• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Semut Rangrang (Oechophylla smaragdina) Kroto Bond di Ciapus Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Semut Rangrang (Oechophylla smaragdina) Kroto Bond di Ciapus Bogor"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

GESTA JATI ANGGARA

ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN SEMUT RANGRANG

(Oechophylla smaragdina) KROTO BOND

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Semut Rangrang (Oechophylla smaragdina) Kroto Bond di Ciapus Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

GESTA JATI ANGGARA. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina) di Kroto Bond Farm daerah Ciapus Bogor. Dibimbing oleh ASNATH M FUAH dan HOTNIDA C H SIREGAR

Budidaya semut rangrang merupakan suatu usaha peternakan yang menghasilkan kroto (telur semut rangrang). Kroto digunakan sebagai pakan ikan dan pakan burung. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha budidaya semut rangrang (O. smaragdina) Peternakan Kroto Bond di Kecamatan Ciapus Bogor. Peubah yang diamati adalah rentabilitas usaha, analisis BEP, B/C ratio. Penelitian mengacu pada metode studi kasus kelayakan usaha. Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan perhitungan rentabilitas usaha, peternakan Kroto Bond mendapatkan keuntungan yang besar yaitu 535.11% per periode. Hasil perhitungan Break Event Point (BEP) 468.11 unit sebesar Rp16 272 394 yang dicapai dalam jangka waktu 4 bulan. Nilai B/C ratio peternakan Kroto Bond sebesar 6.3, sehingga dapat dikatakan secara umum bahwa peternakan Kroto Bond layak untuk dijalankan dan dikembangkan.

Kata kunci : analisis kelayakan usaha, peternakan kroto bond, semut rangrang ABSTRACT

GESTA JATI ANGGARA. The Feasibility Analysis of Weaver Ant Cultivation (Oecophylla smaragdina) in The Kroto Bond Farm at Ciapus Bogor. Supervised by ASNATH M FUAH and HOTNIDA C H SIREGAR

Weaver ants cultivation produce eggs for fish and bird feed. The purpose of this research was to analyze the feasibility of the Kroto Bond Farm weaver ants cultivation using case study method. Variables measured were business profitability, Break Event Point (BEP), B/C ratio. The collected data were presented in tabular form and analyzed descriptively. Kroto Bond Farm business profit was 535.11%, with Break Event Point (BEP) 468.11 units (plastic jars) or IDR Rp16 272 394 wich was reached in 4 moths. B/C ratio of Kroto Bond Farm was 6.3. It could be councluded that the Kroto Bond Farm was feasible, it could be run more efficiently for better productivity.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN SEMUT RANGRANG

(Oechophylla smaragdina) KROTO BOND

(5)
(6)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Semut Rangrang (Oechophylla smaragdina) Kroto Bond di Ciapus Bogor

Nama : Gesta Jati Anggara NIM : D14100039

Disetujui oleh

Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS Pembimbing I

Ir Hotnida C H Siregar, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini adalah semut rangrang, dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Semut Rangrang (Oechophylla smaragdina) Kroto Bond di Ciapus Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS dan Ir Hotnida C H Siregar, MSi yang telah memberikan bimbingan serta saran yang sangat membangun. Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada Dr Ir Henny Nuraini, MSi selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan banyak masukan dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pemilik Kroto Bond Bapak Ade Yusdira yang telah mengijinkan penulis untuk meneliti di Peternakan Koto Bond. Tidak lupa kepada teman-teman saya Isnaini Puji A, Ridwan Herdyan, Fendi Bayu Israwan, Rifsi B, Shendi Saputra, M Rizal Pahlevi, Yusril, Fazri Saisar, Arifin Darsono, Reza Akbar, Handi Fauzi H, Aditya Maulana, Firdaus Herdyan, Gayuh S, Ramon, Erwin R, Oki H, Cahya M D, Hengki S, Ahmad L dan teman-teman IPTP 47 lainnya yang sudah membantu dalam menyelesaikan skripsi saya. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada ayahanda Drs Aang Jajang, ibunda Eti Heryati, adikku Fadia Jati Matrika dan Farkhan Syabani Jati, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Tujuan penelitian 1

Ruang lingkup penelitian 2

METODE 2

Waktu dan tempat penelitian 2

Bahan dan alat 2

Prosedur analisis data 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Asal mula peternakan semut rangrang Kroto Bond 4

