ANALISIS FITOKIMIA SIMPLISIA DAUN JINTEN (
Coleus
amboinicus
Lour.) PADA TEMPAT TUMBUH YANG
BERBEDA
NURAINI ANNISA MUSLIM
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Fitokimia Simplisia Daun Jinten (Coleus amboinicus Lour.) pada Tempat Tumbuh yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
ABSTRAK
NURAINI ANNISA MUSLIM. Analisis Fitokimia Simplisia Daun Jinten (Coleus amboinicus Lour.) pada Tempat Tumbuh yang Berbeda. Dibimbing oleh SISWOYO dan IRMANIDA BATUBARA.
Coleus amboinicus Lour,yang dikenal dengan nama daun jinten adalah tanaman obat yang memiliki banyak kegunaan antara lain meningkatkan produksi air susu ibu (ASI), antiseptik dan afrodisiak. Tanaman ini diduga memiliki kadar bahan aktif yang berbeda sesuai kondisi habitat hidupnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi golongan senyawa fitokimia dan mengukur perbandingan kadar total fenolik dan flavonoid, serta menganalisis faktor yang membedakannya melalui parameter tanah dan suhu dari tempat tumbuh daun jinten yaitu dari Tegal dan Bogor. Kadar unsur hara rata-rata pada tanah yang berasal dari Tegal lebih tinggi. Berdasarkan uji fitokimia, seluruh simplisia daun mengandung golongan alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan tanin. Kadar total kandungan fenolik simplisia daun jinten ekstrak etanol 96% dan air dari Tegal sebesar 1.698 mg GAE/g simplisia dan 2.009 mg GAE/g simplisia dan dari Bogor (2.040 mg GAE/g simplisia dan 1.340 mg GAE/g simplisia). Kadar total kandungan flavonoid simplisia daun jinten dari Tegal sebesar 1.922 mg QE/g simplisia dan 2.987 mg QE/g simplisia lebih besar jika dibandingkan dari Bogor (1.285 mg QE/g simplisia dan 0.925 mg QE/g simplisia). Perbedaan kadar kandungan unsur hara tanah serta iklim di tempat tumbuh mempengaruhi perbedaan kandungan bioaktif simplisia daun jinten (Coleus amboinicus Lour).
Kata kunci: daun jinten, fitokimia, unsur hara tanah.
ABSTRACT
NURAINI ANNISA MUSLIM. Analysis Phytochemical in Simplicia of Daun Jinten (Coleus amboinicus Lour.) at Different Growing Place. Supervised by SISWOYO and IRMANIDA BATUBARA.
Coleus amboinicus Lour, known as daun jinten in Indonesia, is widely used as herbal medicinal plant for increase of breast milk production, antiseptic and afrodiciac. This plant is expected to have different component appropriate with their habitat condition. The purpose of the research was to identify phytochemical component and to compare the levels of total phenolic and flavonoid compound of daun jinten, and to analyze the factors that distinguish both total component in phytochemical from soil component and temperature of growing place from daun jinten such as Tegal and Bogor. The average soil organic element from Tegal was higher. Based on phytochemical analysis, simplicia of daun jinten contained alkaloid, flavonoid, saponin, steroids, and tannin. The total content of phenolic from Tegal was 1.698 mg GAE/g simplisia and 2.009 mg GAE/g simplicia and the total content of phenolic from Bogor (2.040 mg GAE/g simplicia and 1.340 mg GAE/g simplicia). The total content of flavonoid from Tegal was 1.922 mg QE/g simplicia and 2.987 mg QE/g simplicia higher than the total content of flavonoid from Bogor (1.285 mg QE /g simplicia and 0.925 mg QE/g simplicia). Differentiation in component of soil nutrient element and climate habitat condition influenced with differentiation of levels in total phenolic and flavonoid compound daun jinten (Coleus amboinicus Lour).
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
ANALISIS FITOKIMIA SIMPLISIA DAUN JINTEN (
Coleus
amboinicus
Lour.) PADA TEMPAT TUMBUH YANG
BERBEDA
NURAINI ANNISA MUSLIM
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Fitokimia Simplisia Daun Jinten (Coleus amboinicus Lour.) pada Tempat Tumbuh yang Berbeda. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Ir Siswoyo, MSi dan Dr Irmanida Batubara, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan motivasi bagi penulis selama skripsi. Dr Lailan Syaufina, MSc selaku dosen penguji, Ir Edhi Sandra, MS selaku ketua sidang, dan Resti Meilani, SHut MSi selaku moderator seminar hasil.
Bapak (Ir Dedi Suharyadi, MM), Mama (Rati Ratnaningrat, SPd), Triyanuari Puspa Dewi, Nabila Almira, Nurina Rahmani, Ulima Alifani, Adillah Hanifira, Aulia Haqina, Adhaeri Fatahillah atas segala doa, nasehat, dukungan, dan kasih sayangnya.
Segenap laboran di Laboratorium Konservasi Tumbuhan Obat Fahutan IPB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, dan Laboratorium Pelayanan Uji Tanah Ilmu Tanah IPB atas kesabarannya dalam membantu penelitian. Segenap staf Tata Usaha DKSHE yang senantiasa membantu dalam proses pengurusan administrasi.
Teman-teman Nephentes Rafflessiana 47, KPF 47, Fahutan 47, Risalah dan Waktu, BIRENA, Padi Kapas, Lingkar Inspirasi, Pelangi Inspirasi 49, GKA 50, Wisma Pelangi, atas doa dan semangatnya selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Bogor, April 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
Manfaat 2
METODE 2
Lokasi dan Waktu 2
Alat dan Bahan 2
Metode Pengambilan Data 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Tanaman Daun Jinten (Coleus amboinicus Lour) 5
Kadar Air Simplisia Daun Jinten 6
Komponen Fitokimia Simplisia Daun Jinten 6
Iklim 12
Analisis Tanah 12
Hubungan Senyawa Bioaktif dengan Unsur Hara Tanah dan Iklim 15
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
DAFTAR TABEL
1. Komponen fitokimia simplisia daun jinten 7
2. Perbandingan iklim dari kedua tempat 12
3. Kandungan unsur hara tanah tempat tumbuh daun jinten 13
DAFTAR GAMBAR
1. Daun jinten 5
2. Kadar air simplisia daun jinten 6
3. Rendemen ekstrak daun jinten 8
4. Kadar total fenolik ekstrak daun jinten 9
5. Kadar total fenolik simplisia daun jinten 9
6. Kadar total flavonoid ekstrak daun jinten 10
7. Kadar total flavonoid simplisia daun jinten 11
DAFTAR LAMPIRAN
1. Dokumentasi penelitian 19
2. Kadar air simplisia daun jinten 21
3. Rendemen ekstrak daun jinten 21
4. Kadar total fenolik ekstrak dan simplisia daun jinten 22 5. Kadar total flavonoid ekstrak dan simplisia daun jinten 23 6. Data iklim Kota Tegal dan Kota Bogor tahun 2014 26
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan ramuan tradisional telah lama dikenal oleh nenek moyang Bangsa Indonesia. Penggunaan obat tradisional semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan obat tradisional untuk berbagai tujuan, seperti pemeliharaan kecantikan, kesehatan maupun pengobatan. Salah satu jenis herba yang berkhasiat untuk kesehatan dan pengobatan adalah daun jinten (Coleus amboinicus Lour.). Salah satu khasiatnya yaitu untuk meningkatkan produksi air susu. Jika dibandingkan dengan katuk, kandungan gizi dari daun jinten juga lebih tinggi sehingga dari hasil penelitian Santosa (2001), memperlihatkan adanya peningkatan produksi air susu ibu (ASI) sampai 47.4% pada ibu menyusui dan pertambahan bobot tubuh bayi lebih besar setelah mengkonsumsi daun jinten. Selain itu, daun jinten juga memiliki khasiat lain seperti afrodisiak dan antiseptik. Menurut Heyne (1987), daun jinten juga bermanfaat sebagai penyembuh luka, bahan jamu penurun panas, dan obat sariawan. Khasiat tanaman dapat diketahui dari kandungan senyawa fitokimia yang dikandung pada seluruh atau bagian tanaman tersebut.
Fitokimia merupakan senyawa bioaktif alami yang terkandung di dalam tanaman. Senyawa ini umumnya merupakan hasil metabolit sekunder yang berperan penting dalam bidang kesehatan yang berfungsi sebagai nutrisi dan serat alami yang dapat mencegah penyakit maupun mengobati penyakit, seperti kanker, stroke, katarak, infeksi, gangguan hati, dan penyakit tekanan darah tinggi (Hamburger dan Hostettmaun 1991, Juniarti et al. 2009). Menurut Kardono (2003) yang diacu dalam Ichsan (2011), perbedaan kandungan metabolit sekunder pada tanaman yang sama seringkali terjadi karena beberapa faktor, yaitu jenis pelarut yang digunakan saat ekstraksi, variasi genetik, umur tanaman, serta lingkungan atau kondisi geografis tempat tanaman tersebut tumbuh. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi metabolik sekunder pada tanaman antara lain nutrisi, kondisi fisik seperti cahaya matahari, edafis, dan klimatis.
Potensi daun jinten sebagai alternatif kesehatan dan pengobatan cukup besar jika dilihat dari khasiat yang dimiliki tanaman tersebut, namun baru beberapa kandungan kimiawi telah diketahui berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Daun jinten memiliki kandungan minyak atsiri yang mengandung isoprofil-o-kresol (Heyne 1987). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa bioaktif lain yang dikandung oleh daun jinten, serta membandingkan dengan faktor klimatis dan edafis tempat tumbuh daun jinten, sehingga pendayagunaan tanaman ini dapat dioptimalkan.
Tujuan
2
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan potensi keanekaragaman tanaman berkhasiat obat khususnya tanaman daun jinten (Coleus amboinicus Lour).
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 hingga Januari 2015. Sampel diperoleh dari beberapa tempat dengan karakteristik yang berbeda yakni BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Bogor dan dari Kota Tegal. Proses preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanaman Obat Departemen KSHE, ekstraksi dan analisis senyawa fitokimia dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Kampus Taman Kencana IPB, dan proses analisis tanah di Laboratorium Pelayanan, Departemen Ilmu Tanah IPB.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, blender, desikator, timbangan analitik, alat vorteks, alat refluks, waterbath, alat-alat gelas, cawan, corong pisah, rotary evaporator, sonicator, dan spektrofotometer UV-VIS.
Bahan yang digunakan antara lain daun jinten, air, akuades, akuabides, etanol 96 %, NH4OH, asam sulfat (H2SO4) 2 M, reagen dragendrof, reagen mayer, reagen wagner, HCl, etanol, amil alkohol, FeCl3, dietil eter, CH3COOH anhidrat, NaOH 10 %, serbuk Mg, Na2CO3 5%, reagen Folin-Ciocalteau 50%, standar asam galat, standar kuersetin, AlCl3, kalium asetat, metanol, dan kertas saring.
Metode Pengambilan Data
Metode yang dilakukan untuk memperoleh data adalah :
1. Studi pustaka, mengumpulkan data awal dari literatur yang representatif dan berhubungan dengan kajian penelitian sebagai dasar untuk penelitian.
2. Uji laboratorium, yang terdiri atas:
a. Pengeringan bahan uji
Bahan dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, dan ditiriskan. Bahan kemudian dirajang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 65°C selama 2 hari. Daun jinten yang sudah kering digiling untuk dijadikan serbuk.
b. Penentuan kadar air
Penentuan kadar air simplisia daun jinten menggunakan metode SNI 01-2891-1992 yang termodifikasi.
a. Cawan porselen dikeringkan dalam oven 105°C selama 3 jam, kemudian ditempatkan dalam desikator selama 1 jam. Setelah itu ditimbang.
b. Ke dalam cawan tersebut ditambahkan 2 – 2.5 gram sampel lalu timbang. c. Cawan ditempatkan ke dalam oven 105°C selama 3 jam, setelah itu
3 Pengeringan dilakukan beberapa kali hingga bobot sampel konstan. Analisis dilakukan 3 kali ulangan untuk masing-masing sampel.
% Bobot kering (BK) = % Kadar air = 100% - % BK Keterangan :
a. Bobot cawan kosong b. Bobot cawan + sampel c. Bobot setelah dikeringkan
c. Pembuatan ekstrak etanol 96 % daun jinten
Ekstraksi daun jinten menggunakan metode Depkes (2000) yang dimodifikasi. Serbuk kering daun jinten diekstraksi dengan metode refluks. Serbuk kering daun jinten sebanyak 10 gram diekstraksi dengan 100 ml etanol 96% selama 2 jam pada suhu 70°C menggunakan alat refluks. Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring dengan kertas saring. Ekstraksi diulang 3 kali.
d. Pembuatan ekstrak air daun jinten
Ekstraksi daun jinten menggunakan metode Depkes (2000) yang dimodifikasi. Serbuk kering daun jinten diekstraksi dengan metode refluks. Serbuk kering daun jinten sebanyak 10 gram diekstraksi dengan 100 ml air selama 2 jam pada suhu 100°C menggunakan alat refluks. Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring dengan kertas saring. Ekstraksi diulang 3 kali.
e. Analisis fitokimia Uji alkaloid
4
b.Uji tanin
Filtrat ditambahkan 3 tetes FeCl3 10 %, kemudian dikocok. Sampel positif mengandung tanin jika berubah menjadi warna hitam kehijauan.
c.Uji saponin
Filtrat dikocok kuat, jika terdapat buih stabil maka sampel positif mengandung saponin.
