilakukan di tempat yang tidak terdapat jaringan WiFi yang lain agar hasil yang didapatkan lebih valid.

Konfigurasi yang dilakukan dalam pembuatan prototipe model koneksi langsung dan model koneksi bridging/relay secara umum sama disebabkan perangkat dan service-nya secara umum sama. Perbedaannya adalah pada

prototipe model desain bridging/relay ditambahkan konfigurasi bridging dengan WDS untuk mengimplementasikan bridging link. Prototipe model koneksi langsung dapat dilihat pada Gambar 4 dan bridging/relay pada Gambar 5.

Adapun konfigurasi yang dilakukan sebagai berikut: 1 ServerDHCP

 IP lokal pada router menggunakan 172.17.0.1 dengan netmask 255.255.0.0 pada interface eth5 dan eth6 untuk model koneksi langsung dan interface

bridge1(eth1 dan wlan1) untuk model bridging/relay.

 IP pool diberi nama dhcp_pool1 dengan range IP yang dapat digunakan 172.17.0.100 sampai 172.17.255.254.

(21)

11

Gambar 4 Model desain prototipe koneksi langsung

Channel6

Gambar 5 Model desain prototipe koneksi bridging/relay

Server DHCP dikonfigurasikan pada perangkat Router Mikrotik Router Board 1100. Konfigurasi dilakukan dengan menggunakan kabel LAN yang dihubungkan dengan power over ethernet (PoE). Software yang digunakan untuk konfigurasi adalah Mikrotik WinBox Loader versi 2.2.18.

IP lokal yang digunakan adalah IP private pada class B yang disesuaikan dengan jaringan IPB. Interface yang dibutuhkan untuk menghubungkan server DHCP dengan AP1 dan AP2 adalah interface bridge (bridge1). Interface bridge

merupakan fitur yang dimiliki oleh Mikrotik untuk menggabungkan 2 buah

physical interface dengan satu logical interface. 2 AP

 IP lokal pada AP dibuat default 192.168.1.1 dengan netmask 255.255.255.0

(22)

12

 WAN connection type pada AP dibuat disable.

 DHCP type pada setiap AP digunakan sebagai DHCP forwarder.

 Nama SSID untuk setiap AP dibuat sama dengan nama “IPB”.

Channel untuk setiap AP dibuat berbeda, dengan AP1 menggunakan

channel 1, AP2 channel 6, channel width 20 MHz, dan wireless network mode 802.11g.

Security pada setiap AP dibuat sama dengan security mode WPA2 Personal, WPA algorithms AES, dan WPA share key Skr1ps12014!.

IP lokal AP dibuat default agar mempermudah pengguna dalam mengakses perangkat tersebut. Dalam hal keamanan akses terhadap perangkat dibuatlah

password yang terdiri dari 8 karakter lebih serta mengkombinasikan huruf, angka, dan simbol. WAN connection dibuat disable karena port tersebut tidak dipakai. DHCP dari AP digunakan sebagai DHCP Forwarder. DHCP forwarder

digunakan disebabkan dalam perancangan nirkabel digunakan wireless roaming

agar waktu perpindahan antar AP menjadi lebih cepat. Channel yang diatur pada masing-masing AP dibuat channel 1 dan 6 agar tidak terjadi interferensi karena

channel width yang digunakan 20 MHz. Wireless network diatur mode 802.11b/g dengan standar IEEE 802.11g karena lebar dari tempat pengujian sekitar 20 meter. Oleh karena itu, pada beberapa area dari lokasi pengujian ada area roaming dan area bukan roaming. Security diatur WPA2-Personal dikarenakan paling baik dibandingkan dengan security internal yang ada pada perangkat AP yang digunakan.

