• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Spasial Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan di Kabupaten Rokan Hilir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Model Spasial Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan di Kabupaten Rokan Hilir"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

DI KABUPATEN ROKAN HILIR

SKRIPSI

Oleh :

Nidya Andini 111201029 Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

NIDYA ANDINI : Model Spasial Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan di Kabupaten Rokan Hilir. Dibimbing oleh ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Kebakaran Hutan di Indonesia telah menjadi sorotan masyarakat luas yang tiap tahun menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sosial dan dampak kerugian ekonomi. Riau merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang setiap tahunnya menyumbang asap terbesar. Berdasarkan data hostpot tahun 2011-2014 dari satelit NOAA 18 dan TERRA AQUA, Kabupaten Rokan Hilir di Riau merupakan salah satu kabupaten dengan hotspot terbanyak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara kepadatan hotspot dan faktor pemicu kebakaran hutan serta mendapatkan model spasial sebaran tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Rokan Hilir. Penelitian ini berlokasi di 4 Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir yakni Kecamatan Bangko, Pasir Limau Kapas, Kubu dan Tanah Putih. Penelitian ini menggunakan GPS,aplikasi pengolah data ArcGIS, aplikasi SPSS, serta peta administrasi, peta jalan, peta sungai, peta jarak pusat kota kecamatan dan peta sebaran hotspot satelit NOAA. Metode penelitian yang digunakan adalah Pengumpulan data primer dan data sekunder serta melakukan analisis data spasial. Analisis data spasial dilakukan untuk mendapatkan model persamaan matematik yang akan divisualisasikan dalam pembuatan peta kerawanan kebakaran hutan di Kabupaten Rokan Hilir. Penelitian menunjukkan bahwa perkebunan, jarak terdekat dengan jalan, jarak terjauh dari pusat kota kecamatan, dan jarak terdekat dengan sungai merupakan faktor pemicu yang memiliki kepadatan hotspot tertinggi. Model spasial yang didapat adalah y =0,031+0,005X1+ 0,006X2 + 0,013X3 + 0,004X4 dengan

nilai koefisien determinasi sebesar 80,4%. Tingkat kerawanan kebakaran hutan tertinggi terdapat di perkebunan yang tersebar di Kecamatan Kubu dan Pasir Limau Kapas dan yang terendah terdapat di hutan.

Kata Kunci: model spasial, kerawanan kebakaran hutan , Kabupaten Rokan Hilir.

(3)

ABSTRACT

NIDYA ANDINI : “SPATIAL MODEL OF FOREST FIRE RISK INDEX IN ROKAN HILIR DISTRICT” Guided By ANITA ZAITUNAH and SAMSURI

Forest fires in Indonesia has become the public headline annually which impact on environment,social and economic losses. Riau is one of the region contribute the largest smoke annually. Based on hotspot data in 2011 until 2014 from NOAA 18 and TERRA AQUA, Rokan Hilir district in Riau is one of the district with the most hotspot. This research is aimed to find correlation between hotspot density with forest fire triggers factor and to find spatial model distribution of forest fire index in Rokan Hilir district. This research be located in four sub-district, they are Bangko, Pasir Limau Kapas, Kubu and Tanah Putih sub-district. This research using GPS, ArcGIS data processing applications, SPSS applications, administration map, roadmap, rivermap, district downtown map and NOAA satellite hotspot distribution map. The research method used was primary and secondary data accumulation. Spatial data analysis performed to obtain mathematical models to be visualized in mapmaking of forest fire risk index in Rokan Hilir district. This researchs show that the plantation, the closest distance to road, farthest distance to downtown district and the closest distance to river is the triggers factor that has the highest of hotspot density. Spatial models of forest fire risk is y= 0,031+0,005X1+0,006X2+0,013X3+0,004X4 with determination coeficient value is 80,4%. The highest forest fire risk is in the plantation in Pasir Limau Kapas and Kubu sub-district and the lowest is forest .

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bengkalis, pada tanggal 11 Oktober 1993

dari orang tua terkasih Alm. Suriat Modjo,SH dan Dra.Hasrawidarti. Penulis

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis adalah lulusan dari SMA

Negeri 1 Bangko pada tahun 2011 dan lulus melewati jalur SNMPTN (undangan)

ke Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif diberbagai kegiatan

organisasi intra kampus maupun ekstra kampus. Pada intra kampus pernah

menjabat sebagai anggota Badan Kemakmuran Mushalla (BKM) Baytul Asyjaar,

dan organisasi ekstra kampus yakni anggota saHIVa, anggota KOPHI (Koalisi

Pemuda Hijau) dan anggota HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva).

Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Model Spasial Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan di Kabupaten Rokan Hilir”. Tujuan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda (Alm. Suriat Modjo,SH) dan Ibunda (Dra.Hasrawidarti) yang

telah memberikan semua hal yang terbaik, kasih sayang, cinta dan

ketulusan serta yang selalu berkorban dalam menyekolahkan sampai

menyelesaikan progam sarjana ini. Serta kakak-kakak tercinta (Muthia

Anggriani,S.Sos dan dr. Dwi Septi Andria) yang selalu memberikan

semangat dalam menyelesaikan skripsi.

2. Dr. Anita Zaitunah, S.Hut, M.Sc sebagai Pembimbing I penulisan skripsi

yang telah memberikan nasihat, bimbingan dan arahan serta kesabaran

dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Samsuri, S.Hut., M.Si sebagai Pembimbing II yang telah memberikan

masukan dalam proses penyusunan skripsi.

4. Staf Dinas Kehutanan Kabupaten Rokan Hilir,Staf Direktorat PKH &

PHKA, Staf BPKH Provinsi Riau, SIPONGI KEMENLHK, BAPPEDAS

Provinsi Riau dan seluruh staf pengajar serta pegawai di Program Studi

(6)

5. Rekan yang selalu memberi semangat dalam penelitian ini

Tri Hardi,S.Kom.

6. Rekan Mahasiswa/i Kehutanan USU : Andi Syahputra, Dikky Setiawan,

Tia Novita Siregar, Sugiatno, Fatmala Salmah, Rizqi Putri Winanti, Ade

Khana Saputri, Yudha Pranata, Try Miharza, Chaerul Parsaulian Ginting,

Indri Syafriza, Wita Pasaribu, Siti Sundari dan lain – lain serta semua

pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberikan

sumbangsihnya yang tidak ternilai.

Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan kajian ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2016

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Faktor-Faktor Iklim pada Kebakaran Hutan dan Lahan.... 4

Titik Panas ... 8

Aplikasi SIG pada Kebakaran Hutan dan Lahan... 9

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 11

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 11

Alat dan Data ... 14

Metode Pengumpulan Data ... 14

Prosedur Penelitian ... 15

(8)

3. Pengolahan Data ... 15

4. Verifikasi Hotspot ... 15

5. Pengumpulan Data Lapangan ... 15

6. Analisis Data Spasial ... 15

a. Pengkelasan masing-masing faktor ... 15

b. Penentuan bobot ... 16

c. Penghitungan nilai skor ... 16

d. Penghitungan skor dugaan ... 16

e. Rescalling score ... 17

f. Pembuatan persamaan matematik ... 17

g. Uji signifikansi model ... 17

h. Pembuatan peta kelas kerawanan kebakaran ... 17

i. Validasi model ... 18

j. Visualisasi persamaan matematik menjadi model spasial 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Hotspot ... 20

Permodelan Spasial ... 23

Analisis Regresi ... 29

Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 13

2. Peta Sebaran Hotspot Kabupaten Rokan Hilir ... 22

3. Grafik Hubungan Skor Aktual Kelas Tutupan Lahan dan Kepadatan Hotspot ... 23

4. Grafik Hubungan Skor Aktual Kelas Jarak Sungai dan Kepadatan Hotspot... 25

5. Grafik Hubungan Skor Aktual Kelas Jarak Kecamatan dan Kepadatan Hotspot... 27

6. Grafik Hubungan Skor Aktual Kelas Jarak Jalan dan Kepadatan Hotspot ... 28

7. Peta Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan di Kabupaten Rokan Hilir (5 Kelas) ... 31

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tabel Skor Kelas Tutupan Lahan Berdasarkan Kepadatan Hotspot ... 23

2. Tabel Skor Kelas Jarak Sungai Berdasarkan Kepadatan Hotspot ... 24

3. Tabel Skor Kelas Jarak Kecamatan Berdasarkan Kepadatan Hotspot ... 26

(11)

ABSTRAK

NIDYA ANDINI : Model Spasial Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan di Kabupaten Rokan Hilir. Dibimbing oleh ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Kebakaran Hutan di Indonesia telah menjadi sorotan masyarakat luas yang tiap tahun menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sosial dan dampak kerugian ekonomi. Riau merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang setiap tahunnya menyumbang asap terbesar. Berdasarkan data hostpot tahun 2011-2014 dari satelit NOAA 18 dan TERRA AQUA, Kabupaten Rokan Hilir di Riau merupakan salah satu kabupaten dengan hotspot terbanyak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara kepadatan hotspot dan faktor pemicu kebakaran hutan serta mendapatkan model spasial sebaran tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Rokan Hilir. Penelitian ini berlokasi di 4 Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir yakni Kecamatan Bangko, Pasir Limau Kapas, Kubu dan Tanah Putih. Penelitian ini menggunakan GPS,aplikasi pengolah data ArcGIS, aplikasi SPSS, serta peta administrasi, peta jalan, peta sungai, peta jarak pusat kota kecamatan dan peta sebaran hotspot satelit NOAA. Metode penelitian yang digunakan adalah Pengumpulan data primer dan data sekunder serta melakukan analisis data spasial. Analisis data spasial dilakukan untuk mendapatkan model persamaan matematik yang akan divisualisasikan dalam pembuatan peta kerawanan kebakaran hutan di Kabupaten Rokan Hilir. Penelitian menunjukkan bahwa perkebunan, jarak terdekat dengan jalan, jarak terjauh dari pusat kota kecamatan, dan jarak terdekat dengan sungai merupakan faktor pemicu yang memiliki kepadatan hotspot tertinggi. Model spasial yang didapat adalah y =0,031+0,005X1+ 0,006X2 + 0,013X3 + 0,004X4 dengan

nilai koefisien determinasi sebesar 80,4%. Tingkat kerawanan kebakaran hutan tertinggi terdapat di perkebunan yang tersebar di Kecamatan Kubu dan Pasir Limau Kapas dan yang terendah terdapat di hutan.

Kata Kunci: model spasial, kerawanan kebakaran hutan , Kabupaten Rokan Hilir.

(12)

ABSTRACT

NIDYA ANDINI : “SPATIAL MODEL OF FOREST FIRE RISK INDEX IN ROKAN HILIR DISTRICT” Guided By ANITA ZAITUNAH and SAMSURI

Forest fires in Indonesia has become the public headline annually which impact on environment,social and economic losses. Riau is one of the region contribute the largest smoke annually. Based on hotspot data in 2011 until 2014 from NOAA 18 and TERRA AQUA, Rokan Hilir district in Riau is one of the district with the most hotspot. This research is aimed to find correlation between hotspot density with forest fire triggers factor and to find spatial model distribution of forest fire index in Rokan Hilir district. This research be located in four sub-district, they are Bangko, Pasir Limau Kapas, Kubu and Tanah Putih sub-district. This research using GPS, ArcGIS data processing applications, SPSS applications, administration map, roadmap, rivermap, district downtown map and NOAA satellite hotspot distribution map. The research method used was primary and secondary data accumulation. Spatial data analysis performed to obtain mathematical models to be visualized in mapmaking of forest fire risk index in Rokan Hilir district. This researchs show that the plantation, the closest distance to road, farthest distance to downtown district and the closest distance to river is the triggers factor that has the highest of hotspot density. Spatial models of forest fire risk is y= 0,031+0,005X1+0,006X2+0,013X3+0,004X4 with determination coeficient value is 80,4%. The highest forest fire risk is in the plantation in Pasir Limau Kapas and Kubu sub-district and the lowest is forest .

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebakaran hutan di Indonesia saat ini, telah menjadi sorotan masyarakat

luas yang tiap tahun menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sosial dan

dampak kerugian ekonomi. Riau merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang

setiap tahunnya menyumbang asap besar, tidak hanya di wilayah Indonesia akan

tetapi hingga negara tetangga. Pada musim kemarau terdapat 4 kabupaten/kota

yang rawan akan terjadi kebakaran yaitu Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis dan

Kampar. Kebakaran di 4 wilayah tersebut terjadi karena kondisi lahan yang

bergambut serta pihak-pihak yang tidak bertangung jawab yang cenderung

membuka lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar

(Siwi, 2013).

Berdasarkan data hotspot tahun 2011-2014 dari satelit NOAA 18 dan

TERRA AQUA, Kabupaten Rokan Hilir merupakan salah satu kabupaten dengan

jumlah hotspot terbanyak, selain kabupaten bengkalis . Jumlah hotspot terbanyak

umumnya terjadi pada bulan Juli, Agustus, September dan Oktober

(Balai Pemantapan Kawasan Hutan, 2014).

Peta kerawanan kebakaran merupakan model spasial yang digunakan

untuk mempresentasikan kondisi di lapangan terkait dengan resiko terjadinya

kebakaran hutan dan lahan. Model ini dibuat dengan menggunakan aplikasi GIS

untuk memudahkan proses overlay (penggabungan) antar faktor-faktor penyebab

kebakaran. Penyajian secara spasial akan lebih membantu memberikan gambaran

(14)

daerah rawan kebakaran dengan sumberdaya pemadaman yang ada di lapangan

(Solichin, et al, 2007).

Pembangunan model spasial diharapkan mampu menggambarkan sebaran

tingkat kerawanan kebakaran maupun resiko terjadinya kebakaran hutan di

Kabupaten Rokan Hilir sehingga informasi dapat menjadi masukan bagi

pengambilan keputusan dalam upaya menyusun rencana pencegahan kebakaran

hutan dari sudut pandang spasial baik ditingkat provinsi, kabupaten, kecamatan

hingga desa (Siwi, 2013).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan hubungan antara kepadatan hotspot dan faktor pemicu

kebakaran.

2. Mendapatkan model spasial sebaran tingkat kerawanan kebakaran hutan

dan lahan.

Manfaat Penelitian

1. Mendukung data dan informasi untuk digunakan sebagai peringatan dini

terhadap bahaya kebakaran hutan dan lahan.

2. Dapat digunakan untuk mendapatkan tingkatan kerawanan kebakaran

hutan dan lahan yang berhubungan dengan kekeriingan dan titik panas.

3. Dapat digunakan sebagai acuan dalampengambilan keputusan sebagai

upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan bagi

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap

bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar

secara bebas dan tidak terkendali di kawasan non hutan. Kebakaran yang terjadi di

Indonesia sering kali membakar areal hutan dan areal nonhutan dalam waktu

bersamaan akibat penjalaran api yang berasal dari kawasan hutan menuju kawasan

non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi

istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

Brown dan Davis (1973) menyatakan bahwa kebakaran hutan merupakan

proses reaksi cepat oksigen dan unsur‐unsur lainnya, dan ditandai dengan panas, cahaya serta biasanya menyala. Proses kebakarannya menyebar bebas dengan

mengkonsumsi bahan bakar berupa vegetasi yang masih hidup maupun mati,

serasah, humus, semak dan gulma. Wright dan Bailey (1982) menyatakan bahwa

jenis bahan bakar semak dan anakan, penutup tanah serta serasah merupakan

bahan bakar halus yang sangat mudah menyala.

Kebakaran hutan terjadi akibat tersedianya 3 hal utama yaitu sumber

api, bahan bakar, dan angin. Di Indonesia sebenarnya setiap hutan yang ada

secara alami tidak dapat terjadi kebakaran hutan karena iklim di Indonesia

yang tropis menyebabkan curah hujan tinggi dan kelembapan juga tinggi

yang menyebabkan titik - titik api dan bahan bakar untuk terjadinya

kebakaran sulit untuk timbul. Kondisi hutan berpengaruh pada kerapatan

vegetasi dan jenis penggunaan lahan yang ada pada suatu tempat. Kondisi

(16)

Boonyanuphap (2001) dalam Samsuri (2008) menyatakan bahwa

pemukiman merupakan faktor aktivitas manusia yang paling signifikan

menentukan resiko kebakaran hutan dan lahan selain jaringan jalan, jaringan

sungai, dan penggunaan lahan. Aktivitas dari manusia sekitar hutan berpengaruh

nyata terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan dengan korelasi positif, yaitu

pengeluaran rumahtangga, dan kegiatan masyarakat di dalam kawasan hutan

(Soewarso 2003). Meningkatnya akses manusia ke dalam kawasan hutan

meningkatkan kemungkinan terjadinya pembalakan liar, pembukaan lahan dengan

pembakaran.

Pengkelasan tingkat resiko kebakaran hutan ke dalam 5 kelas

menimbulkan kesulitan dalam membedakan kelas terutama pada kelas resiko

rendah dan tinggi, karena data observasi tidak mengkelaskan ke dalam kedua

kelas tersebut. Oleh karena itu kelas rendah dan kelas tinggi dalam model

dimasukkan ke dalam kelas sedang. Sehingga kelas resiko bahaya kebakaran

hutan dan lahan model dibagi ke dalam 3 kelas yaitu kelas sedang, sangat tinggi

dan sangat tinggi sekali (Samsuri, 2008)

Pengaruh Faktor-Faktor Iklim pada Kebakaran Hutan dan Lahan

Faktor-faktor iklim pada kebakaran hutan adalah sebagai berikut :

a. Radiasi matahari

Waktu mempengaruhi kebakaran hutan yaitu melalui proses pemanasan

bahan bakar yang dipengaruhi oleh radiasi matahari yang berfluktuasi dalam

sehari semalam. Suhu maksimum dicapai pada tengah hari sedangkan suhu

(17)

(1991) dalam Thoha (2001) menyatakan bahwa penyinaran matahari selain

memanaskan permukaan bumi juga memanaskan lapisan udara dibawahnya.

b. Suhu Udara

Suhu udara bahan bakar adalah salah satu faktor yang menentukan

kemudahannya untuk terbakar dan tingkat terbakarnya. Suhu dicapai dengan

penyerapan radiasi matahari secara langsung dan konduksi dari lingkungan

termasuk udara yang meliputinya. Areal dengan intensitas penyinaran matahari

yang tinggi akan menyebabkan bahan bakar cepat mengering, sehingga

memudahkan terjadinya kebakaran. Suhu yang tinggi akan mengindikasikan

bahwa daerah tersebut cuacanya kering dan rawan kebakaran

(Purbowaseso, 2004).

Menurut Sahardjo (1999) dalam Hadi (2006) pada hari pagi dengan suhu

yang cukup rendah sekitar 20°C ditambah dengan rendahnya kecepatan angin

membuat api tidak berkembang sehingga terkonsentrasi pada satu titik. Sementara

siang hari dengan suhu 30-35°C, dan kadar air bahan bakar cukup rendah (<30%)

membuat proses kebakaran berlangsung cepat dan bentuk kebakarannya pun tidak

satu titik,tapi berubah-ubah karena pengaruh angin.

c. Kelembaban udara

Kelembaban udara berasal dari evaporasi air tanah, badan air dan

transpirasi tumbuh-tumbuhan. Para ahli meteorologi menggambarkan kelembaban

udara sebagai Relative Humadity (kelembaban relative) yang didefenisikan

sebagai rasio antara kandungan air dalam udara pada suhu tertentu dengan

kandungan air maksimum

(18)

Pada bulan dengan sedikit curah hujan, indeks kekeringan cukup tinggi,

sebaliknya pada bulan dengan curah hujan tinggi, maka indeks kekeringan rendah,

bahkan mencapai nilai nol. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan

mempengaruhi kadar air bahan bakar (Thoha, 2001).

Hal yang sama juga disebutkan Syaufina (2008), bahwa di Semarang,

Jawa Tengah, puncak kebakaran hutan terjadi pada bulan Agustus dan September.

Data observasi selama 5 tahun menunjukkan bahwa kebakaran hutan meningkat

seiring dengan menurunnya curah hujan dan puncak kebakaran hutan terjadi pada

bulan-bulan tanpa curah hujan.

e. Angin

Angin merupakan faktor pemicu dalam perilaku api. Adanya angin akan

menurunkan kelembaban udara, sehingga mempercepat pengeringan bahan bakar,

memepercepat ketersediaan oksigen, sehingga api dapat berkobar danmerambat

cepat, serta adanya angin akan mengarahkan lidah api ke bahan bakar belum

terbakar (Purbowaseso, 2004).

Iklim dan cuaca mempengaruhi kebakaran hutan yang saling berhubungan

yakni:

. Iklim menentukan jumlah total bahan bakar yang tersedia

. Iklim menentukan jangka waktu dan keparahan musim kebakaran

. Cuaca mengatur kadar air dan kemudahan bahan bakar hutan untuk terbakar

. Cuaca mempengaruhi proses penyalaan dan penjalaran kebakaran hutan

(Chandler et al. ,1983).

Kebakaran hutan/lahan di Indonesia umumnya (99,9%) disebabkan oleh

(19)

adalah karena alam (petir, larva gunung berapi). Penyebab kebakaran oleh

manusia dapat dirinci sebagai berikut :

a. Konversi lahan : kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari kegiatan

penyiapan (pembakaran) lahan untuk pertanian, industri, pembuatan jalan,

jembatan, bangunan, dan lain lain;

b. Pembakaran vegetasi : kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari

pembakaran vegetasi yang disengaja namun tidak terkendali sehingga terjadi

api lompat, misalnya : pembukaan areal HTI dan Perkebunan, penyiapan lahan

oleh masyarakat;

c. Aktivitas dalam pemanfaatan sumber daya alam : kebakaran yang disebabkan

oleh api yang berasal dari aktivitas selama pemanfaatan sumber daya alam.

d. Pembuatan kanal-kanal/saluran-saluran di lahan gambut: saluran-saluran ini

umumnya digunakan untuk sarana transportasi kayu hasil tebangan maupun

irigasi.

e. Penguasaan lahan, api sering digunakan masyarakat lokal untuk memperoleh

kembali hak-hak mereka atas lahan atau bahkan menjarah lahan “tidak

bertuan” yang terletak di dekatnya. Sahardjo (1999) dalam Hadi (2006)

menyatakan bahwa baik di areal HTI, hutan alam dan perladangan berpindah

dapat dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah

berasal dari ulah manusia.

Pernyataan Sahardjo (2000) dalam Kayoman (2010) menyatakan bahwa

pembakaran selain dianggap mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral

yang siap diserap oleh tumbuhan. Banyaknya jumlah bahan bakar yang dibakar di

(20)

luas. Untuk itu, agar dampak lingkungan yang ditimbulkannya kecil, maka

penggunaan api dan bahan bakar pada penyiapan lahan haruslah diatur secara

cermat dan hati-hati.

Titik Panas (Hotspot)

Titik panas (hotspot) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk

mengindikasikan lokasi terjadinya vegetation fire pada suatu daerah tertentu yang

dinyatakan dalam titik koordinat. Pada kenyataannya, tidak semua hotspot

mengindikasikan terjadinya kebakaran. Untuk itulah diperkenalkan istilah firespot

yang secara khusus digunakan untuk mengindikasikan titik terjadinya kebakaran.

Sebuah hotspot adalah sebuah pixel kebakaran yang mewakili areal 1,1 km2, ini

menunjukkan bahwa satu kebakaran atau beberapa kebakaran dalam areal itu,

namun tidak menjelaskan jumlah, ukuran, dan intensitas kebakaran dan areal yang

terbakar (Forest Fire Prevention and Management Project 2, 2007).

Titik panas (hotspot) adalah penamaan yang diberikan terhadap produk

pencitraan satelit NOAA. Titik panas (hotspot) adalah terminologi dari satu pixel

yang memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan daerah/lokasi sekitar yang

tertangkap oleh sensor satelit data digital. Satelit ini mengelilingi bumi setiap 100

menit di ruang angkasa sejauh 850 km. Data dari NOAA dapat diterima hampir

setiap hari. Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Pusdakarhutla),

disetiap propinsi mempunyai akses langsung terhadap stasiun satelit yang berada

di Jakarta tersebut. Sedangkan untuk kebutuhan umum, data baru akan diterima

dua hari setelah kebakaran terjadi. NOAA dilengkapi dengan sensor AVHHR

(Advanced Very High Resolution Radiometer). AVHHR akan mendeteksi suhu

(21)

Aplikasi SIG pada Kebakaran Hutan dan Lahan

1. Teknologi Pengindraan Jarak Jauh

Remote sensing merupakan teknologi yang memberikan informasi

mengenai permukaan bumi dan keadaan atmosfer menggunakan sensor sebagai

alat penerima gelombang radiasi elektromagnetik yang membawa informasi

tentang objek yang ditangkap serta memberikan kemudahan dalam memantau

kebakaran secara cepat, tepat dan akurat serta memperkirakan kejadian kebakaran

dan pengaruhnya pada waktu mendatang (ASMC, 2002).

Titik panas (hotspot) adalah terminologi dari satu pixel yang memilikisuhu

yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah/lokasi sekitar yang tertangkapoleh

sensor satelit data digital. Indikasi kebakaran hutan dan lahan dapat

diketahuimelalui titik panas yang terdeteksi disuatu lokasi tertentu pada saat

tertentu dengan memanfaatkan satelit NOAA yang memiliki teknologi AVHRR

(LAPAN, 2004).

