DlSTRlBUSl DAN KELIMPAHAN LARVA IKAN
Dl ESTUARJA SEGARA ANAKAN, CILACAP
JAWA TENGAH
OLEH
:
MUHAMMAD NURSID
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
MUHAMMAD NURSID, NRP. P27500011. Distribusi dan Kelirnpahan Larva lkan di Estuaria Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah. Dibirnbing oleh RICHARDUS
F. KASWADJI dan SULISTIONO. .. .
ABSTRAK
Distribusi dan kelirnpahan larva ikan serta hubungannya dengan faktor bio-fisikokirnia perairan telah diarnati selarna bulan November 2001 sarnpai dengan April 2002 di Estuari Segara Anakan, Cilacap. Pengarnbilan sarnpel larva ikan dilakukan setiap bulan dengan rnenggunakan larva net pada sepuluh stasiun penelitian.
Sebaran parameter lingkungan dideterrninasi dengan Analisis Kornpoen Utarna dan distribusi larva ikan berdasarkan sebaran parameter lingkungan dideterrninasi dengan Analisis Faktorial Koresponden. Regresi berganda rnetode Stepwise dilakukan untuk rnelihat hubungan antara faktor lingkungan dengan kelirnpahan larva ikan.
Larva ikan cenderung terdistribusi lebih banyak pada bagian dalarn dibanding bagian luar dari estuaria Segara Anakan (pintu rnasuk estuaria). Hal ini disebabkan bagian dalarn estuaria Segara Anakan rnerniliki variasi lingkungan yang lebih kecil dibanding bagian luar. Besarnya variasi faktor lingkungan pada bagian luar estuaria ini disebabkan oleh besarnya pengaruh air laut Sarnudera Hindia serta sungai-sungai yang berrnuara di estuaria Segara Anakan, Cilacap.
S U R A T PERNYATAAN
Dengan ini Saya rnenyatakan bahwa tesis yang berjudul Distribusi dan Kelimpahan Larva lkan di Estuaria Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Sernua informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
DlSTRlBUSl DAN KELIMPAHAN LARVA IKAN
Dl ESTUARIA SEGARA ANAKAN, CILACAP
JAWA TENGAH
MUHAMMAD NURSID
NRP. P27500011
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi llmu Kelautan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Distribusi dan Kelimpahan Larva lkan di Estuaria Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah
Nama : Muhammad Nursid
NRP : P27500011
Program Studi : llmu Kelautan
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Richardus F. Kaswadii. M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Sulistiono. M.Sc. Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi rogram Pascasarjana
llmu Kelautan
Dr. Ir. John I. Pariwono
..
.----
Penulis dilahirkan di Langkat, Sumatera Utara, pada tanggal 18 Pebruari 1974 pasangan Masrudin dan Siti Rubikum. Penulis merupakan anak terakhir dari 8 bersaudara.
Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri Tanjung Pura, Langkat. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima pada Program Studi llmu Kelautan Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala taufiq serta hidayah-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalarn penelitian ini adalah ekologi larva ikan dengan judul Distribusi dan Kelirnpahan Larva lkan di Estuaria Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah. Penulis tertarik rnernilih topik ini karena kajian tentang ekologi larva ikan sangat penting artinya dalarn rnenunjang pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, di sarnping rnasih terbatasnya penelitian dalarn bidang ini.
Penulis rnengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc selaku kornisi pernbirnbing, serta Drs. Setijanto, M.Sc. ST dan Prof. Ir. Johar Arifin, MA yang telah banyak rnernbantu penulis selarna rnengikuti pendidikan. Penulis juga rnengucapkan penghargaan kepada lr. Moh. Hatta, M.Si yang telah banyak rnernbantu dalarn analisis data. Ungkapan terirna kasih dan penghargaan tidak lupa penulis haturkan kepada lbunda Siti Rubikurn, Kanda Abdul Latif dan Siti Salami sekeluarga serta istri tercinta Mutiarawati, atas segala doa dan cintanya.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan turut berkontribusi dalam pengernbangan bidang ichfyoplankfon di Indonesia.
Bogor, 31 Desernber 2002
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL
...
Halaman
...
vi DAFTAR GAMBAR...
.
.
... vii DAFTAR LAMPIRAN...
.
.
....
.
...
viii PENDAHULUAN...
Latar Belakang...
Pendekatan Masalah...
...
Tujuan dan Kegunaan
.
.
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Larva lkan
...
.
.
...
Ekosistem Estuaria dan Asosiasinya dengan Komunitas lkan
...
Deskripsi Ekosistem Estuaria Segara Anakan, Cilacap...
METODE PENELlTlAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
. .
...
Obyek Penel~t~an
...
Alat dan Bahan Penelitian...
Metode Pengambilan Contoh...
...
Analisis DataHASlL DAN PEMBAHASAN
Sebaran Parameter Bio-fisikokimia Perairan
...
Komposisi dan Kelimpahan Larva Ikan
...
Distribusi Larva lkan Hubungannya dengan Parameter
Bio-fisikokimia Perairan
...
KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan
...
Saran
...
...
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman I. Metode dan alat pengukuran parameter bio-fisikokimia perairan ... 15 2. Jenislgenus, kelimpahan, persentase, serta panjang standar (mean
dan kisaran) larva ikan yang tertangkap selarna penelitian di ESAC,
...
bulan November 2001 sampai dengan April 2002 25
3. Larva ikan dorninan penyusun kornunitas ikhtioplankton di berbagai
ternpat
...
274. Kehadiran larva ikan dorninan pada (+) setiap bulan pengamatan dan status ternpat tinggal (residence states, R = residence; M = migratory)
...
masing-masing larva ikan di ESAC 30
DAFTAR GAMBAR
Halaman
...
...
1. Alur pendekatan masalah
.
.
42. Lokasi stasiun penelitian (huruf kapital) di estuaria Segara
...
Anakan Cilacap 14
3. Grafik Principal Component Analysis (PCA) pada surnbu faktorial 1 dan 2 (F1 dan F2). A. Korelasi antar stasiun pengamatan;
B. Korelasi antar parameter bio-fisikokirnia perairan
...
21 4. Grafik Principal Componenf Analysis (PCA) pada sumbu faktorial1 dan 3
(F1
dan F3), A. Korelasi antar stasiun pengamatan;...
B. Korelasi antar parameter bio-fisikokimia perairan 21 5. Nilai rataan kekeruhan, salinitas, dan suhu pada setiap bulan. .
...
dan stasiun selama penel~tlan 22
6. Persentase familia (A) dan tujuh larva ikan dominan (B) di ESAC .
.
selama penel~t~an
...
267. Kelimpahan larva ikan setiap genus pada setiap bulan (A) dan
stasiun pengamatan (B)
...
298. Grafik Analisis Faktorial Koresponden pada sumbu faktorial 1 dan 2
(A) serta sumbu faktorial 1 dan 3 (B)
...
32 9. Histogram kelimpahan larva Glossogobius, Engraulis, Apogon,serta Sfolephorus pada setiap stasiun dan bulan pengamatan
...
37 10. Histogram kelimpahan Acanfhogobius, Megalops cyprinoides, sertaDAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Foto Beberapa SpesiestGenus Larva lkan 49
2. Hasil Analisis Komponen Utama
...
3. Hasil Analisis Faktorial Koresponden
...
4. Data Fisika dan Kimia Perairan 55
...
5. Data Fitoplankton dan Zooplankton 58
6. Panjang Standar 7 Larva lkan Dorninan
...
63...
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistern perairan pantai rnerupakan sebuah ekosistern yang sangat penting bagi kegiatan perikanan. Besarnya kontribusi ekosistern perairan pantai terhadap kegiatan perikanan telah banyak rnernbangkitkan rninat peneliti untuk rnelakukan penelitian di daerah ini.
Ekosistern estuaria rnerupakan salah satu ekosistern yang berasosiasi erat dengan ekosistern perairan pantai. Ekosistern estuaria sangat dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air laut dan rnasukan air tawar dari daratan yang sebagian besar dibawa oleh sungai. Pergantian rnassa air dari dua lingkungan yang berbeda ini sangat rnernpengaruhi pola distribusi dan kelirnpahan organisrne yang hidup di dalamnya. Walaupun ekosistern ini rnernpunyai variasi lingkungan yang sangat besar, narnun asosiasi ekosistern estuaria dengan vegetasi mangrove ditarnbah dengan beberapa faktor lain seperti proses pengadukan dan rnasukan hara dari daratan rnenjadikan ekosistern ini sangat produktif.