3 Mikrotik Router Board 433(perangkat bridging link)

Band yang digunakan sama dengan 5GHz-A

 Nama SSID sama untuk setiap Mikrotik Router Board 433

Channel yang digunakan sama untuk setiap Mikrotik Router Board 433

Wireless Distribution System (WDS) type pada setiap Mikrotik Router Board 433 dibuat dynamic

 WDS default bridge adalah interface bridge1 untuk semua Mikrotik Router Board 433

 Master interface untuk WDS dibuat sama yaitu wlan1

Interface wlan1 dan ether1 tergabung dalam interface bridge1 untuk semua Mikrotik Router Board 433

Wireless mode AP Mikrotik Router Board 433 1 dibuat sebagai AP Bridge, dan AP Mikrotik Router Board 433 2 dibuat sebagai station WDS.

Band yang digunakan adalah 802.11a dengan frekuensi 5 GHz. Bridging link diimplementasikan pada Mikrotik Router Board 433 dengan konfigurasi SSID dan channel dibuat sama. Implementasi bridging link menggunakan WDS sebagai penghubung antar AP. WDS yang diimplementasikan adalah dynamic

(23)

13

433 tersebut harus melewati Mikrotik Router Board 433 (AP1) untuk terhubung ke jaringan atau server DHCP.

Pengujian Kinerja Jaringan (Prototipe)

Pengujian kinerja jaringan diuji berdasarkan variabel latency, throughput, dan SNR. Ketiga variabel ini memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara umum jika nilai SNR rendah maka nilai latency akan tinggi dan nilai throughput akan rendah. Pengujian latency digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap waktu respon jaringan. Selain itu juga latency digunakan sebagai pengukuran waktu yang dibutuhkan oleh sebuah STA untuk berpindah dari AP yang terkoneksi ke STA tersebut ke AP lain yang memiliki sinyal lebih baik.

Hasil pengujian skenario 1 dengan nilai rata-rata dari 10 kali percobaan yang didapatkan pada prototipe model desain koneksi langsung dan koneksi

bridging/relay AP1 dapat dilihat pada Gambar 6. Sementara itu, hasil pengujian Prototipe model desain koneksi langsung dan koneksi bridging/relay AP2 dapat dilihat pada Gambar 7.

Hasil pengujian skenario 2 yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 8 untuk waktu perpindahan dari AP1 ke AP2 dan Gambar 9 untuk waktu perpindahan dari AP2 ke AP1.

Gambar 6 Grafik hasil pengujian latency untuk STA diam pada AP1 Grafik pada Gambar 6 menunjukkan setiap paket ping yang dikirimkan dari STA menuju gateway pada koneksi langsung mempunyai nilai latency yang kecil dan relatif stabil dengan waktu respon rata-rata sebesar 2.56 ms. Sementara itu, koneksi bridging/relay memiliki waktu respon rata-rata 173.14 ms dengan tingkat kestabilan yang rendah. Grafik pada Gambar 7 juga menunjukkan pola yang sama dengan nilai latency yang kecil dan relatif stabil dengan waktu respon rata-rata sebesar 2.55 ms pada koneksi langsung. Sementara itu, nilai latency koneksi

bridging/relay besar dan tidak stabil dengan waktu respon rata-rata 165.44 ms. Grafik garis pada Gambar 8 menunjukkan bahwa waktu perpindahan dari AP1 ke AP2 untuk koneksi langsung memerlukan waktu yang lebih cepat jika dibandingkan dengan koneksi bridging/relay. Dengan waktu rata-rata sebesar 2.8 detik untuk koneksi langsung dan 4.9 detik untuk koneksi bridging/relay.

(24)

14

Demikian juga waktu perpindahan dari AP2 ke AP1 yang terlihat pada grafik garis pada Gambar 9 menunjukkan hal yang hampir sama. Dengan waktu rata-rata 3 detik untuk koneksi langsung dan 7.5 detik untuk koneksi bridging/relay.

Perbedaan waktu perpindahan yang besar dari AP1 ke AP2 dengan AP2 ke AP1 pada koneksi bridging/relay disebabkan karena AP1 terhubung langsung dengan DHCP server. Sementara itu AP2 untuk terhubung dengan server DHCP harus melewati AP1.