Terdapat beberapa kelemahan pada satelit NOAA yang berfungsi sebagai

pemantau titik panas yaitu sensornya tidak dapat menembus awan, asap dan

aerosol sehingga memungkinkan jumlah hotspot yang terdeteksi pada saat

kebakaran jauh lebih rendah daripada seharusnya. Sifat sensor yang sensitif

terhadap suhu permukaan bumi ditambah dengan resolusinya yang rendah

menyebabkan kemungkinan terjadinya salah perkiraan hotspot, misalnya

cerobong api dari tambang minyak dan gas sering kali terdeteksi sebagai suatu

hotspot. Oleh karena itu, diperlukan analisa lebih lanjut dengan melakukan

(22)

peta penggunaan lahan dengan menggunakan sistem informasi geografis serta

dengan melakukan cek lapangan (ground surveying) (Adinugroho, et al, 2005).

2. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu kumpulan terorganisasi

yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan personil

yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi,

menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi

geografis. Arronof (1989) menyatakan sejarah penggunaan komputer untuk

pemetaan dan analisis spasial menunjukkan adanya perkembangan bersifat paralel

dalam pengambilan data secara otomatis, analisis data dan referensi pada bagian

bidang terkait seperti pemetaan kadastral dan topografi, kartografi tematik, teknik

sipil, geografi, studi matematika dan variasi spasial, ilmu tanah, survey dan

fotogrametri, perencanaan pedesaan dan perkotaan, utility network, dan

pengindraan jauh serta analisis citra (Burrough, 1986).

Penggunaan SIG dalam model kerawanan hutan telah mempertimbangkan

sejumlah faktor penyebab kebakaran, tergantung pada karakteristik dari kejadian

kebakaran pada tempat yang berbeda. Variabel spasial yang digunakan untuk

membangun kerawanan kebakaran hutan, yaitu topografi (elevasi, slope, dan

aspek), vegetasi (tipe bahan bakar, kadar kelembaban), pola cuaca (suhu,

kelembaban relatif, angin dan presipitasi), aksesibilitas terhadap jalan, tipe

kepemilikan lahan, jarak dari kota, tanah dan bahan bawah tanah, sejarah

kebakaran dan ketersediaan air (Chuvieco dan Salas, 1996). Selain itu adanya

akses jalan, mendorong masuknya orang untuk membuka lahan baru yang pada

(23)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Agustus 2015 di

Kabupaten Rokan Hilir, Propinsi Riau sebagai salah satu daerah yang rawan

terjadi kebakaran. Kemudian pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Manajemen Hutan Terpadu Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Rokan Hilir ditetapkan sebagai kabupaten baru di Provinsi

Riau pada 4 Oktober1999 sesuai Undang-Undang Nomor 53 tahun 1999 dengan

ibukota Bagansiapiapi. Secara geografis Kabupaten Rokan Hilir terletak pada

koordinat 1°14' - 2°45' Lintang Utara dan 100°17' - 101°21' Bujur Timur. Batas

Kabupaten Rokan Hilir:

• Sebelah Utara dengan Selat Malaka

• Sebelah Selatan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Bengkalis

• Sebelah Barat dengan Provinsi Sumatra Utara

• Sebelah Timur dengan Kota Dumai

Kabupaten dengan luas 8.941 km² dan penduduk sejumlah 349.771 jiwa, dengan

13 kecamatan yakni :

1. Kecamatan Bangko

2. Kecamatan Sinaboi

3. Kecamatan Rimba Melintang

4. Kecamatan Bangko Pusako

(24)

6. Kecamatan Tanah Putih

7. Kecamatan Kubu

8. Kecamatan Bagan Sinembah

9. Kecamatan Pujud

10. Kecamatan Simpang Kanan

11. Kecamatan Pasir Limau Kapas

12. Kecamatan Batu Hampar

13. Kecamatan Rantau Kopar

(25)
(26)

Alat dan Data

Alat yang digunakan yakni: GPS, kamera digital, pengolah peta Arc View

3.3, ArcGIS 10.0, SPSS 16.0 serta MS Word dan MS Excell.Data penelitian

berupa peta penutupan lahan, peta batas administrasi , peta jalan, peta sungai,

peta jarak pusat kota kecamatan serta peta sebaran hotspotsatelit NOAA

(National Oceanic andAtmospheric Administration).

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas 2 kelompok yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil pengecekan

dilapangan/ ground check.Metode yang digunakan adalah dengan

membuat point atau titik pada peta tutupan lahan yang dioverlay dengan

peta sebaran hotspot. Kemudian dilakukan ground check dengan mencari

koordinat yang telah dibuat pada point tadi dengan menggunakan GPS

untuk memastikan tepatnya lokasi kebakaran dan mencatat apa saja yang

terdapat dilokasi penelitian pada saat melakukan ground check.

2. Data Sekunder

Data yang mendukung penelitian yang diperoleh dari Dinas Kehutanan

dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Riau, yaitu :

- Peta tutupan lahan Kabupaten Rokan Hilir.

- Peta administrasi batas Kabupaten Rokan Hilir.

- Peta sebaran pusatkota kecamatan, Kabupaten Rokan Hilir.

- Peta sungai Kabupaten Rokan Hilir.

(27)

Prosedur Penelitian

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari berbagai literatur dan berbagai sumber yaitu

lembaga atau instansi yang terkait dengan kerawanan kebakaran.

2. Survei Lapangan

Survei lapangan dilakukan untuk pengamatan kondisi areal penelitian dan

pengambilan data sesuai kebutuhannya.

3. Pengolahan Data

Pemetaan daerah kerawanan kebakaran Kabupaten Rokan Hilir dilakukan

dengan cara mengumpulkan data sebaran titiksatelit NOAA.Setelah

itu,digunakan software ArcView GIS 3.3 dan ArcGIS 10. guna mengolah

data.

4. Verifikasi Hotspot

Verifikasi dilakukan dengan membandingkan ketepatan antara lokasi

hotspot yang terdeteksi dari satelit NOAA dengan hasil cek lapangan.

Data cek lapangan diambil pada areal bekas terbakar dan sedang terbakar

yang terjadi tidak berselang lama dari kegiatan observasi lapangan.

5. Pengumpulan data lapangan

Data lapangan yang diambil terutama adalah data posisi geografis lokasi

kebakaran dan kondisi lahan bekas terbakar.

6. Analisis Data Spasial

a. Pengkelasan masing-masing faktor

Masing-masing faktor yang akan digunakan dalam penyusunan model,

(28)

b. Penentuan bobot

Dalam kasus ini hubungan antara jumlah hotspot per km² dengan

faktor-faktor penyusun kerawanan kebakaran hutan dan lahan

dianalisis untuk menurunkan nilai skor masing-masing faktor. Bobot

masing-masing variabel adalah proporsi masing-masing koefisien

korelasi dari regresi linear terhadap total seluruh koefesien regresinya.

c. Penghitungan nilai skor

Nilai skor masing-masing sub faktor dapat dihitung dengan

menggunakan formula (1) dan (2):

keterangan :

Xi = skor kelas (sub faktor) pada masing-masing faktor

Oi = jumlah hotspot yang ada pada masing-masing kelas (obserbved

hotspot)

Ei = jumlah hotspot yang diharapkan pada masing-masing kelas

(expected hot spot)

T = jumlah total hot spot

F = persentase luas pada masing-masing kelas

d. Penghitungan skor dugaan

Berdasarkan pola kecenderungan (trend line) hubungan antara skor

(29)

menurut pola (persamaan regresi) yang memiliki koefisien

determinasi yang relatif lebih tinggi

e. Rescaling score

Nilai skor skala dihitung dengan menggunakan formula Jaya et al.

(2007) yaitu :

Keterangan :

Score Rout = nilai skor hasil rescaling,

Score Einput = nilai skor dugaan (estimated score) input,

Score Emin = nilai minimal skor dugaan,

Score Emax = nilai maksimal skor dugaan,

Score Rmax = nilai skor tertinggi hasil rescaling dan

Score Rmin = nilai skor terendah hasil rescaling

f. Pembuatan persamaan matematik

Skor ditentukan dengan bobot yang diturunkan dari koefisien

masing-masing faktor penyusun . Berdasarkan skor, disusun persamaan

matematik yang menyatakan hubungan antara jumlah hotspot per km²

dengan skor faktor-faktor penyusunnya.

g. Uji signifikansi model

Pengujian signifikansi model dimaksudkan untuk memilih model

terbaik yang memiliki akurasi tertinggi menggunakan uji Z.

