• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Logam Berat (Hg, Cd, Pb, Cu) pada Ikan Barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan Logam Berat (Hg, Cd, Pb, Cu) pada Ikan Barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

KANDUNGAN LOGAM BERAT (Hg, Cd, Pb, Cu)

PADA IKAN BARAKUDA

Sphyraena jello

(Cuvier, 1829)

DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN TANGERANG

ANDINI NISURAHMAH

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kandungan Logam Berat (Hg, Cd, Pb, Cu) pada Ikan Barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2014

(4)

ABSTRAK

ANDINI NISURAHMAH. Kandungan Logam Berat (Hg, Cd, Pb, Cu) pada Ikan Barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang. Dibimbing oleh SIGID HARIYADI dan MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL.

Ikan merupakan sumber protein hewani yang terkontaminasi logam aktivitas industri. Studi ini dilaksanakan di perairan pesisir Kabupaten Tangerang dengan tujuan menentukan kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, Cu pada insang dan daging ikan barakuda (Sphyraena jello) serta pencemaran logam pesisir Kabupaten Tangerang. Ikan tertangkap di pesisir Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang. Logam berat dianalisis menggunakan metode cold-vapor atomic absorption spectrometric (Hg) dan direct air-acetylene flame (Pb, Cd, Cu). Hasil menunjukkan, bahwa konsentrasi logam tertinggi dari kedua pesisir adalah Pb dan Cu di daging, sedangkan pada insang adalah Cu dan Cd. Konsentrasi Hg sangat rendah di semua contoh. Pencemaran logam di pesisir Kabupaten Tangerang tinggi ditunjukkan dengan faktor konsentrasi Pb yang terakumulasi sedang dalam daging, akumulasi tinggi oleh Cu, dan akumulasi sedang oleh Cu pada insang. Ikan barakuda dari perairan Kronjo dan Cituis telah tercemar Pb, Cd, dan Cu, sehingga perlu pengelolaan limbah.

Kata kunci: logam berat, perairan pesisir, Sphyraena jello, Tangerang

ABSTRACT

ANDINI NISURAHMAH. Heavy metals (Hg, Cd, Pb, Cu) in barracuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) in Coastal Waters of Tangerang Regency. Supervised by SIGID HARIYADI and MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL.

Fish is animals protein-source which commonly contaminated by heavy metals, it has been releasing from industrial activities. A study conducted in Tangerang coastal waters has been aimed to determine the heavy metal Hg, Pb, Cd, Cu concentrations in the gills and muscles of pickhandle barracuda (Sphyraena jello) and metal pollution in Tangerang coastal waters. The samples were collected from Kronjo and Cituis, Tangerang Regency. Heavy metals were analyzed with cold-vapor atomic absorption spectrometric (Hg) and direct air-acetylene flame method (Pb, Cd, Cu). The results showed that the highest metal concentrations from Kronjo and Cituis were Pb and Cu in the muscles, whereas Cu and Cd in the gills. Hg concentration in all samples were lower one. Metal pollution in Tangerang coastal waters were indicated by concentration factor of Pb which had a medium accumulative in muscle, high accumulation of Cu, and medium accumulation of Cd in gills. Barracuda from Kronjo and Cituis had been polluted by Pb, Cd, and Cu, so it needs waste management.

(5)

ANDINI NISURAHMAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

KANDUNGAN LOGAM BERAT (Hg, Cd, Pb, Cu)

PADA IKAN BARAKUDA

Sphyraena jello

(Cuvier, 1829)

(6)
(7)

Judul skripsi : Kandungan Logam Berat (Hg, Cd, Pb, Cu) pada Ikan Barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang

Nama : Andini Nisurahmah NIM : C24100082

Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc Pembimbing I

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kandungan Logam Berat (Hg, Cd, Pb, Cu) pada Ikan Barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) di Perairan Pesisir Kabupaten Tangerang”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana perikanan pada Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1 Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi kepada Penulis.

2 Penelitian yang pembiayaannya bersumber dari PT Kapuk Naga Indah berkerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) dan Departemen Manajemen Sumber daya Perairan. 3 Prof Dr Ir Sulistiono, MSc selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan motivasi selama perkuliahan.

4 Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc serta Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, nasehat dan saran untuk Penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.

5 Dr Ir Etty Riani, MS selaku penguji tamu dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.

6 Keluarga: Bapak Sihabudin dan Ibu Eli Herliani yang telah memberikan banyak motivasi, doa, dan dukungan kepada Penulis baik moril maupun materil.

7 Tim proyek Tangerang: Bapak Aris, Bapak Zulmi, Bapak Adang, Fani, Nina, Runi, Inggar, Anissa, Serli, Ardhito, Lusita, Wedhiningtyas, Febi, dan Akrom atas kerjasama selama penelitian di lapangan.

8 Sahabat Penulis dari MSP angkatan 47 (Nissa, Nurul, Runi, dan Maida), HIMASURYA, Asrama TPB 2010, Pengurus Bina Desa BEM KM IPB 2011, dan Peserta MST 2014 atas semangat, dukungan, dan doa kepada Penulis.

Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kerangka Pemikiran 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

METODE 3

Waktu dan Lokasi Penelitian 3

Pengumpulan Data 4

Analisis Logam Berat (Hg, Cd, Pb, dan Cu) 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Hasil 7

Pembahasan 11

KESIMPULAN DAN SARAN 14

Kesimpulan 14

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil tangkapan ikan barakuda (Sphyraena jello) di perairan pesisir

Kabupaten Tangerang 5

2 Banyaknya, total bobot daging dan insang, panjang dan bobot tubuh rata-rata Sphyraena jello yang dibedah sebelum dikomposit 5

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir kerangka pemikiran kandungan logam berat Hg, Cd, Pb, dan Cu pada Sphyraena jello di pesisir Kabupaten Tangerang 2 2 Lokasi pengambilan contoh ikan barakuda di perairan pesisir