Keadaan umum lokasi penelitian 4

Manajemen produksi dan pemasaran, sumber daya manusia,

administrasi dan keuangan peternakan Kroto Bond 5

Analisis kelayakan usaha 6

Rentabilitas usaha 9

Break Event Point (BEP) 9

B/C Rasio (Benefit Cost Ratio) 10

SIMPULAN DAN SARAN 12

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 13

(9)

DAFTAR TABEL

1 Biaya tujuh periode produksi di peternakan Kroto Bond 7 2 Penerimaan tujuh periode produksi di peternakan Kroto Bond 8 3 Analisis kelayakan usaha peternakan semut rangrang Kroto Bond 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produk peternakan kroto bond dalam bentuk stoples 13 2 Rak budidaya semut rangrang di dalam naungan 13 3 Pembuatan sirkulasi udara untuk ternak pada stoples 13

4 Pemanenan kroto 13

(10)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan subsektor peternakan merupakan peluang usaha yang perlu dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat salah satunya adalah peternakan semut rangrang (O. smaragdina) atau peternakan kroto. Kroto merupakan larva dan telur semut rangrang yang dapat dimanfaatkan untuk pakan hewan lain, misalnya burung dan ikan. Para penggemar burung biasanya memanfaatkan kroto sebagai pakan karena kroto dapat diyakini meningkatkan kualitas suara dan warna terhadap burung. Penggemar mancing menggunakan kroto sebagai umpan karena sangat disukai ikan. Hasil uji dari analisis kroto sebesar 1 ons mengandung 493 kkal energi kasar; 22% kadar air; protein 24.1 g; lemak 42.2 g; karbohidrat 4.3 g; fiber 4.6 g; abu 2.8 g; kalsium 40 mg; fosfor 230 mg; besi 10.4 mg; vitamin A 710 IU; B1 0.22 mg; B2 1.13 mg; dan niacin 5.7 mg (Depkes Thailand 2008). Kroto hasil budidaya berkualitas lebih baik dari pada kroto hasil perburuan alam karena lebih kering sehingga daya simpannya lebih lama.

Pasar kroto selama ini bergantung kepada hasil perbururan alam, namun ketersediaan kroto di alam tidak kontinyu terutama saat musim hujan. Saat musim hujan, mortilitas semut rangrang tinggi karena tidak ada ketersediaan makanan di sekitar sarang, aktivitas mencari makan rendah, dan kelembaban tinggi (Wojtusiak dan Godznska 1993).

Usaha budidaya semut rangrang (O. smaragdina) memiliki prospek karena usaha ini mempunyai permintaan pasar yang semakin meningkat. Keberlangsungan (sustainability) usaha peternakan dapat dipertahankan berdasarkan keseimbangan suplai dan permintaan. Permintaan pasar sampai tahun 2014 sudah mencapai 50 kg kroto per hari (Yusdira 2014), namun yang dapat terpenuhi hanya setengahnya. Peternakan semut rangrang masih sedikit, sehingga peternakan semut rangrang yang ada perlu dikembangkan untuk memenuhi permintaan pasar.

Peternakan Kroto Bond merupakan salah satu usaha yang menggeluti budidaya semut rangrang (O. smaragdina) dan didirikan pada akhir tahun 2012. Peternakan Kroto Bond berada di Kelurahan Gunung Batu Kecamatan Ciapus, Bogor, Jawa Barat. Skala usaha di awal pemeliharaannya 600 stoples plastik dan sampai saat ini telah berkembang sampai 2 100 stoples plastik, namun usaha ini belum dianalisis kelayakan usahanya. Kelayakan suatu usaha dapat dianalisis dengan menghitung rentabilitas usaha, BEP (Break Event Point), dan B/C rationya (Ramang 2012). Hasil analisis kelayakan usaha akan dapat membantu suatu usaha dalam menetapkan skala produksi yang optimal.

Tujuan Penelitian

(11)

2

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji keuangan yaitu penerimaan, pengeluaran, investasi, rentabilitas, BEP (Break Event Point), danB/C ratio. Selain keuangan dilakukan juga pengamatan terhadap manajemen pemeliharaan pada fase pra produksi, proses produksi, panen, pasca panen, dan aspek pasar.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di peternakan Kroto Bond yang berada di Jalan R.D. Kosasih, RT 04/RW 01, Kelurahan Gunung Batu, Kecamatan Ciapus, Bogor, Jawa Barat. Penelitian berlangsung selama 1 bulan di mulai tanggal 26 Mei 2014 sampai dengan 26 Juni 2014.

