• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERSEPSI

BODY IMAGE

TERHADAP KONSUMSI

PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWA

PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS

MUHAMMAD TAUFIK HIDAYAT

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun, kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD TAUFIK HIDAYAT. Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas. Dibimbing oleh DADANG SUKANDAR dan KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi body image terhadap konsumsi pangan dan juga aktivitas fisik pada mahasiswa Peternakan Universitas Andalas. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan responden sebanyak 74 orang. Penilaian body image menggunakan metode Figure Rating Scale dan Body Shape Questionnere. Hasil uji multivariat menunjukkan tingkat kecukupan energi dipengaruhi oleh jenis kelamin dan status gizi responden, tidak terdapat pengaruh yang diberikan oleh body image terhadap tingkat kecukupan energi. Tingkat kecukupan protein dipengaruhi oleh jenis kelamin dan status gizi responden, tidak terdapat pengaruh body image terhadap tingkat kecukupan protein. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik adalah body image BSQ dan jenis kelamin.

Kata kunci : Aktivitas fisik, body image, tingkat kecukupan gizi

ABSTRACT

MUHAMMAD TAUFIK HIDAYAT. The Effects of Body Image to Food Comsuption and Physical Activity on Students of Animal Husbandry Andalas University. Supervised by DADANG SUKANDAR and KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI

The purpose of this study was to determine the effects of body image perception on food consumption and physical activity on student of Animal Husbandry Andalas University. The study design is cross-sectional study with respondents as many as 74 people. Assessment of body image using Figure Rating Scale and Body Shape Questionnere. The results of multivariate analysis showed energy adequacy level was influenced by gender and nutritional status of the subjects, there was no influenced exerted by the body image on the level of energy adequacy. Protein adequacy level was influenced by gender and nutritional status of the subjects, there was no influenced of body image on the level of adequacy of protein. The factors that influenced physical activity was body image BSQ and gender of the subjects.

(5)

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

PENGARUH PERSEPSI

BODY IMAGE

TERHADAP KONSUMSI

PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWA

PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS

(6)
(7)

Judul : Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas Nama : Muhammad Taufik Hidayat

NIM : I14100087

Disetujui Oleh:

Prof Dr Ir Dadang Sukandar MSc dr Karina Rahmadia E SKed MGizi Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui Oleh:

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dengan judul “Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Universitas Andalas” ini dapat diselesaikan sebagai bagian dari syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar M.Sc, dan dr. Karina Rahmadia Ekawidyani.S.Ked M.Gizi, selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan, bimbingan, nasihat dan bantuan yang sangat berharga kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir Dodik Briawan MCN, selaku dosen penguji skripsi atas saran dan masukan dalam perbaikan penulisan skripsi ini.

3. Ayahanda Dr. Ir. Ade Djulardi MS, Ibunda Nenden Tedja Suhati serta kakak-kakak M.Rahmat Denya Utama dan Siti Aisyah M, yang demikian sabar dan sangat perhatian, selalu memberikan semangat, dukungan dan dorongan kepada penulis. Terima kasih atas kasih sayang dan support baik moril maupun materil yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis bisa mencapai jenjang sarjana.

4. Sahabat-sahabat terbaik penulis di kelas GM 47: Afwin Firdaus, Irmawati Ramadhania, Mochamad Enra Sujanawan, Taufiq Firdaus, Widia Nurfauziah, Erik Sunandar, Miftah Faridh, Iqbar Mahendra, Yoesniasani, Cahyuning serta teman-teman seperjuangan GM 47 yang selama ini berjuang bersama untuk meraih gelar sarjana S.Gz.

5. Sahabat-sahabat penulis selama penelitian: Revivo Rinda, Muhammad Farid, Michael Cham, dan Nurul Afifah yang telah membantu proses penelitian ini sehingga berjalan dengan baik.

6. Teman-teman Wisma Pajar: Eksan, Rizki dan Ilham yang telah sama-sama berjuang untuk dapat menyelesaikan pendidikan di IPB

7. Kakak-kakak GM 45 dan GM 46, adik-adik GM 48 dan GM 49 yang telah memberikan semangat dan support kepada penulis.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 2

Tujuan Umum 2

Tujuan Khusus 2

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 5

Cara Pemilihan Responden 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Analisis dan Pengolahan Data 7

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Karakteristik Responden 12

Status Gizi 15

Kebiasaan Makan 16

Jenis dan Frekuensi Konsumsi 17

Pengetahuan Gizi 19

Aktivitas Fisik 19

Body Image 20

Figure Rating Scale (FRS) 21

Body Shape Questionnere 23

Tingkat Konsumsi Zat Gizi 24

Tingkat Kecukupan Energi 25

Tingkat Kecukupan Protein 26

Tingkat Kecukupan Lemak 27

Tingkat Kecukupan Karbohidrat 28

Hubungan metode persepsi Body Image Figure Rating Scale dengan Body

Shape Questionnaire 28

Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kecukupan Energi, Tingkat Kecukupan Protein, dan Aktivitas Fisik 29

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 38

(12)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, jenis data, dan cara pengumpulan data 7

2 Variabel penelitian yang diteliti 7

3 Karakteristik responden berdasarkan besar keluarga dan pekerjaan orang tua 13 4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan orang tua dan pendapatan

perkapita 14

5 Sebaran mahasiswa menurut status gizi 16

6 Sebaran mahasiswa menurut frekuensi sarapan 16

7 Frekuensi makan/hari mahasiswa 17

8 Frekuensi konsumsi jajanan mahasiswa 18

9 Frekuensi konsumsi fast food mahasiswa 18

10 Frekuensi konsumsi soft drink mahasiswa 18 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengetahuan gizi 19 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan aktivitas fisik 20 13 Sebaran mahasiswa berdasarkan persepsi bentuk tubuh aktual, ideal, dan

harapan 21

14 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual responden laki-laki terhadap status gizi 22

15 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual responden perempuan terhadap status

gizi 23

16 Sebaran mahasiswa berdasarkan klasifikasi persepsi body image 23

17 Sebaran mahasiswa berdasarkan klasifikasi persepsi body image metode BSQ 24

18 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan energi 25 19 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan protein 26 20 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan lemak 27 21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 28 22 Hasil Uji Multivariat Body Image,jenis kelamin, status gizi, pengetahuan gizi

terhadap TKE, TKP, dan Aktivitas Fisik 30

23 Hasil Uji Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi TKE 30 24 Hasil Uji Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi TKP 31 25 Hasil Uji Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik 31

DAFTAR GAMBAR

1 Analisis Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan

Aktivitas Fisik Mahasiswa 5

2 Siluet bentuk tubuh berdasarkan metode figure rating scale 10

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada zaman modern seperti saat ini, memiliki tubuh yang ideal dan bagus adalah idaman semua orang. Tubuh yang ideal dan bagus identik dengan seorang yang sehat dan berpenampilan menarik, sehingga dapat menjadi sosok yang diidolakan oleh banyak orang. Tubuh ideal dicerminkan dengan tubuh atletis, langsing dan tinggi, sehingga setiap orang memiliki keinginan untuk mendapatkan tubuh yang ideal tersebut. Setiap orang, memiliki bentuk tubuh yang berbeda-beda, mulai dari bentuk tubuh yang kurus hingga yang gemuk. Bentuk tubuh yang gemuk dan kurus sering kali menjadi suatu bentuk tubuh yang tidak diinginkan oleh orang lain, karena bentuk tubuh ini diidentikkan dengan kondisi seseorang yang memiliki penyakit. Dari situ lah muncul berbagai persepsi orang tentang bentuk tubuh atau yang dikenal dengan Body Image.

Body Image adalah konsep pribadi seseorang tentang penampilan fisiknya, dimana masing-masing orang memiliki persepsi sendiri pada tubuhnya (Cash 2008). Body image merupakan sikap individu terhadap tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan fungsinya. Perasaan mengenai citra diri meliputi hal-hal yang terkait dengan seksualitas, feminitas dan maskulinitas, keremajaan, kesehatan dan kekuatan (Romansyah & Natalia 2012). Hasil penelitian yang dilakukan Kakekshita & Almeida (2008) menjelaskan bahwa body image merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan status gizi seseorang. Persepsi terhadap kegemukan ini lebih sering terjadi pada remaja, dimana pada masa ini para remaja akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan bentuk tubuh yang lebih baik dari yang ia miliki saat ini. Hasil penelitian ini juga mengemukakan bahwa wanita cenderung terlalu melebih-lebihkan ukuran tubuhnya dibandingkan pria (Romansyah & Natalia 2012).

Hasil penelitian Kusumajaya (2007) menjelaskan bahwa persepsi remaja terhadap body image dapat menentukan pola makan serta status gizinya. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi body image terhadap frekuensi makan, dimana semakin negatif persepsi body image (menganggap diri gemuk) maka akan cenderung mengurangi frekuensi makannya. Diketahui bahwa 41,1% remaja merasa memiliki berat badan yang lebih dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya, yaitu merasa diri gemuk tapi sebenarnya kurus, merasa normal tapi sebenarnya kurus dan merasa gemuk tapi sebenarnya normal. Kejadian ini cenderung terjadi pada remaja putri, yaitu sekitar 45,2%.

(14)

dalam waktu lama, mengalami kelainan makan, ketergantungan akan latihan atau olahraga, dan menyalahgunakan steroid yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuh tertentu. Sebuah penelitian melaporkan bahwa remaja putri yang melakukan diet ketat ternyata memiliki kemungkinan 18 kali lebih besar untuk menderita gangguan makan dibandingkan remaja putri yang tidak berdiet. Diet ketat, khususnya dilakukan pada masa remaja ini berdampak pada defisiensi zat-zat gizi dan terhambatnya pertumbuhan.

Melihat dampak yang dapat ditimbulkan karena masalah persepsi tentang body image yang negatif khususnya dikalangan remaja, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas.

Perumusan Masalah

Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat penting untuk pertumbuhan fisik. Untuk mendapatkan pertumbuhan fisik yang maksimal, diperlukan asupan zat-zat gizi yang penting bagi tubuh. Asupan zat-zat gizi ini didapatkan melalui asupan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari. Kekurangan zat-zat gizi dapat menyebabkan defisiensi zat gizi yang berdampak pada status gizi seseorang sehingga menghasilkan status gizi yang kurang atau kurus. Sedangkan kelebihan zat-zat gizi menyebabkan terjadinya penimbunan zat gizi pada tubuh yang dapat menyebabkan status gizi berlebih atau obesitas. Masalah status gizi ini berdampak pada bentuk tubuh seseorang.

Ketika bentuk tubuh seseorang sudah bermasalah, maka akan muncul keinginan untuk memperbaiki bentuk tubuh tersebut. Perbaikan bentuk tubuh ini berkaitan dengan persepsi bentuk tubuh atau body image seseorang akan bentuk tubuhnya. Body image ini dapat bernilai negatif atau positif yang dapat berdampak pada pola konsumsi pangan serta aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari. Jika bernilai positif, maka dampaknya pada pola konsumsi pangan dan aktivitas fisiknya akan sejalan. Akan tetapi, jika body image negatif, maka dampak pada pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik akan negatif pula. Hal ini sering terjadi pada kalangan remaja yang selalu menginginkan bentuk tubuh ideal dan proporsional. Berdasarkan hal tersebut perlu diteliti mengenai hubungan body image terhadap pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik pada remaja yaitu mahasiswa.

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi mengenai body image terhadap pola konsumsi dan aktivitas fisik mahasiswa jurusan Peternakan Universitas Andalas.

Tujuan Khusus

(15)

2. Mempelajari persepsi body image dan pengetahuan gizi mahasiswa jurusan Peternakan Universitas Andalas terkait dengan kegemukan.

3. Mempelajari konsumsi pangan yang meliputi kebiasaan makan (kebiasaan sarapan, kebiasaan makan malam, frekuensi makan, konsumsi fast food dan soft drink, serta konsumsi camilan) dan tingkat kecukupan zat gizi mahasiswa Peternakan Universitas Andalas

4. Mempelajari aktivitas fisik sehari-hari mahasiswa jurusan Peternakan Universitas Andalas

5. Menganalisis pengaruh body image terhadap pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik mahasiswa Peternakan Universitas Andalas

Hipotesis

Persepsi body image dapat mempengaruhi tingkat konsumsi zat gizi serta mempengaruhi aktivitas fisik seseorang.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah keilmuan mengenai persepsi body image, pengetahuan gizi, konsumsi pangan, aktivitas fisik, pengetahuan gizi dan status gizi dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat khususnya mahasiswa di institusi terkait, seperti institusi pendidikan dan kesehatan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam berbagai penyuluhan atau penelitian terkait dengan persepsi body image, khususnya untuk remaja.

KERANGKA PEMIKIRAN

Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal (Sumanto 2009). Kelebihan berat badan ini mengakibatkan berbagai masalah dalam diri seseorang. Masalah yang muncul ini dapat berupa penyakit yang terdapat dalam tubuh, atau jika terlihat dari luar tubuh akan membuat bentuk tubuh menjadi tidak seimbang dan ideal.Jika bentuk tubuh sudah terlihat tidak seimbang dan ideal, dapat mempengaruhi seseorang, terutama remaja.

Kegemukan dapat menjadi masalah yang penting bagi siklus perkembangan remaja. Seorang remaja yang mengalami kegemukan cenderung tidak percaya diri dan tidak puas terhadap bentuk tubuhnya serta memaksa tubuhnya untuk menjadi kurus, dan hal inilah yang mempengaruhi eating disorders seseorang (Bruess 1989). Jika eating disorder sudah terjadi, maka hal ini dapat mengakibatkan terganggunya asupan zat gizi sehingga menghambat proses metabolisme tubuh khususnya untuk pertumbuhan yang terjadi pada remaja.

(16)

aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya (Germov & Williams 2004). Pengaruh lingkungan yang menganggap tubuh kurus adalah cantik telah mempengaruhi persepsi remaja terhadap bentuk tubuh ideal. Adapun faktor-faktor yang merupakan input bagi terbentuknya perilaku seseorang dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu faktor intrinsik (faktor yang berasal dari dalam diri seseorang) dan faktor ekstrinsik (faktor yang berasal dari luar diri seseorang). Faktor intrinsik terdiri dari status gizi, pengetahuan gizi, umur dan asal daerah. Faktor ekstrinsik terdiri dari besar keluarga, pendidikan, pekerjaan serta pendapatan orang tua. Faktor-faktor ini nantinya akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap body image.

(17)

Gambar 1 Analisis Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswa

Keterangan :

: Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

METODE

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian “Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Peternakan Universitas Andalas” dilakukan dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional study. Cross-sectional study merupakan rancangan studi epidemiologi yang mempelajari pengamatan yang dilakukan pada satu saat atau periode. Penelitian dilaksanakan di Universitas

Status Gizi

Aktivitas Fisik

Faktor Ekstrinsik  Pendidikan  Pekerjaan  Pendapatan

Persepsi Body Image

Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Faktor Intrinsik  Jenis Kelamin  Umur

 Pengetahuan Gizi

(18)

Andalas yang terletak di Kota Padang, Sumatera Barat. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kemudahan akses dan birokrasi. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Andalas pada bulan Agustus sampai dengan bulan September 2014.

Cara Pemilihan Responden

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa tingkat pertama pada jurusan Peternakan yaitu sebanyak 320 orang sehingga jumlah responden yang didapatkan yaitu sebanyak 74 responden yang terdiri dari 37 orang laki-laki dan 37 orang perempuan. Teknik pengambilan responden dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dimana setiap unit penelitian atau responden dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden.

� = 0

+ �0 dimana � =

− � ∝/

Keterangan:

N = Ukuran populasi n = Ukuran contoh

Zα/2 = Nilai Z sehingga P(Z > Zα/2) = α/2

d = Presisi perbedaan maksimum antar proporsi dengan perbedaan P = Proporsi mahasiswa yang memiliki body image positif (0,5)

Dengan demikian dapat dihitung jumlah contoh minimal, yaitu:

� = , − ,, ,9 = , sehingga � = 9 ,

+ 96,00

� = ,, = , ≈

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan merupakan data primer. Data primer meliputi karakteristik responden yang meliputi nama, usia, indeks massa tubuh . Alat ukur penimbangan berat badan berupa timbangan injak digital, sedangkan pengukuran tinggi badan menggunakan stature meter. Data sosial ekonomi keluarga terdiri dari jumlah anggota keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua. Data pengetahuan gizi didapatkan berdasarkan jawaban pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Data persepsi Body Image dengan melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner dengan metode BSQ (Body Shape Questionnaire) menurut Cooper et al 1987 dan FRS (Figure Rating Scale) menurut Stunkard 1983

(19)

melalui kuesioner pada hari libur dan hari kuliah. Data variabel aktivitas fisik didapatkan melalui wawancara dengan responden berdasarkan recall activity 2x24 jam melalui kuesioner pada hari libur dan hari kuliah. Adapun variabel, jenis data dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Variabel, jenis data, dan cara pengumpulan data

Analisis dan Pengolahan Data

Pengolahan data dan analisis data menggunakan program Microsoft Office Excel 2013 dan SPSS 16.0 for Windows serta SAS 9.1.3. Tahap-tahap pengolahan data sebelum dilakukan analisis terdiri dari editing, coding, entry, dan cleaning. Pada tabel 2 disajikan kategori dan variabel-variabel penelitian ini.

Tabel 2 Variabel penelitian yang diteliti

No Variabel Kategori Dasar Kategori

1 Karakteristik contoh dan -Pengetahuan mengenai kegemukan

Primer Kuesioner dan Wawancara

Persepsi body image

- Body Shape Questionaire

- Figure Rating Scale

Primer Kuesioner dan Wawancara

Pola Konsumsi Pangan

Tingkat Konsumsi Pangan Primer Kuesioner dan Wawancara (Food Recall 2x24 jam)

(20)

Tabel 2 Variabel penelitian yang diteliti (lanjutan)

No Variabel Kategori Dasar Kategori

(21)

Variabel aktivitas fisik dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) dan dihitung menggunakan rumus PAL

PAL = Σ ��� � � � � � � �

Keterangan:

PAL = Physical Activity Level (Tingkat aktivitas fisik)

PAR = Physical Activity Ratio (Jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi subjek dihitung berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2010) dengan menggunakan Microsoft Excel. Rumus yang digunakan yaitu (Hardinsyah & Briawan 1994):

Kgij = {(Bj/100) x (Gij x (BDDj/100)} Keterangan:

Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi-i dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = Bagian Bahan makanan-j yang dapat dimakan

Setelah diketahui kandungan-kandungan zat gizi dari pangan, maka dapat diketahui Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) pada subjek tersebut, yaitu dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual subjek dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut AKG 2013. Rumus untuk menghitung TKG sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

TKG = (Konsumsi Zat Gizi / Angka Kecukupan Gizi (AKG)) X 100%

Tingkat kecukupan zat gizi dalam penelitian ini diperoleh dari perbandingan asupan zat gizi contoh dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Perhitungan untuk AKG contoh yang menggunakan konversi terhadap berat badan, dengan rumus:

AKG Contoh =(Berat badan aktual (kg)/ Berat badan dalam daftar AKG)x AKG Pengukuran tingkat kecukupan energi, protein dan lemak merupakan tahap lanjutan dari penghitungan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi merupakan persentase konsumsi aktual siswa dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2004. Secara umum tingkat kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut:

TKGi = (Ki/ AKGi) x 100% Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i Ki = Konsumsi zat gizi i

AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan

(22)

tiga kategori yaitu kurang, sedang dan baik. Khomsan (2000) mengkategorikan tingkat pengetahuan gizi menjadi 3 bagian, yaitu tingkat pengetahuan kurang (<60%), sedang (60-80%) dan baik (80%).

Pada penelitian ini, persepsi body image mahasiswa dinilai melalui metode Figure Rating Scale (FRS) yang dikembangkan oleh Stunkard (1983) dan metode Body Shape Questionnaire (BSQ) yang dikembangkan oleh Cooper et al (1987). Pada metode FRS mahasiswa mempersepsikan bentuk tubuhnya melalui gambar 1 sampai 9 (Gambar 2). Sedangkan pada metode BSQ mahasiswa diminta untuk mengisi kuesioner berisikan 34 pertanyaan yang masing-masing jawaban bernilai 1 hingga 6.

Metode FRS bisa digunakan untuk menganalisis persepsi responden yang berumur 18 tahun keatas. Dari sembilan gambar tersebut dikembangkan lima pertanyaan yaitu: gambar mana yang paling mirip dengan ukuran tubuh responden, gambar bentuk tubuh remaja Indonesia saat ini, gambar tubuh ideal yang diinginkan responden. Dari kelima pertanyaan tersebut responden harus memilih gambar yang mereka anggap paling sesuai dengan pendapat mereka. Berikut adalah gambar siluet yang digunakan pada metode FRS.

Gambar 2 Siluet bentuk tubuh berdasarkan metode figure rating scale

Gambar diatas menunjukkan bentuk tubuh yang diberi skala 1 hingga 9, dimana 1 menunjukkan bentuk tubuh paling kurus hingga 9 yang menunjukkan bentuk tubuh paling gemuk. Berdasarkan persepsi masing-masing responden, maka mereka akan menentukan bentuk tubuh mereka berdasarkan skala tersebut. Penentuan kategori bentuk tubuh berdasarkan nomor gambar yaitu gambar 1 dan 2 kategori kurus, gambar 3 dan 4 kategori normal, gambar 5 dan 6 kategori overweight, gambar 7, 8 dan 9 kategori obesitas.

Klasifikasi body image terdiri dari 2 yaitu body image positif dan body image negatif. Pada metode FRS ini, body image yang positif diartikan jika penilaian bentuk tubuh aktual responden sesuai dengan status gizi aktual responden tersebut, dan jika penilaian bentuk tubuh tersebut tidak sesuai dengan status gizinya maka responden dikategorikan sebagai body image negatif.

(23)

penilaian metode BSQ ini yaitu, Persepsi positif (<80), Persepsi negatif ringan (80-100), Persepsi negatif sedang (101-110), dan Persepsi negatif berat (>110).

Data yang diperoleh dilanjutkan dengan pengolahan data yang meliputi proses cleaning dan analisis. Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2013 dan program SPSS 16.0 for Windows serta SAS 9.1.3. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif. Adapun data yang diolah secara deskriptif terdiri dari karakteristik responden (usia, jenis kelamin) dan keluarga (besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua), pola konsumsi pangan, aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, tingkat konsumsi zat gizi, serta persepsi body image.

Uji normalitas Kolmogorov Smirnov dilakukan sebelum uji hubungan dan uji beda dilakukan. Uji beda Mann Whitney dilakukan untuk melihat perbedaan persepsi body image antara responden laki-laki dan perempuan. Uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Rank Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara variabel persepsi body image berdasarkan metode FRS dan BSQ. Uji regresi linear digunakan untuk mengetahui pengaruh persepsi body image baik metode FRS maupun BSQ terhadap tingkat kecukupan zat gizi dan juga aktivitas fisik dari responden.

Uji multivariat yang digunakan adalah model regresi. Uji ini untuk menunjukkan setidaknya terdapat variabel dependen yang dipengaruhi oleh satu variabel independen. Model persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:

�= β01+ β11X1 + β12X2 + β13X3 + β14X4 + β15X5 + ε1 �= β02+ β21X1 + β22X2 + β23X3 + β24X4 + β25X5 + ε2 �= β03+ β31X1 + β32X2 + β33X3 + β34X4 + β35X5 + ε3

Keterangan:

Ŷ1 = Tingkat kecukupan energi Ŷ2 = Tingkat kecukupan protein Ŷ3 = Tingkat aktivitas fisik

X1 = Persepsi Body Image dengan BSQ X2 = Persepsi Body Image dengan FRS X3 = Jenis Kelamin

X4 = Status Gizi X5 = Pengetahuan Gizi εi = Error ke-i

Definisi Operasional

Responden adalah mahasiswa tingkat pertama jurusan Peternakan di Universitas Andalas

Body image adalah gambaran yang dimiliki dalam pikiran (persepsi) tentang bentuk tubuh yang dinilai dari harapan akan bentuk tubuh dan penilaian terhadap bentuk tubuh aktual.

(24)

Frekuensi makan adalah tingkat keseringan seseorang dalam mengonsumsi makanan utama yang diukur dengan satuan kali per hari serta kuantitas dari makanan tersebut (gram).

Fast food adalah makanan cepat saji yang umumnya mengandung kalori dan lemak yang tinggi seperti ayam goreng, hamburger, pizza dan hotdog.