Ekosistern Estuaria Segara Anakan-Cilacap (ESAC) rnerupakan salah satu kawasan perikanan yang sangat penting di pantai selatan Jawa Tengah. Berbagai jenis ikan, udang, dan kerang-kerangan hidup di daerah ini. Hingga saat ini, banyak penelitian dalarn bidang perikanan yang telah dilakukan di daerah ini (rnisalnya Ecology Team IPB, 1984; Kohno dan Sulistiono, 1993 serta Affandi et a/., 1995), narnun penelitian yang rnenyentuh aspek awal kehidupan ikan khususnya fase larva masih sangat terbatas. Sebagai salah satu fase
Pendekatan Masalah
Telah banyak diketahui bahwa kawasan pantai dan estuaria rnerupakan daerah asuhan bagi jenis-jenis ikan laut tertentu (Yarnashita dan Aoyarna, 1984; Neira dan Potter, 1994; Methven et a/., 2001). Kawasan ini dikenal sebagai kawasan pernbiakan, pernbesaran, dan ternpat rnencari rnakan (Dando, 1984; Bengen, 2001). Kawasan pantai dan estuaria rnernegang peranan penting untuk kelangsungan hidup banyak jenis ikan pada fase larva dan juvenil.
Status perairan estuaria Segara Anakan Cilacap sebagai daerah asuhan berbagai jenis ikan penting perlu rnendapat perhatian rnengingat kawasan ini sernakin banyak rnendapat tekanan. Pertarnbahan jurnlah penduduk diperkirakan turut mendorong rneningkatnya intensitas penangkapan ikan dan udang. Hal ini berakibat kepada semakin kuatnya tekanan terhadap produksi perikanan di daerah ini. Sernentara it11 laju sedirnentasi yang tinggi di perairan Segara Anakan telah mengakibatkan semakin rnenyernpitnya badan perairan di kawasan ini. Besarnya sedirnen yang diendapkan di estuaria Segara Anakan rnenurut ECI (1994) sekitar 1 juta m3/tahun.
Agar pernanfaatan surnberdaya perikanan di kawasan ini bisa terus
berlanjut, rnaka diperlukan sebuah tindakan pengelolaan yang tepat. Masukan
dari banyak peneliti sangat diperlukan agar pengelolaan perikanan di kawasan
ini bisa berjalan dengan optimal tanpa mengurangi kesernpatan generasi
rnendatang untuk rnenikrnati surnber daya ini.
Kajian dalarn penelitian ini difokuskan pada interaksi antara kornunitas
larva ikan dengan ekosistem estuaria. Sebagairnana diketahui ekosistern
estuaria rnerupakan sebuah ekosistern dengan variasi lingkungan yang ekstrirn.
Struktur ekosistem estuaria dikontrol oleh variabel fisika, kirnia, dan biologi
dirnana variabel-variabel ini rnenentukan karakteristik dari ekosistem ini.
Meskipun ekosistem estuaria memiliki kondisi lingkungar~ yang sangat bervariasi,
namun secara ekologis ekosistem ini mempunyai peranan yang sangat penting
yaitu sebagai habitat dan ternpat berlindung, daerah asuhan, reproduksi, rnencari
makan, dan pernbesaran bagi beberapa spesies ikan.
Eksistensi kornunitas larva ikan dapat dipelajari salah satunya dengan
rnendeterrninasi kornposisi dan kepadatan, diversitas, serta distribusinya.
Struktur kornunitas ini dihubungkan dengan karakteristik estuaria Segara
Anakan yang rnerupakan habitat larva ikan yang akan dipelajari. Melalui kajian
ini, rnaka keluaran (out put) yang diperoleh berupa inforrnasi biologi dan ekologi
dari larva ikan yang berguna untuk tindakan pengelolaan perikanan serta dapat
mernbantu rnenggambarkan distribusi stok dan rekruit suatu jenis ikan yang
hidup di kawasan ini. Selain itu, dapat pula dijadikan sebagai salah satu
inforrnasi dasar bagi tindakan budidaya ikan-ikan bernilai ekonorni penting. Alur
Estuaria Segara
I
AnakanI
.. - St;,tos :
-
Eksploitasi-
Sedimentasi-
Pertanlliahan pendudukSpmvning ground yang Dinamis
i ... i
[image:101.595.85.542.98.458.2]I..
I
...
Informasi :
;
Kajian :-Biologi dan Ekologi
-Stok d m Rekruitmen i Komposisi, Kepadatan j
-Budidaya
j
Diversitas d m Distribusi; ... ..., I I i.. ...
.
.
... :I
= Obyek penelitian...
Gambar 1. Alur ~endekatan masalah
Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat komposisi, kepadatan, dan
distribusi larva ikan dalam kaitannya dengan karakteristik estuaria Segara Anakan, Cilacap. Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna sebagai data
dasar dalarn bidang ekologi larva ikan yang diperlukan untuk mengelola perikanan khususnya dalam bidang distribusi stok dan rekruit serta
pembudidayaan ikan-ikan bernilai ekonorni penting di perairan Segara Anakan,
TINJAUAN PUSTAKA . .
Biologi Larva lkan
Larva ikan rnerupakan bentuk atau tingkatan ikan setelah telur rnenetas. Russell (1976) rnenggunakan istilah "larva" yang rnerujuk kepada larva stadia kantung kuning telur dan "postlarva" untuk ikan rnuda antara stadia larva dan juvenil. Stadia larva ini diakhiri ketika kuning telur telah habis diserap. Rornornihtarto dan Juwana (1998) rnenyatakan bahwa ada yang rnernbagi-bagi fase larva ikan rnenjadi preflexion, larva, flexion larva, dan post-flexion larva.
Perkernbangan larva, dalarn garis besarnya dibagi rnenjadi 2 tahap yaitu prolarva dan postlarva. Untuk rnernbedakannya, prolarva rnasih rnernpunyai kantung kuning telur, tubuhnya transparan dengan beberapa butir pigrnen yang fungsinya belurn diketahui. Sirip dada dan ekor sudah ada tetapi belurn sernpurna bentuknya dan kebanyakan prolarva yang baru keluar dari cangkang telur ini tidak rnernpunyai sirip perut yang nyata rnelainkan hanya bentuk tonjolan saja. Sistern pernafasan dan peredaran darah tidak sernpurna. Mulut dan rahang belurn berkernbang dan ususnya rnasih rnerupakan tabung yang lurus. Makanannya didapatkan dari sisa kuning telur yang belurn habis dihisap. Masa postlarva ialah rnasa larva rnulai dari hilangnya kantung kuning telur sarnpai terbentuknya organ-organ baru atau selesainya taraf penyernpurnaan organ- organ yang telah ada sehingga pada rnasa akhir dari postlarva tersebut secara rnorfologi sudah rnernpunyai bentuk harnpir seperti induknya (Effendie, 1997).
dan rnulut serta anus rnulai terbuka. Posisi anus dapat digunakan sebagai salah
satu karakter untuk identifikasi. Selarna perkernbangan, isi kuning telur dan kelenjar rninyak digunakan secara bertahap. Ketika kuning telur habis, organ- organ yang dibutuhkan untuk rnencari dan rnengunyah makanan sudah
berfungsi. Pada rnasa ini larva rnenghadap rnasa yang kritis (Russell, 1976). Pada larva ikan, ada beberapa kelornpok sifat taksonornik yang digunakan untuk rnengenal larva yaitu :
a. Berbagai struktur atau bentuk tubuh seperti mata, kepala, badan, larnbung, dan sirip khususnya sirip dada.
b. Urutan rnunculnya sirip-sirip dan kedudukannya, fotofora, dan unsur tulang c. Pigrnentasi (letak, jurnlah, dan bentuk rnelanophora)
d. Tanda-tanda yang sangat khas seperti lipatan sirip yang rnernbengkak, sirip
yang rnernanjang dan berubah, jenggot (sungut) pada dagu, duri pada pre-
operculum dan lain-lain (Rornornihtarto dan Juwana, 1998)
Karakter rnelanophora rnerupakan ciri diagnostik utarna dalarn rnengidentifikasi spesies pada stadia postlarva. Perbedaan bentuk dan pola
rnelanophora dan distribusinya dapat dibagi dengan jelas. Kesarnaan antar spesies dapat dilihat dari ada atau tidak rnelanophora atau posisi di rnana
rnelanophora berada. Lokasi rnelanophora bisa terletak di bagian eksternal
dari epidermis atau dermis, bagian internal peritoneum, di atas atau dibawah
kolorn vertebral, dan di daerah ofocysfic (Russell, 1976).
