• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronis pada Pasien yang Menjalani Terapi Haemodialisa di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronis pada Pasien yang Menjalani Terapi Haemodialisa di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL KRONIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HAEMODIALISA DI RUMAH SAKIT

UMUM RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI TAHUN 2013

TESIS

Oleh

HELENA VERAWATY TARIGAN 117032073/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE RISK FACTOR OF CHRONIC RENAL FAILURE IN THE PATIENTS UNDERGOING HAEMODIALISA THERAPY IN RADEN MATTAHER

GENERAL HOSPITAL JAMBI PROVINCE IN 2013

THESIS

BY

HELENA VERAWATY TARIGAN 117032073/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL KRONIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HAEMODIALISA DI RUMAH SAKIT

UMUM RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

HELENA VERAWATY TARIGAN 117032073/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis :

Nama Mahasiswa : Helena Verawaty Tarigan Nomor Induk Mahasiswa : 117032073

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dekan

( Dr. Drs. Surya Utama, M.S )

Tanggal Lulus : 27 Januari 2014

(Drs. Jemadi, M.Kes) Anggota

(Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H) Ketua

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 27 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H Anggota : 1. Drs. Jemadi, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL KRONIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HAEMODIALISA DI RUMAH SAKIT

UMUM RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

Helena Verawaty Tarigan 117032073/IKM

(7)

ABSTRAK

Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan penyakit yang angka mortalitas dan angka morbiditasnya sangat tinggi. Penyakit gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis serta pemeriksaan penunjang/ laboratorium. GGK tidak hanya merupakan masalah medis tetapi juga masalah aspek ekonomi dan psikologi. Prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia (2009) sebesar 12,5%, yang berarti terdapat 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik.

Tujuan penelitian ini menganalisis faktor risiko kejadian GGK di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013. Jenis penelitian ini retrospektif menggunakan desain case control study yang menelaah hubungan antara efek penyakit terhadap faktor risiko. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita GGK dan bukan GGK berisiko yang datang berobat ke Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji statistik chi square dan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian GGK antara lain adalah : tingkat stress, pola konsumsi, riwayat penyakit, aktivitas fisik dan penggunaan zat, dengan variabel paling dominan berpengaruh adalah pola konsumsi, sedangkan variabel yang tidak berpengaruh terhadap kejadian GGK antara lain adalah : obesitas, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, dan umur.

Perlu dilakukan peningkatan kegiatan edukasi dan promosi kepada masyarakat yang rentan tentang pentingnya upaya pencegahan dan antisipasi melalui pengendalian gaya hidup, pengaturan pola konsumsi, dan manajemen stress.

(8)

ABSTRACT

ChronicRenalFailure (CRF) is a disease with a very high mortality and morbidity rate. Renal failure disease is a clinical condition characterized by the irreversible decline in renal function. This can be recognized through the other clinical symptoms and supporting/laboratory examination. CRF is not only a medical but also economic and psychological problems. The prevalence of cronic renal failure in Indonesia (2009) was 12.5% which means that 18 millions adults in Indonesia were suffering from this CRF.

The purpose of this study was to analyze the risk factor of the incident of CRF in Raden Mattaher General Hospital, Jambi Province, in 2013. This retrospective study with case-control design analyzed the relationship between the effect of the disease on the risk factor. The population of this study was the patients suffering from CRF and non-risk CRF visiting the Raden Mattaher General Hospital, Jambi Hospital, for treatment in 2013. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were statistically analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the variables influencing the incident of CRF were stress levels, consumption patterns, disease history, physical activity, and substance use, while the variables which did not have any influence on the incident of CRF were obecity, education, gender/sex, and age.

It is necessary to increase the education and promotion activities to the vulnerable communities on the importance of prevention effort and anticipation through lifestyle control, consumption pattern setting, and stress management.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa melalui Tuhan Yesus

Kristus, atas kasih karunia dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronis

pada Pasien yang Menjalani Terapi Haemodialisa di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013”. Penulisan tesis ini merupakan salah

satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat guna memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam kesempatan ini, saya sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr.Ir.Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat dan seluruh dosen/ pegawai di FKM-USU

4. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH selaku pembimbing 1 dan Bapak Drs. Jemadi, M.Kes., selaku pembimbing 2, yang telah memberi bimbingan dan

(10)

5. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H., Ibu dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D selaku

penguji 1, dan Ibu Drh. Rasmaliah, M.Kes., selaku penguji 2 yang telah

banyak memberi masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Direktur, Kepala bagian Rekam Medik, dan Kepala Ruangan Instalasi

Haemodialisa RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi beserta staf yang telah

memberikan izin penelitian dan telah membantu penulis selama penelitian.

7. Khusus penghargaan dan terima kasih kepada kedua orang tuaku ayahanda

Alm. T. Tarigan, B.A., dan ibunda Almh. M. br. Sembiring Pandia, B.A.,

yang telah membesarkan dan mendidik penulis serta memberikan dukungan

moril maupun materil semasa hidupnya.

8. Teristimewa suamiku (Bony Sebayang, S.T., S.E.), anak-anakku (Bobin

Anugrah, Septiandy Dwiputra, Carissa Audrey) adalah orang-orang tercinta

yang selalu memberi dukungan, inspirasi, dan semangat sejak awal

pendidikan dan sampai selesainya tesis ini,

9. Khusus buat adikku tercinta dr. Merry Christmas br Tarigan yang adalah salah

satu responden penelitian ini memberi inspirasi, pengorbanan, dan motivasi

sejak awal pendidikan dan sampai selesainya pendidikan ini,

10. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2011 serta semua pihak dengan rasa

persaudaraan dan kebersamaannya banyak memotivasi dalam penyelesaian

pendidikan ini.

Mengingat keterbatasan kemampuan penulis menyadari masih banyak

(11)

yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat

memberikan manfaat bagi setiap pihak.

Medan, Juli 2014

(12)

RIWAYAT HIDUP

Helena Verawaty Tarigan lahir pada tanggal 24 Januari 1975 di Medan. Anak ketiga dari 5 (lima) bersaudara dari pasangan Bapak Thomas Tomo Tarigan, BA dan Ibu Milang br Sembiring Pandia, BA.

Pendidikan Sekolah Dasar dimulai dari Tahun 1981 – 1987, di SD Negeri No.066048 Medan, Tahun 1987 – 1990 Pendidikan di SMP Negeri 1 Medan, Tahun 1990 – 1993 Pendidikan di SMA Methodist-1 Medan, Tahun 1993 – 1997

Pendidikan di Ilmu Kesehatan Masyarakat (S1) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Tahun 2011 sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

(13)

DAFTAR ISI

2.2.3. Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal ... 17

2.3. Faktor Risiko GGK ... 18

2.4.1. Pengertian Haemodialisa ... 29

2.4.2. Prosedur Haemodialisa ... 30

2.4.3. Komplikasi Haemodialisa ... 31

2.5. Landasan Teori ... 32

2.6. Kerangka Teori ... 33

(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.4.2. Validitas dan Reabilitas ... 41

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 43

3.5.1. Variabel ... 43

4.1.Keadaan Geografi dan Demografi Jambi... 52

4.2.Gambaran Rumah Sakit Rd. Mattaher ... 53

4.3.Visi, Misi, Tujuan Rumah Sakit Rd. Mattaher ... 53

4.3.1. Visi ... 53

4.3.2. Misi ... 54

4.3.3.Tujuan ... 54

4.4. Karakteristik Subjek Penelitian ... 55

4.5. Analisis Univariat... 58

4.6. Analisis Bivariat ... 62

4.7. Perhitungan PAR.. ... 66

4.8. Analisa Faktor yang Paling Dominan ... 67

4.9.Analisa Multivariat ... 67

BAB 5. PEMBAHASAN ... 73

5.1. Pengaruh Faktor Sosiodemografi terhadap Kejadian GGK ... 73

5.1.1. Pendidikan ... 73

5.1.2. Pekerjaan ... 74

5.2. Pengaruh Faktor Gaya Hidup terhadap Kejadian GGK... 75

5.2.1. Penggunaan Zat ... 75

5.2.2. Pola Konsumsi ... 77

5.2.3. Aktivitas Fisik/ Olah Raga ... 78

(15)

5.2.5. Obesitas/ Indeks Massa Tubuh ... 81

5.2.6. Tingkat Stress ... 82

5.3. Faktor risiko yang Paling Dominan ... 83

5.4. Analisa Perhitungan PAR ... 83

5.5. Keterbatasan Penelitian ... 84

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1. Kesimpulan ... 86

6.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronis Berdasarkan Derajat Penyakit ... 13

2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO ... 14

2.3. Manifestasi Klinik pada Pasien GGK ... 17

3.6 Definisi Operasional, Alat Ukur, Skala Ukur, dan Hasil Ukur Variabel Penelitian ... 45

3.7 Odds Ratio ... 49

4.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Lama Menderita Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 55

4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Riwayat Keluarga di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013... 56

4.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 57

4.4 Distribusi Frekuensi Responden di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 58

4.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Penggunaan Zat di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 59

4.6 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pola Konsumsi di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 60

4.7 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Aktivitas Fisik di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 60

(17)

4.9 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan di Indeks Massa Tubuh / IMT Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 61

4.10 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Stress di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 62

4.11 Hubungan Faktor Sosiodemografi terhadap kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 62

4.12 Hubungan Penggunaan Zat terhadap Kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 63

4.13 Hubungan Pola Konsumsi terhadap Kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013... 63

4.14 Hubungan Aktivitas Fisik terhadap Kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013... 64

4.15 Hubungan Riwayat Penyakit terhadap Kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013... 64

4.16 Hubungan Obesitas/ Indeks Massa Tubuh terhadap Kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 65

4.17 Hubungan Tingkat Stress terhadap Kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 65

4.18 Hasil Perhitungan Population Attributable Risk (PAR) ... 66

4.19 Analisa Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian GGK pada

Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 .. ... 67

4.20 Langkah Pertama Regresi Logistik Analisis Faktor Risiko Kejadian GGK pada Penderita di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013 ... 69 .

(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.6. Kerangka Teori Penelitian ... 34

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 35

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Pernyataan Persetujuan (Informed Consent) ... 93

2. Kuesioner Penelitian ... 94

3. Data Rekapitulasi Penderita GGK ... 100

4. Data Karakteristik Responden Penelitian ... 101

5. Data Bivariat Responden Penelitian ... 107

6. Data Logistik Responden Penelitian ... 110

7. Jadual Penelitian ... 113

8. Hasil Pengolahan Data Karakteristik ... 114

9. Hasil Pengolahan Data Bivariat ... 120

(20)

ABSTRAK

Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan penyakit yang angka mortalitas dan angka morbiditasnya sangat tinggi. Penyakit gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis serta pemeriksaan penunjang/ laboratorium. GGK tidak hanya merupakan masalah medis tetapi juga masalah aspek ekonomi dan psikologi. Prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia (2009) sebesar 12,5%, yang berarti terdapat 18 juta orang dewasa di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik.

Tujuan penelitian ini menganalisis faktor risiko kejadian GGK di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013. Jenis penelitian ini retrospektif menggunakan desain case control study yang menelaah hubungan antara efek penyakit terhadap faktor risiko. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita GGK dan bukan GGK berisiko yang datang berobat ke Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji statistik chi square dan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian GGK antara lain adalah : tingkat stress, pola konsumsi, riwayat penyakit, aktivitas fisik dan penggunaan zat, dengan variabel paling dominan berpengaruh adalah pola konsumsi, sedangkan variabel yang tidak berpengaruh terhadap kejadian GGK antara lain adalah : obesitas, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, dan umur.

Perlu dilakukan peningkatan kegiatan edukasi dan promosi kepada masyarakat yang rentan tentang pentingnya upaya pencegahan dan antisipasi melalui pengendalian gaya hidup, pengaturan pola konsumsi, dan manajemen stress.

(21)

ABSTRACT

ChronicRenalFailure (CRF) is a disease with a very high mortality and morbidity rate. Renal failure disease is a clinical condition characterized by the irreversible decline in renal function. This can be recognized through the other clinical symptoms and supporting/laboratory examination. CRF is not only a medical but also economic and psychological problems. The prevalence of cronic renal failure in Indonesia (2009) was 12.5% which means that 18 millions adults in Indonesia were suffering from this CRF.

The purpose of this study was to analyze the risk factor of the incident of CRF in Raden Mattaher General Hospital, Jambi Province, in 2013. This retrospective study with case-control design analyzed the relationship between the effect of the disease on the risk factor. The population of this study was the patients suffering from CRF and non-risk CRF visiting the Raden Mattaher General Hospital, Jambi Hospital, for treatment in 2013. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were statistically analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the variables influencing the incident of CRF were stress levels, consumption patterns, disease history, physical activity, and substance use, while the variables which did not have any influence on the incident of CRF were obecity, education, gender/sex, and age.

It is necessary to increase the education and promotion activities to the vulnerable communities on the importance of prevention effort and anticipation through lifestyle control, consumption pattern setting, and stress management.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit kronis umumnya terjadi pada mereka yang telah cukup lama untuk

mengalaminya. Akan tetapi usia tidak selalu menjadi faktor penentu dalam perolehan

penyakit kronis. Kenyataannya, sebagian besar penyakit kronis terjadi pada semua

usia, walaupun kebanyakan diantaranya terjadi pada tahap kehidupan lanjut

(Timmreck, T.C., 2004)

Perubahan pola penyakit tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap

terjadinya transisi epidemiologi, dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit

tidak menular. Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2005

proporsi kesakitan dan kematian di dunia yang disebabkan oleh penyakit tidak

menular sebesar 47% kesakitan dan 54% kematian, dan diperkirakan pada tahun 2020

proporsi kesakitan ini akan meningkat menjadi 60% dan proporsi kematian menjadi

73%. Menurut WHO, pada tahun 2008 terdapat 57 juta kematian di dunia, dimana

Proportional Mortality Rate (PMR) penyakit tidak menular di dunia adalah sebesar

36 juta (63%).

Data yang diperoleh dari penelitian Arlija,L., (2006) yang mengutip berita di

Amerika Serikat jumlah penderita Gagal Ginjal Kronis (GGK) mengalami

peningkatan dari 166.000 penderita pada tahun 1990 menjadi 372.000 penderita tahun Balitbangkes (2008) melaporkan bahwa PMR penyakit tidak menular

(23)

2000. Diperkirakan pada tahun 2010 angka penderita ini akan menjadi 650.000

penderita. Di Jepang, jumlah penderita GGK dari tahun 1996 sampai tahun 2000

meningkat dari 167.000 penderita GGK menjadi lebih dari 200.000 penderita. Di

Benua Afrika prevalensi diestimasi 3-4 kali lipat dari negara maju. Cause Spesific

Death Rate GGK diperkirakan mencapai 200/ 1.000.000 penduduk Afrika. (Haroun,

M.K.,et al, 2003)

Menurut WHO (2008) dan Global Burden of Disease (GDB) penyakit ginjal

menyebabkan 163.275 kematian setiap tahunnya (WHO, 2008). Jumlah pasien GGK

prevalensinya semakin meningkat, diperkirakan Tahun 2025 di Asia Tenggara,

Mediterania dan Timur Tengah serta Afrika mencapai lebih dari 380 juta orang, hal

tersebut dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan penduduk, peningkatan proses

penuaan, urbanisasi, obesitas, dan gaya hidup tidak sehat (Anonim, 2010)

Pada tahun 1999 di Amerika Serikat prevalensi GGK pada anak yang

mengalami terapi pengganti ginjal sebesar 53/ 1.000.000 anak. Menurut data yang

diperoleh dari United States Renal Data System (USRDS) , dari tahun 1990 sampai

2001 di Amerika Serikat prevalensi GGK yang disebabkan diabetes meningkat dari

171/ 1.000.000 penduduk menjadi 503/ 1.000.000 penduduk.

Pada penelitian di 7 rumah sakit Pendidikan Dokter Spesialis Anak di

Indonesia pada tahun 1984-1988, didapatkan bahwa dari 2.889 anak yang dirawat

dengan penyakit ginjal ada 2% yang menderita GGK. Di RSCM (Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo) Jakarta antara tahun 1991-1995, dari 668 anak penderita penyakit

(24)

penyakit ginjal yang berobat jalan terdapat 2,6% yang menderita GGK.(Noer, MS,

2006).

Menurut Survei Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia pada tahun 1990 -

1992 menunjukkan bahwa 13% dari sekitar 50.000 pasien rawat inap di Rumah Sakit

seluruh Indonesia menderita gagal ginjal dan hipertensi.(Noer, MS, 2006)

Di Indonesia, penyakit GGK tahun 1997 berada diperingkat ke delapan. GGK

tidak hanya merupakan masalah medis tetapi juga masalah aspek ekonomi dan

psikologi. Penderita GGK cenderung mengalami perasaan tertekan, rendah diri, dan

stress karena masalah yang lainnya seperti memikirkan biaya untuk pengobatan.

Faktor penyulit di Indonesia bagi pasien ginjal terutama GGK selain aspek ekonomi

dan psikologi yaitu terbatasnya dokter spesialis ginjal.

GGK merupakan penyakit yang jumlahnya sangat meningkat, pada tahun

1995 secara nasional terdapat 2.131 pasien GGK dengan hemodialisis dengan beban

biaya yang ditanggung oleh Askes besarnya adalah Rp 12,6 milyar. Pada tahun 2000

terdapat sebanyak 2.617 pasien dengan hemodialisis dengan beban biaya yang

ditanggung oleh Askes sebesar Rp 32,4 milyar dan pada tahun 2004 menjadi 6.314

kasus dengan biaya Rp 67,2 milyar. (Bakri, S.,2005) dari survei yang dilakukan oleh

Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) pada tahun 2009, Prevalensi gagal

ginjal kronik di Indonesia sekitar 12,5%, yang berarti terdapat 18 juta orang dewasa

di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik dimana terdapat sekitar 70.000

penderita GGK yang memerlukan cuci darah. Kasus gagal ginjal di Jawa Tengah

(25)

Sukoharjo yaitu 742 kasus (Dinkes Jateng, 2008). Pada tahun 2008 di RSUP H.

Adam Malik terdapat sebanyak 87 penderita kasus gagal ginjal, di RSUD Dr.

Pirngadi sebanyak 109 penderita kasus gagal ginjal dan di RS Rasyida sebanyak 78

penderita kasus gagal ginjal. Di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan untuk kasus

GGK pada tahun 2009 sebanyak 139 kasus.

Pada akhirnya untuk melepaskan ketergantungan pasien terhadap terapi

hemodialisa seumur hidup, maka diperlukan tindakan definitif berupa transplantasi

ginjal (pencangkokan ginjal).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum

Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi akhir Tahun 2012, didapatkan penderita

GGK sebanyak 60 penderita, dengan peningkatan jumlah setiap tahunnya dengan

uraian Tahun 2008 terdapat sebesar 33 pasien, Tahun 2009 terdapat sebanyak 36

pasien, Tahun 2010 sebanyak 50 pasien, Tahun 2011 terdapat 51 pasien dan akhir

Tahun 2012 terdapat 60 orang pasien.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perlu di lakukan penelitian

tentang ”Faktor Risiko Penderita GGK pada Pasien yang Menjalani Terapi

Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun

(26)

1.2. Permasalahan

Penderita GGK selain disebabkan oleh penyebab langsung juga dapat

disebabkan oleh beberapa faktor risiko. Pengetahuan terhadap faktor risiko dapat

membantu mencegah peningkatan jumlah penderita GGK. Permasalahan dalam

penelitian ini meningkatnya jumlah penderita GGK dan belum diketahuinya faktor

risiko GGK pada pasien yang menjalani terapi haemodialisa di Rumah Sakit Umum

Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor risiko GGK pada pasien yang menjalani terapi

haemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun

2013.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ada pengaruh riwayat penyakit sebelumnya, gaya hidup, tingkat stress, pola

konsumsi/ pola diet/ nutrisi, penggunaan zat, dan aktivitas fisik serta faktor

sosiodemografi penderita GGK.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini bermanfaat bagi beberapa pihak yaitu keluarga, masyarakat, peneliti

(27)

kesadaran akan tingkat kejadian GGK, selanjutnya masyarakat sadar dan

termotivasi untuk melakukan tindakan pengendalian faktor risiko GGK.

b. Sebagai bahan masukan bagi pihak RSUD. Raden Mattaher Provinsi Jambi tentang

karakteristik penderita GGK di Instalasi Haemodialisa Rumah Sakit tersebut

sehingga dapat mendukung upaya penatalaksanaan yang lebih baik terhadap

penderita GGK.

c. Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta

pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai penyakit GGK serta dapat

dijadikan dasar dalam melakukan penelitian di masa yang akan datang dan sebagai

salah satu prasyarat menyelesaikan studi di Program Studi Strata 2 IKM-FKM

USU Medan.

c. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pihak lain yang ingin melakukan

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ginjal

Ginjal terletak di belakang peritoneum pada bagian belakang rongga

abdomen, mulai dari vertebra torakalis ke dua belas sampai vertebra lumbalis ke tiga.

Ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri karena adanya hati. Nefron merupakan

unit dasar ginjal. Setiap ginjal memiliki 400.000 – 800.000 nefron, jumlah ini

berkurang seiring usia. Karena jumlah nefron pada setiap ginjal melebihi jumlah yang

diperlukan untuk mempertahankan kehidupan, maka kerusakan ginjal secara

signifikan dapat terjadi tanpa gejala klinis yang jelas. Ginjal mempertahankan

kestabilan lingkungan ekstraseluler yang menunjang fungsi semua sel tubuh. Ginjal

mengontrol keseimbangan air dan ion dengan mengatur ekskresi air, natrium, kalium,

klorida, kalsium, magnesium, fosfat, dan zat-zat lain, serta mengatur status

asam-basa. (O’Callaghan, C.,2007)

2.1.1. Anatomi Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga

retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya

menghadap medial. Ukuran ginjal rata-rata adalah 11,5 cm (panjang), 6 cm (lebar),

3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi sekitar 120-170 gram. Ginjal dibungkus oleh

jaringan fibrous tipis, berkilau yang disebut true capsule (kapsul fibrosa) ginjal dan

(29)

Ginjal terdiri atas tiga area yaitu korteks, medula dan pelvis.(Prasanto Heru, 2008)

a. Korteks, merupakan bagian paling luar ginjal, di bawah kapsula fibrosa sampai

dengan lapisan medula, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1

juta.

b. Medula, terdiri dari saluran-saluran atau duktus kolekting yang disebut pyramid

ginjal yang tersusun atas 8-18 buah.

c. Pelvis, merupakan area yang terdiri dari kalik minor yang kemudian bergabung

menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kalik minor bergabung menjadi kalik

mayor dan dua sampai tiga kalik mayor bergabung menjadi pelvis ginjal yang

berhubungan dengan ureter bagian proksimal.

2.1.2. Fungsi Ginjal

Fungsi utama ginjal adalah menjaga keseimbangan internal dengan jalan

menjaga komposisi cairan ekstraseluler. Untuk melaksanakan hal itu, sejumlah besar

cairan difiltrasi di glomerulus dan kemudian direabsorpsi dan disekresi di sepanjang

nefron sehingga zat-zat yang berguna diserap kembali dan sisa-sisa metabolisme

dikeluarkan sebagai urin. Sedangkan air ditahan sesuai dengan kebutuhan tubuh kita.

Fungsi ginjal secara keseluruhan dibagi dalam 2 golongan yaitu :

a. Fungsi Ekskresi

1. Ekskresi sisa metabolisme protein

Sisa metabolisme protein yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan

asam urat dikeluarkan melalui ginjal.

(30)

Bila tubuh kelebihan cairan maka terdapat rangsangan melalui arteri karotis

interna ke osmoreseptor di hipotalamus anterior kemudian diteruskan ke

kelenjar hipofisis posterior sehingga produksi hormon anti-diuretik (ADH)

dikurangi dan akibatnya produksi urin menjadi banyak, demikian juga

sebaliknya.

3. Menjaga keseimbangan asam basa

Agar sel dapat berfungsi normal, perlu dipertahankan PH plasma 7,35 untuk

darah vena dan PH 7,45 untuk darah arteri. Keseimbangan asam dan basa

diatur oleh paru dan ginjal.

b. Fungsi Endokrin

1. Partisipasi dalam eritopioesis

Ginjal menghasilkan enzim yang disebut faktor eritropoetin yang

mengaktifkan eritropoetin. Eritropoetin berfungsi menstimulasi sumsum

tulang untuk memproduksi sel darah merah.

2. Pengaturan tekanan darah

Modifikasi tonus vaskular oleh ginjal dapat mengatur tekanan darah. Hal ini

dilakukan oleh sistem renin-angiotensin aldosteron yang dikeluarkan dari

nefron.

3. Keseimbangan kalsium dan fosfor

Ginjal memiliki peran untuk mengatur proses metabolisme vitamin D menjadi

(31)

aktif bersama hormon paratiroid dapat meningkatkan absorpsi kalsium dan

fosfor dalam usus.

2.2. GGK

2.2.1. Pengertian GGK

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis

yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat

yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi

ginjal (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2006). Menurut Nursalam (2006), gagal

ginjal kronis/ CRF (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang

berakibat fatal dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah

nitrogen lainnya dalam darah). Penyakit ginjal dapat tidak tampak secara klinis

sampai terjadi penurunan fungsi ginjal yang bermakna, karena alasan inilah penyakit

ginjal progresif yang berkembang lambat laun dapat bersifat asimtomatik pada

stadium awal. (O’Callaghan, C.,2007).

Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal

mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam

hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat

(32)

proses penyakit yang mengakibatkan kehilangan nefron secara progresif dapat

menyebabkan gagal ginjal kronik.(O’Callaghan, C., 2007)

Gagal ginjal akut (GGA) maupun GGK meningkatkan kalium, ureum, dan

kreatinin plasma, serta menyebabkan asidosis metabolik. Pada GGK biasanya

terdapat komplikasi kronik yang meliputi anemia akibat eritropoetin yang tidak

adekuat serta penyakit tulang, (artinya hormon yang di hasilkan oleh ginjal salah

satunya adalah eritropoetin yang merangsang pembentukan sumsum tulang untuk

menghasilkan sel darah merah, pada GGK eritropoetin yang di hasilkan ginjal tidak

mencukupi) biasanya dengan kadar kalsium rendah, fosfat tinggi, dan hormon

paratiroid tinggi. Hasil temuan kunci pada GGK adalah ginjal yang kecil pada

ultrasonografi. Ukuran yang berkurang ini disebabkan oleh atrofi atau

fibrosis.(O’Callaghan, C., 2007)

Karena ureum dan kreatinin di ekskresi oleh ginjal maka keduanya

terakumulasi di darah jika fungsi ginjal terganggu. Kadar ureum meningkat akibat

asupan tinggi protein atau keadaan katabolisme dan menurun pada penyakit hati atau

overhidrasi. Ureum difiltrasi secara bebas namun juga di reabsorbsi sebagian oleh

tubulus, yang prosesnya meningkat (seiring dengan reabsorbsi natrium) pada

dehidrasi atau penurunan perfusi ginjal, menyebabkan peningkatkan ureum lebih

besar daripada kreatinin. Kreatinin difiltrasi secara bebas, namun di sekresi sebagian

oleh tubulus. Kreatinin diproduksi di otot dan individu dengan massa otot besar dapat

(33)

Semua proses penyakit yang mengakibatkan kehilangan nefron secara

progresif dapat menyebabkan GGK. Seiring dengan berkurangnya jumlah nefron

yang berfungsi, nefron yang tersisa melakukan kompensasi dengan meningkatnya

filtrasi dan reabsorbsi zat terlarut. Penyakit ginjal stadium akhir terjadi jika pasien

membutuhkan terapi penggantian ginjal dengan dialysis atau transplantasi.

Komplikasi GGK disebabkan oleh akumulasi berbagai zat yang normalnya di

ekskresi oleh ginjal, serta produksi vitamin D dan eritropoetin yang tidak adekuat

oleh ginjal. Sindrom uremik mengacu pada komplikasi GGK seperti anemia,

kebingungan (confusion), koma, asteriksis, kejang, efusi, perikard, gatal, dan penyakit

tulang. Terapi penggantian ginjal memperbaiki masalah ini, namun pasien dengan

penyakit ginjal stadium akhir memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi

dari pada populasi lainnya.

Pengobatan konservatif terdiri dari tiga strategi. Pertama adalah usaha-usaha

untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal. Kedua adalah mencegah

kerusakan ginjal lebih lanjut. Ketiga adalah pengelolaan berbagai masalah yang

terdapat pada pasien dengan GGK dan komplikasinya. Pengobatan konservatif GGK

(34)

Tabel 2.1 Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Derajat Penyakit

Derajat Deskripsi/ Penjelasan Nama lain GFR (mL/mn/1.73m²)

1 Kerusakan ginjal dgn GFR normal

Risiko ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dgn penurunan GFR ringan

CRI (Chronic Renal Insufisiensi

60 – 89

3 Kerusakan ginjal dgn penurunan GFR sedang

CRI, Chronic Renal Failure/ CRF

30 – 59

4 Kerusakan ginjal dgn penurunan GFR berat

CRF 15 – 29

5 Gagal ginjal ESRD (End Stage

Renal Disease)

< 15 atau dialisis

Ket : GFR = Glomerulo Filtration Rate (Laju Filtrasi Glomerulus) Sumber : Black & Hawks, 2009; Suwitra dalam Sudoyo, et al, 2006.

2.2.2. Penyebab Gagal Ginjal

Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang

diderita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan

organ ginjal. Penyebab tersering penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan

terapi penggantian ginjal antara lain adalah : (O’Callaghan, C., 2007)

a. Diabetes Melitus (DM)

Sebanyak 25 - 50% penyandang diabetes menderita nefropati. Diabetes

merupakan penyebab tunggal tersering dari penyakit ginjal stadium akhir dan

meliputi 30 - 40% kasus. (O’Callaghan, C., 2007)

b. Hipertensi

Hipertensi di definisikan sebagai tekanan darah di atas 140/ 90 mmHg.

(35)

volume sirkulasi. Setiap penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi. Gangguan

ginjal berat mengurangi ekskresi natrium serta menyebabkan hipervolemia dan

hipertensi yang bersifat sensitif terhadap garam karena hipertensi meningkat seiring

dengan asupan garam. (O’Callaghan, C., 2007)

Tabel 2.2. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

Derajat Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Tingkat 1 (Hipertensi ringan) 140-159 90-99

Tingkat 1 (Hipertensi sedang) 160-179 100-109

Tingkat 1 (Hipertensi berat) ≥180 ≥110

Sumber : Yogiantoro dalam Sudoyo, 2006.

c. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.

Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan/

atau hematuria, meskipun lesi terutama ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh

nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi GGK.

Glomerulonefritis dibedakan atas dua yaitu :

(Price, S. A.