Bahan dan Alat

Alat-alat bantu lainnya mencakup alat tulis (buku, pensil, penggaris), buku-buku panduan, dan kamera digital. Bahan yang digunakan antara lain adalah kuesioner yang dibuat sebelum penelitian dari hasil studi pustaka dan kunjungan awal ke peternakan.

Prosedur Analisis Data

Prosedur yang dilakukan mengacu pada metode studi kasus kelayakan usaha. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Awal penelitian dilakukan pengamatan di peternakan Kroto Bond sebagai bahan untuk pembuatan kuesioner. Wawancara dengan pemilikdan staf peternakan Kroto Bond dilakukan menggunakan kuesioner yang dibuat. Setelah wawancara, pengamatan di peternakan Kroto Bond dilakukan kembali untuk membandingkannya dengan hasil wawancara. Hasil wawancara dan pengamatan di peternakan merupakan data primer yang mencangkup manajemen tata laksana pemeliharaan semut rangrang yaitu pra produksi, proses produksi, panen, pasca panen, pemasaran, biaya produksi, biaya produksi, dan hasil penjualan (kroto dan bibit dalam stoples yang berdiameter 13 cm dengan tinggi 25 cm) peternakan Kroto Bond. Data sekunder mengenai karakteristik lokasi dan usaha diperoleh dari dinas setempat dan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan diawal penelitian dan data sekunder lainnya diambil selama penelitian.

(12)

3

Peubah yang Diamati

Rentabilitas Usaha

Rentabilitas usaha merupakan kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Menurut Riyanto (2001) rentabilitas yaitu laba usaha yang dibandingkan dengan modal usaha sendiri ataupun asing dan dinyatakan dalam persentase. Menurut Riyanto (2001) rentabilitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Analisis Titik Impas (Break Even Point)/BEP

Analisis titik impas dapat diartikan sebagai suatu titik dimana perusahaan di dalam proses operasinya tidak memperoleh keuntungan maupun kerugian. Dapat pula dikatakan berada dalam posisi titik impas balik modal.

Titik impas tersebut dapat diketahui apabila total pendapatan atau total revenue/TR sama dengan total biaya atau total cost/TC (TR=TC). Riyanto (2001) mengemukakan penentukan BEP unit (stoples) dan BEP penerimaan :

� � = FC

B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

Analisis dengan metode BCR digunakan untuk mengetahui jumlah keuntungan yang diperoleh dari tiap penambahan 1 rupiah pengeluaran bersih. Riyanto (2001) menyatakan perhitungan B/C ratio :

/ � = Total hasil produksi

(13)

4

impas (tidak rugi/tidak untung); jika kurang dari 1, maka usaha tidak layak dijalankan (Kadariah et al. 1999)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Asal Mula Peternakan Semut Rangrang Kroto Bond

Pada awalnya, pemeliharaan semut rangrang dilakukan sebagai hobi memancing. Kroto merupakan bahan umpan yang paling digemari, namun ketersediaannya sangat terbatas karena bergantung pada hasil penangkapan alam. Kesenjangan antara permintaan dan suplai kroto menginspirasi pemilik usaha untuk memulai budidaya semut rangrang sebagai penghasil kroto pada tahun 2010. Selama 2 tahun pertama pemilik peternakan Kroto Bond menimba pengetahuan mengenai semut rangang melalui pustaka dan mengikuti pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan semut rangrang di daerah Jawa.

Pemilik usaha mulai membudidayakan semut rangrang pada tahun 2012 dengan modal usaha kroto sejumlah 600 stoples agar diperoleh produksi 1 kg kroto yang dapat dipanen setiap hari. Berdasarkan pengalaman peternak semut rangrang, 20 stoples bibit dapat menghasilkan sekitar 1 kg kroto dalam jangka waktu 1 bulan. Kebutuhan bibit untuk produksi 1 kg kroto per hari diperoleh dari 20 stoples x 30 hari yaitu 600 stoples.

Penjualan pertama dilakukan pada akhir tahun 2013 kepada penggemar memancing dan pedagang pakan burung dengan harga Rp50 000 stoples-1 dan Rp30 000 ons-1 kroto. Permintaan pasar yang tinggi mendorong pemilik usaha untuk terus meningkatkan sakala usahanya, hingga mencapai sekitar 2 100 stoples yang ditempatkan pada 7 rak penyimpanan.

