• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SEBARAN LOGAM BERAT MANGAN (Mn) DAN TEMBAGA (Cu) PADA SEDIMEN DI PESISIR PANTAI WAY KUALA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN SEBARAN LOGAM BERAT MANGAN (Mn) DAN TEMBAGA (Cu) PADA SEDIMEN DI PESISIR PANTAI WAY KUALA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

"Jadilah padaku menurut kehendak-MU"

Saat Tuhan hendak memberi kita pelangi.

Seolah Tuhan menyembunyikan matahari.

Dia datangkan petir dan kilat, kita menangis,

cemas, takut, khawatir dan bertanya-tanya kemana

hilangnya matahari. (yakinlah kalau Tuhan itu

memberikan yang terbaik itu harus dengan Proses,

dan itu wajib)

(2)

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :

Tuhan Yang Maha Esa

Kedua orang tuaku,

Ibu dan Bapak yang telah memberikan pelajaran yang sangat

luar biasa untuk bagaimana cara Beriman, Mencintai,

Mengasihi, Menyayangi, Memberi, Setia, dan Berusaha.

Adikku tersayang

Andreas Raditya Prabowo

Segenap Keluarga besarku di mana saja berada yang telah

mendukungku

Seluruh sahabat terbaikku

(3)

ABSTRAK

KAJIAN SEBARAN LOGAM BERAT MANGAN (Mn) DAN TEMBAGA (Cu) PADA SEDIMEN DI PESISIR PANTAI

WAY KUALA BANDAR LAMPUNG

Oleh

YOHANES WIKAN AGUNG NUGROHO

Telah dilakukan kajian sebaran logam berat Mn dan Cu pada sedimen di muara sungai dan di pesisir pantai Way Kuala Bandar Lampung. Konsentrasi logam Mn dan Cu ditentukan dengan menggunakan spektofotometer serapan atom (SSA) dengan menggunakan dua validasi metode yaitu, presisi (ketelitian), dan linieritas.

Hasil analisis menunjukan konsentrasi logam Mn pada sedimen di muara sungai dan di pesisir pantai Way Kuala Bandar Lampung yaitu pada rentang 113,5736±3,5544 ppm sampai 280,6363±9,798. Konsentrasi logam berat Cu pada sampel sedimen di muara sungai dan di pesisir pantai Way Kuala Bandar Lampung yaitu pada rentang 15,1697±0,95 ppm sampai 27,7989 ±0,0964 ppm. Validasi metode pada penentuan kadar Mn dan Cu pada sedimen menunjukkan presisi dengan nilai RSD < 5 % dan koefisien korelasi untuk masing-masing logam Mn dan Cu adalah 0,999 dan 0,996. Secara umum logam berat di pesisir pantai Way Kuala menunjukkan distribusi yang seragam.

(4)

ABSTRACT

STUDY OF HEAVY METAL DISTRIBUTION OF MANGANESE (Mn) AND COPPER (Cu) IN COASTAL SEDIMENTS ON BEACH

WAY KUALA BANDAR LAMPUNG

by

YOHANES WIKAN AGUNG NUGROHO

Studied on distribution of heavy metals Mn and Cu in sediments of estuaries and coastel of Way Kuala Bandar Lampung has been done. The concentration of Mn and Cu were determinated by atomic absorption spectrophotometer, using two methods of validation, the precision (accuracy), and linearity.

Results of the analysis showed the metal Mn concentrations in sediments in estuaries and coastal Way Kuala Bandar Lampung is in the range 113.5736 ± 3.5544 to 280.6363 ± 9.798 ppm. Concentrations of heavy metals Cu in sediments samples at the mouth of the river and the coast of Way Kuala Bandar Lampung is in the range 15.1697 ± 0.95 ppm to 27.7989 ± 0.0964 ppm. Validation of the method in the determination of Mn and Cu levels in the sediments indicates the precision with RSD values <5% and the correlation coefficient for each metal Mn and Cu are 0.999 and 0.996. In general, heavy metals in coastal area of Way Kuala showed a uniform distribution.

(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bandar Lampung sebagai ibukota provinsi Lampung sebagian besar wilayahnya

merupakan daerah pesisir. Kota ini terletak di Teluk Lampung (Dahuri,1998), ini

terlihat dari batas-batas wilayah provinsi, pada bagian selatan berbatasan dengan

Selat Sunda, bagian barat berbatasan dengan Samudra Hindia dan sebelah timur

berbatasan dengan Laut Jawa. Provinsi Lampung juga memiliki dua teluk besar

yaitu Teluk Semangka dan Teluk Lampung. Pesisir Teluk Lampung terbentang

dari Kalianda hingga ke Lempasing dengan kedalaman pantai rata-rata 25 m.

Berdasarkan survey BPS tahun 2009 jumlah penduduk provinsi Lampung sebesar

7.391.128 jiwa dengan presentasi distribusi penyebaran ekonomi yang paling

menonjol berasal dari sektor industri, dengan peningkatan pertahun rata-rata

29,82%.

Dalam pengelolaan wilayah pesisir di Bandar Lampung, sungai memberikan

peranan yang sangat penting, salah satu fungsinya yaitu sebagai alat angkut

pembawa sedimen, sampah, limbah, dan zat hara menuju ke muara sungai yaitu

pesisir pantai. Lampung mempunyai 5 sungai besar dan sekitar 25 buah sungai

kecil yang membentuk 8 Daerah Aliran Sungai (DAS). Sungai Way Kuala

(6)

Lampung tepatnya di Teluk Betung Barat. Sungai Way Kuala memiliki panjang

sekitar 2,3 km yang mengalir dari gunung Betung dan bermuara di Teluk

Lampung (Widjajanegara,1990).

Sebagian besar penduduk yang tinggal di daerah aliran sungai memanfaatkan

sungai ini untuk keperluan domestik dan industry, diantaranya sebagai sarana

transportasi, mencuci, mandi, perikanan, dan sebagai tempat pembuangan limbah

rumah tangga dan industri. Daerah aliran sungai Way Kuala merupakan sungai

yang paling banyak di kelilingi oleh industri, yaitu sebanyak 22 tempat. Beberapa

industri di sekitar sungai Way Kuala diantaranya industri konstruksi (PT Darma

Putra Konstruksi, PT Jaya Persada Konstruksi, PT Husada Baja), industri kimia

(PT Golden Sari, PT Garuntang), industri pergudangan, dan peti kemas (PT Inti

Sentosa Alam Bahtera). Adanya berbagai macam kegiatan rumah tangga dan

industri pada daerah aliran sungai Way Kuala secara umum menyebabkan dampak

negatif terhadap kualitas lingkungan sekitar seperti, korosi dari pipa-pipa industri

yang mengandung logam berat Cu dan sampah batu baterai yang mengandung zat

aktif Mn. Sumber pencemar tersebut nantinya akan terbawa oleh air sungai

menuju ke muara dan akan terakumulasi pada sedimen di pesisir pantai Way

Kuala. Sumber pencemar lainnya yang berasal dari pesisir pantai seperti, cat

kapal yang mengandung logam berat Mn dan Cu yang terkelupas kemudian

terserap pada air laut, dan pada kurun waktu tertentu akan terakumulasi pada

sedimen (Wiryawan dkk, 1999).

Logam berat ini dapat terakumulasi pada sedimen, sehingga menyebabkan kadar

(7)

2002). Logam berat yang terakumulasi dalam sedimen dapat terikat dengan

senyawa organik dan anorganik, melalui proses adsorpsi dan pembentukan

senyawa kompleks (Forstner and Prosi, 1978).

Sedimen lebih banyak terendapkan pada perairan pantai karena daerahnya relatif

lebih rendah dari daerah sekitarnya serta merupakan pertemuan antara arus sungai

dan arus laut. Hal tersebut menyebabkan kadar logam berat lebih besar di daerah

muara sungai, sehingga sangat berbahaya bagi biota akuatik yang mencari makan

di dasar perairan (Filter Feeder) karena memiliki peluang yang besar untuk

terakumulasi logam berat (Odum, 1971). Jika biota akuatik yang telah

terakumulasi logam berat terkonsumsi oleh manusia maka akan menyebabkan

gangguan kesehatan. Akumulasi logam mangan (Mn) yang berlebihan dalam

tubuh dapat menyebabkan gangguan kelainan otak dan kerusakan sistem saraf,

sedangkan akumulasi logam tembaga (Cu) yang berlebihan dalam tubuh dapat

menyebabkan gangguan syaraf otak pada anak-anak, gangguan ginjal yang akut,

dan ironisnya dapat menyebabkan kematian (Pallar, 1994). Hal ini membuat

perlunya dilakukan analisis kandungan logam berat pada sedimen di pesisir pantai

Way Kuala Bandar Lampung.

Pada penelitian ini akan dilakukan analisis logam berat Mn dan Cu pada sedimen

di pesisir pantai Way Kuala sehingga dapat mencerminkan tingkat pencemaran

yang sesungguhnya dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Alat

ini dapat digunakan untuk menentukan unsur di dalam suatu bahan dengan

(8)

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konsentrasi logam berat Mn dan Cu

pada sedimen di perairan pantai Way Kuala Bandar Lampung.

C. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang tingkat

pencemaran logam berat Mn dan Cu di perairan pantai Way Kuala Bandar

Lampung sehingga dapat dijadikan masukan bagi pemerintah daerah, pihak

industri dan masyarakat dalam mengelola kegiatan industri yang berwawasan

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Profil Tempat Pesisir Pantai Way Kuala

Provinsi Lampung memiliki dua teluk besar yaitu Teluk Semangka dan Teluk

Lampung yang letaknya bersebelahan, sehingga bentuk daratan yang membatasi

kedua teluk tersebut membentuk huruf “M”. Hal ini menyebabkan di hadapan

teluk ini banyak ditemui pulau-pulau kecil terutama di Teluk Lampung.

Kedalaman perairan di Teluk Lampung sekitar 25 m. Kedalaman perairan mulut

teluk berkisar 35 m, dengan kedalaman maksimum sedalam 75 m yang terletak di

Selat Legundi.

Pesisir Way kuala terletak di teluk lampung dengan kedalaman pantainya rata-rata

0 sampai 10 meter, Pesisir Way Kuala juga merupakan muara dari sungai Way

Kuala yang merupakan anak sungai Way Garuntang yang berhulu di Gunung

Betung yaitu sebuah gunung di sebelah barat Bandar lampung dan bermuara di

Teluk Lampung. Selain fungsinya sebagai muara dari sungai Way kuala, daerah

pesisir Way Kuala juga dimanfaatkan sebagai pelabuhan Peti Kemas Panjang

sebagai salah satu tempat keluar masuk kapal-kapal pembawa barang.

Menyebabkan daerah pesisir Way Kuala berpotensi besar membawa polutan

(10)

limbah kapal seperti oli bekas, pelapukan batuan dan mineral, limbah dan limbah

rumah tangga yang menyebabkan perairan pantai Way Kuala kemungkinan besar

tercemar.

Kawasan pesisir Way Kuala memiliki kedalaman perairan antara garis pantai

dengan jarak 1-2 km ke arah laut berkisar antara 1-2 m. Setelah itu kedalaman

perairan akan langsung mendalam dengan kedalaman rata-rata 10 m

(Widjajanegara,1990). Pesisir Way Kuala merupakan muara dari sungai Way

Kuala yang merupakan anak sungai Way Garuntang yang berhulu di Gunung

Betung yaitu sebuah gunung di sebelah barat Bandarlampung dan bermuara di

Teluk Lampung. Sungai Way kuala mengalir sepanjang 2,3 km dan daerah aliran

330 ha serta debit yang kecil (Udo,2009).

B. Muara Sungai (Estuaria)

Muara sungai (estuaria) adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan

bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur

dengan air tawar (Knox, 1986). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar

tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang khas dengan kondisi

lingkungan yang bervariasi antara lain :

1. Tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut yang

berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi,

pencampuran air dan sifat-sifat fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar

pada biotanya.

(11)

lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air

laut.

3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan

komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan

sekelilingnya.

4. Tingkat kadar garam di daerah muara sungai (estuaria) tergantung pada

pasang surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain serta

topografi daerah muara tersebut.

Secara umum muara sungai mempunyai peran ekologis penting antara lain:

sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang

surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang

bergantung pada muara sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan

(feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. Muara

sungai (estuaria) secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan

dan kawasan industri (Perkins, 1974).

C. Sedimen

Sedimen merupakan bahan atau partikel yang terdapat di permukaan bumi (di

daratan ataupun lautan) yang telah mengalami proses pengangkutan dari satu

tempat ke tempat lainnya. Air dan angin merupakan agen pengangkut yang

utama. Sedimen akan mengeras (membatu) menjadi batuan sedimen.

(12)

dan juga susunan yang ada dari batuan. Pengangkutan sedimen dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti air, angin, gaya gravitasi, bahkan salju/gletser.

Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah berbeda.

Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat

sulit mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari

ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran

pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah sistem yang terbatasi

(confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar

di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer. Sedimen yang ada

terangkut sampai di suatu tempat yang disebut cekungan. Pada daerah tersebut

sedimen sangat besar kemungkinan terendapkan karena daerah tersebut relatif

lebih rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah

akibat gaya gravitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut

akan bergerak melewati cekungan tersebut. Semakin banyaknya sedimen yang

diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan dan membuat cekungan

tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak sedimen yang terendapkan.

Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh penambahan berat dari

sedimen yang ada dan biasanya dipengaruhi oleh struktur yang terjadi di sekitar

cekungan seperti adanya patahan. Transportasi sedimen dapat terjadi melalui tiga

cara, yaitu (Prothero and Schwab, 1999):

1. Suspension: umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil

ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau

(13)

2. Bed load: umumnya terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti

pasir, kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang

bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar.

Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi

kekuatan inertia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan

sedimen tersebut bisa menggelinding, menggeser, atau bahkan bisa mendorong

sedimen yang satu dengan lainnya.

3. Saltation: umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida

yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir dan karena gaya

gravitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar

permukaan laut.

Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam

membawa sedimen-sedimen yang ada maka sedimen tersebut akan jatuh atau

mungkin tertahan akibat gaya gravitasi yang ada. Setelah itu proses sedimentasi

dapat berlangsung sehingga mampu mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi

suatu batuan sedimen. Material yang menyusun batuan sedimen adalah lumpur,

pasir, kerikil, kerakal, dan sebagainya. Secara umum, sedimen atau batuan

sedimen terbentuk dengan dua cara, yaitu (Ward and Stanley, 2004):

1. Batuan sedimen yang terbentuk dalam cekungan pengendapan atau dengan

kata lain tidak mengalami proses pengangkutan. Sedimen ini dikenal sebagai

sedimen autochthonous. Kelompok batuan autochhonous antara lain adalah

batuan evaporit (halit) dan batu gamping.

(14)

lain, sedimen yang berasal dari luar cekungan yang diangkut dan diendapkan di

dalam cekungan. Sedimen ini dikenal dengan sedimen allochthonous. Kelompok sedimen ini adalah batu pasir, konglomerat, breksi, batuan

epiklastik.

Selain kedua jenis batuan diatas, batuan sedimen dapat dikelompokkan pada

beberapa jenis berdasarkan cara dan proses pembentukannya yaitu (Prothero and

Schwab, 1999):

1. Terrigenous (detrital atau klastik).

Batuan sedimen klastik merupakan batuan yang berasal dari suatu tempat yang

kemudian diangkut dan diendapkan pada suatu cekungan. Contoh batuan

Terrigenous adalah konglomerat atau breksi, batu pasir, dan lempung.

2. Sedimen kimiawi (chemical) atau biokimia (biochemical).

Batuan sedimen kimiawi atau biokimia adalah batuan hasil pengendapan dari

proses kimiawi suatu larutan dan organisme bercangkang yang mengandung

mineral silika atau fosfat. Contoh batuan sedimen kimiawi adalah evaporit,

batuan sedimen karbonat (batu gamping dan dolomit), batuan sedimen bersilika

(rijang) dan endapan organik (batubara).

3. Batuan volkanoklastik (volcanoclastic rocks).

Batuan volkanoklastik merupakan batuan yang berasal dari aktivitas gunung

berapi. Debu dari aktivitas gunung berapi ini akan terendapkan seperti

sedimen yang lain. Adapun kelompok batuan volkanoklastik adalah batu pasir

dan aglomerat.

Logam berat dapat terakumulasi dalam lingkungan sedimen karena dapat terikat

(15)

senyawa kompleks (Forstner and Prosi, 1978). Akumulasi logam berat ke dalam

sedimen dipengaruhi oleh jenis sedimen, dimana kandungan logam berat pada

lumpur > lumpur yang mengandung pasir > pasir yang tidak mengandung lumpur

(Korzeniewski and Neugabieuer, 1991).

Kandungan logam berat pada sedimen umumnya rendah pada musim kemarau dan

tinggi pada musim penghujan. Penyebab tingginya kadar logam berat dalam

sedimen pada musim penghujan kemungkinan disebabkan oleh tingginya laju

erosi pada permukaan tanah yang terbawa ke dalam badan sungai, sehingga

sedimen dalam sungai yang diduga mengandung logam berat akan terbawa oleh

arus sungai menuju muara dan pada akhirnya terjadi proses sedimentasi

(Nammiinga and Wilhm, 1977; Siaka, 2008).

D. Logam Berat

Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan

sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban manusia

(Darmono, 1995). Logam juga didefinisikan sebagai unsur alam yang dapat

diperoleh dari laut, erosi batuan tambang, vulkanisme dan sebagainya (Clark,

1986). Umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan

dengan unsur lain, sangat jarang yang ditemukan dalam elemen tunggal.

Logam berat juga masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang

sama dengan logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan

bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup. Berbeda

dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada

(16)

keracunan pada mahluk hidup, besi merupakan logam yang dibutuhkan dalam

pembentukan pigmen darah dan zink merupakan kofaktor untuk aktifitas enzim

(Yudha, 2007).

Keberadaan logam berat dalam lingkungan berasal dari dua sumber. Pertama dari

proses alamiah seperti pelapukan secara kimiawi dan kegiatan geokimiawi serta

dari tumbuhan dan hewan yang membusuk. Kedua dari hasil aktivitas manusia

terutama hasil limbah industri (Connel dan Miller, 1995). Neraca global

menyebabkan bahan yang bersumber dari alam sangat sedikit dibandingkan

pembuangan limbah akhir di laut (Yudha, 2007).

Logam berat adalah suatu terminologi umum yang digunakan untuk menjelaskan

sekelompok elemen-elemen logam yang kebanyakan berbahaya apabila masuk ke

dalam tubuh. Logam berat adalah unsur-unsur yang mempunyai nomor atom dari

22- 92 dan terletak di dalam periodik tiga dalam susunan berkala, mempunyai

densitas lebih besar dari 5 gram/mL (Hutagalung, 1991). Logam berat umumnya

berada di sudut kanan bawah pada susunan berkala, seperti unsur-unsur Pb, Cd,

Mn, Cu, dan Hg (Siaka, 2008).

Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak

terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk kompleks dengan

senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut

merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal

yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi (Razak, 1998).

Menurut Darmono (1995) sifat logam berat sangat unik, tidak dapat dihancurkan

(17)

biomagnifikasi. Pencemaran logam berat ini menimbulkan berbagai permasalahan

diantaranya:

1. Berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air)

2. Berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang

3. Berbahaya bagi kesehatan manusia

4. Menyebabkan kerusakan pada ekosistem.

Sebagian dari logam berat bersifat esensialbagi organisme air untuk pertumbuhan

dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam proses enzimatik pada organisme

akuatik (Darmono, 1995). Unsur logam berat menyebabkan masalah pencemaran

dan toksisitas. Pencemaran yang dapat merusak lingkungan, biasanya berasal dari

limbah yang sangat berbahaya dan memiliki toksisitas yang tinggi. Limbah

industri merupakan salah satu sumber pencemaran logam berat yang potensial

bagi perairan. Pembuangan limbah industri secara terus-menerus tidak hanya

mencemari lingkungan perairan tetapi menyebabkan terkumpulnya logam berat

dalam sedimen dan biota perairan.

Logam berat seperti Mn dan Cu yang masuk dalam perairan akan mengalami

pengendapan yang dikenal dengan istilah sedimentasi (Palar, 1994). Logam berat

dapat terakumulasi dalam sedimen karena dapat terikat dengan senyawa organik

dan anorganik melalui proses adsorpsi dan pembentukan senyawa kompleks

(Forstner and Prosi, 1978; Tarigan dkk, 2003).

Pada umumnya logam berat yang terakumulasi pada sedimen tidak terlalu

berbahaya bagi makhluk hidup di perairan, tetapi oleh adanya pengaruh kondisi

(18)

logam-logam yang terendapkan dalam sedimen terionisasi ke perairan. Hal inilah yang

merupakan bahan pencemar dan akan memberikan sifat toksik terhadap organisme

yang hidup bila ada dalam jumlah berlebih dan akan membahayakan kesehatan

manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut. Sifat toksik logam berat dapat

dikelompokkan menjadi 3 yaitu; toksik tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg,

Cd, Pb, Cu dan Zn; toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni dan Co; toksik

rendah terdiri dari unsur Mn dan Fe (Connel and Miller, 1995; Siaka, 1998):

1. Sumber pencemaran logam Mn dan Cu

Sumber pencemaran logam berat Mn dan Cu selain dari proses alamiah adalah

proses industri. Secara alamiah pencemaran logam berat dapat diakibatkan

adanya pelapukan batuan pada cekungan perairan atau adanya kegiatan gunung

berapi (Connel and Miller, 1995). Dalam proses industri Mn banyak digunakan

sebagai zat aktif dalam baterai. Cu biasanya digunakan sebagai bahan baku untuk

kabel listrik, perhiasan seperti gelang, dan uang logam. Campuran Cu dengan Sn

dikenal sebagai perunggu sedangkan kuningan merupakan aliansi Cu dengan Zn.

(Palar, 1994).

Selain limbah industri, pencemaran logam Mn dan Cu juga berasal dari limbah

rumah tangga seperti sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air yang

mengandung Mn dan Cu (Connel and Miller, 1995). Kandungan logam Cu dapat

dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran air hujan. Menurut

National Research Council dalam Yuliasari (2003), sampah dari kota

mengandung Cu yang cukup besar sehingga penggunaan sampah yang

(19)

atau hewan memperlihatkan peningkatan kandungan Cu secara substansial ke

dalam makanan hewan dan manusia.

Tembaga (Cu) bisa masuk ke lingkungan melalui jalur alamiah dan non alamiah.

Pada jalur alamiah, logam mengalami siklus perputaran dari kerak bumi ke

lapisan tanah, ke dalam mahluk hidup, ke dalam kolom air, mengendap, dan

akhirnya kembali lagi ke dalam kerak bumi. Unsur Cu bersumber dari pengikisan

(erosi) batuan mineral, debu-debu, dan partikulat. Cu dalam lapisan udara yang

dibawa turun oleh air hujan pada jalur non alamiah masuk ke dalam tatanan

lingkungan akibat aktivitas manusia, antara lain berasal dari buangan industri

yang menggunakan bahan baku Cu, industi galangan kapal, industri pengolahan

kayu, serta limbah rumah tangga (Palar,1994).

Selain dari aktivitas manusia, organisme yang hidup di perairan tersebut juga

dapat meningkatkan konsentrasi Mn dan Cu melalui biomagnifikasi.

Biomagnifikasi adalah kemampuan yang dimiliki oleh organisme perairan untuk

meningkatkan konsentrasi bahan pencemar baik dalam bentuk logam atau

persenyawaan kimia beracun lainnya, yang melebihi keseimbangan penyerapan

dalam tubuh organisme tersebut (Gobas et al., 1999).

2. Toksisitas Logam Mn

Mangan adalah kation logam yang memiliki karakteristik kimia serupa dengan

besi. Mangan merupakan nutrien yang esensial bagi tumbuhan dan hewan. Logam

ini berperan dalam pertumbuhan dan proses metabolisme, serta merupakan salah

satu komponen penting pada penggunaan vitamin seperti vitamin B1 yang

(20)

dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat, serta sistem saraf dan proses

reproduksi terganggu (Effendi, 2003). Berdasarkan The Ontario Ministry of The

Environment (2004), diketahui bahwa konsentrasi mangan yang dianjurkan dalam

sedimen adalah 460-1110 ppm.

Akumulasi logam mangan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama

dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf pusat. Efek toksisitas logam

mangan (Mn) antara lain gangguan kejiwaan, perlakuan kasar, kerusakan saraf,

gejala kelainan otak serta tingkah laku yang tidak normal (Palar, 1994).

3. Toksisitas Logam Cu

Dalam jumlah besar tembaga (Cu) dapat menyebabkan rasa yang tidak enak di

lidah, selain dapat menyebabkan kerusakan pada hati (Sutrisno, 2004). Menurut

Haryando Polar (2008), sesuai dengan sifatnya sebagai logam berat beracun, Cu

dapat mengakibatkan keracunan akut dan kronis.

a. Keracunan Akut

Gejala-gejala yang dapat di deteksi sebagai akibat keracunan akut tersebut

adalah adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntahyang terjadi secara

berulang-ulang, dan gejala tersebut berlanjut terjadinya pendarahan pada jalur

gastrointestinal

b. Keracunan Kronis

Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya

penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah terjadi

(21)

pada penderita (Darmono,2001). Berdasarkan The Ontario Ministry of The

Environment (2004), diketahui bahwa konsentrasi tembaga yang dianjurkan dalam sedimen adalah 16-110 ppm.

4. Karakteristik logam Mn dan Cu

Adapun karakterisasi dari logam Mn dan Cu meliputi :

a. Sifat Fisik dan Kimia Mn

Mineral mangan tersebar secara luas dalam banyak bentuk oksida, silikat, dan

karbonat adalah senyawa yang paling umum. Penemuan sejumlah besar

senyawa mangan di dasar lautan merupakan sumber mangan dengan

kandungan 24%, bersamaan dengan unsur lainnya dengan kandungan yang

lebih sedikit.

Kebanyakan senyawa mangan saat ini ditemukan di Rusia, Brazil, Australia,

Afrika Selatan, Gabon, dan India. Rhodokhrosit adalah mineral mangan yang

paling banyak dijumpai. Logam mangan diperoleh dengan mereduksi oksida

mangan dengan natrium, magnesium, aluminum atau dengan proses

elektrolisis. Mangan berwarna putih keabu-abuan, dengan sifat yang keras tapi

rapuh. Mangan sangat reaktif secara kimiawi, dan terurai dengan air dingin

perlahan-lahan. Mangan digunakan untuk membentuk banyak alloy yang

penting. Dalam baja, mangan meningkatkan kualitas tempaan baik dari segi

kekuatan, kekerasan,dan kemampuan pengerasan. Beberapa sifat fisik dari Mn

(22)

Tebel 1. Sifat Fisik Logam Mangan (Mn) (Svehla, 1985)

Nomor atom 25

Densitas (g/cm3) 7.21

Titik lebur (0K) 1519

Titik didih (0K) 2334

Kalor fusi (kJ/mol) 12.91

Kalor penguapan (kJ/mol) 221

Kapasitas panas pada 250C (J/mol.K) 26.32

Energi ionisasi (kJ/mol) 1.55

Jari-jari atom (pm) 140

b. Sifat Fisik dan Kimia Cu

Kuprum atau tembaga (Cu) secara fisik berwarna kuning dan apabila dilihat

menggunakan mikroskop akan berwarna pink kecoklatan sampai keabuan. Cu

termasuk golongan logam, berwarna merah serta mudah berubah bentuk

(Tarigan dkk, 2003). Unsur tembaga di alam, dapat ditemukan dalam bentuk

logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan

atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral. Dalam bidang industri

khususnya industri Industri elektrik merupakan konsumen terbesar unsur ini.

Campuran logam besi dengan tembaga seperti brass dan perunggu sangat penting. Semua koin-koin dan logam senjata hamper seluruhnya mengandung

(23)

persenyawaan ion seperti CuCO3+, CuOH+. Beberapa sifat fisik dari Cu dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat Fisik Logam Cu (Svehla, 1985)

Nomor atom 29

Massa atom 63,546

Densitas (gr/cm3) 8,92

Entalpi penguapan (Kj/mol) 300,5

Titik lebur (0C) 1083

Titik didih (0C) 2595

Massa jenis (gr/ml) 8,94

E. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

1. Prinsip Dasar

Metode analisis dengan SSA (Ellwel and Gidley, 1996; Yuliasari, 2003)

didasarkan pada penyerapan energi cahaya oleh atom-atom netral suatu unsur

yang berada dalam keadaan gas. Penyerapan cahaya oleh atom bersifat

karakteristik karena tiap atom hanya menyerap cahaya pada panjang gelombang

tertentu yang energinya sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi

elektron-elektron dari atom yang bersangkutan ke tingkat yang lebih tinggi,

sedangkan energi transisi untuk masing-masing unsur adalah khas.

Spektrum atom yang karakteristik untuk setiap unsur biasanya terdiri dari

sejumlah garis-garis tertentu, diantaranya terdapat garis-garis resonansi di dalam

(24)

dalam pengukuran, hal ini disebabkan karena kebanyakan atom-atom netral

dihasilkan oleh alat atomisasi yang berada dalam keadaan dasar.

2. Analisis Kuantitatif

Pada dasarnya hubungan antara absorpsi atom dengan konsentrasi di dalam

metode SSA dapat dinyatakan dengan hukum Lambert-Beer, yaitu secara

matematika, persamaannya adalah sebagai berikut:

I = Ioe−

log (II ) = a. b. co

A = a. b. c

Keterangan:

Io : Interaksi Cahaya yang datang (mula-mula)

I : Interaksi cahaya yang ditransmisikan

a : Absorptivitas, yang besarnya sama untuk sistem atau larutan

yang sama (g/L)

b : Panjang jalan cahaya atau tebalnya medium penyerap yang

besarnya tetap untuk alat yang sama (cm)

c : Konsentrasi atom yang mengabsorpsi

A : absorbansi = log Io/I

Berdasarkan persamaan di atas, nilai absorbansi sebanding dengan konsentrasi

(25)

untuk mengetahui konsentrasi cuplikan yang telah diketahui nilai absorbansinya,

yaitu :

(1) cara deret waktu dengan membandingkan nilai absorbansi terhadap kurva

kalibrasi dari standar-standar yang diketahui

(2) cara penambahan standar dengan membandingkan konsentrasi dengan

perpotongan grafik terhadap sumbu dengan konsentrasi dari data absorbansi.

Dalam penelitian ini digunakan Spektrofotometer serapan atom yang prinsip

kerjanya didasarkan pada penyerapan cahaya oleh atom pada panjang gelombang

tertentu yaitu 279,5 nm untuk logam Mn dan 324,7 nm untuk logam Cu.

F. Validasi Metode

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter

tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa

parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya yaitu:

Presisi merupakan ukuran drajat keterulangan dari metode analisis yang

memberikan hasil yang sama pada beberapa pengulangan, dinyatakan simpangan

baku relatif (RSD) dan simpangan baku (SD). Metode dengan presisi yang baik

ditunjukkan dengan simpangan baku relatif (RSD) < 5 % (Christian,1994).

Simpangan baku (SD) dan simpangan baku relatif (RSD) dapat ditentukan dengan

persamaan berikut:

SD = √ ∑ M − M̅n − 2

(26)

SD : Standar Deviasi (simpangan baku)

M : Konsentrasi hasil analisis

N : Jumlah pengulangan analisis

�̅ : konsentrasi rata-rata hasil analisis

RSD = ��

M̅ x %

Keterangan :

RSD : simpangan baku relatif

�̅ : konsentrasi hasil analisis

(27)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober

2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Organik Jurusan

Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung serta Laboratorium Kimia Analitik

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Spektrofotometer Serapan

Atom (SSA) Perkin Elmer 3100 ®, eckmen grab Wildco Wildlife Supply Company, ® orbital shaker gallenhamp®, neraca analitik, botol sampel, kertas

saring, pH-meter, termometer, mortar dan peralatan gelas yang umum digunakan

di laboratorium.

Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel sedimen, HNO3 pekat, HNO3 1 N,

(28)

C. Prosedur kerja

1. Pembuatan Larutan HNO3 1 M

Sebanyak 31,25 mL HNO3 pekat dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL,

kemudian ditambahkan akuades sampai tanda batas meniskus dan dihomogenkan.

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dibagi menjadi dua tahap, diantaranya adalah :

a. Persiapan Pengambilan Sampel

Sebelum melakukan pengambilan sampel, semua wadah dicuci dengan sabun dan

dibilas merata dengan air sampai busanya habis, kemudian dibilas dengan HNO3

1M untuk menghilangkan kontaminasi logam yang menempel dalam wadah

sampel. Proses pengeringan dan penyimpanan dilakukan dalam keadaan tertutup

sampai digunakan (Sulistiani, 2009).

b. Pengambilan Sampel

Sampel sedimen diambil di bagian muara sungai pada 10 titik dengan

pengulangan empat kali. Sedimen diambil dengan menggunakan eckmen grab, kemudian didinginkan sampai proses selanjutnya.

3. Proses Pengambilan Sampel Sedimen

Pengambilan sampel pada sedimen dilakukan sebanyak sepuluh titik seperti pada

(Gambar 2) dengan satu titik tepat di mulut muara dan sembilan titik yang lainnya

(29)

Gambar 1. Eckman Grab Wildco Wildlife Supply Company

Proses pengambilan sampel dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada minggu ke

dua di bulan Maret dan minggu ke tiga di bulan Mei hal ini disebabkan karena

pada saat pengambilan sampel, kondisi iklim di kota Bandar Lampung sedang

mengalami musim badai. Pengambilan sampel pertama dilakukan pada 5 titik

lokasi, yaitu pada titik A, G, H, I, dan J, sedangkan pengambilan sampel yang

kedua dilakukan pada titik B, C, D, E, dan F.

Gambar 2. Lokasi titik pengambilan sampel

A B

E H

C

F

I

G D

(30)

Penentuan titik sampel dilakukan secara Stratified Sampling, yaitu proses

pengambilan sampel yang dilakukan pada titik-titik yang telah ditentukan secara

terstruktur pada pesisir pantai Way Kuala yaitu dengan menggunakan teknologi

google earth yang berfungsi sebagai penghitung jarak dari setiap titik untuk memperoleh ketepatan dalam pengambilan sampel. Penentuan titik sampel

bertujuan untuk mengetahui kandungan sebaran logam berat pada bibir muara

maupun pada pesisir pantai Way Kuala. Perairan pantai Way Kuala merupakan

muara dari sungai Way Kuala yang kualitas airnya sangat dipengaruhi oleh

berbagai kagiatan di sekitar sungai. Pada tiap titik pengambilan sampel dilakukan

pengulangan sebanyak empat kali.

Tabel 3. Penentuan Titik Koordinat dan Letak Geografi Titik Pengambilan Sampel dengan menggunakan teknologi google earth.

Titik Pengambilan

Sampel Lintang Bujur

A 5°27'0.68"Selatan 105°18'4.97"Timur B 5°27'1.07"Selatan 105°18'5.07"Timur C 5°27'1.47"Selatan 105°18'2.66"Timur D 5°27'1.96"Selatan 105°18'1.11"Timur E 5°27'1.44"Selatan 105°18'4.66"Timur F 5°27'2.88"Selatan 105°18'3.98"Timur G 5°27'4.33"Selatan 105°18'3.29"Timur H 5°27'1.45"Selatan 105°18'5.26"Timur I 5°27'2.97"Selatan 105°18'5.85"Timur J 5°27'4.49"Selatan 105°18'6.43"Timur

Keterangan : X° = Titik Koordinat berdasarkan derajat

Y’ = Menandakan Waktu dalam satuan menit

(31)

4. Preparasi Sampel

Sampel yang telah disiapkan kemudian dikeringkan. Proses pengeringan sampel

dilakukan dengan 2 tahap, yaitu tahap pengeringan di bawah sinar matahari

langsung dan tahap ke dua dengan menggunakan oven pada temperatur 120OC.

