APLIKASI KAMUS DIGITAL BAHASA INDONESIA - KARO
DENGAN
OUTPUT
AKSARA BATAK KARO MENGGUNAKAN
ENHANCED CONFIX STRIPPING STEMMER (ECS)
SKRIPSI
UPIK PURNAMAWATI
091402019
PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
APLIKASI KAMUS DIGITAL BAHASA INDONESIA - KARO DENGAN OUTPUT AKSARA BATAK KARO MENGGUNAKAN ENHANCED CONFIX STRIPPING STEMMER
(ECS)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi
UPIK PURNAMAWATI
091402019
PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : APLIKASI KAMUS DIGITAL BAHASA
INDONESIA - KARO DENGAN OUTPUT AKSARA BATAK KARO MENGGUNAKAN ENHANCED CONFIX STRIPPING STEMMER (ECS)
Kategori : SKRIPSI
Nama : UPIK PURNAMAWATI
Nomor Induk Mahasiswa : 091402019
Program Studi : SARJANA (S1) TEKNOLOGI INFORMASI Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI
INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
M. Andri Budiman , ST.,M.Comp.Sc.,M.E.M Sarah Purnamawati, ST.M.Sc
NIP : 19751008 200801 1 0011 NIP : 19830226 201012 2 003
Diketahui/Disetujui oleh
Program Studi S1 Teknologi Informasi Ketua,
PERNYATAAN
APLIKASI KAMUS DIGITAL BAHASA INDONESIA - KARO DENGAN
OUTPUT AKSARA BATAK KARO MENGGUNAKAN
ENHANCED CONFIX STRIPPING STEMMER (ECS)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan,
PENGHARGAAN
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, karena atas berkah, rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan serta dorongan dari pihak lain. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapka terima kasih kepada:
1. Ketua dan Sekretaris Jurusan M. Anggia Muchtar, ST, M.MIT dan M. Fadly Syahputra, ST., M.MIT
2. Kepada Ibu Sarah Purnamawati, ST.M.Sc dan Bapak M. Andri Budiman, ST.,M.Comp.Sc.,M.E.M selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan saran dan masukan serta bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Romi Fadilla Rahmat B.Comp.Sc.,M.Sc dan Bapak Dani Gunawan ST.,M.T selaku dosen pembanding dan penguji yang telah banyak memberikan petunjuk, saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Keluarga yaitu ayah , Djamahir yang telah memberikan seluruh dukungannya kepada penulis. Kakak, Juwita Wati, Edi junaidi, Rosmawati yang telah dengan senang hati memberikan dukungan baik moril dan materi, serta dengan sabar membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Kepada mami Zaenap yang dengan senang hati memberikan bantuan berupa materi dan doa untuk penulis. Dan seluruh keluarga yang tidak dapat disebut satu – persatu namanya. 5. Bapak M. Anggia Muchtar, ST, M.MIT selaku dosen penasihat akademik saya. 6. Seluruh Dosen yang mengajar dan staff tata usaha pada program studi
Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
7. Teman-teman Teknologi Informasi stambuk 2009, Buyung, Ani, Zyzy, Irwan, Rozy, Arif, Kepo, Yuli, Robert, Rian, Iting, Mitha, Jihan, Dila, Mira.
8. Kekasih tersayang yang dengan sabar memberi dukungan baik moril dan materi kepada penulis, Nico Syahputra.
9. Dan seluruh rekan – rekan kuliah sejawat yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempuranaan skripsi ini.
ABSTRAK
Aksara Batak Karo merupakan aksara yang telah ada sejak dahulu, namun aksara
Batak Karo ini masih sedikit masyarakat yang mengetahuinya. Masyarakat suku Karo
sendiri masih ada yang belum mengenal aksara Batak Karo ini. dalam penelitian ini,
penulis akan membuat suatu aplikasi kamus bahasa Indonesia – Karo dengan output
aksara Batak Karo, dan kamus ini dapat menerima kata berimbuhan dengan penerapan
algoritma Enhanced Confix Stripping Stemmer, berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, algoritma Enhanced Confix Stripping Stemmer ini dapat memaksimalkan penterjemahan kata.
ABSTRACT
Karo Batak script is a script which were of old, but the Karo Batak alphabet is still a
few people who know. Karo tribal communities themselves there are not familiar with
this Karo Batak alphabet. in this study, the author will make an application Indonesian
dictionary - Karo and Batak Karo script output, and this dictionary can receive the
word with affix and the application uses an algorithm enhanced confix stripping
Stemmer, based of testing that has been done, enhanced confix stripping Stemmer
algorithm can maximize the affix translation.
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
PENGHARGAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
BAB 1 1
PENDAHULUAN 1
1.1Latar Belakang 1
1.2Rumusan Masalah 2
1.3Batasan Masalah 2
1.4Tujuan Penelitian 3
1.5Manfaat Penelitian 3
1.6Metodologi Penelitian 3
BAB 2 5
LANDASAN TEORI 5
2.1 Kamus 5
2.2 Aksara Batak 5
2.4 Proses Stemming 17 2.5 Algoritma Enhanced Confix Stripping Stemmer 17
2.6 Bahasa Pemprograman PHP 19
2.7 Penelitian Terdahulu 22
BAB 3 24
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 24
3.1 Data Yang Digunakan 24
3.2 Proses Penerjemahan 24
3.3 Analisis Perancangan Sistem 27
3.3.1 Analisis pengguna 27
3.3.2 Diagram Use Case 27
3.4 Perancangan Database 29
3.5 Perancangan Antar Muka Pemakai (User Interface) 29 3.5.1 Rancangan Halaman Input 29 3.5.2 Rancangan Halaman Output 30
BAB 4 32
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 32
4.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 32
4.2 Tampilan Antarmuka 33
4.2.1 Tampilang Halaman Beranda 33 4.2.2 Tampilan Halaman Aksara 34 4.2.3 Tampilan Halaman Output 35
BAB 5 38
KESIMPULAN DAN SARAN 38
5.1 Kesimpulan 38
5.2 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 40
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbedaan Aksara 8
Tabel 2.2 Persamaan Aksara 10
Tabel 2.3 Aksara 14
Tabel 2.4 Tanda Diakritik (anak ni surat) 15
Tabel 2.5 Nama anak ni surat 16
Tabel 2.6 Kombinasi Awalan – Akhiran yang dilarang 18
Tabel 2.7 PenelitianTerdahulu 22
Tabel 3.1 Tabel Database 30
Tabel 4.1 Tabel Rencana Pengujian 33
Tabel 4.2 Tabel Hasil Evaluasi pada Tampilan halaman beranda 34 Tabel 4.3 Tabel Hasil Evaluasi pada Tampilan halaman input 35 Tabel 4.4 Tabel Hasil Evaluasi pada Tampilan halaman output 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Silsilah Aksara 6
Gambar 2.2 Arah Penyebaran Aksara Batak 17
Gambar 3.1 Diagram Sistem 25
Gambar 3.2 Flowchart Sistem 26
Gambar 3.3 Diagram Use Case 28
Gamabr 3.4 Rancangan Halaman Input 30
Gambar 3.5 Rancangan Halaman Output 31
Gamabr 4.1 Tampilan Halaman Beranda 33
Gambar 4.2 Tampilan Halaman Aksara 34
Gambar 4.3 Tampilan Halaman Aksara yang diberi input kata terjatuh 35
ABSTRAK
Aksara Batak Karo merupakan aksara yang telah ada sejak dahulu, namun aksara
Batak Karo ini masih sedikit masyarakat yang mengetahuinya. Masyarakat suku Karo
sendiri masih ada yang belum mengenal aksara Batak Karo ini. dalam penelitian ini,
penulis akan membuat suatu aplikasi kamus bahasa Indonesia – Karo dengan output
aksara Batak Karo, dan kamus ini dapat menerima kata berimbuhan dengan penerapan
algoritma Enhanced Confix Stripping Stemmer, berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, algoritma Enhanced Confix Stripping Stemmer ini dapat memaksimalkan penterjemahan kata.
ABSTRACT
Karo Batak script is a script which were of old, but the Karo Batak alphabet is still a
few people who know. Karo tribal communities themselves there are not familiar with
this Karo Batak alphabet. in this study, the author will make an application Indonesian
dictionary - Karo and Batak Karo script output, and this dictionary can receive the
word with affix and the application uses an algorithm enhanced confix stripping
Stemmer, based of testing that has been done, enhanced confix stripping Stemmer
algorithm can maximize the affix translation.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia terkenal dengan berbagai macam suku dan budaya, mulai dari Sabang
hingga Merauke memiliki ciri khas tersendiri baik dari segi tutur bahasa hingga
budaya, di pulau Sumatera contohnya, terdapat berbagai macam tutur bahasa yang
khas.