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Lokasi peternakan semut rangrang Kroto Bond berada di daerah Cikaret Gang Kosasing, Kapling, Bogor, Jawa Barat. Secara tofografi, lokasi ini memiliki suhu rata-rata 26 oC, kelembaban 70% dan curah hujan yang cukup tinggi yaitu 3 500-4 000 mm tahun-1 (Dinas Kota Bogor 2014). Semut rangrang (O. smaragdina) dapat hidup pada lingkungan dengan suhu 26 oC-34 oC dan kelembaban yang relatif tinggi yaitu 62%-92% (Yusdira 2014), dan jauh dari kebisingan yang dapat mempengaruhi produksi peternakan Kroto Bond

(14)

5

Manajemen Produksi dan Pemasaran, Sumber Daya Manusia, Administrasi dan Keuangan Peternakan Kroto Bond

Manajemen produksi dan pemasaran yang diterapkan peternakan Kroto Bond meliputi proses pembibitan, produksi, panen dan penanganan pasca panen, promosi, dan jaringan pemasaran. Manajemen sumber daya manusia (SDM) meliputi organisasi dan kemitraan. Manajemen administrasi dan keuangan mencakup pencatatan aliran keuangan dan aset peternakan Kroto Bond.

Proses produksi dan pembibitan dilakukan di tempat yang sama hanya berbeda rak. Pembibitan biasanya dilakukan dengan mempertimbangakan besar permintaan. Apabila permintaan tinggi frekuensi pembibitan tinggi. Proses produksi semut rangrang tidak terlalu rumit, rutinitas yang utama adalah pemberian pakan, dan pengontrolan stoples yang siap dipanen. Pemanenan kroto (larva dan pupa) dilakukan dengan cara memasukkan semut rangrang yang sudah siap panen di wadah ember yang telah diberikan sagu atau tepung kanji, kemudian dilakukan pemisahan larva dan semut rangrang. Larva yang sudah dipanen dimasukan kedalam kemasan, sedangkan semut rangrang dikembalikan ke dalam stoples. Kroto yang didapat dari budidaya lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dari alam karena memiliki kadar air yang lebih rendah. Pemanenan disesuaikan dengan permintaan pasar dan tingkat produktivitas ratu. Pemasaran dilakukan melalui media sosial dan konsumen dapat membeli langsung dari peternakan atau melalui pengiriman.

Pembibitan di Kroto Bond dilakukan dengan 2 cara yaitu menangkarkan dari alam dan pemecahan koloni. Pemindahan koloni dari bibit yang diperoleh dari penangkaran alam dilakukan dengan cara sebagai berikut. Bibit yang diperoleh dari penangkaran alam diambil, dimasukan ke karung goni yang diikat, lalu dibiarkan selama 1 malam agar koloni menseleksi sendiri untuk mendapatkan individu unggul. Pengamatan peternak menunjukkan bahwa koloni akan membunuh dan memakan individu semut yang lemah. Karung goni yang berisi bibit penangkaran alam dibuka ikatannya lalu diletakkan di rak filterisasi dan dibiarkan dalam jangka waktu 4-5 bulan. Lapisan atas rak diletakkan beberapa stoples kosong sebagai media sarang semut rangrang. Semut akan bergerak ke atas untuk membuat sarang baru dan memindahkan larva ke stoples yang berisi sarang baru.

Pemecahan koloni semut rangrang dari stoples yang lama dilakukan dengan cara menambahkan stoples baru menggunakan rak panen. Bibit unggul dipilih dari koloni semut rangrang yang mampu menghasilkan 800 gram kroto dalam 1 stoples selama 1 bulan. Stoples bibit unggul yang telah berisi banyak larva dituangkan di atas lapisan pertama dari rak panen dan stoples baru diletakkan di lapisan atasnya. Semut pekerja akan membuat sarang dalam keadaan stress di stoples baru dan memindahkan sebagian larva ke dalamnya.

Keberhasilan usaha peternakan ditentukan oleh 3 faktor yaitu breeding (pembibitan), feeding (pakan), dan manajemen (tata laksana) (Kusumaningrum 2009). Breeding (pembibitan) bertujuan untuk menghasilkan populasi ternak semut rangrang yang cukup banyak. Pertambahan populasi didapatkan melalui pemahaman pekerja terhadap koloni semut rangrang.

