• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Motivasi Belajar

2.1.1. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif/daya menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu. Dalam hal belajar motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Thursan Hakim (2000 : 26) mengemukakan pengertian motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut.

Pengertian motivasi yang lebih lengkap menurut Sudarwan Danim (2004) motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Motivasi paling tidak memuat tiga unsur esensial, yakni : (1) faktor pendorong atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal, (2) tujuan yang ingin dicapai, (3) strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Dapat disimpulkan motivasi adalah keinginan untuk melakukan suatu tindakan. Suatu kondisi di mana keinginan-keinginan (needs) pribadi dapat mencapai kepuasan. Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan

(2)

7

hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan sistuasi sehingga menimbulkan motivasi atau dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu lain atau organisasi.

2.1.2. Jenis-Jenis Motivasi

Menurut Sunarto (2008) motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik sedangkan faktor di luar diri disebut ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Sedangkan faktor ekstrinsik dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena pengaruh pimpinan, kolega atau faktor-faktor lain yang kompleks.

Whandi (2008) menjelaskan bahwa motivasi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik:

1) Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal yang tiimbul dari dalam diri pribadi seseorang itu sendiri, seperti system nilai yang dianut, harapan, minat, cita-cita, dan aspek lain secara internal melekat pada seseorang.

2) Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi eksternal yang muncul dari luar diri pribadi seseorang, seperti kondisi lingkungan kelas sekolah, adanya ganjaran berupa hadiah (reward) bahkan karena merasa takut oleh hukuman (punishment) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi.

(3)

8 2.1.3. Fungsi Motivasi

Sutisna Sanjaya (2007) menjelaskan bahwa fungsi motivasi dalam pembelajaran dibagi menjadi tiga, antara lain:

1) Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.

2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Sardiman (2007) menjelaskan bahwa fungsi motivasi ada tiga, antara lain:

1) Mendorong manusia untuk berbuat, motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2) Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak diicapai, sehingga motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

3) Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan dan serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Menurut Hamalik (2000) ada tiga fungsi motivasi, antara lain:

1) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar.

(4)

9

2) Sebagai pengarah artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan.

3) Sebagai penggerak, berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

2.1.4. Motivasi Belajar

Handayani (2003) menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah faktor pendukung yang dapat mengoptimalkan kecerdasan anak dan membawanya meraih prestasi. Menurut Sunarto (2008) motivasi belajar adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong oleh keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang dari luar.

Dengan motivasi belajar, maka siswa/peserta didik dapat mempunyai intensitas dan kesinambungan dalam proses pembelajaran/pendidikan yang diikuti. Jadi motivasi belajar adalah rangsangan, dorongan atau keinginan baik dari dalam diri seseorang atau dari luar untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya

Motivasi instrinsik merupakan motivasi yang timbul sebagai akibat dari dalam diri individu tanpa ada paksaan dan dorongan dari orang lain, misalnya anak mau belajar karena ingin memperoleh ilmu pengetahuan atau ingin mendapatkan keterampilan tertentu, ia akan rajin belajar tanpa ada suruhan dari orang lain. Sebaliknya motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau belajar.

(5)

10

2.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Raymond dan Judith (2004) mengungkapkan ada empat pengaruh utama terhadap motivasi belajar seorang anak yaitu

1. Budaya. Masing-masing kelompok atau etnis telah menetapkandan menyatakan secara tidak langsung nilai-nilai yang berkenaan dengan pengetahuan baik dalam pengertian akademis maupun tradisional. Nilai-nilai itu terungkap melalui pengaruh agama, undang-undang politik untuk pendidikan serta melalui harapan-harapan orang tua yang berkenaan dengan persiapan anak-anak mereka dalam hubungannya dengan sekolah. Hal–hal ini akan mempengaruhi motivasi belajar anak.

2. Keluarga. Berdasarkan penelitian orang tua memberi pengaruh utama dalam memotivasi belajar seorang anak. Pengaruh mereka terhadap perkembangan motivasi belajar anak-anak memeberi pengaruh yang sangat kuat dalam setiap perkembangannya dan akan terus berlanjut sampai habis masa SMA dan sesudahnya. 3. Sekolah. Ketika sampai pada motivasi belajar, para gurulah yang

membuat sebuah perbedaan. Dalam banyak hal mereka tidak sekuat seperti orang tua. Tetapi mereka bisa membuat kehidupan sekolah menjadi menyenangkan atau menarik. Dan kita bisa mengingat seorang guru yang memenuhi ruang kelas dengan kegembiraan dan harapan serta membukakan pintu-pintu kita untuk menemukan pengetahuan yang mengagumkan.

