• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran Logam Berat (Cd, Cu, Hg, Pb) pada Sedimen di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sebaran Logam Berat (Cd, Cu, Hg, Pb) pada Sedimen di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

SEBARAN LOGAM BERAT (Cd, Cu, Hg, Pb) PADA SEDIMEN

DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN TANGERANG

AKROM MUFLIH

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran Logam Berat (Cd, Cu, Hg, Pb) pada Sedimen di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2014

(4)

ABSTRAK

AKROM MUFLIH. Sebaran Logam Berat (Cd, Cu, Hg, Pb) pada Sedimen di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan SIGID HARIYADI.

Pencemaran perairan pesisir Kabupaten Tangerang disebabkan oleh aktivitas industri, rumah tangga, dan pertanian. Parameter pencemaran yang berbahaya, seperti logam kadmium (Cd), tembaga (Cu), raksa (Hg), dan timbal (Pb). Konsentrasi logam berat di sedimen tersuspensi dalam air kemudian mengendap dan terakumulasi dalam sedimen. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April dan Agustus 2013 di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Pengambilan contoh ini berupa kualitas air dan sedimen. Metode pengukuran logam berat dengan ICP dan AAS. Analisis konsentrasi logam berat dilakukan secara deskriptif dan statistika, yaitu uji korelasi Spearman untuk menentukan hubungan konsentrasi logam berat dengan ukuran partikel dan karbon organik total. Sebaran logam berat di sedimen secara spasial berbeda-beda di setiap wilayah. Nilai konsentrasi logam Hg secara keseluruhan telah melebihi baku mutu, sehingga terjadi pencemaran logam Hg. Korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara logam berat dengan ukuran partikel dan karbon organik total (P>0.05).

Kata kunci: karbon organik total, logam Cd, Cu, Hg, Pb, sedimen, ukuran partikel

ABSTRACT

AKROM MUFLIH. Distribution of Heavy Metals (Cd, Cu, Hg, Pb) in Sediment on Coastal Waters Tangerang. Supervised by YUSLI WARDIATNO and SIGID HARIYADI.

Pollution of coastal waters caused by Tangerang Regency industrial, domestic, and farmers. Dangerous pollution parameters such as metal cadmium (Cd), copper (Cu), mercury (Hg) and lead (Pb). The concentration of heavy metals in sediment suspended in the water will then settle and accumulate in sediment. This study was conducted in April and August 2013 in the coastal area of Tangerang, Banten. This sampling of water and sediment quality. Method of measurement of heavy metals is ICP and AAS. Analysis of heavy metals is descriptive and statistical. Spearman correlation test is to determine relationship between concentration of heavy metals with grain size particle and total organic carbon. Distribution of heavy metals in sediments varies spatially. The value of the metal content of Hg as a whole has exceeded the quality standard that Hg pollution. The Spearman correlation showed that their is no relationship between heavy metal content with grain size particle (dominated by silt) and total organic carbon showed (P> 0.05).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

SEBARAN LOGAM BERAT (Cd, Cu, Hg, dan Pb) PADA

SEDIMEN DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN

TANGERANG

AKROM MUFLIH

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Sebaran Logam Berat (Cd, Cu, Hg, Pb) pada Sedimen di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang

Nama : Akrom Muflih

NIM : C24100006

Program studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Yusli Wardiatno, M Sc Dr Ir Sigid Hariyadi, M Sc

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, M Sc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah pencemaran logam berat, dengan judul Sebaran Logam berat (Cd, Cu, Hg, Pb) pada Sedimen di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. IPB yang telah memberikan kesempatan untuk studi.

2. Bidik Misi yang telah memberikan beasiswa selama studi di IPB.

3. PT Kapuk Naga Indah yang telah mendanai penelitian ini dan bekerja sama dengan LPPM IPB.

4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan atas data pendukung yang telah diberikan.

5. Dr Ir Yunizar Ernawati, M S selaku dosen pembimbing akademik.

6. Dr Ir Yusli Wardiatno, M Sc dan Dr Ir Sigid Hariyadi, M Sc selaku dosen pembimbing skripsi.

7. Dr Majariana Krisanti, S Pi M Si selaku dosen penguji

8. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan kasih sayangnya. 9. Tim Penelitian Tangerang atas kerja samanya.

10. Keluarga besar MSP angkatan 47 dan teman-teman semuanya. 11. Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Demikian skripsi ini disusun, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

METODE

Tahapan Penelitian 3

Analisis Contoh Sedimen 4

Analisis konsentrasi logam berat 4

Analisis ukuran partikel sedimen dan bahan organik 4

Analisis Data 5

Analisis pembanding 5

Analisis sebaran logam berat 5

Analisis keterkaitan 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi Logam Berat di Sedimen 6

Kualitas Air 7

Sebaran Logam Berat 9

Kadmium (Cd) 10

Tembaga (Cu) 11

Raksa (Hg) 11

Timbal (Pb) 14

Pola Arus terhadap Sebaran Logam 16

Fraksi Ukuran Sedimen dan Bahan Organik 17

Hubungan Komponen Sedimen dengan Konsentrasi Logam Berat 19 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 25

(10)

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

1 Klasifikasi ukuran partikel (butir sedimen) 5

2 Koefisien korelasi dan kekuatan hubungan 6

3 Konsentrasi logam dalam sedimen 8

4 Nilai parameter yang berpengaruh terhadap penyebaran logam berat 9

1 Skema perumusan masalah 2

2 Lokasi penelitian di perairan pesisir Kabupataen Tangerang. 4

3 Sebaran mendatar logam tembaga (Cu) di sedimen pada April 2013 12

4 Sebaran mendatar logam tembaga (Cu) di sedimen pada Agustus 2013 12

5 Sebaran mendatar logam raksa (Hg) di sedimen pada April 2013 13

6 Sebaran mendatar logam raksa (Hg) di sedimen pada Agustus 2013 13

7 Sebaran mendatar logam timbal (Pb) di sedimen pada April 2013 15

8 Sebaran mendatar logam timbal (Pb) di sedimen pada Agustus 2013 15

9 Pola arus permukaan di perairan pesisir Tangerang bulan April 16

10 Pola arus permukaan di perairan pesisir Tangerang bulan Agustus 17

11 Klasifikasi ukuran partikel berdasarkan skala Wentworth 18

12 Total karbon organik pada pengamatan April dan Agustus 2013 19

1 Metode pengukuran logam berat 25

2 Metode pengukuran C-organik dan tekstur sedimen 26

3 Pola sebaran arus Maret-Agustus (exclude: April dan Agustus) 28

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Tangerang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang mengalami pembangunan sangat pesat. Pembangunan tersebut di antaranya berupa industri, pemukiman, dan pertanian. Berdasarkan data BPS (2013), diketahui jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Tangerang tahun 2012 berjumlah 119 perusahaan. Perkembangan tersebut diikuti dengan meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan, baik berupa senyawa berbahaya dan beracun maupun yang tidak beracun. Selain itu, sumber limbah juga dapat berupa kegiatan rumah tangga dan pertanian. Limbah yang dihasilkan akan dilepaskan ke lingkungan melalui udara, tanah, dan air, namun sebagian besar akan dibuang ke lingkungan perairan. Hal ini karena perairan dianggap dapat memulihkan kondisinya dengan waktu yang cukup cepat dengan adanya pembilasan, pencampuran, dan penyerapan oleh biota perairan. Salah satu limbah yang bersifat beracun dan berbahaya adalah logam berat.

Beberapa jenis logam berat biasanya digunakan dalam industri sebagai bahan baku, pereaksi, katalis, dan larutan pencampur. Kegiatan industri yang melibatkan penggunaan logam berat, antara lain adalah industri tekstil, pelapisaan logam, cat atau tinta warna, percetakan, dan bahan agrokimia (Rochyatun et al. 2005). Selain itu, pertambangan minyak, emas, batu bara, pembangkit listrik, pestisida, keramik, serta peleburan logam juga melibatkan logam berat dalam proses produksi (Suhendrayatna 2001). Limbah kegiatan tersebut biasanya masuk ke perairan melalui DAS yang bermuara ke pesisir Kabupaten Tangerang. Logam berat bersifat sulit didegradasi, terakumulasi dalam organisme, dan sedimen. Logam berat berupa Cd (kadmium), Pb (timbal), dan Hg (raksa) termasuk logam non-esensial (tidak di butuhkan oleh biota), sedangkan Cu (tembaga) termasuk logam esensial (sangat di butuhkan oleh biota dalam jumlah kelumit) (Sanusi 2006; Eisler 2007). Logam tersebut bersifat racun bagi kehidupan biota perairan, terutama apabila kadarnya dalam perairan melampaui baku mutu (Connell dan Miller 1995; Arifin dan Diani 2009; Pinet 2009; Olubunmi dan Olanipekun 2010).

Sifat beracun dan berbahaya dari logam berat ditunjukkan oleh sifat fisik dan kimianya. Sifat fisiknya yang tidak mudah terurai menyebabkan jenis polutan tersebut akan terakumulasi dalam lingkungan perairan, sedangkan sifat kimianya yang mudah berikatan dengan senyawa lain menyebabkan terjadinya proses magnifikasi. Proses akumulasi dan magnifikasi paling banyak terjadi pada bagian dasar suatu perairan. Limbah tersebut akan mengendap di sedimen yang berada di dasar perairan dan dimanfaatkan oleh beberapa biota akuatik dari jenis benthos (Arifin dan Diani 2009; Eisler 2007). Kondisi tersebut dapat mengubah fungsi perairan menjadi tercemar.

(12)

2

kuantifikasi konsentrasi logam yang terdapat dalam air (Forster dan Wittmann 1981 in Haerudin et al. 2005). Berdasarkan fakta tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai pencemaran logam berat yang terdapat di sedimen perairan pesisir Kabupaten Tangerang untuk mengetahui status pencemaran logam berat di wilayah tersebut.

Perumusan Masalah

Percemaran perairan di pesisir Kabupaten Tangerang disebabkan oleh aktivitas industri (kimia, kertas, minyak bumi, batu bara, logam murni, barang logam, pengerjaan logam), rumah tangga, dan pertanian. Pencemaran ini, baik secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada kondisi perairan dan biota yang hidup di dalamnnya. Salah satu pencemaran yang berbahaya adalah pencemaran logam berat, seperti kadmium (Cd), tembaga (Cu), raksa (Hg), dan timbal (Pb). Konsentrasi logam berat tersebut akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya beban masukan ke dalam kolom perairan. Demikian pula konsentrasi logam berat di sedimen, logam berat yang tersuspensi dalam air akan mengendap dan terakumulasi dalam sedimen, sehingga ukuran partikel dan bahan organik secara langsung atau tidak langsung dapat memengaruhi konsentrasinya di sedimen. Berdasarkan hal tersebut, maka pencemaran logam berat di perairan pesisir Kabupaten Tangerang dapat dipetakan sebarannya dan dapat ditentukan pengaruh ukuran partikel serta bahan organik terhadap konsentrasi logam berat tersebut di sedimen (Gambar 1).

Gambar 1 Skema perumusan masalah sebaran logam berat (Cd, Cu, Hg, dan Pb) pada sedimen di perairan pesisir Kabupaten Tangerang

(+)

(-)

Aktivitas manusia berupa industri, pertanian, dan rumah tangga

Status pencemaran perairan dan adanya hubungan antara konsentrasi logam berat dengan tekstur sedimen dan bahan organik

Logam berat (Cd, Cu, Hg, Pb) terakumulasi di sedimen

 Kualitas air dan sebaran konsentrasi logam

(13)

3

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan sebaran logam berat pada sedimen serta menentukan hubungan konsentrasi logam berat yang terdapat di sedimen dengan ukuran partikel dan bahan organik sedimen di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai sebaran konsentrasi logam berat (Cd, Cu, Hg, dan Pb) di sedimen. Informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan wilayah pesisir Kabupaten Tangerang secara berkelanjutan.

METODE

Pengambilan contoh dilaksanakan pada bulan April dan Agustus 2013. Lokasi pengambilan contoh terletak di perairan pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Analisis contoh pertama terhadap konsentrasi logam berat, bahan organik, dan fraksionisasi sedimen dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Pertanian RI, Bogor dan analisis contoh kedua di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (Proling), Departemen MSP IPB. Data-data pendukung berupa kualitas air (salinitas dan pH) diukur secara in situ dan analisis parameter logam terlarut secara ex situ di Laboratorium Proling IPB. Selain itu, data pendukung berupa arus laut didapatkan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) di Jakarta.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan, yaitu: 1 Penentuan lokasi penelitian

Lokasi pengambilan contoh ditentukan menggunakan GPS (Global Positioning System). Lokasi pengambilan contoh terdiri atas 18 stasiun komposit dengan 52 sub-stasiun (Gambar 2). Penentuan stasiun berdasarkan keterwakilan wilayah kajian sebaran logam berat di sedimen.

2 Prosedur pengambilan contoh sedimen

Pengambilan contoh sedimen dilakukan menggunakan van Veen grab. Hasil contoh sedimen setiap lokasi dimasukkan ke dalam plastik flip kemudian diberikan label. Pemindahan menggunakan sendok atau tangan sesuai kebutuhan.

3 Penanganan dan analisis contoh sedimen

(14)

4

Gambar 2 Lokasi penelitian di perairan pesisir Kabupataen Tangerang

Analisis Contoh Sedimen

Analisis konsentrasi logam berat

Analisis logam berat dilakukan pada contoh sedimen. Analisis ini menggunakan metode inductively coupled plasma-optical emission spectroscopy (ICP-OES) yang digunakan untuk analisis unsur-unsur kimia secara simultan. Selain itu, analisis logam juga dilakukan dengan alat atomic absorption spectofotometry (AAS) menggunakan prosedur analisis yang disesuaikan dengan standar amerika (APHA 2012) (Lampiran 1).

Analisis ukuran partikel sedimen dan bahan organik

(15)

5 Tabel 1 Klasifikasi ukuran partikel (butir sedimen)

berdasarkan skala Wentworth (1922)

Nama Ukuran (mm)

Data konsentrasi logam berat dibandingkan dengan baku mutu dari berbagai negara dan lembaga internasional, yaitu Australian and New Zealand Environment and Conservation Council-Interim Sediment Quality Guidelines (Burton 2002), Hong Kong-Interim Sediment Quality Value-low (Burton 2002),National Oceanic and Atmospheric Administration (Burton 2002), United State Enviromental Protection Agency-effects range low (EPA 2007), dan Canadian Council of Ministers of the Environment-threshold effect level (ECMDEPQ 2007). Baku mutu tersebut merupakan nilai yang akan memberikan dampak negatif rendah terhadap biota apabila konsentrasinya melebihi nilai yang ditetapkan.

Analisis sebaran logam berat

Data logam berat dan titik koordinat diolah secara spasial berdasarkan pendekatan sistem informasi geografis (SIG) dengan software Arcgis 10. Analisis spasial sebaran logam berat menggunakan metode interpolasi. Interpolasi merupakan proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak terukur, sehingga terbentuklah sebaran nilai pada seluruh wilayah. Teknik dalam metode interpolasi yang digunakan adalah inverse distance weight (IDW). IDW merupakan teknik yang menunjukkan hasil interpolasi lebih mirip dengan data contoh yang jaraknya lebih dekat dari pada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data contoh (Childs 2004).

Analisis keterkaitan

(16)

6

rs : koefisiensi korelasi rank Spearman

t : nilai t hitung

xi : variabel bebas (ukuran partikel atau bahan organik) pada pengamatan ke-i

yi : variabel terikat (konsentrasi logam berat) pada pengamatan ke-i

n : jumlah contoh i : 1,2,3,..,n

Tabel 2 Koefisien korelasi dan kekuatan hubungan

Koefisien* Kekuatan Hubungan 0.00 Tidak ada hubungan 0.01 - 0.09 Hubungan kurang berarti 0.10 - 0.29 Hubungan lemah 0.30 – 0.49 Hubungan moderat 0.50 – 0.69 Hubungan kuat 0.70 – 0.89 Hubungan sangat kuat

>0.90 Hubungan mendekati sempurna *untuk korelasi negatif (-) interpretasi adalah sama

Pengujian signifikansi berfungsi untuk menentukan makna dari hubungan variabel x terhadap y, hipotesisnya sebagai berikut:

H0 : variabel x berhubungan secara signifikan dengan variabel y

H1 : variabel x tidak berhubungan secara signifikan dengan variabel y.

Dasar pengambilan keputusan, yaitu:

1. Jika nilai probabilitas (0.05 ≤ sig.), gagal tolak H0, artinya tidak ada

hubungan antara konsentrasi logam berat dengan tekstur sedimen dan bahan organik.

2. Jika nilai probabilitas (0.05 ≥ sig.), tolak H0, artinya ada hubungan antara

konsentrasi logam berat dengan tekstur sedimen dan bahan organik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi Logam Berat di Sedimen

(17)

7 melampaui baku mutu (NOAA, USEPA-ERL, dan CCME-TEL) di wilayah Dadap dan Kronjo pada pengamatan bulan Agustus. Logam Pb dan Cd memiliki konsentrasi yang tidak melampaui baku mutu. Baku mutu tersebut merupakan konsentrasi yang dapat memberikan pengaruh negatif pada tingkat rendah (efek biologis ringan) terhadap biota.

