• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Bedah Mayat (Otopsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Bedah Mayat (Otopsi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Bedah Mayat (Otopsi)

Otopsi secara bahasa berarti pengobatan penyakit dengan jalan memotong atau mengiris bagian tubuh manusia yang sakit atau operasi. Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah Jirahah atau amaliyah bil al jirahah yang berarti melukai, mengiris atau operasi pembedahan. Bedah mayat oleh dokter Arab dikenal dengan istilah at tashrih jistul al mauta. Dalam bahasa inggris dikenal istilah autopsy yang berarti pemeriksaan terhadap jasad orang yang mati untuk mencari sebab-sebab kematianya.

Dalam terminologi ilmu kedokteran otopsi atau bedah mayat berarti suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat atau organ tubuh dan susunanya pada bagian dalam setelah dilakukan pembedahan dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri suatu tindak kriminal.

Otopsi ( juga dikenal sebagai pemeriksaan post-mortem atau obduction ) adalah pemeriksaan tubuh orang mati dan dilakukan terutama untuk menentukan penyebab kematian ,untuk mengidentifikasi atau menggolongkan tingkat negara penyakit bahwa seseorang mungkin memiliki , atau untuk menentukan apakah pengobatan medis atau bedah tertentu telah efektif . Di lembaga-lembaga akademik , otopsi terkadang juga diminta untuk tujuan pengajaran dan penelitian . Otopsi forensik otopsi dengan implikasi hukum dan dilakukan untuk menentukan apakah kematian adalah kecelakaan , pembunuhan , bunuh diri , atau peristiwa alam . Kata otopsi berasal dari kata Yunani autopsia : "melihat dengan mata sendiri". Otopsi dilakukan oleh ahli patologi , dokter yang telah menerima pelatihan khusus dalam diagnosis penyakit dengan pemeriksaan cairan tubuh dan jaringan.

2.2 PEMBAGIAN OTOPSI

Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas :

1. Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas kedokteran. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi. Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tak ada yang mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun (KUHPerdata pasal 1129). Ada kalanya, seseorang mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada fakultas kedokteran, hal ini haruslah sesuai dengan KUHP perdata pasal 935. (1,2,3)

2. Otopsi Klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisa kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis postmortem,pathogenesis penyakit, dan sebagainya. Otopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya ahli waris sendiri yang memintanya.

3. Otopsi Forensik/Medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Tujuan dari otopsi medikolegal adalah :

(2)

 Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian.

 Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan.

 Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.

2.3 OTOPSI MEDIKOLEGAL

Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal :

1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.

2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang. 3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi.

4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik.

5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.

6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh.

7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang. 8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.

9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus. 10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.

Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi forensik/medikolegal adalah:

1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, termasuk surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.

2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut.

3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan.

4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :

 Timbangan besar untuk menimbang mayat.  Timbangan kecil untuk menimbang organ.

 Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.  Gunting, berujung runcing dan tumpul.

 Pinset anatomi dan bedah.

(3)

 Gelas takar 1 liter.  Pahat.

 Palu.  Meteran.

 Jarum dan benang.  Sarung tangan.  Baskom dan ember.  Air yang mengalir

Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan laporan otopsi.

2.4 DASAR HUKUM DI INDONESIA

Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter dalam membantu peradilan:

 Pasal 133 KUHAP :  Ayat 1:

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

 Ayat 2:

Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

 Ayat 3:

Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

 Pasal 134 KUHAP:

1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

(4)

1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

2.5 PEMERIKSAAN LUAR

Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar adalah :

1) Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.

2) Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari penutup mayat.

3) Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada 4) Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.

5) Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.

6) Mencatat benda di samping mayat. 7) Mencatat perubahan tanatologi :

 Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.

 Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya spasme kadaverik.

 Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada saat tersebut.

 Pembusukan.

 Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.

(5)

2) Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.

3) Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.

4) Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.

5) Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung. 6) Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi

dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.

7) Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.

8) Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput darah dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain.

9) Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.

10) Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat.

Contoh :

Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam dada. Ujung yang satu letaknya dua sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan dua sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Sedangkan ujung yang lain lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan empat sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di bagian pemeriksaan dalam, ditulis organ apa saja yang tertusuk.

2.6 MEMERIKSAAN DALAM

(6)

 Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat.

 Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan akan dijelaskan kemudian.  Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan

suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :

1) Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.

2) Bentuk.

3) Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.

4) Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut. 5) Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu.

Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat.

6) Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.

Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian. (4)

Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu : 1) Dada :

a. Seksi Jantung :

Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava inferior sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai dari apeks dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum.

Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian dimasukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar dengan septum inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen ovale, septum interventrikulorum.

(7)

sejajar dengan epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum interventrikulorum.

o Paru-paru :

Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan pembuluh darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka dengan gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis. Paru-paru diiris longitudinal dari apeks ke basis.

Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain menekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian diukur.

Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru, bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi sternoklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya.

Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak kurang lebih 50 cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi kanan diperiksa adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat perikardium.

2) Perut :

 Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :

Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat diangkat. Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih dahulu.

Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Perhatikan isi lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan, bulu empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu.

Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas. Pankreas dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal.

Hati : perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong longitudinal.

Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa dan isinya, cacing.

 Ginjal, Ureter, Rektum, dan Kandung Urine:

(8)

atas dengan demikian rektum lepas dari sakrum. Rektum dan kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.

Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urine melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat vesika seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang.

Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik seperti benang.

 Urogenital Perempuan :

Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus dibuka dengan insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan dan ke kiri. Ke kornu. Tuba diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak 1-1,5 cm. Ovarium diinsisi longitudinal.

Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke dalam uterus, seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum difiksasi dalam formalin 10% selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada sumbu rektum setebal 1,25 cm, kemudian semuanya direndam dalam alkohol selama 24 jam. Saluran tusuk akan terlihat sebagai noda merah, hiperemis. Dari noda merah ini dibuat sediaan histopatologi.

Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan rektum diikat ganda kemudian dipotong.

Limpa : dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa. 3) Leher :

Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.

o Kepala :

Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata pisau menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit kepala kemudian dikelupas ke muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan dengan menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa ketukan tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel dengan bekas mata gergaji. Falx serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan memotong pembuluh darah dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata. Tentorium serebri diinsisi di belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat. Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam. Otak kecil dipisah dan diiris horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris transversal, demikiaan pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya edema, kontusio, laserasi serebri.

4) Tengkorak Neonatus :

Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan menggunting sutura yang masih terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak dengan mudah dapat diangkat.

(9)

Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus dalam tindakan otopsi, antara lain : insisi ”Y”, insisi pada kasus dengan kelainan leher, tes emboli udara, tes apung paru, tes pada pneumothorax, dan tes alphanaphthylamine.

 Insisi ”Y”

Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan pada tubuh pria.

1. Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan sejajar dengan tulang tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu pada bagian tengah (incisura jugularis).

2. Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura jugularis ke arah bawah tepat di garis pertengahan sampai ke sympisis os pubis menghindari daerah umbilikus.

3. Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati sampai ke rahang bawah; tindakan ini dimulai dari sayatan yang telah dibuat pertama kali.

4. Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-alat dalam rongga mulut dan leher dikeluarkan.

5. Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan pada bedah mayat yang biasa.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu : 1. Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.

Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi dalam formalin 10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas, otot jantung, arteri koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari bagian lain yang menunjukkan adanya kelainan.

a) Pemeriksaan toksikologi.  Lambung dan isinya.

 Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.

 Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari perifer (v,jugularis; a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50 ml dan dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain tidak diberi bahan pengawet.

 Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.

 Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat khususnya atau bila urine tidak tersedia.

 Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan sianida, dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pembususkan.  Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskresikan

melalui urine, khususnya pada test penyaring untuk keracunan narkotika, alkohol dan stimulan.

 Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.

(10)

Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatolgik. Secara umum sampel yang harus diambil adalah:

Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol dan larutan garam jenuh pada sampel padat atau organ. NaF 1% dan campuran NaF dan Na sitrat digunakan untuk sampel cair. Sedangkan natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine.

b) Pemeriksaan bakteriologi.

Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan limpa untuk pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan menempelkan spatel yang dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah jantung diambil dengan tabung injeksi yang steril dan dipindah dalam tabung reagen yang steril. Permukaan limpa dibakar dengan cara tersebut di atas dan dengan pinset dan gunting yang steril diambil sepotong limpa dan dimasukkan dalam tabung reagen yang steril dan kedua tabung dikirim ke laboratorium bakteriologi.

Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati. Mungkin perlu dilakukan untuk melihat parasit malaria.Sediaan hapus lainnya adalah dari tukak sifilis atau cairan mukosa.

1. Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa biokimia. 2. Pemeriksaan urine dan feces.

3. Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus kejahatan seksual. 4. Cairan uretra.

2. 9 Landasan (Teori) Hukum Otopsi Menurut Agama Islam

Semua penemuan baru sebagai hasil dari perekembangan teknologi tersebut, hendaknya disejalankan dengan kaidah-kaidah hukum Islam, seperti otopsi menurut pandangan Hukum Islam[1].

Adapaun teori yang dapat menjawab persolan pedah mayat (otopsi) adalah sebagai berikut : 1. Al-qur’an

ريغ رطضا نمف هللا ريغل هب لها امو ريزنخلا محلو مدلاو ةتيملا مكيلع مرح امنا ميحر روفغ هللا نا هيلع مثا لف داعلو غاب “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.”(QS.Al Baqoroh : 173)

2.Kaidah-kaidah Fiqh

- تاروظحملا حيبت تارورضلا

“Kemudaratan itu membolehkan hal-hal yang dilarang”

- امهفخا باكتراب ارارض امهمظعا يعور ناتدسفم ضراعت اذا

“Apabila dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan mana yang lebih besar mudaratnya dengan mengerjakan yang lebih ringan mudaratnya”

- بجاولا وهف هبلا بجاولا متيلام

“Apabila kewajiban tidak bisa dilaksanakan karena dengan adanya suatu hal, maka hal tersebut juga wajib”

- ةصاخلا ةحلصملا ىلع ةمدقم ةماعلا ةحلصملا

“kemaslahatan publik didahulukan daripada kemaslahatan individu” - ماعلا ررضلا لجل ررضلا لمحتي

(11)

2.10 Analisis Terhadap Hukum Otopsi

Pada bagian ini akan dilakukan pembahasan tentang status hukum bedah mayat dalam perspektif Hukum Islam.

Beberapa hal pokok hukum agama Islam tentang mayat :

a. Islam menyuruh menghormati mayat. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 70

b. Agama Islam melarang merusak tubuh mayat dan melanggar kehormatanya

1. Hukum Pembedahan Menurut Pandangan Ulama

 Menurut Imam Ahmad bin Hambal

Seseorang yang sedang hamil dan kemudian ia meninggal dunia, maka perutnya tidak perlu dibedah, kecuali sudah diyakini benar, bahwa janin yang ada didalamnya masih hidup.

 Menurut Imam Syafi’i

Jika seorang hamil, kemudia dia meninggal dunia dan ternyata janinnya masih hidup, maka perutnya boleh dibedah untuk mengeluarkan janinnya. Begitu juga hukumnya kalau dalam perut si mayat itu ada barang berharga.

 Menurut Imam Malik

Seorang yang meninggal dunia dan didalam perutnya ada barang berharga, maka mayat itu harus dibedah, baik barang itu milik sendiri maupun milik orang lain. Tetapi tidak perlu (tidak boleh dibedah), kalau hanya untuk mengeluarkan janinnya yang diperkirakan masih hidup.

 Menurut Imam Hanafi

Seandainya diperkirakan janin masih hidup, maka perutnya wajib dibedah untuk mengeluarkan janin itu.

2. Otopsi Bagi Kepentingan penegak Hukum

Otopsi untuk pemeriksaan mayat demi kepentingan pengadilan dengan maksud untuk mengetahui sebab-sebab kematianya di sebut juga obductie. Di Indonesia masalah bedah mayat atau otopsi diatur dalam pasal 134 UU No 8 Tahun 1981 tentang hukum Acara pidana yang berbunyi sebagai berikut :

Dalam hal sangat dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindarkan, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

Dalam hal keluarga keberatan penyidik wajib menerangkan dengan jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukanya pembedahan tersebut.

Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ketemukan penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat 3 UU ini.

Pasal 133 dari UU tersebut berbunyi sebagai berikut :

(12)

Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat yang dilakukan dengan diberi cap jabatan yang diletakan pada ibu jari kaki atau bagian lain pada mayat.

Berpijak dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa otopsi atau bedah mayat adalah suatu pembedahan atau pemeriksaan pada mayat yang dilakukan oleh para tim dokter ahli dengan dilandasi oleh maksud atau kepentingan tertentu untuk mengetahui sebab-sebab kematian mayat.

Untuk mengetahui status hukum terhadap tindakan otopsi mayat yang digunakan sebagai pembuktian hukum di pengadilan dengan menggunakan teori Qawa’id al-Fiqhiyah dapat diterapkan kaidah-kaidah berikut ;

a.Kaidah Pertama

ماعلا ررضلا لجل ررضلا لمحتي

“kemudaratan yang khusus boleh dilaksanakan demi menolak kemudaratan yang bersifat umum”

Berdasarkan kaidah di atas, kemadharatan yang bersifat khusus boleh dilaksanakan demi menolak kemadharatan yang bersifat umum. Sebuah tindakan pembunuhan misalnya, adalah tergolong tindak pidana yang mengancam kepentingan publik atau mendatangkan mudaharat ‘am. Untuk menyelamatkan masyarakat dari rangkaian tindak pembunuhan maka terhadap pelakunya harus diadili dan dihukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Bukti-bukti atas tindakan pembunuhan yang dilakukanya harus diperkuat agar ia dapat dihukum dan jangan sampai bebas dalam proses pengadilan, sungguhpun untuk pembuktian itu harus dengan melakukan otopsi atau membedah mayat korban.

Didalam hukum Islam. Suatu tindakan yang dilandasi oleh alasan untuk menjamin keamanan dan keselamatan diri orang yang hidup harus lebih diutamakan daripada orang yang sudah mati.

b. Kaidah Kedua

تاروظحملا حيبت تارورضلا

“Kemudaratan itu membolehkan hal-hal yang dilarang”

Dari kaidah kedua dapat dipahami bahwa persolanan darurat itu membolehkan sesuatu yang semula diharamkan.

Berangkat dari fenomena di atas, maka otopsi forensik sangat penting kedudukanya sebagai metode bantu pengungkapan kematian yang diduga karena tindak pidana. Dengan melaksanakan otopsi forensik maka dapat dipecahkan misteri kematian yang berupa sebab kematian, cara kematian, dan saat kematian korban.

c. Kaidah Ketiga

ةجاحلا عم ةهاركلو تارورضلا عم مارحل

“Tiada keharamna dalam kondisi darurat, dan tidak ada makruh dalam kondisi hajat”

(13)

d. Kaidah Ke empat

ةرورضلا ةلزنم لزنت ةجاحلا

“Kperluan dapat menduduki posisi keadaan darurat”

Kaidah keempat di atas dapat memperkuat argumentasi kaidah sebelumnya. Maka kaidah ini adalah hajat menempati kedudukan darurat, baik hajat umum maupun hajat yang bersifat perorangan.

3. Otopsi untuk Menyelamtkan Janin dalam Rahim

Dalam menentukan status hukum masalah otopsi untuk menyelamtkan janin yang masih hidup di dalam rahim mayat dapat diterapkan kaidah-kaidah berikut : امهفخا باكتراب ارارض امهمظعا ىعور ناتدسفم ضراعتاذا

“Apabila dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan mana yang lebih besar mudaratnya dengan mengerjakan yang lebih ringan mudaratnya”

فخلا ررضلاب لازي دشلا ررضلا

“Kemudaratan yang lebih berat dihilangkan dengan kemudaratan yang lebih ringan”

Dengan kaidah tesebut dapat dipahami bahwa apabila dua mafsadah bertemu dalam suatu waktu, dan kedua mafsadah itu saling bertentangan, maka harus diperhatikan mana yang lebih besar madhartnya dengan mengerjakan yang lebih ringan madharatnya.

Jika kaidah kedua tersebut di atas di aplikasikan dalam kasus otopsi untuk menyelamtkan janin yang masih hidup dalam perut, maka pilihan yang harus diambil adalah kemaslahatan orang yang hidup. Artinya kemaslahatan janin harus lebih diutamakan dari pada orang yang mati (mayat).

Bahkan dalam persoalan ini Al-Syirahi berpendapat bahwa wajib hukumnya membedahkan mayat bila mengandung janin yang masih hidup. Karena janin tersebut tidak berdaya untuk menyelamatkan dirinya, maka orang hiduplah yang berkewajiban untuk menolongnya meskipun dengan melalui pembedahan mayat, ia mengatakan :

يحاقبتسا هنل اهفوج قش ىلح نينج اهفوج ىفو ةارما تتام ناو تيملا نم ءزج فلتاب

Tetapi kaidah fiqih juga membatasi tindakan yang dilakukan terhadap mayat yaitu tidak boleh melewati batas–batas tertentu atau melewati batas-batas yang menjadi hajat diadakanya pembedahan itu, seperti kaidah berikut :

4. Otopsi Untuk mengeluarkan Benda yang Berharga

Pada bagian terdahulu diuraikan contoh kasus ini, yakni seseorang menelan sesuatu yang bukan miliknya yang mengakibatkan ia meninggal dunia, selanjutnya pemilik menuntut agar barang yang ada diperut mayat dikembalikan kepadanya.

Dalam hal di atas tidak ada cara lain yang bias ditempuh kecuali dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan barang yang ada di perut mayat.

Melihat persolan seperti kasus di atas, perlu ditentukan status hukum bedah mayat tersebut apakah dibolehkan atau diharamkan. Berdasarkan ajaran Islam haram hukumnya seseorang menguasai suatu barang yang bukan haknya. Tindakan yang demikian akan menjadi ganjalan bagi orang yang mati di alam sesudahnya kematianya karena ia masih terkait dengan hak orang lain.

Maka kaidah yang tepat dalam persoalan seperti ini bisa dikaitkan dengan kaidah-kaidah di atas yang menjelaskan tentang kemudaratan

(14)

Menurut Umar Hubais mempelajari ilmu kedokteran adalah wajib atau fardhu kifayah bagi umat Islam, karena Rasul sendiri berobat, memberi obat serta menganjurkan untuk berobat sebagaimana sabdanya :

:

نبا نايفس نثدح لاق رامع نب ماشهو هبيش نبا ركب وبا نثدح :

بارعلا تدهش لاق كيرش نبا ةماسا نع ةقلع نبدايز نع ةنييع

. : :

هللا عضو هللادابع مهل لاقف ؟اذك ىف جرح انيلعا م ص ىبنلا نولاسي :

لوسراي اولاقف جرح ىذلا كاذف ائيش هيخا ضرع نم ضرتقا نملا جرحلا

, : ,

مل هناحبس هللا ناف هللا دابع اووادت لاق ؟ىوادنل نا حانج انيلع له هللا ,

ه مرهلالا ءافش هعم عضولا ءاد عضي Salah satu ilmu kedokteran yang sangat penting adalah ilmu bedah. Ilmu ini menghajatkan pengetahuan yang luas dan dalam tentang anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Untuk mengembangkan ilmu ini maka penyelidikan terhadap organ tubuh manusia menjadi sesuatu yang tidak mungkin dihindarkan, jika perlu mengadakan pembedahan dan pemeriksaan tubuh mayat, memeriksa susunan syaraf, rongga perut dalam rangka. Hal demikian dimaksudkan agar seorang tenaga medis (dokter) dapat menunaikan tugas profesionalnya dengan baik, memberikan pengobatan dan menyembuhkan penyakit yang diderita pasien.

Dalam tinjauan Qawaid Fiqhiyah, status hukum bedah mayat untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran dapat ditentukan dengan menggunakan kaidah-kaidah berikut

a. Kaidah Pertama

بجاولا وهف هبلا بجاولا متيلام

“Apabila kewajiban tidak bisa dilaksanakan karena dengan adanya suatu hal, maka hal tersebut juga wajib”

Melalui kaidah pertama ini, dapat dipahami bahwa sebuah kewajiban yang tidak sempurna pelaksanaanya tanpa adanya dukungan sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya wajib pula. Dalam kasus di atas, apabila seorang dokter tidak akan bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan baik kecuali bila ia memahami seluk beluk anatomi tubuh manusia, maka untuk kepentingan yang sesuai dengan profesinya ia harus memahami seluk-beluk anatomi tubuh manusia, meskipun dengan jalan melakukan pembedahan terhadap mayat.

b. Kaidah Kedua

دص اقملا مكح لئاسولل

“Sebuah sarana sama hukumnya dengan tujuan”

Melalui kaidah ini dapat dijelaskan, bahwa sebuah sarana hukumnya sama dengan tujuan. Misalnya agama Islam mewajibkan kepada umatnya untuk memelihara kesehatan, maka mempelajari ilmu tentang kesehatan hukumnya wajib pula. Konsekuensi lanjutanya adalah wajib pula menyiapkan prasarana dalam menuntut ilmu kesehatan, termasuk sarana pratikum seperti mempelajari anatomi tubuh manusia.

2.11 Pengertian Ilmu forensik

Pengertian Ilmu forensik adalah ilmu yang digunakan untuk keperluan hukum dengan memberikan bukti ilmiah yang dapat digunakan dalam pengadilan dalam memecahkan kejahatan. Informasi penting yang diberikan oleh ilmu forensik

membantu sistem keadilan berjalan.

(15)

ilmu kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu kedokteran forensik, ilmu toksikologi forensik, ilmu psikiatri forensik, komputer forensik, dan sebagainya.

Secara Umum Ilmu Forensik adalah ilmu untuk melakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti fisik yang ditemukan di tempat kejadian perkara dan kemudian dihadirkan di dalam sidang pengadilan. Atau juga dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan peradilan.

2.12 Tahap-Tahap Ilmu Forensik

Tahap-tahap forensik diantaranya ialah sebagai berikut :

1. Pengumpulan (Acquisition) 2. Pemeliharaan (Preservation) 3. Analisa (Analysis)

4. Presentasi (Presentation)

2.13 Ruang Lingkup Ilmu Forensik 1. Kriminalistik

2. Kedokteran Forensik 3. Toksikologi Forensik 4. Odontologi Forensik 5. Psikiatri Forensik 6. Entomologi 7. Antrofologi

8. Serologi / Biologi Molekuler Forensik 9. Farmasi Forensik.

2.14 Informasi yang didapatkan dari Ilmu Forensik

Untuk dapat membuat terang suatu perkara dengan cara memeriksa dan menganalisa barang bukti mati, sehingga dengan ilmu forensik haruslah didapat berbagai

informasi, yaitu :

1. Information on corpus delicti, dari pemeriksaan baik TKP maupun barang bukti dapat menjelaskan dan membuktikan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana .

2. Information on modus operandi, beberapa pelaku kejahatan mempunyai cara – cara tersendiri dalam melakukan kejahatan dengan pemeriksaan barang bukti kaitannya dengan modus operandi sehingga dapat diharapkan siapa pelakunya .

3. Linking a suspect with a victim, pemeriksaan terhadap barang bukti di TKP ataupun korban dapat mengakibatkan keterlibatan tersangka dengan korban, karena dalam suatu tindak pidana pasti ada material dari tersangka yang tertinggal pada korban. 4. Linking a person to a crime scene, setelah terjadi tindak pidana banyak kemungkinan

terjadi terhadap TKP maupun korban yang dilakukan oleh orang lain selain tersangka mengambil keuntungan.

5. Disproving or supporting a Witness ’s Testimony, pemeriksaan terhadap barang bukti dapat memberikan petunjuk apakah keterangan yang diberikan oleh tersangka ataupun saksi berbohong atau tidak.

(16)

7. Providing Investigative leads, pemeriksaan dari barang bukti dapat memberikan arah yang jelas dalam penyidikan

s

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Dari uraian yang telah penulis uraikan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Islam membolehkan bahkan wajib hukumnya untuk membedah perempuan hamil yang telah meninggal guna menyelamatkan janin yang diperkirakan masih hidup dalam kandungan dan wajib dilakukan bedah mayat apabila menelan harta orang lain, karena menyangkut hak orang lain yang dapat mengganggu mayat di dalam kubur dan pengadilan akhirat kelak.

2. Otopsi yang dilaksanakan guna menyelamatkan manusia, pendidikan dan penegakan hukum diperbolehkan dalam Islam, sepanjang hal itu tidak melewati batas dan guna kemaslahatan manusia sebagai makhluk hidup.

3. Beberapa pendapat ulama hanya disinggung dua permasalahan saja, diperbolehkan membedah mayat yakni hanya kepada seseorang yang sedang mengandung kemudian meninggal dunia, sedang janin yang ada didalam perutnya diperkirakan masih hidup dan juga dalam hal jika seseorang meninggal dunia dan didalam tubuhnya terdapat benda berharga, maka harus bahkan wajib membedah perutnya.

3.2 Saran

a. Dalam pelaksanaan otopsi sebaiknya dokter memperhatikan kode etik yang berlaku dan tetap menghotmati mayit selama otopsi berlangsung maupun setetelah otopsi.

b. Dokter tidak ragu dalam mengotopsi guna kepentingan umum, juga penegak hukum dalam rangka pembuktian.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak semua pembeli yang datang diberikan langsung barang dagangannya, karena berdasarkan pengalaman penjualan ada beberapa tidak diberikan barang kreditan. Alasan

Mekanisme pertahanan diri dalam novel Der Junge im Gestreiften Pyjamas adalah bentuk meminimalkan kecemasan tokoh utama. Batasan masalah penelitian ini adalah

Matakuliah ini bertujuan memberikan pengenalan kepada mahasiswa berkaitan dengan ruang lingkup bidang, meliputi: Pengertian penyehatan lingkungan dan teknik penyehatan

Hasil penelitian terdapat pengaruh yang signifikan minum air putih di pagi hari terhadap kejadian konstipasi pada pasien dengan imobilisasi akibat gangguan sistem

Prayoga (2004) melakukan penelitian pola hujan di DAS Cimanuk, Jawa Barat. Pola distribusi hujan didasarkan pada hujan deras yang tercatat oleh alat ukur hujan

(2) Siswa sanguinis memahami masalah dengan membaca dan melihat soal kemudian membuat gambar, memahami yang diketahui dengan mengubah informasi ke bentuk

Judul karangan ilmiah harus dipikirkan secara sungguh-sungguh dengan memperhatikan persyaratan, antara lain: (1) Judul harus relevan, yaitu harus mempunyai pertalian

Berdasarkan keterangan tersebut, secara garis besar bahwa sanitasi lingkungan merupakan upaya pengendalian terhadap faktor  –   faktor lingkungan fisik manusia yang