Soft drink adalah minuman ringan (soft drink) adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubur atau cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi.

Aktivitas fisik adalah segala jenis kegiatan fisik yang dilakukan remaja yang digolongkan menjadi 3 jenis yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat.

Recall Activity adalah wawancara dengan meminta subjek untuk menyebutkan semua aktivitas yang dilakukannya dalam waktu 24 jam sebelumnya

Pengetahuan gizi adalah pemahaman remaja terhadap hal-hal yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan khususnya terkait dengan kegemukan yang diukur dengan menggunakan kuesioner. Pengetahuan gizi dikategorikan kurang jika <60% jawaban benar, sedang jika jawaban benar antara 60- 80%, dan baik jika jawaban benar >80% jawaban benar (Khomsan 2000).

Food Recall 24 Jam adalah salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan.

Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan konsumsi dari rata-rata zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) yang dinyatakan dalam persen

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini merupakan mahasiswa tingkat pertama pada Universitas Andalas jurusan Peternakan. Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 74 orang yang terdiri dari 37 laki-laki dan 37 perempuan. Responden penelitian ini memiliki rentang usia antara 17 tahun hingga 20 tahun.

Menurut Hurlock (2004) usia remaja merupakan masa transisi dari usia anak-anak menjadi dewasa. Remaja dapat dibagi menjadi dua yaitu remaja awal (usia 13 hingga 17 tahun), dan remaja akhir (usia 18 hingga 21 tahun). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden didapatkan sebaran umur mahasiswa perempuan sebagian besar berusia 18 tahun, sedangkan mahasiswa laki-laki memiliki sebaran usia yang merata pada usia 18 dan 19 tahun. Jika dirata-ratakan maka didapatkan hasil rata-rata usia responden laki-laki dan perempuan berkisar pada usia 18 hingga 19 tahun atau masuk pada kategori remaja akhir.

(25)

adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar keluarga menurut BKKBN (2009) dikategorikan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang). Sebaran besar keluarga responden dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan besar keluarga dan pekerjaan orang tua

Karakteristik Responden Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Dari tabel 3 dapat dijelaskan rata-rata besar keluarga responden sebesar 5.23±1.74 orang atau berada pada kategori sedang (5-7 orang). Menurut Sanjur (1982), besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Semakin besar keluarga maka semakin kecil peluang terpenuhinya kebutuhan individu. Hal ini dapat disebabkan karena besarnya anggota keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan individu. Besarnya keluarga dapat mempengaruhi belanja pangan. Pendapatan perkapita dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga.

(26)

menunjukkan bahwa sebagian besar responden berasal dari daerah pedesaan yang masih memiliki lahan untuk bertani.

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui pula baik responden laki-laki maupun perempuan memiliki ibu yang tidak bekerja, hanya sebagai ibu rumah tangga yaitu sebesar 67.6%. Sebanyak 13.5% ibu responden bekerja sebagai petani atau nelayan merupakan pekerjaan dalam membantu suami mereka yang juga bekerja sebagai petani atau nelayan.

Tingkat pendidikan orang tua yang baik akan memungkinkan orang tua dapat memantau dan menerima informasi tentang kesehatan anaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka diasumsikan bahwa kemampuannya akan semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi demi memenuhi kebutuhan gizinya (Isnani 2011).

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar ayah responden baik laki-laki maupun perempuan memiliki pendidikan setingkat SMA yaitu sebesar 41.9%. Akan tetapi, baik pada responden laki-laki dan perempuan terdapat ayah yang tidak sekolah yaitu sebesar 5.4%, hal ini disebabkan karena responden berasal dari desa sehingga beberapa ayah masih memiliki status pendidikan tidak sekolah.

Tabel 4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan orang tua dan pendapatan perkapita

Karakteristik Responden Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Rata-rata 400378±375685 400470±551503 400424±468612

(27)

makanan yang sehat kepada anaknya, sedangkan ibu yang berpendidikan rendah akan cenderung memberikan makanan yang enak tetapi kurang sehat

Menurut Rahmawati (2006), tingkat pendidikan terakhir ibu contoh merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk status gizi. Hal ini karena pendidikan ibu sangat penting dalam mendidik anak-anak dalam keluarganya. Menurut Hardinsyah et al (2002), orang yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung untuk memilih bahan makanan yang baik daripada mereka yang berpendidikan rendah.

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989). Pendapatan per kapita dihitung berdasarkan pendapatan orang tua dibagi jumlah anggota keluarga. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan pendapatan penduduk Indonesia menjadi dua yaitu ekonomi rendah (≤ Rp 350 000) dan ekonomi cukup (>Rp 350 000). Pendapatan ini digunakan BPS sebagai indikator untuk menentukan tingkat kemiskinan suatu keluarga. Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui sebanyak 60.8% responden memiliki tingkat pendapatan yang rendah (≤ Rp 350 000). Masih rendahnya tingkat pendapatan tersebut karena pekerjaan orang tua responden sebagian besar adalah petani dan nelayan, sehingga penghasilan mereka masih tergolong rendah.

Tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya (Martianto dan Ariani 2004). Pendapatan keluarga berhubungan dengan penyediaan pangan di dalam keluarga. Apabila penghasilan di dalam keluarga meningkat, maka biasanya pengadaan lauk pauk pun akan meningkat mutunya. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makan ialah pangan yang dikonsumsi itu lebih mahal. Akan tetapi, karena bukti menunjukkan bahwa kebiasaan makan cenderung berubah bersama dengan naiknya pendapatan (Soehardjo 1989).

Status Gizi

Status gizi adalah suatu kondisi tubuh akibat asupan, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa et al. 2001). Penilaian status gizi dapat ditentukan dengan berbagai cara, di antaranya secara antropometri, biologi, klinis, konsumsi pangan, dan faktor ekologi (Gibson 2005).

Metode yang paling sering digunakan adalah pengukuran antropometri. Indikator antropometri antara lain adalah IMT atau Indeks Massa Tubuh (IMT=BMI, Body Mass Index). IMT merupakan pembagian berat badan (dalam kilogram) terhadap kuadrat tinggi badan (dalam meter) (Pasanea 2011). Status gizi ini dibedakan menjadi empat yaitu kurus (<18.5), normal (18.5-22.99), overweight (23.0-24.99), dan obesitas (≥ 25.0)

(28)

perempuan sebagian besar (45.9%) memiliki status gizi kurus. Secara keseluruhan rata-rata IMT yang dimiliki kedua responden adalah sama yaitu 19.7 kg/m2

Tabel 5 Sebaran mahasiswa menurut status gizi

Status Gizi Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurus 11 29.7 17 45.9 28 37.8

Normal 20 54.1 14 37.8 34 45.9

Overweight 5 13.5 4 10.8 9 12.2

Obesitas 1 2.7 2 5.4 3 4.1

Jumlah 37 100 37 100 74 100

Rata-rata±SD 19.7±2.75 19.7±3.07 19.7±2.89

Menurut Weiss et al (2007) diacu pada Meriyanti 2013 peningkatan status gizi berhubungan dengan penurunan aktivitas fisik jangka panjang, dimana antara status gizi dan aktivitas fisik memiliki hubungan yang saling memengaruhi. Kurang aktivitas fisik dapat meningkatkan status gizi. Menurut Riyadi (2003) status gizi dipengaruhi oleh faktor langsung seperti intake makanan dan status kesehatan serta faktor tidak langsung berupa faktor pertanian, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.

Kebiasaan Makan

Menurut Khumaidi (1989) kebiasaan (habit) adalah pola perilaku yang diperoleh dari pola praktek yang terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan merupakan tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya dan terhadap kegemukan akan berpengaruh terhadap perilaku makannya.

Tabel 6 Sebaran mahasiswa menurut frekuensi sarapan

Kebiasaan sarapan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Setiap hari 19 51.4 25 67.6 44 59.5

3-5 kali/minggu 7 18.9 8 21.6 15 20.3

1-2 kali/minggu 5 13.5 4 10.8 9 12.2

Tidak pernah 6 16.2 0 0.0 6 8.1

Jumlah 37 100 37 100 74 100

Kebiasaan makan pada remaja saat ini lebih sering diamati dibandingkan kebiasaan makan pada orang dewasa ataupun pada usia lain. Hal ini dikarenakan pada remaja seringkali ditemui kebiasaan makan yang tidak biasa seperti konsumsi camilan yang berlebihan, seringnya makan di luar rumah khususnya konsumsi fast food, penerapan diet yang salah, dan meal skiping (Stang 2002).