Gambar 7 Grafik hasil pengujian latency untuk STA diam pada AP2

Gambar 8 Grafik hasil pengujian latency untuk STA bergerak dai AP1 ke AP2 Hasil pengujian skenario 3 dengan 10 kali percobaan nilai rata-rata

throughput yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 10 untuk AP1 dan Gambar 11 untuk AP2.

Grafik garis pada Gambar 10 menunjukkan nilai throughput yang didapatkan dihampir semua titik pengujian terhadap AP1 untuk koneksi langsung jauh lebih baik jika dibandingkan dengan koneksi bridging/relay. Dengan rata-rata throughput sebesar 7.893 Mbps untuk koneksi langsung dan 1.683 Mbps untuk koneksi bridging/relay. Demikian juga hasil yang diperoleh disemua titik

(25)

15

pengujian terhadap AP2 yang terlihat pada grafik garis Gambar 11. Untuk koneksi langsung throughput yang dihasilkan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan koneksi bridging/relay. Dengan nilai throughput rata-rata sebesar 6.477 Mbps untuk koneksi langsung dan 1.045 Mbps untuk koneksi bridging/relay.

Gambar 9 Grafik hasil pengujian latency untuk STA bergerak dari AP2 ke AP1

Gambar 10 Grafik hasil pengujian throughput pada AP1

Nilai pengujian skenario 3 koneksi langsung Gambar 10 menghasilkan nilai yang rendah pada jarak 10 m dan koneksi langsung Gambar 11 menghasikan nilai rendah pada jarak 5 m disebabkan karena STA berada pada area roaming. Indikasi yang dijadikan ukuran adalah pada titik pengujian tersebut STA sering putus koneksi terhadap AP. Oleh karena itu maka nilai throughput yang dihasilkan mengalami penurunan yang drastis dari titik sebelum dan sesudahnya.

0

Jarak STA dengan AP1 (m)

(26)

16

Gambar 11 Grafik hasil pengujian throughput pada AP2

Pengujian yang terakhir adalah pengujian SNR. Dalam pengujian ini dilihat berapa nilai SNR sebuah STA dari AP (Arsandy et al. 2012). Hasil pengujian SNR model koneksi langsung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil SNR pada pengujian model koneksi langsung

MAC Address Sinyal

Sementara itu, nilai SNR untuk model koneksi bridging/relay dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil SNR pada pengujian model koneksi bridging/relay

MAC Address Sinyal

Pada skenario 4 dilakukan pengujian SNR. Nilai SNR yang didapatkan pada masing-masing model hampir sama dengan 43 dB untuk model koneksi langsung dan 41 dB untuk model koneksi bridging/relay.

Evaluasi

(27)

17

channel berikutnya (tetangga) yang harus ditetapkan agar meminimalisir terjadinya interferensi dengan lebar pita yang digunakan 20 MHz adalah:

Diketahui: �−1 = 1 dan BW= 20 MHz.

Maka channel berikutnya adalah channel 5.

Gambar 12 menunjukkan frekuensi yang digunakan tidak saling tumpang tindih satu sama lainnya. Oleh karena itu, interferensi antar perangkat WiFi yang berdekatan dapat diminimalisir.

Pengujian ke-1 adalah latency untuk STA diam dengan mengirimkan Packet ping, mengindikasikan bahwa koneksi langsung lebih stabil dibandingkan dengan koneksi bridging/relay. Hal ini dikarenakan perbedaan media transmisi untuk menghubungkan AP yang digunakan dari kedua topologi yang diuji. Model koneksi langsung mengunakan media transmisi kabel dan model koneksi

bridging/relay menggunakan media transmisi wireless.

Pengujian ke-2 adalah latency STA yang berjalan dari AP1 menuju AP2 dan sebaliknya, waktu proses perpindahan pada model koneksi langsung lebih cepat dibandingkan dengan model koneksi bridging/relay.