Uji steroid/ triterpenoid
Sampel sebanyak 1 gram ditambahkan etanol kemudian dipanaskan hingga mendidih. Sampel disaring, kemudian filtrat dipanaskan hingga mengering. Ditambahkan 1 ml dietil eter, dan homogenisasikan dengan ditambah 1 tetes H2SO4 pekat dan 1 tetes CH3COOH anhidrat dalam campuran. Uji positif steroid ditunjukkan dengan perubahan warna hijau atau biru pada sampel, namun jika positif triterpenoid, terjadi perubahan warna merah atau ungu pada sampel.
Uji hidrokuinon
Sampel sebanyak 1 gram dicampur dengan metanol, kemudian dipanaskan hingga mendidih. Setelah itu campuran disaring, kemudian filtrat ditambahkan 3 tetes NaOH 10%. Jika positif mengandung hidrokuinon, maka akan terjadi perubahan warna merah pada sampel.
f. Penentuan kadar total Penentuan kadar total fenolik
Kadar total fenolik ditentukan dengan metode Javanmardi et al. (2003) dengan Folin-Ciocalteau sebagai reagennya. Sebanyak 10 mg ekstrak daun jinten dengan konsentrasi 5 mg/L, ditambah 5 ml akuabides, 0.5ml reagen Folin-Ciocalteau 50%, dan 1 ml Na2CO3 5% dicampurkan dan diinkubasi selama 60 menit di ruang gelap. Absorban larutan diukur menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Total fenolik ekstrak daun jinten diekspreksikan sebagai miligram (mg) asam galat ekuivalen per gram bobot ekstrak kering (mg GAE/g ekstrak daun jinten). Sebagai standar digunakan asam galat pada berbagai konsentrasi (0, 20 , 40, 60, 80, 100 mg/L)
Penentuan kadar total flavonoid
Metode Chang et al. (2002) digunakan untuk penentuan kadar flavonoid. Sebanyak 10 mg ekstrak daun jinten dengan konsentrasi 5 mg/L, ditambahkan 1.5 ml metanol, setelah itu dimasukkan 0.1 AlCl3 10%, kemudian kalium asetat 1 M, dan terakhir tambahkan akuades 2.8 ml. Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 30 menit, campuran diukur pada panjang gelombang 415 nm. Total flavonoid ekstrak daun jinten diekspresikan sebagai miligram kuersetin per gram bobot ekstrak kering (mg QE/ g ekstrak daun jinten). Sebagai standar digunakan kuersetin pada berbagai konsentrasi (0, 50, 100, 150, 200, 250, 300 mg/L).
g. Analisis tanah
Parameter yang dianalisis adalah derajat keasaman (pH), N-total, fosforus, kalsium, magnesium, kalium, ferrum, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK).
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman Daun Jinten (Coleus amboinicus Lour)
Sistematika tanaman
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonnae
Ordo : Solanales
Famili : Lamiaceae
Genus : Coleus
Spesies : Coleus amboinicus Lour.
Nama umum : Daun jinten
Nama daerah : Bangun-bangun (Batak), Sukan (Melayu)
Ajiran (Sunda), Daun Jinten (Jawa Tengah), Daun Kambing (Madura), Iwak (Bali), Kunu ztu (Nusa Tenggara)
Deskripsi tanaman
Coleus amboinicus Lour, merupakan tanaman berupa herba, tegak menyebar, batangnya lunak, bercabang-cabang, kasar berambut, dan memiliki aroma yang khas (Gambar 1). Daun jinten memiliki daun yang tebal berbentuk bulat telur, berambut, tepi bergerigi (Curter 1985) diacu dalam (Simanjuntak 1992) dan berwarna hijau. Daun jinten dibudidayakan dengan cara stek. Tanaman ini tumbuh liar di daerah pegunungan, atau dengan ketinggian tempat 1100 m dpl (Curter 1985, Heyne 1987).
6
Kadar Air Simplisia Daun Jinten
Kadar air simplisia daun jinten diperoleh melalui cara pengeringan. Sebelum digunakan, daun jinten dikeringkan menjadi simplisia. Pengeringan dilakukan menggunakan oven pada suhu 65°C selama 2 hari. Hasil pengeringan harus dipastikan dalam keadaan benar-benar kering. Kadar air yang diperoleh sebesar 5.22 ± 0.23% untuk sampel A yang merupakan simplisia daun jinten dari Kota Tegal dan 6.29 ± 0.11% untuk sampel B yang merupakan simplisia daun jinten dari Kota Bogor (Gambar 2). Perhitungan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 2 Kadar air simplisia daun jinten
Pengeringan simplisia bertujuan untuk menurunkan kadar air agar diperoleh masa simpan yang lebih panjang, sehingga kerusakan sampel dapat dihindari karena kecilnya kemungkinan serangan mikroba seperti kapang dan bakteri. Pengeringan yang tepat akan memperoleh mutu simplisia yang tahan lama dalam proses penyimpanan serta tidak mengubah kandungan bioaktif yang terdapat di dalam simplisia (Manoi 2006), karena pada saat pengeringan aktivitas enzim yang dapat menguraikan kandungan zat aktif juga terhenti (Gunawan dan Mulyani 2010). Pengeringan dipengaruhi berbagai faktor seperti suhu dan waktu pengeringan, kelembaban dan sirkulasi udara serta ketebalan bahan dan luas permukaan bahan (Gunawan dan Mulyani 2010).
Kadar air yang diperoleh sesuai dengan standar yang diberikan oleh Farmakope Herbal Indonesia yaitu lebih kecil dari 10% (Depkes 2008). Kadar air dengan nilai kurang dari 10% menunjukkan bahwa serbuk daun jinten kering dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama serta terjaga dari serangan mikroba maupun perubahan kandungan bioaktifnya.
Komponen Fitokimia Simplisia Daun Jinten
7 penyakit (Harborne 1987). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fitokimia terdapat pada nutrisi yang terkandung dalam buah-buahan, sayuran dan kacang-kacangan. Komponen bioaktif tersebut dapat menghambat proses penuaan dini dan menurunkan resiko terhadap berbagai penyakit, seperti kanker, penyakit pada hati, stroke, tekanan darah tinggi, katarak, osteoporosis dan infeksi saluran pencernaan (Hamburger dan Hastettmaun 1991).
Senyawa-senyawa fitokimia yang umum terdapat pada tanaman, yaitu golongan alkaloid, flavoniod, kuinon, tanin dan polifenol, saponin, steroid dan triterpenoid (Harborne 1987). Senyawa fitokimia berperan dalam menjaga kesehatan. Senyawa-senyawa tersebut saling melengkapi dalam mekanisme kerja yang terjadi dalam tubuh, termasuk di dalamnya adalah antioksidan, detoksifikasi oleh enzim, stimulasi dari sistem imun, metabolisme hormon dan anti bakteri serta antivirus (Hamburger dan Hastettmaun 1991).
Analisis fitokimia pada simplisia daun jinten ditunjukkan dengan perubahan reaksi pada sampel. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa kedua simplisia daun jinten mengandung senyawa fitokimia yakni alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan steroid (Tabel 1).
Tabel 1 Komponen fitokimia simplisia daun jinten Jenis
Senyawa bioaktif
Hasil Keterangan
A B
Alkaloid + + Terjadi perubahan warna menjadi jingga (uji dragendrof)
Terjadi perubahan warna menjadi putih (uji mayer)
Terjadi perubahan warna menjadi coklat (uji wagner)
Flavonoid + + Terjadi perubahan warna menjadi jingga Tanin + + Terjadi perubahan warna menjadi hitam
kehijauan
Saponin + + Terbentuk busa/buih
Triterpenoid - - Tidak terdapat perubahan pada hasil pengujian
Steroid + + Terjadi perubahan warna menjadi hijau Hidrokuinon - - Tida Tidak terdapat perubahan pada hasil
pengujian Keterangan (+) : Terdeteksi adanya senyawa bioaktif
(-) : Tidak terdeteksi adanya senyawa bioaktif
8
triterpenoid, dan hidrokuinon. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak daun jinten dari kedua tempat yang berbeda mengandung senyawa fitokimia yang sama yakni alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan steroid.
Hasil yang didapatkan berdasarkan pembentukan warna yang terjadi akibat pereaksi yang digunakan. Senyawa alkaloid diuji dengan menggunakan tiga pereaksi, yaitu Dragendrof (positif endapan jingga), Mayer (positif endapan putih), dan Wagner (positif endapan coklat). Senyawa flavonoid positif ditunjukkan dengan warna jingga, warna hitam untuk tanin, warna hijau untuk steroid, dan ada buih stabil untuk saponin. dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 3 Rendemen ekstrak daun jinten
Prinsip metode refluks menggunakan panas, metode ini mempunyai kelebihan yaitu komponen terekstraksi secara sempurna, hemat, dan waktu yang dibutuhkan lebih cepat karena panas. Proses ekstrasi ini menghasilkan rendemen yang berbeda. Perbedaan hasil rendemen ini kemungkinan karena penggunaan pelarut yang berbeda. Kepolaran pelarut akan menentukan komponen bioaktif dan metabolit sekunder yang terkandung dalam daun jinten. Sesuai prinsip like dissolves like, zat akan terlarut dan terekstraksi secara sempurna sesuai dengan tingkat kepolaran yang sama (Fahrizal 2014)
Kadar total fenolik ekstrak dan simplisia daun jinten
Hasil pengukuran kandungan fenolik pada ekstrak daun jinten menunjukkan perbedaan di antara kedua tempat. Kandungan fenolik daun jinten ekstrak etanol 96% yang berasal dari Kota Tegal (Sampel A) sebesar 24.144 mg GAE/g lebih tinggi dibandingkan kandungan fenolik daun jinten ekstrak etanol 96% dari Kota Bogor
9 ekstrak air dari Kota Tegal juga lebih tinggi dibandingkan kandungan fenolik ekstrak air dari Kota Bogor yaitu sebesar 26.648 mg GAE/g dan 15.225 mg GAE/g (Gambar 4).
Gambar 4 Kadar total fenolik ekstrak daun jinten
Kandungan fenolik simplisia daun jinten yang diekstraksi etanol 96% yang berasal dari Kota Tegal (Sampel A) sebesar 1.698 mg GAE/ g simplisia lebih rendah dibandingkan kandungan fenolik simplisia daun jinten ekstrak etanol 96% dari Kota Bogor (Sampel B) yaitu sebesar 2.040 mg GAE/ g simplisia (Gambar 5), namun kandungan fenolik pada simplisia daun jinten dengan ekstrak air dari Kota Tegal lebih tinggi dibandingkan kandungan fenolik simplisia daun jinten dengan ekstrak air dari Kota Bogor yaitu sebesar 2.009 mg GAE/ g simplisia dan 1.340 mg GAE/ g simplisia. Perhitungan kadar total fenolik dapat dilihat pada Lampiran 4
Gambar 5 Kadar total fenolik simplisia daun jinten
10
ekstrak air pada daun jinten dari Kota Tegal lebih tinggi dibandingkan total fenolik ekstrak etanol. Sebaliknya, kadar total fenolik ekstrak etanol dari Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air. Fenolik pada sampel Kota Bogor lebih banyak larut dan terekstraksi dalam etanol. Perbedaan kadar fenolik ini dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik yang akan menentukan proporsi kandungan senyawa kimia dalam tanaman. Kandungan fenolik tertinggi dipengaruhi oleh tingkat kepolaran dari jenis pelarut yang digunakan. Senyawa fenolik lebih larut dalam pelarut yang bersifat polar dan semi polar. Menurut penelitian Murnah (2011), etanol dan air merupakan pelarut yang memiliki gugus hidroksil, namun etanol memiliki gugus hidroksil yang dapat berikatan dengan ikatan hidrogen intramolekuler pada gugus hidroksil senyawa fenolik, sehingga kelarutan senyawa fenolik lebih tinggi pada ekstrak etanol.
Kandungan senyawa metabolit sekunder dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tanaman daun jinten tumbuh. Satu jenis tanaman yang sama bila ditanam di tempat yang berlainan akan memiliki kandungan metabolit sekunder yang berbeda (Yenni 2012 yang diacu dalam Dewi 2014). Kedua sampel daun jinten yang didapatkan merupakan daun jinten yang ditanam. Sampel yang berasal dari Kota Tegal, tidak mendapat perawatan sehingga kondisi juga memungkinkan terjadinya perbedaan kadar fenolik dari keduanya. Selain itu, kemungkinan faktor ketinggian tempat tumbuh juga mempengaruhi kadar kandungan senyawa fenolik ini.
Fenolik merupakan metabolit sekunder yang tersebar dalam tanaman. Senyawa fenolik dalam tanaman dapat berupa fenol sederhana, antrakuinon, asam fenolat, kumarin, flavonoid, lignin dan tanin (Harborne 1996). Senyawa fenolik telah diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkhelat logam, peredam terbentuknya oksigen singlet serta pendonor elektron (Karadeniz et al. 2005).
Kadar total flavonoidekstrak dan simplisia daun jinten
Hasil pengukuran kandungan flavonoid pada ekstrak daun jinten menunjukkan perbedaan di antara kedua tempat. Kandungan flavonoid daun jinten ekstrak etanol 96% yang berasal dari Kota Tegal (Sampel A) sebesar 27.319 mg QE/g lebih tinggi dibandingkan kandungan flavonoid daun jinten ekstrak etanol 96% dari Kota Bogor (Sampel B) yaitu sebesar 15.033 mg QE/g (Gambar 6).
11 dibandingkan kandungan flavonoid ekstrak air dari Kota Bogor yaitu sebesar 39.631 mg QE/g dan 10.514 mg QE/g.
Kandungan flavonoid simplisia daun jinten dengan ekstrak etanol 96% yang berasal dari Kota Tegal (Sampel A) sebesar 1.922 mg QE/g simplisia lebih tinggi dibandingkan kandungan flavonoid simplisia daun jinten ekstrak etanol 96% dari Kota Bogor (Sampel B) yaitu sebesar 1.285 mg QE/g simplisia (Gambar 7). Selain itu, kandungan flavonoid pada simplisia daun jinten dengan ekstrak air dari Kota Tegal juga lebih tinggi dibandingkan kandungan flavonoid simplisia daun jinten dengan ekstrak air dari Kota Bogor yaitu sebesar 2.987 mg QE/g simplisia dan 0.925 mg QE/g simplisia. Perhitungan kadar total flavonoid dapat dilihat pada Lampiran 5.
Gambar 7 Kadar total flavonoid simplisia daun jinten
Sama halnya dengan kadar fenolik total, hasil penelitian ekstrak air lebih tinggi kadar flavonoidnya dibanding ekstrak etanol dari Kota Tegal, sedangkan terjadi sebaliknya pada ekstrak daun jinten dari Kota Bogor. Perbedaan kadar flavonoid ini dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik yang akan menentukan proporsi kandungan senyawa kimia dalam tanaman. Kandungan senyawa metabolit sekunder dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tanaman daun jinten tumbuh. Selain faktor lingkungan, kadar ditentukan oleh jenis pelarut saat proses ekstraksi. Senyawa flavonoid menyukai pelarut dengan kepolaran sedang seperti etanol, dibandingkan dengan air yang memiliki kepolaran lebih tinggi sehingga menyebabkan kadar flavonoid dalam ekstrak etanol lebih tinggi dibandingkan dengan kadar flavonoid dalam ekstrak air.
12
Iklim
Faktor yang berpengaruh terhadap kandungan kimia suatu tanaman, antara lain tempat tumbuh, iklim, pemupukan, waktu panen, pengolahan pasca panen dan lain-lain. Sehingga bahan tanaman sebagai bahan baku simplisia yang berasal dari daerah tertentu memiliki keunggulan tertentu pula (Sembiring 2007). Berdasarkan teori kekerabatan sesama tanaman, Venkataraman (1976) mengemukakan bahwa spesies tanaman yang termasuk dalam genus yang sama dari suatu famili tanaman tertentu akan mengandung senyawa-senyawa kimia yang sama atau senyawa kimia dengan kerangka struktur yang sama, hanya saja intensitasnya bisa berbeda tergantung dari ekosistem dan tantangan alam yang dihadapi oleh spesies tersebut.
Tabel 2 Perbandingan iklim dari kedua tempat
Lokasi Curah Hujan
Pada Tabel 2, memperlihatkan adanya perbedaan unsur iklim dari Kota Bogor dan Kota Tegal. Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian tempat 207 m dpl. Kondisi iklim di Kota Bogor suhu rata-rata tiap bulan 25.9οC dengan suhu terendah 24.6οC dengan suhu tertinggi 26.8οC. Kelembaban udara rata-rata 82.8%, curah hujan rata-rata setiap bulan sekitar 348 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Januari dan November (BMKG Darmaga 2014). Kota Tegal mempunyai rata-rata ketinggian tempat minimum 3 m dari permukaan laut. Kondisi iklim di Kota Tegal suhu rata-rata tiap bulan 27.8οC dengan suhu terendah 26.6οC dan tertinggi 28.7οC. Kelembaban udara rata-rata 78%. Curah hujan rata-rata setiap bulan sekitar 134 mm, dengan curah hujan tertinggi sebesar 439.8 mm pada bulan Januari. (BMKG Tegal 2014). Data secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Dilihat dari temperatur tempat tumbuh, Kota Bogor rata-rata memiliki suhu lebih rendah dibandingkan dengan suhu rata-rata-rata-rata Kota Tegal. Curah hujan dan kelembaban udara Kota Bogor juga lebih besar dibandingkan dengan Kota Tegal. Hal ini juga diakibatkan karena adanya perbedaan elevasi atau ketinggian tempat. Kota Bogor merupakan wilayah dataran rendah yang memiliki ketinggian tempat lebih tinggi dibandingkan Kota Tegal yang merupakan wilayah pantai.
Analisis Tanah
13 Bogor. Data kandungan unsur hara tanah dapat dilihat di Tabel 3. Penetapan kriteria dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 3 Perbedaan kadar unsur hara tanah tempat tumbuh daun jinten Kadar Kimia Tanah Tersedianya unsur hara bagi tanaman, meningkatnya aktivitas mikroorganisme dan reaksi kimia di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh reaksi tanah yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertanaman tanaman. Reaksi tanah adalah sifat keasaman dan kebasaan dari tanah atau yang dikenal dengan pH. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar pH antara sampel A dan B berbeda. Kadar keasaman tanah daun jinten yang berasal dari Bogor jauh lebih tinggi dibandingkan daun jinten dari kota Tegal yakni 4.9:6. Hal ini yang memungkinkan terjadinya perbedaan kondisi fisik daun jinten maupun kandungan bioaktif yang terkandung pada masing-masing sampel. pH mempunyai peranan yang penting terhadap ketersediaan unsur-unsur hara baik hara makro maupun mikro, peningkatan kelarutan ion Al dan Fe dan peningkatan aktivitas jasad renik yang juga berpengaruh terhadap kesuburan tanah. Jika nilai pH meningkat, maka akan terjadi penurunan pada nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK), rendahnya jumlah kandungan C-Organik, dan seiring dengan itu juga akan menyebabkan penurunan terhadap jumlah nitrogen total, jumlah kalsium, kalium dan magnesium, sedangkan untuk ketersediaan tanah terhadap jumlah fosforus (P-Bray) jika pH tanah meningkat maka ketersediaannya pun meningkat (Utami 2009).
14
Unsur kimia tanah yang dibutuhkan dalam jumlah besar adalah unsur hara makro, sedangkan jika unsur kimia tanah yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit adalah unsur hara mikro. Adapun unsur kimia tanah yang menimbulkan gejala defisiensi adalah nitrogen, fosforus, dan kalium (Aristyanti 2014). Kandungan nitrogen pada tanah yang berasal dari Kota Tegal lebih tinggi dibandingkan dengan tanah dari Kota Bogor. Nitrogen berperan penting dalam merangsang pertanaman vegetatif dari suatu tanaman, membuat daun tanaman berwarna hijau gelap, dan penyusun plasma sel yang berperan dalam pembentukan protein. Defisiensi nitrogen menunjukkan gejala tanaman kerdil, pertanaman akar terbatas, daun berwarna kuning pucat. Kelebihan nitrogen akan memperlambat kematangan tanaman, mudah roboh dan rentan hama penyakit.
Kadar fosforus yang dikandung tanah berasal dari Kota Tegal juga lebih tinggi dibandingkan kadar fosforus dari Kota Bogor. Defisiensi fosforus dapat menimbulkan penimbunan gula dalam bentuk pigmentasi antosianin pada bagian dasar batang dan daun, pertanaman terhambat karena pembelahan sel terganggu, daun menjadi ungu atau coklat. Penyerapan fosforus oleh tanah juga dipermudah pada derajat keasaman 6-7 (Hardjowigeno 2007).
Kalium yang terkandung dalam tanah dari Kota Tegal memiliki kadar lebih tinggi dibanding Kota Bogor. Kalium berfungsi sebagai aktivator enzim dalam proses fotosintesis dan respirasi, translokasi karbohidrat, sintesis protein dan pati. Kalium juga berperan dalam proses buka tutup stomata karena fungsinya dalam pengaturan potensi osmotik sel-sel, namun peran kalium sebagai penyusun komponen tanaman cukup kecil sehingga umumnya kalium tetap dalam bentuk ion. Defisisensi kalium dapat menyebabkan klorosis, dan jaringan daun terlihat seperti hangus karena jaringan telah mati (Hanafiah 2005). Kalium dapat mempercepat penebalan dinding sel dan ketegaran bunga, buah, dan cabang, hal ini karena kalium sebagai aktivator enzim yang terlibat dalam translokasi karbohidrat.
Kadar magnesium yang terkandung pada tanah kota Tegal juga lebih tinggi dibanding tanah Kota Bogor. Magnesium berfungsi untuk menyehatkan klorofil, membantu peredaran fosforus dan mengatur peredaran karbohidrat dalam tubuh tanaman. Defisiensi magnesium dapat mengakibatkan klorosis, menguning, penuaan dini dan nekrotik, hal ini jika dibandingkan pada kondisi fisik tanaman dengan kadar kandungan magnesium berbanding lurus. Penampakan fisik daun jinten dari Kota Tegal lebih hijau dibandingkan daun jinten dari Kota Bogor.
Kalsium bagi tanaman berperan dalam mengatur kemasaman tanah dan tanaman, berperan dalam pertanaman akar dan daun, serta penetralisir akumulasi racun pada tanaman. Kalsium juga dapat mengaktifkan enzim yang berfungsi dalam proses mitosis, divisi, dan elongasi sel, serta berperan dalam pembentukan kromosom. Defisiensi kalsium dapat mengakibatkan mati pada pucuk atau titik tumbuh dan distorsi pada ujung pangkal daun muda yang ditandai dengan melengkungnya daun dengan ujung yang mengering.
15
Hubungan Senyawa Bioaktif dengan Unsur Hara Tanah dan Iklim
Kesuburan tanah akan berpengaruh terhadap kapasitas tanah dalam memasok unsur-unsur esensial dalam jumlah yang mencukupi untuk pertumbuhan tanaman. Penurunan kesuburan tanah dapat terjadi karena pemiskinan hara, pengambilan hara, penurunan pH, kehilangan bahan organik, dan peningkatan unsur beracun. Kecukupan unsur hara baik makro maupun mikro mempengaruhi terhadap kebutuhan nutrisi dan proses metabolisme tanaman, dimana unsur hara berperan sebagai pengaktif enzim yang berperan dalam proses terbentuknya metabolit sekunder (Aristyanti 2014). Semakin tinggi unsur hara makro maka semakin tinggi pula senyawa bioaktifnya.
Iklim berpengaruh juga terhadap kandungan bioaktif tanaman. Iklim dipengaruhi oleh curah hujan dan iklim menjadi faktor pembatas terhadap ketersediaan unsur hara tanah yang juga berakibat langsung terhadap kadar serta kandungan bioaktif tanaman daun jinten. Menurut penelitian Raharjo dan Darwati (2000), tanaman tempuyung yang ditanam pada kondisi kering dengan intensitas cahaya penuh, kadar flavonoidnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada daerah iklim basah dan di bawah naungan. Terlihat dari hasil penelitian ini, curah hujan yang lebih rendah yang terjadi di Tegal menghasilkan daun jinten dengan kandungan flavonoid lebih tinggi dibandingkan daun jinten dari Bogor. Namun, iklim juga berpengaruh terhadap kesuburan tanah dengan kondisi iklim Bogor yang lebih dingin akibat ketinggian tempat yang lebih tinggi dibandingkan dengan Tegal mengakibatkan produktivitas daun jinten juga lebih tinggi dari Kota Bogor, hal ini terlihat dari rendemen ekstrak yang ternyata lebih besar rendemen dari Kota Bogor dibandingkan dengan Kota Tegal.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan uji kualitatif daun jinten memiliki kandungan alkaloid, flavanoid, tanin, saponin, dan steroid. Kadar kandungan dari kedua asal tempat tumbuh juga berbeda. Kadar total kandungan fenolik simplisia daun jinten dari Tegal sebesar 1.698 mg GAE/g simplisia dan 2.009 mg GAE/g simplisia dan dari Bogor (2.040 mg GAE/g simplisia dan 1.340 mg GAE/g simplisia). Kadar total kandungan flavonoid simplisia daun jinten dari Tegal sebesar 1.922 mg QE/g simplisia dan 2.987 mg QE/g simplisia lebih besar jika dibandingkan dari Bogor (1.285 mg QE/g simplisia dan 0.925 mg QE/g simplisia).
16
Saran
Penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh berbagai faktor terhadap kandungan bioaktif daun jinten, antara lain faktor edafis, faktor klimatis, faktor cara tumbuh dan pola penanaman (budidaya atau liar), bagian yang diekstraksi, waktu panen dan pengolahan pasca panen. Penelitian juga perlu dilakukan dengan memakai sampel dari berbagai tempat sehingga dapat terlihat lebih jelas perbandingannya, serta ditambah analisis statistika untuk mengetahui hasil penelitian secara kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Aristyanti D. 2014. Pengaruh Kadar Kimia Tanah terhadap Kandungan Flavonoid Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.). [Skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Chang C, Yang M, Wen H, Chern J. 2002. Estimation of Total Flavonoid Content in Propolis by Two Complementary Colorimetric Methods. J Food Drug Analysis. 10 : 178-182.
Curter NP, Saludez JD, Sia IC, Alegre OY, Solis GA, Bagnaes LB, Macaidgay PU, dan Bajdo AG. 1985. Penggunaan Tanaman Obat. Jakarta (ID): Bulletin Farmakon.
Darusman LK, Sajuthi D, Sutriah K, Pamungkas D. 1995. Naskah Seminar: Ekstraksi Komponen Bioaktif sebagai Bahan Obat dari Karang-Karangan, Bunga Karang dan Ganggang Laut di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu.
Buletin Kimia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tanaman Obat. Jakarta (ID) : Depkes RI.
[Depkes] .2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi 1. Jakarta (ID) : Depkes RI. Dewi LK. 2014. Kadar Total Senyawa Fenolik, Flavonoid dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Air dan Ekstrak Metanol Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz). [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Fahrizal MD. 2014. Total Fenolik dan Flavonoid serta Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.)). [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Gunawan D dan Sri M. 2010. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.
Hamburger M, Hostettmaun K. 1991. Bioactivity in Plants: The Link Between
Phytochemistry and Medicine. Phytochemical. 30(12):3864-3874..
doi :10.1016/0031-9422(91)83425-K
Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada.
17
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Edisi Ke-2. Padmawinata K, Soediro I, Penerjemah. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Terjemahan Dari:
Phytochemical Methods.
Hardjowigeno S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Cetakan ke 1. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press.
Haris M. 2011. Penentuan Kadar Flavanoid Total dan Aktivitas Antioksidan dari Daun Dewa (Gynura pseudochina [Lour] DC) dengan Spektrofotometer UV-Visibel. [Skripsi]. Padang (ID) : Universitas Andalas.
Heyne K. 1987. Tanaman Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan Jakarta (ID). Halm 87-88.
Ichsan SA. 2011. Aktivitas Ekstrak Kulit Kayu Suren (Toona sinensis Merr.) sebagai Antioksidan dan Antidiabetes Secara In Vitro. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Javanmardi J, Stushnoff C, Locke E, Vivanco JM. 2003. Antioxidant Activity and Total Phenolic Content of Iranian Ocimum Accessions. J Food Chem. 83 : 547- 550.doi : 10.1016/S0308-8146(03)00151-1.
Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) dan Antioksidan (1,1-diphenyl-2-picrilhydrazyl) dari Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.). Makara Sains. 13(1):50-54.
Karadeniz F et al. 2005. Antioxidant Activity of Selected Fruits and Vegetables Grown in Turkey. Turkish Journal of Agricultural and Forest. 89: 297–303.
Manoi F. 2006. Pengaruh Pengeringan terhadap Mutu Simplisia Sambiloto. Bul. Littro. 17(1) : 1-5.
Murnah. 2011. Pengaruh Ekstrak Etanol Mengkudu (Morinda citrifolia L)
terhadap Diabetik Nefropati pada Tikus Sprague dawley yang Diinduksi Streptozotocin (STZ) dengan Kajian VEGF dan Mikroalbuminaria (MAU). [Tesis]. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro.
Rahardjo, M. dan I. Darwati. 2000. Pengaruh Cekaman Air terhadap Produksi dan Mutu Simplisia Tempuyung (Sonchus arvensisL.). Jurnal Littri. 6 (3): 73-79. Santosa Ch.M. 2001. Khasiat Konsumsi Daun Bangun-bangun (Coleus amboinicus. L) sebagai Pelancar Sekresi Air Susu Ibu Menyusui dan Pemacu Pertanaman Bayi. [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sembiring B. 2007. Warta Puslitbangbun . 13 (2). Agustus 2007.
Simanjuntak E. 1992. Mempelajari Cara Pengolahan, Lama Penyimpanan, Pemanasan Uang terhadap Kandungan Zat Besi Sayur Daun Jintan (Coleus amboinicus Lour.).[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suhermanto. 2013. Profil Flavonoid, Tanin, dan Alkaloid dari Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sulaeman, Suparto, Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor (Id). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
18
Venkataraman K. 1976. Review Article:Woods Phenolic in The Chemotaxonomy of The Moraceae. Phytochemistry. 11 : 1571-1586.
doi:10.1016/0031-9422(72)85002-7.
