REFLEKSI HUKUM HARTA PERKAWINAN DALAM HUKUM
ADAT MELAYU
TESIS
Oleh :
SYAIFUL AZAM
037005026 / HK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Syaiful Azam : Refleksi Hukum Harta Perkawinan Dalam Hukum Adat Melayu, 2006
USU Repository © 2007
R E F L E K S I H U K U M H A R T A P E R K A W I N A N
Hukum Adat di Indonesia mengenal berbagai macam harta perkawinan (Huwelijks
goederenrecht) diantaranya, harta warisan atau hibah yang diperoleh salah satu pihak
suami atau isteri dan kerabatnya. Harta yang diperoleh salah satu pihak suami atau isteri atas usaha sendiri sebelum atau selama perkawinan. Harta yang diperoleh suami isteri dalam masa perkawinan atas usaha bersama, dan harta yang diperoleh dan hadiah-hadiah selama perkawinan. Tegasnya harta perkawinan adalah semua harta yang dikuasai suami isteri dalam ikatan perkawinan, baik harta yang dibawa kedalam perkawinan maupun harta yang diperoleh selama perkawinan. Hukum Islam tidak mengenal adanya lembaga harta bersama (gezinvermogen). Apa bila diperhatikan ketentuan asalnya, maka pada dasarnya harta suami isteri adalah terpisah baik harta bawaan masing-masing atau harta yang diperoleh oleh salah satu pihak atas usahanya sendiri maupun harta yang diperoleh salah seorang dan mereka karena hadiah atau hibah atau warisan sesudah mereka terikat dalam hubungan perkawinan. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, maka dicarikanlah jalan keluar dengan melakukan kaj ran yakni menggolongkan harta bersama ke dalam pembahasan syirkah dan menggolongkan harta bersama dalam pembahasan adat. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang harta kekayaan dalam perkawinan diatur pada Bab XIII pasal 85 – pasal 92. Pasal 85 mengatakan adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri. Ketentuan dalam pasal 37 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebut bahwa bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Dan yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Dengan demikian hukum adat masih diberi tempat oleh hukum nasional dalam menyelesaikan sengketa khususnya mengenai harta bersama apabila perkawinan putus karena perceraian. Dengan demikian mengenai status harta bawaan atau harta asal dalam perkawinan sebenarnya tidak menjadi masalah. Oleh karena didalam berbagai aturan hukum seperti hukum adat, hukum Islam, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 kecuali dalam KUHPerdata sudah mengatur secara jelas dan tegas bahwa harta bawaan itu
1)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4)
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Syaiful Azam : Refleksi Hukum Harta Perkawinan Dalam Hukum Adat Melayu, 2006
Syaiful Azam : Refleksi Hukum Harta Perkawinan Dalam Hukum Adat Melayu, 2006
USU Repository © 2007
penguasaan dan pemilikannya tetap berada dibawah kekuasaan masing-masing pihak dan suami dan atau isteri yang membawa harta tersebut kedalam perkawinan. Kecuali para pihak mengadakan perjanjian perkawinan. Suku Melayu yang hidup dan berkembang bersama-sama dengan etnis lainnya di Indonesia, mengenai hukum adatnya sangat dipengaruhi oleh hukum Islam. Pada masyarakatnya masih melekat nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam aturan hukum Islam yang merupakan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam prbuatan-perbuatan / tindakan hukum lainnya.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dan 6 (enam) desa. Responden dari penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Hamparan Perak yang ditetapkan secara purposive yaitu masyarakat yang pernah atau sedang terlibat dalam suatu penyelesaian mengenai Harta Perkawinan. Terhadap mereka dilakukan wawancara langsung dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun. Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap, wawancara khusus dilakukan dengan beberapa tokoh masyarakat. Data dianalisis secara sistematis dengan memakai metode indukatif dan deduktif. Untuk melengkapi hasil penelitian juga dilakukan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masyarakat Melayu di Kecamatan Hamparan Perak, harta perkawinan merupakan persoalan yang sangat penting. Salah satu tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal serta membangun, membina dan memelihara hubungan kekerabatan yang rukun dan damai disamping untuk memperoleh keturunan. Harta perkawinan dipergunakan untuk kebutuhan hidup keluarga, pendidikan anak serta bekal di kemudian hari. Harta perkawinan terbagi atas 2 (dua) bagian, yakni harta bawaan yang meliputi harta pusaka dan harta bersama (harta syarikat) yaitu harta pencaharian yang diperoleh bersama dalam satu perkawinan (suami isteri). Hak Syarikat tidak mengenal harta bawaan dari masing-masing pihak. Harta "Syarikat" didasarkan kepada pengertian saham yang sama diberikan dalam suatu kehidupan seperti, suami berusaha dan mencari nafkah di luar rumah dan isteri berupa mengurus keselamatan rumah tangga dan memelihara (mendidik) anak-anak. Kedudukan harta perkawinan setelah terjadinya putus perkawinan baik kerena perceraian maupun putus karena kematian, terhadap harta pusaka pembagiannya dituruti sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Sedangkan mengenai harta syarikat, hak masing-masing pihak adalah 50 % (setengah) dan harta pencaharian. Sementara itu isteri mendapat tambahan 1/8 (seperdelapan) dan harta pusaka peninggalan suami. Pada perkembangannya dewasa ini, masalah penanganan kasus harta perkawinan diselesaikan didalam keluarga kedua belah pihak suami isteri, secara musyawarah mufakat dan jika perlu dihadiri pula oleh para fungsionaris adat (pengetua adat, alim ulama). Lembaga peradilan merupakan upaya terakhir, apabila berbagai cars telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah harta perkawinan tidak juga berhasil.