Ekosistem Estuaria dan Asosiasinya dengan Komunitas lkan
Estuaria rnerupakan wilayah pesisir semi tertutup yang rnernpunyai
hubungan bebas dengan laut terbuka dan rnenerirna rnasukan air tawar dari
rnerupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut (Bengen, 2001). Wilayah estuaria dapat berupa rnuara sungai dan delta-delta besar, hutan mangrove dekat estuaria, teluk dan rawa pasang surut (Koesoebiono, 1995; Supriadi, 2001)
Ekosistern estuaria sering sekali berasosiasi dengan hutan mangrove sehingga sering disebut dengan ekosistem mangrove. Rornornihtarto dan Juwana (1999) menyatakan bahwa ekosistem ini sangat produktif, rapuh dan sekaligus penuh dengan sumber daya. Ekosistern ini diartikan sebagai ekosistem yang mendapat subsidi energi, karena arus pasang-surut banyak rnembantu dalarn rnenyebarkan zat-zat hara.
Spesies ikan laut banyak rnenggunakan estuaria untuk berlindung dan rnencari rnakan karena estuaria kaya akan nutrien (Dando, 1984). Bengen ef a/.,
(2001) dalam penelitiannya di ekosistem mangrove di pantai utara Kabupaten Subang, Jawa Barat rnenyirnpulkan bahwa ekosistem mangrove di daerah ini terutarna berperan pada fungsi dasar sebagai daerah asuhan ikan dan daerah yang bebas dari ikan predator. Ikan-ikan dari daerah laut banyak yang menggunakan daerah estuaria sebagai daerah asuhan (nurseryground). Hal ini telah banyak diteliti rnisalnya oleh Neira dan Potter (1994) di estuaria Nornalup- Walpole, dan Tomigama etal., (2000) di Teluk Ishikari, dan Merta etal., (1999) di Teluk Bengkalis.
McHugh (1967) dalam Dando (1984) dan Kennish (1990)
1. Passage Migrants yaitu spesies anadromus dan katadromus rnisalnya
. .
Salrnoidae, Petrornyzonidae, dan Anguilla spp.
2. Spesies ikan air tawar yang sering secara rnusirnan rnasuk ke daerah yang bersalinitas rendah untuk rnencari rnakan. Ikan-ikan ini rnerupakan ikan dari daerah air tawar yang terangkut ke dalarn estuaria karena banjir, contohnya adalah Carrasius carrasius, Leuciscus leuciscus, Thymallus thymallus. Beberapa di antara spesies ini rnisalnya Leuciscus leuciscus rnernbentuk populasi yang perrnanen di daerah pasang surut air tawar di sepanjang estuaria.
3. Spesies ikan air laut yang rnasuk ke rnulut estuaria sebagai opportunist feeders. Ikan-ikan ini sering rnasuk dan rneninggalkan daerah pasang surut. Misalnya ikan dari Estuaria Tarnar di S.W. England yakni Squatina squatina, Conger conger, dan Scomber scombrus.
4. lkan estuaria, ikan-ikan ini menghabiskan sebagian besar atau seluruh hidupnya hidup di daerah euryhalin. lkan estuaria yang sesungguhnya, rnenghabiskan seluruh siklus hidupnya di daerah estuaria. Contohnya adalah ikan-ikan gobid seperti Pamatoschisfus microps, Fundulus confluentus, dan Hypsoblennius henzti. Ikan-ikan estuaria lain rneninggalkan estuaria dalam periode yang singkat, biasanya untuk melakukan pernijahan rnisalnya ikan flounder, Platichthys flesus, ikan rnanhaden Brevooorfia fyrannus, dan ikan perch putih, Morone americana.
6. lkan air tawar dan air laut yang masuk ke daerah estuaria dalam bentuk .. .. dewasa untuk melakukan pemijahan, sebagai contoh Galaxias spp dan Pseudopleuronectes americanus.
Ekosistem estuaria merupakan jalan masuk dan jalan keluar bagi ikan- ikan diadromus (anadromus dan kafadromus). lkan anadromus menggunakan estuaria sebagai jalan masuk dari taut rnenuju sungai atau estuaria, sebaliknya ikan kafadromus menggunakan estuaria sebagai jalan keluar dari sungai atau danau untuk bermigrasi ke taut (Sulistiono ef a/., 2000).
terubuk di daerah ini rnelak~kan pernijahan dan turnbuh sarnpai dengan ukuran
pias. Pias akan berrnigrasi ke perairan laut dalarn di sekitar estuaria Bengkalis
hingga rnencapai ukuran rnatang kelarnin. lkan terubuk akan kernbali ke daerah
asal kelahirannya (estuaria) setelah rnatang kelarnin.
lkan juga rnenunjukkan pola rnigrasi secara rnusirn (temporal) dan ruang
(spasial). Di daerah estuaria pola rnigrasi ini terlihat dengan jelas. lkan yang
berrnigrasi dari laut ke air tawar untuk bertelur (spesies anadromus) rnisalnya
dari farnilia Serranidae, Petrornyzontidae, Clupeidae, Osrneridae, Salrnolidae,
dan Acipenseridae, sedangkan ikan yang rnelakukan rnigrasi dari air tawar ke air
laut untuk bertelur (spesies katadromus) diwakili oleh jurnlah yang lebih sedikit
rnisalnya Anguilla sp. (Kenninsh, 1990). Migrasi dalarn rangka bertelur, rnencari
rnakan, kawin, dan rnencari perlindungan rnerupakan ha1 yang urnurn diketahui
pada ikan. Tim Ekologi IPB dan Sujastani (1989) rnenyebutkan bahwa spesies
yang rnelakukan rnigrasi di perairan Segara Anakan terdiri dari ikan air tawar dan
air laut. Kecuali pada ikan sidat (Anguilla sp.), ikan lidah (Cynoglossus lingua)
dan ikan sebelah (Crossorhambus azureus), sebagian besar ikan rnigran yang
masuk ke estuaria untuk rnencari rnakan. Kehadiran spesies rnigran di perairan
Segara Anakan rnasuk rnelalui ceruk (creeks) pasang dan terutarna rnelalui
saluran yang rnenghubungkan antara laut dan sungai di daerah laguna ini.
Dando (1984) rnenyatakan bahwa banyak spesies ikan laut rnasuk atau naik ke
perairan tawar untuk bertelur tetapi pada rnasa larva dan post larvanya
rnenggunakan daerah estuaria sebagai ternpat asuhannya.
Pola distribusi larva sangat dipengaruhi oleh faktor yang luas terrnasuk
perubahan rnusirn, suhu, salinitas, turbiditas, proses hidrodinarnika, terrnasuk
merupakan hasil integrasi yang kompleks dari faktor-faktor tersebut (Harris eta/., 1999; Mariani, 2001). Pola distribusi spesies larva ikan juga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh lingkungan laut terhadap ekosistem pantai dan laguna (Mariani, 2001).
Deskripsi Ekosistem Estuaria Segara Anakan, Cilacap.
Perairan Segara Anakan merupakan sebuah ekosistem unik yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa. Perairan ini terlindung dari Samudera Hindia oleh Pulau Nusa Kambangan. Air laut dari Samudera Hindia masuk melalui Selat Majingklak di bagian barat dan Selat Motean yang relatif sempit di bagian timur (Ecology Team et a/., 1989). PKSPL IPB (1999) menyatakan bahwa perairan Segara Anakan merupakan sebuah ekosistem hasil interaksi antara ekosistem perairan laguna, hutan mangrove, daratan (termasuk Pulau Nusakambangan), dan ekosistem laut.
Segara Anakan merupakan laguna tempat bermuaranya beberapa sungai, yakni Sungai Citanduy, Cikonde, Cibeureum, Ujung Alang, Kembang Kuning, dan Donan. Meskipun demikian, air tawar yang mengalir ke perairan Segara Anakan menurut ASEANlUS CRMP (1992) bersumber dari tiga sungai utama yaitu Sungai Citanduy, Cibeureum, dan Cikonde dengan jumlah rata-rata tahunan 20,5 juta m3 dan sebesar 95 % berasal dari Sungai Citanduy.
Citanduy dan di sebelah tirnur rnelewati muara bagian tirnur yang bersatu dengan Sungai Donan (Uktolseya, 1984 dalam Ecology Team etal., 1989).
ASEANIUS CRMP (1992) menyatakan bahwa pada rnusim kernarau perairan Segara Anakan rnemiliki kisaran salinitas 25
-
33Y,,
dan 13-
19 "I,,pada rnusirn hujan. Percampuran air tawar dan air laut rnenyebabkan perairan ini mengalami fluktuasi salinitas dari asin sarnpai payau, bahkan jika rnusim hujan tiba perairan Segara Anakan bisa rnerniliki salinitas yang mendekati tawar.
Berikut ini deskripsi singkat kondisi fisik perairan Segara Anakan rnenurut PKSPL IPB (1999) :
1. Geografis : 7"35'
-
7'50' lintang selatan dan 108"45'-
109"3' bujur tirnur 2. Geomorfologi : Perbukitan berbatuan breksi, perbukitan berbatuan gamping, kaki lereng perbukitan gamping, dataran alivial, pulau lumpur, dan tubuh perairan Segara Anakan3. Geologi : Batu gamping, batu breksi, batu aluvial, lempung dan lanau 4. Tanah : Residu ineised (terbentuk dari bahan vulkanis), alluvial,
latosol dan rensina seria endapan
5. Perairan : Laguna Segara Anakan, sungai Citanduy, Cibeureum, Kalidonan, Cikujang, Cihaur, dan Sarnudera Hindia
6. Vegetasi : Mangrove, kayu putih, pinus, darnar, mahoni, sengon, jati, semak belukar, padi, palawija, sayur mayur, pisang dan lain-lain
7. Satwa liar : Beberapa jenis burung, mamalia, reptil, dan ikan
8. Musirn : Musim hujan (November
-
April) dan musirn kernarau (Juli-September)MEl'ODE PENELlTlAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di perairan estuaria Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Penelitian berlangsung selama 8 bulan mulai bulan
September 2001 sampai April 2002. Waktu 8 bulan ini mencakup penelitian pendahuluan, penelitian pokok, dan pengumpulan data sekunder.
Pemilihan stasiun (berjumlah 10 buah) didasarkan pada pengaruh masukan air tawar ke Segara Anakan serta masukan air laut pada pintu sebelah barat (Plawangan). Stasiun-stasiun penelitian tersebut disajikan pada Gambar 2.
Obyek Penelitian
Obyek utama penelitian ini adalah larva ikan dan obyek pendukungnya
adalah contoh air untuk analisis bio-fisikokimia perairan .
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva net, plankton net, pH meter, termometer, refraktometer, peralatan titrasi oksigen metode Winkler, kertas label, 1-01 meter, jangka sorong, spektrofotometer, dan mikroskop stereo,.
Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari bahan pengawet larva, bahan titrasi
Metode Pengambilan Contoh . .
Pengarnbilan contoh dilakukan setiap bulan dengan 2 kali ulangan pada
setiap stasiun. Larva ikan ditangkap dengan rnenggunakan larva net dengan
ukuran mata jaring 0,5 rnrn, diameter rnulut 35 crn, dan panjang 2 meter. Larva net
dipasang di bagian belakang perahu motor, kernudian ditarik secara horizontal
(kedalaman lebih kurang 1 meter) dengan kecepatan kapal2 knot selarna 5 rnenit.
Larva ikan yang diperoleh diawetkan dengan larutan forrnalin 4 %
Pengarnbilan plankton dan contoh air untuk pengukuran parameter bio-
fisikokirnia perairan dilakukan di masing-masing stasiun bersarnaan dengan
pengarnbilan contoh larva ikan. Metode dan alat pengukuran setiap parameter
tersebut disajikan pada Tabel 1
[image:112.595.86.521.444.709.2]Analisis Data
ldentifikasi
Larva ikan yang diperoleh diidentifikasi sarnpai ke takson yang paling
rnernungkinkan. ldentifikasi rnengacu pada buku Leis dan Carson-Ewart (2000),
Jayaseelan (1998), Okiyarna (1988), serta Delsman (1926, 1932). Setiap spesimen
larva diukur panjang totalnya (dalarn rnrn) dengan rnenggunakan jangka sorong
(ketelitian 0,01 rnrn)
Komunitas Larva lkan
Kornposisi larva ikan rnenggarnbarkan kekayaan jenis larva ikan yang
terdapat di lokasi penelitian pada setiap stasiun. Kornposisi spesies tiap stasiun
secara relatif dijabarkan dalarn persentase sebagai proporsi jenis larva ikan yang
diperoleh pada setiap stasiun.
Keanekaragarnan larva ikan diperlukan untuk rnenjelaskan kehadiran
jurnlah individu yang tidak sarna antar jenis dalarn suatu kornunitas.
Keanekaragarnan larva ikan dihitung dengan rnenggunakan indeks Shannon-
Wiener yang didasarkan pada logaritrna dasar 10 (Maguran, 1988) dengan rurnus
sebagai berikut :
S
=
-
Cpi log10 pii =I
Di rnana :
H' = indeks keragarnan Shannon-Wiener
pi = ni/N, ni adalah jurnlah individu spesies ke-i, dan N adalah jurnlah total individu
Karakteristik Habitat Larva lkan Berdasarkan Parameter Bio-fisikokimia
Analisis Kornponen Utarna (Principal Component Analysis, PCA)
digunakan untuk rnendeterrninasi sebaran parameter bio-fisikokirnia perairan (Legendre dan Legendre, 1998; Bengen, 2000). Analisis Kornponen Utarna adalah suatu teknik ordinasi yang rnernproyeksikan dispersi rnatriks data rnultidirnensi dalarn suatu ruang datar. Dengan cara rnereduksi ruang rnaka diperoleh surnbu- surnbu baru yang rnerepresentasikan secara optimal dari sebagian besar variabilitas data rnatriks rnultidirnensi sehingga dapat diternukan hubungan antar variabel dan hubungannya antar obyek (Legendre dan Legendre, 1998). Analisis ini rnernbagi rnatriks korelasi parameter rnenjadi beberapa kornponen, kernudian menyusun keragarnan kornponen bersangkutan dari yang terbesar pada surnbu kornponen utarna sehingga didapatkan distribusi spasial parameter fisik, kirnia, dan biologi pada suatu lokasi.
Data karakteristik habitat yang berupa parameter lingkungan tersebut tidak rnernpunyai unit pengukuran dan ragarn yang sarna, oleh karena itu sebelurn analisis dilakukan data perlu dinorrnalisasikan terlebih dahulu rnelalui pernusatan dan pereduksian. Dengan dernikian didapatkan indeks sintetik dari kornbinasi linier nilai-nilai karakteristik habitat asal (Legendre dan Legendre, 1998).
rnerniliki korelasi no1 dengan F1. Kornponen F2 ini rnernberikan inforrnasi terbesar sebagai pelengkap F2. Proses ini berlanjut terus hingga rnernperoleh kornponen
utarna ke-p, dirnana bagian inforrnasi dapat duelaskan sernakin kecil.
Analisis Kornponen Utarna rnenggunakan indeks jarak Euklidien pada data. Jarak Euklidien didasarkan pada rurnus
, = I
Dirnana : i,i' = stasiun (baris)
j = parameter lingkungan (kolorn)
Sernakin kecil jarak Euklidien antar 2 stasiun, rnaka karakteristik bio-
fisikokirnia antar 2 stasiun tersebut sernakin rnirip, dernikian pula sebaliknya.
Perhitungan PCA dilakukan dengan bantuan paket program statistik XLSTAT versi
Distribusi
Larva lkan
Untuk rnendeterrninasi asosiasi larva ikan dengan karakteristik stasiun digunakan Analisis Faktorial Koresponden (Correspondence Analysis, CA) rnenurut
Legendre dan Legendre (1998) serta Bengen (1998). Analisis Faktorial
Koresponden rnerupakan salah satu bentuk analisis statistik rnultidirnensi. Analisis
ini didasarkan pada rnatriks data I (stasiun) dan J kolorn (larva ikan), di rnana diternukan pada baris ke i dan kolorn ke j kelirnpahan larva ikan dari stasiun pengarnatan atau rnodalitas karakteristik habitat ke j untuk larva ikan ke i. Dengan
dernikian diperoleh suatu rnatriks data berupa tabel kontingensi larva ikan x stasiun pengarnatan
Dalarn tabel kontingensi ini, I dan J rnernpunyai peranan yang sirnetrik
yaitu rnernbandingkan unsur-unsur I (untuk tiap J) sarna dengan rnernbandingkan
dimana ni, = Enij jawaban karakter j. Selanjutnya pengukuran kemiripan antara 2
stasiun I, dan l2 dari I dilakukan melalui pengukuran jarak khi-kuadrat dengan
Dimana : Xi. = jumlah baris i untuk semua kolom J
XJ = jumlah kolom j untuk semua baris I
Perhitungan CA dilakukan dengan bantuan paket program statistik XLSTAT versi 5.0.
Hubungan Parameter Bio-fisikokimia Perairan dengan Larva lkan
Hubungan parameter bio-fisikokimia perairan dengan kepadatan larva ikan dianalisis dengan regresi berganda metode Stepwise dengan mengikuti prosedur
perhitungan Chatterje dan Price (1991). Metode Stepwise adalah salah satu
metode dalam analisis regresi yang dimulai dengan memasukkan variabel-variabel bebas (parameter bio-fisikokimia) yang mempunyai korelasi paling kuat dengan variabel tergantung (larva ikan ). Kemudian setiap kali dimasukkan variabel bebas yang lain, dilakukan pengujian dengan tetap memasukkan atau mengeluarkannya
variabel bebas yang sebelumnya (Santoso, 2000). Sebelum analisis dilakukan,
HASlL DAN PEMBAHASAN
Sebaran Parameter Bio-fisikokimia Perairan
Analisis Kornponen Utarna (Principal Component Analysis, PCA)
dilakukan untuk rnelihat sebaran parameter bio-fisikokirnia perairan selarna
penelitian berlangsung. Hasil PCA mernperlihatkan bahwa sebagian besar
informasi terpusat pada surnbu 1, 2 dan 3 (FI, F2, dan F3), dirnana rnasing- rnasing surnbu rnenjelaskan 43,3 %, 15'16 % dan 12,9 % (Garnbar 3 dan 4).
Total ragarn yang terjelaskan dari ketiga kornponen utarna tersebut sebesar
72.01%.
Pengelompokan stasiun hasil PCA memperlihatkan adanya tiga kelornpok
stasiun. Kelompok pertama terdiri dari stasiun Plawangan dan Jongorasu
(stasiun A dan B). Kelornpok kedua terdiri dari stasiun Muara Citanduy dan Karanganyar (stasiun C dan D), serta kelornpok ketiga yang terdiri dari stasiun
Cibeureum 1, Cibeureum 2, Muara Dua 1, Muara Dua 2, Klaces 1, dan Klaces 2
(E, F, G, H, I dan J). Kelompok pertama dicirikan oleh pH, salinitas (bersama
dengan stasiun I), kandungan fosfat, dan fitoplankton yang tinggi. Kelornpok
kedua dicirikan oleh kekeruhan, nitrit, nitrat, dan arus yang tinggi dan kelompok
ketiga dicirikan oleh suhu, arnonia, dan oksigen terlarut yang tinggi. Khusus
untuk stasiun G, parameter zooplankton juga rnenjadi penciri dari stasiun ini.
Nilai kekeruhan dan salinitas mempunyai fluktuasi yang besar selarna penelitian.
Rataan nilai kekeruhan, salinitas dan suhu pada setiap stasiun dan bulan
. .
-... O b ~ e ~ a t i o n ~ (axis F1 and F2: 62.0 %)
~
Variables (axis F1 and F2: 62.0 %)
4
3
g 2
2
= I
N u. LO .-i4
0-1
-2
-6 -4 -2 0 2 4
axis F1 (46.3 %) A
-
1
e Salinilas
LO -0,2
.-
-0,4
-0,6
-0,8
-1 -0.5 0 0,s 1
axis F1 (46.3 %) B
Gambar 3. Grafik Principal Component Analysis (PCA) pada sumbu faktorial 1 dan 2 (F1 dan F2).
A. Korelasi antar stasiun pengamatan, B. Korelasi antar parameter bio-fisikokimia perairan
Observations (axis F1 and F3: 59.2 %)
3
2 3
2
7
Variables (axis F1 and F3: 59.2 %)
1 0,s 0,6
-
1.5 0.4s
s
z
12
0.20.5
..,
-
0tl
mu
0 0
.- X .- ro -0,z
m X
m
-0,5 -0,4
-1 -0,6
-1,5 -0,s I
-2
-6 -4 -2 0
I
-'
-1 -0.5 0 0.5 1axis F1 (46.3 %) A I
1
I axis F1 (46.3 %) B ! I [image:118.599.83.552.116.709.2] [image:118.599.87.553.118.369.2]- L--. .-
01
.
Nov Des Jan Peb Mar Apr
B u l a n
01
INov Des Jan Peb Mar Apr
B u l a n
31.5,
1
0 L
I
A B C D E F G H I J
30,s.
0 0
-
3.c
3
0)
293.
28.5.
S t a s i u n
I 4 O
-I-
f~
A B C D E F G H I J
S t a s i u n
1
Nov Des Jan Peb Mar Apr
B u l a n S t a s i u n
[image:119.595.55.525.91.749.2]Stasiun A rnerupakan stasiun yang langsung berhubungan dengan
Sarnudera Hindia yang berperan sebagai pintu rnasuk air laut (rnulut estuaria), sedangkan stasiun B terletak lebih ke arah hulu dari pintu rnasuk. Karena kedua
stasiun ini terletak lebih dekat dengan Sarnudera Hindia, rnaka pada daerah ini, pengaruh rnassa air laut lebih dorninan dibanding rnassa air tawar. Hal ini rnisalnya terlihat dari salinitas yang lebih tinggi pada kedua stasiun ini
dibanding dengan stasiun lainnya. Kisaran nilai parameter bio-fisikokirnia juga sangat besar, terutarna parameter salinitas. Selarna penelitian berlangsung, salinitas bervariasi rnulai dari 0
%,
sarnpai 33%..
Salinitas 0 "/,, terjadi pada saat air laut surut dan rnasuknya air tawar dalarn jurnlah yang besar dari sungai-sungai yang berrnuara di ESAC, sebaliknya pada saat pasang, air laut yang
bersalinitas lebih tinggi rnendorong rnassa air tawar ke arah hulu sehingga salinitas perairan rnenjadi tinggi.
Stasiun kelornpok kedua (C dan D) sangat dipengaruhi oleh gerakan rnassa air tawar dari Sungai Citanduy. Pada saat terjadi hujan yang biasanya diikuti oleh banjir besar, rnassa air tawar ini banyak rnernbawa partikel lurnpur
sehingga keadaan di sekitar rnuara rnenjadi sangat keruh. Hasil pengamatan
visual rnenunjukkan bahwa pada saat banjir, rnassa air ini berwarna kuning
kecoklatan. Tingginya kandungan nitrit dan nitrat pada stasiun ini kernungkinan besar disebabkan oleh kegiatan pertanian di bagian hulu yang banyak menggunakan pupuk urea, sehingga pada saat terjadi hujan dan banjir, sisa-sisa
pupuk ini hanyut terbawa oleh rnassa air (run off) dari bagian hulu sungai.
Kelornpok ini juga sangat dipengaruhi oleh aksi pasang Sarnudera Hindia yang
rnasuk dan kaluar rnassa air laut dan tawar. Berdasarkan uraian di atas, dapat
disirnpulkan bahwa stasiun kelornpok kedua bersarna dengan kelompok pertarna
sangat dicirikan oleh kondisi lingkungan yang lebih berfluktuatif.
Stasiun kelornpok ketiga, karcna jaraknya lebih jauh dari sungai Citanduy dan pintu estuaria, kondisinya relatif lebih tenang. Dapat dinyatakan bahwa rnassa air laut dan rnassa air tawar rnernpunyai pengaruh yang seirnbang dalam rnenentukan karakteristik perairan di daerah ini. Narnun dernikian, terdapat satu ciri rnenonjol dari stasiun kelompok kedua ini yakni berfluktuasinya suhu, rnisalnya pada stasiun H, suhu perrnukaan pernah mencapai 33.0 OC pada pengarnatan bulan Pebruari ketika sedang surut (siang hari), jauh dari nilai rataan suhu sebesar 29,7 OC.
Komposisi dan Kelirnpahan Lama lkan
Total larva yang tertangkap selarna penelitian berjurnlah 13459 ekor yang terbagi dalarn 23 farnilia dan 38 genus (Tabel 2). Farnilia Gobiidae rnerupakan penyurnbang terbesar dari seluruh total tangkapan (67,33 %), diikuti oleh Engraulidae (19,39 %), Apogonidae (8,27 %), dan lainnya sebesar 4,96 %.
Tujuh larva dominan yang rnenyusun kornunitas larva ikan dalam penelitian ini adalah Glossogobius (63,07 %), Engraulis (12,47 %), Apogon (8,28 %),
Stolephorus (5.92 %), Acanthogobius (1,92 %), Megalops cyprinoides (139 %)
dan Chirocentrus ( 1,38%). Kelirnpahan masing-masing larva ikan tersebut berturut-turut sebesar 8489, 1678, 11 14, 797, 214, dan 185 ekor per 100 rn3.
Tabel 2. Jenislgenus, kelimpahan, persentase, serta panjang standar (mean dan kisaran) larva ikan yang tertangkap selama penelitian di ESAC, bulan November 2001sampai dengan April 2002
Farnilia Jenislgenus Gobiidae Acanthogobius Glossogobius Chaenogobius Pterogobius Boleopthalmus Rhinogobius Ctenotrypauchen Acentrogobius Priolepsis Leucpsarion Engraulidae Stolephorus Engraulis Setipinna Chirocentridae Chirocentrus Apogonidae Apogon ElopsidaelMegalopidae Megalops cyprinoides Scatophagidae Scatophagus Clupeidae Sardinella Anguillidae Anguilla Lutjanidae Lufjanus Caesio Platychephalidae Platycephalus Sillaginidae Sillago Serranidae Calanthias
[image:122.595.89.503.134.715.2]Tabel 2 (lanjutan) JenislGenus Gerreidae Gerres Mullidae Upenus Mullidae TI Diodontidae Legocephalus Paralichthydae Pseudorhambus Polynemidae Polydactilus Uranoscopidae Urocampus nanus Mugillidae Mugil Mugillidae TI Hemiramphidae Hyporhamphus Labridae TI Scorpaenidae TI
Keterangan : TI = tidak teridentifikasi
Gotiidae
67,3%
[image:123.602.86.507.141.729.2]Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil yang diperoleh Neira dan Potter (1994) di Nornalup-Walpole Estuary yang menemukan Engraulidae dari jenis Engraulis australis sebagai penyurnbang terbesar (56,7%) dari seluruh total tangkapan diikuti oleh farnilia Gobiidae dari jenis Pseudogobius olorum
(24,4%) dan Favonigobius lateralis (15,0%). Sanchez-Velasco et a/., (1996)
dalarn penelitiannya di daerah pantai Terrninos Lagoon, Carnpeche, sebelah selatan Teluk Mexico, rnenernukan Engraulidae sebanyak 36,7 % dan Gobiidae sebayak 27,6 %. Kelirnpahan yang tinggi dari farnilia Gobiidae dan Engraulidae juga diternukan oleh Jenkins (1986) di Port Phillip Bay, Victoria, serta Yarnashita dan Aoyarna (1984) di Teluk Otsuchi, sebelah tirnur laut Honshu-Jepang, sedangkan di Canal de Santa Cruz Estuary, Brazil, larva Gobiidae dan
Engraulidae berkontribusi sebesar 76% dalarn menyusun kornunitas
ikhtioplankton di estuaria tersebut (Ekau et a/., 2001). Tabel 3 rnenyajikan persentase farnilia larva ikan dorninan yang rnenyusun kornunitas ikhtioplankton di beberapa ternpat,
Tabel 3. Larva ikan dorninan penyusun kornunitas ikhtioplankton di berbagai ternpat
Larva ikan dominan Gobiidae ( genusTridentiger) (32,8%)
Gobiidae (34,Z0h) dan Clupeidael
Engraulidae (Clupeiformes)
(29,8%)
Engraulidae (Engraulis australis) (56,7%) dan Gobiidae (39,4%) Engraulidae (36,7%%), Clupeidae (1 1,5%), dan Gobiidae(27,6%) Myctophidae (21,3%) dan Triptery- Gidae (15,7%)
Carangidae (24,3%) dan Clupeidae (1 7%)
Gobiidae dan Engraulidae (76%)
Lokasi Onsuchi Bay, Japan Port Philip Bay,
Victoria
Nornalup-Walpole Estuary, Australia Terrninos Lagoon, Southern Gulf of Mexico
St Lucia Estuary, South Africa
South-east Australian
Coastal Waters
(inshore)
Canal de Santa Cruz
Nnrthenst Rrn7il
Sumber Yarnashita dan Aoyarna (1984) Jenkins (1986) Neira dan Potter (1 994)
Sanchez-Velasco et a/.. (1 996) Harris eta/., (1999) Gray dan
.. Kelirnpahan larva ikan yang tinggi terjadi pada bulan November dan Desernber 2001, kernudian rnenurun dengan tajarn pada bulan Januari 2002. Pada bulan Pebruari 2002, kelirnpahan larva ikan rneningkat lagi, tetapi tidak setinggi bulan November dan Desernber2001, selanjutnya kelirnpahan larva ikan terus rnenurun sarnpai bulan April 2002.
Beberapa larva seperti Glossogobius, Engraulis, Stolephorus dan
Apogon hadir dengan kelirnpahan yang tinggi pada bulan Desernber 2001, sedangkan Megalops cyprinoides hadir dalarn jurnlah yang tinggi pada bulan
November dan Desernber 2001 serta Januari 2002. Kernungkinan besar,
setelah rnenetas di sekitar pantai antara bulan Oktober dan November, larva dan
post larva jenis-jenis ini berrnigrasi rnenuju ESAC.
Nov Des Jan Peb Mar Apr
B u l a n
I
A B C D E F G H I
S t a s i u n 1
Tidak sernua larva rnerniliki kelirnpahan yang tinggi pada musirn barat, rnisalnya kelirnpahan tertinggi Chirocentrus terjadi pada bulan April 2002 dan Acanthogobius pada bulan Maret 2002. Salah satu jenis dari genera Chirocentrus yaitu Chirocentrus dorabs rnerupakan jenis ikan yang rnelakukan pernijahan hanya sekali dalarn setahun, pernijahan biasanya berlangsung antara Juli sarnpai Agustus, sernentara itu larva engraulidae lainnya rnisalnya Stolephorus indicus rnernijah sepanjang tahun (Prabhu, 1956 dalam Effendie, 1997).
Larva Glossogobius dan Engraulis rnerniliki sebaran yang luas secara horizontal (hadir pada setiap stasiun) dan temporal (hadir pada setiap bulan pengarnatan). Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis ikan ini rnelakukan pernijahan sepanjang bulan-bulan pengarnatan. Selain kedua jenis larva di atas, larva ikan lain tidak selalu hadir selarna bulan-bulan pengarnatan (Tabel 4). Tabel 4. Kehadiran larva ikan dominan (+) pada setiap bulan pengarnatan dan
status tempat tinggal (residence states, R
=
residence; M = migratory) masing-masing larva ikan di ESACI I I I I I
Farnilia Gobiidae Engraulidae Apogonidae Elopsidae Spesieslgenus Glossogobius Acanthogobius Engraulis Stolephorus Chirocentrus Apogon
M. cyprinoides
Residence States (WS) R R M M M M R
Tahun 2001
+
+
+
Tah~ - Peb+
+
+
+
+
[image:127.595.83.504.426.582.2]ketiga. Dalarn satu hari dapat terjadi pergantian rnassa air tawar dengan salinitas 0 "/,, dengan rnassa air laut dengan salinitas yang dapat rnencapai
33
%,.
Stasiun ini juga berfungsi sebagai pintu keluar bagi air tawar rnenuju Sarnudera Hindia dan pintu rnasuk air laut rnenuju bagian dalarn dari estuariaSegara Anakan. Kedua faktor inilah yang diduga rnernberikan pengaruh
langsung terhadap kelirnpahan larva ikan pada stasiun-stasiun tersebut.
Dugaan ini rnendukung pernyataan Morais dan Morais (1994) dalarn Barletta- Bergan ef a/., (2002) yang rnenyatakan bahwa kelirnpahan relatif larva ikan di estuaria daerah tropik sangat dipengaruhi oleh salinitas dan rnasukan air tawar.
lndeks keanekaragarnan Shannon (H') setiap stasiun berkisar antara 0,33
sarnpai 0,76. Stasiun C rnerniliki indeks H' yang tertinggi yaitu sebesar 0,76 sedangkan stasiun H rnerniliki indeks H' yang terendah yaitu sebesar 0,33.
Rezirn fisik-kirnia di ESAC terutarna salinitas, kekeruhan, dan suhu rnernpunyai variasi yang besar, ha1 ini rnenciptakan suatu lingkungan yang sangat rnenekan bagi organisrne yang hidup di dalarnnya. Keluar rnasuknya rnassa air tawar
rnaupun laut dalarn waktu yang relatif singkat di ESAC sangat rnernpengaruhi
keseirnbangan struktur kornunitas larva ikan di daerah ini.
Distribusi Larva lkan Hubunganya dengan Parameter Bio-fisikokimia
Perairan
Hasil Analisis Faktorial Koresponden (Correspondent Analysis, CA) terhadap 37 genus larva ikan yang rnenyebar di 10 stasiun (Garnbar 8),
rnenujukkan bahwa organisasi spasial larva ikan terpusat pada surnbu faktorial 1,
2 dan 3, (Fl, F2, dan F3) dirnana masing-masing surnbu rnenjelaskan 26,72 %,
22,46 % dan 20,14 % dari ragarn total (total ragarn yang terje!askan sebesar
Points-rows and points-columns (axis F1 and F3: 46,86 %) B
-2
-3
i
-2,5 -2 - 1 3 -1 - 0 3 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
axis F1 (2672 %)
Keterangan Gambar 8.
1. Nomor yang tidak terlihat (hidden poinf) pada garnbar 8 A : 1, 7, 8. 16, 17, 18,25, 26, 29, 32, 34, dan 37 dan pada Gambar 8 B : 2, 5, 10, 12, 14, 15, 16, 17, 19,22, 24, 25,28, dan 34
2. Nomor pada grafik AFK rnerupakan lambang bagi genuslspesies larva ikan, yaitu : 1. Acentrogobius 15. Megalops cyprinoides 29. Urocampus nanus
2. Glossogobius 16. Scatophagus 30. Mugil
3. Chaenogobius 17. Sardinella 31. Mugillidae TI
4. Pteregobius 18. Anguilla 32. Labridae TI
5. Boleopthalmus 19. Lutjanus 33. Scorpaenidae TI
6. Rhinogobius 20. Platycephalus 34. Belonidae TI
7. Ctenotlypauchen 21. Sillago 35. Ceasio
8. Acentrogobius 22. Calanthias 36. Priolepsis
9. Leucpsarion 23. Gerres 37. Hyporharnphus
10. Stolephorus 24. Upenus
1 1. Engraulis 25. Mullidae TI "
12. Chirocentrus 26. Legocephalus
13. Setipinna 27. Pseudorharnbus
14. Apogon 28. Polydactilus
Pengelornpokan larva ikan biasanya berkaitan dengan kondisi tertentu
dari lingkungan ternpat hidupnya. Misalnya, Sanchez-Velasco et a/., (1996)
rnenernukan dua grup larva ikan di daerah pantai Terrninos Lagoon, Carnpeche,
sebelah selatan Teluk Mexico. Kelornpok pertarna dicirikan oleh larva
Engraulidae dan Gobiidae yang dalarn hidupnya sangat tergantung kepada
estuaria (estuarine-dependent). Kelornpok kedua dicirikan oleh tingginya
kelirnpahan jenis-jenis larva ikan laut (rnisalnya Opisthonema oglinum dan
Harengula jaguana). Kupschus dan Trernain (2001) rnenyatakan bahwa variabel
fisik khususnya letak lintang, jarak dari pintu rnasuk air laut, suhu dan salinitas,
merupakan faktor penting yang rnenentukan struktur kelornpok larva ikan di
Indian River Lagoon, Florida. Misalnya salinitas dan jarak dari pintu rnasuk air
laut yang sangat rnenentukan pernbentukan kelompok di antara 40 spesies larva
ikan di Indian River Lagoon. Barletta-Bergan eta/., (2002) rnenyatakan bahwa
sebagian dari spesies estuaria yang hidup di upperestuanrnerupakan jenis yang
berasosiasi dengan kondisi air tawar, sedangkan jenis yang rnerniliki afinitas
dengan lingkungan laut banyak tertangkap di lower estuary.
Secara urnurn terlihat bahwa pada stasiun-stasiun yang jauh dari pintu
rnasuk air laut serta rnuara Sungai Citanduy rnerniliki kelirnpahan yang lebih
tinggi dibanding stasiun yang terletak pada pintu rnasuk air laut dan muara
Sungai Citanduy. Kelirnpahan total larva berkorelasi negatif dengan tingkat
kekeruhan (Korelasi Spearman
:
-0,67).
Hasil analisis regresi bergandaSfepwise (Tabel 5) ment~njukkan bahwa kekeruhan rnerupakan faktor yang
yang umum dari estuaria. . . Rata-rata nilai kekeruhan di ESAC sebesar 47,81
NTU dengan kisaran antara 16,l-133,O NTU. Pengaruh langsung dari
kekeruhan adalah berkurangnya jarak pandang larva terhadap prey (rnangsa).
Meskipun demikian, banyak dari larva ikan yang tinggal di daerah estuxia
memanfaatkan kondisi perairan yang keruh ini untuk menghindar dari predator
(Richardson et a/., 1995; Maes et a/., 1998)
Tabel 5. Analisis regresi berganda rnetode Stepwise antara larva ikan dengan
parameter bio-fisikokirnia perairan
Larva lkan Variabel signifikan
Glossogobius
Engraulis Salinitas
Apogon Kekeruhan
Stolephorus
I
Acanthogobius ns
M. cyprinoides Fitoplankton
Chirocentrus Seluruh takson Koef.
-
1,39 -21,21~ 9 , 8 6 ~ -0,79 2,19~ 0,98 0,40k
-
0,59 0.62~-
-0,67Keterangan :
ns = non signiticanf (tidak ada satu variabel pun yang secara nyata mernbentuk model); k = konstantanta; koef. = koefisien persamaan
Kekeruhan dan salinitas rnenjadi faktor yang penting bagi sebagian larva
estuarine-dependent yang hidup perairan pantai St Lucia Estuary, Afrika
Selatan, (Harris et a/., 1999). Kelimpahan sebagian besar spesies larva ikan di
Caete River Estuary, Brazil Utara, merupakan spesies yang secara jelas
berasosiasi dengan kondisi perairan yang keruh di upper estuafy dan
[image:132.595.96.507.295.493.2]Histogram dari tujuh larva ikan dorninan yang menyusun komunitas larva
ikan di ESAC disajikan pada Gambar 9 dan 10. Ketujuh larva tersebut adalah
Glossogobius, Engraulis, Apogon, Stolephorus, Acanfhogobius, Megalops
cyprinoides dan Chirocentrus.
Secara spasial, Glossogobius paling banyak ditemukan pada stasiun D,
namun pada stasiun-stasiun E, F, G, H, dan I juga memiliki kelimpahan
Glossogobius sp. yang tinggi. Stasiun C merupakan stasiun yang paling rendah
kelimpahannya. Faktor lingkungan yang berkorelasi dengan kelimpahan
Glossogobius adalah kekeruhan (korelasi Spearman : -0,429, P<0,05), tetapi
hasil analisis regresi berganda metode Sfepwise tidak berhasil menemukan
faktor lingkungan yang secara nyata berhubungan dengan kelimpahan larva ini.
Ditemukannya Glossogobius pada semua stasiun pengamatan tanpa
menunjukkan preferensi terhadap habitat tertentu mengindikasikan bahwa jenis
ini memiliki kisaran toleransi yang besar terhadap faktor lingkungan. Hal ini yang
menyebabkan jenis ini memiliki sebaran yang luas di ESAC.
Larva Apogon ditemukan paling banyak di stasiun J, dan paling sedikit
pada stasiun I. Kelimpahan Apogon berkorelasi negatif dengan kekeruhan
(korelasi Spearman : -0,484, P<0,05). Hal ini diperkuat oleh analisis regresi
berganda metode Stepwise yang memasukkan variabel kekeruhan sebagai
pembentuk model persamaan (P<0,05). Hubungan negatif antara Apogon
dengan kekeruhan ini terlihat dengan ditemukannya kelimpahan genus ini pada
saat nilai kekeruhan cenderung rendah, yaitu pada bulan Desember 2001 dan
Engraulis (n=1678) Engraulis (n=1678)
1°00
1
1000 1Glossogobius (n=8489) Glossogobius (n=8489)
2000
7--,---.-,
A B C D E F G H I J Nov Des Jan Peb Mar Apr
S t a s i u n B u i a n
-E 1500 - 0 0
$
1000Apogon (n=1114) Apogon (n=l114)
400
300 -
3
200$
1509
'0050 -='-.I
Nov Des Jan Peb Mar Apr
A B C D E F G H I J
B u l a n S t a s i u n
. .
Stolephorus (n=797) Stolephorus (n=797)
400 1 400 7
D
a
Y 500 -
A B C D E F G H I J Nov Des Jan Peb Mar Apr
S t a s i u n B u l a n
[image:134.595.81.510.69.695.2]S t a s i u n B u l a n
Acanthogobius (n=256)
A B C D E F G H I J
Megalops cyprinoides (n=215)
A B C D E F G H I J
S t a s i u n
Chimcenfrus (n=135)
Acanthogobius (n=256)
Nov Des Jan Peb Mar Apr B u l a n
Megalops cyprinoides (n=214)
Nov Des Jan Peb Mar Apr B u l a n
Chirocenfrus (n=135)
-,
150 100A B C D E F G H I J
S t a s i u n Nov Des Jan Peb Mar Apr
[image:135.595.82.518.78.587.2]B u l a n
Dari tujuh larva ikan dorninan yang tertangkap dalam penelitian ini, dua
diantaranya berasal dari familia Engraulidae, yaitu Engraulis, dan Stolephorus.
Hasil CA menunjukkan bahwa Engraulis merniliki preferensi yang kuat terhadap
salinitas. PCA mengelompokkan salinitas sebagai penciri stasiun A, B, dan I
(kelornpok pertama dalam PCA). Hal ini diperkuat dengan sebaran spasial
salinitas yang menunjukkan tingginya rataan salinitas pada stasiun A, B, dan dan
I. Hasil sebaran spasial Engraulis yang disajikan pada Gambar 9 menunjukkan
bahwa kelimpahan larva dari jenis ini tertinggi pada stasiun I, kemudian diikuti
oleh stasiun B dan A. Walaupun secara bulanan Engraulis ditemukan paling
banyak pada bulan November 2001 pada saat salinitas sangat rendah, tetapi
ditemukannya jenis ini pada bulan Desember 2001 (salinitas cenderung tinggi)
dengan kelimpahan yang relatif tinggi, tetap memperkuat dugaan bahwa jenis ini
distribusinya sangat dipengaruhi oleh salinitas. Hal ini didukung oleh hasil
analisis regresi berganda stepwise yang rnernasukkan variabel salinitas bersarna
suhu sebagai penyusun model (P<0,01). Kiddey et a/., (1999) menyatakan
bahwa distribusi telur dan larva anchovy (Engraulis encrasicolus L.) berkorelasi
secara nyata dengan suhu, salinitas, dan zooplankton. Sementara itu, Arnott
dan McKinnon (1985) rnenyatakan bahwa salinitas bersama dengan faktor lain
menjadi faktor kunci yang mempengaruhi distribusi larva anchovy di Gippsland
Lake, Australia.
Larva Stolephorus paling banyak ditemukan pada stasiun D dan paling
sedikit pada stasiun H. Walaupun nilai korelasi Spearman antara Stolephorus
dengan kekeruhan kecil, tetapi hadimya larva ini dalam jumlah yang banyak di
stasiun C dan D mengindikasikan bahwa larva ini dapat hidup dalam lingkungan
yang besar terhadap air payau. Genera ini rnernbentuk schooling di perairan sekitar pantai terrnasuk estuaria (Fish Base, 2002). Faktor lingkungan yang berpengaruh secara nyata dalarn pernbentukan model regresi terhadap Sfolephorus adalah zooplankton (P<0,05). Hal ini rnernperkuat pernyataan Fish Base (2002) yang rnenyatakan bahwa larva Sfolephorus urnurnnya rnernanfaatkan zooplankton sebagai rnakanannya.
Delsrnan (1932), Sanchez-Velasco et a/., (1996) serta Leis dan Trnski (2000) rnenyatakan bahwa ikan-ikan dari farnilia Engraulidae dalarn siklus hidupnya sangat tergantung kepada lingkungan estuaria. Banyak larva ikan dari jenis ini yang rnernanfaatkan lingkungan estuaria sebagai daerah asuhannya karena daerah ini kaya dengan rnakanan sefia relatif sedikitnya jurnlah predator. Megalops cyprinoides cenderung rnerniliki sebaran yang rnerata pada sernua stasiun. Fitoplankton rnerupakan faktor bio-fisikokirnia perairan yang berperan dalarn rnernbentuk model regresi. Hal ini berkaitan dengan rantai rnakanan di rnana fitoplankton rnerupakan rnakanan dari zooplankton yang seterusnya zooplankton ini akan dirnakan oleh larva ikan. Jenis ini dapat hidup pada salinitas antara 0
-
40%,.
Fase dewasa dari jenis ini urnurnnya hidup di laut, tetapi pada fase larva dan juvenil banyak yang tinggal di estuaria atau hutan mangrove. Megalops cyprinoides biasanya kawin di laut dan pernijahan berlangsung sepanjang tahun (Jayaseelan, 1998; Fish Base, 2002).Secara temporal, sulit rnenernukan konsistensi hubungan antara parameter lingkungan yang rnerniliki korelasi yang nyata dengan jurnlah larva. Misalnya, nilai korelasi Spearman antara Glossogobius dengan kekeruhan
dirnana kekeruhan tinggi, Glossogobius terdapat dalarn jurnlah yang relatif tinggi.
Hal ini erat kaitannya dengan kondisi perairan estuaria yang sangat dinarnis.
Faktor bio-fisikokirnia perairan tidak bekerja sendiri-sendiri dalarn rnernpengaruhi
kehidupan larva, tetapi bekerja secara bersarna-sarna dan simultan. Ekosistern
estuaria yang dikontrol oleh variabel lingkungan yang sangat fluktuatif, sering
rnenirnbulkan kesulitan bagi peneliti untuk rnendeterrninasi rnekanisrne dan pola
hubungan antar variabel dengan larva ikan. Misalnya, Kidwai dan Arnjad (2001)
dalarn penelitiannya di perairan bagian barat laut dari Laut Arab, juga tidak
rnenernukan hubungan yang jelas antara faktor abiotik (suhu, salinitas,
kecepatan angin, dan oksigen terlarut) dan biotik (standing stock zooplankton)
dengan kelirnpahan larva ikan di daerah tersebut.
Diternukannya larva ikan sidat (Anguilla) yang bersifat katadrorn serta
beberapa genus dari farnilia Gobiidae yang juga banyak diantaranya bersifGt
katadrorn di ESAC, rnengindikasikan bahwa ekosistern ini berperan penting
sebagai jalan keluar-rnasuk bagi beberapa jenis ikan yang rnelakukan ruaya
pernijahan. Di sarnping itu, kehadiran larva rnisalnya Engraulis, Stolephorus
atau Megalops cyprinoides yang urnurnnya rnerupakan jenis ikan laut dapat
dijadikan petunjuk bahwa ESAC rnernegang peranan penting dalarn salah satu
siklus hidup bagi ikan-ikan ini, terutarna dalarn perannya sebagai daerah asuhan
(nursery ground).
Penelitian ini tidak difokuskan rnencari pengaruh dan pola hubungan
antara gerakan air (arus pasang surut dan rnasukan air tawar) sehingga dalarn
penelitian ini hubungan antara arus dengan transpor larva belurn tergarnbar
dengan jelas, narnun berdasarkan penelitian yang telah banyak dilakukan,
kelirnpahan larva ikan di suatu ternpat. Misalnya, di St Lucia Estuary, Afrika
Selatan Arus Agulhas (Agulhas Currenf) rnerupakan faktor yang utarna yang
rnenentukan kornposisi larva ikan di perairan sekitar pantai St Lucia Estuary
(Harris et a/., 1999). Gray dan Miskiewich (2000) juga rnenyatakan pentingnya
proses oseanografis rnisalnya arus terhadap distribusi larva ikan di perairan
pantai sebelah tenggara Australia. Dalarn penelitian selanjutnya, sangat penting
untuk rnengkaji pengaruh arus pasang surut dari Sarnudera Hindia dan rnasukan
air tawar dari sungai-sungai yang berrnuara di ESAC terhadap kehadiran larva
ikan di ESAC. Hal ini penting untuk rnengetahui pola rnigrasi beberapa spesies
ikan yang penting serta rnernperjelas status ternpat tinggal (residence states) tiap
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Total larva yang tertangkap selarna penelitian berjurnlah 13459 ekor yang
terbagi dalarn 23 farnilia dan 38 genus. Farnilia Gobiidae rnerupakan
penyurnbang terbesar dari seluruh total tangkapan (67,33 %), diikuti oleh
Engraulidae (19,39 %), Apogonidae (8,27 %), dan lainnya sebesar 4,96 %.
Tujuh larva ikan dorninan yang rnenyusun kornunitas larva ikan dalarn
penelitian