• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Ekstrak Rebusan Daun Sirih Sebagai Pengganti Perak Nitrat Dalam Larutan Pengawet Bunga Potong Dendrobium ‘Sonia’

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Ekstrak Rebusan Daun Sirih Sebagai Pengganti Perak Nitrat Dalam Larutan Pengawet Bunga Potong Dendrobium ‘Sonia’"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN DAN

KESEHATAN NELAYAN BAGAN DI PALABUHANRATU

SUKABUMI, JAWA BARAT

ADINDA GENI SARASATI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Tingkat Pendidikan dan Kesehatan Nelayan Bagan di Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2015

(4)

ABSTRAK

ADINDA GENI SARASATI. Karakteristik Tingkat Pendidikan dan Kesehatan Nelayan Bagan di Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh MUSTARUDDIN dan SUGENG HARI WISUDO.

Alat tangkap bagan di Palabuhanratu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dalam pengoperasiannya hanya satu atau dua orang nelayan dalam satu unit bagan, tetapi jumlah alat tangkap bagan terus meningkat. Mengingat pentingnya peran nelayan dalam bekerja yang terkadang kurang memperhatikan faktor pendidikan dan kesehatan, sehingga akan mempengaruhi karakteristik nelayan bagan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan pada nelayan bagan di Palabuhanratu yang diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal, pendidikan informal, serta kesehatan dan menganalisis keterkaitan karakteristik nelayan dengan kegiatan perikanan bagan di Palabuhanratu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang masuk ke dalam kategori metode penelitian deskriptif dengan menggunakan analisis korelasi. Hasil dari analisis ini menunjukkan karakteristik tingkat pendidikan nelayan bagan dilihat dari pendidikan formal sebagian besar masih memiliki pendidikan yang rendah yaitu Sekolah Dasar (46%), pendidikan informal nelayan menganggap pelatihan cukup penting untuk dilaksanakan (63%), dan dilihat dari aspek kesehatan menunjukkan nelayan sering mengalami jatuh sakit (63%). Sebanyak 50% nelayan memiliki akses yang cukup jauh dengan pelayanan kesehatan yaitu >5 km, dan nelayan menganggap biaya berobat cukup mahal (34%). Faktor yang terkait karakteristik mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap perikanan bagan adalah dana pendidikan (K = 0,477, P = 0,008), sedangkan faktor yang berpengaruh positif tetapi tidak signifikan adalah urgensi pelatihan (K = 0,281, P = 0,132), dan kesehatan memiliki pengaruh yang negatif terhadap perikanan bagan (K = -0,041).

(5)

ABSTRACT

ADINDA GENI SARASATI. Characteristics Education and Health of Lift Net Fishermen in Palabuhanratu, Sukabumi West Java. Supervised by MUSTARUDDIN and SUGENG HARI WISUDO.

Lift Net fishing gear number in Palabuhanratu increased over the years. In operation, there is only one or two fishermen in a lift net unit, but the amount of lift net continues to increase. Fisherman instrumental in working and less attention to education and health, this may affect characteristics of the lift net fishermen. The purpose of this study is to analyze characteristics of the group of lift net fishermen in Palabuhanratu as measured by the levels of formal education, non-formal education, and health and the connection of fishermen's characteristics with fish net activities in Palabuhanratu. The writer uses a survey method which is in the category of descriptive research method with a correlation analysis. The results of this analysis indicate characteristics of lift net fishermen in the terms of formal education most of them still have lower education that is primary schools (46%), in the terms of informal education fishermen consider training is important to be implemented (63%), and in the term of health shows fishermen often fall ill (63%). As many as 50% of fishermen have to travel far to access the health services which is >5 km, and some of them consider medical costs is too expensive (34%). The factors related to characteristics that have a significant positive effect on the using of lift net is education fund (K = 0.477, P = 0.008), whereas factors that have positive but not significant effect is the urgency of training (K = 0.281, P = 0.132), and in other hand, health have negative effect on lift net activities (K = -0.041).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN DAN

KESEHATAN NELAYAN BAGAN DI PALABUHANRATU

SUKABUMI, JAWA BARAT

ADINDA GENI SARASATI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini adalah Karakteristik Tingkat Pendidikan dan Kesehatan Nelayan Bagan di Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2014 di PPN Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat.

Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1) Dr Mustaruddin, STP dan Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi selaku dosen

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama pengerjaan penelitian ini.

2) Ibu (Yuni Astuti) dan Bapak (Selamet Warsito) serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan doa, semangat, dan moril.

3) Primaloka Widya Puri yang telah memberikan semangat bagi saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

4) Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu beserta staf yang telah memberikan izin dan kemudahan dalam melakukan penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Tempat dan Waktu Penelitian 2

Alat Penelitian 3

Metode Penelitian 3

Jenis dan Sumber Data 3

Metode Pengumpulan Data 4

Analisis Data 4

Analisis Deskriptif 4

Analisis Korelasi 5

Hipotesis dan Tingkat Signifikansi (p) 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Keadaan Umum Daerah Penelitian 6

Kondisi Perikanan Bagan PPN Palabuhanratu 8

Karakteristik Tingkat Pendidikan dan Kesehatan Nelayan Bagan 9

Pembahasan 14

KESIMPULAN DAN SARAN 18

Kesimpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

(12)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah prasarana pendidikan di Kecamatan Palabuhanratu tahun 2013 7 2 Jumlah fasilitas kesehatan di Kecamatan Palabuhanratu tahun 2013 7 3 Keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan formal dengan 12

kegiatan perikanan bagan

4 Keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan informal dengan 13 kegiatan perikanan bagan

5 Keterkaitan karakteristik tingkat kesehatan dengan 13 kegiatan perikanan bagan

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 2

2 Jumlah alat tangkap bagan tahun 2009-2013 8

3 Jumlah nelayan perikanan bagan tahun 2009-2013 9

4 Umur responden nelayan bagan 9

5 Tingkat pendidikan nelayan bagan 10

6 Tingkat urgensi pendidikan informal (pelatihan / kursus) 10

7 Kesehatan nelayan bagan 11

8 Kemudahan nelayan bagan mendapatkan pelayanan kesehatan 11

9 Tingkat biaya berobat nelayan bagan 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Konstruksi alat tangkap bagan di Palabuhanratu 20

2 Analisis Korelasi 21

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu merupakan salah satu pusat aktivitas perikanan di Kabupaten Sukabumi dan memiliki hasil produksi yang cukup tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan produksi hasil tangkapan yang mencapai 12.721.650 kg pada tahun 2013 (Statistik PPN Palabuhanratu 2014). Alat penangkapan ikan yang terus berkembang di PPN Palabuhanratu salah satunya adalah alat tangkap bagan. Menurut data statistik PPN Palabuhanratu (2014), alat tangkap bagan menghasilkan produksi ikan mencapai 299.553 kg pada tahun 2009 dan meningkat hasil produksinya pada tahun 2013 mencapai 413.772 kg. Armada perikanan bagan pada tahun 2009 berjumlah 164 unit dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 201 unit.

Produksi hasil tangkapan yang terus meningkat tidak lepas dari peran nelayan bagan sebagai salah satu pelaku utama perikanan tangkap di Palabuhanratu. Nelayan juga menjadi sasaran pembangunan perikanan berkelanjutan yang diarahkan pada keharmonisan antara kesejahteraan, pemerataan, dan pertumbuhan. Mengingat pentingnya peran nelayan bagan dalam menaikkan produksi hasil tangkapan, maka perlu diketahui mengenai karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan yang ada pada nelayan bagan.

Karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan merupakan suatu keadaan yang ada dan terjadi dalam kehidupan nelayan sebagai masyarakat sosial. Karakteristik ini dapat diukur dengan ketersediaan sarana dan prasarana, tingkat pendidikan nelayan, dan kondisi kesehatan nelayan (Herdian 2003). Karakteristik yang menjadi ciri-ciri sosial masyarakat nelayan adalah memiliki semangat kerja tinggi, memanfaatkan kemampuan diri terhadap keahlian, terbuka dan memiliki solidaritas sosial yang tinggi. Kelompok nelayan termasuk yang mengoperasikan alat tangkap bagan memiliki perbedaan dalam karakteristik dan kependudukan. Perbedaan tersebut diantaranya dapat dilihat dari tingkat pendidikan dan tingkat pelayanan kesehatan.

Pentingnya peran nelayan dalam bekerja, beberapa nelayan termasuk nelayan bagan terkadang kurang memperhatikan faktor pendidikan dan kesehatan. Nelayan tersebut beranggapan bahwa memiliki fisik yang kuat merupakan penentu utama keberhasilan penangkapan ikan. Sedangkan karakteristik yang mereka miliki juga berperan penting dalam operasi penangkapan ikan. Terkait dengan hal tersebut dirasa perlu untuk dilakukan penelitian mengenai karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan bagan di Palabuhanratu.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Menganalisis karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan pada nelayan bagan di PPN Palabuhanratu.

(14)

2

Manfaat Penelitian

Berikut merupakan beberapa manfaat bagi pihak-pihak terkait:

1) Memberikan informasi kepada pengusaha atau nelayan terkait agar dapat menunjang kegiatan perikanan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.

2) Menambah dan memperkaya wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti mengenai karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan bagan.

3) Menyediakan informasi dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam meningkatkan karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan bagan di Palabuhanratu.

4) Menambah dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) bagi kalangan akademisi.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat (Gambar 1). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2014.

(15)

3

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Alat tulis

2) Kamera digital 3) Kuesioner 4) Microsoft excel

5) Software pengolah data statistik

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Metode survei adalah penyelidikan yang dilakukan untuk mendapatkan fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan dari suatu daerah atau suatu kelompok yang dilakukan secara faktual (Nazir 1988). Metode ini termasuk dalam kategori metode penelitian deskriptif, dengan pendekatan studi kasus. Satuan kasus yang digunakan yaitu nelayan bagan yang melakukan operasi penangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari informasi nelayan yang menjadi responden dan melalui pengamatan langsung. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu:

1) Data terkait pendidikan formal: (1) Tingkat pendidikan

(2) Urgensi pendidikan (3) Dana pendidikan

2) Data terkait pendidikan informal: (1) Urgensi pelatihan

Lingkup data yang digunakan untuk melakukan pengukuran karakteristik dari setiap data terkait tersebut mengacu kepada Herdian (2003).

(16)

4

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan penyebaran kuesioner, wawancara terbuka dan melalui pengamatan langsung. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada kelompok nelayan bagan yang terdapat di Palabuhanratu. Langkah yang dilakukan yaitu langsung menemui atau menghubungi unit penarikan sampel yang mudah dijumpai dan bersedia untuk dijadikan responden.

Penentuan jumlah responden nelayan bagan didasarkan pada pedoman penentuan sampel, ukuran minimal dari sampel adalah 30 sampel menurut Roscoe (1975) dan diacu dalam Sekaran (2009). Hal tersebut juga didukung bahwa penentuan jumlah sampel berdasarkan jumlah minimal 30 responden yang secara empiris jumlah sampel tersebut memiliki distribusi peluang rata-rata akan mengikuti distribusi normal dan sampel tersebut sudah cukup besar (Siagian dalam Herawati 2013). Sampel sebanyak 30 orang yang menjadi responden adalah sampel yang memenuhi persyaratan sehingga dapat mengurangi bias penelitian. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh lebih akurat dan detail dengan kondisi nelayan bagan di Palabuhanratu.

Wawancara terbuka terkait hal-hal lain yang ada dalam penelitian dan dilakukan kepada kelompok nelayan bagan untuk mendapatkan informasi lain terkait karakteristik nelayan bagan. Pengamatan langsung dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersifat dokumentatif.

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui telaah pustaka terhadap data statistik ataupun buku statistik, laporan kegiatan, hasil penelitian sejenis di perguruan tinggi, dan diperoleh dari Badan Pusat Statistik Daerah serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, meliputi:

1) Alat tangkap dan jumlah nelayan bagan.

2) Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis, jumlah sarana pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Sukabumi.

Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis korelasi. Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kondisi umum penelitian dan karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan. Analisis korelasi bertujuan untuk menganalisis keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan dengan kegiatan perikanan bagan.

1) Analisis Deskriptif

(17)

5

2) Analisis Korelasi

Analisis korelasi dalam kegiatan perikanan bagan ini diwakili oleh tingkat pendapatan dari nelayan bagan yang melakukan operasi penangkapan ikan. Sedangkan karakteristik nelayan bagan di Palabuhanratu yang dilihat dari tingkat pendidikan formal, pendidikan informal, serta kesehatan. Besarnya nilai korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Analisis korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan, jika analisis korelasi positif maka kedua variabel mempunyai hubungan searah, artinya jika nilai variabel X tinggi, maka menurut Sarwono (2011) nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah dan berlaku sebaliknya. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel, kriteria analisis korelasi sebagai berikut:

0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel >0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah

>0,25 – 0,5 : Korelasi cukup

>0,5 – 0,75 : Korelasi kuat

>0,75 – 0,99 : Korelasi sangat kuat

1 : Korelasi sempurna

Hipotesis dan Tingkat Signifikansi (p)

Signifikansi memberikan gambaran mengenai bagaimana hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar. Secara umum dapat menggunakan angka signifikansi sebesar 0,01; 0,05 dan 0,1. Pertimbangan penggunaan angka tersebut didasarkan pada tingkat kepercayaan (confidence interval). Angka signifikansi sebesar 0,01 mempunyai pengertian bahwa tingkat kepercayaan untuk memperoleh kebenaran dalam hasil penelitian adalah sebesar 99%. Jika angka signifikansi sebesar 0,05, maka tingkat kepercayaan adalah sebesar 95%. Jika angka signifikansi sebesar 0,1, maka tingkat kepercayaan adalah sebesar 90% (Sarwono 2011).

Pertimbangan lain ialah menyangkut jumlah data atau sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Semakin kecil angka signifikansi, maka ukuran sampel akan semakin besar. Sebaliknya semakin besar angka signifikansi, maka ukuran sampel akan semakin kecil. Untuk memperoleh angka signifikansi yang baik, biasanya diperlukan ukuran sampel yang besar. Untuk pengujian digunakan kriteria sebagai berikut:

฀ Jika angka signifikansi hasil penelitian < 0,05, maka hubungan / korelasi

kedua variabel dapat dipercaya secara nyata.

฀ Jika angka signifikansi hasil penelitian > 0,05, maka hubungan / korelasi

(18)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Keadaan Umum Daerah Penelitian

Kondisi Umum Geografi dan Topografi Palabuhanratu

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten pesisir di wilayah selatan Provinsi Jawa Barat. Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada pada 106º31' BT-106º37' BT dan antara 6°57' LS-7°04' LS, secara keseluruhan mempunyai 10 kecamatan pesisir. Kecamatan pesisir yang dimaksud adalah kecamatan yang sebagian atau seluruh wilayahnya yang berbatasan langsung dengan lautan, lautan yang dimaksud adalah Samudera Hindia. Kecamatan Pesisir tersebut antara lain Kecamatan Palabuhanratu, Cisolok, Ciemas, Simpenan, Surade, Cibitung, Tegalbuleud, Ciracap, Cikakak dan Simpenan (BPS Kabupaten Sukabumi 2009). Secara geografis, wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu terletak pada posisi 6º 97’-7º 2’ LS dan 106º 49’–107º 00’ dengan luas wilayah 4.127 km2 dan ketinggian 0-50 m dari permukaan laut (Departemen Pertanian 2006). Batas wilayah administratif Kabupaten Sukabumi adalah:

1) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur 2) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor 3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia

4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Samudera Hindia Palabuhanratu memiliki panjang garis pantai sekitar 105 km. Satuan morfologi penyusun pantai di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu terdiri dari perbukitan dan daratan merupakan ciri utama pantai selatan dengan pantai yang terjal dan perbukitan yang bergelombang serta mempunyai kemiringan 40% dan disusun oleh sedimen tua (Bappeda Kabupaten Sukabumi 2009).

Keadaan Iklim dan Musim

Kegiatan penangkapan ikan di Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh keadaan musim, yaitu musim barat dan musim timur. Pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei terjadi musim peralihan. Pada musim barat kondisi di Teluk Palabuhanratu ditandai dengan angin yang sangat kencang disertai ombak yang besar dan intensitas hujan yang sangat tinggi. Hal ini menyebabkan pada musim ini sebagian besar nelayan tidak pergi melaut. Pada bulan Mei sampai September terjadi musim timur, kondisi ini menyebabkan perairan relatif tenang, ombak relatif kecil, jarang terjadi hujan sehingga memungkinkan nelayan untuk pergi melaut. Oleh karena itu musim timur dikatakan sebagai musim puncak ikan.

Penduduk

(19)

7 Komposisi jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian yang dijalani sebagai nelayan di Kecamatan Palabuhanratu sebanyak 2.149 jiwa (Monografi Kecamatan Palabuhanratu 2014).

