• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Pertumbuhan dan Kualitas Wol Domba Batur dan Domba Garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laju Pertumbuhan dan Kualitas Wol Domba Batur dan Domba Garut"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

LAJU PERTUMBUHAN DAN KUALITAS WOL DOMBA

BATUR DAN DOMBA GARUT

AANG HUDAYA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Laju Pertumbuhan dan Kualitas Wol Domba Batur dan Domba Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

AANG HUDAYA. Laju Pertumbuhan dan Kualitas Wol Domba Batur dan Domba Garut. Dibimbing oleh MOHAMAD YAMIN dan TOTONG.

Domba batur dan domba garut memiliki potensi yang bagus untuk dimanfaatkan wolnya karena kedua jenis domba ini merupakan persilangan antara domba lokal dengan domba penghasil wol terbaik, yaitu domba merino. Penelitian tentang kualitas wol domba lokal masih sangat terbatas. Informasi mengenai laju pertumbuhan dan kualitas wol akan berguna sebagai referensi untuk pemanfaatan dan pengolahan wol. Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu laju pertumbuhan, panjang, diameter, kekuatan dan kemuluran serat. Sampel wol yang diambil berasal dari bagian midside. Penelitian dilaksanakan di peternakan domba di kabupaten Garut dan kabupaten Banjarnegara dan Laboratorium Evaluasi Fisika Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung. Data dianalisis menggunakan Uji T dengan 2 sampel independen dan 5 ulangan. Data diolah menggunakan program Minitab 16. Hasil analisis menunjukkan beda nyata pada parameter panjang, diameter dan laju pertumbuhan serat. Sebaliknya, pada parameter kekuatan dan kemuluran serat faktor bangsa tidak berpengaruh nyata pada parameter tersebut. Domba batur memiliki karakteristik dan kualitas wol yang lebih baik daripada domba garut sehingga lebih berpeluang untuk dikembangkan sebagai domba penghasil wol.

Kata kunci : domba batur, domba garut, kualitas wol, laju pertumbuhan

ABSTRACT

AANG HUDAYA. Wool Quality and Growth Rate of Batur and Garut Sheep. Supervised by MOHAMAD YAMIN dan TOTONG.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

LAJU PERTUMBUHAN DAN KUALITAS WOL DOMBA

BATUR DAN DOMBA GARUT

AANG HUDAYA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Laju Pertumbuhan dan Kualitas Wol Domba Batur dan Domba Garut

Nama : Aang Hudaya NIM : D14090076

Disetujui oleh

Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc Pembimbing I

Totong, AT MT Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April sampai Oktober 2013 menggunakan sumber dana hibah dari Beastudi Etos dan Beasiswa BUMN. Judul penelitian ini adalah Laju Pertumbuhan dan Kualitas Wol Domba Batur dan Domba Garut.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Mohamad Yamin, MAgr Sc dan Bapak Totong, AT MT selaku pembimbing skripsi, serta Ibu Ir Hj Komariah, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ryan dan tim dari Laboratorium Evaluasi Fisika STT Tekstil Bandung, Bapak Mishad dan Mas Lukman dari kelompok ternak Mandiri, serta Bapak Yudi dari peternak domba di Leles. Tak lupa juga ungkapan terimakasih untuk rekan seperjuangan saya selama penelitian, Darojat Ulil Amri. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Ternak 2

Alat 3

Prosedur 3

Pengukuran Laju Pertumbuhan (SNI 08-0590-1989) 3

Pengukuran Panjang Serat (SNI 08-0590-1989) 4

Pengukuran Diameter Serat 4

Pengukuran Kekuatan dan Kemuluran Serat (SNI 08-0461-1989) 4

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Laju Pertumbuhan Serat 5

Panjang Serat 7

Diameter Serat 7

Kekuatan dan Kemuluran Serat 8

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh bangsa terhadap laju pertumbuhan, panjang, dan diameter serat

wol 5

2 Pengaruh bangsa terhadap kekuatan dan kemuluran serat wol 8

DAFTAR GAMBAR

1 (a) domba batur dan (b) domba garut 3 2 Sampel wol bagian midside 3 3 (b) stelometer dan (b) microbalance 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji T panjang serat 12

2 Hasil uji T kekuatan serat 12

3 Hasil uji T kemuluran serat 12

4 Hasil uji T diameter serat 12

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan salah satu jenis ternak yang dikembangkan di Indonesia dan populasinya terus meningkat. Berdasarkan Data Statistik Peternakan 2013, jumlah populasi domba di Indonesia hingga 2013 mencapai 9 juta ekor. Hampir semua jenis domba tersebut dimanfaatkan sebagai penghasil daging. Diantara sekian banyak jenis domba yang ada di Indonesia, domba batur dan domba garut merupakan jenis domba yang bersifat dwiguna, yaitu bisa dimanfaatkan sebagai domba penghasil daging dan wol.