(30)

Berdasarkan ukuran piksel yang digunakan (500 m) dan radius antar

hotspot (2000 m), maka kelas kerawanan kebakaran dikelompokan ke

dalam lima kelas.

i. Validasi model

Akurasi model ditentukan berdasarkan nilai matrik koinsidensi antara

tingkat kerawanan kebakaran menurut model dan tingkat kerawanan

menurut kepadatan hotspot menggunakan matrik kesalahan (confusion

matrix). Nilai akurasi dihitung dengan formula berikut : yaitu : OA =

overall accuracy, Xii = jumlah kolom ke-i dan baris ke-i (diagonal)

dan N = jumlah semua kolom dan semua baris yang digunakan

j. Visualisasi persamaan matematik menjadi model spasial

Persamaan statistik atau model regresi yang diperoleh dari tahap

sebelumnya diimplementasi.

Pengolahan Data dengan menggunakan ArcView

3.3 dan ArcGIS 10.0 Pengumpulan Data dari berbagai sumber literatur dan instansi

terkait.

Survei Lapangan

Verifikasi Hotspot

Pengumpulan Data Geografis

(31)

Pengkelasan masing-masing faktor yakni kelas tutupan lahan, kelas sungai, kelas jarak kecamatan, dan

jarak kelas jalan.

Penghitungan nilai skor faktor.

Rescalling score

Gambar 8. Skema Analisis Data Spasial

Pembuatan persamaan matematik

Uji signifikansi model

Pembuatan peta kelas kerawanan kebakaran

Visualisasi persamaan matematik yang

dispasialkan Penghitungan skor

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Hotspot

Kebakaran hutan di Kabupaten Rokan Hilir terjadi hampir setiap tahun.

Data tahun 2014, dikelaskan ke dalam 3 tingkatan kepadatan hotspot yakni sangat

padat, jarang dan sedang. Berdasarkan tingkat kepadatan hotspot, Kecamatan

Kubu dan Pasir Limau Kapas merupakan kecamatan dengan kelas sangat padat,

Kecamatan Tanah Putih dengan kelas jarang dan Kecamatan Bangko dengan

kelas sedang.

Berdasarkan hasil pengecekan lapangan, diketahui bahwa tutupan lahan

Kecamatan Kubu adalahpemukiman, hutan, perkebunan kelapa sawit, tubuh air

dan semak belukar. Pembukaan lahan pertanian yang terjadi di Kecamatan Kubu

ditunjukkan denganadanya aktifitas pembakaran di salah satu perkebunan.

Berdasarkan hasil pengecekan lapangan di Kecamatan Pasir Limau

Kapas, diketahui bahwa tutupan lahannya adalah perkebunan, semak belukar,

lahan terbuka dan sedikit pemukiman. Hal ini dikarenakan, kecamatan ini

merupakan pemekaran dari Kecamatan Kubu, sehinggabelum terlalu banyak

terdapat pemukiman. Perkebunan dan lahan terbuka sangat banyak terdapat di

kecamatan ini. Hal ini disebabkan banyaknya areal yang diduga dijadikan

persiapan perkebunan.

Hasil pengecekan lapangan yang dilakukan di Kecamatan Bangko

diketahui bahwa tutupan lahannya adalah pemukiman,semak belukar, tubuh air

dan lahan terbuka. Pemukiman merupakan tutupan lahan terbesar. Hal

(33)

menyatakan bahwa pemukiman merupakan faktor aktivitas manusia yang paling

signifikan menentukan resiko kebakaranhutan dan lahan selain jaringan jalan,

jaringan sungai, dan penggunaan lahan Masyarakat setempat cenderung

membuka lahan untuk pemukiman dengan cara membakar lahan .

Kebakaran hutan dan lahan dipengaruhi oleh unsur-unsur perilaku api.

Perilaku api merupakan dasar dalam mempelajari dampak kebakaran hutan dan

lahan terhadap lingkungan sebagai penilaian kerusakan yang ditimbulkan serta

menentukan strategi dalam pengendaliannya (Syaufina 2008).

Seperti diketahui, Propinsi Riau merupakan wilayah yang mempunyai

lahan gambut terbesar di Pulau Sumatera, yakni 4.044 juta Ha dan hampir

separuhnya terdapat diKabupaten Rokan Hilir, lahan gambut yang mengering

akan mengurangi kemampuan daya mengikat air secara drastis dan pada saat

musim kemarau panjang, gambut akan lebih cepat mengering dan mudah

terbakar. Saluran drainase dapat menyebabkan menurunnya ketebalan gambut

secara permanen (subsidence) (Muslim dan Kurniawan,2008).

Variabel spasial yang digunakan untuk membangun kerawanan kebakaran

hutan, yaitu tutupan lahan, jarak sungai, jarak pusat kota kecamatan dan jarak

jalan. Hal ini sesuai dengan literatur Chuvieco dan Salas (1996) yaitu topografi,

vegetasi (tipe bahan bakar, kadar kelembaban), aksesibilitas terhadap jalan, tipe

(34)
(35)

Permodelan Spasial

Tabel 1. SkorBeberapa Kelas Tutupan Lahan Berdasarkan Kepadatan Hotspot Tutupan Lahan HD(HS/Km²) Luas (Km²) Oi Skor aktual Skor Rescale

Keterangan :HD/Hotspot Density /Kepadatan Hotspot HS ( Hotspot)

Oi (Jumlah hotspot pada masing-masing kelas)

Skore Rescale (Skor kelas yang menunjukkan tingkatan hotspot)

Gambar3. Grafik Hubungan Skor Aktual Kelas Tutupan Lahan danKepadatan hotspot

Berdasarkan tabel 1 dan grafik pada gambar 3, diketahui bahwa

perkebunan memiliki nilaiHDtertinggi. Hal ini disebabkan oleh penyiapan lahan

perkebunan dengan cara pembakaran, yang dianggap paling efektif dan hemat

biaya. Hal ini dibuktikan pada saat melakukan ground check, ditemukan banyak

aktifitas pembakaran lahan yang diduga merupakan areal persiapan lahan

perkebunan kelapa sawit dan lainnya. Kepadatan hotspot tertinggi kedua berada

ditutupan lahan pemukiman. Pemukiman umumnya bercampur atau berasosiasi

Model Linear

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800

Skor Aktual

(36)

dengan ladang terbuka. Pengamatan lapangan menunjukkan, masyarakat

melakukan persiapan lahan untuk ladang dan kebun dengan cara pembakaran.

Tutupan lahan dengan kepadatan hotspot tertinggi ketiga adalah hutan.

Hal ini disebabkan oleh hutan yang berbatasan langsung dengan areal persiapan

lahan perkebunan, sehingga api menjalar dan memasuki hutan. Hal ini diperparah

oleh kecepatan angin yang tinggi dan tanah yang bergambut sehingga api

menjalar dari permukaan lahan yang terbakar.

Lahan terbuka dengan kepadatan hotspot tertinggi keempat . Hal ini

disebabkan oleh kecepatan angin yang tinggi dan meningkatnya suhu.Menurut

Sahardjo (1997) dalam Thoha (2001) pada hari pagi dengan suhu yang cukup

rendah sekitar 20°Cditambah dengan rendahnya kecepatan angin membuat api

tidak berkembang sehingga terkonsentrasi pada satu titik. Sementara siang hari

dengan suhu 30-35°C, dan kadar air bahan bakar cukup rendah (<30%) membuat

proses kebakaran berlangsung cepat dan bentuk kebakarannya pun tidak satu

titik,tapi berubah-ubah karena pengaruh angin. Areal dengan intensitas

penyinaran matahari yang tinggi akan menyebabkan bahan bakar cepat

mengering, sehingga memudahkan terjadinya kebakaran. Suhu yang tinggi akan

mengindikasikan bahwa daerah tersebut cuacanya kering dan rawan kebakaran

(Purbowaseso, 2004).

Tabel 2. Skor Kelas Jarak Sungai TerhadapKepadatan Hotspot

(37)

7 0,04 1,83 46 4,14 4

8 0,04 1,75 34 3,19 3

9 0,02 1,44 23 2,64 2

10 0,01 1,37 11 1,32 1

Keterangan : HD/Hotspot Density /Kepadatan Hotspot HS ( Hotspot)

Oi (Jumlah hotspot pada masing-masing kelas)

Skor Rescale (Skor kelas yang menunjukkan tingkatan hotspot)

Gambar 4.Grafik Hubungan Skor Aktual Kelas Jarak Sungai danKepadatan Hotspot

Jarak sungai merupakan variabel cukup berpengaruh terhadap tingkat

kepadatan hotspot. Hal ini disebabkan jarak sungai dianggap vital karena

merupakan salah satu aksesibilitas masyarakat. Berdasarkan tabel 2 dan gambar 4

dapat disimpulkan bahwa semakinjauh jarak sungai maka semakin kecil

kepadatan hotspotnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak sungai

maka semakin enggan masyarakat membuka lahan dikarenakan jauhnya

aksesibilitas Begitu pula dengan jarak sungai terdekat,semakin dekat jarak sungai

maka semakin tinggi kepadatan hotspot.