Pendidikan

Sarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Palabuhanratu telah tersedia dari tingkat dasar hingga pendidikan lanjutan atas. Jumlah sarana pendidikan di Kecamatan Palabuhanratu secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Jumlah prasarana pendidikan di Kecamatan Palabuhanratu tahun 2013

No Sarana Pendidikan Jumlah

(unit)

Sumber: Monografi Kecamatan Palabuhanratu 2013

Kesehatan

Sarana kesehatan yang sudah tersedia di Kecamatan Palabuhanratu terdiri dari 6 jenis fasilitas kesehatan. Jumlah sarana kesehatan di Kecamatan Palabuhanratu secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Jumlah fasilitas kesehatan di Kecamatan Palabuhanratu tahun 2013

No Jenis Fasilitas Jumlah

(20)

8

Dokter Kebidanan (orang) 1 Dokter Kulit/Kelamin (orang) - Dokter Ahli Lainnya (orang) 1

5 Dukun Khitan/Sunat 1

6 Dukun Bayi 25

7 Apotik/Depot obat 5

Sumber: Monografi Kecamatan Palabuhanratu 2013

Kondisi Perikanan Bagan PPN Palabuhanratu

Alat Tangkap Bagan

Alat perikanan bagan di PPN Palabuhanratu mengalami perubahan jumlah di setiap tahunnya. Jumlah alat tangkap bagan mengalami kenaikan dari tahun 2009 yaitu sebanyak 164 unit dan meningkat menjadi 201 unit pada tahun 2013. Perkembangan alat tangkap perikanan bagan di PPN Palabuhanratu tahun 2009-2013 secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2, dan gambar desain konstruksi alat tangkap bagan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 2 Jumlah alat tangkap bagan tahun 2009-2013

Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2009-2013 (Diolah)

Kondisi Nelayan Bagan

Kenaikan jumlah alat tangkap bagan akan berdampak pula pada kenaikan jumlah nelayan bagan. Jumlah nelayan bagan di PPN Palabuhanratu yang menggunakan kapal motor tempel meningkat dari tahun 2009 sebanyak 216 orang menjadi 285 orang pada tahun 2013. Perkembangan jumlah nelayan bagan di PPN Palabuhanratu tahun 2009-2013 secara rinci dapat dilihat pada Gambar 3, dan kelengkapan peralatan perikanan nelayan bagan dapat dilihat pada Lampiran 3.

(21)

9

Gambar 3 Jumlah nelayan perikanan bagan tahun 2009-2013

Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2009-2013 (Diolah)

Karakteristik Tingkat Pendidikan dan Kesehatan Nelayan Bagan

Nelayan dalam penelitian ini adalah nelayan yang mengoperasikan alat penangkapan ikan bagan di PPN Palabuhanratu. Berikut merupakan penjelasan lebih rinci mengenai karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan bagan:

1) Umur

Menurut Badan Pusat Statistik (2003), umur produktif manusia berkisar antara umur 15-64 tahun. Nelayan bagan di Palabuhanratu dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok umur, yaitu umur kurang dari 30 tahun, 30-34 tahun, 35-39 tahun, 40-44 tahun dan diatas 45 tahun. Umur tertua nelayan bagan yaitu 55 tahun, sedangkan umur termuda nelayan bagan yaitu 20 tahun. Mayoritas nelayan bagan berusia 40-44 tahun yaitu sebanyak 30%. Sebaran nelayan bagan berdasarkan umur dapat dilihat secara rinci pada Gambar 4.

Gambar 4 Umur responden nelayan bagan

Sumber: Hasil olahan data (2015)

(22)

10 2) Tingkat pendidikan formal

Nelayan bagan umumnya telah menempuh pendidikan meskipun masih ada beberapa orang nelayan yang tidak menyelesaikannya, tingkat pendidikan yang di tempuh oleh nelayan bagan terbanyak adalah tamat SD, yaitu sebesar 46%, sebesar 37% nelayan bagan tidak tamat SD, sedangkan sebesar 7% nelayan tidak tamat SMP dan sebesar 10% nelayan menyeselasikan pendidikan hingga tamat SMP. Tingkat pendidikan nelayan bagan dapat dilihat secara rinci pada Gambar 5.

Gambar 5 Tingkat pendidikan nelayan bagan

Sumber: Hasil olahan data (2015)

3) Tingkat pendidikan informal (pelatihan/kursus)

Tingkat pendidikan informal yang sudah di tempuh dari nelayan yang menjadi responden, sebanyak 8 orang nelayan bagan (27%) menyatakan bahwa pelatihan / kursus sangat penting untuk dilaksanakan. Sebanyak 3 orang nelayan responden (10%) menyatakan pelatihan / kursus penting untuk dilaksanakan, 19 orang nelayan responden (63%) menyatakan pelatihan / kursus cukup penting untuk dilaksanakan, dan tidak ada nelayan yang mengatakan bahwa pelatihan itu tidak penting. Umumnya nelayan menyatakan tidak pernah mengikuti kursus yang berhubungan dengan pekerjaan sebagai nelayan. Tingkat urgensi pendidikan informal (pelatihan / kursus) secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Tingkat urgensi pendidikan informal (pelatihan / kursus)

(23)

11 4) Kesehatan

Aspek kesehatan nelayan bagan dapat dilihat sebanyak 5 orang nelayan responden (17%) menyatakan bahwa mereka sangat sering mengalami gangguan kesehatan / sakit. Sebanyak 19 orang nelayan responden (63%) menyatakan sering mengalami gangguan kesehatan, 2 orang nelayan responden (7%) menyatakan jarang mengalami masalah kesehatan, dan sebanyak 4 orang nelayan responden (13%) menyatakan tidak pernah mengalami gangguan kesehatan. Selengkapnya mengenai indikator kesehatan nelayan bagan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Kesehatan nelayan bagan

Sumber: Hasil olahan data (2015)

5) Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan

Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan meliputi jarak ke tempat pelayanan kesehatan terdekat, dan biaya berobat yang harus dikeluarkan oleh nelayan. Sebanyak 15 orang nelayan bagan (50%) menyatakan bahwa jarak tempat pelayanan kesehatan dari tempat tinggal mereka lebih dari 5 km. Sebanyak 3 orang nelayan bagan (10%) menyatakan bahwa jarak terdekat ke tempat pelayanan kesehatan dari tempat tinggal adalah antara 3 sampai 5 km dan sebanyak 6 orang nelayan bagan (20%) menyatakan bahwa jarak tempat pelayanan kesehatan dari tempat tinggalnya kurang dari 3 km. Kemudahan nelayan bagan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dapat dilihat secara rinci pada Gambar 8.

Gambar 8 Kemudahan nelayan bagan mendapatkan pelayanan kesehatan

Sumber: Hasil olahan data (2015)

5

sangat sering sering jarang tidak pernah

(24)

12 Biaya berobat yang harus dikeluarkan oleh nelayan, sebanyak 4 orang nelayan bagan (13%) menyatakan bahwa biaya berobat sangat mahal, sebanyak 9 orang nelayan bagan (30%) menyatakan biaya berobat mahal, sebanyak 10 orang nelayan bagan (34%) menyatakan biaya berobat cukup mahal sedangkan sisanya (23%) menyatakan biaya berobat sudah terjangkau. Tingkat biaya berobat nelayan bagan dapat dilihat secara rinci pada Gambar 9.

Gambar 9 Tingkat biaya berobat nelayan bagan

Sumber: Hasil olahan data (2015)

Aspek Tingkat Pendidikan Nelayan terhadap Kegiatan Perikanan Bagan

Pengaruh karakteristik tingkat pendidikan nelayan terhadap kegiatan perikanan bagan dapat dilihat berdasarkan aspek pendidikan (formal dan informal). Faktor yang mempengaruhi karakteristik tingkat pendidikan nelayan ditentukan menggunakan metode analisis korelasi. Interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel, kriteria tidak ada korelasi antara dua variabel (0), korelasi sangat lemah (>0 – 0,25), korelasi cukup (>0,25 – 0,5), korelasi kuat (>0,5 – 0,75), korelasi sangat kuat (>0,75 – 0,99), dan korelasi sempurna diberikan nilai 1 (Sarwono 2011). Tabel analisis korelasi karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan bagan dapat dilihat pada Lampiran 2. Keterkaitan karakteristik pendidikan formal dan informal nelayan bagan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3 Keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan formal dengan kegiatan perikanan bagan

No Pendidikan Formal Pendapatan

Korelasi Signifikan (P) N

1 Tingkat Pendidikan 0,101 0,596 30

2 Urgensi Pendidikan -0,51 0,788 30

3 Dana Pendidikan 0,477 0,008 30

Sumber: Hasil olahan data (2015)

4

Sangat mahal Mahal Cukup mahal Murah

(25)

13 Tingkat pendidikan yang dijalani oleh nelayan bagan memperoleh nilai korelasi (K = 0,101). Namun korelasi tersebut masih lemah / rendah (K = 0,00 – 0,25) dan belum dinyatakan signifikan (P = 0,596). Urgensi pendidikan memperoleh nilai korelasi (K = -0,51). Korelasi tersebut termasuk kategori kuat yaitu berkisar antara (K = 0,50 – 0,75), tetapi belum dinyatakan signifikan (P = 0,788). Dana pendidikan memperoleh nilai korelasi (K = 0,477), korelasi tersebut termasuk kategori cukup / sedang (K = 0,25 – 0,50), dan sudah dinyatakan signifikan karena (P > 0,05 yaitu P = 0,008), maka hubungan / korelasi tersebut dapat dipercaya secara nyata.

Tabel 4 Keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan informal dengan kegiatan perikanan bagan

No Pendidikan Informal

Pendapatan

Korelasi Signifikan (P) N

1 Urgensi Pelatihan 0,281 0,132 30

Sumber: Hasil olahan data (2015)

Tingkat pendidikan informal yang di tempuh oleh nelayan bagan memperoleh nilai korelasi (K = 0,281). Korelasi tersebut termasuk dalam kategori sedang / cukup yaitu berkisar antara (K = 0,25 – 0,5) dan masih belum dinyatakan signifikan karena (P > 0,05, P = 0,132), sehingga dampaknya belum terasa secara luas di kalangan nelayan bagan.

Aspek Tingkat Kesehatan Nelayan terhadap Kegiatan Perikanan Bagan

Pengaruh karakteristik tingkat kesehatan nelayan terhadap kegiatan perikanan bagan akan dilihat berdasarkan urgensi kesehatan, kondisi tidak sehat, tempat berobat, jarak berobat, dan biaya berobat. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik kesehatan nelayan ditentukan dengan menggunakan metode analisis korelasi.

Tabel 5 Keterkaitan karakteristik tingkat kesehatan dengan kegiatan perikanan bagan

No Kesehatan

Pendapatan

Korelasi Signifikan (P) N

1 Urgensi Kesehatan -0,041 0,831 30

2 Kondisi Tidak Sehat -0,018 0,924 30

3 Tempat Berobat 0,383 0,037 30

4 Jarak Berobat 0,180 0,342 30

5 Biaya Berobat 0,074 0,698 30

(26)

14 Urgensi kesehatan dengan pendapatan nelayan menghasilkan nilai korelasi (K = -0,041). Korelasi tersebut termasuk dalam kategori rendah / sangat lemah (K = 0,00 - 0,25), dan masih belum dinyatakan signifikan (P = 0,831). Kondisi tidak sehat / sakit yang dialami oleh nelayan bagan menghasilkan nilai korelasi (K = -0,018), korelasi tersebut termasuk dalam kategori rendah / sangat lemah (K = 0,00 – 0,25), dan belum dinyatakan signifikan (P = 0,924). Tempat berobat dinyatakan signifikan (P > 0,05, P = 0,698).