Kabupaten Tangerang 3

3 Contoh ikan barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) berukuran 28

cm yang tertangkap di lokasi studi 4

4 Kandungan logam berat dalam contoh daging ikan barakuda di pesisir

Kronjo dan Cituis 8

5 Kandungan logam berat dalam contoh insang ikan barakuda di pesisir

Kronjo dan Cituis 8

6 Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam daging terhadap konsentrasi logam dalam air di perairan Kronjo 9 7 Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam insang terhadap

konsentrasi dalam air di perairan Kronjo 10

8 Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam daging terhadap

konsentrasi dalam air di perairan Cituis 10

9 Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam insang terhadap

konsentrasi dalam air di perairan Cituis 10

10 Konsentrasi logam berat pada air di perairan pesisir Kronjo dan Cituis,

Kabupaten Tangerang 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Posisi pengambilan contoh ikan barakuda (Sphyraena jello) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang serta jumlah yang didapatkan

tiap tarikan 19

2 Kandungan logam berat dalam contoh daging ikan barakuda di pesisir

Kronjo 19

3 Maximum tolerable intake (MTI) ikan barakuda yang mengandung

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Aktivitas manusia menimbulkan pencemaran logam berat di lingkungan laut. Hutagalung (1984) menyatakan bahwa logam berat merupakan unsur-unsur yang memiliki berat jenis lebih dari 5 g/cm3, memiliki daya hantar listrik, dan panas yang tinggi. Logam berat menjadi toksik jika berakumulasi dengan jumlah yang banyak. Logam berat pada umumnya berasal dari limbah industri. Berdasarkan data BPS pada tahun 2012, tercatat sebanyak 119 industri dan 28 industri bergerak pada sektor logam di Kabupaten Tangerang. Jenis industri logam tersebut adalah industri plastik, baterai, peleburan dan pembuatan barang dari logam. Seluruh kegiatan industri tersebut pada umumnya membuang limbah Pb (Kersten et al. 1997; Nakashima et al. 2011). Sisa pengelolaan limbah industri sebagian besar dibuang ke perairan sekitar sungai hingga bermuara ke laut. Sungai yang bermuara ke pesisir Kabupaten Tangerang adalah Sungai Cipasilian, Cidurian, Cimanceuri (Kronjo), Cirarab, Anak Cisadane (Cituis), dan Cisadane (Tanjung Pasir).

Ada beberapa kegiatan manusia yang berpotensi menghasilkan logam berat yang masuk ke wilayah pesisir Kabupaten Tangerang. Sumber utama logam berat dari wilayah daratan adalah aktivitas industri, bahan bakar kendaraan bermotor, air lindi dari sampah pemukiman sebagai sumber Pb dan Cd, galangan kapal sebagai sumber Hg dan Cu, dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU 3 Banten) berbahan bakar batu bara di Kecamatan Kronjo sebagai sumber Cd. PLTU terletak dekat dengan pesisir. Sumber aktivitas dari perairan adalah pengoperasian 2671 kapal motor (in boat) (BPS 2013).

Seluruh kegiatan tersebut menyebabkan peningkatan konsentrasi logam dalam air. Konsentrasi logam yang meningkat menyebabkan gangguan pada biota, khususnya ikan, baik jaringan maupun tingkah laku. Mukhtasor (2007) menyatakan, bahwa urutan toksisitas logam pada 48 H-LC50 dari paling tinggi ke rendah terhadap ikan adalah merkuri (Hg2+), kadmium (Cd2+), timbal (Pb2+), dan tembaga (Cu2+). Logam dapat masuk ke tubuh ikan melalui tiga cara, yaitu ingesti makanan, perpindahan ion logam terlarut yang melewati membran lipofilik, dan adsorpsi pada permukaan membran (Squadron et al. 2013). Logam dari perairan masuk ke tubuh organisme mengalami proses pengendapan dan terakumulasi dalam jaringan (Syakti et al. 2012). Ikan barakuda (Sphyraena jello) berpotensi dalam menyerap logam berat melalui rantai makanan dan air karena logam hampir selalu ditemukan dalam air, walaupun secara alami konsentrasi logam dalam jumlah relatif rendah (Ogoyi et al. 2011).

Ikan barakuda dapat digunakan sebagai bioindikator karena bersifat karnivora yang memakan ikan-ikan kecil (Hosseini 2009). Ikan predator dalam rantai makanan dapat mengakumulasi lebih banyak logam berat (Darmono 1995). Ikan barakuda hidup di teluk dan terumbu karang (FAO 2001). Mereka pada umumnya tertangkap di perairan pesisir dangkal dan estuari, sehingga ditemukan di pesisir perairan Kabupaten Tangerang (FAO 1974).

(12)

2

manusia yang mengonsumsi organisme tersebut. Ikan barakuda merupakan salah satu sumber protein di pesisir Kabupaten Tangerang yang dikonsumsi sebagai ikan asin. Sebagian besar ikan barakuda mampu menyerap logam dalam bentuk kation di kolom air ke dalam sistem biologi organisme tersebut dan berbahaya bagi makhluk hidup yang mengonsumsinya (Allen 1993 in Riani 2012). Uraian tersebut menjelaskan studi diperlukan untuk menentukan kandungan logam Pb, Cd, Hg, dan Cu pada ikan barakuda (Sphyraena jello) di daerah perairan pesisir Kabupaten Tangerang dan menentukan pencemaran logam pesisir Kabupaten Tangerang melalui bioakumulasi logam berat pada insang dan daging.

Kerangka Pemikiran

Pesisir Kabupaten Tangerang menerima limbah dari 119 industri yang aktif berproduksi (BPS 2013). Hal ini menyebabkan Tangerang menerima banyak limbah logam berat yang bermuara di wilayah pesisir. Limbah logam tersebut akan mempengaruhi kualitas air pesisir Kabupaten Tangerang. Kekhawatiran mengenai pencemaran logam berat semakin meningkat karena adanya akumulasi logam dalam tubuh biota (Bargagli et al. 1998; Bashir 2013). Paparan logam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen bagi beberapa organ (Hites et al. 2004 in Sasa et al. 2012). Oleh sebab itu, penelitian mengenai kandungan logam berat pada ikan barakuda (Sphyraena jello) perairan Tangerang perlu dilakukan. Perumusan masalah logam berat pada ikan barakuda ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran kandungan logam berat Hg, Cd, Pb, dan Cu pada Sphyraena jello di pesisir Kabupaten Tangerang

Kandungan logam berat (Hg, Cd, Pb, Cu) pada Sphyraena jello

Efek biologis ikan Sphyraena jello (Faktor Biokonsentrasi) Analisis logam berat Pb,Cd,Cu, dan Hg pada insang dan daging ikan barakuda (Sphyraena jello) Limbah industri, limbah

domestik, kegiatan perikanan, galangan kapal, dan sebagainya.

(13)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan logam berat pada ikan barakuda (Sphyraena jello) dan tingkat pencemaran logam pesisir Kabupaten Tangerang melalui bioakumulasi logam berat pada insang dan daging.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi akumulasi logam berat pada ikan konsumsi sehingga perairan tersebut dapat dikelola terhadap cemaran limbah logam. Penelitian ini menginformasikan pentingnya mengetahui bahaya makanan yang mengandung logam berat.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan perairan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Lokasi penelitian dibagi menjadi 3 subwilayah, yaitu Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir dengan 5 kali tarikan trawl sebagai ulangan seperti pada Gambar 2. Ikan barakuda hanya tertangkap pada subwilayah Kronjo dan Cituis.

Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh ikan barakuda di perairan pesisir Kabupaten Tangerang

(14)

4

2013. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Biomakro 1 Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan dan Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer meliputi pengambilan contoh ikan di perairan pesisir menggunakan perahu nelayan. Lokasi pengambilan sejajar dengan garis pantai yang merupakan kewenangan kabupaten yaitu empat mil dari garis pantai ke arah laut lepas berdasarkan ketentuan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Pengambilan contoh mewakili wilayah yang dekat lokasi buangan limbah. Masing-masing perairan pesisir Kronjo dan Cituis diambil lima kali tarikan mid water trawl sebagai ulangan. Trawl ditarik dengan kecepatan 1,3-1,6 m/s sesuai koordinat selama satu jam. Ukuran mata jaring yang digunakan adalah 2 inchi (body) hingga 1 inchi (cod end) dengan panjang jaring adalah 45 meter. Setiap hasil tangkapan trawl disortir dan hanya ikan barakuda Sphyraena jello yang diambil.

Klasifikasi ikan barakuda seperti yang diinformasikan dalam Bailly (2014) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Subordo : Scombroidei Famili : Sphyraenidae Genus : Sphyraena

Spesies : Sphyraena jello (Cuvier, 1829)

Nama Lokal : Alu-alu, senuk, barakuda (Schuster dan Djajadireja 1952)

Gambar 3 Contoh ikan barakuda Sphyraena jello (Cuvier, 1829) berukuran 28 cm yang tertangkap di lokasi studi

Panjang ikan diukur terlebih dahulu menggunakan penggaris dengan nilai satuan terkecil 1 mm. Kemudian ikan contoh dimasukkan ke dalam plastik klip, diberi label, dan diletakkan di coolbox. Rincian banyaknya hasil tangkapan serta panjang rata-rata ikan barakuda ditunjukkan pada Tabel 1.

(15)

Tabel 1 Hasil tangkapan ikan barakuda (Sphyraena jello) di perairan pesisir Ikan barakuda tertangkap di perairan pesisir Kronjo dan Cituis dengan ukuran 8,4-28,6 cm diduga dalam fase juvenil. Ikan barakuda termasuk dalam ikan predator pelagis yang tersebar di seluruh perairan dangkal, yaitu teluk dan terumbu karang dengan kedalaman 100 m atau lebih, memiliki dimensi panjang total maksimum 125 cm, namun panjang pada umumnya mencapai 80 cm (FAO 2001) dengan berat maksimum yang pernah terukur adalah 48 kg (106 lbs) (Bailey et al. 2001). S. jello pada umumnya tertangkap cukup jauh dari inshore area (Premalatha dan Manojkumar 1990). Ikan barakuda banyak tertangkap di perairan Kronjo dibandingkan dengan perairan Cituis. Ikan barakuda yang didapatkan dari perairan Kronjo merupakan satu kelompok umur. Kelompok umur tersebut didapatkan melalui sebaran frekuensi panjang total yang menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan dari pengambilan contoh kedua (Juni) ke pengambilan contoh ketiga (Agustus). Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kisaran panjang total ikan yang tertangkap.

Analisis Logam Berat (Hg, Cd, Pb, dan Cu)

Contoh ikan barakuda (Sphyraena jello) disortir kembali dengan asumsi ukuran panjang yang seragam pada setiap bulannya. Bobot total ikan diukur menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,0001 gram. Ikan contoh dicuci dengan air bersih, kemudian ikan dibedah menggunakan alat bedah steril. Data logam dalam ikan diambil dari bagian insang dan daging. Banyaknya daging dan insang yang dibedah untuk dianalisis ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Banyaknya, total bobot daging dan insang, panjang dan bobot tubuh rata-rata Sphyraena jello yang dibedah sebelum dikomposit

(16)

6

Logam berat pada daging dan insang barakuda dianalisis secara komposit (dicampur) karena contoh insang yang tersedia tidak mencukupi untuk analisis per individu. Daging dan insang yang dibutuhkan lebih kurang sebanyak 10 gram berat basah. Bobot contoh yang kurang dari 10 gram, seperti bobot insang yang hanya 4,9167 dan 7,0972 gram dianalisis sejumlah bobot tersebut. Kemudian contoh diberi label untuk mencegah ikan contoh tertukar. Analisis logam berat dilakukan sesuai dengan APHA, AWWA, WEF (2012). Contoh yang tidak langsung dianalisis disimpan pada lemari pendingin (freezer) suhu di bawah 4 oC sebelum digunakan kembali (Alinnor 2010).

Penentuan logam berat pada biota dilakukan sesuai metode nitric acid-perchloric acid digestion. Prinsip metode ini adalah unsur logam dalam contoh dioksidasi secara sempurna oleh asam sehingga logam tersebut dalam keadaan terlarut. Proses ini disebut proses preparasi atau destruksi.

Analisis kandungan logam berat Cd, Pb, dan Cu pada contoh dilakukan dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) sesuai dengan metode direct air-acetylene flame. Panjang gelombang yang digunakan untuk Cd, Pb, dan Cu berturut-turut adalah 228,8 nm, 283,3 nm, dan 324,7 nm. Metode yang digunakan untuk logam Hg adalah cold-vapor atomic absorption

spectrometric method dengan panjang gelombang 253,7 nm (APHA, AWWA,

WEF 2012).

Analisis Data

Faktor biokonsentrasi

Nilai akumulasi logam pada organisme dapat diketahui dengan perhitungan faktor biokonsentrasi (van Esch 1977 in Suprapti 2008). Faktor biokonsentrasi adalah nisbah konsentrasi rata-rata dari suatu bahan kimia uji yang terukur di dalam air (Tahir 2012):

Faktor Biokonsentrasi (FK) = Konsentrasi logam pada ikan (mg/kg)

Konsentrasi logam pada air (mg/L)

Menurut van Esch (1977) in Suprapti (2008), terdapat 3 kategori faktor konsentrasi, yaitu tingkat akumulasi rendah (<100), tingkat akumulasi sedang (100-1000), dan tingkat akumulasi tinggi (>1000). Konsentrasi logam dalam ikan dan air yang memiliki nilai di bawah limit deteksi (LOD), seperti logam Cd kurang dari 0,005 mg/kg diasumsikan memiliki konsentrasi setengah dari limit deteksi tersebut adalah 0,003 mg/kg. Nilai konsentrasi tersebut digunakan untuk perhitungan FK.