& Lorraine M, 2005)

1. Glomerulonefritis Akut

Kasus klasik glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada

tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2

minggu. Organisme penyebabnya yang lazim adalah streptokokus beta hemolitikus

(36)

ginjal, melainkan terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus

yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal-spesifik. Terbentuk

kompleks antigen-antibodi dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus dan

menghasilkan membran dasar yang menebal. Komplemen akan terfiksasi

mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear

(PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim

lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus. (Price, S. A. &

Lorraine M., 2005)

2. Glomerulonefritis Kronik

Glomerulonefritis kronik ditandai dengan kerusakan glomerulus secara

progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Pada

glomerulonefritis kronik lanjut, ginjal tampak mengkerut, kadang beratnya hanya

tinggal 50 gram dan permukaannya bergranula. Perubahan ini terjadi akibat

berkurangnya jumlah nefron karena iskemia dan hilangnya nefron.

d. Penyakit Ginjal Polikistik

(Price, S. A. &

Lorraine M., 2005)

Merupakan kelainan ginjal turunan yang paling sering terjadi Penyakit ginjal

polikistik ini mencakup 4-10% pasien dengan gagal ginjal yang membutuhkan

transplantasi atau dialisis ditandai dengan kista-kista multipel, bilateral dan

berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal

normal akibat penekanan. (O’Callaghan, C., 2007). Ginjal dapat membesar dan terisi

(37)

kronik bervariasi, walaupun banyak anak yang dapat mempertahankan fungsi ginjal

yang adekuat selama bertahun-tahun. Pada anak dapat bertahan selama bulan pertama

kehidupan,78% bertahan hingga melebihi 15 tahun. (Price,S.A. & Lorraine M., 2005)

e. Pielonefritis Kronik

Pielonefritis adalah inflamasi infeksius yang mengenai parenkim dan pelvis

ginjal. Infeksi ini bermula dari infeksi saluran kemih (ISK) bawah, kemudian naik

sampai ginjal. Escherichia coli adalah organisme yang paling lazim menyebabkan

pielonefritis. Pielonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen

karena inflamasi yang berulang dan terbentuknya jaringan parut yang meluas. Proses

berkembangnya GGK dari infeksi ginjal yang berulang berlangsung selama beberapa

tahun. Pada pielonefritis kronik, tanda yang terus menerus muncul adalah bakteriuria

sampai pada saat ketika jaringan ginjal sudah mengalami pemarutan (skar) yang berat

dan atrofi sehingga pasien mengalami insufisiensi ginjal yang ditandai dengan

hipertensi, BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat dan klirens kreatinin menurun.

(Price, S. A. & Lorraine M., 2005)

f. Nefropati Analgetik

Penyalahgunaan analgetik dalam waktu lama dapat menyebabkan cedera

ginjal. Beberapa obat menyebabkan gagal ginjal antara lain amonoglikosida, Obat

Anti-Inflamasi nonsteroid (OAINS), siklosporin, amfosterisin B, asiklovir,

siklosporin. (O’Callaghan, C., 2007). Penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan

kegagalan fungsi ginjal apabila tidak cepat ditangani antara lain adalah kehilangan

carian banyak yang mendadak (muntaber, perdarahan, luka bakar), serta penyakit

(38)

Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk

dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya, dalam

dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis serangan gagal ginjal, akut dan kronik.

2.2.3. Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal

Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara

akut antara lain : bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit,

demam, kencing sedikit, kencing darah, sering kencing. Kelainan urin protein, darah /

eritrosit, sel darah putih / leukosit, bakteri. Sedangkan tanda dan gejala yang mungkin

timbul oleh adanya GGK antara lain: lemas, depresi, mual, muntah, bengkak, kencing

berkurang, gatal, kram otot, pucat/ anemi. Kelainan urin protein, eritrosit, leukosit.

Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium lain creatinine darah naik, Hb turun, urin

protein selalu positif. (O’Callaghan, C., 2007)

Pada pasien GGK terdapat manifestasi klinis yang bervariasi dan pasien juga

memiliki beberapa keluhan berikut ini :

Tabel 2.3. Manifestasi Klinis pada Pasien GGK Derajat

GGK

Manifestasi Klinis

Derajat I Pasien dengan tekanan darah normal, tanpa abnormalitas hasil tes laboratorium dan tanpa manifestasi klinis

Derajat II Umumnya asimptomatik, berkembang menjadi hipertensi, munculnya nilai laboratorium yang abnormal

Derajat III Asimptomatik nilai laboratorium menandakan adanya abnormalitas pada beberapa sistem organ, terdapat hipertensi

Derajat IV Munculnya manifestasi klinis GGK berupa kelelahan dan penurunan rangsangan

Derajat V Anemia, hipokalsemia, hiponatremia, peningkatan asam urat, proteinuria, edema, hipertensi, peningkatan kreatinin, penurunan sensasi rasa, asidosis metabolik, mudah mengalami perdarahan, hiperkalemia

(39)

2.3. Faktor Risiko GGK

Sumber dari faktor-faktor risiko pada penyakit tidak menular dan penyakit

kronis adalah perilaku fisiologis/ genetik, lingkungan dan sosial. Faktor risiko adalah

pengalaman, perilaku, tindakan atau aspek-aspek pada gaya hidup yang dapat

memperbesar peluang terkena atau terbentuknya suatu penyakit, kondisi, cedera,

gangguan, ketidakmampuan atau kematian (Timmreck,T.C., 2004).

Australian Institute of Health and Welfare (AIHW) telah melakukan

sistematisasi faktor risiko kejadian penyakit ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis (ESRD) di Australia. Faktor risiko ESRD di Australia dibagi menjadi

empat kelompok yaitu :

1) Faktor lingkungan-sosial yang meliputi status sosial ekonomi, lingkungan fisik

dan ketersediaan lembaga pelayanan kesehatan,

2) Faktor risiko biomedik, meliputi antara lain diabetes, hipertensi, obesitas,

sindroma metabolisma, infeksi saluran kencing, batu ginjal dan batu saluran

kencing, glomerulonefritis, infeksi streptokokus dan keracunan obat;

3) Faktor risiko perilaku, meliputi antara lain merokok atau pengguna tembakau,

kurang gerak dan olah raga serta kekurangan makanan

4) Faktor predisposisi, meliputi antara lain umur, jenis kelamin, ras atau etnis,

riwayat keluarga dan genetik.(AIHW). Dari penelitian yang lain juga melaporkan

bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian GGK antara lain adalah

jenis kelamin, umur, etnik, berat lahir rendah, berat badan, status sosial ekonomi,

(40)

terlarang lainnya, mengonsumsi obat analgetika dan OAINS, dan diabetes

mellitus.(Bakri, S., 2005).

2.3.1. Riwayat Penyakit

a. DM

DM adalah penyakit yang dapat menyebabkan komplikasi kronik baik mikro

dan macroangiophaty, dengan konsekuensi kegagalan organ internal. Salah satu

komplikasi kronik DM adalah dari nefropati diabetik dan progresif cronically jika

tidak ditangani atau dikendalikan dengan baik akan menjadi tahap akhir gagal ginjal.

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa merokok berperan dalam pengembangan

dan perkembangan diabetes dan nondiabetes penyakit ginjal. Penelitian Arsono, Soni,

2005 faktor risiko yang dilakukan dalam nefropati diabetik progresif yang menjadi

tahap akhir gagal ginjal pada pasien DM bahwa hipertensi diastolik dan kadar

kolesterol total adalah faktor risiko tahap akhir gagal ginjal pada pasien DM dengan

hasil dari faktor risiko terbukti tahap akhir gagal ginjal pada penderita DM 2 jam pp

kadar glukosa darah OR: 3,52 (95% CI: 1,00-12,39). DM pasien hipertensi diastolik

> 90 mmHg dengan OR : 15,03 (95% CI: 2,25 - 100,43) dan kadar kolesterol total >

200 mg/d1 dengan OR: 11,61 (95% CI: 1,69 - 79,83).

b. Hipertensi

Hipertensi didefinikan sebagai tekanan darah di atas 140/ 90 mm

Hg.(O’Callaghan, C., 2007). Berdasarkan penelitian Herdiani Sialagan dapat dilihat

bahwa proporsi riwayat penyakit sebelumnya tercatat 69,2%. Penderita GGK

(41)

Riwayat Penyakit Sebelumnya 23,8%, Tidak ada riwayat 15,1%, Batu Ginjal 5,0%,

Infeksi Saluran Kemih (ISK) 1,4% dan terendah penyakit ginjal polikistik. Penelitian

Sofyana Nurchayati, (2010) didapatkan bahwa pasien hipertensi dengan OR = 4,51,

disimpulkan bahwa hubungan antara anemia dengan kualitas hidup penderita

hipertensi memiliki risiko 4,6 kali hidupnya kurang berkualitas dibandingkan dengan

yang tidak mengalami hipertensi.

2.3.2. Kadar Ureum dan Kreatinin Darah

Kadar ureum darah adalah konsentrasi nitrogen urea darah setelah dilakukan

pemeriksaan laboratorium pada penderita GGK dan bukan GGK sesuai yang tercatat

pada rekam medis. Penelitian di RS Martha Friska Medan Tahun 2011 Proporsi kadar

ureum darah > 100 mg/100 mL sebesar 68,9% lebih tinggi dibandingkan ≤ 100

mg/100 mL sebesar 31,1 %.

Kadar kreatinin darah adalah konsentrasi kreatinin dalam darah setelah

dilakukan pemeriksaan laboratorium pada penderita GGK dan bukan GGK sesuai

yang tercatat pada rekam medis. Penelitian di RS Martha Friska Medan Tahun 2011

Proporsi kadar kreatinin penderita GGK yang memiliki kadar kreatinin darah < 2

mg/100 mL sebesar 3,3%, 19,7% pada 2-4 mg/100 mL dan 77,0% pada > 4 mg/100

mL. (Sialagan, H., 2011 ).

2.3.3. Sosiodemografi

Semakin meningkatnya umur dan ditambah dengan penyakit kronis seperti

(42)

rusak dan tidak dapat dipulihkan kembali.

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan

perkembangan End-Stage Renal Disease. Secara keseluruhan, insidensi End-Stage

Renal Disease lebih besar pada laki-laki (56,3%) daripada perempuan (43,7%)

walaupun penyakit sistemik tertentu yang menyebabkan End-Stage Renal Disease

lebih sering terjadi pada perempuan. End-Stage Renal Disease

Penelitian Hanifa (2010) di RSUP. Adam

Malik Medan, penderita GGK terbanyak pada kelompok umur 31-50 tahun.

Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan

perkembangan End-Stage Renal Disease. Lingkungan dan agent toksik dapat

mempengaruhi GGK yang meliputi timah, kadmium, kromium dan merkuri. Di

perairan yang tercemar, merkuri dapat berubah bentuk menjadi senyawa metil

merkuri melalui mikroorganisme air dan mempunyai efek toksik tinggi. Dalam

bentuk metal merkuri senyawa ini dapat masuk ke dalam rantai makanan manusia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tingkat global, Indonesia merupakan salah

satu negara yang memiliki kadar merkuri dalam ikan tuna yang melebihi batas yang

diizinkan yaitu 1.223 ppm.(Soeripto, M.,2008)

yang disebabkan oleh

nefropati hipertensif 6,2 kali lebih sering terjadi pada orang Afrika-Amerika daripada

orang kaukasia.(Price, SA & Lorraine M, 2005).

2.3.4. Gaya Hidup / Lifestyle

Sudut ketiga dari segitiga keadaan yang mempengaruhi kesehatan individu

adalah pola hidup. Pola hidup merupakan sekumpulan perilaku yang berhubungan

(43)

raga, rekreasi dan kerja. Perilaku tersebut dapat menjadi faktor yang secara signifikan

menyebabkan seseorang menjadi sakit atau terluka (Ayers, Bruno dan Langford,

1999). Pola hidup merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi

kesehatan seseorang. Perilaku untuk meningkatkan kesehatan dapat dikontrol dan

dipilih. Pilihan seseorang terhadap sehat tidaknya aktivitas yang dilakukan

dipengaruhi oleh faktor sosiokultural karakteristik individu. Perilaku yang bersifat

negatif terhadap kesehatan dikenal dengan faktor risiko.

Potter dan Perry (2005) mengemukakan bahwa ada kegiatan dan perilaku

yang dapat memberikan efek terhadap kesehatan. Cara pelaksanaan kegiatan yang

berpotensi memberikan efek negatif antara lain makan berlebihan atau nutrisi yang

buruk, kurang tidur dan istirahat, dan kebersihan pribadi yang buruk. Kebiasaan lain

yang berisiko menyebabkan seseorang menderita penyakit yaitu kebiasaan merokok

atau minum-minuman beralkohol, penyalahgunaan obat, dan kegiatan berbahaya

seperti skydiving serta mendaki gunung. Lebih lanjut Potter dan Perry (2005)

mengemukakan berbagai stres akibat krisis kehidupan dan perubahan gaya hidup.

Stres emosional dapat menjadi faktor risiko bila bersifat berat, terjadi dalam waktu

yang lama atau jika seseorang yang mengalaminya tidak mempunyai koping yang

adekuat dapat meningkatkan peluang terjadinya sakit. Stres dapat terjadi karena

peristiwa kehidupan seperti perceraian, kehamilan dan pertengkaran. Area kehidupan

yang menyebabkan stres emosional jangka panjang menjadi faktor risiko seperti stres

yang berhubungan dengan pekerjaan dapat berdampak pada kelemahan kemampuan

(44)

mental atau kematian. Ayers, Bruno dan Langford (1999) menyatakan bahwa pola

hidup merupakan wilayah yang paling dapat dikontrol oleh seseorang dan memiliki

beberapa aturan agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan. Perilaku yang

termasuk dalam pola hidup sangat mungkin diubah.

2.3.5. Pola konsumsi

Masukan nutrisi yang adekuat akan menyediakan tenaga untuk menggerakkan

tubuh dan mempertahankan berat badan. Seseorang yang tidak memiliki komposisi

nutrisi yang baik sehingga mengalami kelebihan berat badan berisiko terhadap

penyakit seperti diabetes, gangguan kandung kemih, tekanan darah tinggi dan

penyakit pembuluh darah koroner.

Seseorang yang tidak memperhatikan komposisi nutrisi yang terkandung

dalam makanan sehari-hari, akan lebih mudah terserang penyakit dibandingkan yang

berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan. Intake makanan yang mengandung kadar

karbohidrat tinggi namun minim serat seperti makanan cepat saji, mempercepat

penimbunan lemak di dalam tubuh yang memicu obesitas. Individu yang mengalami

obesitas rentan terhadap penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit

kardiovaskular. Penumpukan lemak di daerah perut merupakan salah satu faktor

risiko yang memicu timbulnya DM. Peningkatan penderita diabetes akan

meningkatkan jumlah penderita penyakit ginjal akibat komplikasi dari diabetes yaitu

nefropati diabetes Pemeriksaan tersebut menemukan bahwa nutrisi yang berlebihan

menjadi salah satu faktor risiko yang mendukung timbulnya GGK. Konsumsi diet

(45)

merupakan faktor risiko timbulnya berbagai penyakit. Studi di Jepang menunjukkan

bahwa kenaikan berat badan yang diukur dengan Body Mass Index (BMI) merupakan

parameter yang signifikan berhubungan dengan kejadian GGK. Hal ini disebabkan

setiap kenaikan dari BMI akan diikuti oleh kenaikan tekanan darah, lipid serum serta

kadar glukosa darah. Setiap peningkatan BMI akan diikuti dengan peningkatan risiko

mengalami GGK. Walaupun mekanisme yang mendasari hubungan peningkatan BMI

dengan GGK tidak begitu dimengerti namun diestimasi bahwa kejadian tersebut ada

kaitannya dengan aktivasi sistem renin angiotensin, peningkatan aktivitas nervus

simpatis, terjadi resistensi insulin atau hiperinsulinemia dan dislipidemia. Kerusakan

toleransi glukosa ini yang diduga berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik

Peningkatan berat badan atau obesitas khususnya obesitas abdominal dapat

merupakan faktor risiko GGK karena dapat memicu peningkatan tekanan darah.

Selain itu penderita obesitas lebih resisten terhadap pengobatan untuk menurunkan

tekanan darah. Peningkatan berat badan yang berlebihan telah mendukung

peningkatan kadar leptin, volume ekspansi, sesak waktu tidur dan bila peningkatan

tekanan darah tidak dikontrol akan mempercepat ginjal kehilangan fungsinya.

Peningkatan risiko GGK pada individu obesitas terjadi melalui beberapa mekanisme.

Salah satu mekanisme yang berhubungan adalah peningkatan kadar leptin

menyebabkan kerusakan dari sistem kardiovaskuler ginjal yang merupakan kontribusi

signifikan dari patogenesis hipertensi dan diabetes karena obesitas. Individu yang

memiliki berat badan yang berlebihan atau overweight karena pola diet yang tidak

(46)

dibandingkan pasien yang memiliki berat badan normal atau kurang. Studi yang

dilakukan terhadap 1010 pasien memperlihatkan, bila dilihat dari berat badan maka

47,9% pasien mempunyai kelebihan berat badan, 40,2% memiliki berat badan normal

dan 11,9% memiliki berat badan di bawah standar untuk usia dan jenis kelaminnya.

2.3.6. Aktivitas Fisik/ Olah Raga

Manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur

telah banyak dilaporkan. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur selama 30

menit setiap hari minimal 3 kali dalam seminggu akan membantu memperpanjang

umur harapan hidup dan menurunkan angka kesakitan dan kematian karena penyakit.

Olah raga yang teratur akan membantu menjaga tubuh tetap sehat dan bugar karena

kalori terbakar setiap hari serta mengendurkan semua otot yang kaku. Olahraga dapat

membantu meningkatkan kekuatan tulang, kekebalan tubuh, menguatkan paru-paru,

menurunkan emosi negatif, mempercantik tubuh dan kulit, menambah tenaga,

mengurangi dampak proses penuaan, serta membantu tidur nyenyak. Dampak olah

raga tersebut akan dirasakan bila olah raga minimal aerobik dilakukan 3 - 5 kali

seminggu selama 30 menit dengan pemanasan terlebih dahulu. Sesuai dengan

pernyataan Ayers, Bruno dan Langford (1999) bahwa pola hidup yang cenderung

meningkatkan risiko menderita penyakit dilihat dari aktivitas fisik adalah individu

yang lebih banyak duduk, tidak berolah raga atau melakukan olah raga tidak teratur

atau frekuensi latihan fisik tidak mencapai 30 menit dengan aktivitas minimal 3 kali

dalam satu minggu. Individu yang memiliki aktivitas fisik rendah berisiko mengalami

(47)

merupakan faktor-faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskuler, GGK dan GGA.

Hal ini diestimasi berdasarkan studi epidemiologi terhadap faktor risiko penyakit

tidak menular dan serangkaian pemeriksaan kesehatan terhadap individu yang

mengalami penyakit ginjal terkait dengan peningkatkan prevalensi penyakit GGK di

Jepang. Adanya hubungan antara GGK dan gaya hidup yang berisiko akan membantu

dalam meningkatkan upaya-upaya pencegahan penyakit GGK dan gagal ginjal

terminal (Iseki, 2005).

2.3.7. Penggunaan Zat

Penggunaan zat baik legal maupun ilegal, memiliki risiko serius terhadap

kesehatan. Salah satu perilaku yang tergolong penggunaan zat adalah merokok.

Beragam penyakit dapat menyerang perokok diantaranya yaitu GGK. Gangguan ini

pada perokok, berawal dari gangguan fungsi ginjal karena terjadinya nepfrosklerosis

dan glomerulonefritis yang disebabkan kandungan zat dalam rokok. Seorang perokok

diperkirakan berisiko mengalami kejadian tersebut 1,2 kali lebih tinggi dari individu

yang tidak merokok. Risiko ini lebih tinggi bila jumlah rokok yang dihisap lebih dari

20 batang perhari. Individu yang merokok > 20 batang rokok perhari diperkirakan 2,3

kali lebih mungkin mengalami GGK dibandingkan yang merokok 1-20 batang sehari.

Pernyataan Ayers, Bruno dan Langford (1999) bahwa pola hidup yang tidak baik

dilihat dari penggunaan zat adalah perilaku berisiko seperti merokok, menggunakan

obat-obatan tidak sesuai dengan aturan yang telah diberikan, penggunaan zat kimia

(48)

dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan kerja ginjal yang berakhir

dengan GGK.

Merokok juga dapat meningkatkan risiko penyakit ginjal. Di antara insulin dan

non-insulin-dependent pasien dengan diabetes, merokok tampaknya menjadi faktor

risiko independen untuk nefropati dan mempercepat laju perkembangan gagal ginjal.

Pada pasien hipertensi, merokok secara independen meningkatkan risiko albuminuria

dan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Peran merokok pada penyakit ginjal

primer kurang dikenal, namun penelitian telah menunjukkan hubungan dengan

perkembangan proteinuria pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik dan

penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan lupus nefritis, penyakit ginjal polikistik,

dan glomerulonefritis. Mereka yang merokok selama lebih dari 40 tahun memiliki

peningkatan risiko 45%, OR, 1,45, dalam kaitannya dengan pernah-perokok.

Demikian pula, dosis kumulatif lebih dari 30 pack/ tahun menghasilkan 52%

peningkatan risiko OR, 1,52. (Ejerblad, E, et al, 2004)

Pendapat lain yang juga mengemukakan, individu yang merokok berisiko

menderita GGK 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan individu yang tidak merokok.

Risiko menderita GGK ini tetap lebih tinggi pada perokok, meskipun kemudian

memutuskan untuk berhenti merokok. Namun masih lebih rendah bila dibandingkan

dengan individu yang memutuskan untuk tetap merokok. Perokok yang telah berhenti

berisiko 1,08 kali menderita GGK sedangkan yang memilih untuk tetap merokok 2,4

(49)

Mekanisme seseorang mengalami GGK yang berlanjut menjadi gagal ginjal terminal

yang diinduksi oleh rokok, terjadi melalui tiga cara. Secara sederhana dapat

dideskripsikan bahwa zat-zat racun yang terkandung di dalam rokok telah

mengakibatkan terjadinya disfungsi endotelial. Nikotin menyebabkan sel manusia

mengalami proliferasi di samping meningkatkan fibronectin sampai 50%. Hal ini

menginduksi ginjal mengalami fibrosis yang pada akhirnya mengurangi kerja ginjal

dalam mengeksresikan urin. Zat lain yang turut merusak ginjal yaitu cadmium (Cd)

yang terkandung di dalam rokok dimana penumpukan zat ini di korteks ginjal

mengakibatkan kerusakan jaringan karena toksisitas zat tersebut yang akan

menimbulkan jaringan parut pada ginjal. Mekanisme selanjutnya yaitu terjadi secara

hemodinamik (Hemodynamic mechanisms as potential mediators of smoking-induced

renal damage). Zat-zat berbahaya di dalam rokok selain memicu perubahan secara

langsung pada organ ginjal, berisiko meningkatkan tekanan darah dan jantung.

Peningkatan tekanan darah merupakan faktor penting terhadap progresivitas penyakit

GGK. Mekanisme kerusakan ginjal terakhir dapat terlihat secara histopatologik

(Histopathologic features of smoking-induced renal damage). Gambaran

histopalotogik yang ditemukan memperlihatkan progressi kerusakan glomerulus

ginjal pada perokok yang berat, hiperplasia arteri intra renal, penebalan dinding arteri

yang memicu nefrosklerosis dan kerusakan-kerusakan lainnya (Orth dan Hallan,

2008).

Selain rokok, menurut studi terhadap pasien yang menderita GGK yang

(50)

mengakibatkan terjadinya kerusakan ginjal. Zat tersebut diantaranya yaitu obat anti

nyeri. Observasi yang dilakukan selama 2 tahun memperlihatkan pasien yang telah

mengkonsumsi obat anti nyeri secara tidak tepat (lebih dari satu pil dalam seminggu)

sepanjang kurun waktu 2 tahun atau lebih untuk menghilangkan rasa sakit berisiko

mengalami kerusakan ginjal. Pasien yang bekerja dalam waktu lama pada sektor

industri, lebih mungkin mengalami gagal ginjal dibandingkan sektor lain. Sektor

industri tertinggi frekuensi penderitanya automobil (51%), diikuti pekerja konstruksi

17%, pengecoran logam 9% dan pekerja rumah sakit (6%) (O’Callaghan, C., 2007).

2.4. Haemodialisa

2.4.1. Pengertian Haemodialisa

Penggantian ginjal modern menggunakan dialisi untuk mengeluarkan zat

terlarut yang tidak diinginkan melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan air,

yang membawa serta zat terlarut yang tidak diinginkan (O’Callaghan, C., 2007).

Menurut Sudoyo (2009) dialisis adalah suatu tindakan terapi pada perawatan

penderita gagal ginjal kronik. Tindakan ini sering juga disebut sebagai terapi

pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti

yang sering dilakukan adalah hemodialisa dan peritonealdialisa.