Model Linear

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14

Skor Aktual

(38)
(39)

Keterangan : HD/Hotspot Density /Kepadatan Hotspot HS ( Hotspot)

Oi (Jumlah hotspot pada masing-masing kelas)

Skor Rescale (Skor kelas yang menunjukkan tingkatan hotspot)

Gambar 5. Grafik Hubungan Skor Aktual Kelas Jarak Pusat Kecamatan danKepadatan Hotspot

Berdasarkantabel 3 dan gambar 5diketahui bahwa semakin jauh jarak

terhadap pusat kecamatan maka semakin tinggi kepadatan hotspot. Hal

inidikarenakanjauhnya areal terbakar sehingga sulit untuk diawasi dan dikontrol.

Kebakaran hutan dan lahan terjadi pada jarak yang cukup jauh sehingga sulit tim

pemadam kebakaran untuk menjangkau areal terbakar dalam memadamkan api.

Tabel 4. Skor Kelas Jarak Jalan TerhadapKepadatan Hotspot

Jarak Jalan (Km) HD(HS/Km²) Luas (Km²) Oi Skor Aktual Skore Rescale

Keterangan : HD/Hotspot Density /Kepadatan Hotspot HS ( Hotspot)

Oi (Jumlah hotspot pada masing-masing kelas)

Skor Rescale (Skor kelas yang menunjukkan tingkatan hotspot)

Model Eksponensial

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20

Skor Aktual

(40)

Gambar 6. Grafik Hubungan Skor Aktual Kelas Jalan danKepadatan Hotspot

Berdasarkan tabel 4 dan gambar 6dapat diketahui bahwa semakin dekat

dengan jalan maka semakin tinggi kepadatan hotspot.Jalan sangat mempengaruhi

terjadinya kebakaran. Hal ini dikarenakan mudahnya aksesibilitas yakni sebagai

penghubung lalu lintas masyarakat sehingga banyak terjadi pembakaran. Hal ini

sesuai dengan Soewarso (2003), bahwa faktor jalan berpengaruh positif terhadap

terjadinya kebakaran hutan dan lahan.Selain itu adanya akses jalan, mendorong

masuknya orang untuk membuka lahan baru yang pada akhirnya memicu

terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Pratondo, 2007). Umumnya pembukaan

lahan cenderung terjadi pada lahan yang lebih dekat dengan jalan karena nantinya

akan memudahkan pengangkutan hasil pertanian.

Model Eksponensial

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80

Skor Aktual

(41)

Analisis Regresi

Untuk menghitung nilai koinsidensi antara skor kerawanan dan

kejadiankebakaran maka dari peta hasil tumpang susunlokasi penelitian dipilih

sebanyak 84 poligon berdasarkan area yang tercakup oleh titik pengamatan

lapangan. Dievaluasi hubungan antara kepadatan hotspot dan variabel skor kelas

tutupan lahan, jarak sungai, jarak pusat kecamatan dan skor jalannya dengan

menggunakan analisis regresi.

Variables Entered/Removedb

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Kepadatan Hotspot

Model Summary

(42)

1 (Constant) .031 .001 .172 .864

Skor Tutupan Lahan .005 .000 -.056 -.555 .581

Skor Jalan .006 .000 .178 1.780 .079

Skor Jarak

Kecamatan .013 .000 -.326 -3.185 .002

Skor Sungai .004 .000 .219 2.209 .030

a. Dependent Variable: Kepadatan Hotspot

Nilai koefisien determinasi (Rsquare) sebesar 80,4%untuk

masing-masing model yang disusun oleh 4 variabel. Semakin tinggi nilai koefisien

determinasi, maka semakin baik model regresinya. Nilai signifikansi nya adalah

0,002 yang menunjukkan bahwa nilai tersebut signifikan di 5% (<0,05)

yang berarti regresi tersebut adalah linear. Dari hasil analisis regresi

dengan koefisien determinasi tertinggi didapat persamaan terbaik yakni

y = 0,031 + 0.005X1 + 0,006X2 + 0,013X3 + 0,004X4. Persamaan ini nantinya

akan digunakan dalam membuat model kelas kerawanan kebakaran yang

(43)
(44)

Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan

Berdasarkan Gambar 7, diketahui bahwa kelas kerawanan tertinggi

ditunjukkan oleh warna merah yang tersebar di beberapa Kecamatan. Wilayah ini

merupakan perkebunan, pemukiman, semak belukar dan tanah terbuka. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Sahardjo (1999) yang menyatakan kebakaran

disebabkan oleh api berasal dari kegiatan penyiapan (pembakaran) lahan untuk

pertanian, industri, pembuatan jalan, jembatan, bangunan dan lain-lain. Wright

dan Bailey (1982) juga menyatakan bahwa jenis bahan bakar semak dan anakan,

penutup tanah serta serasah merupakan bahan bakar halus yang sangat mudah

menyala.Wilayah dengan kelas kerawanan kebakaran tertinggi ini

merupakan wilayah yang jauh dari pusat kota kecamatan. Kelas kerawanan

terendah terdapat di hutan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunariya (2013)

yang menyatakan di Indonesia sebenarnya setiap hutan secara alami tidak

dapat terjadi kebakaran hutan karena iklim di Indonesia yang tropis

menyebabkan curah hujan tinggi dan kelembaban tinggi yang menyebabkan titik

- titik api dan bahan bakar sulit untuk timbul.

Pengkelasan tingkat resiko kebakaran hutan ke dalam 5 kelas yang

menimbulkan kesulitan dalam membedakan kelas terutama kelas resiko rendah

dan tinggi, karena data observasi tidak mengkelaskan ke dalam kedua kelas

tersebut. Oleh karena itu kelas rendah dan kelas tinggi model ini dimasukkan ke

dalam kelas sedang. Sehingga kelas resiko bahaya kebakaran hutan dan lahan

model dibagi ke dalam 3 kelas yaitu kelas sedang, sangat tinggi dan sangat tinggi

sekali. Berdasarkan Gambar 8, diketahui terdapat 3 kelas kerawanan kebakaran

(45)
(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1 Perkebunan memiliki kepadatan hotspot tertinggi dikarenakan penyiapan

lahan perkebunan dengan cara pembakaran, yang dianggap paling efektif

dan hemat biaya.

2 Jarak terdekat dengan sungai memiliki kepadatan hotspot tertinggi. Hal ini

dikarenakan dekatnya aksesibilitas masyarakat sehingga memudahkan

terjadinya pembakaran.

3 Jarak terjauh dari pusat kota kecamatan memiliki kepadatan hotspot

tertinggi. Hal ini dikarenakan pembakaran terjadi diareal yang cukup luas

dan susah untuk dipantau pemerintah.

4 Jarak terdekat dengan jalan memiliki kepadatan hotspot tertinggi. Hal ini

dikarenakan kemudahan aksesibilitas dalam melakukan pembakaran.

5 Tingkat kerawanan kebakaran hutan tertinggi terdapat di perkebunan yang

terdapat di Kecamatan Kubu dan Pasir Limau Kapas. Model spasial yang

didapatkan adalah y = 0,031 + 0.005X1 + 0,006X2 + 0,013X3 + 0,004X4 dengan

nilai koefisien determinasi sebesar 80,4%.

Saran

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melakukan pengawasan

aktifitas pembakaran yang terjadi khususnya di wilayah yang dekat dengan jalan

dan sungai, jauh dari pusat kecamatan, dan wilayah yang merupakan areal

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho WC, Suryadiputra INN, Sahardjo BH, Siboro L. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Bogor : Wetlands Internasional.

Arronof, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perpective. Ottawa : WDL Publication, Canada.

ASMC (ASEAN Specialised for Meteorological Centre. 2002. Fire monitoring and detection by remote sensing.

http://intranet.mssinet.gov.sg/asmc/asmc.html [25 Desember 2014]

Balai Pemantapan Kawasan Hutan. 2014. Data Hotspot Tahun 2011-2014.

Booyanuphap J. 2001. GIS Based-Method in Developing Wildfire Risk Model : A Case Study in Sasamba, East Kalimantan, Indonesia [Thesis]. Bogor : Graduated Program, Bogor Agricultural University. Di dalam : Samsuri. 2008. Model Spasial Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Kalimantan Tengah). [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Brown AA and KP Davis. 1973 . Forest Fire Control and Use. MCGraw-Hill Company. New York.

Burrough, P.A. 1986.Principles of Geographical Information Systems for Land Resources Assessment. Clarendon Press. Oxford.