Wol dari kedua jenis domba tersebut memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan karena di Indonesia mulai berkembang industri karpet wol. Populasi domba pada tahun 2012 di Banjarnegara dalam Banjarnegara dalam angka 2013 mencapai 111 909 ekor. Jika diasumsikan jumlah domba batur mencapai 70% dari total populasi domba di Banjarnegara yaitu sekitar 78 000 ekor dengan wol yang dihasilkan sebanyak 3 kg/ekor/pencukuran dan dalam satu tahun dilakukan 2 kali pencukuran, maka jumlah wol yang bisa diperoleh mencapai 468 ton.

Potensi produksi wol tersebut bisa dimanfaatkan sebagai substitusi wol impor yang selama ini digunakan untuk industri karpet wol. Berdasarkan Data Statistik Peternakan 2012, terdapat 12 importir top wol yang tersebar di DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan total wol yang diimpor dari China dan Inggris pada tahun 2012 sebesar 847 ton. Artinya wol domba batur berpeluang untuk memenuhi 50% kebutuhan industri wol karpet di Indonesia. Peluang besar ini perlu didukung oleh pemerintah terhadap domba batur dan domba garut agar dapat dimanfaatkan wolnya serta mampu menggantikan wol impor.

Penelitian Yamin dan Mulatsih (2012) menyatakan bahwa domba persilangan merino memiliki rataan diameter wol antara 22-23 mikron. Ukuran diameter serat tersebut masuk ke dalam klasifikasi jenis wol yang bisa dimanfaatkan untuk industri karpet wol. Penelitian tentang kualitas wol domba batur dan domba garut masih terbatas. Penelitian tentang kualitas serat wol domba garut dilakukan oleh Syamsono (2002) tapi hanya sebatas pada beberapa parameter saja seperti panjang dan diameter serat. Informasi mengenai kualitas serat wol domba batur secara khusus belum ditemukan. Beberapa penelitian tentang wol domba batur hanya meneliti pengaruh pakan terhadap wol serta potensi pengembangan domba batur, seperti penelitian yang dilakukan oleh Gayatri dan Handayani (2007). Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai kualitas wol domba batur dan domba garut sehingga diperoleh data karakteristik wol domba tersebut.

(12)

2

menjadi salah satu pertimbangan yang kuat untuk mengembangkan dan meningkatkan populasi domba batur dan domba garut sehinga bisa menghasilkan wol dalam jumlah yang banyak dan berkualitas baik. Produksi dan kualitas wol yang baik harapannya mampu bersaing dengan wol yang selama ini diimpor dari luar negeri sehingga bisa memenuhi permintaan wol dalam negeri.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari laju pertumbuhan dan kualitas wol domba batur dan domba garut sehingga hasil penelitian ini menjadi tambahan referensi untuk pemanfaatan wol di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan domba batur dan domba garut. Peubah yang diuji yaitu laju pertumbuhan, panjang, diameter, kekuatan dan kemuluran serat wol.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan sejak bulan April sampai Oktober 2013. Pencukuran sampel serat wol domba dilakukan di Desa Margaluyu, Leles, Kabupaten Garut dan di Desa Batur, Kabupaten Banjarnegara pada bulan April sampai Juni 2013. Pengukuran sampel serat wol dilakukan di Laboratorium Evaluasi Fisika, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT) Bandung pada bulan September sampai Oktober 2013.

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu domba betina berumur antara I1 –I2 sebanyak 10 ekor yang terdiri dari 5 ekor domba garut (2 ekor jantan

dan 3 ekor betina) dan 5 ekor domba batur betina. Domba garut berasal dari kelompok ternak domba di desa Margaluyu, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut dan domba batur berasal dari kelompok ternak Mandiri, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara.