4. Diri anak itu sendiri. Murid-murid yang mempunyai kemungkinan paling besar untuk belajar dengan serius, belajar dengan baik dan masih bisa menikmati belajar, memiliki perilaku dan karakter pintar, berkualitas, mempunyai identitas, bisa mengatur diri sendiri sudah pasti mempengaruhi motivasi belajarnya.

(6)

11

Azzahhy (2009) menjelaskan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, yaitu:

1) Cita-cita atau aspirasi peserta didik

Cita-cita atau aspirasi peserta didik akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar. Cita-cita atau aspirasi peserta didik akan berlangsung dalam waktu yang sangat lama bahkan berlangsung sepanjang hayat, timbulnya bersamaan dengan perkembangan akal, moral, kemauan bahasa dan nilai-nilai kehidupan, juga perkembangan kepribadian. Cita-cita atau aspirasi peserta didik akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik, sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.

2) Kemampuan peserta didik

Keinginan peserta didik perlu diikuti dengan kemampuan atau kecakapan untuk mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi peserta didik melaksanakan tugas-tugas perkembangan.

3) Kondisi peserta didik

Kondisi peserta didik yang meliputi kondisi jasmani dan rohani yang mempengaruhi motivasi belajar. Kondisi jasmani dan rohani peserta didik yang terganggu akan berpengaruh pada peserta didik dalam hal memusatkan perhatian belajar.

4) Kondisi lingkungan peserta didik

Lingkungan peserta didik dapat berupa keadaan alam tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai anggota masyarakat peserta didik dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Kondisi lingkungan yang baik akan memperkuat motivasi belajar.

(7)

12

5) Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran

Peserta didik memiliki perasaan, perhatian, kemauan ingatan pengalaman hidup.Lingkungan peserta didik berupa keadaan alam lingkungan tempat tinggal dan pergaulan juga mengalami perubahan. Lingkungan budaya peserta didik yang berupa surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain semakin menjangkau peserta didik. Semua lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajar. Pengajar profesional diharapkan mampu memanfaatkan kondisi dinamis tersebut dalam pembelajaran untuk memotivasi belajar.

6) Upaya pengajar dalam membelajarkan peserta didik

Pengajar dalam tugas profesionalnya mengharuskan dia belajar sepanjang hayat selain dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya yang juga dibangun. Lingkungan sosial pengajar perlu diperhatikan oleh pengajar. Partisipasi dan teladan memilih perilaku yang baik sudah merupakan upaya pembelajaran peserta didik. Upaya pengajar membelajarkan peserta didik meliputi pemahaman tentang diri peserta didik dalam rangka kewajiban tertib belajar, pemanfaatan pengetahuan berupa hadiah, kritik, hukuman secara tepat guna dan mendidik cinta belajar.

Dilihat dari peranannya, maka orang tua dan guru paling berpengaruh dalam rangka memotivasi belajar siswa. Kerja sama antara kedua komponen ini akan menghasilkan kekuatan luar biasa yang bisa menumbuhkan motivasi belajar anak. Untuk menghasilkan kolaborasi dalam rangka mencapai tujuan yang baik maka pola kerja sama antara ke duanya harus dirancang sedemikian rupa. Kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh orang tua dan guru harus teridentifikasi dengan jelas.

(8)

13

Karena dengan memahami kekuatan dan kelemahan guru dan orang tua akan dapat membuat rancangan yang tepat untuk menumbuhkan motivasi anak.

2.1.6. Aspek-aspek Motivasi Belajar

Ada enam aspek yang mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi belajar siswa, yang dikemukakan oleh Kurniawan (dalam Manoppo,2005) :

a. Tuntutan belajar yaitu seberapa besar dorongan siswa untuk belajar dengan rasa tanggung jawab yang tinggi.

b. Sasaran terhadap prestasi belajar yaitu seberapa tinggi target prestasi belajar yang dijadikan tujuan akhir.

c. Tingkat realistis dalam usaha mencapai prestasi belajar yaitu seberapa besar usaha mencapai target prestasi belajar dengan cara yang realistis.

d. Ketahanan belajar dalam situasi yaitu seberapa besar usaha siswa yang bertahan dalam situasi apapun.

e. Pemanfaatan peluang untuk belajar yaitu seberapa besar usaha siswa dalam memanfaatkan waktu luang atau kesempatan belajar lain seperti beasiswa untuk belajar.

f. Keterlibatan dalam kegiatan belajar yaitu seberapa jauh siswa menyukai hal yang dipelajari sehingga aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar.

2.2. Persepsi Siswa

2.2.1. Pengertian Persepsi Siswa

Persepsi adalah pandangan atau pendapat mengenai sesuatu yang telah dilihatnya (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Walgito

(9)

14

(2003) menyatakan bahwa persepsi perupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensori.

Menurut Walgito (1994) persepsi merupakan suatu proses yang didahului penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Individu kemudian melakukan pengorganisasian dan interpretasi terhadap stimulus yang diindera tersebut, sehingga dapat disadari dan dimengerti.

Moskowitz dan Orgel dalam Walgito (1994) mengemukakan bahwa persepsi merupakan proses yang terintegrasi dari individu terhadap stimulus yang diterimanya sehingga seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti pengalaman, emosi, kemampuan berfikir serta aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu ikut berperan aktif dalam proses tersebut. Proses yang terintegrasi tersebut menyebabkan stimulus yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh individu yang berbeda pula.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi siswa adalah pandangan atau pendapat mengenai sesuatu yang telah dilihat oleh siswa.

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Walgito (2003) ada beberapa faktor yang berperan dalam persepsi diantaranya:

a. Objek yang dipersepsikan

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsikan, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu

(10)

15

yang bersangkutan yang langsung mengenai saraf penerima yang langsung mengenai reseptor. Namun sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu.

b. Alat indera atau reseptor

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syaraf sensori sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu sebagai pusat kesadaran.

c. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi.

2.3. Gaya Kepemimpinan Guru

2.3.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan Guru

Menurut Engkoswara dan Aan Komariah (2010), gaya kepemimpinan merupakan norma atau dapat juga diartikan sebagai pola perilaku dalam memperagakan kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan diartikan sebagai pola tindak seseorang dari seorang pemimpin sebagai ciri kepemimpinannya. Definisi kepemimpinan hampir sama banyaknya dengan jumlah orang yang mencoba mendefinisikan konsep tersebut antara lain :

- Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas- aktivitasnya suatu kelompok ke tujuan yang ingin dicapainya bersama.

- Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.

(11)

16

Gaya kepemimpinan akan menentukan sejauh mana efektivitas kepemimpinan, karena seorang pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan yang tepat, akan dapat mengoptimalkan dan memaksimalkan kepemimpinannya. Para pakar manajemen mendekati konsep efektivitas kepemimpinan dari segi sikap perilaku pemimpin, dengan anggapan bahwa kemampuan untuk membangkitkan, menggerakkan, dan mengarahkan orang-orang yang dipimpin, agar mengikuti kemauan pemimpinnya tergantung pada gaya kepemimpinan dari pemimpin tersebut.

Gaya kepemimpinan guru adalah pola tindakan yang dilakukan guru, yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan siswa. Pola tindakan yang perlu dimiliki guru adalah pola tindak yang berorientasi pada tugas, dan yang berorientasi pada hubungan. Pola tindakan yang berorientasi pada tugas bertujuan untuk membantu siswa terutama yang mempunyai kemampuan melakukan tugas rendah, agar dapat menyelesaikan tugas dengan benar. Pola tindak yang berorientasi pada hubungan bertujuan untuk mengkondisikan situasi kelas/belajar mengajar (memotivasi atau menstimulasi atau mempengaruhi), agar tugas/kegiatan guru dan siswa dapat dilakukan dengan tepat.

2.3.2. Gaya atau Tipe Kepemimpinan Guru

Sekolah dan kelas adalah suatu organisasi, dimana guru adalah sebagai pemimpinnya. Guru berkewajiban mengadakan supervisi atas kegiatan belajar murid, membuat rencana pengajaran bagi kelasnya, mengadakan manajemen belajar sebaik-baiknya, melakukan manajemen kelas, mengatur disiplin kelas secara demokratis (Hamalik, 2004:124). Guru sebagai pemimpin dalam kegiatan belajar mengajar akan memiliki pola perilaku yang khas dalam mempengaruhi para murid yang disebut

(12)

17

gaya kepemimpinan guru. Menurut Ahmad Rohani (2004:130) gaya atau tipe kepemimpinan guru ada tiga yaitu:

1. Otoriter, dengan gaya kepemimpinan otoriter guru, peserta didik hanya akan aktif kalau ada guru dan kalau guru tidak mengawasi maka semua ativitas menjadi menurun. Aktivitas proses belajar mengajar sangat tergantung pada guru dan menuntut sangat banyak perhatian guru.

2. Laizzes faire, gaya kepemimpinan yang laissez faire biasanya tidak produktif walaupun ada pemimpin, kalau guru ada peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya ingin diperhatikan. Dalam kepemimpinan ini biasanya aktivitas peserta didik lebih produktif kalau gurunya tidak ada.

3. Demokratis, tipe (gaya) kepemimpinan guru yang demokratis lebih memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru dan peserta didik dengan dasar saling memahami dan saling mempercayai. Sikap ini dapat membantu menciptakan iklim yang menguntungkan bagi terciptanya kondisi proses belajar mengajar yang optimal, peserta didik akan belajar secara produktif baik pada saat diawasi guru maupun tanpa diawasi guru.

2.3.3. Aspek Gaya Kepemimpinan Guru

Menurut Muhibbin Syah (2006:253) ada empat aspek gaya kepemimpinan guru yaitu :

1. Kekuasaan di dalam kelas 2. Pemberian instruksi

3. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengungkapkan pendapat

(13)

18

1.4. Persepsi Siswa terhadap Gaya Kepemimpinan Guru

Persepsi siswa adalah pandangan atau pendapat mengenai sesuatu yang telah dilihat oleh siswa. Sedangkan gaya kepemimpinan guru adalah pola tindakan yang dilakukan guru, yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan siswa. Dapat dikatakan bahwa persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan guru adalah cara pandang siswa terhadap pola tindakan yang dilakukan guru, yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan siswa.

1.5. Hubungan antara Persepsi Siswa terhadap Gaya Kepemimpinan Guru dan Motivasi Belajar Siswa

Dalam melakukan kegiatan dan proses belajar, terutama saat menuntut ilmu di pendidikan formal, diperlukan motivasi guna memaksimalkan hasil dari kegiatan dan proses belajar tersebut. Motivasi mempunyai peran yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Dalam kegiatan belajar motivasi dapat dikatakan sebagai seluruh daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Motivasi sangat diperlukan sebab seseorang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.

Gaya memimpin kelas memberikan bobot tersendiri bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, dalam mentransfer materi pelajaran pada siswa. Kemampuan siswa akan menentukan apa yang harus dilakukan guru agar materi pelajaran yang diajarkan dapat diterima, dipahami siswa, serta tujuan pengajaran dapat dicapai. Kemampuan siswa diistilahkan oleh Hersey & Blanchard sebagai tingkat kematangan siswa, yaitu : rendah, moderat, dan tinggi. Masing-masing tingkat kematangan ini memerlukan gaya kepemimpinan yang berbeda. Kesiapan/kondisi kemampuan siswa yang tidak sama satu dengan

(14)

19

yang lain merupakan faktor yang nyata ada dalam kelas dan tidak bisa dihilangkan. Oleh karena itu pengelolaan kelas yang harus dilakukan guru, salah satunya untuk mengatasi hal tersebut, dan siswa tetap dapat menerima materi pelajaran serta berprestasi.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sari (2010) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan gaya kepemimpinan dan kreativitas secara simultan terhadap prestasi belajar siswa.

Situasi kelas yang termotivasi dapat mempengaruhi proses belajar maupun tingkah laku siswa. Siswa yang termotivasi untuk belajar akan sangat tertarik dengan berbagai tugas belajar yang sedang mereka kerjakan; menunjukkan ketekunan yang tinggi; variasi aktivitas belajar merekapun lebih banyak. Di samping keterlibatan mereka dalam belajar lebih besar, mereka juga kurang menyukai tingkah laku yang menyimpang yang akan menimbulkan permasalahan disiplin.

B. F. Skinner (Prayitno, 1989), mengemukakan bahwa motivasi siswa sangat ditentukan oleh lingkungannya. Oleh karena itu siswa akan termotivasi dalam belajar jika lingkungan belajar dapat memberikan rangsangan sehingga siswa tertarik untuk belajar. Guru, demikian kata Skinner, harus menyusun lingkungan atau suasana belajar secara bijaksana sehingga siswa termotivasi untuk belajar.

Guru bertanggung jawab untuk membina hubungan sosial yang akrab, ramah, dan saling menolong dalam belajar. Oleh karena itu hubungan sosial yang berorientasi akademis hendaklah dikembangkan oleh guru agar kegiatan kerjasama diarahkan untuk mencapai tujuan akademis. Guru adalah orang yang bertanggung jawab untuk terciptanya hubungan sosial di dalam kelas yang benar-benar menunjang pencapaian tujuan belajar.

Menurut Irwan Nasution dan Syafaruddin, yang menjalankan kepemimpinan dalam pembelajaran adalah guru, karena proses mempengaruhi

(15)

20

murid agar mau belajar dengan sukarela dan senang memungkinkan tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik. Semakin senang perasaan (enjoyable) anak dalam mengikuti pembelajaran, diharapkan tujuan pembelajaran yaitu perubahan tingkah laku siswa tercapai secara optimal. Guru sebagai pemimpin dalam proses pengajaran, berperan dalam mempengaruhi atau memotivasi siswa agar mau melakukan pekerjaan yang diharapkan sehingga pekerjaan guru dalam mengajar menjadi lancar, murid paham dan menguasai materi pelajaran sehingga tercapai tujuan pembelajaran.

Peranan guru, tipe kepemimpinan guru atau admisistrator akan mewarnai suasana emosional di dalam kelas. Tipe kepemimpinan yang lebih berat pada otoriter menghasilkan sikap siswa yang submissive atau apatis. Tetapi di pihak lain juga akan menumbuhkan sikap yang agresif. Kedua sikap siswa yaitu apatis dan agresif ini dapat merupakan sumber problema manajemen, baik yang sifatnya individual maupun kelompok kelas sebagai keseluruhan. Dengan tipe kepemimpinan yang otriter siswa hanya akan aktif kalau ada guru dan kalau guru tidak mengawasi maka semua aktivitas akan menurun. Aktivitas proses belajar mengajar sangat tergantung pada guru dan menuntut sangat banyak perhatian dari guru. Tipe kepemimpinan yang cenderung pada laissez faire biasanya tidak produktif walaupun ada pemimpin. Kalau ada guru, siswa lebih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya ingin diperhatikan. Dalam kepemimpinan tipe ini malahan biasanya aktivitas siswa lebih produktif kalau gurunya tidak ada. Tipe ini biasanya lebih cocok bagi siswa yang “innerdirected” di mana siswa akan aktif, penuh kemauan, berinisiatif dan tiidak selalu menunggu pengarahan. Akan tetapi kelompok siswa semacam ini biasanya tidak cukup banyak. Tipe kepemimpinan guru yang lebih menekankan kepada sikap demokratis lebih memungkinkan terbinanya sikap persahabatan guru dan siswa atass dasar saling memahami dan saling mempercayai. Sikap ini membantu menciptakan iklim yang menguntungkan

(16)

21

bagi terciptanya kondisi belajar mengajar optimal. Siswa akan belajar secara produktif baik saat diawasi guru maupun tanpa diawasi guru.

Menurut Davis (1996) dalam Irwan Nasution dan Syafaruddin, dalam konteks peran guru, memimpin adalah pekerjaan yang dilakukan oleh guru untuk memberikan motivasi, mendorong dan membimbing siswa sehingga mereka akan siap untuk mencapai tujuan belajar yang telah disepakati.

Bila siswa mempunyai pandangan yang negatif tentang gaya kepemimpinan guru maka siswa akan menjadi malas untuk mengikuti pelajaran, tidak termotivasi dan malas melakukan pekerjaan belajarnya. Gaya kepemimpinan guru selanjutnya akan dipersepsikan oleh siswa baik positif maupun negatif. Diharapkan persepsi siswa yang positif terhadap gaya kepemimpinan guru akan semakin meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Sebaliknya siswa yang memiliki persepsi negatif terhadap gaya kepemimpinan guru akan mengakibatkan siswa menjadi malas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas dan tidak termotivasi untuk belajar.

1.6. Hipotesis

H0 : rxy < 0 : Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan guru dan motivasi belajar siswa. H1 : rxy > 0: Ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi siswa

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengertian persepsi dan iklim kelas yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi guru terhadap iklim kelas merupakan penilaian guru

27 Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah pendekatan Evaluatif, (Jakarta : Rajawali, 1986), hlm.. 26 4) Guru harus menghindari terjadinya hal-hal yang dapat

Meningkatkan Kemampuan Guru Kelas 3 dan Meningkatkan Prestasi Belajar Calistung Siswa dalam Pembelajaran Tematik di Gugus Cut Nyak Dien Kecamatan Wanasari Brebes,

1) Bimbingan, maksudnya suatu model pembelajaran berfungsi menjadi acuan bagi guru dan siswa mengenai apa yang seharunya dilakukan, memiliki desain intruksional yang

persepsi gaya kepemimpinan guru Bimbingan dan Konseling terhadap kepercayaan diri siswa. kelas XI SMK Negeri

Untuk itu, peneliti ingin memberikan pembaharuan kepada lembaga yang masih menggunakan gaya kepemimpinan transaksional menjadi gaya kepemimpinan transformasional

kedua unsur blended learning tersebut dimaksudkan bahwa dalam proses belajar mengajar guru tetap berada didalam kelas, hanya saja siswa mendapatkan materi pembelajaran mereka

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar siswa, yaitu: 1 persepsi