Pengujian ke-3 adalah pengujian throughput dari STA ke sebuah server lokal pada kedua topologi. Model koneksi langsung lebih beser throughput yang didapatkan dari pada model koneksi bridging/relay dihampir semua titik yang telah ditentukan dalam pengujian. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kabel sebagai media transmisi penghubung antar AP lebih baik dibandingkan dengan

wireless (bridging link). Oleh karena itu, hasil throughput yang didapatkan model koneksi langsung lebih baik dibandingkan dengan model koneksi bridging/relay.

Pengujian ke-4 adalah pengujian SNR yang didapatkan dari AP terhadap sebuah STA. Nilai SNR yang didapatkan hampir sama antara model koneksi langsung dengan model koneksi bridging/relay. Hal tersebut disebabkan karena, pada koneksi bridging/relay digunakan frekuensi 5 GHz untuk menghubungkan AP1 dengan AP2. Sementara itu, frekuensi yang digunakan perangkat WiFi yaitu Gambar 12 Penetapan channel tetangga agar tidak tumpang tindih dengan

(28)

18

2.4 GHz. Oleh karena itu, bridging link dengan WiFi tidak saling mempengaruhi satu sama lainnya karena frekuensi yang berbeda.

Variabel pengujian latency, throughput, dan SNR memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Jika nilai SNR tinggi maka latency akan rendah dan throughput akan tinggi. Sementara itu, jika nilai SNR-nya rendah maka

latency akan tinggi dan throughput akan rendah. Model desain koneksi langsung dan koneksi bridging/relay memiliki nilai SNR yang sama baiknya. Oleh karena itu, kinerja jaringan bergantung pada koneksi yang digunakan masing-masing model jaringan sebagai penghubung antar AP. Media transmisi kabel sebagai koneksi yang digunakan pada model koneksi langsung dan media transmisi

wireless pada model koneksi bridging/relay. Media transmisi kabel yang digunakan adalah kabel UTP dengan konektor RJ-45 dan port FastEthernet. Senentara itu, media transmisi wireless yang digunakan adalah bridging link

(802.11a dan lebar pita 40MHz) dengan dynamic WDS dan port wireless

(Mikrotik router board 433 outdoor).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil semua skenario percobaan dapat disimpulkan bahwa kinerja jaringan dari model koneksi langsung lebih baik dibandingkan dengan model koneksi

bridging/relay. Perbedaan kinerja jaringan disebabkan perbedaan kecepatan media transmisi yang digunakan sebagai penghubung antar AP. Model koneksi langsung memiliki kecepatan maksimum 100 Mbps. Sementara itu, model koneksi

bridging/relay memiliki kecepatan maksimum 15 Mbps.

Hasil pengujian SNR STA pada koneksi langsung dan koneksi

bridging/relay memiliki nilai yang hampir sama. Nilai SNR yang hampir sama ini disebabkan oleh perangkat, konfigurasi, dan penempatan perangkat yang sama pada model koneksi langsung serta model koneksi bridging/relay. Selain itu, frekuensi 5 GHz pada bridging link juga menjadi salah satu penyebab nilai SNR tersebut. Dengan demikian perbedaan nilai latency dan throughput yang didapatkan pada model koneksi langsung dan model koneksi bridging/relay

disebabkan oleh perbedaan kecapatan pada media transmisi yang digunakan kedua model tersebut.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya:

1 Pengukuran throughput diuji untuk STA yang bergerak.

2 Perangkat yang digunakan untuk STA lebih dari satu dengan perbedaan sistem operasi dan jenis network interface card.

(29)

19

DAFTAR PUSTAKA

Arsandy KS, Indrastanti RW, Theophilus W. 2012. Perancangan dan analisis external wireless Roaming pada jaringan hotspot menggunakan dua jaringan mobile broadband. Di dalam: Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan. [di unduh 2014 Okt 7].

Barrie S. 2009. Networking Bible. Indianapolis (US): Wiley.

Brownlee N, Loosley C. 2001. Fundamentals of Internet Measurement: A Tutorial.

CMG Journal of Computer Resource Management 102.

Ermanno P, Marco Z, Carlo F, Stephen O, Corinna E, Sebastian B, Jim F, Klass W, Eric V, Bruce B et al. 2013. Wireless Networking in the Developing World. 3rd ed. Jane B, editor. Penerbit tidak diketahui.

[IEEE] Institute of Electrical and Electronics Enginer. 2012. WiFi [Internet].

[diunduh 2014 Mar 13]. Tersedia pada: http://www.ieee.org/go/emergingtech. Nurmalia. 2010. Pengukuran interferensi pada AP (AP) untuk mengetahui quality

of service (QoS) [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Jakarta.

Shoemake MB. 2001. Coexistence Issue and Solutions for the 2.4 GHz ISM Band. Texas (US): Texas Instruments.

Sukoco H. 2005. Kontrol kongesti TCP-friendly menggunakan pendekatan multicast-berlapis untuk aplikasi streaming audio/video di Internet [tesis].

(30)

20

Lampiran 1 Teknik cluster sampling dalam pemiolihan 6 lokasi

Kelompok 1

Gedung Sebelah Kiri Rektorat

Kelompok 2

Gedung Sebelah Kanan Rektorat Lampiran 2 Gambar site survey dengan HeatMapper yang dilakukan di kampus

BS U

S

Lokasi 3 Lokasi

2

(31)

21

Lampiran 3 Peta infrastruktur perangkat WiFi di beberapa lokasi kampus Dramaga

17 Kanan

(32)

22

Lampiran 4 Gambar tumpang tindih frekuensi yang digunakan perangkat WiFi di beberapa lokasi kampus BS

Signal

(

dB

m)

Channel

Channel

Signal

(

dB

m)

Channel

Signal

(

dB

m)

Lokasi 1

Lokasi 2

(33)

23

(34)

24

Lampiran 6 Gambar letak titik-titik pengujian throughput yang dilakukan dalam pengujian kinerja

3m 2m

1m

4m 5m

6m 7m

Office

40 sq m

8m 9m

3m 2m

1m

4m 5m

6m 7m 8m 9m

AP1

AP2

(35)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 25 Januari 1991. Penulis adalah putra ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari MA Negeri 2 Kota Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) Program D3 Teknik Komputer melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis menyelesaikan pendidikan Program D3 selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2012. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Program Sarjana Ilmu Komputer Alih Jenis Departemen Ilmu Komputer FMIPA IPB.

Gambar

Gambar  1  Channel dan frekuensi tengah untuk 802.11b/g (Ermanno et al. 2013)
Gambar  3  Tahapan metode penelitian
Tabel 1  Data perangkat jaringan WiFi di gedung sebelah kanan rektorat
Tabel 2  Data perangkat jaringan WiFi di gedung sebelah kiri rektorat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku ilmu hukum dan jurnal yang terkait dengan

Mengacu pada Lemma 1.8, Lemma 1.9 dan Lemma 1.10 pada bagian selanjutnya dibuktikan interval kekontraktifan pemetaan dengan kondisi tipe kontraktif pada [3] untuk

Ketiga, SA juga secara eksplisit mengharuskan negara yang menerapkan safeguards untuk melakukan diskriminasi terhadap eksportir negara berkembang dengan membebaskan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Morrison dkk (2019) yang dilakukan pada 176 pasien DM tipe 2

Struktur Ekonomi Kabupaten Ngada menurut Lapangan Usaha pada tahun 2016 didominasi oleh Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (Kategori A) dengan

Tingkat pengungkit operasi ( degree of operating leverage = DOL ) untuk tingkat penjualan tertentu dapat diukur dengan menggunakan rasio margin kontribusi terhadap laba.

Menetapkan : PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TENTANG TATA CARA PENYESUAIAN / INPASSING, PELAKSANAAN UJI KOMPETENSI DAN PENETAPAN KEBUTUHAN DALAM RANGKA PENYESUAIAN

Kalau kita mau memberikan diri kita untuk sesuatu, dan kita memang diperintahkan untuk memberikan diri kita di dalam gereja; mereproduksikan kehidupan kita di