(13)

3

(a) domba batur (b) domba garut

Gambar 1 Domba yang digunakan dalam penelitian : (a) domba batur dan (b) domba garut

Alat

Peralatan yang digunakan yaitu alat cukur elektrik, plastik klip, pinset, gunting, ember plastik, mistar, papan hitam, Thickness Gauge, Microbalance dan Stelometer.

Prosedur

Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel wol domba batur dan domba garut pada bagian midside sebelah kiri seluas 10x10 cm2 dari setiap ekor. Pengambilan sampel wol pada bagian midside ini mengacu pada penelitian Yamin (2006). Bagian midside dianggap bisa mewakili semua bagian tubuh dan parameter dalam pengujian kualitas wol.

Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah pencukur wol elektrik. Sampel wol dicukur hingga bagian pangkal serat kemudian dimasukkan ke dalam plastik klip berlabel untuk dilakukan pengukuran panjang serat, laju pertumbuhan, diameter, kekuatan dan kemuluran serat. Bagian sampel midside yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 Sampel wol bagian midside

Pengukuran Laju Pertumbuhan (SNI 08-0590-1989)

(14)

4

hari ke-30 diukur dan dinyatakan sebagai panjang wol yang tumbuh per satuan waktu. Pengukuran laju pertumbuhan serat sama dengan pengukuran panjang serat, yaitu menggunakan metode papan hitam.

Pengukuran Panjang Serat (SNI 08-0590-1989)

Panjang serat diukur mulai dari pangkal hingga ujung serat. Pengukuran panjang serat dilakukan dengan menggunakan metode papan hitam. Serat yang akan diukur diletakkan di atas papan hitam, kemudian diolesi minyak kelapa atau pelumas lainnya agar serat terbentang lurus.

Serat kemudian diukur menggunakan mistar stainless steel dengan satuan millimeter (mm). Pengukuran dilakukan sebanyak 100 helai serat untuk setiap sampelnya.

Pengukuran Diameter Serat

Diameter serat diukur menggunakan Thickness Gauge dengan ketelitian alat 0.01 mm. Pengukuran dilakukan per helai dengan jumlah 100 helai serat dari setiap sampel wol.

Pengukuran Kekuatan dan Kemuluran Serat (SNI 08-0461-1989)

Kekuatan dan kemuluran serat diuji menggunakan Stelometer. Bundel serat mula-mula disisir dan diletakkan pada penjepit serat yang telah dipasang pada clamp vice. Ujung-ujung serat yang menonjol keluar dari penjepit dipotong hingga rata. Penjepit serat tersebut lalu dimasukkan pada stelometer, kemudian kunci alat dilepas hingga serat terputus.

Beban putus dan kemuluran serat dibaca pada skala. Serat lalu ditimbang menggunakan neraca ukur (Microbalance). Kekuatan serat merupakan perbandingan antara beban memutus dengan berat serat tersebut.

(a) stelometer (b) microbalance

Gambar 3 Alat pengukur kekuatan dan kemuluran serat : (a) stelometer dan (b) microbalance

Analisis Data

(15)

5 Sp : standar deviasi gabungan n1 : jumlah sampel kelompok a n2 : jumlah sampel kelompok b

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Pertumbuhan Serat

Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 1, laju pertumbuhan wol domba batur lebih cepat dibandingkan wol domba garut, yaitu 0.5 mm hari-1, sedangkan wol domba garut laju pertumbuhannya hanya 0.31 mm hari-1. Domba batur memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat karena berasal dari persilangan domba merino yang memiliki karakteristik wol dengan laju pertumbuhan yang cepat. Laju pertumbuhan wol domba merino adalah 0.2 mm hari-1 (Leeder 1984). Hasil penelitian ini menunjukkan laju pertumbuhan wol domba batur dan domba garut lebih cepat dibandingkan dengan domba merino.