2.4.2. Prosedur Haemodialisa

Menurut O’Callaghan 2007 hemodialisa bertujuan untuk mengoreksi kelainan

metabolisme dan elektrolit akibat dari kegagalan ginjal. Kelainan metabolisme utama

(51)

sebagai usaha untuk memisahkan hasil-hasil metabolisme dari darah dengan bantuan

proses difusi lewat membran yang semipermeabel (yang dapat menembus

bahan-bahan sisa tapi tidak dapat ditembus oleh darah dan plasma). Membran yang

semipermeabel ini memisahkan dua kompartemen dialisat yakni cairan yang

menghisap hasil metabolisme (ureum). Proses ini merupakan proses difusi maka

selain dari pada hasil metabolik dapat pula diatasi hiperkalemi asal saja cairan

dialisatnya bebas kalium atau mengandung kalium yang rendah. Pemindahan

metabolik maupun cairan atas dasar perbedaan konsentrasi antara plasma dan dialisat

dengan cara filtrasi. Lamanya hemodialisa dapat diprediksi dari tekanan yang

diberikan oleh mesin dialisa disamping jumlah darah yang melalui membran dialisa

dalam waktu 1 menit.

2.4.3. Komplikasi Haemodialisa

Hemodialisa dapat memperpanjang usia meskipun tanpa batas yang jelas,

tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari

dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Komplikasi yang dapat

terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa meliputi ketidakseimbangan cairan,

hipervolemia, hipovolemia, hipertensi, hipotensi, ketidak seimbangan elektrolit,

infeksi, perdarahan dan heparinisasi dan masalah-masalah peralatan yaitu aliran,

konsentrasi, suhu dialisat, aliran kebocoran darah dan udara dalam sikuit dialisa

(Hudak & Gallo, 1996).

Tindakan hemodialisa dapat menyebabkan timbulnya berbagai komplikasi

(52)

yang digunakan, penggantian cairan, komposisi dialisis, membran hemodialisa, dosis

yang tidak adekuat, karena antikoagulopati yang diberikan, dan komplikasi dari

hemoperfusi. Komplikasi yang berasal dari selang yang dimasukkan ke pembuluh

darah untuk tindakan hemodialisa beragam seperti kemampuan mengalirkan darah

yang cukup berkurang, pneumotoraks, perdarahan, terbentuknya hematoma, robeknya

arteri, hemotorak, embolisme, hemomediastinum, kelumpuhan saraf laring,

trombosis, infeksi dan stenosis vena sentral, pseudoneurisma, iskhemia, dan

sebagainya. Komplikasi terkait dengan air dan cairan yang diberikan terdiri atas

adanya bakteri dan pirogen dalam air yang diberikan yang dapat memicu timbulnya

infeksi, hipotensi, kram otot, hemolisis (bila komposisi elektrolit yang diberikan

rendah sodium), haus dan sindrom kehilangan keseimbangan (bila sodium tinggi),

aritmia (rendah dan tinggi potasium), hipotensi ringan, hiperparatiroidisme, petekie

(rendah kalsium dan magnesium), osteomalais, nausea, pandangan kabur, kelemahan

otot, dan ataksia (tinggi magnesium). (O’Callaghan, C., 2007).

2.5. Landasan Teori

Black dan Hawks (2006) menyatakan bahwa semua jenis hipertensi

dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor-faktor ini dapat

diklasifikasikan menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat

dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi umur, jenis kelamin, pendidikan,

riwayat penyakit, Studi case control di Swedia yang melibatkan 926 kasus dan 998

(53)

korelasi antara gaya hidup merokok, kelebihan berat badan, intake protein terhadap

gagal ginjal kronik. Kebiasaan merokok meningkatkan risiko mengalami gagal ginjal

kronik sampai 52% dibandingkan tidak merokok, meskipun tidak ada hubungan

antara banyaknya rokok yang dihisap setiap hari dan lama kebiasaan tersebut telah

dilakukan, demikian halnya dengan kelebihan berat badan pada dewasa awal dan

obesitas sangat berhubungan dengan meningkatnya risiko mengalami gagal ginjal

kronik, pada BMI (Body Mass Index) lebih dari 30 kg/ m² pada laki-laki dan 35 kg/m²

pada wanita meningkatkan risiko 3 sampai 4 kali mengalami kerusakan ginjal.

Sedangkan kebiasaan diet tinggi protein, menyebabkan seseorang mudah menderita

diabetes yang memicu terjadinya nefropati diabetes yang menyebabkan gagal ginjal

kronik (Ejerblad, E, 2004).

Menurut National Institut of Mental Health mengartikan depresi sebagai suatu

penyakit tubuh yang menyeluruh (whole-body), yang meliputi tubuh, suasana

perasaan (mood), dan pikiran. Berpengaruh terhadap cara makan dan tidur, cara

seseorang merasa mengenai dirinya sendiri dan cara orang berpikir mengenai sesuatu.

Penelitian Ejerblad Elisabeth, et al, 2004 terhadap 56 pasien yang memiliki

diagnosis klinis nephrosclerosis hipertensi, hanya 26 pasien dengan penyakit

nephrosclerosis hipertensi, 19 pasien memiliki penyakit pembuluh darah ateromatosa.

Proses aterosklerosis di ginjal ditingkatkan oleh faktor risiko kardiovaskular yang

umum termasuk merokok. Merokok menginduksi baik sistemik dan intrarenal

(54)

ginjal. Merokok melukai ginjal dengan merusak microvasculature ginjal melalui stres

oksidatif, mengurangi generasi oksida nitrat, dan meningkatkan konsentrasi plasma

endotelin. Merokok-induced disfungsi sel tubular lanjut dapat menyebabkan cedera

tubulointerstitial dan perkembangan CRF (Ejerblad, et al, 2004).

2.6. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah ringkasan dari teori dan konsep yang telah di paparkan

sebelumnya. Kerangka ini berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Kerangka teori dapat membantu menjawab pertanyaan penelitian dan memberikan

arahan penelitian.

Kerangka teori dalam penelitian ini di susun berdasarkan rangkuman tinjauan

pustaka, khususnya hubungan antara faktor risiko dengan tingkat kejadian GGK.

Faktor yang berpengaruh pada angka kejadian GGK diklasifikasikan menjadi dua

yaitu : faktor yang tidak dapat dimodifikasi umur, jenis kelamin, pendidikan, riwayat

penyakit, dan faktor yang dapat dimodifikasi pekerjaan stress, obesitas, nutrisi,

(55)

Kerangka teori secara sistematis dapat dilihat pada skema di bawah ini :

Gambar 2.6 Kerangka Teori Penelitian  Umur

 Jenis Kelamin

 Pendidikan

 Riwayat Penyakit Faktor yang

tidak dapat di modifikasi

Kejadian GGK dan tidak GGK

Stress

Obesitas

Nutrisi

Konsumsi zat berbahaya Aktivitas Fisik

Gaya Hidup

Faktor yang dapat di modifikasi

(56)

2.7. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Risiko

Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Status Kesehatan

• Riwayat penyakit sebelumnya

• Obesitas

• Stress

Kerentanan

Gagal Ginjal Kronis Gaya Hidup

• Penggunaan zat

• Pola Konsumsi

• Aktivitas Fisik

Sosiodemografi :

• Umur

• Jenis kelamin

• Pendidikan

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Derajat Penyakit
Tabel 2.2. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Gambar 2.6 Kerangka Teori Penelitian
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Kasus Kontrol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan. DATA REKAM MEDIK

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dan men- dapat perlakuan terapi kognitif perilaku- an religius

menyatakan bahwa pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa khawatir dan takut jika pada proses hemodialisa terjadi hal-hal diluar dugaan yang

Gambaran Kadar Ureum dan Kreatinin Hasil penelitian mengenai kadar ureum dan kreatinin pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa terhadap 149

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui gambaran karakteristik pasien HIV yang sedang menjalani terapi ARV di Poli rawat Jalan RSUD Raden Mattaher

3) Berdasarkan karakteristik indikasi tonsilektomi penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi di RSUD Raden Mattaher Jambi di dapatkan distribusi

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani terapi hemodialisis di Unit Hemodialisa RSAU dr.. Kualitas hidup

Hasil wawancara yang dilakukan pada 8 orang pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis, semuanya memiliki keluhan pruritus dengan gejala yang