Analisis deskriptif

(17)

ikan yang dapat dikonsumsi berdasarkan WHO adalah 2,0–3,0 mg/kg (Khalifa 2010).

Batas aman logam berat pada manusia

Konsentrasi logam dalam ikan barakuda juga dibandingkan dengan PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake) dari JEFCA (FAO/WHO 2011). PTWI merupakan batas aman untuk mencegah keracunan logam. Nilai baku mutu konsumsi mingguan logam yang ditoleransi tubuh untuk logam Cd sebesar 0,007 mg/kg berat badan (bb), logam Hg sebesar 0,005 mg/kg bb, logam Pb yang ditoleransi tubuh sebesar 0,025 mg/kg bb, sedangkan PMTDI (Provisional Maximum Tolerable Daily Intake) logam Cu sebesar 0,05-0,5 mg/kg bb.

Batas maksimum daging yang dapat dikonsumsi menggunakan perhitungan

maximum tolerable intake (MTI) (Türkmen et al. 2008). Pembatasan dilakukan

dengan asumsi konsumsi daging ikan per minggu oleh orang dewasa sebesar 252 g dan asumsi rata-rata berat badan orang dewasa Indonesia adalah 60 kg (Rantetampang dan Mallongi 2014). Dugaan PTWI dibandingkan dengan tetapan PTWI dari JEFCA. Berikut rumus batas maksimum mingguan konsumsi.

MTI = PTWI mg kg

-1 × Berat Badan (kg)

Konsentrasi (mg kg-1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Konsentrasi logam berat dalam daging ikan barakuda

Bagian tubuh ikan barakuda terbesar adalah daging dengan persentase hasil rendemen tertinggi, yaitu 51,07 %. Rendemen merupakan parameter penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu bahan baku (Pradana 2013). Bioakumulasi logam berat terhadap jaringan tubuh ikan terbesar hingga terkecil secara berurutan terdapat pada hati, ginjal, insang, dan daging (Darmono 1995). Konsentrasi logam ditunjukkan Gambar 4.

(18)

8

Gambar 4 Kandungan logam berat dalam contoh daging ikan barakuda di pesisir Kronjo dan Cituis

Konsentrasi logam berat dalam insang ikan barakuda

Konsentrasi logam berat pada bagian insang bervariasi. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor. Distribusi elemen logam berdasarkan organ dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah hati, insang, dan daging (Mathana 2012). Maksimum akumulasi logam terdeteksi pada insang sebagai jaringan terjadinya kontak langsung dengan media ambien dan jaringan utama untuk pergerakan air masuk (Shukla 2005).

Kandungan logam berat tertinggi dalam insang adalah Cu sebesar 136,75 mg/kg, sedangkan logam terbesar kedua adalah Pb sebesar 2,42 mg/kg pada bulan pertama pengambilan (April). Kedua konsentrasi logam tertinggi tersebut diambil dari wilayah pesisir Kronjo. Kandungan logam berat tertinggi pada wilayah Cituis adalah Cd sebesar 0,368 mg/kg (Gambar 5). Kandungan logam Hg sangat rendah pada semua contoh insang.

Gambar 5 Kandungan logam berat dalam contoh insang ikan barakuda di pesisir Kronjo dan Cituis

Konse

ntra

si

(mg/kg)

Konse

ntra

si

(mg/kg)

Kronjo

Pengambilan contoh

Kronjo Cituis

Pengambilan contoh

(19)

Faktor biokonsentrasi

Faktor biokonsentrasi merupakan suatu ukuran nilai kemampuan biota air dalam mengambil bahan pencemar langsung dari lingkungan di sekitarnya. Faktor biokonsentrasi yang didapatkan bervariasi untuk setiap logam di setiap waktu pengambilan contoh.

Ikan barakuda di perairan Kronjo bulan April dan Agustus didapatkan dengan ukuran panjang rata-rata yang seragam, yaitu 21,5 dan 22,2 cm. Pada panjang rata-rata ikan yang seragam tersebut terdapat perbedaan konsentrasi yang cukup jauh pada beberapa logam. Akumulasi logam Pb pada bulan April di daging ikan barakuda Kronjo tergolong terakumulasi sedang, sedangkan akumulasi Cd dan Cu tergolong rendah. Logam Cu pada bulan Agustus termasuk dalam logam yang sifat akumulasinya sedang, sedangkan kedua logam lainnya bersifat rendah pada bagian daging (Gambar 6).

Akumulasi logam dari air ke dalam insang ikan barakuda dari pesisir Kronjo juga bervariasi (Gambar 7). Hasil tersebut menggolongkan Cd dan Cu pada insang ikan di bulan Agustus memiliki sifat akumulasi sangat tinggi. Faktor biokonsentrasi insang barakuda Kronjo di bulan April untuk logam Pb, Cd, dan Cu berturut-turut adalah 384, 5, dan 239. Hasil tersebut menggolongkan logam Pb dan Cu memiliki sifat akumulasi sedang.

Gambar 8 menunjukkan sifat akumulasi semua logam pada daging ikan barakuda Cituis adalah rendah. Faktor biokonsentrasi daging untuk logam Pb, Cd, dan Cu berturut-turut adalah 2, 5, dan 41. Insang ikan barakuda di perairan Cituis untuk logam Pb dan Cu memiliki sifat akumulatif yang rendah dengan nilai faktor biokonsentrasi sebesar 2 dan 37 (Gambar 9), namun faktor biokonsentrasi logam Cd insang ikan barakuda Cituis bersifat akumulatif sedang berbeda dari kedua logam lainnya. Faktor biokonsentrasi logam yang besar mengindikasikan ketersediaan logam yang lebih besar di lingkungan (Wiener dan Giesy 1979). Secara umum, logam terakumulasi tinggi pada bagian daging maupun insang ikan yang berasal dari perairan pesisir Kronjo. Faktor biokonsentrasi tampak pada Gambar 6 sampai 9.