Pembahasan

Unit penangkapan ikan bagan apung yang dioperasikan oleh nelayan di Palabuhanratu sebagian besar dibuat oleh nelayan itu sendiri, dengan keterampilan dan keahlian yang sudah mereka miliki secara turun-temurun. Bagan apung yang ada di Palabuhanratu terdiri dari berbagai ukuran, tetapi mempunyai bentuk dan konstruksi yang sama. Pengalaman yang mereka miliki selama ini untuk membuat satu unit bagan apung diperlukan waktu 7-10 hari dengan jumlah tenaga kerja 3-5 orang sampai bagan siap untuk dioperasikan (Raharja 2013). Menurut Badan Standardisasi Nasional (2005), alat tangkap bagan apung terdiri dari tiga bagian utama yaitu panggung bagan, jaring bagan atau waring dan alat bantu penangkapan. Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan dalam rangka memenuhi permintaan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap (Nelwan et al. 2012) Operasi penangkapan ikan yang ada dalam pelaksanaannya masih belum optimal ditambah dengan masalah dari luar seperti persaingan dengan alat tangkap lain, cuaca yang buruk, dan jumlah alat tangkap bagan yang semakin meningkat.

Armada perikanan bagan di Palabuhanratu merupakan salah satu armada yang penggunaannya terus meningkat selama 5 tahun terakhir. Tahun 2009 jumlah alat tangkap bagan sebanyak 164 unit dan meningkat menjadi 201 unit pada tahun 2013 (Statistik PPN Palabuhanratu 2014). Kenaikan armada ini juga diimbangi dengan kenaikan jumlah nelayan bagan. Menurut nelayan bagan Palabuhanratu, penggunaan alat tangkap bagan yang meningkat salah satunya disebabkan oleh mudahnya cara pengoprasian bagan yang dilakukan secara one day fishing pada malam hari kecuali saat terang bulan dan strategisnya lokasi teluk Palabuhanratu yang langsung berbatasan dengan Samudera Hindia sehingga meningkat pula usaha dalam memperoleh hasil tangkapan. Berdasarkan data umur nelayan bagan, semua nelayan bagan Palabuhanratu termasuk dalam umur produktif manusia, dimana menurut Badan Pusat Statistik (2003), umur produktif manusia berkisar antara umur 15-64 tahun. Sebanyak 17% nelayan bagan di Palabuhanratu berumur <30 tahun, artinya perikanan bagan masih menguntungkan untuk perkembangan perikanan bagan dan regenerasi perikanan bagan masih dapat terus berlanjut.

(27)

15 pendapatan dan perkembangan kemajuan dari suatu usaha yang dikembangkan oleh nelayan. Pengaruh teknologi dalam pengembangan usaha perikanan akan semakin besar jika semakin tinggi tingkat pendidikannya. Pemerintah sudah mengatur program wajib belajar selama 9 tahun sehingga akan lebih ideal jika nelayan bagan dapat menempuh pendidikan sampai jenjang SMP. Nelayan bagan di Palabuhanratu rata-rata hanya bersekolah hingga tamat SD (46%) dari segi tingkat pendidikan formal yang mereka jalani. Hal ini serupa dengan penelitian nelayan bagan di Teluk Labuan Uki, Kabupaten Bolaang Mangondow Perairan Sulawesi Utara, Laut Sulawesi yang memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah karena sebagian besar nelayan hanya bersekolah sampai tamat SD (Ridwan et al. 2014).

Nelayan bagan Palabuhanratu lebih mengutamakan pengalaman dalam melaksanakan penangkapan ikan karena operasi penangkapan ikan bergantung pada hasil tangkapan yang diperoleh. Semakin banyak hasil tangkapan yang didapat, maka akan semakin besar pendapatan yang diperoleh nelayan. Penyebab utama rendahnya tingkat pendidikan nelayan salah satunya adalah dana yang tersedia untuk biaya sekolah terbatas dan pengaruh lingkungan sekitar bagi anak laki-laki untuk ikut melaut. Sebagian besar nelayan bagan memiliki pendapat bahwa pendidikan merupakan hal yang penting. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pola pikir nelayan bagan di Palabuhanratu sudah cukup berkembang. Berdasarkan hasil wawancara, mereka akan mengalokasikan pendapatannya untuk kepentingan pendidikan anak-anaknya.

Perikanan bagan merupakan suatu unit penangkapan ikan secara tradisional yang pengoperasiannya tergantung pada keadaan cuaca untuk memperoleh sumberdaya ikan yang optimal. Saat cuaca buruk atau terang bulan, mereka tidak melakukan operasi penangkapan ikan, dan pada saat itu pula mereka mengisinya dengan kegiatan lain yang dapat memberikan penghasilan tambahan bagi nelayan bagan, salah satunya dengan menjadi kuli bangunan. Menurut nelayan bagan Palabuhanratu pelatihan / kursus cukup penting untuk diadakan guna menambah keterampilan nelayan, tetapi jarang adanya pelatihan / kursus untuk nelayan bagan yang menyebabkan mereka tidak memiliki keahlian lain dalam bekerja selain menjadi nelayan. Nelayan bagan Palabuhanratu menganggap pengalaman bekerja secara langsung maupun tidak, memberi pengaruh kepada hasil penangkapan ikan. Semakin lama seseorang mempunyai pengalaman sebagai nelayan, semakin besar hasil dari penangkapan ikan dan pendapatan yang diperoleh.

Pelatihan untuk nelayan diadakan oleh Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu instansi yang bertanggung jawab terhadap pengembangan kualitas sumberdaya manusia kelautan dan perikanan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Tata Operasional PPN Palabuhanratu selama tahun 2013 terdapat pelatihan Cara Penanganan Ikan yang Baik (CPIB) pada bulan April 2013. Pihak PPN Palabuhanratu mengatakan tidak ada pelatihan yang bersifat rutin dilaksanakan setiap tahunnya, pelatihan ini hanya untuk kapal yang berukuran besar seperti kapal tuna longline.