Apabila ditinjau lebih dalam mengenai pulau Sumatera, khususnya Sumatera
Utara, Sumatera Utara terkenal dengan bermacam tutur bahasa dan budaya. Aksara
Batak salah satu contoh ragam bahasa, dan aksara Batak merupakan bagian dari
keluarga aksara India. Aksara India yang tertua adalah aksara Brahmi yang
menurunkan dua kelompok tulisan yaitu India Utara dan India Selatan (Casparis,
1975).
Aksara Batak ini terbagi lagi lima yaitu, Angkola-Mandailing, Toba,
Simalungun, Pakpak-Dairi, dan Karo. Pada penelitian ini, penulis berfokus pada
aksara Batak Karo. Aksara Batak Karo adalah aksara kuno yang dipergunakan oleh
masyarakat Karo, akan tetapi pada saat ini penggunaannya sangat terbatas sekali
bahkan hampir tidak pernah digunakan lagi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
penulis berharap dapat menerapkan sebuah kamus untuk Bahasa Indonesia ke dalam
Bahasa Karo menggunakan aksara Batak Karo, agar dapat membantu pembelajaran
bagi masyarakat suku Karo, atau siapa saja yang ingin belajar Bahasa Karo dan
mengenal aksara Batak Karo.
Dalam penerapan atau pembuatan kamus digital bahasa Indonesia – karo ini
elektronis, yaitu sebuah fasilitas yang memungkinkan aplikasi pengolahan kata
memeriksa ejaan dari dokumen yang diketik. Hal ini dapat meminimumkan
kemungkinan salah eja dan salah ketik. Di negara-negara maju, pengguna data secara
elektonis sudah sangat umum, sehingga menjadi salah satu indikator pemilihan
terhadap pengolahan data yang hendak dipakai (Rinarozky, 2007).
Algoritma Enhanced Confix Stripping Stemmer (ECS) adalah algoritma
stemming yang akurat untuk mencari kata dasar dari suatu kata dalam bentuk bahasa Indonesia (Sholihin, 2013).
1.2 Rumusan Masalah
Terbatasnya aplikasi kamus bahasa Indonesia – Karo dan pengenalan tentang aksara
Batak Karo menjadi hal yang mendasar dalam penelitian ini, dan juga masih
sedikitnya aplikasi kamus yang dapat menerjemahkan kata berimbuhan Bahasa
Indonesia - Karo. Sehingga diperlukan sebuah aplikasi yang dapat membantu dalam
menerjemahkan kata dasar dan kata berimbuhan dari bahasa Indonesia – Karo dengan
menggunakan aksara Batak Karo sebagai output dan diikuti cara pembacaan aksara Batak Karo dengan huruf latin.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Input berupa teks dalam kata menggunakan bahasa Indonesia 2. Input hanya satu kata.
3. Imbuhan yang dapat diterjemahkan ke bahasa Karo hanya :
4. Output berupa teks dalam kata berupa bahasa Karo dan aksara Batak Karo.
5. Data yang digunakan terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia – Bahasa Karo
secara online dan kamus Karo – Indonesia (Darwin Prinst, 2002).
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menterjemahkan kata berimbuhan pada
bahasa Indonesia - Karo dengan input Bahasa Indonesia dan output berupa aksara Batak Karo dan menggunakan algoritma Enhanced Confix Stripping Stemmer (ECS).
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai bahan pembelajaran Bahasa Indonesia - Karo dengan menggunakan
aksara Batak Karo.
2. Aksara Batak Karo akan lebih dikenal bukan saja oleh suku Karo, namun
masyarakat umum.
3. Membantu peneliti dalam mempelajari dan memperdalam ilmu tentang algoritma
Enhanced Confix Stripping Stemmer (ECS), aksara Batak Karo dan Bahasa Karo. 4. Sebagai suatu alat yang dapat melestarikan kebudayaan suku karo, dengan adanya
penggunaan aksara Batak Karo dalam output kamus tersebut.
5. Membantu untuk menerjemahkan kata dalam bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Karo, baik itu dalam kata dasar maupun kata berimbuhan.
1.6 Metodologi Penelitian
Tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada pelaksanaan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan referensi baik dari buku,
artikel, paper, jurnal, makalah, maupun situs-situs internet. Studi literatur yang
2. Analisis Permasalahan
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hasil studi literatur untuk mengetahui dan
mendapatkan pemahaman mengenai Kamus Digital Indonesia – Karo.
3. Perancangan Sistem
Pada tahap ini dilakukan perancangan arsitektur, pengumpulan data pelatihan,
pemilihan lingkungan pengembangan dan perancangan antarmuka. Proses
perancangan dilakukan berdasarkan hasil analisis studi literatur yang telah didapatkan.
4. Implementasi Sistem
Pada tahap ini dilakukan proses implementasi pengkodean program dalam aplikasi
komputer menggunakan bahasa pemrograman yang telah dipilih yang sesuai dengan
analisis dan perancangan yang sudah dilakukan. Pelatihan jaringan, verifikasi dan
validasi.
5. Pengujian
Pada tahap ini dilakukan proses pengujian dan percobaan terhadap sistem sesuai
dengan kebutuhan yang ditentukan sebelumnya serta memastikan program yang dibuat
berjalan seperti yang diharapkan.
6. Dokumentasi
Pada tahap ini dilakukan pembuatan dokumentasi sistem, lengkap dengan analisis
yang diperoleh.
7. Penyusunan Laporan
Pada tahap ini dilakukan dokumentasi hasil analisis dan implementasi dari Kamus
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini membahas mengenai teori-teori yang digunakan untuk memahami
permasalahan yang berkaitan dengan Kamus, Aksara Batak Karo, Bahasa Karo,
Stemmer, Algoritma Enhanced Confix Stripping Stemmer (ECS), dan Bahasa Pemprograman PHP dan penelitian terdahulu.
2.1 Kamus
Kata kamus diserap dari bahasa Arab qamus, dengan bentuk jamaknya qawamis. Kata Arab itu sendiri berasal dari kata Yunani okeanos yang berarti lautan. Sejarah kata itu jelas memperlihatkan mana dasar yang terkandung dalam kata kamus, yaitu wadah
pengetahuan, khusunya pengetahuan bahasa, yang tidak terhingga dalam dan luasnya.
dalam pengertian lain, Kamus adalah buku acuan yang memuat kata dan ungkapan,
biasanya disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang makna dan pemakainya
(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kamus disusun sesuai dengan abjad dari A-Z
dengan tujuan untuk memudahkan pengguna kamus dalam mencari istilah yang
diinginkannya dengan cepat dan mudah. Kamus memiliki kegunaan untuk
memudahkan penggunanya dalam mencari istilah-istilah yang belum dipahami
maknanya.
2.2 Aksara Batak
2.2.1 Asal usul aksara batak
aksara-aksara lainnya di Nusantara – merupakan bagian dari rumpun tulisan Brahmi
(India) yang lebih tepat dapat diklasifikasikan sebagai abugida (paduan antara
silabogram dan abjad). Sebuah abugida terdiri dari aksara yang melambangkan sebuah
konsonan sementara vokal dipasang pada aksara sebagai diakritik. Abugida adalah
jenis tulisan yang bersifat fonetis dalam arti bahwa setiap bunyi bahasanya dapat
dilambangkan secara akurat.
Paleografi adalah ilmu tentang tulisan-tulisan kuno. Dibanyak masyarakat yang
mengenal tulisan terdapat naskah-naskah kuno yang umurnya dapat mencapai ratusan
atau bahkan ribuan tahun. Aksara yang terdapat pada naskah-naskah kuno pada
umumnya berbeda dengan aksara yang terdapat dalam naskah yang lebih baru. Dengan
cara memperbandingkan aksara-akasara yang terdapat dalam naskah-naskah lama, kita
dapat menyusun semacam silsilah aksara.
Sebagian besar sistem tulisan yang ada di Afrika, Eropa, dan Asia berasal dari satu
sumber, yakni aksara Semit Kuno yang menjadi nenek moyang tulisan-tulisan Asia
(Arab, Ibrani dan India) maupun Eropa (Latin, Yunani dsb.)
Aksara Batak termasuk keluarga tulisan India. Aksara India yang tertua adalah
aksara Brahmi yang menurunkan dua kelompok tulisan yakni India Utara dan India
Selatan. Aksara Nagari dan Palawa masing-masing berasal dari kelompok utara dan
selatan dan kedua-duanya pernah dipakai diberbagai tempat Asia Tenggara, termasuk
Indonesia (Casparis 1975). Yang paling berpengaruh adalah aksara Palawa. Semua
tulisan asli Indonesia berinduk pada aksara tersebut.
Pada Gambar 2.1 dapat dilihat dimana secara garis besar tempatnya aksara Batak
dalam silsilah tulisan sedunia.
Surat Batak terdiri atas dua perangkat huruf yang masing-masing disebut ina ni
surat dan anak ni surat. Sistem tulisan yang demikian juga dipakai oleh semua abjad
India dan abjad-abjad turunannya. Dan memang aksara Batak dan demikian juga
semua aksara Nusantara lainnya yang berinduk pada aksara India). Namun demikian,
kerabat surat Batak yang paling dekat adalah aksara-aksara Nusantara, dan khususnya
yang di Sumatra. Tulisan Nusantara asli dapat dibagi atas lima kelompok : Aksara
Hanacaraka terdapat di Jawa, Sunda, Bali. Surat Ulu terdapat di Kerinci,
Rejang,Lampung, Lembak, Pasemah, dan Serawai. Surat Batak terdapat di Angkola
Mandailing, Toba, Simalungun, Pakpak-Dairi, Karo. Aksara Sulawes terdapat di
Bugis, Makasar, dan Bima. Aksara Filipina terdapat di Bisaya, Tagalog, Tagbanwa,
Mangyan.
Naskah yang paling lama pada umumnya ditulis pada bahan yang dapat bertahan
lama seperti di batu atau di lempengan logam. Batu bertulis yang paling tua di
Indonesia adalah prasasti Raja Mulavarman yang ditemukan di Kutai, Kalimantan
Barat yang ditulis pada tahun 322 Saka (tahun 400 Masehi). Hampir sama tua (450 M)
adalah prasasti Raja Purnavarman yang ditemukan di Ci Aruten, Jawa Barat.
Kedua prasasti tersebut beraksara Palawa, dan berbahasa Sanskerta.
Prasasti-prasasti Sriwijaya dari abad ke-7 juga masih menggunakan aksara Palawa, tetapi
bahasanya lain, yakni bahasa Melayu Kuno. Lambat-laun aksara Palawa tersebut
berubah bentuknya sehingga pada abad kedelapan menurunkan aksara Kawi (baik di
Sumatra maupun di Jawa).
Aksara Kawi tersebut masih relatif mirip dengan aksara induknya, tetapi di
sepanjang abad aksara itu berkembang lagi dan bentuk hurufnya berubah. Sebagai
akibat perkembangan tersebut, pada abad ke-14 terbentuk beberapa aksara serumpun,
termasuk Sumatra (prasasti Adityawarman) dan Jawa (prasasti Majapahit) yang sudah
sangat berbeda dari aksara Palawa. Sedangkan aksara Jawa hanacaraka (abad
kedelapan belas hingga kini) juga jauh berbeda dengan aksara Kawi di zaman
Majapahit.
Bila kita perhatikan perubahan-perubahan yang terjadi di sepanjang abad
berkesinambungan. Sebagai contoh, mari kita simak sejarah perkembangan huruf Na.
Pada naskah Batak ditemukan empat bentuk Na. Yang berbentuk
yang paling tua karena masih mirip dengan bentuk aksara Palawa dan Kawi (kolom 2–
4). Na-kuno ini memiliki varian
bentuk baru . Perbedaan aksara tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan Aksara
Pada kolum pertama tabel di atas terlihat huruf Na sebagaimana ditulis di India
pada awal dan pertengahan milenium pertama. Kolom kedua memperlihatkan aksara
yang sama sekitar seribu tahun kemudian (abad ke-14). Ternayata dalam kurun waktu
seribu tahun bentuk Na Majapahit itu tidak berubah jauh dengan bentuk Palawa;
bagian bawah masih hampir sama, namun bagian atas disederhanakan.
Kolom 3 dan 4 memperlihatkan dua bentuk aksara yang juga dari abad
ke-14, tetapi digunakan di Sumatra, persisnya di Dharmasraya, di perbatasan Sumatra
Barat dan Jambi. Walaupun bentuknya berbeda, kedua aksara berasal dari masa dan
tempat yang sama. Keduanya digunakan pada abad ke-14 di dalam kerajaan Malayu.
Yang pertama ditulis pada naskah Tanjung Tanah yang berasal dari Dharmasraya, dan
yang kedua ditemukan pada bagian belakang patung Amoghapasa yang ditulis oleh
Adityawarman dan ditemukan di Dharmasraya juga.
Bentuk Na naskah Tanjung Tanah tidak berbeda jauh dengan bentuk aksara Bali
Baru namun Jawa Baru sudah makin menjauh dari aksara asalnya. Jelas kelihatan
disini bahwa aksara Palawa dan Kawi masih sangat mirip, dan juga Batak , yakni
Na-kuno, masih cukup dekat dengan aksara Palawa dan Kawi, sementara Batak
(Na-Baru) merupakan penyederhanaan bentuk . Dengan adanya sejumlah
tembaga atau emas, maka sejarah aksara Jawa dapat ditelusuri kembali sampai pada
awal perkembangan aksara Kawi. Orang Batak, Rejang, Kerinci, Lampung, Bugis,
Makasar dan juga orang Filipina pada umumnya tidak mengenal prasasti atau naskah
logam, dan hanya menggunakan bahan yang mudah lapuk seperti bambu, kulit kayu
(Sumatra), dan lontar (Sulawesi). Naskah yang masih ada pada umumnya tidak lebih
tua daripada 200 tahun sehingga kita tidak tahu banyak tentang sejarah perkembangan
aksara-aksara Nusantara tersebut.
Diduga bahwa semua tulisan Nusantara di luar Jawa dan Bali berasal dari
sumber yang sama yang dianggap berada di Sumatra bagian selatan pada masa
kejayaan Sriwijaya. Di antara aksara-aksara Nusantara yang paling dekat dengan
ak-sara Batak adalah akak-sara Kerinci (surat incung), akak-sara Lebong, Lembak, Lintang,
Pasemah, Rejang, Serawai (surat ulu), serta aksara Lampung. Sama dengan daerah
Batak, daerah-daerah tersebut juga agak terpencil di daerah pegunungan sehingga
kurang terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh asing yang dibawa dari seberang lautan
dan secara lambat merembet dari pesisir ke pedalaman. Salah satu pengaruh budaya
asing adalah masuknya agama Islam. Serentak dengan penyebaran agama Islam
ber-sebar pula tulisan Arab yang di Melayu terkenal sebagai tulisan Jawi. Aksara “Arab
gundul” tersebut cepat menggantikan aksara-aksara Sumatra asli yang kemudian
hilang sama sekali.
Karena daerah-daerah yang disebut di atas berada di pedalaman dan agak
terpencil, maka pengaruh Islam baru dirasakan pada abad ke-19 sehingga aksara asli
masih dapat bertahan sampai pada abad ke-20. Besar kemungkinan bahwa aksara
Mi-nangkabau dan Melayu juga pernah ada, tetapi kemudian digantikan oleh tulisan
Arab-Melayu sehingga hilang tak berbekas. Aksara-aksara surat ulu di Sumatra bagian
selatan banyak memiliki persamaan dengan huruf Batak. Huruf Ka, Ga, dan Ha
hampir sama bentuknya, dan juga huruf Da masih banyak menunjukkan persamaan.
Tabel 2.2 Persamaan Aksara
Persamaan Surat Batak, Surat Ulu, dan Surat Incung
Sebagian nama anak huruf juga sangat mirip. Selain itu semua aksara Sumatra
dan termasuk juga sebagian aksara Sulawesi dan Filipina memiliki persamaan yang
struktural yang membedakannya dengan aksara India, Asia Tenggara, Jawa, dan Bali.
Ciri-ciri khas aksara-aksara Sumatra, Sulawesi, dan Filipina adalah kesederhanaannya.
Dibandingkan dengan aksara-aksara India yang memiliki empat puluhan aksara
ditambah belasan tanda diakritik, tulisan-tulisan Nusantara jauh lebih sederhana.
Tulisan Jawa dan Bali memiliki 20 aksara dan 10 diakritik, tulisan Lampung memiliki
20 aksara dan 12 diakritik, tulisan Makasar 19 aksara dan 5 diakritik, dan tulisan
Ta-galog hanya 15 aksara dan dua diakritik. Tulisan-tulisan India dan juga tulisan Sunda,
Jawa, dan Bali mempunyai tanda “pasangan”, ialah tanda diakritik penanda konsonan
yang ditulis untuk menutup konsonan lain di depannya. Tulisan-tulisan Nusantara di
luar Jawa dan Bali tidak menggunakan pasangan sehingga jumlah huruf yang harus
dihafal jauh berkurang.
Kesederhanaan dalam bentuk aksaranya juga adalah ciri-ciri khas bagi
aksara-aksara tersebut. Bila dibandingkan dengan aksara-aksara Jawa atau Bali, tampak bahwa
aksara Sumatra, Sulawesi dan Filipina mempunyai bentuk yang lebih sederhana.
Bentuk yang berlengkung-lengkung telah diganti oleh bentuk yang lebih bersegi yang
lebih sesuai untuk menulis di permukaan yang keras seperti di kulit bambu.
Aksara-aksara tersebut juga memperkenalkan sebuah hal yang baru yakni
aksara-aksara yang didahului bunyi sengau. Batak (Karo) memiliki dua huruf tambahan yakni
Mba dan Nda, aksara Kerinci dan Rencong menambahkan dua lagi yakni Ngga dan
Nja. Aksara Bugis juga mempunyai empat aksara yang bersengau ialah Ngka, Mpa,
Nra, dan Nca. Perlu dicatat bahwa gejala tersebut tidak ada pada aksara Batak selain
persamaan-persamaan yang tadi disebut, dapat diduga bahwa semua aksara Nusantara di luar
Jawa dan Bali berasal dari satu aksara purba. Aksara purba tersebut kemungkinan
besar tercipta di daerah Sumatra selatan pada masa kejayaan dan di sekitar wilayah
Sriwija.
Aksara purba tersebut dapat dipastikan tercipta di bawah pengaruh
aksara-aksara Palawa yang telah berkembang di wilayah tersebut, namun diolah sedemikian
rupa sehingga bentuknya menjadi lebih sederhana supaya lebih mudah dipelajari, lebih
sesuai untuk bahasa-bahasa setempat (yang dari segi bunyi jauh lebih sederhana
daripada bahasa-bahasa India), dan juga lebih sesuai untuk menulis di atas bambu.
Bagaimana persisnya perkembangan aksara Sumatra selanjutnya, bagaimana
hubungannya dengan kerabat-kerabat lainnya di Filipina dan di Sulawesi, dan
bagai-mana persisnya peranan aksara Jawa dalam pembentukan aksara Sumatra tidak
diketahui dan mungkin juga kelak tidak akan diketahui.
Walaupun pengetahuan kita tentang masa lampau aksara Batak sangat
terbatas, kita dapat mengetahui sedikit tentang sejarah perkembangan aksara Batak
dengan cara memperbandingkan aksara Batak satu sama lain, dan juga dengan aksara
Nusantara lainnya. Ternyata penelitian yang demikian yang sampai sekarang belum
pernah dilakukan, sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita tentang
perkembangan dan arah penyebaran aksara Batak. Analisa ini dimulai pada ina ni
surat. (Kozok, 1999).
2.2.1.1aksara ( ina ni surat )
Van der Tuuk berpendapat bahwa perkembangan aksara Batak terjadi dari selatan ke
utara, dan bahwa daerah asalnya di Mandailing (Tuuk 1971:77). Parkin (1978:100)
juga berpendapat demikian karena alasan-alasan berikut: Aksara Nya, Wa dan Ya
melambangkan tiga bunyi yang terdapat dalam bahasa Mandailing sementara dalam
bahasa Toba tidak ada bunyi [ny], [w], atau [y].
Dengan demikian ketiga huruf tersebut sebenarnya mubazir karena tidak
terdapat bunyinya dalam bahasa Toba. Sebagai contoh, Mandailing sayur menjadi saur
di Toba, manyurat menjadi manurat. Pada bahasa Pakpak dan Karo tidak ada bunyi
bahwa aksara Toba berasal dari Mandailing. Argumentasi Parkin sangat masuk akal.
Sekiranya aksara Batak mula-mula tercipta di Toba, tak mungkin ada huruf Nya,
karena tidak ada bunyi itu dalam bahasa Toba. Di Tanah Karo – daerah yang paling
utara letaknya, huruf
Ca. Ternyata urutan dalam abjadnya tetap sama dengan posisi Nya ialah antara La dan
I. Dengan demikian, huruf
adalah dari selatan ke utara. Teori tersebut juga didukung oleh faktor-faktor lainnya:
Keragaman dalam varian-varian aksara paling besar di Mandailing, disusul oleh Toba
dan Karo.
Namun di Karo, keragaman tersebut disebabkan oleh adanya
perkembangan-perkembangan yang relatif baru seperti variasi yang ada pada huruf Sa, Da, dan Ca,
dan terutama karena adanya sejumlah aksara baru seperti ketiga varian Mba ,
dan serta kedua varian Nda ( ). Semua varian tersebut merupakan
perkembangan baru dan tidak ada di daerah Batak lainnya. Huruf Ma memiliki
berbagai varian di Toba dan Angkola-Mandailing: , dan
Pakpak, Karo dan Simalungun masing-masing hanya ada satu bentuk saja.
Di antara ketiga varian tadi, bentuk biasa digunakan di Angkola dan
Mandailing, tetapi agak jarang digunakan di Toba yang lebih cenderung memakai
dan . Keragaman dalam varian-varian aksara di Toba, dan khususnya di
Man-dailing menunjuk pada usia tinggi tulisan di daerah itu. Sebagai contoh akan saya
mengemukakan dua aksara, yakni Na dan Ja.
Sebagaimana telah ditunjuk di atas, bentuk Na dalam aksara Kawi sangat
mirip dengan varian yang terdapat di Mandailing dan di Toba. Hal ini tidak berarti
bahwa aksara Batak berasal dari aksara Kawi, melainkan menunjukkan bahwa kedua
aksara tersebut masih mempunyai nenek moyang yang sama atau bahwa terdapat
pengaruh Jawa pada sejarah perkembangan aksara Batak purba.
Keberadaan varian yang oleh Voorhoeve disebut “Na kuno” di
Mandailing dan Toba juga menunjukkan bahwa perkembangan aksara Batak adalah
dari selatan ke utara. Bentuk aksara Ja ( ) yang
aksara Kawi, tetapi bukan pada aksara Palawa sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada tahap awal perkembangan aksara Batak mesti ada pengaruh Kawi. Aksara
kemudian disederhanakan sehingga di daerah utara dari Toba hanya bentuk yang
ada. Bila kita perbandingkan kedua aksara selatan (Angkola-Mandailing dan Toba),
ternyata hanya terdapat sedikit perbedaan saja. Aksara Toba kehilangan beberapa
varian dari aksara Sa dan Ha, tetapi di daerah Toba juga terjadi perkembangan baru
dengan memperkenalkan varian Ta ( ) dan varian Wa ( ).
Namun tidak tertutup pula kemungkinan bahwa dan adalah bentuk
yang lebih lama yang di Mandailing dan di sebagian Toba kemudian berubah menjadi
varian Ta ( ) dan varian Wa (
lah bentuk yang lebih lama, dan dan
dan ) dan Karo (
). Mesti diakui bahwa secara teoretis terdapat kemungkinan bahwa varian v
meru-pakan perkembangan baru di Pakpak-Dairi yang kemudian bersebar ke selatan lalu
di-pakai di sebagian daerah Toba.
Akan tetapi kemungkinan tersebut hanya kecil saja. Sebagaimana akan
ditunjukkan nanti, terlalu banyak indikasi bahwa perkembangan aksara Batak adalah
dari selatan ke utara dan bukan sebaliknya. Suatu hal yang perlu dicatat di sini adalah
bahwa aksara Simalungun memiliki beberapa persamaan dengan Mandailing.
Misalnya varian Sa, (yang sangat mirip dengan
varian-varian Angkola-Mandailing dan
Simalungun, tetapi tidak di Toba.
Hal itu menunjukkan bahwa ada kemungkinan besar bahwa sudah sangat dini
aksara Batak dari Mandailing masuk ke Simalungun. Bentuk huruf Ya dengan garis
horisontal yang melengkung juga menunjukkan pengaruh Mandailing. Menurut Van
der Tuuk, kedua varian Toba untuk huruf Ta
Timur”, sedangkan varian dan
der Tuuk tidak menjelaskan daerah mana yang dimaksud dengan Toba Barat dan Toba
Timur, tetapi kalau Van der Tuuk benar, dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:
Aksara Batak mula-mula berkembang di daerah Angkola-Mandailing, barangkali tidak
Dari sana aksara Batak tersebar arah ke utara sehingga terbentuk sebuah
aksara purba Toba-Timur–Simalungun (kemudian disebut Toba-Simalungun) di
daerah antara Parapat dan Balige yang subur dan padat penduduk. Aksara Simalungun
kemudian tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, tetapi berubah sedikit
bentuknya sehingga semua aksara kelihatan seperti terdiri dari garis-garis yang
terpisah-pisah sebagaimana kelihatan sekali pada huruf Ma dan Ra.
Aksara purba Toba-Simalungun menurunkan dua jenis huruf: Toba Timur
yang menggunakan Ta dan Wa selatan: , dan
menggunakan Ta dan Wa utara: dan
perkembangan kemudian yang masuk dari Toba Barat ke Pakpak-Dairi ( dan
dan Karo (hanya ).
Perlu ditegaskan di sini bahwa tidak ada garis pasti antara ‘Toba Timur’ dan
‘Toba Barat’. Naskah yang dapat dipastikan daerah asalnya terlalu sedikit. Lagi pula,
bentuk huruf mana yang dipakai oleh salah seorang juga sangat tergantung pada
gurunya. Sifat datu yang suka mengembara turut mengaburkan batas-batas antara
daerah.
Daerah Karo dapat dipastikan sebagai daerah yang paling belakangan
menerima aksara Batak. Tetapi justru di daerah ini, tulisannya berkembang sangat
subur. Ratusan naskah Karo yang tersimpan di berbagai koleksi di mancanegara
mem-buktikan bahwa bukan saja para datu (di Karo disebut guru) bisa membaca dan
menulis.
Di situ juga banyak terdapat pulas – semacam surat kaleng yang di daerah
Karo juga terkenal sebagai musuh běrngi (musuh di malam hari). Tetapi bukti yang
paling kuat bahwa aksara Batak cukup umum diketahui oleh para pria Karo adalah
kebiasaan menulis ratapan percintaan (bilang-bilang) di ruas-ruas bambu. Barangkali
justru karena surat Batak di Karo menjadi demikian populer, maka terjadi
perkembangan-perkembangan yang baru seperti dibuktikan oleh huruf Mba dan Nda
Tabel 2.3 Aksara
2.2.1.2 Tanda diakritik (anak ni surat)
Untuk menambah bunyi vokal, bunyi sengau dan bunyi /h/ serta untuk mematikan
bunyi /a/ perlu ditambah beberapa tanda diakritik (anak ni surat). Perhatikan bahwa dari semua bahasa Batak, bahasa Toba memiliki jumlah bunyi bahasa yang paling
sedikit. Hanya bahasa Karo dan Pakpak yang memiliki bunyi e-pepet dan oleh sebab
itu maka ada huruf tersendiri untuk e-pepet yang berbeda dengan e-keras.
Dalam bahasa Batak lainnya bunyi e-pepet menjadi /o/: telu => tolu, besi =>
bosi. Baik Toba maupun Mandailing tidak memiliki bunyi /h/ pada akhir suku kata
sehingga: idah => ida, rumah => ruma, geluh => golu, reh =>ro. Tanda – tanda anak
ni surat dapat dilihat pada tabel 2.4. dan nama anak ni surat dapat dilihat pada tabel
Tabel 2.4 tanda diakritik (anak ni surat)
Tabel 2.5 Nama anak ni surat
Karo Pakpak Simalungun Toba Mandailing
ḝ kḝbḝrḝtḝn kḝbḝrḝtḝn podi - - -
E kḝtelengḝn kḝtadingin hatalingan hatadingan Talinga
I kḝlawan Kaloan haluan haluain hauluan
haulian
siulu, uluwa
Uluwa
O kḝtolongḝn Sikora sihorlu siala, sihora Siala ulu
Ou - - hatulungan - -
U Sikurun kḝbḝrḝtḝn haboritan haborotan haboruan
Boruta
buruta
Ng kḝbincarḝn kḝbincarḝn haminsaran haminsaran hamisaran
paminggil
Amisara
H kḝjḝringḝn Sikorjan hajoringan - -
tanda mati pḝnḝngḝn Pangolat ? panongonan pangolat pangolat
Pada tabel 2.5 merupakan keterangan – keterangan nama anak ni surat yang ada pada
Jika digambarkan, arah penyebaran aksara Batak adalah seperti gambar 2.2.
Gambar 2.2Arah Penyebaran Aksara Batak
(Sumber : Kozok, 1999)
2.3 Bahasa Karo
Bahasa Karo adalah bahasa persatuan dari suku Karo untuk berkomunikasi antara satu
dengan yang lainnya.
2.4 Proses Stemming
2.5 Algoritma Enhanced Confix Stripping Stemmer
Algoritma Enhanced confix stripping Stemmer merupakan peningkatan peforma dari algoritma Confix Stripping stemmer yang dikembangkan oleh Mahendra (2008), dan merupakan salah satu algoritma yang dapat mengatasi proses stemming yang spesifik untuk Bahasa Indonesia. Pemilihan algoritma Enhanced confix stripping Stemmer
merujuk pada penelitian Mahendra (2008). Pada dasarnya, algoritma Enhanced confix stripping Stemmer merupakan modifikasi dari algoritma confix stripping Stemmer
(Asian, 2007) yang dikembangkan dari algoritma stemming yang dibuat oleh Nazief dan Adriani (1996) dengan beberapa penambahan aturan tertentu yang telah terbukti
mampu meningkatkan kinerja Stemmer tersebut.
Algoritma stemming Nazief dan Adriani dikembangkan berdasarkan pada aturan morfologi Bahasa Indonesia yang mengelompokkan dan mengenkapsulasi
imbuhan-imbuhan, termasuk di dalamnya adalah awalan (prefix), sisipan(infix), akhiran (suffix) dan gabungan awalan-akhiran (confixes). Algoritma Enhanced confix stripping Stemmer menambahkan penggunaan kamus kata dasar dan mendukung
recoding, yakni penyusunan kembali kata-kata yang mengalami proses stemming
berlebih.
Tabel 2.6 Kombinasi Awalan-Akhiran yang dilarang
Awalan
Algoritma Enhanced confix stripping Stemmer (Mahendra, 2008) adalah sebagai berikut:
1. Cek kombinasi akhiran dan awalan yang dilarang sesuai Tabel 2.1, apabila bernilai
benar maka lakukan penghilangan awalan terlebih dahulu. Apabila bernilai salah,
2. Lakukan recoding apabila diperlukan.
3. Lakukan loopPengembalianAkhiran.
4. Cek apakah terdapat tanda hubung (‘-’) yang menandakan bahwa input kata tersebut adalah kata ulang atau bentuk jamak. Jika ada, maka lakukan stemming
pada sub-kata di sebelah kiri dan kanan tanda hubung tersebut. Apabila stemming
memberikan hasil yang sama, maka kata dasar kata ulang tersebut adalah hasil
stemming yang didapatkan.
5. Jika proses-proses di atas gagal, maka input kata yang distemming dianggap sebagai kata dasar.
Pada setiap langkah, dilakukan proses pengecekan outputstemming ke kamus. Apabila ditemukan, maka proses ini berhenti. Berikut adalah contoh proses stemming pada kata “perpolitikan” dengan menggunakan Enhanced confix stripping stemmer:
1. Cek kombinasi awalan dan akhiran yang dilarang: salah. Hilangkan akhiran
terlebih dahulu.Penghilangan akhiran menyisakan kata “perpoliti”.
2. Penghilangan awalan menyisakan kata “politi” (sesuai aturan 23 pada Tabel 2.2).
3. Karena aturan 23 pada Tabel 2.2 tidak mendefinisikan karakter recoding, maka
proses recoding tidak dilakukan.
4. Kata “politi” tidak ada di kamus, oleh karena itu dilakukan
loopPengembalianAkhiran:
Awalan-awalan yang telah dihilangkan, dikembalikan lagi. Langkah ini
menghasilkan kata “perpoliti”.
Akhiran-akhiran dikembalikan. Karena akhiran yang sebelumnya
dihilangkan adalah “-kan”, maka karakter ’k’ saja yang dikembalikan
terlebih dahulu. Proses ini menghasilkan kata “perpolitik”.
Karena “perpolitik” tidak ada di kamus, maka proses penghilangan awalan
dilakukan. Proses ini menghasilkan kata “politik”.
Karena “politik” ditemukan dalam kamus, proses
loopPengembalianAkhiran ini berhenti. Kata dasar “perpolitikan” adalah
“politik”.
2.6 Bahasa Pemprograman PHP
PHP (Hypertext Preprocessor) adalah bahasa komputer yang dibuat untuk pengembangan web dinamis. Pada umumnya PHP digunakan di server namun juga
Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahasa pemprograman PHP dan
MySQL dikarenakan oleh bahasa pemprograman PHP dan MySQL memiliki beberapa
kelebihan seperti dinyatakan oleh Sutarman (2007) kelebihannya sebagai berikut:
1. Bahasa pemograman PHP adalah sebuah bahasa script yang tidak melakukan sebuah kompilasi dalam penggunaannya.
2. Web Server yang mendukung PHP dapat ditemukan dimana-mana dari mulai IIS sampai dengan Apache dengan konfigurasi yang relatif mudah.
3. Dapat berjalan pada sistem operasi yang berbeda seperti UNIX, Windows, dan
Macintosh.
Sedangkan database MySQL memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
1. Portability
MySQL dapat berjalan stabil pada berbagai sistem operasi seperti Windows,Linux,
FreeBSD, Mac Os X Server, Solaris, Amiga dan masih banyak lagi.
2. Open Source
MySQL dapat didistribusikan secara open source, dibawah lisensi GPLsehingga dapat digunakan secara gratis.
3. Multiuser
MySQL dapat digunakan oleh beberapa userdalam waktu yang bersamaan tanpa mengalami masalah atau konflik.
4. Performance tuning
MySQL memiliki kecepatan yang baik dalam menangani query sederhana,dengan kata lain dapat memproses lebih banyak SQL per satuan waktu.
5. Column types
MySQL memiliki tipe kolom yang sangat kompleks, seperti signed/ unsigned integer,
float, double, char, text, date, timestamp, dan lain-lain. 6. Command dan functions
MySQL memiliki operator dan fungsi secara penuh yang mendukung perintah Select
dan Wheredalam query. 7. Security
MySQL memiliki beberapa lapisan sekuritas seperti level subnetmask, nama host,dan izin akses user dengan sistem perizinan yang perizinan yang mendetail serta password
8. Scalability dan limits
MySQL mampu menangani database dalam skala besar, dengan jumlah recordslebih dari 50 juta dan 60 juta ribu serta 5 milyar baris. Selain itu batas indeksyang dapat
ditampung mencapai 32 indeks pada tiap tabelnya.
9. Connectivity
MySQL dapat melakukan koneksi dengan client menggunakan protocolTCP/IP, Unix soket (UNIX), atau Named Pipes (NT).
10. Localization
MySQL dapat mendeteksi pesan kesalahan pada client dengan menggunakan lebih dari dua puluh bahasa. Meskipun demikian, bahasa Indonesia belum termasuk di
dalamnya.
11. Interface
MySQL memiliki interface (antar muka) terhadap berbagai aplikasi dan bahasa pemograman dengan menggunakan fungsi API (Application Programming Interface). 12. Clients dan tools
MySQL dilengkapi dengan berbagai tool yang dapat digunakan untuk adminsitrasi
database, dan pada setiap tool yang ada disertakan petunjuk online. 13. Struktur Tabel
MySQL memiliki struktur tabel yang lebih fleksibel dalam menangani ALTERTABLE, dibandingkan database lainnya semacam PostgreSQL atau pun Oracle.
PHP mempunyai lima macam tipe data, yaitu:
1. Integer adalah Tipe data ini digunakan untuk menyatakan bilangan bulat karena tidak mempunyai titik desimal sehingga tidak diperbolehkan menggunakan
karakter koma antara dua bilangan.
2. Float/double atau bilangan pecahan
3. String adalah
satu kalimat, yang biasanya diapit oleh dua tanda kutip
4. Array adalah suatu struktur data yang terdiri atas banyak variabel dengan tipe data sama, dimana masing-masing elemen variabel mempunyai nilai indeks.
5. Objek
yang berfungsi untuk memudahkan pencarian kembali data tersebut. Dalam penelitian
ini, fungsi tersebut sangat dibutuhkan ketika kalimat diparsing akan disimpan di dalam
array dengan indeks yang autoincrement dan data akan dipanggil kembali sesuai indeksnya saat menampilkan gambar dari database. Tipe data array memiliki pointer untuk menunjukkan dimana indeks yang aktif. Untuk array yang baru dideklarasikan, nomor indeks adalah nomor indeks yang pertama [0]. Untuk mengetahui nomor indeks
yang aktif digunakan fungsi key() dan untuk mengetahui jumlah elemenkata yang
telah diparsing digunakan fungsi count().
Pada PHP juga tersedia fungsi bernama ereg yang dapat digunakan untuk
menangani ekspresi regular (dalam hal ini digunakan fungsi preg() karena kompatibel
pada PHP 5.3 dan versi selanjutnya, khususnya fungsi preg_replace yang berguna
untuk mengganti suatu bagian string dengan string yang lain berdasarkan ekspresi
regular).
2.7 Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu seperti Aplikasi kamus Digital Bahasa Batak – Indonesia
– Inggris menggunakan Visual basic 6.0 (Harahap, 2013). Implementasi Algoritma
Enhanced Confix Stripping Stemmer pada kamus sistem bahasa isyarat Indonesia. (Iqramitha, 2013). Penggunaan Algoritma Semut Dan Confix Stripping Stemmer
Untuk Klasifikasi Dokumen Berita Berbahasa Indonesia (Mahendra, 2008). Dan
penelitian ini terinspirasi dari kamus Karo pada salah satu website yang didalamnya
juga terdapat konversi Bahasa Indonesia ke dalam bentuk Aksara Karo secara terpisah,
dalam website tersebut juga tidak menerima adanya input imbuhan, oleh karena itu peneliti bermaksud menambahkan fitur baru dari website tersebut dan menggabungkan
antara kamus dan konversi untuk penulisannya. Website tersebut adalah
Pada tabel 2.7 merupakan penelitian – penelitian terdahulu.
No Judul Kelebihan/Kelebihan/Keteraangan Penulis
1 Aplikasi kamus Digital
Bahasa Batak –
Indonesia – Inggris
menggunakan Visual
basic 6.0. (2013)
Tidak menerima input kata
berimbuhan
No Judul Kelebihan/Kekurangan/Keterangan Penulis
2 Implementasi
Algoritma Enhanced
Confix Stripping
Stemmer pada kamus
sistem bahasa isyarat
Indonesia. (2013)
Dapat menguraikan kata berimbuhan
dan kata baku secara jelas, namun
untuk kata awalan ke dan kata depan
ke belum dapat dibedakan.
Iqramitha
3 Penggunaan Algoritma
Semut Dan Confix
Stripping Stemmer
Untuk Klasifikasi
Dokumen Berita
Berbahasa Indonesia.
(2008)
Adanya kendala untuk masalah kata
yang mengandung sisipan.
Mahendra
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
Pada bab ini, akan membahas beberapa hal diantaranya data yang digunakan,
penerapan algoritma dan analisa perancangan sistem dalam mengimplementasikan
Algoritma Enhanced Confix Stripping Stemmer (ECS) pada proses stemming untuk menerjemahkan Bahasa Indonesia ke dalam bentuk Bahasa Karo.
3.1 Data yang digunakan
Data yang digunakan berdasarkan dari kamus Karo Indonesia Darwin Prinst (2002)
dimana kamus tersebut berisikan kata – kata umum yang sering dibicarakan sehari –
hari.
3.2 Proses Penerjemahan
Pada tahap awal, user menginputkan kata yang hendak diartikan kedalam kolom yang telah disediakan. Kemudian sistem akan memproses input tersebut. Setiap kata yang diinputkan akan mengalami proses stemming, menjadi terpisah antara imbuhan dan kata dasar.
Jika terdapat kata yang sama dengan kata yang ada di database maka kata tersebut akan tersimpan sementara, lalu sistem akan mulai memproses dan memunculkan
terjemahan dari input tadi. Dan jika ternyata kata yang diinputkan tidak terdapat di dalam database maka sistem akan melanjutkan proses penyesuaian dengan Aksara Batak Karo. Diagram sistem pada gambar 3.1 dapat mempresentasikan proses
penerjemahan Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Karo dan penyesuaian Aksara Batak
25
Input kata 1
Jika tidak terdapat kata pada database, maka
Gambar 3.1 Diagram Sistem
Proses dari diagram pada gambar 3.1 dapat diperjelas dengan contoh sebagai berikut :
1. Diberikan input kata seperti :Terjatuh
2. Stemming kata : [ter] [jatuh]
3. Setiap kata di cek ke dalam database, apakah kata tersebut terdapat di dalam
database atau tidak.
4. Jika terdapat kata yang tidak cocok di dalam database, maka sistem akan melanjutkan proses selanjutnya yaitu menyesuaikan dengan Aksara Batak Karo.
5. Setelah selesai proses penerjemahan kata di dalam database, maka kata tersebut disimpan sementara. Lalu kata yang tersimpan tadi akan kembali dicocokkan
26
Untuk flowchart sistem dapat dilihat pada gambar 3.2
Mulai
Input Kata
Kata distemming
Cek kata dasar
Sesuaikan imbuhan dengan
Bahasa Karo
Cek Imbuhan
Pasangkan Kembali Dengan
kata dasar
Ambil Aksara Karo
Selesai Ya
Ya
Tidak
Tidak
27
Algoritma Enhanced Confix Stripping Stemmer adalah algoritma stemming yang akurat untuk mencari kata dasar dari suatu kata dalam bentuk bahasa Indonesia
(Sholihin, 2013).
Pada tahap pertama tiap kata yang diinputkan oleh user akan distemming
menggunakan algoritma ECS yang sudah dimodifikasi. Jika kata tersebut terdapat
dalam kamus kata, maka kata merupakan kata dasar. Jika kata tidak terdapat di dalam
kamus kata, maka kata tersebut akan mengalami proses stemming dan jika kata tersebut tidak dapat distemming, maka kata tersebut akan diurai menjadi huruf per huruf. Dan selanjutnya akan dicocokkan dengan aksara Batak Karo yang terdapat di
dalam database yang tersedia.
3.3 Pedoman Penulisan Aksara Batak
Penggunaa surat batak versi karo telah dijelaskan oleh Neumann (1922) dan Smit (1916).
a. Anak ni surat
Semua ina ni surat yang berupa konsonan berakhir dengan bunyi [a] (bp
bapa). Bunyi [a] ini dapat dihapus dengan menggunakan tanda bunuh yang disebut
pěněngěn [K] atau pangolat [T]. Fungsi diakritik tersebut persis sama dengan diakritik yang disebut virama dalam bahasabahasa India, atau paten dalam bahasa Jawa. Pada contoh berikut aksara Ka kehilangan bunyi [a]: lk\lk\laklak.
Bunyi [a] yang melekat pada ina ni surat dapat diubah menjadi vocal lain dengan menambahkan anak ni surat. Huruf Ga (g) misalnya dapat diubah menjadi gE
Ge seperti dalam kata bligE Balige. Selain itu, ada dua diakritik yang menambahkan
bunyi [ng] atau [h] pada ina ni surat, contohnya adalah b^kr Bangkara, atau rumh
rumah [K].
28
Pada suku kata tertutup yang terdiri dari urutan Konsonan - Vokal - Konsonan, anak ni surat yang menandai vokal selalu diletakkan di antara ina ni surat yang kedua dan anda bunuh seperti terlihat pada contoh ini:
gko\gok; borti- borit [S]; sni-tk-sintak [K].
b. Aksara A dan Ha
Menurut Voorhoeve (1975:41), makna asli hurufaadalah [ha] dan huruf k bermakna [ka], tetapi dalam dialek-dialek selatan a selalu berbunyi [a] dan k bermakna [ha] atau [ka]. Pada kelompok Batak Utara, a selalu bermakna [a] atau [ha] dan k menjadi [ka] seperti dapat dilihat pada tabel berikut:
Karo akuaku
Simalungun aKahu
Pakpak aKaku
Toba aKahu
Mandailing aHahu
Huruf a juga digunakan sebagai penopang vokal. Karena surat Batak hanya mengenal dua ina ni surat yang bermakna vokal, ialah I dan U, maka huruf a dipakai bila vokal-vokal [e], [ǝ], dan [o] berada pada awal suku kata. Dengan demikian aE dibaca [e],
ao dibaca [o] dan sebagainya: aEtkE\etek, aakE\aek, amo\Pompu, ani\dinda,
aN\d^undang.
c. Aksara I dan U
Aksara ina ni surat I dan U (I dan U) hanya digunakan di awal suku kata terbuka (UL ulu, pI<to\ paingot). Bila sebuah suku kata tertutup diawali dengan bunyi [i] atau [u] maka vokal tersebut diwakili oleh kombinasi huruf a dan anak ni surat /i/ atau /u/ (aM\pm umpama, ani\D^ indung). Aturan ini juga berlaku bagi suku kata yang dimulai dengan vokal-vokal lainnya: (amo\Pompu, aoloolo, aems-
ěmas [K]).
*K Di surat Batak versi Karo, huruf I dan U boleh dipakai, boleh tidak. Di mana pun posisinya, I selalu dapat diganti dengan ai, dan U boleh diganti dengan au. Dengan demikian, kata iluh dapat ditulis ailuh atau Iluh. Di semua surat Batak lainnya terdapat kecenderungan untuk selalu menggunakan I dan U bila berada pada
posisi awal suku kata terbuka.
29
Karena fonem [w] dan [y] tidak terdapat pada bahasa Batak Toba, maka aksara Wa dan Ya tidak perlu bila menulis surat Batak versi Toba. Namun demikian, huruf Wa (w) dan Ya (w) sering dipakai, juga dalam naskah-naskah Batak Toba, untuk menyambungkan dua vokal. Kata reak, misalnya, dapat ditulis reak\ atau reyk\
dan demikian juga terdapat varian Da (dua) dan Dw (duwa). Tidak jarang kita menjumpai kedua varian pada satu naskah.
Di Karo dan Simalungun deretan dua vokal selalu harus disambungkan dengan menggunakan w dan y. Dalam surat Batak versi Karo, kata sea selalu ditulis sEy
(seya) dan tidak pernah sEa (sea); demikian juga dengan kata dua yang harus ditulis
duw. Di semua surat Batak, w dipakai untuk menyambung dua vokal bila vokal pertama adalah [u] atau [o] (yakni ua, oa, oe, dan ue), sedangkan y menyambung dua vokal bila yang pertama menjadi [e] atau [i] (yakni ia, io, ea, dan eo).
*K Di Karo, vokal ganda (diftong) [ai] biasanya ditulis /e/: kata nai biasanya ditulis nE (ne), tetapi kadang-kadang varian nyi (nayi) digunakan juga. Menurut uli kozok, kebiasaan ini hanya ada di Karo, sedangkan dalam naskah-naskah Toba dan Mandailing deretan vokal [ai] seperti dalam contoh kata sai selalu ditulis sai (sai), dan dalam hal ini s mewakili /sa/ dan ai /i/.
Vokal ganda [au] tidak lazim digunakan di Karo. Di antara beberapa kata yang menggunakan [au] terdapat kata lau (air, sungai) dan laut (laut). Dalam naskah-naskah Karo, lau selalu ditulis layo, dan laut selalu ditulis lawit. Dalam naskah Toba dan Mandailing, [au] selalu ditulis seperti dalam kata saT\, yaitu s /sa/ – aT\ /ut/. Namun perlu diingat bahwa kombinasi bunyi [a] dan [u] dalam kata saut sebetulnya bukan diftong karena [a] dan [u] diucapkan secara terpisa menjadi sa-ut.
*S Pada naskah Simalungun huruf w dan y sering digunakan untuk menulis kata yang berawal vokal. Dengan demikian, ulang sering ditulis wulang, dan on
ditulis won. Kata yang berawal bunyi [i] dan [e] juga sering ditulis dengan y.
Diftong [ei] sering terdapat dalam bahasa Simalungun, misalnya dalam kata
atei atau tarsulei. Kedua kata ini biasa ditulis atE ate dan tr-SlEtarsule. Kadang-kadang huruf Ya dipakai untuk menambah vokal /i/: atEyiatei,tr-SlEyi, tarsulei.
d. Nasalisasi dan aksara Mba dan Nda (K)
Salah satu ciri khas surat Batak versi Karo adalah bahwa bunyi sengau [m], [n], dan
[ŋ] yang terdapat sebelum konsonan [b], [c], [d], [g], [j], [k], dan [p] tidak ditulis.
Dengan demikian, kata panta selalu ditulis pt. Demikian juga dengan kata tonggal
yang selalu ditulis togal, banci menjadi baci, nangkih menjadi nakih, sampur menjadi
sapur dan sebagainya:
30
Demikian juga dengan kata nande yang sering ditulis nade, dan kata mambur yang sering ditulis mabur walaupun terdapat aksara Nda dan Mba. Tingkat penggunaan kedua aksara tersebut tidak terlalu tinggi. Hanya sekitar 40% naskah Karo yang menggunakan aksara itu. Kemungkinan besar kedua aksara tersebut masih relatif baru, meskipun telah digunakan pada naskah Karo yang paling lama. Perlu dicatat bahwa umur naskah-naskah Karo yang berada di museum-museum di dalam dan di luar negeri jarang melebihi 120 tahun.
e. Kendala Morfemik
Seperti sudah disebut di atas, surat Batak sebenarnya bukan abjad karena tidak benar-benar fonetis. Hal itu juga tampak dari kenyataan bahwa hanya seorang yang mengetahui bahasanya dapat menulis surat Batak. Jika kita disuruh menulis kata
marina dengan menggunakan huruf Latin, kita dapat melaksanakan hal itu dan bisa menulis kata yang diucapkan tadi tanpa kesalahan walaupun kita tidak mengerti katanya. Ialah karena abjad Latin pada hakikatnya fonetis.
Lain halnya jika kita disuruh menulis kata yang sama dengan surat Batak. Jika kita tidak menguasai bahasa Batak Toba, tentu kita akan menulis mrin karena kita tidak tahu bahwa kata marina terdiri atas dua morfem yakni awalan {mar-} dan kata dasar {ina}. Struktur morfemik inilah yang turut mempengaruhi cara menulis surat
Batak, dan ada kecenderungan untuk menandai batas-batas morfemis dengan menulis
mr\In . Demikian juga dengan kata taringot tr\I<to\ atau parulian pr\Ulian\.
Perlu dicatat, bahwa aturan ini tidak selalu diperhatikan oleh penulis naskah-naskah Batak. Cukup banyak naskah yang menulis kata maringan mri<n\ dan bukan
mr\I<n\.
f. Konsonan ganda
31
dan běn-ne ‘hilang’, tě-mbe dan těm-mbe ‘jadi’ dan sebagainya. Penggandaan konsonan seperti itu adalah gejala yang umum sekali dalam naskah Pakpak dan Karo.
Menarik untuk dicatat bahwa penggandaan konsonan setelah e-pepet memili sejarah yang panjang. Dalam tulisan Jawi kata seperti senyum lazim ditulis dengn dua N: sennyum. Pada prasasti-prasasti Sriwijaya tidak ada tanda untuk e-pepet karena aksara induknya, aksara Palawa dari India, memang tidak memiliki tanda dikritis untuk e-pepet. Karena e-pepet begitu sering digunakan dalam bahasa Melayu maka para ahli kalam di zaman Sriwijaya menandai adanya e-pepet dengan menggandakan konsonan.
g. Awalan -er
*K Pada naskah Karo awalan ěr- selalu menjadi rě-, misalnya ěrkěrikěn ditulis
rěkěrikěn. Hanya pada beberapa naskah saja terdapat bentuk are-kerikne- (hěrkěrikěn).
3.4 Analisis Perancangan Sistem
Analisis perancangan sistem merupakan penggambaran atau perencanaan dari
beberapa elemen dalam pengembangan aplikasi. Dalam tahap ini akan dijabarkan
mengenai pengguna serta beberapa diagram yang dapat menjelaskan sistem seperti
use case diagram.
3.3.1 Analisis pengguna (user)
Analisis pengguna merupakan identifikasi para pengguna yang dapat melakukan
interaksi dengan sistem. Dalam penelitian ini, pengguna hanya sebagai pengunjung
yang akan melakukan penerjemahan kata dari bahasa Indonesia ke bahasa Karo. Dan
sistem ini tidak memerlukan proses login.
3.3.2 Diagram use case
Perancangan sistem digambarkan dengan menggunakan pemodelan use case. Untuk pengidentifikasian aktor berdasarkan pada tahap analisis pengguna, aktor yang
berperan dalam aplikasi ini hanya satu aktor yaitu pengunjung. Use case yang terjadi adalah use case melakukan terjemahan kata, membaca beranda, dan membaca tentang pembuat aplikasi. Diagram use case dapat memberikan gambaran interaksi yang terjadi antara aktor dengan use case di dalam sistem. Berdasarkan pengidentifikasian aktor dan use case, scenario use case yang terjadi dapat digambarkan dengan diagram
32
Pengguna
«uses»
Membaca isi Beranda
Membaca tentang Pembuat Aplikasi «uses»
«uses» Mengunakan Kamus
Gambar 3.3 Diagram Use Cas
Use Case Specification untuk Gambar 3.4 adalah sebagai berikut:
a) Brief Description
Use case ini digunakan oleh pengunjung untuk melakukan penerjemahan kata.
b) Pre Condition
Pengunjung harus mengisi kolom kata dalam bahasa Indonesia untuk diterjemah
oleh sistem.
c) Characteristic of activation
Eksekusi hanya bisa dilakukan oleh pengunjung.
d) Flow of Events
o Basic Flow
- Use case ini akan dimulai jika pengunjung menekan tombol terjemah. - Kemudian sistem menampilkan halaman output.
- Di halaman tersebut, terdapat terjemahan bahasa Karo dari kata bahasa
Indonesia dan penulisan dalam aksara Batak Karo yang di input
sebelumnya.
33
o Alternative Flow
- Jika kata dari kalimat tidak ada di database, sistem akan menampilkan kembali kata tersebut sebagai terjemahannya dan mencocokkannya
dengan aksara Batak Karo.
e) Post Condition
Pada use case ini pengunjung dapat melakukan penerjemahan lagi.
f) Limitation
Untuk mendapatkan terjemahan yang tepat, kata yang diinput harus jelas dan terhindar dari kesalahan pengetikan kata dan pengetikan kata sesuai dengan
KBBI.
3.5 Perancangan Database (Basis Data)
Dalam penelitian ini, database yang dirancang dibuat dalam file tersendiri menggunakan MySQL. Database hanya memiliki satu table yang terdiri atas beberapa atribut yaitu kata, bagian dan arti. Table yang akan digunakan pada aplikasi ringkasannya diberikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Tabel Database
No Atribut Type Null Keterangan
1 Bahasa
Indonesia
Varchar (30) No Bahasa Indonesia
2 Karo Varchar (50) No Terjemahan
3.6 Perancangan Antar Muka Pemakai (User Interface)
Perancangan antarmuka pengguna merupakan tahap dimana desain sistem yang telah
dipersiapkan akan ditampilkan menjadi antarmuka antara pengguna dengan sistem.
Ada dua rancangan tampilan antarmuka pada penelitian ini yaitu: rancangan halaman
34
3.5.1 Rancangan halaman input
Pada halaman input akan di isi dengan sebuah textarea tempat dimana user memberi
input berupa kalimat bahasa inggris dan sebuah button untuk memroses input yang telah dimasukkan oleh user. Tampilan rancangan halaman input dapat dilihat seperti pada Gambar 3.7
Gambar 3.4 Rancangan halaman input
Rancangan halaman input pada Gambar 3.7 terdapat lima komponen penting pada
interface, yaitu text(1) yang berfungsi sebagai teks pembuka berisi “Input kata yang akan diterjemah”, textarea(2) yang berfungsi sebagai tempat dimana pengunjung memberi input berupa teks berbahasa Indonesia, button(3) yang berfungsi sebagai tombol untuk memroses daerah input dan text(4) tambahan untuk footer.
3.5.2 Rancangan halaman output
Pada halaman output akan di isi dengan kalimat input awal yang diberikan user dan kalimat hasil terjemahannya. Pada rancangan halaman output ini berisi terjemahan dalam bahasa karo, dan aksara Batak Karo, juga cara membaca aksara Batak Karo.
Tampilan rancangan halaman output dapat dilihat pada Gambar 3.8
3 button
4 text 1 text
35
Gambar 3.5 Rancangan halaman output
Rancangan halaman output pada Gamabr 3.8 juga terdapat enam komponen penting pada interface, yaitu textarea(1) yang menampilkan input yang telah diberikan pengunjung, text(2) yang berisi teks hasil stemming dari input awal, text(3) yang menampilkan hasil terjemahan dari input, button(4) adalah tombol untuk melakukan proses terjemahan, text(5) adalah hasil pencocokan tulisan bahasa indonesia sesuai dengan aksara Karo, text(6) adalah pencocokan tulisan dari bahasa Karo dengan Aksara Karo, text(7) merupakan cara membaca dari text(5), dan text(8) merupakan cara membaca dan keterangan dari text(6).
4 button
5 text 6 text
7 text 8 text
1 textarea
2 text
36
BAB 4
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM
Pada bab ini akan diuraikan tahapan selanjutnya dalam pengembangan aplikasi yaitu
tahap implementasi dan pengujian sistem. Di sini akan dijelaskan tentang proses
pengimplementasian algoritma ke dalam sistem dan melakukan pengujian dari aplikasi
yang dikembangkan.
4.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Spesifikasi perangkat lunak yang digunakan selama pembangunan perangkat lunak
adalah sebagai berikut:
1. Operating System Windows 7, 2. Xampp 2.5.8
Agar perangkat lunak dapat berjalan dengan baik untuk para pengguna, maka
spesifikasi yang dibutuhkan oleh sistem baik dari sisi perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) dapat diuraikan sebagai berikut.
Untuk perangkat keras, yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
1. Processor dengan kecepatan minimal 1 GHz,
2. CPU Intel Atom, dan lebih baik lagi jika CPU nya lebih tinggi, 3. RAM minimal 1 MB.
Untuk perangkat lunak, yang dapat mendukung agar aplikasi dapat berjalan
adalah sebagai berikut:
37
2. Browser, seperti Mozilla Firefox, Google Chrome, dan lain-lain, 3. Xampp 2.5.8.
4.2 Tampilan Antar Muka
Setelah melewati tahap analisis perancangan antarmuka pengguna, rancangan
digunakan sebagai acuan untuk peng-coding-an halaman-halaman pada perangkat lunak. Berikut merupakan antarmuka pengguna untuk halaman beranda, halaman
aksara dan halaman tentang. Rencana pengujian sistem yang akan diuji dapat dilihat
pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1Tabel rencana pengujian
No. Komponen Sistem yang Diuji Butir Uji
1 Halaman Beranda Mencoba semua menu halaman pada bagian
menu
2 Halaman Aksara Kolom terjemahan tombol “terjemahkan”
3 Halaman Tentang Data peneliti
4.2.1 Tampilan halaman beranda
Halaman berandayang telah dilakukan peng-coding-an ditunjukkan pada Gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1 Tampilan Halaman Beranda
Halaman beranda seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.1 merupan sebuah
38
selesai dilakukan, maka selanjutnya dilakukanlah evaluasi terhadap tampilan halaman
input. Hasil proses evaluasi dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Tabel hasil evaluasi pada tampilan halaman beranda
No. Sasaran Pengujian Hasil yang
Diharapkan
Hasil
Pengujian
Status
1 Uji tampilan aplikasi
ketika dieksekusi
4.2.2 Tampilan halaman aksara
Halaman aksara yang telah dilakukan peng-coding-an ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut.
Gambar 4.2 Tampilan halaman aksara
Halaman aksara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2, telah diberikan satu
39
untuk menghasilkan hasil stemming, hasil terjemahan dalam bahasa Karo dan menhasilkan konversi kedalam bentuk aksara Batak Karo juga cara membacanya.
Setelah pen-coding-an telah selesai dilakukan, maka selanjutnya dilakukanlah evaluasi terhadap tampilan halaman aksara. Hasil proses evaluasi dapat dilihat pada
Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3Tabel hasil evaluasi pada tampilan halaman input
No. Sasaran Pengujian Hasil yang Diharapkan Hasil Pengujian
Status
1 Uji tampilan aplikasi ketika dieksekusi
2 Uji pemilihan tombol terjemahkan
Gambar 4.3 Tampilan halaman aksara yang diberi input terjatuh
4.2.3 Tampilan halaman output
Halaman output berisi data input yang telah diberikan pengguna berupa kata serta hasil terjemahan yang dilakukan berdasarkan pengecekan pada database. Halaman output