19 Lampiran 1 Dokumentasi penelitian
Sampel yang dikeringhaluskan Sampel dimasukkan ke desikator
saat proses pengujian kadar air
Hasil uji alkaloid pada kedua sampel Hasil uji steroid
Hasil uji fenolik pada sampel A Hasil uji fenolik pada sampel B
20
Lampiran 1 Dokumentasi penelitian (lanjutan)
Proses dan hasil ekstraksi
Proses pengentalan
21 Lampiran 2 Kadar air simplisia daun jinten
Sampel Ulangan
Lampiran 3 Rendemen ekstrak daun jinten
Sampel Etanol
bobot simplisia terkoreksi = bobot simplisia- kadar air
22
Lampiran 4 Kadar total fenolik ekstrak dan simplisia daun jinten Kurva standar asam galat
Konsentrasi (ppm) Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan
100 1.078 1.154 1.116
80 0.961 1.026 0.993
60 0.527 0.543 0.535
40 0.471 0.498 0.484
20 0.278 0.297 0.287
Kandungan total fenolik ekstrak dan simplisia daun jinten
sampel A Sampel B
total fenolik (mg/L) 120.720 133.243 119.279 76.126
23 Lampiran 4 Kadar total fenolik ekstrak dan simplisia daun jinten (lanjutan) Contoh perhitungan kadar total fenolik ekstrak etanol 96% pada sampel A
Fenolik total
Persamaan kurva standar asam galat : y = 0.0111x-0.016
Absorbansi sampel = 0.0111 (fenolik total) - 0.016 0.654 = 0.0111 (fenolik total) - 0.016 Fenolik Total = 60.360 mg/L x FP
= 60.360 mg/L x 2
= 120.720 mg/L
Fenolik total (mg GAE/g) C = c (V/m)
Keterangan :
C = Fenolik Total (mg GAE/g)
c = kadar fenolik total dari kurva standar (mg/L) V = volume sampel (L)
m = bobot ekstrak (g) Fenolik total ekstrak
(mg GAE/g ekstrak) = 120.720 mg/L x (0.002 L/0.01 g) = 120.720 mg/L x (0.2 L/ g) = 24.144 mg GAE /g ekstrak Fenolik total simplisia
(mg GAE / g simplisia) =
= 24.144 mg GAE/g ekstrak x 7.036 g ekstrak 100 g simplisia
= 1.698 mg GAE/ g simplisia
Lampiran 5 Kadar total flavonoid ekstrak dan simplisia daun jinten Kurva standar kuersetin
Konsentrasi
(ppm) Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan
50 0.182 0.197 0.189
100 0.454 0.494 0.474
150 0.924 0.983 0.953
24
Lampiran 5 Kadar total flavonoid ekstrak dan simplisia daun jinten (lanjutan)
Kandungan total flavonoid ekstrak dan simplisia daun jinten
Contoh perhitungan kadar total flavonoid ekstrak etanol 96% pada sampel A
25 Lampiran 5 Kadar total flavonoid ekstrak dan simplisia daun jinten (lanjutan) 0.388 = 0.0077 (flavonoid total) - 0.1379 0.388+0.1379 = 0.0077 (flavonoid total)
Flavonoid Total = 68.298 mg /L x FP
= 68.298 mg /L x 2
= 136.597 mg/L
Flavonoid total (mg QE/g) C = c (V/m)
Keterangan :
C = Flavonoid Total (mg QE/g)
c = kadar flavonoid total dari kurva standar (mg/L) V = volume sampel (L)
M = bobot ekstrak (g) Flavonoid total
(mg QE/g ekstrak) = 136.597 mg/L x(0.002 L/0.01 g) = 136.597 mg/L x (0.2 L/g) = 27.319 mg QE /g ekstrak Flavonoid total
mg QE/ g simplisia =
= 27.319 mg QE/g ekstrak x 7.036 g ekstrak
26
Lampiran 6 Data iklim Kota Tegal dan Kota Bogor tahun 2014
DATA IKLIM BULANAN TAHUN 2014 Lokasi : Stasiun Kimatologi Darmaga Bogor Lintang : 06.31° LS
Bujur : 106. 44° BT Elevasi : 207 m
Bulan Curah Hujan
Rata-rata
Temperatur Rata-rata
Kelembaban Udara Rata-rata
(mm) (°C) (%)
Januari 702 24.6 89
Februari 337 25.0 89
Maret 281 25.6 87
April 511 26.2 85
Mei 296 26.2 85
Juni 87 26.5 83
Juli 349 25.8 83
Agustus 538 25.7 80
September 22 26.3 73
Oktober 180 26.8 75
November 673 26.3 83
Desember 200 26.3 82
Bogor, 16 April 2015 Kasi Data dan Informasi
Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
Drs. Hendri Antoro
27 Lampiran 6 Data iklim Kota Tegal dan Kota Bogor tahun 2014 (lanjutan)
Lokasi : Stasiun Meteorologi Tegal Lintang : 06.51° LS
Bujur : 109. 09° BT Elevasi : 3 m
Bulan Curah Hujan
Rata-rata
Temperatur Rata-rata
Kelembaban Udara Rata-rata
(mm) (°C) (%)
Januari 439.8 26.6 86
Februari 208.1 26.8 86
Maret 212.0 27.8 83
April 127.5 28.3 79
Mei 150.7 28.7 79
Juni 57.2 28.5 78
Juli 51.1 27.6 77
Agustus 12.3 27.3 74
September 0 27.7 70
Oktober 2.7 28.6 70
November 106.1 28.4 77
Desember 243.5 27.9 80
Mengetahui : Tegal, 17 April 2015
Kepala Stasiun Meteorologi
Tegal Pembuat Laporan,
NURZAMAN AGUS PURWONO
28
Lampiran 7 Standar penilaian analisis tanah
Parameter tanah*
Nilai Sangat
rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
C (ppm) <1 1-2 2-3 3-5 >5
N (ppm) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 .>0.75
C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25
P2O5 HCl 25% (mg 100g-1) <15 15-20 21-40 41-60 >60
P2O5 Bray (ppm P) <4 5-7 8-10 11-15 >15
P2O5 Olsen (ppm P) <5 5-10 11-15 16-20 >20 K2O HCl 25% (mg 100g-1) <10 10-20 21-40 41-60 >60 KTK/CEC (me 100g tanah-1) <5 5-16 17-24 25-40 >40 Susunan Kation
Ca <2 2-5 6-10 11-20 >20
Mg <0.3 0.4-1 1.1-2.0 2.1-8.0 >8
K <0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 >1
Na <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 >1
Kejenuhan basa (%) <20 20-40 41-60 61-80 >80 Kejenuhan alumunium (%) <5 5-10 1-20 20-40 >40 Cadangan mineral (%) <5 5-10 11-20 20-40 >40 Salinitas /DHL(dS m-1) <1 1-2 2-3 3-4 >4 Persentase natrium dapat
tukar/ESP (%) <2 2-3 5-10 10-15 >15
Sangat
masam masam
Agak
masam netral
Agak
alkalis Alkalis pH H2O <4.5 4.5-5.5 5.5-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5
Unsur Mikro
DTPA* Defisiensi Marginal Cukup
Zn (ppm) 0.5 0.5-1.0 1.0
Fe (ppm) 2.5 2.5-4.5 4.5
Mn (ppm) 1.0 - 1.0
29 Lampiran 7 Standar penilaian analisis tanah (lanjutan)
*Penilaian ini hanya didasarkan pada sifat umum secara empiris Unsur makro
dan mikro morgan *
Nilai Sangat
rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Ca (ppm) 71 107 143 286 572
Mg (ppm) 2 4 6 23 60
K (ppm) 8 12 21 36 58
Mn (ppm) 1 1 3 9 23
Al (ppm) 1 3 8 21 40
Fe (ppm) 1 3 5 19 53
P (ppm) 1 2 3 9 13
NH4 (ppm) 2 2 3 8 21
NO3 (ppm) 1 2 4 10 20
SO4 (ppm) 20 40 100 250 400
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi, 26 Maret 1992 dari ayah Ir Dedi Suharyadi, MM dan Ibu Rati Ratnaningrat, SPd. Penulis merupakan putri pertama dari tujuh bersaudara. Penulis memulai jenjang pendidikan di TK PUI Mangkalaya 1996-1998, SDN Mangkalaya 1 pada tahun 1998-2004, SMPN 1 Cisaat pada tahun 2004-2007. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Cisaat tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan melalui jalur USMI di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Institut Pertanian Bogor.