Kedua tahap proses pengeringan tersebut dilakukan karena sampel sedimen yang

didapatkan banyak mengandung air sehingga dengan dua tahap pengeringan akan

lebih cepat diperoleh sedimen kering. Sedimen yang telah kering selanjutnya

digerus hingga halus kemudian disaring menggunakan ayakan 125 mesh.

Sedimen halus yang didapatkan akan memudahkan proses peleburan (leaching).

Pada penelitian ini proses peleburan dilakukan dengan menggunakan HNO3 pekat

dan akua regia, hal ini dilakukan karena asam nitrat dalam keadaan panas

merupakan oksidator kuat yang dapat melarutkan hampir semua logam dan dapat

mencegah pengendapan unsur serta dapat memutuskan ikatan antara logam

dengan senyawa organik pada sampel. Peleburan sampel sedimen dilakukan pada

suasana asam, yaitu pH berkisar antara 2 sampai 3. Pada pH yang basa kelarutan

logam dalam air kecil sehingga logam cenderung mengendap, berikatan dengan

senyawa organik dan anorganik sehingga perlu dilakukan pengasaman untuk

meningkatkan kelarutan logam dalam air. Setelah dilakukan preparasi sampel,

kemudian filtrat yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer

(32)

Adapun tahapan dalam proses peleburan sampel, yaitu :

a. Peleburan Sampel Untuk Menentukan Kadar Logam Cu

Sedimen basah dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC selama 3 jam kemudian

digerus menggunakan mortar. Petimbang dengan teliti 20 g sedimen yang telah

digerus lalu dimasukkan ke dalam elenmeyer kemudian ditambahkan 25 ml HNO3

pekat dan digoyangkan selama 30 menit, kemudian didiamkan selama 3 jam pada

suhu ruang. Setelah didiamkan selama 3 jam, ditambahkan 100 ml akuades

kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Sisa sedimen pada kertas

saring dicuci dengan 10 ml akuades sebanyak lima kali pengulangan sampai pH

berkisar 2-3. Filtrat yang dihasilkan kemudian diukur dengan SSA untuk

menentukan kadar logam Cu.

b. Peleburan Sampel Untuk Menentukan Kadar Logam Mn

Sedimen basah dikeringkan dalam oven 110 oC hingga diperoleh berat konstan

sebanyak 20 gr sedimen kering ditimbang dengan teliti kemudian digerus

menggunakan mortar, lalu dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian

ditambahkan HCl dan HNO3 dengan perbandingan 3:1 dan total jumlah volume 25

mL sampai pH berkisar antara 2-3 dan digoyangkan selama 30 menit, kemudian

didiamkan selama 3 jam pada suhu ruang. Setelah didiamkan selama 3 jam,

ditambahkan 50 mL akuades kemudian disaring dengan menggunakan kertas

saring. Sisa sedimen pada kertas saring dicuci dengan 5 mL akuades sebanyak

lima kali pengulangan. Filtrat yang dihasilkan kemudian diukur dengan SSA

(33)

5. Penentuan Konsentrasi Logam Mn dan Cu pada Sedimen dengan SSA

Penentuan konsentrasi logam Mn dan Cu pada sampel dilakukan dengan teknik

kurva kalibrasi. Masing-masing konsentrasi standar, serapannya diukur dengan

SSA pada kondisi optimum yang didapat dari manual alat. Grafik kurva standar

tmemberikan korelasi antara Konsentrasi (x) dengan Absorbansi (y). Berdasarkan

persamaan regresi linier tersebut maka konsentrasi dari sampel dapat diketahui:

y : a + bx

Setelah konsentrasi pengukuran diketahui, maka konsentrasi sebenarnya dari Mn

dan Cu dalam sampel kering dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Siaka,

2008) :

M : Creg x V x F

Keterangan :

M : Konsentrasi logam dalam sampel (mg/Kg)

Creg : konsentrasi yang diperoleh dari kurva kalibrasi (mg/L)

V : Volume larutan sampel (mL)

B : Bobot sampel (g)

(34)

6. Validasi Metode

Penelitian mengenai Kajian Sebaran Logam Berat Mn dan Cu pada sedimen di

Muara Sungai Way Kuala Bandar Lampung menggunakan validasi metode

Presisi (ketelitian) yaitu penentuan presisi dilakukan dengan mengukur

konsentrasi sampel dengan 4 kali pengulangan. Absorbansi yang diperoleh,

digunakan untuk menentukan nilai tersebut kemudian ditentukan nilai konsentrasi

(persamaan regresi larutan standar), lalu nilai simpangan baku (SD) dan

simpangan baku relatif (RSD) dapat ditentukan. Metode dengan presisi yang baik

(35)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Konsentrasi logam berat Mn pada semua titik pengambilan sampel masih

berada di bawah baku mutu yaitu pada rentang 113,5736±3,5544 ppm sampai

280,6363±9,798 menunjukkan rendahnya tingkat pencemaran di pesisir

pantai Way Kuala Bandar Lampung.

2. Konsentrasi logam berat Cu pada semua titik pengambilan sampel masih

berada di bawah baku mutu yaitu pada rentang 15,1697±0,95 ppm sampai

27,7989 ±0,0964 ppm menunjukkan rendahnya tingkat pencemaran di pesisir

pantai Way Kuala Bandar Lampung.