Tabel 1 Pengaruh bangsa terhadap laju pertumbuhan, panjang, dan diameter serat wol

Parameter Domba Batur Domba Garut Hasil

Uji Nilai P Laju Pertumbuhan Serat (mm hari-1) 0.50 ± 0.10 0.31 ± 0.05 SN 0.005 Panjang Serat (mm) 72.4 ± 14.3 36.27 ± 5.31 SN 0.001 Diameter Serat (µm) 15.4 ± 1.82 69.6 ± 13.94 SN 0.000

Keterangan : SN (sangat nyata) pada taraf P<0.05

Laju pertumbuhan serat merupakan salah satu parameter yang dapat dilihat dari produksi wol seekor domba. Laju pertumbuhan dinyatakan sebagai panjang serat yang tumbuh per satuan waktu. Produksi wol setiap bangsa domba berbeda-beda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor bangsa, jenis ternak, dan lingkungan. Bangsa dan jenis ternak yang berbeda akan menghasilkan produksi wol yang berbeda baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Faktor lingkungan meliputi iklim dan nutrisi.

(16)

6

perkandangan yang digunakan di kedua lokasi ini juga berbeda. Domba batur dipelihara dengan sistem perkandangan yang tertutup dengan sekeliling kandang yang ditutup menggunakan bilik bambu sehingga kondisi di dalam kandang sangat lembab. Faktor suhu lingkungan serta desain perkandangan sangat kecil pengaruhnya terhadap pertumbuhan wol jika dibandingkan dengan pengaruh bangsa (Charles 1983).

Cekaman panas dan dingin dapat mempengaruhi laju pertumbuhan wol. Penelitian menunjukkan lingkungan yang mendapat cekaman panas dan dingin yang berlebih akan mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan wol. Hal ini terutama terjadi pada domba yang dipelihara di negara sub-tropis. Pada musim dengan panjang hari yang singkat (musim dingin) laju pertumbuhan wol menurun dan meningkat pada musim dengan panjang hari yang lama (musim panas), meski demikian faktor perbedaan bangsa tetap lebih dominan daripada faktor musim (Bottomley 1979).

Status hormon pada domba memberikan pengaruh signifikan dalam mengontrol laju pertumbuhan wol di sepanjang tahun. Hormon melatonin yang disekresikan dari kelenjar pineal menjadi kunci dalam mengontrol siklus pertumbuhan wol. Sekresi hormon dalam konsentrasi yang tinggi terjadi pada periode musim dingin dan mengakibatkan peningkatan pembentukan folikel kemp pada domba Limousin saat musim dingin (Allain et al. 1994). Hormon prolaktin yang disekresikan dari kelenjar pituitari lebih banyak dihasilkan pada musim gugur menyebabkan peningkatan pertumbuhan folikel wol.

Menurut Ensminger (1991) laju pertumbuhan wol juga dipengaruhi oleh kualitas pakan. Kualitas pakan yang mempengaruhi pertumbuhan wol adalah pakan yang mengandung protein, mineral sulfur dan energi, baik dalam bentuk konsentrat maupun hijauan. Pertumbuhan maupun efisiensi pertumbuhannya dinyatakan dalam laju pertumbuhan wol per gram protein ransum. Asam amino sulfur merupakan asam amino terpenting yang mengatur laju pertumbuhan wol dan sistein merupakan asam amino yang jumlahnya terbatas dibutuhkan untuk mensintesis protein wol. Penelitian Reis (1979) menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan suplementasi sistein dan metionin hingga 3 g hari-1 dapat meningkatkan laju pertumbuhan wol, termasuk panjang serat dan diameter serat yang signifikan. Masters et al. (1996) menunjukkan bahwa kekuatan dan laju pertumbuhan serat mengalami peningkatan saat diberikan suplementasi pakan dengan putih telur dan tepung ikan. Putih telur meningkatkan sistein dalam plasma dan sulfur dalam wol sedangkan tepung ikan mampu meningkatkan arginin, histidin, lisin, dan treonin dalam plasma.

(17)

7

Panjang Serat

Hasil penelitian pada Tabe1 1 menunjukkan bahwa panjang serat wol domba batur dan domba garut sangat berbeda nyata (P<0.001). Rataan panjang serat wol domba batur adalah 72.40 mm dan domba garut 36.27 mm . Domba batur memiliki serat wol yang lebih panjang karena memiliki garis keturunan domba merino yang merupakan tipe domba yang memiliki serat wol panjang. Rataan panjang serat wol lebih kecil karena berasal dari persilangan domba merino dan kapstaad. Domba kapstaad tergolong ke dalam jenis domba dengan tipe wol yang kualitasnya jelek. Panjang serat sangat mempengaruhi kualitas dan kehalusan benang yang dihasilkan. Panjang serat diukur mulai dari permukaan kulit hingga ujung serat. Panjang serat wol menunjukkan kemampuan produksi wol dari seekor domba. Panjang serat wol dijadikan dasar dalam klasifikasi dan seleksi ternak domba penghasil wol (Ensminger 1991).

Hasil pengukuran panjang serat ini berbeda dengan hasil penelitian Syamsono (2002) yaitu 65.86 mm untuk panjang serat wol domba garut. Hal ini karena domba yang digunakan dalam penelitian Syamsono seragam umurnya dan domba tersebut belum pernah dicukur sebelumnya, sedangkan domba yang digunakan dalam penelitian ini umurnya tidak sama (beragam antara I1 –I2) dan

waktu dari pencukuran terakhir sampai ke pencukuran saat penelitian pun berbeda sehingga hasilnya lebih beragam. Panjang serat juga berkaitan dengan laju pertumbuhan serat. Domba yang memiliki laju pertumbuhan lebih cepat maka dalam periode yang sama akan memiliki serat wol yang lebih panjang dibandingkan dengan domba yang memiliki laju pertumbuhan wol lambat.

Diameter Serat

Berdasarkan hasil analisa terhadap diameter serat diperoleh hasil bahwa pengaruh bangsa terhadap diameter serat tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan diameter serat wol domba batur adalah 15.4 µm sehingga tergolong ke dalam serat wol halus. Rataan diameter serat wol domba garut yaitu 69.6 µm dan tergolong ke dalam serat wol kasar. Rataan diameter serat wol domba batur ini tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran pada penelitian Bustomy (1996) untuk domba peranakan merino, yaitu 22.7 µm yang tergolong ke dalam tipe wol sedang kelas halus.

Diameter serat merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kehalusan wol (Charles 1983). Diameter digunakan dalam menyeleksi domba penghasil wol dan digunakan pula dalam klasifikasi wol. Wol dianggap halus jika memiliki rata-rata diameter 17.70 µm dan dikategorikan wol kasar jika memiliki rata-rata diameter 40.20 µm (Ensminger 1991).

Charles (1983) menjelaskan bahwa penyebab variasi diameter adalah faktor genotipik dengan heritabilitas 0.6-0.9, artinya 60%-90% sifat genetik yang dimiliki oleh tetuanya akan diwariskan kepada generasi berikutnya. Faktor genotipik sangat mempengaruhi diameter serat wol, maka mutu genetik, bangsa dan tipe domba merupakan faktor utama yang mempengaruhi diameter serat.

(18)

8

yang seragam. Berdasarkan pengamatan selama proses penelitian, penampakan umum wol domba batur jauh lebih bagus dibandingkan dengan wol domba garut. Wol domba batur terlihat lebih padat dan memiliki tekstur yang lebih lembut serta memiliki jumlah kerutan yang banyak. Karakteristik wol domba garut tidak padat dan bentuk seratnya terlihat seperti rambut sehingga kerutannya tidak nampak.

Berdasarkan penelitian Bustomy (1996) jumlah kerutan (crimp) serat wol peranakan merino yaitu 3.04 per milimeter dan pada serat wol domba priangan yaitu 1.8 per milimeter sehingga tingkat kehalusan dan diameter serat wol domba peranakan merino tersebut lebih kecil daripada serat wol domba priangan. Diameter atau garis tengah wol sangat mentukan tingkat kehalusan wol sehingga dalam industri tekstil garis tengah wol akan mempengaruhi kehalusan benang dan tenunan, menambah kekuatan benang serta kualitas celupan yang bagus.

Wol domba batur memiliki potensi untuk bersaing dan menggantikan wol impor dari China karena memiliki rataan diameter yang lebih kecil yaitu 15.4 µm. wol impor dari China tergolong ke dalam wol medium dengan rataan diameter antara 22-29 µm.

Kekuatan dan Kemuluran Serat Kekuatan Serat

Hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan serat wol domba batur memiliki kekuatan serat yang lebih besar (113.39 N ktex-1) daripada serat wol domba garut (102.5 N ktex-1). Hasil ini jauh berbeda dari standar internasional untuk kekuatan serat, terutama jika dibandingkan dengan kekuatan serat wol domba merino. Kekuatan serat wol domba merino berkisar antara 30-60 N ktex-1 (Rottenbury 1986). Perbedaan yang signifikan antara hasil penelitian dengan pustaka diperkirakan karena faktor metode dan alat yang digunakan saat pengukuran kekuatan serat berbeda dengan metode dan alat yang umumnya digunakan dengan standar internasional dan khusus untuk pengujian serat wol. Metode dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang umumnya digunakan untuk pengujian serat tekstil secara umum dengan metode yang mengacu pada SNI 08-0461-1989. Sedangkan pengukuran kekuatan serat wol internasional, khususnya Australia menggunakan metode ATLAS (Automatic Testing of Length and Strength) (Yamin 2006).

Tabel 2 Pengaruh bangsa terhadap kekuatan dan kemuluran serat wol

Parameter Domba Batur Domba Garut Hasil

Uji Nilai P Kekuatan Serat (N ktex-1) 113.4 ± 0.75 102.5 ± 1.52 TN 0.198 Kemuluran Serat (%) 23.96 ± 3.63 20.48 ± 2.66 TN 0.122 Keterangan : TN (tidak nyata) pada taraf P<0.05

(19)

9 di kecamatan Leles lebih tinggi yaitu sekitar 23-25 ºC sehingga kualitas kekuatan serat wol domba garut lebih rendah dari pada serat wol domba batur.

Kekuatan serat wol (staple strength) dipengaruhi oleh banyaknya kelokan keriting (crimp) pada serat (staple), ada atau tidaknya titik rapuh yang disebabkan oleh kondisi kesehatan hewan, kekurangan pakan, defisiensi sulfur atau faktor cekaman lainnya. Titik rapuh ini akan meningkatkan tebalnya lapisan serat pendek pada waktu wol tersebut disisir. Tebalnya lapisan serat pendek dapat juga disebabkan karena pengguntingan dua kali pada waktu pencukuran (Johnston 1983).

Faktor lain yang mempengaruhi kekuatan serat wol adalah temperatur dan kadar air. Semakin tinggi kadar air dalam serat wol, akan semakin mudah wol mulur. Temperatur memiliki pengaruh yang sama dengan kelembaban, semakin tinggi temperatur akan membuat serat wol semakin lemah dan semakin mudah mulur. Selain itu, asam dan alkali juga dapat menyebabkan penurunan kekuatan pada serat wol (Tuzcu 2007).

Kekuatan serat merupakan faktor terpenting kedua setelah diameter serat yang akan berpengaruh terhadap nilai jual serat. Sebaran kontribusi setiap parameter serat terhadap nilai jualnya masing-masing dari yang terbesar adalah diameter serat (48%), kekuatan serat (21%), vegetable matter (10%), panjang serat (7%), bentuk serat (4%), warna serat (4%), yield (3%) dan faktor lainnya (4%) (Couchman et al. 1992).

Kekuatan serat juga berpengaruh terhadap setiap tahapan proses pengolahan serat wol seperti proses penyortiran, penyisiran dan pemintalan. Rottenbury (1986) membagi kelas wol berdasarkan kekuatan serat menjadi 5 kelas, yaitu sangat lemah, lemah, medium 1, medium 2 dan kuat. Wol yang memiliki kekuatan serat rendah berpotensi mengalami penyusutan yang tinggi saat proses penyisiran dan pemintalan. Berdasarkan pustaka tersebut, maka kekuatan serat wol domba batur dan domba garut tergolong ke dalam kelas kuat. Selain itu, wol yang memiliki kekuatan serat rendah juga meningkatkan level noil pada serat (serat yang pendek, kusut, patah dan mudah rontok saat penyisiran).

Kemuluran Serat

Kemuluran serat sangat berkaitan dengan kekuatan serat. Serat yang kuat akan memiliki kemuluran yang tinggi, karena kemuluran ditentukan oleh daya ikat dan elastisitas serat. Semakin banyak serat halus maka semakin besar daya ikat dan elastisitasnya. Serat halus memiliki daya ikat antar serat yang kuat karena permukaannya bersisik (Syamsono 2002). Kemuluran serat wol domba batur yaitu 23.96%, lebih besar dari kemuluran serat wol domba garut yaitu 20.48%.