Gambar 6 Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam daging terhadap konsentrasi logam dalam air di perairan Kronjo

(20)

10

Gambar 7 Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam insang terhadap konsentrasi dalam air di perairan Kronjo

Panjang rata-rata (cm)

Gambar 8 Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam daging terhadap konsentrasi dalam air di perairan Cituis

Panjang rata-rata (cm)

Gambar 9 Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam insang terhadap konsentrasi dalam air di perairan Cituis

(21)

Konsentrasi logam di air

Kandungan logam berat Hg, Cd, Pb, dan Cu di dalam air tampak tidak terdapat perbedaan yang signifikan antarlokasi. Konsentrasi Hg, Cd, dan Cu di dalam air belum melewati batas maksimal yang dipersyaratkan oleh baku mutu air laut, sedangkan konsentrasi logam Pb di Cituis telah melewati baku mutu Kepmenlh RI No. 51 Tahun 2004 sebesar 0,008 mg/L (KLH 2003).

Logam Pb mendominasi pencemaran logam di kedua pesisir, baik Kronjo maupun Cituis. Rata-rata konsentrasi logam Pb di pesisir Kronjo dari dua kali pengambilan contoh adalah 0,007 mg/L dan pesisir Cituis rata-rata sebesar 0,011 mg/L. Konsentrasi logam Cd di air rendah dengan kisaran dibawah 0,001 mg/L. Logam Pb mengalami peningkatan konsentrasi dari bulan April hingga bulan Agustus, namun berbeda dengan logam Cu yang mengalami penurunan. Distribusi logam berat Pb semakin tinggi ke arah Cituis. Hasil pengukuran rata-rata logam berat menunjukkan nilai yang relatif rendah, seperti yang disajikan pada Gambar 10.

Sumber utama Pb adalah dari alam berupa debu yang tertiup angin dan debu vulkanik. Sumber lainnya adalah lead alkyls pada bahan bakar minyak (Syakti et al. 2012). Kandungan logam berat Pb telah melewati batas maksimum yang telah ditentukan, sehingga dapat diindikasikan perairan ini telah tercemar oleh logam berat timbal. Logam berat dalam air mengalami proses pengenceran dengan adanya pengaruh pola arus pasang surut. Rendahnya kadar logam dalam air laut, bukan berarti bahan cemaran tidak berdampak negatif terhadap perairan (Rochyatun dan Kaisupy 2006).

Gambar 10 Konsentrasi logam berat pada air di perairan pesisir Kronjo dan Cituis, Kabupaten Tangerang

Pembahasan

(22)

12

senyawa garam yang ada di air dapat diserap oleh jaringan hewan air. Ion tersebut kemudian bersenyawa dengan protein jaringan dan tertimbun. Timbunan senyawanya disebut metalotionein yang menyebabkan efek toksik. Logam yang ada di hati tidak semuanya terdetoksifikasi. Logam berat yang tidak terdetoksifikasi akan beredar ke seluruh tubuh dan juga berikatan sangat kuat dengan gugus sulfhidril (Riani 2012). Ikan barakuda merupakan salah satu organisme karnivora yang mampu mengakumulasi logam berat. Organisme yang berada pada rantai makanan paling tinggi memiliki kadar logam berat yang lebih

tinggi daripada organisme di bawahnya (Darmono 1995). Logam berat yang memiliki konsentrasi tertinggi pada daging ikan barakuda

di Kronjo dan Cituis, secara berturut-turut adalah Pb dan Cu (Gambar 6). Akumulasi logam tersebut didapatkan dari makanan (Vijayakumar et al. 2011). Ikan barakuda memakan ikan-ikan kecil, seperti Chelon subviridis dan Tenuola

ilisha (Hosseini 2009). Ikan piscivores dapat mengakumulasi logam lebih besar

daripada planktivores (Yi et al. 2008). Barakuda juga memiliki kemampuan bergerak aktif sehingga berpotensi memperoleh makanan dari wilayah yang tercemar logam sangat tinggi. Konsentrasi logam berat Pb perairan pesisir Kabupaten Tangerang lebih tinggi daripada konsentrasi kedua logam lainnya (Gambar 10).

Ikan barakuda yang tertangkap di Kronjo diduga juga memakan biota dari perairan Cituis dan sebaliknya. Konsentrasi logam Pb tinggi di kedua lokasi perairan terjadi karena terdapat aktivitas kapal motor (in boat) di pesisir serta aktivitas kendaraan motor dari daratan. Residu bahan bakar motor mengandung Tetra Ethyl Lead (TEL) sebagai salah satu penyumbang limbah logam Pb (Syakti et al. 2012). Sumber cemaran logam Pb lainnya diduga dari buangan air tawar kegiatan industri (Kersten et al. 1997). Logam Pb di perairan Cituis menunjukkan konsentrasi yang sangat tinggi dan lebih tinggi dibandingkan di Kronjo karena perairan ini merupakan muara dari anak Sungai Cisadane yang melintasi Kota Tangerang (Simbolon et al. 2014).

Gambar 4 menyatakan bahwa kandungan logam berat Pb pada daging di bulan April telah melewati baku mutu konsumsi yang ditetapkan BSN (2009). Akumulasi logam Pb cukup membahayakan kesehatan manusia (van Ootsdam et

al. 1999 in Dalman 2006). Logam Pb dapat menyebabkan keterlambatan

perkembangan fisik dan mental pada anak-anak, peningkatan tekanan darah orang dewasa, serta berpotensi menyebabkan kanker ataupun penyakit ginjal (Weiner 2008). Akumulasi Pb dalam tubuh ikan juga mengakibatkan perubahan sistem pernapasan, serta abnormalitas neuronal dan otot. Di samping itu juga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan ikan (Sorensen 1991).

(23)

akumulasi terakhir logam dalam tubuh (Nussey et al. 2006; Mathana et al. 2012). Al-Weher (2008) in Nurrachmi et al. (2011) juga menyatakan bahwa daging bukan merupakan jaringan aktif dalam mengakumulasi logam berat dan bukan termasuk sistem peredaran darah yang mengangkut kandungan logam yang tinggi..

Logam berat yang memiliki konsentrasi tertinggi pada insang ikan barakuda di Kronjo dan Cituis secara berturut-turut adalah Cu dan Cd. Konsentrasi Cu telah melebihi baku mutu konsumsi yang telah ditetapkan BSN (2009), sedangkan konsentrasi Cd tidak melebihi baku mutu. Faktor biokonsentrasi logam Cu dalam insang juga bersifat akumulasi tinggi, namun pada umumnya bagian insang tidak dikonsumsi. Menurut Varansi dan Gmur (1978) in Sorensen (1991) akumulasi logam tertinggi terjadi pada insang untuk ikan pelagis.