(15)

6

rangrang ratu bertugas sebagai pemimpin koloni, tubuhnya bewarna hijau hingga coklat dengan perut yang besar sekitar 4 cm, mampu hidup selama 12-15 tahun, menghasilkan banyak telur, dan tidak memiliki sayap (Yusdira 2014). Semut rangrang jantan memiliki karakteristik tubuh lebih kecil dari semut rangrang ratu, berwarna kehitam-hitaman dan hidup singkat karena akan mati setelah mengawini semut ratu (Blutghen dan Fiedler 2002). Semut rangrang pekerja merupakan semut betina yang mandul, umumnya tinggal disarang untuk merawat semut-semut muda. Semut prajurit memiliki anggota yang paling banyak pada koloninya, bertanggung jawab untuk semua aktivitas dalam koloni seperti menjaga sarang, mengumpulkan makanan, serta membawa semut muda dengan giginya yang kuat untuk dipindahkan ke tempat yang aman apabila terjadi gangguan pada sarangnya (Suhara 2009). Masa siklus reproduksi semut rangrang sekitar 21 hari. Proses siklus tersebut diantaranya adalah telur 7 hari, larva 7 hari, pupa 7 hari, imago (ratu, jantan, pekerja) 9 hari. Telur yang dihasilkan oleh semut ratu mencapai ratusan hingga ribuan dengan karakteristik kulit yang halus dan putih seperti susu (Holldobler dan Wilson 1990).

Makanan semut rangrang sangat beragam, namun dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu protein dan karbohidrat (Suhara 2009). Semut rangrang membutuhkan protein yang tinggi dan karbohidrat yang mudah dicerna oleh semut rangrang (Prayoga 2014). Pakan sumber protein yang diberikan di peternakan Kroto Bond meliputi ulat hongkong, ulat daun, jangkrik, daging, ikan, dan lain-lain. Sumber karbohidrat diberikan dalam bentuk gula pasir (10 sendok makan) yang sudah dilarutkan dengan air (200 ml). Pakan sumber protein dan sumber gula diberikan 2 kali sehari (pagi dan sore) berturut-turut sebanyak 1 ons dan 100 g gula secara terpisah pada setiap rak.

Sumber daya manusia di peternakan Kroto Bond berjumlah 5 orang yang berasal dari daerah sekitar lokasi usaha. Tugas tiap pekerja berbeda-beda, 2 orang di bagian produksi, 1 orang bagian keuangan, 2 orang bagian pemasaran. Upah diberikan sebulan sekali, ditambah dengan bonus di tiap periode penjualan. Manajemen keuangan dilakukan dengan metode akuntansi sederhana yaitu mencatat pemasukan dan pengeluaran.

Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha merupakan suatu kegiatan untuk menghindari penanaman modal yang terlalu besar untuk setiap kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan (Husnan dan Muhammad 2000). Analisis kelayakan dilakukan dengan mempertimbangkan biaya produksi perusahaan untuk mendapatkan nilai rentabilitas, BEP, dan B/C ratio.

Biaya Produksi dan Penerimaan

(16)

7

Total biaya produksi yang dikeluarkan oleh Peternakan Kroto Bond pada periode Desember-Juni 2013 adalah Rp36 064 000, dengan rincian 45.11% biaya tetap dan 54.89% biaya tidak tetap. Biaya tetap yang tinggi karena biaya sewa lahan dan naungan yang tinggi. Biaya sewa lahan tinggi karena pada lahan tersebut terdapat rumah untuk tempat tinggal pegawai dan pelatihan bagi konsumen. Biaya bedengan tinggi dikarenakan terbuat dari bahan tahan lama, namun biaya ini dapat dikurangi dengan penggunaan bahan yang lebih murah, misalnya rumbia, bambu, dan plastik. Biaya operasional cukup rendah dengan komponen biaya yang terbesar yaitu stoples. Biaya ini dapat ditekan dengan menggantikan stoples dengan bahan sumberdaya lokal, misalnya bambu.

Berbeda dari total biaya produksi, biaya setiap bulan didominasi oleh biaya tidak tetap (80.98%), sedangkan biaya tetap hanya 19.02%. Komponen dari biaya tidak tetap tinggi karena biaya pakan yang digunakan cukup tinggi dan gaji pegawai. Biaya pakan yang tinggi dapat ditekan dengan memberikan pakan cacing tanah, ulat bulu, limbah tulang. Pada skala usaha saat ini, penggunaan 5 orang pegawai tidak efisien. Biaya pegawai yang tinggi dapat ditekan dengan meningkatkan efisiensi tenaga kerja melalui peningkatan skala usaha.

Tabel 1 Biaya 7 periode produksi di peternakan Kroto Bond*

No Uraian Jumlah Total biaya

Keterangan : * periode produksi bulan Desember-Juni 2013

(17)

8

Tabel 2 Penerimaan 7 periode produksi di peternakan Kroto Bond*

Periode

Keterangan : * periode produksi bulan Desember-Juni 2013 harga bibit Rp50 000 per unit

harga kroto Rp30 000 per ons

Jumlah penjualan bibit lebih besar dari penjualan kroto. Hal ini dikarenakan peternakan Kroto Bond memberikan pelatihan secara gratis di lokasi usaha sehingga para konsumen lebih tertarik ke budidaya dan membeli bibit dari peternakan Kroto Bond.

Pemilik Kroto Bond pada bulan Juni 2014 diundang untuk mengisi acara di Kick Andy, Metro Tv tentang usaha peternakan semut rangrang. Acara tersebut membuat konsumen mengetahui alamat Kroto Bond. Konsumen ini terdiri dari konsumen yang hanya membeli kroto serta konsumen yang mengikuti pelatihan budidaya semut rangrang sehingga penerimaan pada periode 7 dari hasil penjualan bibit dan kroto melonjak. Kegiatan promosi penjualan dan periklanan mengakibatkan semakin banyak konsumen dan calon konsumen yang mengetahui keberadaan produk yang sedang ditawarkan serta ketertarikan, sehingga mampu merebut hati konsumen untuk membeli dan meningkatkan volume penjualan (Trias 2008). Secara tidak langsung sehingga acara Kick Andy menjadi iklan bagi peternakan Kroto Bond.

Tabel 2 menunjukkan total penerimaan yang didapat peternakan Kroto Bond selama 7 periode terus meningkat walaupun tidak seragam. Penyebab ketidakseragaman ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah stok bibit yang berbeda-beda pada setiap periode, dan belum ada rencana target penjualan jangka pendek maupun panjang. Saat ini, pemilik lebih menekankan penerimaan dari penjualan bibit melalui strategi pelatihan gratis. Salah satu penerimaan dapat ditingkatkan melalui pelatihan gratis (Yusdira 2014).

(18)

9

Data biaya usaha dan penerimaan peternakan Kroto Bond selanjutnya dijadikan dasar untuk perhitungan analisis kelayakan usaha yaitu rentabilitas usaha, BEP, dan B/C ratio. Hasil perhitungannya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Analisis kelayakan usaha peternakan semut rangrang Kroto Bond*

No Komponen Jumlah

Keterangan : * periode produksi bulan Desember-Juni 2013

Peternakan Kroto Bond dalam jangka waktu 7 bulan ini menghasilkan keuntungan Rp182 281 000 atau Rp26 040 142 bulan-1. Dibandingkan pada penelitian Ramang (2012) peternakan sapi perah CV Lemboe Rp113 449 525 selama 7 bulan atau Rp16 207 075 bulan-1, keuntungan usaha peternakan Kroto Bond jauh lebih besar. Usaha ini dapat dijadikan sebagai peluang usaha bagi masyarakat karena teknik budidayanya sangat mudah dan modalnya kecil.

Rentabilitas Usaha

Peternakan Kroto Bond memiliki nilai rentabilitas 535.11% atau dari setiap Rp1 modal yang ditanamkan diperoleh keuntungan Rp535.11. Hasil tersebut merupakan nilai rentabilitas yang cukup besar hanya dalam jangka 7 bulan dan mengindikasikan peternakan Kroto Bond mampu menggunakan aktivanya secara produktif dan sangat efisien. Rentabilitas usaha menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba pada setiap periode produksi melalui penggunaan aktivanya secara produktif dan efisien (Riyanto 2004). Aktiva merupakan bentuk dari penanaman modal perusahaan, bentuk-bentuknya dapat berupa harta, kekayaan/jasa yang dimiliki perusahaan yang bersangkutan (Djarwanto 2001). Efisien tersebut diperoleh dari pemeliharaan atau budidaya semut rangrang secara bertingkat pada raknya, bibit didapat dari penangkaran alam, siklus produksi singkat, hemat energi karena tidak menggunakan listrik, dan biaya pemasaran yang rendah karena melalui online.

Rentabilitas peternakan semut rangrang ini mencapai sekitar 20 kali lipat dari hasil penelitian Ramang (2012) yang menunjukkan rentabilitas usaha peternakan sapi perah CV. Lemboe 25.72%. Rentabilitas yang sangat tinggi dari Kroto Bond dikarenakan modal usahanya kecil (Rp34 064 000), namun harga produknya mahal (bibit Rp50 000 ons-1 dan kroto Rp30 000 ons-1). Modal usaha peternakan sapi perah CV. Lemboe sangat besar (Rp1 320 590 950) namun harga produknya yang tidak cukup mahal (Rp10 000 liter-1). Peternakan Kroto Bond layak untuk dijalankan karena menghasilkan nilai rentabilitas yang tinggi.

Break Event Point (BEP)

(19)

10

dan BEP penerimaan (Riyanto 2001). BEP unit, BEP harga, dan BEP penerimaan berturut-turut merupakan skala penjualan produk yang harus dicapai, harga produk yang harus ditetapkan, dan penerimaan yang harus diperoleh agar modal yang digunakan dapat kembali (Riyanto 2001). Ketiga BEP tersebut dapat digunakan sebagai tolak ukur bagi peternakan Kroto Bond.

Nilai Break Event Point di peternakan Kroto Bond merupakan Break Event Point unit (stoples, kroto) dan Break Event Point penerimaan yaitu berturut-turut 468.11 unit (stoples) dan Rp16 272 394. Hasil tersebut menunjukkan peternakan Kroto Bond bahwa berada kondisi tidak untung maupun tidak rugi pada skala penjualan produk (bibit, kroto) sebesar 468.11 ons setara 468 stoples atau pada tingkat penerimaan Rp16 272 394. Kondisi ini dicapai pada bulan 4 atau periode produksi 4 (Tabel 2). Waktu Break Event Point peternakan Kroto Bond dapat lebih cepat dicapai apabila perhitungan pendapatnya disesuaikan dengan jangka waktu biaya penyusutan peralatannya habis.

BEP peternakan Kroto Bond lebih rendah dari peternakan itik pedaging yang memiliki BEP unit 19.502 ekor dan BEP penerimaan Rp687 101 130 yang dicapai dalam jangka waktu 3.3 tahun (Sarwanto 2011). Keunggulan BEP peternakan Kroto Bond karena siklus produksi semut rangrang (1 bulan) lebih cepat dari itik pedaging (2.5 bulan) dan biaya tetap peternakan semut rangrang jauh lebih rendah dari peternakan itik pedaging.

B/C Rasio (Benefit Cost Ratio)

Analisis B/C ratio ini merupakan suatu perhitungan untuk mengetahui seberapa besar jumlah keuntungan yang akan diperoleh dari setiap penambahan 1 rupiah dari pengeluaran bersih. Sutojo (2002) mengemukakan bahwa Benefit Cost Ratio ini merupakan cara lain untuk mengetahui profitabilitas rencana investasi proyek.

Usaha peternakan semut rangrang Kroto Bond memiliki nilai B/C rasio (Benefit Cost Rasio) sebesar 6.35. Setiap peningkatan biaya sebesar Rp1 dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp6.35. Nilai ini menunjukkan bahwa peternakan Kroto Bond layak untuk dijalankan dan dikembangkan. Hasil B/C ratio peternakan Kroto Bond lebih besar dibandingkan peternakan konvensional lainnya seperti peternakan domba 2.93 (Widodo 2010) dan peternakan ayam broiler 1.04 (Kusumawardani 2010).

Hasil B/C ratio yang diperoleh berbeda dengan hasil rentabilitas. Hasil rentabilitas lebih akurat untuk dijadikan tolak kelayakan usaha dibandingkan dengan hasil B/C ratio, hal ini karena pada perhitungan rentabilitas menggunakan hasil keuntungan bersih peternakan Kroto Bond.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(20)

11

Usaha peternakan semut rangrang Kroto Bond cukup menguntungkan dan layak untuk dijalankan dan dikembangkan dalam upaya meningkatkan pendapatan.

Saran

Skala usaha peternakan Kroto Bond sebaiknya ditingkatkan guna memenuhi permintaan pasar melalui efisiensi penggunaan lahan dan sumber daya manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Bluthgen N, Fielder K. 2002. Interaction between weaver ants Oecophylla smaragdina, homopterans, trees and lianas in an Australian rain forest canopy. Journal of Animal Ecology 71 : 793-801.

Djarwanto PS. 2001. Pokok-pokok Analisa Laporan Keuangan. Ed ke-1 Cetakan ke-8. Yogyakarta (ID): BPFE

Gitusudarmo, Basri. 2002. Manajemen Keuangan. Yogyakarta (ID): BPFE. Handa C, Itino T. 2005. Selective breeding ofaphids by ants, Di dalam:

Abstrack of the 5th AneT Meeting Univrsity of Malaya, Kuala Lumpur (MY): November 28th – December 4th, 2005.

Holldobler, Wilson. 1990. Workers of Oecophylla smaragdina form Chains to pull leaves together in nest – bulding. Oxford (US): Oxford University Pr.

Husnan S, Muhammad S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta (ID): Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN.

Kadariah LK, Gray C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi. Jakarta (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kusuma BI. 2009. Kajian kualitas ransum kambing Peranakan Ettawa di balai

pembibitan dan budidaya ternak ruminansia Kendal [laporan PKL]. Semaranga (ID) : Universitas Diponegoro

Kusumawardani II. 2010. Analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam broiler. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pujawan IN. 2009. Ekonomi Teknik. Ed ke-2. Surabaya (ID): Penerbit Guna Wijaya.

Prawirokusumo Y B. 1991. Ilmu Usahatani. Yogyakarta (ID): BPFE

Prayoga B. 2014. Kupas Tuntas Budidaya Kroto Cara Modern. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Ramang IA. 2012. Analisis ekonomi usaha peternakan sapi perah di CV. Lemboe Pasang Desa Rojo Pasang Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan. [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Riyanto B. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Ed ke-IV. Yogyakarta (ID): BPFE.

(21)

12

Rosid A. 2009. Evaluasi kelayakan usaha ternak kambing perah Peranakan Etawa (PE), di peternakan unggul, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sarwanto. 2011. Analisis kelayakan usaha pembesaran itik pedaging. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sutojo S. 2002. Studi Kelayakan Proyek, Konsep, Teknik dan Kasus. Jakarta (ID): Damar Mulia Pustaka

Trias W. 2008. Pengaruh promosi penjualan dan iklan terhadap volume penjualan PT. Jawa Pos Radar Malang. [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya

Widodo SW. 2010. Analisis kelayakan usaha penggemukan domba. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wojtusiak J, Godznska EZ. 1993. Factors influencing the responses to nest damage in the Africa weaver ant, Oecophylla longinoda (Latrille). Acta Neurobiola Exp 53(2): 401-408.

(22)

13

LAMPIRAN

Lampiran 1 Produk peternakan kroto bond dalam bentuk stoples

Lampiran 2 Rak budidaya semut rangrang di dalam naungan

Lampiran 3 Pembuatan sirkulasi udara untuk ternak pada stoples

Lampiran 4 Pemanenan kroto Lampiran 5 Rak panen kroto

(23)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 24 Mei 1991 dari pasangan Bapak Drs Aang Jajang dan Ibu Eti Heryati. Penulis merupakan putra ke 1 dari 3 bersaudara. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2007 di SMPN 1 Kawali. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 1 Kawali diselesaikan pada tahun 2010. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010 dan diterima pada jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.

Gambar

Tabel 1  Biaya 7 periode produksi di peternakan Kroto Bond*
Tabel 3  Analisis kelayakan usaha peternakan semut rangrang Kroto Bond*

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan manajemen humas pemerintah masih belum dikelola secara profesional terkait adanya kendala SDM yang kurang mampu menggunakan aplikasi dan perangkat

Sumber: Hasil Penelitian Penulis Berdasarkan uji BNT 5% yang telah dilakukan diketahui bahwa perbedaan umpan untuk ikan swanggi memiliki rata-rata panjang karapas rajungan

Penyakit bronkitis kronik juga diawali dengan kebiasaan merokok, sehingga pekerja pekerja yang merokok lebih berisiko terkena penyakit bronkitis kronik dibandingkan dengan pekerja

Mata kuliah ini berisi tentang pemahaman huruf sebagai elemen utama tipografi sebagai komponen utama dalam pembuatan karya seni rupa dan desain grafis yang komunikatif dan

Hubungan bimbingan dan konseling dengan kesehatan mental (prilaku) siswa kelas XI SMA Negeri 1 Duapitue Kabupaten Sidenreng Rappang yaitu sangat rendah/lemah, bisa

Selain itu juga fungsi mesin bubut adalah membentuk benda kerja sesuai dengan spesifikasi geometri yang ditentukan, yang biasanya berpenampang silinder dan umumnya terbuat

Hasil dari penelitian diharapkan bisa mendapatkan data – data yang akurat yang nantinya dapat mempermudah pengerjaan Kerja Praktik Pembuatan Website Portal Berita Desa

Efektifitas siaran radio akan dikaji melalui masing-masing faktor yang mempengaruhi antara lain : (a) pesan inovasi pertanian yang disampaikan meliputi: i) kesesuaiannya