Chandler, C.P., L. Cheney, D. Trabaud, William. 1983. Fire in Forestry Vol. 1.Forest Fire Behaviour and Effects. John Willey and Sons. Inc. Canada,USA.

Chuvieco, E and F.J. Salas. 1996. Mapping The Spatial Distribution of ForestFire Danger Using GIS. Int. Jour. Geographical Information System. Vol10 (3), p 333-345.

Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan. 2001. Press Release Pelatihan Satuan Manggala Agni Reaksi Taktis (SMART) dan Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan. http://www.ditjenphka.go.id.[25 Desember 2014].

FFPMP2 [Forest Fire Prevention and Management Project2]. 2007.

SistemDeteksi dan Peringatan Dini. http://ffpmp2.hp.infoseek.co.jp/earlypageindo.htm [24 Desember 2014].

(48)

Deteksi dan Prediksi Kebakaran Gambut di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. http://www. repository.usu.ac.id. [15 Desember 2014]

LAPAN [Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional]. 2004. Sebaran Titik Panas Menurut Penggunaan Lahan di Pulau Sumatera. SIMBA-LAPAN. http://www.lapanrs.com. [18 Desember 2014].

Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir. 2013. Letak Geografis Kabupaten Rokan Hilir (http://www.rohilkab.go.id).

Pratondo, BJ. 2007 . Kajian Pembangunan Infrastruktur dan Data Spasial Nasional (IDSN) untuk Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. [disertasi]. Bogor . Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Purbowaseso. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Rineka Cipta. Jakarta.

Sahardjo BH. 1999. Study on Forest Fire Prevention for Fast Growing Tree Species Acacia mangium Plantation in South Sumatera, Indonesia. Kyoto University, Graduate School of Agriculture. Pp. 33-39. Di dalam : Hadi M. 2006 . Permodelan Spasial Kerawanan Kebakaran di Lahan Gambut : Studi Kasus Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sahardjo BH. 2000. Wildlife in Indonesia. Fire International 161: 22-23. Di dalam: Kayoman L. 2010. Permodelan Spasial Resiko Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Samsuri. 2008. Model Spasial Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Kalimantan Tengah). [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Siwi. 2013. Perbandingan Sumber Hotspot sebagai Indikator Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut dan Korelasinya dengan Curah Hujan di Desa Sepahat, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Soewarso, 2003. Penyusunan Pencegahan Kebakaran HutanRawa Gmbut dengan Menggunakan Model Prediksi [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjan, Institut Pertanian Bogor.

Solichin, L. Tarigan, P. Kimman, B. Firman, dan R. Bagyono. 2007. Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran. http://www.geografi.ums.ac.id. [10 Desember 2014].

(49)

Syaufina. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Bayumedia Publishing. Malang.

Syaufina, L dan A. Sukmana. 2008. Tinjauan Penyebab Utama Kebakaran Hutan di Daerah Tangkapan Air Danau Toba. http://lailans.staff.ipb.ac.id. [17 Desember 2014].

Thoha, A. S. 2001. Penggunaan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Deteksi dan Prediksi Kebakaran Gambut di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. http://www. repository.usu.ac.id. [15 Desember 2014]

WALHI [Wahana Lingkungan Hidup]. 2007. Negeri Seribu Asap, Dosa Turunan dari Kegagalan Fungsi Pemerintah Menjamin Hak Rakyat Terhadap Lingkungan Indonesia. http://www.walhi.or.id. [15 Desember 2014].

(50)

LAMPIRAN

1. Gambaran Kondisi Penutupan Lahan di Lapangan Tahun 2015

No. Jenis Penutupan Lahan Citra Landsat Keterangan

1.

Jalan

2.

Perkebunan

yang terbakar

(51)

4. Hutan

5. Pemukiman

6. Sungai

(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)

Tabel Tutupan Lahan terhadap Hotspot Density/ Kepadatan Hotspot

Tutupan Lahan HD/km2 HD/Ha Luas % Luas Oi Ei Oi/Ei

Skor aktual

Skor dugaan

Skor Rescale

Badan Air 0,114 0,001 12967,240 0,014 15 12 1,247 6,010 -11,982 1

Semak belukar 0,183 0,002 112939,470 0,122 112 105 1,069 5,152 -2,748 2

Lahan terbuka 0,311 0,003 464180,520 0,502 68 430 0,158 0,761 14,313 4

Hutan 0,318 0,003 254668,570 0,275 196 236 0,830 3,999 15,288 4

Pemukiman 0,347 0,003 52174,730 0,056 48 48 0,992 4,780 19,042 5

Perkebunan 0,698 0,007 27390,750 0,029 418 25 16,459 79,295 65,949 10

Jumlah 1,971 0,019 924321,280 1 857 857 20,756 100

(59)

Tabel Jarak Sungai terhadap Hotspot Density/ Kepadatan Hotspot

Jarak Sungai HD/KM2 HD/Ha Luas % Luas Oi Ei Oi/Ei

Skor Aktual

Skor Dugaan

Skor Rescale

0 0,126 0,001257 1,248 0,076 5 65 0,076 0,663 14,749 10

1 0,093 0,000926 1,073 0,065 138 56 2,457 21,282 11,709 7

2 0,084 0,000837 1,356 0,082 118 71 1,663 14,400 10,893 7

3 0,078 0,000779 1,864 0,113 132 98 1,353 11,718 10,353 6

4 0,076 0,000763 1,332 0,081 134 70 1,922 16,647 10,210 6

5 0,066 0,000664 1,364 0,083 129 71 1,807 15,650 9,296 5

6 0,054 0,00054 1,768 0,107 89 93 0,962 8,330 8,190 4

7 0,048 0,00048 1,837 0,111 46 96 0,478 4,143 7,587 4

8 0,040 0,00040 1,758 0,107 34 92 0,369 3,199 6,851 3

9 0,028 0,00028 1,440 0,087 23 75 0,305 2,643 5,729 2

10 0,013 0,00013 1,376 0,083 11 72 0,152 1,323 4,423 1

Jumlah 0,706 0,007056 16,416 1,000 859 859 11,548 100

(60)

Tabel Jarak Jalan terhadap Hotspot Density/ Kepadatan Hotspot

Jarak Jalan HD/Km HD/Ha Luas % Luas Oi Ei Oi/Ei

Skor Aktual

Skor

Dugaan Skore Rescale

1 0,748 0,007 31,427 0,218 683 187 3,653 78,333 59,459 10

2 0,528 0,005 30,028 0,208 96 179 0,537 11,523 28,571 6

3 0,498 0,005 29,834 0,207 45 177 0,254 5,437 24,359 6

4 0,322 0,003 27,682 0,192 22 165 0,134 2,864 -0,351 2

5 0,238 0,002 25,430 0,176 13 151 0,086 1,843 -12,145 1

Jumlah 2,334 0,023 144,401 1 859 859 4,664 100,000

(61)
(62)

23 0,032 0,0003 29,767 0,005 2 5 0,398 0,838 1,281 2

24 0,033 0,0003 70,583 0,013 8 12 0,672 1,414 1,300 2

25 0,039 0,0004 87,768 0,017 11 15 0,743 1,563 1,566 2

26 0,047 0,0005 120,971 0,023 18 20 0,882 1,856 1,885 2

27 0,043 0,0004 113,409 0,022 18 19 0,941 1,980 1,703 2

28 0,037 0,0004 108,314 0,021 8 18 0,438 0,921 1,448 2

29 0,049 0,0005 97,888 0,019 7 17 0,424 0,892 1,959 3

30 0,057 0,0006 110,237 0,021 23 19 1,236 2,602 2,301 3

31 0,063 0,0006 158,530 0,031 24 27 0,897 1,888 2,514 3

32 0,059 0,0006 170,575 0,033 35 29 1,216 2,559 2,365 3

33 0,057 0,0006 182,549 0,035 28 31 0,909 1,913 2,268 3

34 0,057 0,0006 194,330 0,038 36 33 1,098 2,311 2,276 3

35 0,057 0,0006 203,588 0,039 30 34 0,873 1,838 2,297 3

36 0,061 0,0006 204,774 0,040 41 35 1,187 2,497 2,430 3

37 0,063 0,0006 210,463 0,041 40 36 1,126 2,371 2,516 3

38 0,061 0,0006 146,440 0,028 27 25 1,093 2,300 2,457 3

39 0,055 0,0005 136,828 0,026 16 23 0,693 1,459 2,195 3

40 0,051 0,0005 128,401 0,025 24 22 1,108 2,331 2,033 3

41 0,066 0,0007 123,787 0,024 32 21 1,532 3,224 2,661 4

42 0,067 0,0007 136,838 0,026 26 23 1,126 2,370 2,675 4

43 0,066 0,0007 147,096 0,028 31 25 1,249 2,629 2,659 4

44 0,067 0,0007 214,388 0,042 42 36 1,161 2,444 2,685 4

45 0,071 0,0007 218,796 0,042 50 37 1,354 2,850 2,871 4

46 0,080 0,0008 207,616 0,040 43 35 1,227 2,583 3,207 4

(63)