Diameter atau kehalusan serat sangat mempengaruhi kemuluran serat. Serat yang memiliki diameter lebih kecil akan memiliki jumlah kerutan yang lebih besar. Semakin sedikit jumlah kerutan wol maka elastisitas wol semakin rendah dan semakin rendah pula kualitas wol tersebut (Bustomy 1996).

(20)

10

memiliki kemuluran yang rendah karena seratnya tergolong ke dalam serat kasar dengan rataan diameter 70 µm sehingga jumlah kerutannya sedikit.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Wol domba batur dan domba garut memiliki karakteristik yang berbeda pada semua parameter, terutama panjang, diameter dan laju pertumbuhan serat. Secara umum, domba batur memiliki kualitas wol yang lebih baik daripada domba garut. Wol domba garut sebaiknya dimanfaatkan untuk bahan papan partikel dan insulator, sedangkan wol domba batur berpotensi besar untuk dimanfaatkan untuk pembuatan karpet wol. Serat wol domba batur juga memiliki potensi besar untuk bisa bersaing dan menggantikan wol impor.

Saran

Penelitian ini memerlukan pengujian lanjut untuk mengetahui karakteristik wol domba batur dan domba garut pada jenis kelamin dan bagian tubuh yang berbeda. Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan menggunakan alat pengujian yang khusus untuk menguji kualitas dan karakteristik wol.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1989. Cara uji kekuatan Tarik serat kapas per bundel datar (flat bundle method). SNI 08-0461-1989.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1989. Cara uji panjang serat buatan bentuk staple (cara per helai). SNI 08-0590-1989.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Alnindra Dunia Perkasa.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI.

[BDA] Banjarnegara Dalam Angka. 2013. Kabupaten Banjarnegara dalam Angka. Banjarnegara (ID).

Allain D, Thebanet RG, Rougeat J, Marlinel L. 1994. Biology of fibre growth in mammals producing fine fibre and fur in relation to control by day length : relation with other seasonal functions. European fine-fibre network. Occasional Publication, 2 : 23-39.

(21)

11 Bustomy BS. 1996. Kualitas bulu domba betina dan jantan pada domba Priangan dan domba Peranakan Merino. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Charles AB. 1983. Sheep Production in The Tropic. Oxford (GB): Oxford University Pr.

Choucman RC, Hanson PJ, Scott KJ, Vlastuin C. 1992. Wool Quality: implications for worsted processing, grower receipts and R&D. In:

“Proceding of Nations Workshop on Management for Wool Quality in

Mediterranean Environments”. Proceding pp: 1-23.

Ensminger. 1991. Animal Science .Ed ke-9. Danville Illionis (US): The Interstate Printers of Publisher, Inc.

Ensminger. 2002. Sheep and Goat Science. Ed ke-6. Illionis (US): Interstate Printers of Publisher, Inc. Denville.

Gayatri S, Handayani M. 2007. Peranan domba Batur dalam meningkatkan pendapatan keluarga di desa Batur kabupaten Banjarnegara. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007. Semarang (ID): Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.

Johnston RG. 1983. Introduction to Sheep Farming. London (UK): Granada Publishing.

Leeder JD. 1984. Wool, Nature Woder Fibre. Victoria (AU): Peter Jackson Graphics Pty Ltd.

Master DG Stewart CA, Mata G, Adam NR. 1996. Responsen in wool and live-weight when different sources of dietary protein are given to pregnant and lactating ewes. Animal Sciences. 62 (3) : 497-957.

Reis PJ. 1979. Effect of amino acids and the growh and properties of wool. In : “Physiological and Environment Limitations to wool growth”. (Eds : JL Black and PJ Reis). Pp 223-242.

Rottenbury RA, Andrews MW, Bell PJM, and Caffin RN. 1981. The effect of the strength properties of wool staples on worsted processing. Part 1 : The level of staple strength. J. Text. 3 : 179-190.

Syamsono O. 2002. Produksi, kualitas dan hasil pengolahan dari wol domba Priangan dan domba komposit HMG dan MHG. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.

Tuzcu TM. 2007. Hygro-thermal properties of sheep wool insulation. [tesis]. Delft (AN) : Delft University of Technology.