(29)

yang membutuhkan energi untuk menuntut ilmu. Penelitian Lestari (2009) mengenai konsentrasi belajar, didapatkan hasil bahwa sebagian besar contoh (70%) yang melakukan sarapan setiap hari memiliki konsentrasi positif ketika belajar dalam kelas, sedangkan sebagian besar (78%) contoh yang tidak terbiasa sarapan pagi memiliki konsentrasi yang negatif ketika belajar dalam kelas. Selain berkaitan terhadap konsentrasi belajar, kebiasaan sarapan memiliki pengaruh terhadap status gizi. Penelitian Mariza (2012) diketahui contoh yang tidak terbiasa sarapan akan mengganti sarapannya dengan membeli makanan cepat saji yang memiliki kalori lebih tinggi dari menu sarapan pada umumnya, hal ini mengakibatkan status gizi contoh cenderung obesitas.

Penelitian Pasanea (2011) menunjukkan adapun alasan remaja melewatkan waktu sarapannya bermacam-macam mulai dari sibuk, untuk mencegah rasa kantuk saat sekolah/kuliah, serta menurunkan berat badan dengan membatasi asupan kalori. Menurut Khomsan (2005), sarapan adalah suatu kegiatan makan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Pada penelitian ini sebagian besar alasan mahasiswi melewatkan sarapan adalah karena tidak sempat sarapan (terlambat bangun untuk berangkat ke kampus) dan terbiasa tidak sarapan pagi.

Tabel 7 menjelaskan tentang frekuensi makan responden selama sehari, dari data yang tersajikan dapat diketahui sebanyak 73% mahasiswa makan sebanyak 3 kali per hari. Menurut Khomsan (2003) bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priyanto (2007) terbukti bahwa kelebihan frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energi merupakan faktor risiko kejadian kegemukan.

Jenis dan Frekuensi Konsumsi

Jenis dan frekuensi konsumsi merupakan jenis pangan yang dianalisis berdasarkan golongan makanan yang paling sering dikonsumsi contoh. Golongan makanan yang dibahas pada penelitian ini adalah golongan jajanan, fast food, dan golongan soft drink.

(30)

Tabel 8 Frekuensi konsumsi jajanan mahasiswa

Jenis Jajanan Frekuensi makan (kali/bulan)

L P Total

Gorengan 18.0 ± 28.59 14.65 ± 14.25 16.32 ± 22.5 Snack gurih 9.89 ± 14.69 21.49 ± 24.97 15.69 ± 21.16 Snack manis 11.95 ± 21.85 11.84 ± 19.46 11.89 ± 20.55

Bakso 3.41 ± 5.24 3.92 ± 6.39 3.66 ± 5.81

Mie Ayam 1.86 ± 1.97 2.19 ± 4.88 2.03 ± 3.70

Siomay 1.41 ± 2.31 1.03 ± 2.55 1.22 ± 2.43

Fast food adalah makanan yang mengandung gula dan lemak tinggi, tetapi kandungan seratnya rendah. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kestler (1995) bahwa sebagian besar fast food tinggi kandungan kalori, lemak, garam, dan gulanya, akan tetapi rendah kandungan gizinya. Berdasarkan tabel 13 jenis fast food yang paling sering dikonsumsi oleh mahasiswa dan mahasiswi adalah ayam kentucky dengan total 2.07 ± 5.16 kali/bulan sedangkan fast food yang paling jarang dikonsumsi adalah jenis bento atau makanan Jepang.

Tabel 9 Frekuensi konsumsi fast food mahasiswa

Jenis Fast Food Frekuensi makan (kali/bulan)

L P Total

Ayam Kentucky 2.14 ± 5.16 2.0 ± 5.23 2.07 ± 5.16

Burger 1.11 ± 3.57 0.59 ± 1.46 0.85 ± 2.72

Doughnuts 0.05 ± 0.23 0.95 ± 4.62 0.5 ± 3.28

Pizza 0.62 ± 2.70 0.19 ± 0.74 0.41 ± 1.98

Bento 0.11 ± 0.52 0.11 ± 0.66 0.11 ± 0.59

Menurut Stang (2002), alasan remaja banyak mengonsumsi fast food adalah harganya yang murah, jarak restoran fast food yang dekat dengan kampus/sekolah mereka, kenyamanan, serta rasa dari fast food yang cocok dengan selera remaja. Selain itu para remaja menganggap makanan fast food merupakan makanan yang modern yang dianggap mengikuti zaman. Nilai kunjungan tertinggi remaja ke restoran fast food yaitu pada waktu pulang sekolah/kuliah, kemudian saat ahkir pekan dan pada saat makan malam.

Tabel 10 Frekuensi konsumsi soft drink mahasiswa

Jenis Soft Drink Frekuensi makan (kali/bulan)

L P Total

Teh Kemasan 10.24 ± 16.03 10.32 ± 20.59 10.28 ± 18.33 Minuman Rasa Buah 9.65 ± 23.81 2.70 ± 6.65 6.18 ± 17.71

Minuman Bersoda 3.30 ± 5.66 2.54 ± 6.44 2.92 ± 6.03 Minuman Isotonik 3.14 ± 6.24 1.70 ± 6.41 2.42 ± 6.32

(31)

banyak mengonsumsi ini dikarenakan harga yang relatif murah dan rasa yang menyegarkan sehingga terhindar dari mengantuk ketika kuliah

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali kandungan gizi makanan serta kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh (Camire & Dougherty 2005). Pengetahuan gizi sangat erat kaitannya dengan baik buruknya kualitas gizi dalam makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan yang benar mengenai gizi, maka orang akan tahu dan berupaya mengatur pola makannya dengan seimbang, beragam, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Hasil penelitian Anggraeni (1998) memperlihatkan semakin baik pengetahuan seseorang, akan semakin positif sikapnya terhadap gizi. Menurut Harper et al(1988) diacu pada Yusra (1998), pengetahuan gizi dapat mempengaruhi seseorang dalam jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Tabel 11 menunjukkan sebaran pengetahuan gizi responden.

Tabel 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengetahuan gizi

Pengetahuan Gizi Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Kurang 2 5.4 2 5.4 4 5.4

Sedang 16 43.2 10 27.0 26 35.1

Baik 19 51.4 25 67.6 44 59.5

Jumlah 37 100 37 100 74 100

Rata-rata±SD 77.3±14.1 77.7±10.6 77.5±12.4

Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui sebanyak 59.5% responden memiliki pengetahuan gizi yang baik, akan tetapi masih ada responden yang memiliki pengetahuan gizi yang kurang yaitu sebesar 5.4% responden. Cukup banyaknya responden yang memiliki pengetahuan gizi yang baik karena meskipun mereka tidak mempelajari ilmu gizi secara khusus akan tetapi mereka mengaku sering membaca buku terkait masalah gizi yang ada.

Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan seseorang akan mempengaruhi komposisi dan konsumsi pangan seseorang, akan tetapi seseorang yang memiliki pengetahuan gizi belum tentu mengubah kebiasaan makannya (Khomsan 2000). Menurut Geilser (2005) dalam Sebayang (2012), pada umumnya seseorang dengan pengetahuan gizi akan memiliki asupan yang lebih baik, akan tetapi hanya dengan meningkatkan pengetahuan, kebiasaan makan belum tentu menjadi sehat. Kurangnya dukungan dari lingkungan, sulitnya mendapatkan makanan yang sehat, maupun kendala lainnya merupakan hambatan seseorang tidak merubah kebiasaan makannya kearah yang lebih baik.

Aktivitas Fisik

(32)

pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002).

Tabel 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan aktivitas fisik

PAL Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Sangat Ringan 1 2.7 3 8.1 4 5.4

Ringan 22 59.5 34 91.9 56 75.7

Sedang 14 37.8 0 0.0 14 18.9

Berat 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Jumlah 37 100 37 100 74 100

Rata-rata±SD 1.65±0.14 1.48±0.07 1.57±0.14

Tabel 12 di atas menunjukkan sebaran aktivitas fisik mahasiswa yang menjadi responden baik laki-laki maupun perempuan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata level aktivitas fisik responden laki-laki lebih besar dibandingkan responden perempuan yaitu sebesar 1.65±0.14 sedangkan untuk perempuan sebesar 1.48±0.07. Jika dikategorikan, maka baik laki-laki maupun perempuan masuk pada kategori aktivitas fisik yang ringan (1.40 ≤ PAL ≤ 1.69).

Hasil pada tabel juga menjelaskan bahwa sebesar 91.9% responden perempuan memiliki aktivitas fisik yang ringan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui responden perempuan jarang melakukan olahraga dan juga lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol sambil duduk dan tidak banyak bergerak, sedangkan pada laki-laki yang memiliki aktivitas ringan sebesar 59.5%. Pada perempuan tidak ada responden yang memiliki aktivitas yang sedang, sedangkan pada laki-laki sebanyak 37.8% memiliki aktivitas sedang. Hal ini dikarenakan responden laki-laki memiliki rutinitas berolahraga seperti futsal, basket, dan joging. Hasil uji beda didapatkan nilai p=0.000 yang berarti terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara responden laki-laki dan perempuan berdasarkan aktivitas fisiknya.

Body Image

Menurut Germov & Williams (2004), body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri; gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Sedangkan menurut Lightstone (2002) yang diacu pada Pasanea 2011 body image meliputi persepsi, imajinasi, emosi dan sensasi fisik seseorang dari dan terhadap tubuhnya. Hal ini tidak bersifat statis, melainkan akan senantiasa berubah, terutama dipengaruhi oleh mood, lingkungan dan pengalaman fisik.

Body image pada umumnya dialami oleh mereka yang menganggap bahwa penampilan adalah faktor yang paling penting dalam kehidupan. Hal ini terutama terjadi pada usia remaja. Mereka beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita, sedangkan tubuh yang kekar dan berotot adalah yang ideal bagi pria (Germov & Williams 2004).

(33)

Figure Rating Scale (FRS)

Berdasarkan data pada tabel 13 didapatkan hasil bahwa sebanyak 33.8% responden menganggap bentuk tubuh mereka masing-masing berada pada skala 3 dan 4. Bentuk tubuh untuk skala 3 dan 4 merupakan bentuk tubuh yang normal atau ideal. Akan tetapi terdapat responden yang menilai bentuk tubuh mereka dengan penilaian gemuk yaitu pada skala gambar 5 (8.1%) dan 6 (1.4%), begitu pula dengan penilaian bentuk tubuh yang kurus yaitu pada skala gambar 2 sebesar 2.7%. Berdasarkan hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) antara responden laki-laki dan perempuan mengenai persepsi bentuk tubuh aktual responden (p=0.870)

Tabel 13 Sebaran mahasiswa berdasarkan persepsi bentuk tubuh aktual, ideal, dan harapan

Persepsi tubuh Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Aktual Gambar 1 1 2,7 1 2,7 2 2,7

Gambar 2 6 16,2 9 24,3 15 20,3

Gambar 3 15 40,5 10 27,0 25 33,8

Gambar 4 11 29,7 14 37,8 25 33,8

Gambar 5 3 8,1 3 8,1 6 8,1

Gambar 6 1 2,7 0 0,0 1 1,4

Gambar 7 0 0 0 0 0 0

Gambar 8 0 0 0 0 0 0

Gambar 9 0 0 0 0 0 0

Jumlah 37 100 37 100 74 100

Harapan Gambar 1 0 0 0 0 0 0

Gambar 2 0 0,0 6 16,2 6 8,1

Gambar 3 7 18,9 11 29,7 18 24,3

Gambar 4 25 67,6 17 45,9 42 56,8

Gambar 5 5 13,5 3 8,1 8 10,8

Gambar 6 0 0 0 0 0 0

Gambar 7 0 0 0 0 0 0

Gambar 8 0 0 0 0 0 0

Gambar 9 0 0 0 0 0 0

Jumlah 37 100 37 100 74 100

Ideal Gambar 1 0 0 0 0 0 0

Gambar 2 1 2,7 4 10,8 5 6,8

Gambar 3 9 24,3 13 35,1 22 29,7

Gambar 4 23 62,2 19 51,4 42 56,8

Gambar 5 4 10,8 1 2,7 5 6,8

Gambar 6 0 0 0 0 0 0

Gambar 7 0 0 0 0 0 0

Gambar 8 0 0 0 0 0 0

Gambar 9 0 0 0 0 0 0

(34)

Persepsi bentuk tubuh harapan merupakan penilaian responden terhadap gambar yang memiliki bentuk tubuh yang diinginkan menurut responden. Berdasarkan tabel dapat diketahui sebanyak 67.6% responden laki-laki memilih skala gambar 4 sebagai bentuk tubuh harapan mereka, dan sebanyak 45.9% responden perempuan juga memilih gambar 4 sebagai bentuk tubuh harapan mereka. Berdasarkan hasil uji beda didapatkan nilai p=0.011 sehingga terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentuk tubuh harapan responden. Hal ini disebabkan karena responden perempuan beranggapan bentuk tubuh yang baik adalah bentuk tubuh yang langsing dan kurus menjadi harapan perempuan, oleh sebab itu sekitar 16.2% responden perempuan memilih gambar 2.

Persepsi tubuh ideal dijelaskan sebagai penilaian bentuk tubuh ideal berdasarkan persepsi dari responden. Sebanyak 62.2% responden laki-laki memilih gambar 4 sebagai bentuk tubuh ideal seorang laki-laki, dan 51.4% responden perempuan juga memilih gambar 4 sebagai bentuk tubuh yang ideal. Hasil uji beda menunjukkan p=0.042 atau p<0,05 sehingga terdapat perbedaan yang nyata antara laki-laki dan perempuan berdasarkan bentuk tubuh ideal bagi persepsi mereka. Hal ini sesuai menurut pendapat Germov & Williams 2004 dimana seseorang beranggapan bahwa tubuh yang kurus dan langsing adalah yang ideal bagi wanita, sedangkan tubuh yang kekar dan berotot adalah yang ideal bagi pria.

Selain itu bentuk tubuh aktual mahasiswa dibandingkan dengan status gizi mereka saat ini. Berikut Tabel 14 dan 15 sebaran persepsi tentang bentuk tubuh aktual mahasiswa terhadap status gizi.

Tabel 14 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual responden laki-laki terhadap status gizi

Persepsi

Tabel 14 menjelaskan mengenai perbandingan persepsi tubuh aktual responden berdasarkan gambar yang diberi terhadap status gizi aktual yang telah diukur sebelumnya. Sebanyak 63.6% responden dengan status gizi kurus menilai tubuh mereka sudah normal, begitu pun responden yang memiliki status gizi gemuk sebanyak 80% menganggap tubuh mereka sudah normal. Perbedaan penilaian ini nantinya dapat mempengaruhi persepsi body image responden tersebut. Untuk responden perempuan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(35)

body image negatif akan berdampak pada perilaku dietnya. Penilaian persepsi body image dengan metode FRS ini dapat diartikan sebagai suatu penilaian penyesuaian persepsi bentuk tubuh secara aktual terhadap status gizi responden

Tabel 15 Sebaran persepsi bentuk tubuh aktual responden perempuan terhadap status gizi

Persepsi Bentuk positif dan body image negatif. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk masuk pada kategori positif maupun negatif. Berdasarkan tabel 16 dapat diketahui sebanyak 56.8% responden memiliki body image yang positif dan 43.2% lainnya memiliki persepsi body image negatif. Hasil uji beda didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara responden laki-laki dan perempuan berdasarkan persepsi body image dengan metode FRS dengan nilai p=0.641. Melihat hasil tersebut dapat diketahui bahwa baik laki-laki maupun perempuan dapat memiliki persepsi body image yang berbeda, dan metode FRS dapat menentukan persepsi body image laki-laki maupun perempuan.

Tabel 16 Sebaran mahasiswa berdasarkan klasifikasi persepsi body image

Body

Berbeda dengan metode FRS pada metode BSQ ini semakin tinggi nilai total skor pada BSQ menunjukkan adanya persepsi tubuh yang semakin buruk. BSQ dikembangkan untuk menilai persepsi individu yang sangat memperhatikan bentuk tubuhnya, terutama perhatian terhadap perasaan gemuk atau rasa takut gemuk (Alipoor 2009). Berikut hasil penilaian persepsi body image pada responden berdasarkan metode BSQ.

(36)

dengan responden perempuan terkait persepsi body image berdasarkan metode BSQ ini. Hal ini dapat terlihat dengan besarnya persentase body image negatif pada responden perempuan dibandingkan responden laki-laki. Menurut Pook (2006), metode BSQ memang cukup peka terhadap persepsi body image untuk wanita ketimbang pria karena pertanyaan yang ada lebih berkaitan dengan penampilan tubuh yang biasanya dikeluhkan oleh wanita. Hasil penelitian ini menunjukkan kisaran skor BSQ responden yaitu terendah dengan skor 56 dan tertinggi 134.

Tabel 17 Sebaran mahasiswa berdasarkan klasifikasi persepsi body image metode BSQ

Persepsi Body Image Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Positif 28 75.7 14 37.8 42 56.8

Negatif tingkat ringan 6 16.2 11 29.7 17 23.0

Negatif tingkat sedang 1 2.7 5 13.5 6 8.1

Negatif tingkat berat 2 5.4 7 18.9 9 12.2

Jumlah 37 100 37 100 74 100

Hasil penelitian Kakekshita dan Almeida (2008) menjelaskan bahwa body image merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan status gizi seseorang. Hasil penelitian juga mengemukakan bahwa wanita cenderung terlalu melebih-lebihkan ukuran tubuhnya dibandingkan pria. Hasil penelitian Tejoyuwono. (2009) menyatakan bahwa body image bagi seorang ahli gizi cukup penting karena akan mempengaruhi kepercayaan dari klien dan kesuksesan dalam pemberian konseling. Selain itu, ahli gizi memiliki tanggung jawab untuk memberikan contoh hidup sehat kepada masyarakat.

Seseorang yang memiliki persepsi yang positif akan memiliki harga diri yang tinggi, merasa mampu dan berfikir dengan penuh percaya diri hal tersebut juga didukung pendapat Melliana (2006) bahwa individu yang memiliki persepsi body image yang baik dinilai memiliki persepsi body image positif yang dapat dilihat dari kepedulian diri (self care). Individu mempunyai perhatian pada persoalan kesehatan seperti pilihan pengonsumsian makanan yang sehat. Sebaliknya, individu yang memiliki persepsi body image rendah dinilai memiliki persepsi body image negatif. Individu merasakan ketidakpuasan pada tubuh, pemikirannya hanya terfokus pada bentuk dan berat badan. merasa kurang sehat, dan berpikir bagaimana menjadi ideal yang menyebabkan individu menjadi tidak perhatian terhadap pemilihan makanan yang sehat.

Tingkat Konsumsi Zat Gizi

(37)

membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi oleh individu dengan angka kecukupannya.

Tingkat Kecukupan Energi

Energi dan tenaga dapat diperoleh dari makanan sumber karbohidrat, lemak, dan protein. Energi dibutuhkan untuk metabolisme dasar dan untuk aktivitas sehari-hari. Kelebihan energi dapat menjadikan tubuh obesitas (kegemukan) dan kekurangan energi dapat menyebabkan kekurangan gizi (Hartono 2006).

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, diketahui angka kecukupan energi untuk laki-laki usia 16-18 tahun dan 19-29 tahun yaitu 2675 kkal dan 2725 kkal. Untuk perempuan usia 16-18 tahun dan 19-29 tahun yaitu 2125 kkal dan 2250 kkal. Angka Kecukupan Gizi untuk energi terlebih dahulu dikonversi sesuai berat badan keseluruhan responden untuk mengetahui kecukupan energi yang sesuai dengan berat badan responden. Tingkat kecukupan energi didapat dari konsumsi pangan yang dikonversi menjadi satuan kkal dan dibagi dengan angka kecukupan energi harian mahasiswa sesuai umur dan berat badan. Menurut Depkes (1996), tingkat kecukupan energi dibagi kedalam lima kategori, yaitu defisit berat (<70% AKE), defisit sedang (70-79% AKE), defisit ringan (80-89% AKE), normal (90-119% AKE), dan lebih (≥120% AKE).

Tabel 18 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan energi

TKE Laki-laki Perempuan Total

n % N % n %

Defisit Berat 26 70.3 8 21.6 34 45.9

Defisit Sedang 7 18.9 7 18.9 14 18.9

Defisit Ringan 4 10.8 5 13.5 9 12.2

Normal 0 0 14 37.8 14 18.9

Berlebih 0 0 3 8.1 3 4.1

Jumlah 37 100 37 100 74 100

Rata-rata±SD 63.8±11.9 88.1±23.1 76±22

(38)

Tingkat Kecukupan Protein

Protein adalah komponen yang terdiri atas atom karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Protein merupakan zat pembangun yang tersusun dari beberapa jenis asam amino. Protein yang mengandung bahan selain asam amino, seperti turunan vitamin, lemak, dan karbohidrat disebut protein kompleks. Kualitas protein ditentukan oleh jenis asam amino dan jumlah asam amino tersebut dalam makanan, sehingga dalam konsumsi sehari-hari dianjurkan untuk mengombinasikan makanan dengan yang lainnya untuk mendapatkan semua asam amino esensial (Devi 2010).

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, diketahui angka kecukupan protein untuk laki-laki usia 16-18 tahun dan 19-29 tahun yaitu 66 gram dan 62 gram. Untuk perempuan usia 16-18 tahun dan 19-29 tahun yaitu 59 gram dan 56 gram. Angka Kecukupan Gizi untuk energi terlebih dahulu dikonversi sesuai berat badan keseluruhan responden untuk mengetahui kecukupan protein yang sesuai dengan berat badan responden. Tingkat kecukupan protein didapat dari konsumsi pangan yang dikonversi menjadi satuan gram dan dibagi dengan angka kecukupan energi harian mahasiswa sesuai umur dan berat badan. Menurut Depkes (1996), tingkat kecukupan protein dibagi kedalam lima kategori, yaitu defisit berat (<70% AKP), defisit sedang (70-79% AKP), defisit ringan (80-89% AKP), normal (90-119% AKP), dan lebih (≥120% AKP). Hasil perhitungan tingkat kecukupan protein responden tersaji pada tabel berikut ini.

Tabel 19 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan protein

TKP Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Defisit Berat 26 70.3 15 40.5 41 55.4

Defisit Sedang 8 21.6 8 21.6 16 21.6

Defisit Ringan 2 5.4 9 24.3 11 14.9

Normal 1 2.7 1 2.7 2 2.7

Berlebih 0 0 4 10.8 4 5.4

Jumlah 37 100 37 100 74 100

Rata-rata±SD 61.9±15.5 75.4±21.8 68.7±19.9

Berdasarkan tabel 19 sebanyak 55.4% dari seluruh responden mempunyai tingkat kecukupan protein dengan kategori defisit berat. Responden laki-laki memiliki kategori defisit berat yang cukup besar jika dibandingkan responden perempuan. Rata-rata tingkat kecukupan protein responden sebesar 68.7%±19.9% dan masuk pada kategori defisit berat, bisa terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki TKP defisit berat. Hasil uji beda dengan Mann Whitney didapatkan nilai p=0.003 sehingga terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara tingkat kecukupan protein responden laki-laki dengan perempuan. Makanan sumber protein pada penelitian ini dapat berasal dari konsumsi protein hewani dan juga nabati.

(39)

melebihi kebutuhan pada saat dewasa/lanjut usia memiliki risiko dapat memberatkan atau menambah beban kerja hati dan ginjal yang berisiko terjadi gangguan pada hati dan ginjal (Hartono 2006).

Tingkat Kecukupan Lemak

Lemak adalah zat gizi kedua penghasil energi setelah karbohidrat. Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk meningkatkan jumlah energi. Selain sumber energi, lemak juga berperan dalam membentuk komponen struktural membran sel. Kelompok lemak tubuh mencakup pula hormon steroid dan vitamin larut lemak. Sebagai organ endokrin, jaringan lemak menghasilkan lebih dari 10 jenis hormon, seperti leptin, resistin, dan adiponektin (Almatsier 2002).

Kecukupan lemak yang diperlukan tubuh tiap harinya adalah 20%-30% total energi yang dikonsumi. Sehingga kategori tingkat kecukupan lemak meliputi tiga kategori yaitu kurang (<20% asupan energi), cukup (20%-30% asupan energi), dan lebih (>30% asupan energi).

Berdasarkan tabel 20 dapat diketahui sebanyak 93.2% keseluruhan responden memiliki tingkat kecukupan lemak yang melebihi kebutuhannya. Adapun rata-rata tingkat kecukupan lemak keseluruhan responden didapatkan sebesar 36.3%±4.49% jika dikategorikan maka kecukupannya masuk pada kategori lebih (>30%). Baik laki-laki maupun perempuan tidak terlihat perbedaan yang mencolok, sehingga hasil uji beda menunjukkan dimana p=0.646 sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara tingkat kecukupan lemak responden laki-laki dengan perempuan. Banyaknya responden yang memiliki tingkat kecukupan lemak yang berlebih karena kesukaan responden mengonsumsi makanan yang memiliki lemak dan minyak yang tinggi seperti gorengan dan makanan lain yang dimasak dengan metode penggorengan.

Tabel 20 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan lemak

TK Lemak Laki-laki Perempuan Total

n % N % n %

Kurang 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Cukup 3 8.1 2 5.4 5 6.8

Lebih 34 91.9 35 94.6 69 93.2

Jumlah 37 100 37 100 74 100

Rata-rata±SD 36.2±5.02 36.4±3.96 36.3±4.49

(40)

Tingkat Kecukupan Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro. Karbohidrat ada yang dapat dicerna oleh tubuh sehingga menghasilkan glukosa dan energi, dan ada pula karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang berguna sebagai serat makanan. Fungsi utama karbohidrat yang dapat dicerna bagi manusia adalah untuk menyediakan energi bagi sel, termasuk sel-sel otak yang kerjanya tergantung pada suplai karbohidrat berupa glukosa (Mahan & Stump 2008).

Tabel 21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat

TK

Rata-rata±SD 71±60.4 88.2±75.1 79.6±68.2

Kecukupan karbohidrat total menggunakan perhitungan asupan karbohidrat total berkisar antara 50-65% dari konsumsi energi subyek sesuai dengan anjuran WNPG (2004). Tingkat kecukupan karbohidrat dibedakan menjadi tiga, yaitu kurang (<50% asupan energi), cukup (50-65% asupan energi), lebih (>65% asupan energi).

Responden secara keseluruhan sudah memiliki tingkat kecukupan karbohidrat yang cukup yaitu sebesar 51.4%. Akan tetapi masih terdapat responden yang memiliki tingkat kecukupan yang kurang dan lebih sebesar 28.4% dan 20.3%. Rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat responden yaitu sebesar 79.6%±68.2% dimana sudah masuk pada kategori lebih (>65%). Kelebihan tingkat kecukupan karbohidrat dikarenakan konsumsi pangan yang tinggi karbohidrat oleh responden sehingga membuat tingkat kecukupannya meningkat. Berdasarkan hasil uji beda didapatkan nilai p=0.356 sehingga tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) antara tingkat kecukupan karbohidrat responden laki-laki dengan perempuan.

Hubungan metode persepsi Body Image Figure Rating Scale dengan Body Shape Questionnaire

Pengukuran persepsi body image dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan menggunakan metode figure rating scale (FRS) yang dikembangkan oleh Stunkard (1983) dan metode body shape questionnaire (BSQ) yang dikembangkan oleh Cooper et al (1987). Setiap metode memiliki kelebihan dan juga kekurangan masing-masing sehingga diperlukan perpaduan kedua metode tersebut untuk menilai persepsi body image tersebut. Adapun variabel FRS yang diuji korelasi adalah bentuk tubuh aktual, bentuk tubuh ideal, dan bentuk tubuh harapan responden. Sedangkan untuk BSQ variabel yang diuji korelasi merupakan total nilai jawaban responden.

(41)

responden maka nilai BSQ akan semakin tinggi pula. Hal ini cukup berkaitan karena jika penilaian bentuk tubuh aktual semakin tinggi maka artinya bentuk tubuh semakin gemuk, hal ini pada nantinya akan berpengaruh pada penilaian BSQ yang semakin tinggi maka persepsi body image bernilai negatif. Hal ini sesuai dengan penelitian Septiadewi & Briawan (2010) dimana terjadi peningkatan rata-rata skor BSQ pada pilihan gambar FRS aktual yang semakin besar. Sementara itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara bentuk tubuh aktual FRS terhadap bentuk tubuh ideal FRS dan bentuk tubuh harapan dengan masing-masing nilai p= 0.617 dan p= 0.462.

Bentuk tubuh harapan merupakan bentuk tubuh yang diharapkan menjadi bentuk tubuh aktual responden. Berdasarkan penelitian ini, didapatkan bentuk tubuh harapan merupakan bentuk tubuh ideal pada umumnya, dengan kata lain, bentuk tubuh harapan responden adalah bentuk tubuh yang ideal sesuai dengan gambar pada metode FRS. Hal tersebut terbukti melalui uji korelasi Spearman yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara bentuk tubuh harapan dengan bentuk tubuh ideal dengan nilai p= 0.000 dan r= 0.824 sehingga berkorelasi positif dengan kekuatan hubungan sangat kuat. Sementara itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara bentuk tubuh harapan terhadap bentuk tubuh aktual dan metode BSQ dengan nilai p=0.148. Didapatkan pula tidak adanya hubungan yang signifikan (p>0.05) antara bentuk tubuh ideal terhadap metode BSQ dengan nilai p=0.255.

Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kecukupan Energi, Tingkat Kecukupan Protein, dan Aktivitas Fisik

Setiap orang membutuhkan asupan energi yang cukup untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Asupan energi ini berasal dari pangan yang dikonsumi oleh masing-masing orang. Konsumsi pangan diperlukan untuk mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh akan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya. Kelebihan konsumsi pangan yang tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang mencukupi dapat mengakibatkan timbulnya gizi lebih. begitu pula sebaliknya. jika konsumsi pangan tidak mencukupi kebutuhannya sehari-hari maka dapat menimbulkan gizi kurang(Hardinsyah & Martianto 1992). Gizi lebih maupun gizi kurang akan berdampak pada status gizi seseorang. Status gizi akan mempengaruhi penampilan fisik seseorang sehingga akan berdampak pada persepsi body image (Romansyah & Natalia 2012).

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan manusia. yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia yang meliputi lingkungan alam. lingkungan sosial. lingkungan budaya. dan agama serta lingkungan ekonomi. Sedangkan faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia antara lain asosiasi emosional. keadaan jasmani. dan kejiwaan. serta penampilan yang lebih terhadap mutu makanan (Khumaidi 1989).

Gambar

Figure Rating Scale (FRS)
Gambar 1 Analisis Pengaruh Persepsi Body Image terhadap Konsumsi Pangan dan
Figure Rating Scale
Gambar 2 Siluet bentuk tubuh berdasarkan metode figure rating scale
+7

Referensi

Dokumen terkait

Enam makalah dalam Bahagian 1 ialah “Bandingan Persejarahan Hubungan Kaum Melayu-Cina dalam Novel- novel Melayu Pilihan”, “Konsep Merantau dalam Novel-novel Melayu

LUKISAN MERUPAKAN SUATU KARYA SENI / YANG MENJADI MEDIA CURAHAN PERASAAN DARI SANG PELUKIS // LAIN LAGI YANG. DIALAMI OLEH JAYA

Setelah dilakukannya penelitian disiklus I dan siklus II menggunakan permainan lingkaran pintar, terlihat terlihat adanya peningkatan kemampuan anak dalam berhitung.Pada

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Model quantum teaching disertai LKS berbasis

seluruh penduduk Madinah. Bila terjadi perselisihan di antara kaum Muslimin dan kaum Y ahudi, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada keadilan Nabi Muhammad SAW. sebagai

FTTE of WMCUS students’ perception on peer assessment in Micro

ITPC BARCELONA [Peluang Pasar Produk Alas Kaki di Spanyol 2013] 34 Pada market brief ini, akan dibahas lebih lanjut dan khusus untuk perdagangan pasar produk HS

Bintang Samudra Utama memiliki masalah pada bagian perekrutan karyawan, ketika akan melakukan wawancara dengan calon karyawan team crewing membutuhkan waktu 20 sampai