48 0,079 0,0008 7,338 0,001 5 1 4,038 8,499 3,198 4

50 0,089 0,0009 186,961 0,036 61 32 1,934 4,070 3,575 5

51 0,081 0,0008 170,765 0,033 46 29 1,596 3,360 3,278 5

52 0,168 0,0017 2,227 0,001 1 0 2,661 5,600 6,842 10

Jumlah 0,231544 0,002315 5090,628 1 859 859 47,511 100

(64)

Tabel Koordinat Titik Lapangan dan Tutupan Lahannya

TITIK_LAP. X Y AREA PERIMETER KELAS_PL

0 654432,21401900000 234088,38604100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

1 654846,78618000000 238319,54424800000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

2 654645,46877200000 242292,93294100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

3 658000,16035300000 237397,69278200000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

4 659022,22000200000 234260,37944100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

5 658119,30986900000 230000,99789700000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

6 656345,00118100000 227640,98854100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

7 654427,39951300000 226659,61394100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

8 653932,94500200000 222313,41164100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

9 652053,07660200000 225178,14174100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

10 650119,48781600000 225434,32534100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

11 649537,40504500000 221047,52494100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

12 662020,52699800000 234433,57347600000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

13 655946,33020200000 235371,52904100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

14 661466,05417600000 240722,63049500000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

15 658386,78320200000 244404,28514100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

16 655519,08260200000 247319,43714200000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

17 655256,26793000000 249661,14192200000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

18 651393,75300200000 251956,74734100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

19 650833,79590200000 255326,30704100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

20 648722,64160100000 260083,77175700000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

21 650216,58210200000 260984,88084100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

22 717446,62834200000 226720,30882400000 0,000247 0,082247 Pemukiman

23 715609,14738700000 226343,31810400000 0,000247 0,082247 Pemukiman

24 714662,23831700000 228928,82350300000 0,000247 0,082247 Pemukiman

25 715217,21732200000 230035,44977400000 0,000247 0,082247 Pemukiman

26 710762,62304600000 233347,81648400000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

27 709761,00734700000 233567,78296900000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

28 710202,25870100000 236664,89893900000 0,000247 0,082247 Pemukiman

29 709088,31683300000 237769,44524100000 0,000247 0,082247 Pemukiman

30 707420,81272900000 236661,49425600000 0,000247 0,082247 Pemukiman

31 709093,04452900000 233898,74811600000 0,000247 0,082247 Pemukiman

32 709640,47899800000 241087,88238700000 0,000247 0,082247 Pemukiman

33 706860,47690700000 239978,52207500000 0,000247 0,082247 Pemukiman

34 709084,20279000000 241087,18689600000 0,000247 0,082247 Pemukiman

35 703334,82947700000 242443,31534100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

36 701741,96515700000 243676,12699400000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

37 705742,47463500000 244400,73887300000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

(65)

39 706853,59928700000 245508,03021700000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

40 707407,05185200000 247720,54139800000 0,000247 0,082247 Pemukiman

41 707970,27853300000 242191,70927100000 0,000247 0,082247 Pemukiman

42 700747,08745500000 244995,69050900000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

43 754803,44098500000 163716,40299900000 0,000247 0,082247 Pemukiman

44 754801,94916000000 165154,45794800000 0,000247 0,082247 Pemukiman

45 757028,84977700000 164824,92446800000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

46 758142,13917600000 164826,09475500000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

47 759255,43649000000 164827,27011100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

48 757583,15218200000 167037,94045900000 0,000394 0,308810 Semak/Belukar

49 754801,94916000000 165154,45794800000 0,000247 0,082247 Pemukiman

50 753687,30224500000 166480,72671500000 0,000247 0,082247 Pemukiman

51 754465,18429200000 167808,97566200000 0,000247 0,082247 Pemukiman

52 755355,43730300000 168141,77901400000 0,000247 0,082247 Pemukiman

53 755909,69488000000 170354,77993600000 0,000793 0,145118 Hutan

54 755018,14141500000 171238,77881200000 0,000394 0,308810 Semak/Belukar

55 753126,58934600000 170351,79215000000 0,000793 0,145118 Hutan

56 751234,45663400000 170017,92758700000 0,000247 0,082247 Pemukiman

57 748119,42145200000 168134,19557900000 0,000247 0,082247 Pemukiman

58 752012,18108900000 171456,78352300000 0,000247 0,082247 Pemukiman

59 744778,13167300000 169789,96118200000 0,000793 0,145118 Hutan

60 745888,43127700000 172556,44843900000 0,000793 0,145118 Hutan

61 748669,96987000000 173886,77432500000 0,000793 0,145118 Hutan

62 745886,09216700000 174768,72011500000 0,000793 0,145118 Hutan

63 744771,75888300000 175873,66682600000 0,000247 0,082247 Pemukiman

64 671507,42702900000 233994,43594100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

65 668281,29790200000 232580,71874100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

66 665918,62860200000 230579,24554100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

67 665379,52793000000 226257,83775900000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

68 665521,06807600000 223936,61724100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

69 669703,93130200000 221305,06934100000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

70 670160,64556800000 228880,27336000000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

71 672385,50919900000 228882,43389500000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

72 672946,02337900000 224460,08419000000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

73 661492,30203600000 219473,91320000000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

74 662384,68465600000 216710,51141800000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

75 666501,13833900000 216382,43728600000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

76 671284,06326600000 217271,33954500000 0,000247 0,082247 Pemukiman

77 671282,52848000000 218929,91163500000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

(66)

80 662934,02732100000 224450,73529400000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

81 661820,61143100000 225555,40341300000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

82 660710,18057600000 223343,06610200000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

83 665928,62357700000 233962,42731700000 0,001867 0,440727 Lahan Terbuka

(67)
(68)
(69)

82 0.329 4 2 6 5 5 18 1 3

83 0.329 4 1 10 7 1 12 1 3

(70)

Analisis Regresi

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Skor Sungai, Skor

Tutupan Lahan,

Skor Jalan, Skor

Jarak Kecamatana

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Kepadatan Hotspot

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

Change Statistics

R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .897a .804 .133 4,61060672E-4 .171 4.481 4 87 .002

(71)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .000 4 .000 4.481 .002a

Residual .000 87 .000

Total .000 91

a. Predictors: (Constant), Skor Sungai, Skor Tutupan Lahan, Skor Jalan, Skor Jarak Kecamatan

b. Dependent Variable: Kepadatan Hotspot

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) .031 .001 .172 .864

Skor Tutupan Lahan .005 .000 -.056 -.555 .581

Skor Jalan .006 .000 .178 1.780 .079

Skor Jarak Kecamatan .013 .000 -.326 -3.185 .002

Skor Sungai .004 .000 .219 2.209 .030

Gambar

Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau
Gambar 7. Skema Prosedur Penelitian
Gambar 8. Skema Analisis Data Spasial
Gambar 2. Peta Sebaran Hotspot Tahun 2014 di Kabupaten Rokan Hilir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rencana Strategis Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Probolinggo Tahun 2013 - 2018, yang selanjutnya disebut Renstra DPKD Kabupaten Probolinggo Tahun 2013

Yang dimaksud dengan pemberian Jaminan Kematian secara berurutan pada ayatini apabila janda atau duda atau anak tenaga kerja tidak ada maka Jaminan Kematian diberikan

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1985 tentang Pemberian Tunjangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan (Lembaran Negara Republik

Data rasio perawat dirasiokan dengan jumlah penduduk tahun 2012 (estimasi dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010) menunjukkan rasio perawat yang mempunyai kisaran antara 31,3 –

Sertifikat Kompetensi di Bidang Pariwisata adalah bukti tertulis yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi terlisensi yang menerangkan bahwa seseorang telah

4.2 Mempraktikkan variasi dan kombinasi pola gerak dasar lokomotor, non-lokomotor, dan manipulatif dalam permainan bola kecil yang dilandasi konsep gerak dalam berbagai permainan

Melalui diskusi kelompok dan menggali informasi dari kelompok lain dengan menggunakan media gambar, siswa dapat menyebutkan dan menjelaskan jenis-jenis perpindahan

Perangkat sumber yang sudah dirancang untuk mengatur jalannya perintah logic yang pertama masuk ke rangkaian buffer Rx, perintah yang dilakukannya dengan menunjukan