Insang merupakan jaringan tempat terjadinya kontak langsung dengan media ambien dan jaringan utama untuk pergerakan air masuk (Shukla 2005). Insang dapat dijadikan sebagai indikator karena tempat konsentrasi meningkat pada awal paparan sebelum memasuki bagian lain dari tubuh (Bashir et al. 2013). Selain itu, menurut Nussey et al. (2006) menyatakan insang melakukan kontak langsung dengan lingkungan sebagai sebuah ion detektor dan regulasi osmosis, sehingga dapat terpapar logam lebih cepat dan lebih tinggi. Transportasi ion logam selanjutnya diangkut melalui aliran darah ke hati. Organ dengan kandungan logam yang tinggi selanjutnya adalah hati dan ginjal (Darmono 1995). Hati merupakan tempat terjadinya detoksifikasi dan tempat penyimpanan. Semakin banyaknya logam berat yang harus didetoksifikasi menyebabkan sel-sel hati bekerja keras untuk melakukan fungsinya dan terjadi perubahan ukuran yang menyebabkan volume sel lebih kecil daripada volume sel normal (Khalil 2013). Ginjal merupakan tempat terjadinya proses ekskresi. Shukla et al. menyatakan hati merupakan tempat akumulasi logam tertinggi kedua setelah insang, namun ginjal merupakan organ target terpenting dalam akumulasi logam setelah insang. Akumulasi logam bergantung pada jenis logam dan spesiesnya.

Konsentrasi Cu dalam tubuh hewan vertebrata memiliki banyak fungsi, namun akumulasi yang berlebihan juga dapat menyebabkan kerusakan fungsi kemoreseptor (Lorz et al. 1976 in Sorensen 1991). Paparan Cu pada ikan dapat mengubah lamella insang. Cu juga dapat mengganggu aktivitas enzimatik dari struktural sel (Sorensen 1991). Efek lain akumulasi logam berat yang melebihi baku mutu dapat memberi dampak negatif pada sistem reproduksi berupa malformasi ikan hingga biota tersebut tidak dapat mempertahankan hidupnya (Riani 2012). Logam Cu masuk ke laut melalui buangan limbah industri dan pengecatan anti fouling pada kapal (Mukhtasor 2007). Nugroho (2012) menyatakan bahwa di wilayah Kronjo terdapat aktivitas galangan kapal.

Hasil konsentrasi logam berat tersebut merupakan hasil komposit dari sebagian kecil contoh yang didapatkan di pesisir Kabupaten Tangerang. Hal ini karena keterbatasan contoh yang tersedia di alam. Contoh sebaiknya dianalisis tiap individu karena setiap individu ikan memiliki kemampuan penyerapan dan ekskresi yang berbeda (Phillips 1980 in Connell dan Miller 1995).

(24)

14

kimiawi yang berbeda-beda dari setiap logam yang akan diserap dan diekskresikan dengan perbedaan kecepatan yang besar (Phillips 1980 in Connell dan Miller 1995). Retensi pencemar oleh makhluk hidup yang berbeda lebih bergantung pada perbedaan laju metabolisme dan pengeluaran (Moriarty 1975 in Connell dan Miller 1995). Akumulasi logam pada ikan bergantung pada lokasi, kebiasaan makan, tropik level, umur, ukuran, lama terpapar logam, dan aktivitas regulasi homeostatis pada ikan (Sankar et al. 2006 in Ashraf et al. 2012).

Faktor biokonsentrasi logam pada ikan barakuda yang tertangkap pada bulan April dan Agustus berbeda. Ukuran panjang total rata-rata ikan yang tertangkap seragam, namun memiliki perbedaan akumulasi logam. Hal ini disebabkan pola migrasi ikan barakuda. Ikan barakuda merupakan ikan pelagis yang hidup di wilayah dekat mangrove sebagai nursery ground dan sekitar pesisir saat juvenil (Premalatha dan Manojkumar 1990; El-Regal dan Ibrahim 2014). Ikan barakuda juga ditemukan di ekosistem terumbu karang. Perairan terbuka merupakan tempat memijah ikan barakuda (Bosire et al. 2012).

Menurut Khaisar (2006) menyatakan ikan dengan genus yang sama, yaitu Sphyraena barracuda di Teluk Jakarta dapat mengakumulasi Pb sebesar 3,226 mg/kg dan logam Cd sebesar 0,103 mg/kg dalam organ insang. Penelitian genus Sphyraena di Teluk Jakarta tersebut menunjukkan konsentrasi lebih besar dibandingkan konsentrasi logam dalam penelitian S. jello di pesisir Kabupaten Tangerang. Konsentrasi logam berat pada ikan berhubungan dengan beberapa faktor, seperti kebiasaan makanan, perilaku mencari makan organisme, status tropik, sumber dari logam tertentu, jarak organisme dari sumber kontaminan, ketersediaan makanan, suhu, transportasi logam melewati membran, tingkat metabolisme hewan, sifat fisik dan kimia air, akumulasi logam berat dalam tubuh ikan, dan kapasitas adaptasi ikan untuk berat beban logam (Obasohan 2008).

Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, menyebabkan bahaya kesehatan yang serius (Raja et al. 2009). Salah satu cara untuk membatasi konsumsi maksimum mingguan S. jello yang mengandung logam berat Hg, Cd, Pb, dan Cu adalah menggunakan perhitungan MTI (Lampiran 3). Dugaan konsumsi masyarakat terhadap daging ikan di pesisir Tangerang dalam studi ini masih aman dikonsumsi karena konsentrasi rata-rata dari masing-masing wilayah tidak melebihi baku mutu PTWI untuk orang dewasa dengan asumsi bobot 60 kg, namun daging ikan barakuda dapat dikonsumsi dalam batas tertentu, yaitu maksimal 6,5 kg/minggu atau 150 individu ikan barakuda dengan bobot rata-rata 43 gram per individu. Batas tersebut diperoleh dari nilai terkecil dalam perhitungan sebagai unsur kehati-hatian.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(25)

Konsentrasi logam Hg dalam daging maupun insang di kedua lokasi perairan terdeteksi sangat rendah. Pencemaran logam telah terjadi di perairan Tangerang yang ditunjukkan oleh adanya bioakumulasi tinggi pada insang (faktor konsentrasi dengan nilai lebih dari seribu) dan bioakumulasi sedang pada daging (faktor konsentrasi dengan nilai seratus hingga seribu).

Saran

Penelitian selanjutnya perlu ukuran tubuh ikan yang lebih besar agar informasi logam berat pada ikan lebih akurat. Analisis logam berat pada ikan sebaiknya tidak dilakukan berdasarkan data komposit, melainkan setiap individu contoh.

DAFTAR PUSTAKA

Alinnor IJ, Obiji IA. 2010. Assessment of trace metal composition in fish samples from Nworie River. Pak J Nutr. 9(1):81–85.

[APHA; AWWA; WEF] American Public Health Association; American Water Work Association; Water Environment Federation. 2012. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater Edisi ke-22. New York (US): APHA.

Ashraf M, Maah MJ, Yusoff I. 2012. Bioaccumulation of heavy metals in fish species collected from former Tin Mining catchment. Int J Environ Res. 6(1):209–218.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. 2013. Statistik Daerah Kabupaten Tangerang. Tangerang (ID): BPS Tangerang.

Bailey J, Gathercole P, Housby T, Moss D, Vaughan B, Williams P. 2001. The New Encyclopedia of Fishing. The Complete Guide To The Fish, Tackle,

Techniques of Fresh and Saltwater Anglin. London (GB): Design

Revolution, Ltd.

Bailly N. 2014. Sphyraena jello (Cuvier, 1829) [Internet]. [diunduh 2014 Feb 28]. Tersedia pada: http://www.marinespecies.org/afremas/ taxdetails&id=212045.

Bargagli R, Monaci F, Cateni D. 1998. Biomagnification of mercury in Antartic marine coastal food web. Mar Ecol Prog Ser. 169:65–76.

Bashir FH, Othman MS, Mazlan AG, Rahim SM, Simon KD. 2013. Heavy metal concentration in fishes from the coastal waters of Kapar and Mersing , Malaysia. Turk J Fish Aquat Sci. 382:375–382.doi:10.4194/1303-2712-v13 Bosire JO, Okemwa G, Ochiewo J. 2012. Mangrove linkages to coral reef and

seagrass ecosystem services in Mombasa and Takaungu, Kenya. Inggris (GB): ESPA.

(26)

16

Connell DW, Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta (ID): UI Press. juvenile reef fishes in the southern Egyptian Red Sea. The Egyptian Journal

of Aquatic Research, 40(1):71–78.doi:10.1016/j.ejar.2014.01.001

[FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 1974. Eastern indian ocean - fishing area 57 and western central pacific - fishing area 71. Vol. 4. Rome: FAO

[FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2001. The living marine resources of the western central pacific. Vol. 6. Rome: FAO [FAO; WHO] Food and Agriculture Organization of The United Nations; World

Health Organization. 2011. Joint FAO/WHO Food Standard programme codex committee on contaminants in foods. Fifth Session. Codex Alimentarius Commission.

Hosseini. 2009. Length-weight relationship and spawning season of Sphyraena jello C., from Persian Gulf. Pak J Biol Sci. 12(3):296-300.

Hutagalung HP. 1984. Logam berat dalam lingkungan laut. Oseana. 9(1): 11-12. [KLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Jakarta (ID): KLH.

Kersten M, Garbe-Schönberg CD, Thomsen S, Anagnostou C, Sioulas A. 1997. Source apportionment of Pb pollution in the coastal waters of Elefsis Bay, Greece. Environ Sci Technol. 31(5):1295–1301.doi:10.1021/es960473z Khaisar O. 2006. Kandungan Timah Hitam (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air,

Sedimen, dan Bioakumulasi serta Respon Histopatologis Organ Ikan Alu-alu (Sphyraena barracuda) di Perairan Teluk Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Khalifa KM, Hamil AM, Ackacha MA. 2010.l Determination of heavy metals in fish species of the Mediterranean Sea (Libyan coastline) using atomic absorption spectrometry. Int J Chem Tech Res. 2(2):1350–1354.

Khalil M. 2013. Pemaparan merkuri nitrat (Hg (NO3)2) dengan konsentrasi berbeda pada jaringan hati benih ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch): tinjauan histologi. Depik. 2(3):133-140.

[LPPM] Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat. Kajian Status Terkini Sumber Daya Perikanan dan Pencemaran Perairan Laut dari Ujung Barat Teluk Jakarta hingga Ujung Barat Pesisir Kabupaten Tangerang. 2013. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mathana P, Raj ST, Nair CRK, Selvamohan T. 2012. Bioaccumulation of some heavy metals in different tissues of commercial fish Lethrinus lentjan from Chinnamuttom coastal area , Kanyakumari , Tamil Nadu. Adv Appl Sci Res. 3(6):3703–3707.

(27)

Nugroho AP. 2012. Optimasi Tata Letak Area Produksi Galangan Kapal Fiberglass [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Nurrachmi I, Amin B, Nudi M. 2011. Bioakumulasi logam Cd , Cu , Pb dan Zn pada beberapa bagian tubuh ikan gulama (Sciaena russelli) dari perairan Dumai, Riau. Maspari Journal. 2:1-10

Nussey G, Vuren JHJV, Preez HH. 2006. Bioaccumulation of chromium, manganese, nickel and lead in the tissues of the moggel, Labeo umbratus (Cyprinidae), from Witbank Dam , Mpumalanga. Water SA. 26(2):269-284. Obasohan EE. 2008. Bioaccumulation of chromium, copper, manganese, nickel

and lead in a freshwater cichlid, Hemichromis fasciatus from Ogba River in Benin City , Nigeria. Afr J Gen Agr. 4(3):141-152

Ogoyi DO, Mwita CJ, Nguu EK, Shiundu PM. 2011. Determination of heavy metal content in water, sediment, and microalgae from Lake Victoria, East Africa. The Open Environmental Engineering Journal. 4:156-161.

Pradana GW. 2013. Karakteristik asam amino dan jaringan daging ikan barakuda (Sphyraena jello) segar dan kukus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Premalatha P, Manojkumar PP. 1990. Some biological aspect of two species of barracudas from the South West Coast of India. Indian J Fish. 37(4):289-295.

Raja P, Veerasingam S, Suresh G, Marichamy G, Venkatachalapathy R. 2009. Heavy metals concentration in four commercially valuable marine edible fish species from Parangipettai coast , South East Coast of India. Int J of

Animal and Veterinary Adv. 1(1):10–14.

Rantetampang AL, Mallongi A. 2014. Environmental risks assessment of total mercury accumulation at Sentani Lake Papua, Indonesia. Int J Sci Tech Res. 3(3):157–163.

Riani E. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik. Dampak pada Bioakumulasi Bahan Berbahaya dan Beracun & Reproduksi. Bogor (ID): IPB Pr.

