• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Demam Tifoid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Demam Tifoid"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Demam Tifoid

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran .11

2.2. Infectious Agent 4

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak

membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di

dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : 12

1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut

juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili

(2)

3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat

melindungi kuman terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut

aglutinin. 2.3. Patogenesis 13

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.

Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman

akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia.

Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah

bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia

pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke

dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam,

(3)

2.4. Gejala Klinis14

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri

kepala, pusing dan tidak bersemangat.

Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

a. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam

keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Ganguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya

kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat

terjadi diare.

c. Gangguan kesadaran

(4)

2.5. Epidemiologi Demam Tifoid 2.5.1. Distribusi dan Frekwensi

a. Orang

Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan

yang nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan.

Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 – 30 tahun 70 – 80 %, usia 31 – 40 tahun

10 – 20 %, usia > 40 tahun 5 – 10 %.15

Menurut penelitian Simanjuntak, C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat

77 % penderita demam tifoid pada umur 3 – 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun dengan insiden rate 687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate

pada umur 0 – 3 tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk.16

b. Tempat dan Waktu

Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam

tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk.6 Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk

dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.17 2.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan)

a. Faktor Host

Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar

(5)

dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu

hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.18

Penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control , mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena

penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci

tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7).20

b. Faktor Agent

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui

makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.24

c. Faktor Environment

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai

dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.

Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) dengan desain case control , mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang,

(6)

tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid

dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform (OR=6,4) .19

2.6. Sumber Penularan (Reservoir)

Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari

penderita tifoid.4

Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu :13

2.6.1. Penderita Demam Tifoid

Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun

yang sedang dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.

2.6.2. Karier Demam Tifoid.

Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin)

mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 – 3 bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini

disebut karier pasca penyembuhan.

Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu

(7)

medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk

menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya.3 Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis.21

a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak

pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti

pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus.

b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber

penularan, seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis. c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh

dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B dan

pada dipteri.

d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama

seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B. 2.7. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :

2.7.1. Komplikasi Intestinal13 a. Perdarahan Usus

(8)

mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat

perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam. b. Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada

minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran

kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.

2.7.2. Komplikasi Ekstraintestinal 22

a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis

g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,

(9)

2.8. Pencegahan Demam Tifoid

Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.23

2.8.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu : 4

a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini

kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.

b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni,

K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak

1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada

pemberian pertama.

c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan

(10)

Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang

yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.

Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan

pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene makanan

dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi lingkungan.4

2.8.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit

secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.

Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :24

a.Diagnosis klinik

Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas

pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis

demam tifoid.

b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman

(11)

pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil

positip menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan

25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap

mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.

c.Diagnosis serologik12

c.1. Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.

Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk

menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.25

Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang

ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang

(12)

waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama

2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :12

a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut

b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi

c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier. Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :11,25

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita

a. Keadaan umum gizi penderita

Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Aglutinin baru dijumnpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau

keenam sakit.

c. Pengobatan dini dengan antibiotik

Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

d. Penyakit-penyakit tertentu

Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma

(13)

e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat

pembentukan antibodi. f. Vaksinasi

Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H

meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama

1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya

Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai

aglutinin pada orang-orang yang sehat. 2. Faktor-faktor teknis

a. Aglutinasi silang

Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga

menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji widal. b. Konsentrasi suspensi antigen

Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji widal akan mempengaruhi hasilnya.

(14)

Daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih

baik daripada suspensi antigen dari strain lain. c.2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)12

a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi

belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji

ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai. b.Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi

Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik

(darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen

Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA. Pencegahan sekunder dapat berupa :

a. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha

surveilans demam tifoid. b. Perawatan umum dan nutrisi

Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan. Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk

mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila penyakit membaik, maka

(15)

Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet.

Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus

mengandung elektrolit dan kalori yang optimal.

Sedangkan diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup.

Sebaiknya rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid biasanya diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.

c. Pemberian anti mikroba (antibiotik)

Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat.

Kloramfenikol masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan harga. Kekurangannya adalah jangka waktu pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier dan relaps.

Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati

(16)

2.8.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga

dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid.

Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan

laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan sasaran partai politik yang ada di Kabupaten Pelalawan, partai-partai politik yang sepakat untuk berkoalisi, serta pasangan calon bupati dan wakil bupati

 Guru mengamati kegiatan praktik siswa dalam mengerjakan Job Latihan, dari proses awal hingga pembuatan gambar dengan pola dasar lingkaran yang saling bersinggungan..

DENGAN MENGGUNAKAN CLASSIFICATION SHIFTING : PENGUJIAN CORE EARNINGS DAN EXTRAORDINARY ITEMS.. (STUDI EMPIRIS DI

Pada penelitian ini, perbandingan sudut azimuth dan elevasi yang digunakan pada satelit incline dengan menggunakan Two Line Elements akan dibandingkan dengan

Napomena: Materijal: Naziv: Masa: Pozicija: Listova: Format: Kopija Ime i prezime Datum Projektirao Pregledao Objekt: Crtao Razradio FSB Zagreb Potpis R. broj: Objekt broj:

Setelah proses kliping Berita Nasional, Regional dan Kota Cimahi dipindahkan ke komputer, lalu penulis mendistribusikan ke bagian terkait seperti : Asisten

Proses kontak adalah standar industri untuk produksi bahan kimia ini dalam pemurnian dan volume yang dibutuhkan untuk pembuatan aplikasi mulai dari baterai sampai produksi

kecil Adanya bidang yang memisahkan ruang Adanya ruang lain sebagai perantara Kesimpulan Dapat digunakan pada ruang-ruang yang mempunyai hubungan erat Dapat digunakan pada