3. Konsentrasi logam berat Mn dan Cu tertinggi terletak pada titik A yaitu pada

mulut muara yaitu masing-masing sebesar 280,6363 ± 9,7984 dan 27,7989±

(36)

B. Saran

Penulis menyarankan untuk melakukan analisis logam berat pada air maupun pada

organisme untuk mengetahui tingkat pencemaran sesungguhnya di pesisir pantai

(37)

KAJIAN SEBARAN LOGAM BERAT MANGAN (Mn) DAN TEMBAGA (Cu) PADA SEDIMEN DI PESISIR PANTAI WAY KUALA

BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

YOHANES WIKAN AGUNG NUGROHO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(38)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala

karunia dan rahmat yang berlimpah didalam perjalanan hidup penulis. Berbekal

pengetahuan dan pengalaman penulis mampu menyelesaikan skripsi yang

berjudul

“Kajian Sebaran Logam Berat Mangan (Mn) dan Tembaga (Cu) Pada Sedimen di Perairan Pantai Way Kuala Bandar Lampung”

Dengan segenap jiwa yang dilandasi dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Suharso, Ph.D selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

2. Bapak Andi Setiawan, Ph.D selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung

3. Bapak Diky Hidayat, M.Sc “Orang Tuaku Di kampus” selaku dosen

pembimbing I yang telah bersedia membimbing penulis; memberikan saran dan kritik hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

4. Ibu Ni Luh Gede Ratna Juliasih, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan membimbing penulis, memberikan saran dan kritik pada skripsi yang penulis kerjakan;

(39)

7. Ibu Dian Herasari,M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik atas perhatian dan bimbingan kepada penulis;

8. Seluruh dosen Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung atas ilmu, bimbingan, dan perhatian yang telah di berikan kepada penulis.

9. Bapakku Antonius Suratno, Ibuku hayani Puji Esiwi, dan adikku Andreas Raditya Prabowo atas segala limpahan kasih sayang, doa restu, motivasi, semangat, nasihat, dan dukungan baik moril maupun materil serta pelajaran hidup yang hanya ku dapat dalam keluarga”apa yang tidak mungkin ya bu*just

for my mom*”,,,,,Semangat seorang ibu untuk tetap hidup dan berusaha mendampingi anak-anaknya.

10. Keluarga Besar S.I Soebarjo dan Ngadirun atas segala limpahan kasih sayang, doa restu, nasihat, dan saran.

11. Pak diky Crew Dwi Puji Astuti, Tristian Martika, Clara Citra Remie, Mbak helma, Kak slem untuk bantuan, kesabaran, kecerian, diskusi, saran dan kritik yang telah dicurahkan.

12. Sahabat-sahabatku M. Ishom, Hady N., Septian try, S., Mitra S., Heriyanto, Afriyorawan, Gunadi, Aprian Agung, Yulistiawan, adi firman, Muhlasin dan Sudarmono untuk setiap dukungan dan kebersamaan yang telah kita lalui

“PES 11 We are The best” hahaha…

13. Kawan – kawanku seperjuangan 2007 Analitik : Nurtika kurniati, Refi, Yanti, Anorganik: Mega Dewi, F. S.Si, Halimah, S.Si, Andi yuli, S.Si, Yuni

Rahmania, Dwi F., Murdiyah, Organik : Eka, E. S.Si, Cantik, Astri rahayu, Biokimia : Hade Sastra W.,S.Si,Eka Sulis S., S.Si, Feby D.S., Ika

Purnamasari, S.Si, Putri Amelia, S.Si, Winda,Ratna, Fisik : Gia Yustika, S.Si, Kartika Sari, Riri N.Untuk Setiap dukungan, dan kebersamaan yang telah kita lalui.

14. Sahabat-sahabatku tercinta Dalmasius Andre, Adven Bangun Sihite, dan

(40)

16. Keluarga besar bapak Rahmat yang telah banyak memberi banyak dukungan baik materi maupun moril, saya haturkan terima kasih .

17. Sahabat-sahabatku BOTAK (Sany)terima kasih sebesar-besarnya untuk kapalnya, mas yuli, Mbak Eny, Gepenk, perjalanan luar biasa bersama kalian, next??

18. Sahabat-sahabatku LOWO Community: Pardi, Aden, Timbul, Herdiwan Jupiter N, Dumild, bang nurul, tejo, bayu terima kasih atas segala “jamuannya

selama ini”

19. Bang Yudhi, Bang Toro, Bang beni “Thanks for the last supper”dan semua masukannya.

20. Anak-anak kantin bude Kak Imam,kak slem,kak sony, alan,dhani, yahya terima kasih atas segala kebersamaanya.

21. Kakak-kakak Kimia 2004, 2005, 2006 dan adik-adik kimia 2008, 2009, dan 2010 FMIPA Unila terima kasih atas segala dukungannya.

22. Seluruh karyawan/i Jurusan kimia, Mbak Nora, Bunda (instrument), mbak liza, uni kidas, mas udin, mas nomo, pak man, atas segala bantuannya yang telah diberikan kepada penulis.

23. Untuk kuda besiku yang selama ini menghantarkan aku.

24. Anak-anak Xavete 2004 Rio Patria S.E., Rian Leonardo, Binsar Siregar, Rendi Renaldi, Andi, Juanito gunawan, Tane, Handoko, Heri, Thendy, Roy,

Yauhary, devias, andre joeventus, wilton surya,Dhani terima kasih buat persahabatan yang telah terjalin.

(41)

bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung,2 Februari 2012 Penulis

Gambar

Gambar 2.  Lokasi titik pengambilan sampel
Tabel 3. Penentuan Titik Koordinat dan Letak Geografi Titik Pengambilan       Sampel dengan menggunakan teknologi google earth

Referensi

Dokumen terkait

Sosialisasi prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik GCG serta kebijakan terkait lainnya, seperti corporate values dan corporate behaviours

Untuk mencegah hal tersebut berkelanjutan maka dibutuhkan suatu alternatif dan kerjasama antar warga negara seperti masyarakat dengan pihak kesehatan atau rumah sakit, pihak

penawaran atau penerimaan hadiah, pinjaman, pembayaran, imbalan, atau keuntungan lainnya, yang ditujukan kepada atau diterima dari siapa pun sebagai bujukan untuk

Berdasarkan pada perumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, terdapat pengaruh yang signifikan antara penggunaan smartphone

Berdasarkan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh Universitas Kanjuruhan Malang maka strategi-strategi yang perlu untuk diterapkan oleh

Untuk membangun sikap dan nilai positif di kalangan remaja dalam pencegahan HIV/AIDS perlu adanya sautu metode yang efektif dan salah satunya dapat menggunakan metode

Jenis pekerjaan responden tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan keseimbangan tubuh. Akan tetapi, hal tersebut harus tetap mendapat perhatian karena dari kedua

Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama (Suprijono, 2009). Tekun menghadapi tugas; b). Ulet menghadapi