(28)

16 besar nelayan bagan Palabuhanratu memilih untuk tidak pergi berobat ke puskesmas / rumah sakit karena jaraknya yang cukup jauh dari tempat tinggal mereka (>5 km) dan ada pula nelayan yang mengaku jika di dekat tempat tinggalnya masih belum ada tempat untuk berobat, sehingga menyulitkan anggota keluarga nelayan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Hasil uji statistik dengan analisis korelasi pada bagian hasil uji nilai korelasi menunjukkan besarnya koefisien determinasi yang berfungsi untuk mengetahui besarnya variabilitas variabel tergantung pada tingkat pendapatan yang dapat diterangkan dengan menggunakan variabel bebas yaitu tingkat pendidikan, urgensi pelatihan, dan tingkat kesehatan. Kegiatan perikanan bagan diwakili oleh pendapatan nelayan yang menjalankannya dengan intensitas kegiatan perikanan bagan yang meningkat cenderung menghasilkan pendapatan yang meningkat pula, begitu juga sebaliknya.

Pendidikan formal yang di tempuh oleh nelayan bagan memiliki hubungan / keterkaitan yang unik terhadap pendapatannya dalam mengusahakan perikanan bagan. Tingkat pendidikan yang dijalani oleh nelayan berkorelasi positif dengan pendapatannya dalam mengusahakan bagan (K = 0,101). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dijalani oleh nelayan maka pendapatannya cenderung lebih baik. Namun korelasi tersebut masih rendah / sangat lemah (K berada antara r = 0,00 – 0,25) dan masih belum dinyatakan signifikan (nilai P > 0,05, yaitu 0,596), sehingga dampaknya belum terasa secara luas di kalangan nelayan bagan.

Urgensi pendidikan mempunyai korelasi negatif dengan pendapatan nelayan bagan (K = -0,51). Korelasi negatif ini memberi indikasi bahwa semakin mereka sibuk dengan kegiatan melaut dan pendapatan akan terus meningkat maka mereka semakin meremehkan urgensi pendidikan dalam hidupnya. Meskipun korelasi tersebut termasuk kategori tinggi / kuat (K berada pada r = 0,50 – 0,75), tetapi belum dapat dinyatakan signifikan (P > 0,05, yaitu 0,788) sehingga pengaruhnya tidak terasa luas di kalangan nelayan bagan. Namun demikian terkait dana pendidikan, mempunyai korelasi positif dengan pendapatan nelayan bagan (K = 0,477) dan korelasi tersebut termasuk kategori cukup / sedang karena nilai K berada (r = 0,25 – 0,50). Artinya meskipun ada diantara mereka yang meremehkan urgensi pendidikan dalam hidupnya, tetapi mereka akan mengalokasikan dana untuk pendidikan anak-anaknya, dimana semakin tinggi pendapatannya maka semakin banyak dana pendidikan yang dialokasikan. Hal ini terasa nyata di kalangan nelayan bagan Palabuhanratu dengan nilai (P = < 0,05 yaitu 0,008, signifikan).

Pendidikan informal yang di tempuh oleh nelayan bagan memiliki hubungan / keterkaitan yang unik terhadap pendapatannya dalam mengusahakan perikanan bagan. Urgensi pendidikan yang dijalani oleh nelayan berkorelasi positif dengan pendapatannya dalam mengusahakan perikanan bagan (K = 0,281). Hal ini menunjukan bahwa semakin mereka sering melakukan pelatihan dan memiliki pengalaman dalam bekerja maka pendapatannya cenderung lebih baik dan meningkat. Korelasi tersebut termasuk dalam kategori sedang / cukup (K berada antara r = 0,25 – 0,5) dan masih belum dinyatakan signifikan (nilai P > 0,05 yaitu 0,132), sehingga dampaknya belum terasa secara luas di kalangan nelayan bagan.

(29)

17 bagan. Urgensi kesehatan berkorelasi negatif dengan pendapatannya dalam mengusahakan bagan (K = -0,041). Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran nelayan akan pentingnya kesehatan dalam hidup mereka. Jika nelayan tersebut sakit dan tidak dapat bekerja maka tidak akan memperoleh pendapatan. Korelasi tersebut termasuk dalam kategori rendah (K berada pada r = 0,00-0,25), dan masih belum dikatakan signifikan (nilai P > 0,05, yaitu 0,831), sehingga dampaknya belum terasa secara luas di kalangan nelayan bagan.

Kondisi tidak sehat yang dialami oleh nelayan bagan memiliki korelasi negatif dengan pendapatannya (K = -0,018). Korelasi ini memberi indikasi bahwa semakin mereka sering mengalami jatuh sakit, maka nelayan tidak bisa melaut / bekerja sehingga tidak menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Korelasi tersebut termasuk dalam kategori rendah (K berada pada r = 0,00 – 0,25), dan belum dinyatakan signifikan (P > 0,05, yaitu 0,924) sehingga pengaruhnya tidak terasa luas di kalangan nelayan bagan. Tempat berobat yang harus di tempuh oleh nelayan bagan memiliki korelasi positif dengan pendapatannya (K = 0,383) dan korelasi tersebut termasuk kategori sedang karena nilai K berada pada (r = 0,25 – 0,5). Artinya jika nelayan sakit dan langsung pergi ke tempat berobat maka akan mendapatkan perawatan, sakit yang dialami nelayan tidak akan berlarut-larut sehingga nelayan bisa kembali bekerja agar mendapatkan penghasilan. Hal ini terasa nyata di kalangan nelayan bagan Palabuhanratu dengan nilai (P = <0,05 yaitu 0,037, signifikan).