Kondisi dari konsentrasi ke empat jenis logam menunjukkan adanya indikasi pencemaran logam Hg yang berasal dari berbagai industri. Selain itu, akumulasi logam berat dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu konsentrasi tinggi pada limbah industri dan perkotaan, pengaruh arus laut di saluran pembuangan, serta fluks dari air tanah (Kalloul et al. 2012). Proses pengendapan logam dalam lingkungan pesisir dikendalikan oleh proses alam, seperti difusi oleh arus di pesisir dan proses geokimia, biogenik, serta anorganik (Balachandran et al. 2006). Sebagian besar logam yang terbentuk secara alami dalam air laut dipasok oleh sungai, proses pelapukan batuan, dan sedimen dari darat. Gunung berapi juga mengeluarkan sejumlah besar abu yang mengandung logam berat dan angin berperan dalam menyebarkan awan abu ke lautan (Pinet 2009).

Logam berat sangat penting dalam pengendalian berbagai proses biologi (fotosintesis dan metabolisme seluler). Ketika konsentrasi logam melebihi baku mutu pada suatu daerah, maka daerah tersebut memiliki potensi risiko negatif terhadap ekologi (lingkungan bentik dan organisme tingkat trofik melalui transfer rantai makanan), sehingga diperlukan perhatian khusus. Konsentrasi logam berat yang tinggi sangat beracun bagi kehidupan biota perairan (menyebabkan kematian). Logam dari sumber antropogenik biasanya merupakan limbah produk sampingan dari beberapa proses industri. Sumber utama trace element dapat berasal dari sejumlah besar limbah perusahaan industri. Perusahaan tersebut, di antaranya berupa industri besi dan baja, pembuatan mesin, galangan kapal, petrokimia, metalurgi, pemintalan kapas, obat-obatan, dan bahan makanan (Liu et al. 2008). Selain itu, limbah domestik dari pemukiman, pantai, dan daerah muara juga menghasilkan limbah logam berat.

Kualitas Air

(18)

8

Tabel 3 Konsentrasi logam dalam sedimen

No Pembanding Kode Jenis Logam

K: Kronjo, M: Mauk, R: Rawakidang, T: Tanjung pasir, D: Dadap angka bercetak tebal: lebih dari baku mutu

aANZECC ISQG-low, Australian and New Zealand Environment and Conservation Council, Interim

Sediment Quality Guidelines (Burton 2002).

bHong Kong ISQV-low, Interim Sediment Quality Value (Burton 2002).

cNOAA, National Oceanic and Atmospheric Administration (Burton 2002) dan USEPA-ERL,

United State Enviromental Protection Agency- Effects Range Low (EPA 2007).

dCCME-TEL, Canadian Council of Ministers of the Environment-Threshold Effect Level

(ECMDEPQ 2007).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pH perairan lebih kurang 8, sehingga proses biokimia yang terjadi cenderung stabil. Balintova et al. (2012) menyatakan bahwa variabilitas pH memengaruhi partisi sedimen terhadap logam tembaga di perairan tercemar. Salinitas 20-30 ppt menggambarkan lokasi pengamatan yang luas dari wilayah estuari sampai pesisir bagian luar. Penurunan pH dengan berkurangnya salinitas dapat mengubah kinetika elemen dan mendukung desorpsi logam dari sedimen menuju fase terlarut (Sylaious et al. 2012). Kondisi pH perairan dipengaruhi senyawa asam dari atmosfer berupa karbondioksida. Pinet (2009) menyatakan bahwa organisme pada sedimen dasar dapat mengubah padatan senyawa karbonat menjadi cairan dalam kondisi air berlumpur. Logam berat pada sedimen berhubungan secara langsung dengan biota dasar perairan. Salah satu proses yang terjadi adalah bioavaibilitas (kemampuan biota dalam menerima logam berat). Faktor-faktor yang memengaruhi bioavailabilitas dan toksisitas logam berat, adalah rendahnya tingkat karbon organik terlarut, alkalinitas, dan pH (Clements 2010).

(19)

9 Tabel 4 Nilai parameter yang berpengaruh terhadap penyebaran logam berat

dalam sedimen

Waktu Lokasi Salinitas (ppt) pH Logam terlarut (ppm)

Cu Pb Cd K: Kronjo, M: Mauk, R: Rawakidang, T: Tanjungpasir, D: Dadap.

Sebaran Logam Berat

(20)

10

Secara geografis, wilayah kabupaten Tangerang memiliki jumlah sungai yang cukup banyak. Wilayah Kronjo terdapat dua sungai, yaitu Sipanjang dan Cipasilian, sementara di wilayah Mauk terdapat tiga sungai, yaitu Cimandiri, Cileuleus, dan Cimauk. Kemudian di wilayah Rawakidang terdapat dua sungai yaitu Cirarab dan Anak Cisadane. Wilayah Tanjung Pasir hanya terdapat satu sungai induk, yaitu Cisadane yang terbagi manjadi dua sungai ke arah muara. Wilayah Dadap terdapat dua sungai, yaitu kali Dadap dan kali Kamal (Jakarta) serta lokasinya berhadapan dengan pelabuhan Muara Angke. Sungai-sungai tersebut yang menjadi penghubung sumber masukan berbagai jenis logam secara antropogenik berasal dari daratan. Sungai berpotensi memberikan masukan beban pencemaran terbesar, yaitu sungai Cisadane. Sungai tersebut melalui wilayah Bogor dan kota Tangerang. Status perairan sungai tersebut tergolong tercemar berat (Saputra 2009). Akumulasi logam berat Pb, Cd, dan Cu ditemukan tinggi pada waktu sebelum musim hujan di sedimen pesisir terutama oleh aktivitas daratan yang disebabkan oleh masukan yang tinggi dari limbah industri tanpa pengolahan limbah (Ravichandran dan Shanthi 2012).

Selain itu, aktivitas biologi di sedimen juga menentukan bentuk dan jumlah logam berat. Sylaios et al. (2012) menyatakan bahwa proses reduksi-oksidasi dan transportasi vertikal plankton terhadap sedimen memainkan peran penting untuk akumulasi logam di dasar laut. Logam dipengaruhi oleh nutrien dalam kolom air, siklus biogeokimia, akumulasi, dan remineralisasi plankton laut. Selain itu, terjadi penyerapan oleh biota yang hidup di dasar perairan. Tingkat bioavailabilitas moderat (mendekati 40% untuk Cd, Cu, Pb, dan Zn) menunjukkan risiko yang ditimbulkan oleh sedimen terhadap populasi bentik rendah (Olmos dan Birch 2008).

Kadmium (Cd)

Logam Cd terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (kelumit) dan bersifat tidak larut dalam air. Kadar kadmium pada kerak bumi sekitar 0.2 mg/kg. Sumber alami Cd adalah greenockite (CdS), hawleyite, sphalerite, dan otavite (Moore 1991 in Effendi 2003). Cd banyak digunakan dalam industri metalurgi, pelapisan logam, pigmen, baterai, peralatan elektronik, pelumas, peralatan fotografi, gelas, keramik, tekstil, dan plastik. Hasil pengamatan bulan April secara keseluruhan menunjukkan konsentrasi Cd di bawah batas ketelitian alat (<0.10 ppm). Konsentrasi kadmium tidak dapat terukur pada kelima wilayah pesisir Kabupaten Tangerang. Begitu juga dengan hasil pengamatan pada bulan Agustus yang secara keseluruhan menunjukkan konsentrasi Cd di bawah batas ketelitian alat (<0.10 ppm). Peningkatan konsentrasi Cd di sedimen diikuti serapan oleh organisme, absorpsi meningkat dengan meningkatnya suhu perairan sebesar 5-25 ºC serta penyerapan oleh organisme terjadi pada pH lebih besar dari 7.5 dengan suhu 15ºC dan pH 5.0 pada suhu 25 ºC (Eisler 2007).

(21)

11 dengan meningkatnya salinitas, tetapi besarnya efek bergantung pada sedimen yang dioksidasi (Laing et al. 2007). Logam Cd tidak larut dalam air, meskipun klorida dan sulfat garamnya dapat larut. Konsentrasi kadmium dalam organisme dan lingkungan bergantung pada berbagai faktor, di antaranya: adsorpsi dan desorpsi tingkat kadmium dari bahan terrigenous, pH, Eh (potensial redoks), serta spesiasi kimia (Eisler 2007).

Tembaga (Cu)

Logam Cu merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami, termasuk unsur esensial bagi tumbuhan dan hewan. Peran Cu dalam tumbuhan atau algae, sebagai penyusun plastosianin dalam transpor elektron pada proses fotosintesis (Boney 1989 in Effendi 2003). Logam Cu yang bersifat tidak mudah larut dalam air seperti tembaga karbonat, tembaga hidroksida, dan tembaga sulfida akan mengalami presipitasi serta mengendap pada perairan yang memiliki alkalinitas tinggi. Hasil pengamatan bulan April secara keseluruhan sebesar 1.80-28.47 ppm (Gambar 3). Konsentrasi tembaga tertinggi pada wilayah Dadap sebesar 25.52-28.47 ppm. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh lokasi daratan yang memberikan masukan konsentrasi Cu ke pesisir. Sebaran logam Cu dipengaruhi oleh pergerakan air (arus dan pasang surut), jumlah masukan, dan pemanfaatan oleh biota perairan. Hasil pengamatan bulan Agustus secara keseluruhan sebesar 7.43-62.37 ppm (Gambar 4). Konsentrasi tembaga yang berada di wilayah Dadap dan Kronjo sangat tinggi sebesar 56.27-62.37 ppm. Logam ini dapat berasal dari pertambangan, kawasan industri, dan pengendapan dari atmosfer.

Jenis Cu dalam air laut pada rentang pH ambien adalah tembaga hidroksida, karbonat tembaga, dan ion tembaga (Eisler 2007). Chen et al. (2012) menyatakan bahwa hal yang memengaruhi konsentrasi tembaga di sedimen adalah faktor pengkayaan yang berhubungan dengan kerak bumi dan sumber aktivitas manusia. Jenis Cu yang banyak digunakan untuk memproduksi bahan kimia adalah tembaga sulfat. Tembaga sulfat yang digunakan dalam bidang pertanian berupa fungisida, suplemen gizi, dan insektisida. Bidang industri, yaitu produksi flotasi buih tembaga dikrom arsenat (CCA) pengawet kayu, elektroplating, dan pembuatan pewarna serta proses pengolahan air untuk mengontrol kelimpahan ganggang (Eisler 2007).

Raksa (Hg)

(22)

12

Gambar 3 Sebaran mendatar logam tembaga (Cu) di sedimen pada April 2013

(23)

13

Gambar 5 Sebaran mendatar logam raksa (Hg) di sedimen pada April 2013

(24)

14

Konsentrasi Hg yang tinggi dapat dipengaruhi langsung maupun tidak langsung oleh daratan. Pesisir Tangerang di sekitar wilayah Kronjo dan Mauk terdapat pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan bahan bakar batu bara dengan truk penampung batu bara yang tersebar di tengah perairan tersebut. Selama pembakaran batu bara menghasilkan karbon dioksida, raksa, kabut, senyawa sulfur, dan hidrokarbon (Pirrone dan Robert 2009). Hal ini mengindikasikan sumber utama raksa di perairan Tangerang berasal dari aktivitas tersebut. Hg dilepaskan ke atmosfer dari sejumlah besar sumber, yaitu bahan bakar fosil, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, pabrik pemurnian (logam dan non-logam), produksi bahan kimia, pengolahan bijih mineral, fasilitas pembuangan limbah, dan pabrik semen (Pirrone dan Robert 2009). Selain itu, karakteristik logam Hg di sedimen juga memberi peranan terhadap kelimpahannya. Kondisi geokimia (pembentukan Hg monometil anorganik) memengaruhi pengendapan Hg dan tingkat reduksi sulfat oleh aktivitas bakteri di sedimen (Han et al. 2007).

Efek negatif Hg terhadap biota sangat berbahaya, mulai dari gangguan fisiologis sampai kematian. Seperti halnya efek pada biota, raksa juga berbahaya pada manusia, akumulasi raksa dalam jaringan dapat meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung koroner, penyakit kardiovaskular, dan mempercepat perkembangan karotid aterosklerosis (Eisler 2007).

Timbal (Pb)

Sebaran dari konsentrasi Pb yang terendapkan pada sedimen di pesisir Kabupaten Tangerang menunjukkan adanya perbedaan. Hasil pengamatan konsentrasi Pb pada bulan April sebesar 0.20-11.49 ppm (Gambar 7). Konsentrasi Pb hanya terukur pada wilayah Rawakidang yang berkisar antara 0.20-3.70 ppm dan Mauk sebesar 10.22-11.49 ppm, sedangkan stasiun lainnya menunjukkan konsentrasi di bawah ketelitian alat (<0.20 ppm). Akan tetapi, konsentrasi Pb pada bulan Agustus secara keseluruhan sebesar 0.21-17.20 ppm (Gambar 8). Konsentrasi Pb pada bulan Agustus memiliki nilai tinggi hampir di semua wilayah pengamatan sebesar 15.33-17.21 ppm, kecuali di sebagian wilayah Kronjo dan Rawakidang.

Pb adalah logam yang paling larut dan bioavailabilitas tinggi dalam kondisi pH rendah, bahan organik rendah, dan konsentrasi rendah pada sedimen. Motilitas Pb dalam sedimen berhubungan positif dengan peningkatan suhu, penurunan pH, dan aktivitas mikroba (Eisler 2007). Logam Pb pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Bentuk Pb terlarut berupa garam dari PbSO4 dan

PbCl4, dominan ionik, dan kation berbentuk timbal hidroksida (Eisler 2007),

(25)

15

Gambar 7 Sebaran mendatar logam timbal (Pb) di sedimen pada April 2013

(26)

16

Pola Arus terhadap Sebaran Logam

Hasil pemetaan terhadap sebaran logam berat secara temporal pada bulan April dan Agustus menunjukkan perbedaan konsentrasi yang signifikan. Penyebaran logam tersebut pada wilayah pengamatan cenderung tinggi di bagian Barat. Konsentrasinya rendah di bagian Timur pada bulan Agustus dan tinggi pada bulan April. Konsentrasi logam berat (Cu, Hg, dan Pb) pada stasiun pengamatan secara keseluruhan menunjukkan perbedaan secara temporal. Salah satunya adalah wilayah Dadap, wilayah tersebut menunjukkan konsentrasi tembaga sebesar 25.52-28.47 ppm pada bulan April dan 44.67-62.37 ppm pada bulan Agustus.

Begitu juga dengan konsentrasi raksa sebesar 18.22-20.19 ppm pada bulan April dan 0.34-2.28 ppm pada bulan Agustus. Selanjutnya, konsentrasi Pb sebesar 0.20-1.27 ppm pada bulan April dan 11.55-17.20 ppm pada bulan Agustus. Perbedaan konsentrasi logam berat (Cu, Hg, dan Pb) pada kedua pengamatan tersebut kemungkinan terjadi akibat alat yang digunakan untuk analisis berbeda. Metode AAS memiliki batas deteksi tembaga 0.002 ppm dengan kepekaan 0.025 ppm, batas deteksi raksa 0.01 ppm dengan kepekaan 0.02 ppm, dan batas deteksi Pb 0.05 ppm dengan kepekaan 0.5 ppm. Metode ICP memiliki batas deteksi tembaga 0.01 ppm dengan kepekaan 0.98 ppm, batas deteksi raksa 0.01 ppm dengan kepekaan 0.1 ppm, dan batas deteksi Pb 0.05 ppm dengan kepekaan 1.0 ppm (APHA 2012). Hal ini menunjukkan AAS memiliki keakuratan data yang lebih tinggi dibandingkan dengan ICP.

Selain itu, perbedaan tersebut kemungkinan juga terjadi akibat proses dinamika pesisir berupa variasi kekuatan arus permukaan yang berbeda menurut musim. Data arus permukaan laut pada bulan April dan Agustus menunjukan arus di wilayah pengamatan bergerak menuju Barat dan Barat Laut dengan kecepatan 0.005-0.185 m/s (Gambar 9 dan 10). Selain itu, data pola pergerakan arus permukaan laut bulan Maret-Agustus digunakan sebagai pendukung sebaran logam berat (Lampiran 3).

(27)

17

Gambar 10 Pola arus permukaan di perairan pesisir Tangerang bulan Agustus (Sumber: Balitbang KP 2013)

Arah arus ini dapat memengaruhi sebaran termasuk sebaran logam berat di sedimen. Massa air laut yang bergerak ke arah barat akan membawa masukan senyawa kimiawi yang berasal dari sungai ke arah Barat khususnya di depan muara sungai. Kecepatan arus yang sedang membuat sedimen berupa partikel kecil (lumpur) dan sebagian pasir halus terangkut, sedangkan arus tinggi dapat mengangkut pasir dalam jumlah banyak (Barnard et al. 2013). Arus yang terbentuk dari gradien konsentrasi vertikal memengaruhi sedimen dasar melalui proses pengendapan, pencampuran secara vertikal (daya apung), dan arus dari gradien horizontal juga memengaruhi proses suspensi (Winterwerp dan Thijs 2003).

Fraksi Ukuran Sedimen dan Bahan Organik

(28)

18

sedimen dihasilkan oleh pasang surut serta angin yang membentuk gelombang dan arus (Pinet 2009). Faktor lain yang memengaruhi ukuran butiran adalah mekanisme transpor material sedimen yang akan menentukan variasi pengendapan yang terjadi (Rahman 2006).

Ukuran partikel sedimen yang kasar akan dengan mudah diendapkan, tetapi untuk ukuran yang halus, termasuk lanau dan lempung, lebih sulit terendapkan karena terbawa arus menjauh dari pantai. Hasil klasifikasi ukuran partikel berdasarkan skala Wentworth (1922) hanya terdapat dua tipe, yaitu ukuran partikel lumpur (3.9<Md<62.5 μm) dan pasir sangat halus (62.5<Md<125 μm). Lumpur mendominasi ukuran sedimen contoh (Gambar 11). Ukuran partikel halus ke arah laut lepas dengan persentase tinggi pada tanah liat, menunjukkan masukan berasal dari sumber-sumber terestrial. Sebaliknya, ukuran partikel kasar dengan persentase tinggi pada jenis pasir ke arah daratan, menunjukkan bahwa bahan ini sedang ditransfer dari darat ke laut lepas (Rubio et al. 2001). Ukuran partikel pada pantai akan mengalami pengikisan sehingga ukurannya mengecil dengan bertambahnya jarak dari posisi pantainya. Secara umum, substrat pantai terdiri dari pasir kasar untuk lokasi yang paling dekat darat, kerikil untuk perairan menengah, pasir halus ke arah lepas pantai, pasir berlumpur, lumpur berpasir, dan akhirnya lumpur di lepas pantai (Pinet 2009). Sedimen lumpur memiliki ukuran yang dekat dengan ukuran liat, sehingga diduga konsentrasi bahan organik dan endapan logam akan lebih besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fortune (1993) bahwa senyawa tanah liat memiliki proporsi yang lebih tinggi terhadap bahan organik dan afinitas untuk logam. Ukuran partikel menggambarkan kondisi proses yang terjadi di sedimen. Tanah liat dan lumpur mewakilkan fase geokimia, karbon organik sebagai fase biogenik dan interaksi sedimen, serta adanya logam Fe sebagai fase anorganik (Balachandran et al. 2006).

K: Kronjo, M: Mauk, R: Rawakidang, T: Tanjungpasir, D: Dadap

Gambar 11 Klasifikasi ukuran partikel (median/Md) berdasarkan skala Wentworth

(29)

19 Bahan organik yang terdapat pada sedimen berbeda secara spasial dan temporal. Hasil pengamatan menunjukkan nilai rata-rata bahan organik sebesar 1.22 % pada bulan April dan 1.68 % pada bulan Agustus (Gambar 12). Konsentrasi bahan organik pada pesisir Tangerang cukup tinggi. Konsentrasi bahan organik yang rendah pada sedimen di pesisir memiliki nilai lebih kecil dari 0.25% dan konsentrasi yang tinggi lebih besar dari 1% pada sedimen di laut lepas (Helali 2013). Konsentrasi bahan organik lebih dari 4.6% mencerminkan pengendapan gabungan dari bahan organik buangan limbah dan serasah dari plankton (Sylaios et al. 2012). Bahan organik dapat bertindak sebagai penyerap logam dan pelepasan logam yang sebelumnya terikat oleh kompartemen sedimen yang padat. Mekanisme dalam sedimen mendorong akumulasi logam dalam proses dekomposisi oleh mikroba dekomposer (Laing et al. 2007).

Gambar 12 Total karbon organik (TOC) pada pengamatan April dan Agustus 2013

Hubungan Komponen Sedimen dengan Konsentrasi Logam Berat

Meador et al. (1998) menyatakan bahwa distribusi dan konsentrasi elemen dalam sedimen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekstur sedimen, konsentrasi karbon organik dalam sedimen, redoks potensial sedimen, dan bioturbasi. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara ukuran partikel dengan konsentrasi logam berat, besaran korelasi tersebut adalah Cu (r=-0.05; P=0.77), Hg (r=-0.17; P=0.33), dan Pb (r=0.33; P=0.05) (Lampiran 4). Logam Cd tidak memiliki korelasi dengan partikel dan bahan organik karena nilai Cd menunjukkan nilai yang sama pada semua stasiun. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena distribusi logam berat pada berbagai ukuran partikel dipengaruhi oleh pembentukan sedimen baik secara alami maupun non-alami. Togwell (1979) menyatakan bahwa konsentrasi logam berat pada sedimen, bukan hanya ditentukan oleh proses

(30)

20

pelapukan batuan, tetapi juga dipengaruhi oleh konsentrasi bahan di sedimen, komposisi mineral, dan ukuran (partikel) endapan sedimen tersebut. Korelasi positif antara unsur-unsur dengan ukuran partikel dan bahan organik (Rubio et al. 2001). Hal yang berbeda dari pendapatt Fortune (1993), bahwa korelasi antara logam dengan ukuran partikel tidak memiliki hubungan yang kuat dari hasil penelitian di wilayah tropis Australia bagian Utara.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara karbon organik total dengan konsentrasi logam berat, besaran korelasi tersebut adalah Hg (r=0.02; P=0.91), Pb (r=-0.21; P=0.23), dan Cu (r=-0.35; P=0.84) (Lampiran 4). Hasil tersebut berbeda dengan pernyataan Macrovecchio dan Ferrer (2005) bahwa logam Cu menunjukkan hubungan yang kuat dengan bahan organik dalam sedimen yang dapat berkontribusi pada kemampuan menerima masukan logam dalam sistem. Cu berpotensi untuk dimobilisasi saat bahan organik didegradasi secara oksidatif (Morillo et al. 2007). Logam Cd dan Pb tidak berkorelasi dengan bahan organik. Kondisi yang sama ditunjukkan oleh penelitian Macrovecchio dan Ferrer (2005); Helali et al. (2013) logam Cd dan Pb menunjukkan hubungan yang sangat terbatas dengan bahan organik di sedimen dengan tingkat kepercayaan yang tidak signifikan. Mobilitas Pb memiliki persentase tertinggi dalam fraksi sedimen yang direduksi, sedangkan logam Cd didistribusikan antara fraksi yang direduksi, teroksidasi, dan fraksi asam (Morillo et al. 2007). Bahan organik di sedimen terutama dalam bentuk karbon akan lebih memungkinkan terbentuknya ikatan-ikatan antara karbon organik dengan logam. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara tekstur sedimen dengan karbon organik total, besaran korelasi tersebut adalah (r=(-0.19)-0.09; P>0.05) (Lampiran 4). Hubungan tersebut cenderung bersifat negatif, yaitu semakin kecil tekstur sedimen, semakin banyak bahan organik yang terikat dalam sedimen. Bahan organik dapat mengubah potensial redoks akibat aerobik berkelanjutan dan proses dekomposisi anaerob dapat menginduksi pergeseran antara jenis unsur yang dilepaskan dan padatan dalam sedimen (Laing et al. 2007). Karbon mampu melakukan ikatan dengan sedimen dalam bentuk ikatan komplek (complexation). Keberadaan logam dalam sedimen lebih banyak ditentukan oleh konsentrasi karbon organik total (Haerudin et al. 2005). Oleh sebab itu, semakin tinggi konsentrasi karbon organik dalam sedimen, semakin tinggi pula konsentrasi polutan yang terdapat dalam sedimen.

(31)

21

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pola sebaran logam berat di sedimen menunjukkan adanya sebaran yang bervariasi pada musim timur (April) dan musim peralihan (Agustus). Beberapa jenis logam memiliki konsentrasi yang tinggi pada perairan bagian tengah. Logam Cu tinggi di wilayah Dadap pada bulan April, tetapi tinggi di wilayah Dadap dan Kronjo pada bulan Agustus. Logam Cd menunjukkan nilai yang sama (<0.1 ppm) di semua wilayah. Logam Hg tinggi di wilayah Kronjo dan Dadap pada bulan April, tetapi tinggi di wilayah Rawakidang pada bulan Agustus. Logam Pb tinggi di wilayah Mauk pada bulan April, tetapi tinggi di wilayah Dadap, Rawakidang, dan Mauk pada bulan Agustus. Konsentrasi logam Hg (0.34-20.19 ppm) secara keseluruhan telah melebihi baku mutu, sehingga terjadi pencemaran logam Hg di wilayah pesisir Tangerang. Sementara itu, konsentrasi logam Cu dan Pb masih di bawah baku mutu. Korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara logam berat dengan ukuran partikel dan karbon organik total (P>0.05).

Saran

Perlu penelitian mengenai kemungkinan terjadinya pergerakan sedimen akibat pola arus, pasang surut atau kondisi oseanografi lainnya. Hal tersebut terkait penelitian ini yang menunjukkan konsentrasi logam berat pada sedimen yang berbeda antar musim.

DAFTAR PUSTAKA

Abi-Ghanem C, Khaled N, Gaby K, Daniel C. 2011. Mercury Distribution and Methylmercury Mobility in the Sediments of Three Sites on the Lebanese Coast, Eastern Mediterranean. Archives of Environmental Contamination and Toxicology. 60(3):394-405.doi:10.1007/s00244-010-9555-9.

[APHA] American Public Health Association. 2012. Standard Method for Examination of water and WasteWater 22nd Edition. Street NW (US):

Water Environment Federation.

Arifin Z, Diani F. 2009. Fraksinasi Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Sedimen dan Bioavailabilitasnya bagi Biota di Perairan Teluk Jakarta. Jurnal Ilmu Kelautan. 14(1):27-32.

Balachandran KK, CM Laluraj, GD Martin, K Srinivas, P Venugopal. 2006. Environmental Analysis of Heavy Metal Deposition in a Flow-Restricted Tropical Estuary and Its Adjacent Shelf. Environmental Forensics. 7(4):345–351.doi:10.1080/15275920600996339.

(32)

22

[Balitbang KP] Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. 2013. Data Arus Permukaan di Perairan Tangerang. Jakarta (ID): KKP. Barnard PL, David HS, Bruce EJ, Lester JM. 2013. Sediment Transport in The San

Francisco Bay Coastal System: An Overview. Marine Geology. 345:3–17. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kabupaten Tangerang dalam Angka. Kabupaten

Tangerang (ID): BPS Kabupaten Tangerang.

Burton GA, 2002. Sediment Quality Criteria in Use Around The World [ulasan]. Limnology. 3(2):65-75.

Chakraborty P, PV Raghunadh B, VV Sarma. 2012. A Study of Lead and Cadmium Speciation in Some Estuarine and Coastal Sediments. Chemical Geology. 294-295:217-225.

Chen C-W, Chih-Feng C, Cheng-Di D. 2012. Copper Contamination in the Sediments of Love River Mouth, Taiwan. International Journal of Chemical Engineering and Applications. 3(1):58-62.

Childs C. 2004. Interpolating Surfaces in Arcgis Spacial Analyst. Esri Education Series [Internet]. [diunduh 2014 Maret 3]: 32-35. Tersedia pada :http://www. esri.com/news/arcuser/0704/files/interpolating/pdf. Clements WH, Marjorie L, Brooksw, Donna RK, Robert EZ. 2006. Changes in

Dissolved Organic Material Determine Exposure of Stream Benthic Communities to UV-B Radiation and Heavy Metals: Implications for Climate Change. Global Change Biology. 14(9):2201–2214.doi:10.1111/j. 1365-2486.2008.01632.x.

Connel DW, Miller GJ. 1995. Kimia dan ekotoksikologi Pencemaran. Yanti K, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press.

De Mora SJ, G Demeke. 1990. Chemical Fractionation of Lead in Intertidal Sediments from Manukau Harbour, Auckland, New Zealand. New Zealand Journal of Marine and Freshwater Research. 24(4):569-575.

De Vaus DA. 2002. Surveys in Social Research Fifth Edition. Australia (AU): National Library of Australia.

[ECMDEPQ] Environment Canada and Ministère du Développement durable, de l’Environnement et des Parcs du Québec. 2007. Criteria for the Assessment of Sediment Quality in Quebec and Application Frameworks: Prevention, Dredging and Remediation. Quebec (CA) : ECMDEPQ. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Eisler R. 2007. Eisler’s Encyclopedia of Environmentally Hazardous Priority Cemicals. Amsterdam (NL): Elsevier Science.

[EPA] Enviromental Protection Agency. 2007. National Estuary Program Coastal Condition Report Front Matter, Executive Summary and Introduction and National Chapter. Washington DC (US): EPA.

Fortune J. 1993. The grainsize and heavy metal content of sediment in Darwin Harbour. Department of Natural Resources, Enviromental Protection Agency. Australia. 74 pp.

(33)

23 Han S, Anna O, Patrizia P, Key-young C, Joris G, Dimitri D, Deheyn, Bradley MT. 2007. Biogeochemical Factors Affecting Mercury Methylation in Sediments of the Venice Lagoon, Italy. Environmental Toxicology and Chemistry. 26(4):655–663.

Helali M A, Walid O, Noureddine Z, Ayed A, Saadi A. 2013. Geochemistry of marine sediments in the Mejerda River delta, Tunisia. Chemical Speciation and Bioavailability. 25(4):247-257.doi:10.3184/095422913X 1384009-8160825.

Kalloul S, Wafaa H, Mohamed M, Marc R, El-Hassan S, Bendahhou Z. 2012. Source Contributions to Heavy Metal Fluxes into the Loukous Estuary (Moroccan Atlantic Coast). Journal of Coastal Research. 28(1):174–183. doi:10.2112/jcoastres-D-09-00142.1.

Laing GD, D. Vanthuyne, FMG Tack, MG Verloo. 2007. Factors Affecting Metal Mobility and Bioavailability in The Superficial Intertidal Sediment Layer of The Scheldt Estuary. Aquatic Ecosystem Health & Management. 10(1): 33–40.doi:10.1080/146349807012 12969.

Liu WX, Jing H, Jiang L, Chen, Yong SF,Baoshan X, Shu T. 2008. Distribution of Persistent Toxic Substances in Benthic Bivalves from The Inshore Areas of the Yellow Sea. Environmental Toxicology and Chemistry. 27(1):57– 66.

Marcovecchio J, Ferrer L. 2005. Distribution and geochemcial partitioning of heavy metals in sediments of the Bahia Blanca estuary, Argentina. Journal of Coastal Research. 21(4):826-834. doi: 10.21121014-NlS.l

Meador JP, PA Robisch, RC Clark, DW Ernest. 1998. Element in Fish and Sediment from the Pacific Coast of the United States: Result From the National Benthic Surveillance Project. Marine Poll. Bull. 37 (1-2): 56-66. Morillo J, Usero J, Gracia I. 2007. Potential Mobility of Metals in Polluted Coastal Sediments in Two Bays of Southern Spain. Journal of Coastal Research. 23(2):352-361.doi:10.2112/04-0246.1.

Olmos MA, GF Birch. 2008. Application of Sediment-Bound Heavy Metals in Studies of Estuarine Health: A Case Study of Brisbane Water Estuary, New South Wales. Australian Journal of Earth Sciences. 55:641–654.doi: 10.1080/08120090801982- 819.

Olubunmi FE, Olanipekun EO. 2010. Evaluation of the Status of Heavy Metal Pollution of Sediment of Agbabu Bitumen Deposit Area, Nigeria. European Journal of Scientific Research. 41(3):373-382.

Pinet PR. 2009. Invitation to Oceanography Fifth Edition. Ontario (CA): Jones and Bartlett Publishers.

Pirrone N, Robert M. 2009. Mercury Fate and Transport in the Global Atmosphere. Rome (IT): Springer Dordrecht Heidelberg London New York.

Rahman A. 2006. Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Beberapa Jenis Krustasea di Pantai Batakan dan Takisung Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Bioscientiae. 3(2): 93-101.

(34)

24

Rochyatun E, Lestari, Abdul R. 2005. Kualitas Lingkungan Perairan Banten dan Sekitarnya ditinjau dari Kondisi Logam Berat. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 38:23-46.

Rubio B, K Pye, JE Raeà, D Rey. 2001. Sedimentological Characteristics, Heavy Metal Distribution and Magnetic Properties in Subtidal Sediments, Ria de Pontevedra, NW Spain. Sedimentology. 48(6):1277-1296.doi:10.1046/j.13 65-3091.2001.00422.x.

Sanusi HS. 2006. Kimia Laut, Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Press.

Saputra HK. 2009. Karakteristik Kualitas Air Muara Sungai Cisadane Bagian Tawar dan Payau di Kabupaten Tangerang, Banten [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Spearman C. 1904. The Proof and Measurement of Association Between Two Things.The American Journal of Psychology. 15(1): 72-101.

Suhendrayatna. 2001. Heavy metal bioremoval by microorganisms: a literature study. Department of Applied Chemistry and Chemical Engineering Faculty of Engineering, Kagoshima University, Japan.

Sulaeman, Suparto, Eviati. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Sylaios G, Nikolaos K, Nikolaos S. 2012. Assessment of Trace Metals Contamination in the Suspended Matter and Sediments of a Semi-enclosed Mediterranean Gulf. Soil and Sediment Contamination. 21(6):673–700. doi:10.1080/15320383.2012.691128.

Togwell AJ. 1979. Source of Heavy Metals Contamination in a River-Lake System. Environmental Pollution. 18(2):131–138.

Wentworth CK. 1922. A Scale of Grade and Class Terms for Clastic Sediments. The Journal of Geology. 30(5):377-392.

(35)

25

LAMPIRAN

Lampiran 1 Metode pengukuran logam berat

a. Penetapan logam berat dengan ICP

Sebuah ICP terdiri dari aliran gas argon sebagai pengionisasi dan frekuensi radio yang diterapkan biasanya berosilasi pada 27.1 MHz. Alat ini secara induktif menggabungkan gas yang terionisasi oleh koil pendingin-air yang mengelilingi sebuah obor pembakaran yang mendukung dan membatasi plasma.

Contoh aerosol yang dihasilkan dalam nebulizer dan semprot ruang pengukuran akan dibawa ke dalam plasma melalui tabung injector yang terletak di dalam obor. Contoh aerosol disuntikkan langsung ke dalam ICP, penghitungan atom secara konstituen dengan suhu 6000-8000 ºK. Hasil ini mengalami disosiasi molekul secara menyeluruh, penurunan yang signifikan dalam gangguan kimia. Suhu tinggi tersebut mengeluarkan emisi atom secara efisien. Ionisasi dengan persentase yang tinggi pada hasil emisi atom spectral.

Cara kerja

Timbang 0.5 gram contoh ditambah 3 ml H2SO4 pekat, kemudian

dipanaskan hingga mendekati kering, setelah dingin ditambahkan 10 ml HNO3

pekat, setelah larut semua diencerkan dengan air bebas mineral dalam labu takar 50 hingga tanda batas, selanjutnya contoh siap untuk dianalisis. Penentuan unsur dalam larutan contoh terlebih dahulu dilakukan dengan pembuatan kurva kalibrasi. Setelah itu, contoh dianalisis menggunakan ICP dengan 3 kali pengulangan, maka didapatkan intensitas emisi per unsur. Konsentrasi unsur didapatkan dengan persamaan linear yang terbentuk antara emisi dan konsentrasi unsur.

b. Penetapan logam berat dengan AAS

Unsur logam berat total dalam tanah dapat diekstrak dengan cara pengabuan basah menggunakan asam campur pekat HNO3 dan HClO4. Kadar logam berat

dalam ekstrak diukur menggunakan AAS. Dalam spektrometri serapan atom dengan flame, contoh yang disedot ke dalam api secara otomatis. Sebuah sinar cahaya diarahkan melalui api dari sebuah monokromator, kemudian detektor yang mengukur banyaknya cahaya yang diserap oleh unsur dalam pembakaran. Beberapa jenis logam, serapan atom memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dari emisi pembakaran karena sebagian logam memiliki karakteristik serapan gelombang yang berbeda. Penggunaan sebuah sumber lampu untuk gelombang. Metode ini secara relatif bebas dari spectral dan gangguan radiasi. Jumlah energi pada karakteristik gelombang serapan dalam pembakaran secara proporsional ke konsentrasi contoh unsur dari batasan kisaran konsentrasi. Selain itu, alat ini juga dilengkapi dengan sistem tipe emisi yang dapat menampilkan hubungan linear yang lebih baik untuk beberapa unsur.

Cara kerja

Timbang 1.0 gram contoh ke dalam tabung digest, ditambahkan 1 ml asam perklorat p.a dan 5 ml asam nitrat p.a, didiamkan satu malam. Esoknya dipanaskan pada suhu 100 oC selama 1 jam 30 menit, suhu ditingkatkan menjadi 130oC selama 1 jam, suhu ditingkatkan menjadi 150 oC selama 2 jam 30 menit (sampai uap kuning

(36)

26

kuning habis suhu ditingkatkan menjadi 170 oC selama 1 jam kemudian suhu

ditingkatkan menjadi 200 oC selama 1 jam (terbentuk uap putih). Destruksi selesai dengan terbentuknya endapan putih atau sisa larutan jernih sekitar 1 ml. Ekstrak didinginkan kemudian diencerkan dengan air bebas ion menjadi 10 ml, lalu dikocok. Pengukuran

Ekstrak jernih diukur dengan alat AAS menggunakan deret standar masing-masing logam berat sebagai pembanding.

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

Fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

Lampiran 2 Metode pengukuran C-organik total (TOC) dan tekstur sedimen

a. Penetapan C-organik total (TOC)

Karbon sebagai senyawa organik akan mereduksi Cr6+ yang berwarna jingga menjadi Cr3+ yang berwarna hijau dalam suasana asam. Intensitas warna hijau yang terbentuk setara dengan kadar karbon dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm.

Cara Kerja

Timbang 0.5 gram contoh tanah ukuran <0.5 mm, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml K2Cr2O71 N, lalu dikocok. Tambahkan 7.5 ml H2SO4

pekat, dikocok lalu diamkan selama 30 menit. Diencerkan dengan air bebas ion, biarkan dingin dan diimpitkan. Keesokan harinya diukur absorbansi larutan jernih dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai pembanding dibuat standar 0 dan 250 ppm, dengan memipet 0 dan 5 ml larutan standar 5000 ppm ke dalam labu ukur 100 ml dengan perlakuan yang sama dengan pengerjaan contoh. Catatan: Apabila pembacaan contoh melebihi standar tertinggi, ulangi penetapan dengan menimbang contoh lebih sedikit. Faktor dalam perhitungan dapat diubah sesuai berat contoh yang ditimbang.

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

100 = konversi ke %

(37)

27

b. Penetapan tekstur 10 fraksi metode pipet

Bahan organik dioksidasi dengan H2O2 dan garam garam yang mudah larut

dihilangkan dari tanah dengan HCl sambil dipanaskan. Bahan yang tersisa adalah mineral yang terdiri atas pasir, debu dan liat. Pasir dapat dipisahkan dengan cara pengayakan basah dengan ayakan 50 μm. Setelah dikeringkan, pasir dipisahkan dengan ayakan 1 mm, 0.5 mm, 0.25 mm, dan 0.1 mm sehingga didapat 5 fraksi pasir dengan ukuran partikel: 2-1 mm (fraksi 1, pasir sangat kasar), 1-0.5 mm (fraksi 2, pasir kasar), 0.5-0.25 mm (fraksi 3, pasir sedang), 0.25-0.1 mm (fraksi 4, pasir halus), dan 0.1-0.05 (fraksi 5, pasir sangat halus). Fraksi debu (50-2 μm) dan liat (<2 μm) dipisahkan lagi berdasarkan lama pengendapan (hukum Stoke). Fraksi debu dipisahkan menjadi fraksi 6 (50-20 μm, debu kasar), fraksi 7 (20-5 μm, debu sedang) dan fraksi 8

(5-2 μm, debu halus), sedangkan liat dipisahkan menjadi fraksi 9 (2-0.5 μm, liat kasar)

dan fraksi 10 (<0.5 μm, liat halus).

Cara kerja

Timbang 10 gram contoh tanah <2 mm, masukan ke dalam piala gelas 800 ml, ditambah 50 ml H2O2 10% kemudian dibiarkan semalam. Keesokan harinya ditambah

25 ml H2O2 30% dipanaskan sampai tidak berbusa, selanjutnya ditambahkan 180 ml

air bebas ion dan 20 ml HCl 2N. Didihkan di atas pemanas listrik selama lebih kurang 10 menit. Angkat dan setelah agak dingin diencerkan dengan air bebas ion menjadi 700 ml. Dicuci dengan air bebas ion menggunakan penyaring Berkefield atau dienap-tuangkan sampai bebas asam, kemudian ditambah 10 ml larutan peptisator Na4P2O7 4%.

Pemisahan fraksi pasir (2 mm – 0.05 mm)

Suspensi tanah yang telah diberi peptisator diayak dengan ayakan 50 μm sambil dicuci dengan air bebas ion. Filtrat ditampung dalam silinder 500 ml untuk pemisahan debu dan liat. Butiran yang tertahan ayakan dipindahkan ke dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya dengan air bebas ion menggunakan botol semprot. Keringkan (hingga bebas air) dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam eksikator selama 45 menit dan ditimbang (berat pasir = A g).

Fraksi pasir dipisahkan lagi dengan satu set ayakan pemisah pasir dengan mesin pengayak. Setiap fraksi ditimbang, fraksi 1 = B gram, fraksi 2 = C gram, fraksi 3 = D gram, fraksi 4 = E gram, dan fraksi 5 = F gram.

Pemisahan fraksi debu dan liat (<50 μm)

Filtrat dalam silinder diencerkan menjadi 500 ml, diaduk selama 1 menit dan segera dipipet dengan kedalaman 10 cm sebanyak 20 ml (pemipetan I) ke dalam pinggan aluminium. Filtrat dikeringkan pada suhu 105oC selama 3 jam, didinginkan dalam eksikator selama 45 menit dan ditimbang sebagai fraksi <50 μm = G gram. Kemudian prosedur tersebut dilakukan berulang dengan beberapa perubahan, yaitu:

 Pemipetan II, dipipet saat 4 menit pada suhu 28 oC pada kedalaman 10 cm dan ditimbang sebagai fraksi <10 μm = H gram.

 Pemipetan III, dipipet saat 63 menit pada suhu 28 oC pada kedalaman 10 cm

dan ditimbang sebagai fraksi <10 μm = I gram.

 Pemipetan IV, dipipet saat 3 jam 27 menit pada suhu 28 oC pada kedalaman 5.2 cm dan ditimbang sebagai fraksi <2 μm = J gram.

 Pemipetan V, dipipet saat 21 jam pada suhu 28 oC pada kedalaman 10 cm dan

ditimbang sebagai fraksi <0.5 μm = K gram.

 Untuk pemipetan liat halus (<0.2 μm) cara pengendapan tidak cocok karena

(38)

28

alumunium, dikeringkan 105 oC selama 3 jam, didinginkan selama 45 menit,

dan ditimbang sebagai fraksi <0.2 μm = K gram. Catatan:

Bobot peptisator pada pemipetan 20 ml berdasarkan penghitungan adalah 0.0095 g. Bobot ini dapat pula ditentukan dengan menggunakan blanko. Nilai 25 adalah faktor yang dikonversikan dari pemipetan 20 ml.

Perhitungan

Dalam 10 gram contoh diperoleh:

Fraksi 6 (50 - 20 μm) = 25 x (G-H) = a gram Fraksi 7 (20 – 5 μm) = 25 x (H-I) = b gram Fraksi 8 (5 – 2 μm) = 25 x (I-J) = c gram Fraksi 9 (2 – 0.5 μm) = 25 x (J-K) = d gram Fraksi 10 (<0.5 μm) = 25 x (K-0.0095) = e gram Selanjutnya:

Fraksi pasir ( 2 mm -0.05 mm) = A gram Fraksi debu + liat (<50 μm) = 25 x (G-0,0095) = L gram Jumlah fraksi pasir+ debu+liat = A + L = X gram Dengan demikian:

% fraksi 1 (2 - 1 mm) = B/X . 100% % fraksi 2 (1 – 0.5 mm) = C/X . 100% % fraksi 3 (0.5 – 0.25 mm) = D/X . 100% % fraksi 4 (0.25 – 0.1 mm) = E/X . 100% % fraksi 5 (0.1 – 0.05 mm) = F/X . 100% % fraksi 6 (50 – 20 μm) = a/X . 100% % fraksi 7 (20 – 5 μm) = b/X . 100% % fraksi 8 (5 – 2 μm) = c/X . 100% % fraksi 9 (2 – 0.5 μm) = d/X . 100% % fraksi 10 (< 0.5 μm) = e/X . 100% (persen fraksi dalam contoh dinyatakn hingga 1 desimal).

Lampiran 3 Pola sebaran arus pada bulan Maret, Mei, Juni, dan Juli

(39)

29 Mei

Juni

(40)

30

Lampiran 4 Hasil uji korelasi Spearman

Logam Cu Fraksi TOC Spearman's

rho

Logam_Cu Correlation Coefficient 1,000 -,050 -,035

Sig. (2-tailed) . ,773 ,841

N 36 36 36

Fraksi Correlation Coefficient -,050 1,000 ,096

Sig. (2-tailed) ,773 . ,578

N 36 36 36

TOC Correlation Coefficient -,035 ,096 1,000

Sig. (2-tailed) ,841 ,578 .

N 36 36 36

Logam Pb Tekstur TOC Spearman's

rho

Logam Pb Correlation Coefficient 1,000 ,326 -,205

Sig. (2-tailed) . ,052 ,230

N 36 36 36

Tekstur Correlation Coefficient ,326 1,000 -,198

Sig. (2-tailed) ,052 . ,248

N 36 36 36

TOC Correlation Coefficient -,205 -,198 1,000

Sig. (2-tailed) ,230 ,248 .

N 36 36 36

Logam Hg Tekstur TOC Spearman's

rho

Logam Hg Correlation Coefficient 1,000 -,168 ,020

Sig. (2-tailed) . ,328 ,910

N 36 36 36

Tekstur Correlation Coefficient -,168 1,000 -,098

Sig. (2-tailed) ,328 . ,570

N 36 36 36

TOC Correlation Coefficient ,020 -,098 1,000

Sig. (2-tailed) ,910 ,570 .

N 36 36 36

Logam Cd Tekstur TOC Spearman's

rho

Logam Cd Correlation Coefficient . . .

Sig. (2-tailed) . . .

N 36 36 36

Tekstur Correlation Coefficient . 1,000 -,098

Sig. (2-tailed) . . ,570

N 36 36 36

TOC Correlation Coefficient . -,098 1,000

Sig. (2-tailed) . ,570 .

(41)

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak kedua dari enam bersaudara. Putra dari Ahmad Sanusi (alm) dan Atiqoh. Lahir pada tanggal 2 Juli 1992 di Jakarta. Semenjak duduk di tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas penulis bertempat tinggal di Jakarta Timur. Tahun 2010 penulis lulus dari MA Negeri 8 Jakarta Timur, kemudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan mayor Manajemen Sumber daya Perairan (MSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan penulis mengikuti berbagai kegiatan di dalam dan luar kampus yang meliputi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti Koperasi mahasiswa, Club asrama Bahasa Inggris, Forum keluarga muslim fakultas perikanan (FKM-C), Himpunan Profesi (Himasper). Selain itu, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Avertebrata Air (2012), Metode Statistika (2012), Kualitas Air (2013), Fisiologi Hewan Air (2013-2014), dan Konservasi Sumber daya Alam Hayati Perairan (2014). Prestasi yang pernah diraih penulis dalam program kreativitas mahasiswa yang didanai Dikti, yaitu PKM-P dengan judul Uji Resistensi Osmotik dan Elastisitas Kulit Ikan Sidat (Anguila sp.) sebagai Bahan Transplantasi terhadap Baju Selam dan PKM-GT dengan judul Green Civilization Strategy (Konsep pengelolaan pesisir Jakarta berbasiskan lingkungan hijau hutan mangrove di masa depan) pada tahun 2012. Juara 1 lomba kaligrafi FMCF tingkat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun 2012. Serta PKM-KC dengan judul Smart Aquarium (Akuarium dengan Sistem Geobiofilter untuk Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air) dan PKM-P dengan judul Perbandingan Uji Efisiensi beberapa Rancangan Sistem Integrated Aquarium with Wastewater Treatment dengan Sistem Geobiofilter untuk Peningkatan Mutu dan Efisiensi Air pada tahun 2013.

Gambar

Gambar 1  Skema perumusan masalah sebaran logam berat (Cd, Cu, Hg,                  dan Pb) pada sedimen di perairan pesisir Kabupaten Tangerang
Gambar 2  Lokasi penelitian di perairan pesisir Kabupataen Tangerang
Tabel 1  Klasifikasi ukuran partikel (butir sedimen)     berdasarkan skala Wentworth (1922)
Tabel 2  Koefisien korelasi dan kekuatan hubungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menu Master Data tersebut akan digunakan untuk memasukkan data-data utama yang akan digunakan oleh seluruh fakultas ketika mengisi data-data seperti target,

penawaran atau penerimaan hadiah, pinjaman, pembayaran, imbalan, atau keuntungan lainnya, yang ditujukan kepada atau diterima dari siapa pun sebagai bujukan untuk

Jenis pekerjaan responden tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan keseimbangan tubuh. Akan tetapi, hal tersebut harus tetap mendapat perhatian karena dari kedua

Setelah dilakukan analisis data, diperoleh hasil yang signifikanpada masalah emosional ( p-value &lt;0.05) dengan menggunakan uji Chi-Square sehingga dapat dinyatakan

Perbedaan yang sangat nyata pada penelitian ini diduga karena adanya perbedaan konsentrasi ekstrak cincau hitam yang digunakan, sehingga menghasilkan nilai daya ikat

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang telah dilakukan pada tanggal 9 Januari 2020 lalu dengan Kepala Rumah Autis cabang Depok, Bapak Suyono, disebutkan bahwa

Siswa memahami bahwa sifat larutan yang terhidrolisis adalah berdasarkan larutan yang bersifat kuat dari asam maupun basanya, karena siswa menganggap bahwa sifat