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Wiradarya TR. 1989. Performance of hair, wool, and hair x wool sheep feeding difference level of dietary protein and reared into difference location. Media Peternakan 14 : 17-44.

Yamin M. 2006. Genetic Determinant of the Responsiveness of Wool Fibres and Folicle to Nutritions. [thesis]. Adelaide (AU). University of Adelaide. Yamin M, Mulatsih S. 2012. Potency of wool handicrafts production in Indonesia.

(22)

12

Yamin M, Rahayu S. 1995. Pengolahan limbah bulu domba untuk kerajinan hiasan dinding dan karpet. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji T panjang serat

N Rataan StDev Rataan SE Nilai P Batur 5 72.4 14.3 6.4

0.001 Garut 5 36.27 5.31 2.4

Lampiran 2 Hasil uji T kekuatan serat

N Rataan StDev Rataan SE Nilai P Batur 5 11.526 0.747 0.33

0.198 Garut 5 10.46 1.52 0.68

Lampiran 3 Hasil uji T kemuluran serat

N Rataan StDev Rataan SE Nilai P Batur 5 23.96 3.63 1.6

0.122 Garut 5 20.48 2.66 1.2

Lampiran 4 Hasil uji T diameter serat

N Rataan StDev Rataan SE Nilai P Batur 5 15.40 1.82 0.81

0.000 Garut 5 69.6 13.9 6.2

Lampiran 5 Hasil uji T laju pertumbuhan serat

N Rataan StDev Rataan SE Nilai P Batur 5 0.500 0.0962 0.043

(23)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cijantung, Jakarta Selatan pada tanggal 25 Juni 1989 dari pasangan Endeng Zenal Arifin dan Ipah Saripah. Penulis merupakan anak ke-1 dari 8 bersaudara. Lulus dari SMAN ke-1 Gunungsindur pada tahun 2009, kemudian melanjutkan ke Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB melalui jalur USMI. Selama di IPB, penulis pernah tergabung dengan organisasi Kerohanian Islam Asrama (KIA) TPB, Gugus Disiplin Asrama (GDA) TPB, UKM Bola Voli IPB, LDK Al-Hurriyyah IPB, Lembaga Dakwah Fakultas FAMM Al-An’am, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan, dan Badan Pengawas HIMAPROTER.

Penulis merupakan mahasiswa penerima Beastudi Etos Dompet Dhuafa, Beasiswa BBM, Beasiswa Cendikia IPB serta Beasiswa BUMN. Penulis juga berkesempatan untuk menjadi asisten dosen Pendidikan Agama Islam, Tingkah Laku dan Kesejahteraan Ternak, dan Teknik Pengolahan Hasil Ikutan Ternak. Selain itu, penulis juga menjadi supervisor Beastudi Etos Bogor tahun 2012 hingga sekarang.

Gambar

Gambar 1 Domba yang digunakan dalam penelitian : (a) domba batur dan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara dengan home industry Bapak Ali Toha yaitu Limbah kaca didapat dari pabrik yang berada di daerah Jakarta dan Bandung dengan prosedur

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2011-sekarang). Riwayat Pelatihan : MMB 2011 PEMA

Pihak yang bekerja pada The World Landslide Inventory (1990), telah mengupayakan untuk menstandarkan istilah dan mendefinisikan tanah longsor sekedar sebagai :

Pemilu mempunyai hubungan erat dengan prinsip demokrasi sebagai prinsip-prinsip fundamental yang dipergunakan di negara-negara modern. Pemilu berhubungan erat dengan

Hipotesis dimaksud adalah asumsi atau kesimpulan sementara yang sudah dirumuskan pada Bab 2 Teori Umum mengenai hipotesis penelitian, yaitu: ” Terdapat hubungan positif

Pada beberapa sungai besar yang berada di zona peman- faatan (Kali Sanen, Bandealit dan Suka- made) pada bulan Agustus menunjukkan kondisi aliran masih kontinyu dan keada- an

Program Sosial Kesejahteraan Anak (PKSA) atau lebih familier dengan Panti Asuhan Amanah Klaten merupakan gerakan Ibadah Amaliah yang menjadi program utama.. Dengan

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan, diperoleh data total keterlambatan shipment dan data total keterlambatan stuffing dimana selanjutnya dilakukan pengolahan