(30)

18

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1) Karakteristik tingkat pendidikan nelayan bagan dilihat dari aspek pendidikan formal dan informal menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan masih memiliki pendidikan yang rendah / Sekolah Dasar (46%), nelayan bagan juga menganggap pelatihan cukup penting untuk dilaksanakan (63%). Sedangkan jika dilihat dari karakteristik tingkat kesehatan umumnya nelayan bagan sering mengalami kondisi sakit (63%), memiliki akses yang cukup jauh dari rumah sakit (>5 km), dengan pelayanan kesehatan (50%), dan menganggap biaya berobat cukup mahal (34%).

2) Keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan dengan kegiatan perikanan bagan yang mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap perikanan bagan adalah dana pendidikan (K = 0,477, P = 0,008), sedangkan faktor yang berpengaruh postif tetapi tidak signifikan adalah urgensi pelatihan (K = 0,281, P = 0,132), terkait tingkat kesehatan yang cenderung memiliki pengaruh negatif terhadap perikanan bagan adalah urgensi kesehatan (K = -0,041, P = 0,831). Pemenuhan kesehatan nelayan bagan, berkorelasi positif dengan pendapatannya dilihat dari tempat berobat, jarak tempat berobat, biaya berobat, dengan nilai K masing-masing 0,383, 0,180, dan 0,074.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan yaitu perlu dibangun pos pelayanan kesehatan di sekitar tempat tinggal nelayan, karena pos pelayanan kesehatan yang tersedia saat ini masih dianggap terlalu jauh terutama untuk anggota keluarga nelayan. Kemudian perlu adanya pelatihan / kursus yang intensif dan tepat untuk nelayan agar mereka memiliki keterampilan dan tidak meremehkan pendidikan guna dapat meningkatkan pendapatan nelayan.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Jakarta (ID): Biro Pusat Statistik. 230 hlm.

[BPS] Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi. 2009. Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2009. Sukabumi: Kerjasama Bappeda Kabupaten Sukabumi dengan BPS Kabupaten Sukabumi. 289 hal.

Cohran WG. 1991. Teknik Penarikan Sampel Edisi Ketiga. Jakarta(ID): UI Press. 488 hal.

(31)

19 Herawati N. 2013. Analisis Perilaku Konsumen dalam Pengambilan Keputusan Pembelian dan Kepuasan Konsumen Rumah Makan Nasi Timbel Saung Merak. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Herdian D. 2003. Karakteristik Sosial Ekonomi dan Pola Hubungan Patron-Klien Masyarakat Nelayan. Bogor: Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Kecamatan Palabuhanratu. 2013. Monografi Kecamatan Palabuhanratu Tahun 2013. Kecamatan Palabuhanratu: Sukabumi.

Nazir M. 1988. Metodologi Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Hlm 63-68 Nelwan AFP, Susaniati W, Kurnia M. 2012. Produktivitas Daerah Penangkapan Ikan Bagan Tancap yang Berbeda Jarak dari Pantai di Perairan Kabupaten Jeneponto. Jurnal Akuatika. 4(1): 68-79

PPN Palabuhanratu. 2013. Statistik Perikanan PPN Palabuhanratu Tahun 2013. PPN Palabuhanratu: Sukabumi.

Raharja P. 2013. Optimalisasi Operasi Penangkapan Ikan Bagan Apung di Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ridwan L, Lucky L, Rose OSEM. 2014. Perikanan Tangkap Bagan dan Keberlanjutannya pada Komunitas Nelayan Lokal di Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax Vol. 2 No. 1 Tahun 2014.

Sarwono J. 2011. Mengenal SPSS Statistik 20 Aplikasi untuk Riset Eksperimental.Jakarta : Kompas Gramedia.

(32)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Konstruksi alat tangkap bagan di Palabuhanratu

(33)
(34)

22 Lampiran 3 Dokumentasi penelitian kegiatan perikanan bagan di Palabuhanratu

Alat tangkap bagan Mesin Diesel

Saung nelayan

(35)

23

Pengamatan dan pengambilan ikan

Hasil tangkapan

Lampu

(36)

24

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Tabel 2 Jumlah fasilitas kesehatan di Kecamatan Palabuhanratu tahun 2013
Gambar 2 Jumlah alat tangkap bagan tahun 2009-2013 Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2009-2013 (Diolah)
Gambar 3 Jumlah nelayan perikanan bagan tahun 2009-2013 Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2009-2013 (Diolah)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tekemissäni haastatteluista tuli esille ainakin opettajien tarve saada enemmän tietoa ylipäätänsä matematiikan vaikeuksista ja niiden taustalla olevista syistä sekä

Pembelajaran filsafat pendidikan matematika dengan menerapkan kuantum learning dapat meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa di Prodi Filsafat pendidikan matematika FKIP

field dependent yang memperoleh paket pembelajaran PLH terintegratif tidak lebih tinggi dari pada mahasiswa yang memperoleh paket pembelajaran PLH monolitik. Dengan hasil

Berdasarkan hasil pengujian sistem yang telah dilakukan, maka didapatkan kasimpulan bahwa sistem aplikasi menentukan usia berdasarkan citra wajah dapat diimplementasikan

Hal tersebut dapat dilihat dari hasil akhir penelitian dimana guru dapat menguasai indikator yang ada dalam menentukan metode pembelajaran dan mencari metode yang

Bila dikaitkan dengan hasil penelitian Bentler dan Speackart (1979) yang mengatakan bahwa perubahan perilaku dapat diprediksi dari sikap seseorang terhadap produk

Adapun permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah: “Apakah dengan menerapkan metode pembelajaran Scramble dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada

Selain menggunakan metode penelitian kuantitatif penelitian ini juga menggunakan metode analisis regresi linear berganda, dengan menggunakan satu variable dependent