Rochyatun E, Kaisupy MT. 2006. Distribusi logam berat dalam air dan sedimen di perairan muara sungai Cisadane. Makara Sains. 10(1):35–40.

Sasa J, Antonijevic B, Curcic M, Radicevic T, Stefanovic S, Nikolic D, Cupic V. 2012. Assesment of mercury intake associated with fish consumption in Serbia. Tehnologija mesa. 53:56-61.

Schuster WH, Djajadireja RR. 1952. Local Common Names of Indonesian Fishes. Bandung (ID): W van Hoeve.

Shukla V, Dhankhar M, Prakash J, Sastry KV. 2007. Bioaccumulation of Zn, Cu and Cd in Channa punctatus. J Environ Biol. 28(2):395–397.

Simbolon AR, Riani E, Wardiatno Y. 2014. Status pencemaran dan kandungan logam berat pada simping (Placuna placenta) di pesisir Kabupaten Tangerang. Depik. 3(2): 91-98

Sorensen EM. 1991. Metal Poisoning in Fish. Florida (US): CRC Pr, Inc.

(28)

18

Squadron S, Prearo M, Brizio P, Gavinelli S, Pellegrino M, Scanzio T. 2013. Heavy metals distribution in muscle, liver, kidney, and gill of European catfish (Silurus glanis) from Italian Rivers. Chemosphere. 90:358-365. Syakti AD, Nuning VH, Asrul SS. 2012. Agen Pencemaran Laut. Bogor (ID): IPB

Pr.

Tahir A. 2012. Ekotoksikologi dalam Perspektif Kesehatan Ekosistem Laut. Bandung (ID): Karya Putra Darwati.

Türkmen M, Türkmen A, Tepe Y. 2008. Metal contaminations in five fish species from Black, Marmara, Aegean, and Mediterranean seas, Turkey. J Chil

Chem Soc. 53(1):1435–1439.

Vijayakumar P, Lavanya R, Veerappan N, Balasubramanian T. 2011. Heavy metal concentrations in three commercial fish species in Cuddalore Coast, Tamil Nadu, India. J Exp Sci. 2(8):20-23.

Weiner ER. 2008. Applications of Environmental Aquatic Chemistry. New York (US): CRC Pr.

Wiener JG, Giesy JP Jr. 1979. Concentration of Cd, Cu, Mn, Pb, Zn in fishes in a highly organic softwater pond. J Fish Res Bd Can. 36:270-279.

Yi Y, Wang Z, Zhang K, Yu G, Duan X. 2008. Sediment pollution and its effect on fish through food chain in the Yangtze River. International Journal of

(29)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Posisi pengambilan contoh ikan barakuda (Sphyraena jello) di perairan pesisir Kabupaten Tangerang serta jumlah yang didapatkan tiap tarikan

1 24 22,2±3,4 1283 0,635 <0,005 <0,001 0,227 2 31 17,5±1,0 822 <0,030 <0,005 <0,001 <0,015 3 7 21,5±1,2 345 <0,030 <0,005 <0,001 0,221

(30)

20

Lampiran 3 Maximum tolerable intake (MTI) ikan barakuda yang mengandung logam berat untuk dikonsumsi oleh orang dewasa (60 kg)

Kronjo rata-rata Pb rata-rata Cd rata-rata Hg rata-rata Cu

Konsentrasi (mg/kg) 0,232 0,005 0,001 0,154

PTWI(mg/kg body weight)a 0,025 0,007 0,005 3,5 MWI(mg/minggu/orang

dewasa) 1,5 0,42 0,3 210

MTI (kg/minggu) 6,5 84 300 1360,7

PTWI dugaan [EWI] (mg) 0,058 0,001 0,0003 0,039

Individu 150 1950 6964 31584

Cituis Pb Cd Hg Cu

Konsentrasi (mg/kg) 0,030 0,005 0,001 0,091

PTWI (mg/kg body weight) 0,025 0,007 0,005 3,5 MWI (mg/minggu/orang

dewasa) 1,5 0,42 0,3 210

MTI (kg/minggu) 50 84 300 2307,7

PTWI dugaan [EWI] (mg) 0,008 0,001 0,0003 0,023

Individu 1012 1700 6071 46698

aPTWI: provisional tolerable weekly intake dari JEFCA FAO/WHO, MWI: maximum

(31)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Andini Nisurahmah. Lahir di Surabaya, 26 Oktober 1992, merupakan anak pertama dari pasangan Ny Eli Herliani dan Bapak Sihabudin. Penulis mulai mengikuti pendidikan sekolah dasar di SD Hang Tuah 11 Sidoarjo lulus pada tahun 2004. Melanjutkan di SMP N 1 Kota Sidoarjo lulus pada tahun 2007 dan dilanjutkan sekolah di SMA N 3 Sidoarjo lulus pada tahun 2010. Penulis lulus menjadi mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTM) pada tahun 2010 sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh ikan barakuda di perairan pesisir
Tabel 2  Banyaknya, total bobot daging dan insang, panjang dan bobot tubuh rata-
Gambar 5 Kandungan logam berat dalam contoh insang ikan barakuda di pesisir Kronjo dan Cituis
Gambar 6  Faktor konsentrasi akumulasi logam dalam daging terhadap
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Perairan Sungai Bengawan Solo di sekitar kawasan Industri

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan sebaran logam berat pada sedimen serta menentukan hubungan konsentrasi logam berat yang terdapat di sedimen dengan

Penelitian ini bertujuan menganalisis kandungan logam berat (Pb, Hg, Cd, dan Cu) pada daging ikan rejung ( S. sihama ), menentukan batas aman untuk mengkonsumsi ikan yang

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb), Mercuri (Hg) dan Cadmium (Cd) pada Daging Ikan Sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) di Sungai Ciliwung Stasiun Srengseng, Condet dan Manggarai..

Telah dilakukan penelitian untuk menentukan kandungan logam Tembaga (Cu), Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada perairan Kawasan Industri Cilacap secara spektrofotometri serapan atom

Peneltian ini bertujuan menganalisis tingkat pencemaran logam berat merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) pada beberapa jenis ikan konsumsi pelagis kecil yang berasal

Penelitian ini bertujuan untuk menge- tahui jenis mangrove yang paling baik dalam menyerap polutan logam berat Hg, Pb dan Cu dan kandungan polutan dalam ikan yang hidup di

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT Cu, Pb, dan Zn LINGKAR TAHUN KARANG Porites lutea DI PERAIRAN PULAU BINTAN BAGIAN TIMUR SKRIPSI DEDET ANANDA PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN