• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi - Ginanjar Wisnu Wardana BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi - Ginanjar Wisnu Wardana BAB II"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

1. Definisi

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi saat pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara cukup, atau saat tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia) (WHO, 2012). DM adalah ganguan metabolisme genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi hilangnya toleransi terhadap karbohidrat (Price & Wilson, 2005).

DM adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2001). DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang disebabkan kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya dengan karakteristik hiperglikemia. Hiperglikemia jangka panjang pada DM berhubungan dengan kerusakan jangkapanjang, disfungsi atau kegagalan organ beberapa tubuh terutama mata, ginjal,saraf, jantung, dan pembuluh darah (Sudoyo et al., 2006).

(2)

2. Etiologi

DM memiliki banyak etiologi yang dapat menimbulkan insufisiensi insulin (Price & Wilson, 2005). Menurut Riyadi dan Sukarmin (2008) penyebab resistensi insulin pada DM sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperanantara lain:

a. Faktor genetik

DM dapat menurun dari keluarga yang pernah memiliki penyakit DM sebelumnya. Hal ini terjadi karena DNA pada seseorang yang mengalami DM akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

b. Faktor imunologi

Klien DM memiliki bukti adanya respon suatu autoimun yang merupakan respon abnormal, dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengancara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang seolah-olah dianggap sebagai jaringan asing (Smeltzer & Bare, 2001).

c. Lingkungan

Faktor-faktor eksternal dapat memicu proses autoimun dan menyebabkan destruksi pada sel β seperti virus atau toksin (Smeltzer & Bare, 2001).

d. Usia

(3)

pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008). Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun (Smeltzer & Bare,2001). e. Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada seseorang yang mengalami obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

f. Kelompok etnik atau ras tertentu

Golongan hispanik dan penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan lebih besar untuk terjadinya DM tipe 2 dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika (Smeltzer & Bare, 2001).

g. Pola makan

Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat akan berperan pada ketidakstabilan kerja sel β pankreas. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja

atau resistensi insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

h. Stres

(4)

Beban yang tinggi menyebabkan pankreas mudah rusak sehingga berdampak pada penurunan insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

3. Patofisiologi

Pada DM tipe 2 terdapat dua masalah utama terkait insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Insulin pada kondisi normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel, kemudian terjadi reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intra sel sehingga insulin tidak efektif menstimulasi pengambilan glukosa jaringan (Smeltzer dan Bare, 2001). Reaksi intraseluler menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transport glukosa menembus membran sel (Price & Wilson, 2005).

(5)

mengkompensasi resistensi sehingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun normal (Smeltzer danBare, 2001; Rondhianto, 2011). Adanya resistensi insulin menyebabkan sel beta melakukan kompensasi dengan mensekresikan insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin diikuti oleh sekresi amylin dari selbeta yang ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri sampai akhirnya sel beta dalam pulau langerhans menjadi berkurang sampai 50-60% dari jumlah normal (DeFronzo, 2008 dalam Suyono, 2009). Apabila sel-sel beta pankreas tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DMtipe 2 (Smeltzer dan Bare, 2001). Keadaaan yang menyerupai DM tipe 1 akan terjadi akibat penurunan sel beta yang berlangsung secara progresif yang sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresikan insulin sehingga menyebabkan kadar glukosa darah semakin meningkat (Rondhianto, 2011).

(6)

mengalami apoptosis), penumpukan amiloid dan adanya efek inkretin yang mempunyai pengaruh langsung terhadap sel beta dengan cara meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi apoptosis sel beta. Selain itu untuk menyebabkan DM, diperlukan faktor pencetus lain misalnya kegemukan, pola makan yang salah, minum obat-obatan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah, proses menua (usia lebih dari 45 tahun), stres dan lain-lain (DeFronzo, 2008 dalam Suyono, 2009).

4. Klasifikasi Diabetes Melitus

Terdapat empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa menurut PERKENI (2011), Price & Wilson (2005), Smeltzer & Bare (2001) yang terdiri dari:

a. DM tipe 1

DM tipe 1 disebabkan oleh disfungsi autoimun, ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel β pankreas telah dihancurkan oleh prosesautoimun dan idiopatik, tanpa bukti autoimun dan tidak diketahui sumbernya.

b. DM tipe 2

(7)

c. DM gestasional

DM gestasional terjadi pada wanita yang tidak mengalami DM sebelum kehamilan akan tetapi terjadi peningkatan gula darah pada masa kehamilan. Faktor resiko yang dapat menyebabkan DM gestasional ini antara lain usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetesgestasional terdahulu. Kadar glukosa darah pada wanita yang mengalami DM gestasional akan kembali normal setelah melahirkan.

d. DM tipe khusus lain

DM tipe lain ini disebabkan oleh kelainan genetik dalam sel β pancreas, kelainan genetik pada kerja insulin, penyakit pada eksokrin pankreas, penyakit endokrin, obat-obatan yang bersifat toksik dan infeksi.

5. Manifestasi Klinik

(8)

dapatterjadi pada klien DM antara lain mengeluh lelah, mengantuk, berat badan turun,lemah dan somnolen (Price & Wilson, 2005).

6. Komplikasi

Price & Wilson (2005), Masjoer et al. (2001), Smeltzer & Bare (2001) menjelaskan komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori yang meliputi komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.

a. Komplikasi metabolik akut

1) Ketoasidosis diabetik

(9)

2) Hyperglycemic Hyperosmolar non-ketotic syndrome (HHNK) HHNK merupakan komplikasi metabolik akut yang sering terjadi pada pada DM tipe 2 yang lebih tua. HHNK didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Hiperglikemia tanpa ketosis dapat muncul pada klien DM dengan defisiensi insulinrelatif. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi berat.

3) Hipoglikemia

(10)

b. Komplikasi vaskuler jangka panjang

Komplikasi vaskuler jangka panjang pada DM melibatkan pembuluh darah kecil (microangiopathic) dan pembuluh darah besar (macroangiopathic). Komplikasi jangka panjang DM dapat menyerang pada semua sistem organ dalam tubuh. Komplikasi kronis DM dapat dikategorikan menjadi komplikasi makrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler, dan neuropati.

1) Komplikasi Makrovaskuler

Perubahan aterosklerotik sering terjadi pada pasien DM. Berbagai penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi aterosklerotik. Penyakit tersebut meliputi penyakit arteri koroner, serebrovaskuler, dan penyakit vaskuler perifer. 2) Komplikasi Mikrovaskuler

Penyakit mikrovaskuler ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Komplikasi mikrovaskuler yang sering terjadi pada DM yaitu retinopati diabetik dan nefropati diabetik.

3) Neuropati

(11)

yang sempit. Penyakit vaskuler dengan berkurangnya suplai darah juga berperan dalamberkembangnya lesi, dan sering terjadi infeksi.

7. Penatalaksanaan

Pilar penatalaksanaan DM menurut PERKENI (2011) adalah: a. Edukasi

Pemberdayaan klien DM memerlukan partisipasi aktif klien, keluarga, dan masyarakat serta tim kesehatan yang mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku yang sehat, untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda, dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasi hipoglikemia sangat penting untuk diberikan kepada klien.

b. Terapi Gizi Medis

(12)

makanan, terutama bagi yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

c. Latihan Jasmani

Salah satu pilar pengelolaan DM tipe 2 adalah kegiatan jasmani dan latihan secara teratur (3 – 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Jenis latihan jasmani untuk penderita DM bermacam-macam seperti aerobik, yoga, dan thai chi, berdasarkan penelitian dari ketiga jenis latihan yang dianjurkan aerobik memiliki rata-rata penurunan glukosa darah paling tinggi. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas dari insulin, sehingga dapat memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, senam kelompok, jogging,dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani ( Sarwono, 2012).

d. Terapi Farmakologis

(13)

digunakan pada DM tipe 2. Beberapa obat yang biasanya digunakan antara lain:

1) Sulfonil Urea

Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengan obat golongan lain, yaitu biguanid (metrofin), inhibitor glukosidase alfa atauinsulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel-sel beta pankreas dan menjadi pilihan utama pada pasien DM tipe 2 dengan berat badan berlebihan. Klien yang berusia lanjut perlu menghindari pemberian obat golongan sulfonil urea yang memiliki waktu kerja panjang untuk meminimalkan resiko hipoglikemia. Obat-obat dari kelompok ini yang beredar adalah glibenklamida (5 mg/tablet), glibenklamida micronized (5 mg/tablet),glikasida (80 mg/tablet), glikuidon (30 mg/tablet), glipisida (5 mg/tablet),glimepirida (1 mg, 2 mg, 3 mg/tablet), klorpromida (100 mg/tablet)(Sustrani et al., 2006).

2) Biguanid/Metformin

(14)

adalah mual, dan untuk mengurangi keluhan tersebut digunakannya bersamaan atau sesudah makan. Obat generiknya adalah metformin-HCl (500 mg dan 850 mg/tablet), dengan merek Bestab,Eraphage, Benofomin, Diabex, Formell, Glukophage, Glucotika,Gludepatic, Glumin, Methpica, Neodipar, Tudiab, dan Zumamet (Sustrani et al., 2006).

3) Inhibitor Glukosidase Alfa

Obat golongan ini mempunyai efek utama menghambat penyerapan guladi saluran pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan, terutama bermanfaat untuk klien dengan kadar gula darah puasa yang masih normal. Efek sampingnya adalah gangguan fungsi hati danginjal, terutama pada klien yang pernah mengalami gangguan tersebut.Oleh karena itu, untuk pemakaian jangka lama obat ini, diperlukan pemantauan fungsi hati dan ginjal. Obat generik yang beredar adalah Acarbose (50 mg dan 100 mg/tablet) dengan merek Glucobay (Sustrani et al., 2006).

4) Meglitinida

(15)

Repaglinid (0,5 mg, 1 mg dan 2 mg/tablet dengan merek Novonorm) (Sustrani et al., 2006).

5) Obat Kelompok Lain

Kelompok lain yang belum beredar di Indonesia adalah thiazolidrediones(troglitazone) yang bekerja pada otot, lemak, dan liver untuk menghambat pelepasan gula dari jaringan penyimpanan sumber gula darah tersebut (Sustrani et al., 2006).

B. Gula Darah

1. Pengertian Gula Darah

Gula darah adalah bahan energi utama untuk otak yang diperoleh melalui proses pemecahan senyawa karbohidrat. Kekurangan glukosa sebagaimana kekurangan oksigen, akan mengakibatkan gangguan fungsi otak, kerusakan jaringan, bahkan kematian jaringan jika terjadi secara berkepanjangan. Gula darah merupakan hasil pemecahan dari karbohidrat yang dengan bantuan energi adenosin tri phospate (ATP) akan menghasilkan asam piruvat dan bisa digunakan menjadi energi untuk aktivitas sel (Wiyono, 1996).

(16)

antara lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta aktivitas fisik yang dilakukan (Subari, 2008).

Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dl. Dalam keadaan normal, kadar gula darah puasa berkisar antara 70 – 150 mg/dl, seseorang mengalami diabetes mellitus jika hasil pemeriksaan menunjukan kadar gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl dan kadar gula darah sewaktu tidak berpuasa lebih dari 200 mg/dl(Khasanah, 2011).

2. Kriteria Diagnostik Gula Darah

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Gula Darah

Bukan Diabetes Pra Diabetes Diabetes

Puasa <110 110 – 125 ≥126

Sewaktu <110 110 - 199 ≥200

(17)

3. Kadar Gula Darah Tinggi (hiperglikemia)

Hiperglikemia yaitu suatu keadaan dimana kadar gula darah melebihi > 110 mg/dl. Dalam keadaan normal jika terdapat insulin asupan glukosa (atau produksi glukosa) yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen didalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Tanda-tanda klasik hiperglikemia yaitu: polidipsia, poliruia, poliphagia, penurunan berat badan, keletihan(Long, 1996).

Kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi pada pagi hari dapat disebabkan oleh dosis insulin yang tidak adekuat (Smeltzer, 2002). 4. Kadar Gula Darah Rendah (hipoglikemia)

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah. Dalam keadaan normal tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi sedangkan pada hipoglikemia kadar gula darah terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi (Fahmi, 2010).

Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya (Darni, 2006).

(18)

menetap. Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula (Lestari, 2009).

C. Senam

Pengertian senam adalah aktivitas fisik yang dilakukan baik sebagai cabang olahraga tersendiri maupun sebagai latihan untuk cabang olahraga lainnya. Beberapa dengan cabang olahraga lain umumnya yang mengukur hasil aktifitasnya pada obyek tertentu, senam mengacu pada bentuk gerak yang dikerjakan dengan kombinasi terpadu dan menjelma dari setiap bagian anggota tubuh dari komponen-komponen kemampuan motorik seperti : kekuatan, kecepatan, keseimbangan, kelentukan, agilitas dan ketepatan. Dengan koordinasi yang sesuai dan tata urutan gerak yang selaras akan terbentuk rangkaian gerak artistik yang menarik (Brick, 2012).

(19)

1. Senam Aerobik

a. Definisi

Aerobik berasal dari kata “ aero” yang berarti oksigen. Jadi, aerobik sangatlah erat dengan penggunaan oksigen. Dalam hal ini berarti latihan aerobik adalah latihan yang menggunakan sistem kerja dengan menggunakan oksigen sebagai kerja utama. Olahraga yang berlangsung secara continue lebih dari 4 menit dengan intensitas rendah termasuk golongan aerobik. Jadi, olahraga yang bersifat aerobik bukan hanya senam aerobik, tetapi masih banyak jenis olahraga lainnya, misalnya bersepeda, berenang, jalan cepat, lari lintas alam, lari marathon.

Menurut Dinata (2007) senam aerobik adalah senam yang gerak yang dipilih secara disengaja dengan cara mengikuti Irama musik yang dipilih sehingga melahirkan ketentuan ritmis, kontinuitas dan durasi tertentu. Pengertian lain senam aerobik dalah suatu sistematik gabungan antara rantain gerak dan musik yang disengaja dibuat sehingga muncul keselarasan antara gerakan dan music tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Macam Senam Aerobik Berdasarkan Tingkat Benturan

(20)

Impact atau benturan sedang, dan juga aerobic High Impact atau benturan keras.

Perbedaan tingkat benturan tersebut didasarkan pada perbedaan sentuhan salah satu kaki terhadap lantai. Pada gerakan senam aerobic Low Impact maka salah satu kaki selalu berada dan menapak dilantai setiap waktu. Contoh gerakan senam aerobic Low Impact adalah Cha-cha-cha, gerapevine, mengangkat lutut, langkah V dan lain-lain. Pada gerakan senam aerobic moderate impact maka salah satu kaki selalu berada dilantai dengan posisi tumit mengangkat tetapi jari kaki tetap berada di lantai setiap waktu dengan contoh gerakan kaki menekan kaki keatas, melompat dan twist. Sedangkan pada senam aerobik mengarah pada gerakan kaki meninggalkan lantai atau berada di udara dengan contoh gerakan loncat, power moves, lompat segap dll. Sedangkan gabungan dari ketiga macam benturan atau impact diatas dapat disebut mix impact yang artinya dalam rangkain gerakan senam aerobik mix impact tersebut adalah kombinasi dan campuran dari senam aerobik low impact, moderat impact dan high impact.

c. Jenis Senam Aerobik

(21)

cd karya Berty Tyilarso, Rudi Pocco-Pocco, Ester Suwito dll. Aerobik dapat pula dilakukan secara berkelompok misalnya dipusat-pusat kebugaran, instansi dinas, jumat dan minggu pagi serta acara-acara lainnya.

Pembagian senam aerobik cara melakukan dan musik pengiring, yaitu :

a) Low impact aerobics (senam aerobik aliran gerakan ringan) b) Hight impact aerobics (senam aerobik aliran gerakan keras) c) Discorobic (kombinasi antara gerakan-gerakan aerobik aliran

keras dan ringan disko.

d) Rock (kombinasi gerakan-gerakan aerobik dan ringan dan serta gerakan-gerakan rock and roll)

e) Aerobic Sport (kombinasi gerakan-gerakan keras dan ringan serta gerakan-gerakan kalestetik/ kelentukan)

Jenis senam aerobik berdasarkan tingkat benturan kaki terdapat 3 macam low impact, hight impact, dan moderat impact. Tingkat benturan adalah tingkat salah satu sentuhan kaki terhadap lantai. Berikut akan diurakan mengenai benturan kaki low impact.

d. Tujuan dari Senam Aerobik

Tujuan dari senam aerobik adalah :

(22)

b) Pembentukan tubuh. Gerakan yang dipilih harus mengandng kalestenik yang memenuhi tuntutan teknik dan ketentuan anatomis tertentu.

e. Manfaat Melakukan Senam Aerobik

Melakukan aktivitas olahraga senam aerobik dengan takaran yang pas dan ideal akan membawa banyak manfaat bagi seseorang. Berikut ini manfaatnya (Nelly, 2009 dalam Indrawan 2008):

a) Melatih jantung, paru dan peredaran darah sehingga dapat bekerja secara efektif dan efisien.

b) Melatih kekuatan otot tertentu sehingga otot-otot tersebut terlihat lebih kuat dan kencang.

c) Meningkatkan kelenturan tubuh dan lain-lain.

Manfaat lainnya adalah (Nelly, 2009 dalam Irawan 2008): a) Meningkatkan fungsi jantung. Dengan menaikkan detak

jantung selama minimal 20 menit, meningkatkan daya tahan dan kekuatannya.

b) Meningkatkan kinerja paru-paru seperti bagian lain dari tubuh. Aerobik membantu untuk memperluas paru-paru dan meningkatkan stamina dan kekuatan.

(23)

Setelah daya tahan dibangun, akan lebih mudah untuk menyelesaikan latihan dalam jumlah yang relative singkat. d) Membantu untuk menurunkan berat badan karena dalam

latihan aerobik memanfaatkan oksigen secara maksimal, sehingga dapat meningkatkan metabolism tubuh atau pembakaran lemak.

e) Menjadi awet muda, karena latihan aerobik juga memiliki efek signifikan pada kesehatan otak pada saat terjadi proses penuaan, sehingga dapat memperbaiki kemampuan memori atau daya ingat, dan meningkatkan kemampuan fungsi organ tubuh.

f) Mingkatkan sistem kekebalan tubuh, selain itu juga dapat meningkatkan daya ingat dan konsentrasi seseorang.

g) Melawan depresi. Kegiatan aerobik yang teratur telah dikenal untuk meningkatkan mood seseorang dan mambantu membendung efek depresi.

h) Latihan aerobik meningkatkan koordinasi. Terutama saat kita lanjut usia, koordinasi penting untuk gaya hidup sehat.

f. Terapi Senam Aerobik Low Impact

(24)

gerakan senam yang terstruktur, ritmik dengan diiringi musik yang semangat untuk mencapai perbedaan jumlah score pre-test dan post-test pada sampel.

Sistematik latihan senam aerobik low impact tidak terlepas dari sistematika umum berolahraga yang terdiri dari tiga fase yang terdiri dari ( Anonim, 2012) :

a) Pemanasan (warming up)

Dalam fase ini dapat menggunakan pola warming up yang didahului dulu kegiatan stretching atau penguluran otot-otot tubuh dengan dilanjutkann dengan gerakan dinamis pemanasan. Pola yang kedua yaitu kebalikan dari pola yang pertama dimana seseorang melakukan pemanasan dinamis dulu kemudian dilanjutkan dengan melakukan kegiatan penguluran ottot-otot tubuh atau stretching.

Kegiatan pemanasan atau warming up ini memiliki tujuan untuk : meningkatkan elastisitas otot dan ligament disekitar persendian untuk mengurangi resiko cidera, meningkatkan suhu tubuh dan denyut nadi sehingga mempersiapkan diri agar siap menuju keaktivitas utama yaitu aktivitas latihan.

(25)

urutannya adalah kepala, lengan, dada, pinggang dan kaki. Begitu pula sebaliknya.

b) Kegiatan Inti

Fase latihan adalah fase utama dari sistematika latihan senam aerobik. Dalam fase inni target latihan haruslah tercapai. Salah satu indikator latihan telah memenuhi target adalah dengan memprediksi bahwa latihan tersebut telah mencapai training zone. Training zone daerah ideal denyut nadi dalam fase latihan. Rentang training zone adalah 60%-90% dari denyut nadi maksimal seseorang (DNM). Denyut nadi yang dimiliki oleh setiap orang berbeda tergantung dari tingkat usia seseorang. Berikut ini rumus untuk mencari denyut nadi maksimal seseorang (DNM) : DNM = 220 – usia (tahun). Umumnya rumus ini digunakan untuk atlit. Sedangkan rumus menghitung deyut nadi maksimal bagi orang awam atau bukan atlit adalah : SDNM = 200 – usia (tahun). Dalam senam aerobik, fase ini dapat dilakuakan dengan aktivitas senam aerobik low impact, moderate impact, hight impact maupun mix impact selama 25-55 menit.

c) Pendinginan (Cooling down)

(26)

mendekati awal dari latihan. Pemililhan gerakan pendinginan ini harus merupakan gerakan penurunan dari intensitas tinggi ke gerakan intensitas rendah.

Ditinjau dari segi faal, perubahan dan penurunan intensitas secara bertahap tersebut berguna untuk mengindari penumpukan asam laktat yang akan menyebabkan kelelahan dan bagian tubuh atau otot tertentu.

Pada gerakan senam aerobik low impact maka salah satu kaki selalu berada dan menapak setiap waktu. Berikut ini adalah gerakan kaki senam aerobik low impact :

1) Single step (langkah tunggal)

Langkahkan kaki kenan kearah kanan lanjutkan dengan membawa kaki kiri kea rah kaki kanan dan menutup langkah (hitungan 1 pake angka)

2) Doble step (Langkah ganda)

Langkahkan kaki ke kanan kea rah kanan, lanjutkan dengan membawa kaki kiri ke arah kanan dan menutup langkah (hitungan 1). Lakukan hitungan 1 sekali lagi atau kearah kanan (hitungan 2).

3) V step (Langkah segitiga)

(27)

bawa kembali kaki kanan ke posisi awal (3) dan bawa kaki kiri kembali ke posisi awal (4).

4) Berjalan

Melangkah maju mundur. Hamper sama dengan doble step, hanya dalam penggunaan langkah kaki kiri tidak menutup langkah ke kaki kanan (pada hitungan 1) melainkan bahwa kaki kiri disisi belakang kaki kanan. Salah satu kaki menapak dilantai, kaki lainnya digunakan untuk mengangkat lutut.

2. Senam Diabetes

a. Definisi

(28)

ketahanan jantung paru (endurance) dengan mempertahankan keseimbangan otot kanan dan kiri (Kemenpora, 2010).

b. Manfaat Senam Diabetes Melitus

Manfaat latihan jasmani menurut Misnadiarly (2006) meliputi: a) Membantu membakar kalori dan dapat mengurangi berat

badan.

b) Meningkatkan jumlah reseptor pada dinding sel tempat insulin melekatkandiri.

c) Meningkatkan kadar HDL dan mengurangi kadar LDL. d) Membantu melepaskan kecemasan, stres dan ketegangan

sehingga

e) Memberikan rasa sehat dan bugar.

c. Prinsip Senam Diabetes Melitus

Menurut Kemenpora (2010), latihan sebaiknya dilakukan sesuai dengan prinsip FITTE (Frequency, Intensity, Timing, Type, and Enjoyment) yaitu:

a) Frekuensi Latihan (frequency)

(29)

saat latihan dan diikuti oleh periode pemulihan yang memadai, sehingga tidak terjadi efek kelebihan beban yang dalam jangka panjang akan dapat menimbulkan over training. b) Intensitas Latihan (intensity)

Intensitas latihan adalah jumlah pembebanan agar organ tubuh mendapatkan situasi beban lebih (over loading) dan merupakan stimulus agar organ berkembang untuk meningkatkan kemampuannya. Intensitas latihan merupakan faktor terpenting dalam latihan jasmani. Untuk mendapatkan kebugaran jasmani, latihan harus dilakukan dalam takaran cukup. Intensitas latihan secara sederhana dapat diukur dengan menghitung denyut nadi saat latihan. Denyut nadi maksimal (Maximum Heart Rate) biasanya ditentukan berdasarkan perkiraan denyut nadi maksimal sesuai dengan umur, atau dapat dihitung dengan rumus Maximum Heart Rate (MHR) = 220–umur dalam tahun. Intensitas yang disarankan untuk mendapatkan manfaat kesegaran jasmani adalah 60 – 80% denyut nadi maksimun dan dipertahankan selama15 – 30 menit.

c) Waktu Latihan (timing)

(30)

diharapkan. Perlu diperhatikan beberapa hal saat latihan, antara lain:

1) Latihan sebaiknya tidak dilakukan pada saat udara sangat panas atau terik matahari.

2) Latihan sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan besar.

3) Latihan sebaiknya tidak dilakukan saat mendekati waktu istirahat, karenaakan menunda rasa kantuk. 4) Latihan sebaiknya dipantau secara teliti, untuk

mencegah terjadinya penurunan kadar gula darah secara tiba-tiba (hypoglikemik). Klien yang mengalami diabetes mellitus disarankan melakukan latihan fisik minimal 30 menit.

d) Bentuk Latihan (type)

(31)

e) Menyenangkan (enjoyment)

Latihan yang dilakukan dapat memberikan efek kesenangan dan rasa gembira sehingga seseorang merasa tidak bosan dan melakukan senam dengan sungguh-sungguh. Menurut Mansjoer (2000), olah raga sebaiknya dilakukan sesuai dengan program CRIPE yaitu:

1) Continous, dilakukan terus menerus selama 30-60

menit tanpa berhenti.

2) Rhytmical, dilakukan secara berirama dan teratur. 3) Interval, dilakukan berselang-seling. Kadang cepat,

kadang lambat, tetapi tanpa berhenti.

4) Progressive, latihan dilakukan secara bertahap dengan beban latihanditingkatkan pelan-pelan.

5) Endurance, latihan ketahanan untuk meningkatkan

kesegaran jantung dan pembuluh darah.

d. Tahapan Senam Diabetes Melitus

Menurut Sudoyo et al., (2006) dan Sustrani et al., (2006), senam sehat diabetes mellitus terdiri dari 4 tahapan yang terdiri dari:

a) Pemanasan (warm-up)

(32)

serta diperlukan untuk menghindari cidera. Pemanasan ini cukup dilakukan selama 5 – 10 menit.

b) Latihan inti (conditioning)

Tahap ini di usahakan denyut nadi mencapai THR untuk mendapatkan manfaat latihan, apabila dibawah THR maka latihan tersebut tidak bermanfaat dan apabila berlebihan akan menimbulkan risiko yang tidak diinginkan. c) Pendinginan (cooling-down)

Tahap ini dilakukan untuk mencegah penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan nyeri pada otot setelah melakukan latihan jasmani, atau pusing akibat masih terkumpulnya darah pada otot yang aktif. Pendinginan dilakukan selama kurang lebih 5 – 10 menit hingga denyut jantung mendekati denyut nadi saat istirahat.

d) Peregangan (streching)

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan dan melenturkan otot otot yang masih teregang dan menjadikan lebih elastis.

(33)

Keterangan :

= Tidak diteliti

= Diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Sumber : Sidartawan (2013), Sarwono (2012) Faktor-faktor yang

mempengaruhi penyakit DM Tipe2 :

Genetik Imunologi Lingkungan Usia Obesitas Kelompok etnik atau ras tertentu Pola makan Stress

Inhibitor Glukosidase Alfa

Meglitinida

Kadar Glukosa Darah

Penatalaksanaan Non- Farmakologis :

Edukasi

Terapi gizi medis Latihan jasmani : a.Tai chi

b.Senam DM c.Yoga d.Aerobik

- Low impact - Moderate impact - High impact

Faktor- faktor yang

mempengaruhi kadar glukosa

darah :

Glukotoksisitas

Lipotoksisitas

Penumpukan amiloid

Resistensi insulin

- Low impact DM Tipe

2

DM

(34)

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

B. Hipotesis

Menurut Burn dan Grove, (2005), hipotesis penelitian meliputi 2 (dua) macam yaitu hipotesis mayor dan hipotesis minor. Pada penelitian ini dijelaskan hanya satu hipotesis saja, karena variable dependennya sudah spesifik atau tidak ada sub variabelnya. Hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. Ada perbedaan kadar gula darah sewaktu sebelum dan sesudah dilakukan senam aerobik dan senam DM pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

b. Ada perbandingan efektifitas senam aerobik dan senam DM terhadap penurunan kadar gula darah sewaktu pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Senam DM Wash out

GDS pre Pasien

DM tipe II

GDS post GDS

pre

Senam aerobik low

impact

Gambar

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Gula Darah
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Transaksi pembelian alat kesehatan habis pakai di Rumah Sakit Kasih ibu dilakukan secara rutin karena alat kesehatan habis pakai merupakan bagian penting dalam kegiatan

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Voltmeter untuk mengukur tegangan antara dua titik, dalam hal ini adalah tegangan pada lampu 3, voltmeter harus dipasang secara paralel dengan beban yang hendak diukur, posisi

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat yang tak berkesudahan serta anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Sebaliknya siswa yang memiliki persepsi negatif terhadap gaya kepemimpinan guru akan mengakibatkan siswa menjadi malas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas dan

Berdasarkan pada kelebihan-kelebihan pemanfaatan TIK dan aplikasi perangkat lunak tersebut maka dalam penelitian ini akan diamati pengaruh aplikasi perangkat

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan