DATA INFORMAN
1. Nama : Muhammad Rezza Akmal ( Rezza ) Lahir : Tembilahan, 25 Desember 1993 Usia : 22 Tahun
Kuliah di : Jurusan Psikologi UIN Suska Riau 2011
Profil : Ketua Umum Sanggar Latah Tuah UIN Suska Riau Periode 2014-2015
2. Nama : Kelik Runiardiyanto ( Abii ) Lahir : Batam, 27 Maret 1992 Usia : 23 Tahun
Kuliah di : Jurusan Teknik Informatika di UIN Suska Riau 2010 Profil : Anggota Sanggar Latah Tuah sejak Angkatan ke 14
Desain Grafis.
3. Nama : Aldi Mukhlisin ( Aldi ) Lahir : Tembilahan, 15 April 1992 Usia : 23 Tahun
Kuliah di : Teknik Informatika Fakultas Sains&Teknologi Profil : Anggota Sanggar Latah Tuah sejak Angkatan ke 14
Pemusik.
4. Nama : Rahmat Indra ( Boris ) Lahir : Tembilahan, 31 Maret 1993 Usia : 22 Tahun
Kuliah di : Fakultas Ekonomi Acounting
Profil : Anggota Sanggar Latah Tuah sejak Angkatan ke 16
Penata Artistik
5. Nama : GP. Ade Dharmawi Lahir : Riau, 4 Juni 1963 Usia : 52 Tahun
Bekerja : Di Kebudayaan Melayu Riau
DAFTAR PUSTAKA
Akhsan, Permas dkk, 1999, Manajemen Organisasi Seni Pertunjukan, PPM, Jakarta. Amin, Muhammad (ed), 2013, Duanu yang terancam Punah, Yayasan Sagang, Riau. Dediansyah, 2007, Rendra : Seni Drama Untuk Remaja, Burung Merak Press, Jakarta Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Dharmawi, Ade G dkk, 2000, 10 Tahun Perjalanan Latah Tuah, Yayasan Sagang, Riau. Djelantik, A.A,M, 1999, Estetika Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia & The Ford Foundation, Bandung.
El Saptaria, Rikrik, 2006, Panduan Praktis Akting Untuk Film dan Teater: ACTING
Handbook, Rekayasa Sains, Bandung.
Mulia, Agus (ed). 2009. Raja Tebalek ’10 Naskah Drama Teater ‘O’. TEATER ‘O’ USU. Penerbit Madju Medan dan Garuda Plaza Hotel.
Murgianto, Sal. 1996 Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas-batas dan Arti
Pertunjukan. MSPI
Nainggolan, Kasiro, 2011, Skripsi Sarjana Etnomusikologi. Studi Deskriptif
Pertunjukan Makyong Cerita Putri Ratna oleh Sinar Budaya Grup Medan.
Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.
Nakagawa, Prof. Shin, 1999, Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Yayasan OBOR Indonesia.
Nettl, Bruno, 1983. The Study of Ethnomusicology: Twenty-nine issues and Concepts. Urbana, Illinois, Chicago, London: University of Illinois Press.
Riantiarno, Nano, 2008, Kitab Teater “Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan”, PT HM Sampoerna, Jakarta.
Siger, Hilton. 1996. Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas dan Arti
Pertunjukan. Yogyakarta, Jurnal MSPI.
Sumber Online:
Sumber Media Cetak/ Artikel >Riau Pos
BAB III
DESKRIPSI PERTUNJUKAN DUANU OLEH SANGGAR LATAH
TUAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
(UIN SUSKA) RIAU
3.1 Sejarah Cerita Duanu
Sejarah Cerita Duanu akan diuraikan dalam tulisan ini. Orang Duanu kerap dikenal dengan istilah Suku Kuala, Suku Nelayan, atau Suku Laut. Suku Laut ini ternyata terdapat juga di Kepulauan Riau (Kepri) dengan penamaan yang sama, padahal dengan komunitas dan cara hidup yang berbeda. Di Riau, komunitas ini sepenuhnya adalah muslim, berbeda dengan komunitas yang ada di Kepri tersebut. Agar dapat dibedakan dengan orang-orang laut di daerah lain, maka istilah Duanu dipopulerkan dalam seminar peningkatan SDM Suku Laut pada 14 Mei 1993 di Pekanbaru.
5
6
Banyak dari mereka yang tidak menuturkan bahasa Duanu lagi, karena salah satunya bukanlah orang laut. Hal ini menyebabkan anak-anak mereka tidak lagi menggunakan bahasa tersebut dalam keseharian. Akibatnya, hanya orang-orang tua saja yang masih menggunakan dan memahami bahasa Duanu, sementara yang lainnya hanya mendengar sesekali, mengerti tetapi tidak bisa mengucapkannya, bahkan tidak memahaminya sama sekali, meskipun keturunan Duanu. Penyebab lain menyusutnya Duanu kini berada dalam kedilemaan. Ancaman hilangnya bahasa dan budaya Duanu merupakan sebuah persoalan seriusbagi mereka. Bahasa Duanu merupakan satu-satunya ciri khas agar mereka diakui sebagai salah satu KAT (Komunitas Adat Terpencil). Jika bahasa mereka hilang, maka Duanu tidak bisa lagi disebut sebagai KAT, karena akan sama dengan komunitas Melayu lainnya. Mereka masih mengaku orang Duanu, tetapi tidak mampu lagi berbicara menggunakan bahasa mereka sendiri. Berkurangnya penutur bahasa Duanu disebabkan oleh beberapa hal. Rasa rendah diri dan malu menjadi penyebab utama orang Duanu enggan berbahasa ini, sehingga keengganan yang berlarut juga menyebabkan mereka tidak meneruskannya ke anak cucu. Bahasa yang unik dan spesifik ini dianggap aneh dan tidak populer bagi penutur muda. Padahal beberapa lemanya sangat dekat dengan bahasa Melayu, seperti telingu (telinga), matu (mata), bungu (bunga), munum (minum), dan sebagainya. Hal ini disebabkan orang Duanu juga termasuk Melayu Tua atau Proto Malay. Memang beberapa kata sangat berbeda, seperti ditak (kecil), ribut (hujan), kulu (kepala), rat (banyak), lepu (gigi), dan sebagainya, tetapi justru itulah letak keunikan dan membedakannya dengan bahasa Melayu.
6
penutur bahasa Duanu adalah akulturasi dan perkawinan campuran. Orang-orang yang biasa hidup di perahu, berpindah-pindah sebagai pengembara di laut ini, kerap merasa jauh dari peradaban manusia pada umumnya. Mereka beradaptasi dengan lingkungan, sehingga akulturasi pun terjadi.7
Tidak sedikit pula dari mereka yang hanya bergantung kepada laut, padahal konon katanya laut dipercayai sebagai sumber penghidupan sepanjang usia. Suku yang merupakan bagian dari sejarah Indonesia sebagai negara kepulauan ini, mulai meninggalkan kebudayaan mereka. Masalah lainnya adalah perubahan budaya atau akulturasi. Orang-orang Duanu melakukan perkawinan campuran dengan suku lainnya sebagai bentuk keterbukaan. Duanu. Orang Duanu sebenarnya lebih suka disebut orang Kuala. Sebab mereka awalnya tinggal di kuala atau muara sungai yang berdekatan
dengan laut. Tapi kini abrasi dan naiknya air laut membuat kebiasaan orang Duanu
berubah.8
Ancaman abrasi pun juga menjadi salah satu penyebab hilangnya Suku Laut
Duanu. Abrasi yang sangat parah menjadikan wilayah asli orang Duanu perlahan-lahan
habis, utamanya di Dusun Kuala Selat. Mereka terpaksa naik ke darat dan
meninggalkan kebiasaan lama mereka tinggal di laut. Di masa lalu, orang Duanu
tinggal di rumah-rumah yang berada dekat dari garis kedalaman laut, dengan
tonggak-tonggak yang mencapai 6 meter dari permukaan laut. Mereka juga biasa hidup di
sampan kajang. Kini, garis laut dalam itu sudah berada sekitar 3 hingga 4 kilometer
dari rumah terdekat. Abrasi yang terjadi sangat parah. Dari batas terakhir pelantaran di
7
Dessy Wahyuni. 2013. Dilema Duanu. Balai Bahasa Riau. 8
desa itu, dapat terlihat bekas tiang-tiang rumah orang Duanu yang terus tergerus abrasi.
Tiang-tiang lapuk itu tampak menjulang dari kejauhan. Hal itu hanya dapat ditatap
dengan penuh prihatin oleh masyarakat Duanu.
Selain itu, masyarakat Duanu juga sudah mulai meninggalkan tradisi nenek moyang mereka. Seperti tradisi menidurkan anak. Kegiatan ini merupakan aktivitas para orang tua setiap malam untuk menidurkan sambil menimang anak dan mendendangkan lagu-lagu syahdu hingga anak tertidur. Namun yang terjadi saat ini adalah tidak ditemukannya lagi tradisi tersebut.9
Aktifitas menongkah merupakan pekerjaan spesifik dari pada Komunitas Duanu dan dilakukan secara tradisional. Keberadaan menongkah pada umumnya tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Komunitas Duanu. Menurut catatan sejarah,
Dahulu ada tradisi nyanyian yang biasanya mengawali tradisi menongkah kerang di hamparan padang lumpur dengan menggunakan sebilah papan. Namun, tradisi ini sudah tidak ditemukan lagi. Menurut mereka, sebagai umat muslim, mereka hanya meminta kepada Tuhan Yang Esa dengan membaca basmalah. Memang hal ini sangat dianjurkan dalam ajaran Islam, tetapi apa yang mereka lakukan sehari-hari bertentangan dengan ajaran tersebut, yakni minum tuak sebagai tradisi sebelum menongkah. Mereka menganggap dengan minum tuak sebelum berangkat mencari kerang, badan akan terasa lebih kuat dan mampu melawan dingin, karena mereka akan bergelut dengan lumpur dan air laut. Rumah-rumah dilamun ombak, perkampungan mereka terus saja digerus abrasi, begitu pula bahasa dan budaya, nyaris hilang. Duanu kini terancam punah.
9
keberadaan Orang Laut (Duanu) yang juga termasuk RAS PROTO MALAY (Golongan Melayu Tua) di Riau diperkirakan pada tahun 2500 SM s/d 1500 SM, dan pada masa Kerajaan Melaka – Johor kebeadaan Orang Laut (Duanu) sebagai orang kerajaan pada tahun 1511 – 1528 dengan Rajanya Sultan Mahmudsyah I.
Masyarakat duanu itu pada umumnya adalah sebagai nelayan dan mereka adalah nelayan tangkap. Menjaring, merawai, dan menongkah dengan alat tangkap tongkahnya. Suku Duanu atau Suku Laut termasuk masyarakat yang berpindah-pindah atau nomaden, dari satu tempat ketempat yang lain dari satu pulau kepualau yang lain, dari satu ceruk ke ceruk yang lain dalam kerangka untuk memenuhi kehidupan mereka sebagai nelayan.
11
Dengan alasan inilah Sanggar Latah Tuah membuat Produksi tentang Duanu sebagai pengetahuan tentang kebudayaan adat terpencil, Suku Laut Duanu yanga da dipelosok negeri melayu tua sana yang hampir punah. Kegelisahan akan hilangnya bahasa dan tradisi, perubahan budaya, akulturasi, abrasi dan semakin hebat nya cara Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka 1999, Jakarta, Tongkah adalah papan untuk tumpuan (titian) biasanya dipasang ditempat becek atau basah. Tongkah adalah salah satu alat bantu yang tergolong unik yang digunakan untuk mencari/menangkap kerang darah (Anadara Granosa) Tiangan dalam dialek Duanu. Sedangkan aktifitasnya disebut menongkah (Mut tiangan – dalam dialek Duanu atau Mud Ski atau Ski Lumpur).
Menongkah Kerang adalah teknik suku Duanu dalam menangkap kerang di padang lumpur. Kegiatan ini adalah dengan menggunakan sebilah papan sebagai tumpuan sebelah kakinya dan tempat mengumpulkan kerang yang telah didapatkan. Sementara sebelah kakinya lagi adalah sebagai pengayuh tongkah. Sebuah Tongkah biasanya terbuat dari belahan kayu besar dalam keadaan utuh, tetapi tidak jarang juga tongkah terdiri dari gabungan dari belahan papan. Panjang Tongkah rata-rata 2 M s/d 2,5 M dengan Lebar 50 Cm s/d 80 Cm dan ketebalan 3 Cm s/d 5 Cm.
Tongkah umumnya terbuat dari jenis kayu Pulai dan Jelutung dan lain-lain, kedua ujung Tongkah berbentuk lonjong (lancip) dan melentik keatas, hal ini dimaksudkan agar pergerakannya dapat lancar dan bila kurang melentik seringkali Tongkah menghujam atau menancap kedalam lumpur, bentuk Tongkah secara umum seperti papan selancar yang sering digunakan oleh olahragawan air (Peselancar).
11
berfikiran manusia, semakin sulit pula bagi mereka untuk mencari memanfaatkan apa yang ada disekitar sebagai sumber kehidupan. Dan dari pertunjukan ini penulis tertarik mengangkat judul Skripsi “Deskripsi Pertunjukan Duanu Oleh Sanggar Latah Tuah Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau”
3.2 Naskah Pertunjukan Duanu
Naskah adalah lakon dalam teater juga merupakan penunjang yang melahirkan berbagai unsur-unsur yang ada yaitu aktor, pentas, sutradara, kostum dan panggung. Didalam naskah juga memiliki bagan naskah yaitu unsur-unsur teknis berbentuk ruang teks untuk memandu penyutradaraan. Bagan naskah itu terdiri dari :
1. Scene number : yaitu nomor adegan yang memudahkan untuk merancang
breakdown dan proses penyutradaraan.
2. Scene-heading : yaitu keterangan tempat dan waktu adegan
3. Direction : yaitu pengarahan adegan oleh penulis naskah yang berbentuk
kata-kata insruktif dan telah diperhitungkan matang dari sisi plot dan dramatiknya 4. Character : yaitu tokoh yang terlibat dalam naskah
5. Parenthetical : yaitu sisipan dibawah character yang menerangkan ekspresi
atau aksi khusus sebagai penekanan informasi dramatik untuk tokoh itu sendiri. 6. Dialogue : yaitu dialog tokoh
7. Transition : yaitu trasnsisi atau perpindahan antar scene atau shot dalam proses
(
DUANU
)Oleh Muhammad Rezza Akmal
Sanggar Latah Tuah UIN SUSKA Riau
Prolog
Jika Malam Berganti Pagi, Pagi Berganti Siang Berganti Sore Berganti Lagi Ke Malam. Dalam Pergantian-Pergantian Itulah Aku Bercengkrama Dengan Waktu. Lalu Ketika Dunia Terlahir Dengan Sebuah Ledakan Besar, Pada Saat Itulah Begitu Banyak Terjadi Perubahan. Bertahan Atau Pergi Dalam Kegundahan Yang Tiada Henti.
1. BAGIAN PERTAMA
(Panggung Seakan Ruang Hampa. Hanya Beberapa Level Yang Disusun Agak Tinggi Dibelakang Dan Diatasnya Samar-Samar Terlihat Seorang Wanita Tidak Terlalu Tua Dan Muda Yang Sedang Mengandung Tua Dan Rasa-Rasanya Telah Waktunya Untuk Melahirkan. Lama Kelamaan Perut Itu Semakin Sakit, Sakit Dan Sakit Seakan-Akan Bayi Itu Tak Sabar Lagi Untuk Lahir Kedunia Ini, Rasa Sakit Dan Teriakan-Teriakan Lirih Mengantarkan Betapa Beratnya Perjuangan Ibu Untuk Melahirkan Seorang Anak. Akhirnya Dengan Teriakannya Yang Magis Ditambah Alunan Music Sakral Menambah Kemantapan Proses Kelahiran Tersebut Hingga Akhirnya Dengan Teriakan Antara Kelahiran Dan Kematian Itu Memunculkan Banyak Sekali Orang. Dengan Gerak Kelahiran Yang Akhirnya Membuat Sebuah Gerakan Indah Lalu Seperti Terkena Kejutan-Kejutan Dunia Yang Begitu Luar Biasa Lalu Mereka Kembali Lagi Seperti Awal Sesuai Dengan Fase Perkembangan Kehidupan Manusia Yang Tumbuh Besar Kemudian Kembali Sebaliknya).
*Keterangan Alur Musik:
SCENE HEADING SCENE
NUMBER
Musik 1 OPENING
(Musik Suasana Ceria)
Instrument : Gitar – Biola – Djimbe (dengan tempo standart).
Musik 2
(Musik Suasana Tegang – Aktor Melahirkan Suatu Peradaban) Instrument : Gitar - Biola – Djimbe (dengan tempo cepat)
Musik 3
(Musik Suasana tegang – Masuk nya penari kontemporer).
Instrument : Djimbe – Metronom – Water Sound (dengan tempo melambat cepat-– cepat melambat – fade out).
Actor 1 (seorang pemuda penari konteporer - menjeritkan dilema duanu).
: “Sesetia kesetianmu menanti, merasuk sukma melebur kedalam diri hingga pada akhirnya yang kau nanti itupun datang. Datang dengan tidak membawa harap yang kau inginkan. Selalu kami ingat apa yang kau slalu nyanyikan pada saat kau menidurkan kami. Dahulu kita adalah perompak yang berkelana di lautan. Telah bertahun-tahun bahkan berabad-abad kita hidup di lautan. Laut adalah jiwa dan naluri kemanusiaan kita...!!!”*
Musik 4
(Musik Suasana tegang)
Instrument : Djimbe ( dengan ketukan ¼)
Actor 2 (seorang wanita penari kontemporer menjeritkan dilema duanu).
PARENTETHICAL CHARACTER
: “Hidup Di Atas Perahu Yang Terapung (*Berjalan Keluar Masuk Panggung
Tanpa Ekspresi)”.
Musik 5
(Musik Suasana Marah dan Tak beraturan)
Instrument : Metronom (yang terbuat dari batok kelapa dengan free rhtym).
Actor 3 (seorang wanita penari kontemporer - menjeritkan dilema duanu).
: “Berpindah-Pindah Dari Pulau Kepulau (*Berjalan Keluar Masuk Panggung
Tanpa Ekspresi)”.
Musik 6
(Musik Suasana Marah Benci dan Tak beraturan)
Instrument : Metronom (yang terbuat dari batok kelapa dengan free rhtym)
Actor 4 (seorang pemuda penari kontemporer – menjeritkan dilema duanu).
: “Laut Sebagai Ladang Penghidupan Kami (*Berjalan Keluar Masuk
Panggung Tanpa Ekspresi)”.
Musik 7
(Musik Suasana Marah dan Tak beraturan)
Instrument : Metronom (yang terbuat dari batok kelapa dengan free rhtym)
Actor 5 (seorang pemuda penari kontemporer – menjeritkan dilema duanu)
: “Tidak Ingin Bergabung Dengan Suku-Suku Lain (*Berjalan Keluar Masuk
Panggung Tanpa Ekspresi)”.
Musik 8
Instrument : Metronom (yang terbuat dari batok kelapa dengan free rhtym).
(Aktor-Aktor Yang Berada Di Atas Panggung Dengan Menggumam Kata2 Yang Mereka Katakan Tadi Kemudian Keluar Panggung Dan Kembali Masuk Kepanggung. Mereka Mengulang-Ulang Aktivitas Tersebut Sampai Actor 6 Selesai Berdialog).
Musik 9
(Masih mengikuti alur musik yang tadi dengan para penari masih berjalan tak beraturan).
Instrument : Metronom (yang terbuat dari batok kelapa dengan free rhtym).
Actor 6 (seorang pemuda penari kontemporer – masih menjeritkan dilema duanu). : “Itu Salah Besar ! Ya Di Sinilah Kami Tinggal Sekarang. Di Sebuah Desa
Kecil Bernama Bekawan Ditepian Sungai Indragiri. Sesuai Dengan Nama Daerah Kami Bekawan, Kami Hidup Berdampingan Dengan Kawan-Kawan Dari Suku-Suku Lainnya. Dan Tinggal Di Atas Tiang-Tiang Penopang Rumah Kami, Di Mana Setiap Air Pasang Tiang-Tiang Itu Akan Tenggelam Bersama Duka Lara Kami”. *
Musik 10
(Suasana Riuh – para penari kontemporer berjalan tak beraturan kesana kemari menjerit dilema dalam keramaian)
Instrument : Metronom (yang semakin cepat dan perlahan kembali) – WaterSound
(Setelah Berdialog Orang-Orang Yang Berada Di Dalam Panggung Membuat Sebuah Gerakan Kemudian Keluar).
2. BAGIAN KEDUA
(Panggung Kosong, Hanya Ada Sebuah Kursi Diletakkan Dimana Saja ; Bisa Ditengah, Didepan Atau Belakang. Kemudian Masuk Seorang Lelaki Dengan Langkah Gontai Sambil Membawa Senjata Dengan Darah Yang Telah Kering Dan Memegang Botol Minuman Yang Memabukkan Yang Masih Terisi Sambil Bernyanyi Setelah Itu Tertawa Dan Duduk Dikursi.
Musik 11
(Musik suasana sendu)
Instrument : Biola – Djime – Gitar (dengan tempo selow).
Lampu menyala.
Pemuda (pemabuk yang sedang tertawa dan duduk berdialog sendiri).
: “ Jika Malam Berganti Pagi, Pagi Berganti Siang Berganti Sore Berganti Lagi Ke Malam. Dalam Pergantian-Pergantian Itulah Aku Bercengkrama Dengan Waktu. Waktu Yang Terus Berputar, Semakin Cepat, Cepat Dan Semakin Cepat (Tertawa). Begitu Cepatnya, Aku Pun Sudah Lupa Berapa Anak Yang Telah Aku Buang Pada Setiap Wanita Yang Aku Nikmati, Seberapa Banyak Minuman Yang Telah Aku Habiskan Setiap Waktunya. Seberapa Banyak Uang Yang Aku Hamburkan Untuk Bermain Judi (Tertawa
Kembali). Sungguh Kehidupan Ini Begitu Indah Dan Sangat Menghanyutkan”.* (Mengingat Kata Menghanyutkan Yang Ia Lontarkan
Tadi, Ia Menjadi Teringat Sesuatu Dan Menjadi Kesal).
Musik 12
(Mengikuti ekspresi pemain yang menggebu-gebu)
Pemuda (pemabuk) : “Ya, Menghanyutkan, Sangat-Sangat Menghanyutkan Dan Selalu Terbuai Ayunan Gelombang-Gelombang Itu, Sialan! Gelombang Itu Masih Saja Mengayun-Ayun Tubuhku. Rasanya Sudah Satu Minggu Aku Tidak Turun Ke Laut. Tapi Tubuhku Masih Saja Terasa Bergoyang-Goyang Diombang Ambingnya. Tidak Seperti Biasanya Aku Seperti Ini. (Marah
Kemudian Tertawa) Oh Ya, Barangkali Ini Bukan Karnanya, Mungkin Ini
Semua Karna Aku Terlalu Bersemangat Untuk Berjoget Ria Pada Acara Orgen Di Kampung Sebelah Tadi. Ya, Aku Masih Sangat Ingat, Orang-Orang Kampung Sebelah Menganggap Kedatangan Kami Sebagai Pengacau Saja
(Tertawa). Ya Memang Biasanya Setiap Ada Acara Orgen Kami Akan Selalu
Datang Untuk Sekadar Menonton Atau Berjoget Dan Setiap Ada Acara Tersebut Tidak Jarang Pula Terjadi Perkelahian Antara Kami Dan Orang-Orang Kampung Sebelah, Hanya Masalah Sepele Karena Senggol Menyeggol Ketika Berjoget (Tertawa). Tetapi Malam Ini Telah Kami Beri Pelajaran Kepada Mereka!! Biar Mereka Sadar, Tidak Meremehkan Dan Memandang Sebelah Mata Kami Orang-Orang Laut. (Tertawa) Untung Saja Tadi Aku Sempat Membawa Ini (Melihatkan Senjata Yang Ia Bawa). Setidaknya Sudah 7 Orang Telah Jatuh Ditangan Kau (Berbicara Pada Senjatanya, Lalu Ia
Tertawa Hingga Akhirnya Teringat Sesuatu Hal”.*
Musik 13
(Mengikuti ekspresi pemain) Instrument : Biola - Djimbe
Rumah Kami Pun Ikut Tenggelam. Akibatnya Kami Tidak Bisa Melaut Hingga Berminggu-Minggu Bahkan Berbulan-Bulan Lamanya. Sehingga Kami Harus Menjual Seisi Rumah Kami. Dan Sekarang Tibalah Waktunya Untuk Mengambil Hasil Laut Dan Mendapatkan Uang Kembali Dari Laut. Lalu, Lalu,, (Tertawa) Aku Akan Bersenang-Senang Kembali Bersama Wanita-Wanita Yang Penuh Dengan Gairah Itu. Minum-Minuman Dan Melunasi Semua Hutang-Hutang (Tertawa Sambil Berjalan Keluar)”.
Musik 14
(Suasana Sendu - mengikuti ekspresi si pemain) Instrument : Biola
Musik 15
( Mengikuti ekspresi pemain dengan instrumental Manongkah Kerang ) Instrument : Djimbe – Gitar – Biola
Musik 16
(Musik suasana riuh dan tegang) Instrument : Gitar – Biola
Musik 17
(Musik MANONGKAH KERANG ilustrasi para suku laut Duanu sedang Manongkah Kerang)
Instrument : Biola – Gitar - Djmbe (rentak zapin) – Vokal (menyanyi lagu manongkah kerang).
Musik 18
(Musik Riuh- masuk para penari kontemporer)
Instrument : Djimbe – Kompang - Biola – Gitar – Vokal
Musik 19
(mengikuti gerakan para penari kontemporer) Instrument : Djimbe – Kompang – Biola Musik 20
(mengikuti gerakan para penari kontemporer hingga penari berhenti)
Instrument : Vokal (dengan mengucapkan Duanu Duanu Duanu Duanu Duanu) - Djimbe (ketukan penghabisan).
Musik 21
(Musik suasana pergantian setting)
Instrument : Biola – Gitar – Djimbe – Kompang
Black Out
3. BAGIAN KETIGA
Musik 22
(Musik suasana pelabuhan dan desir air) Instrument : Water Sound
Wati : “(Mencoba Menghibur) Sudah Lah Mak, Sudah,, Laut Lepas Itu Akan Sampai Pada Tepiannya Jika Telah Ditakdirkan Kepadanya Mak. Nah, Dari Pada Emak Terus-Terusan Duduk Ditepi Pelabuhan Ini, Lebih Baik Mak Pulang Kerumah Mengambil Jaring Lalu Menyulamnya Mak”.
Emak : “Jauh Dipunggung Laut Sana, Emak Masih Melihatnya Saat Itu. Dia Pergi Dengan Kemarahan Dan Setelah Itu Ia Tak Pernah Pulang Lagi Untuk Selamanya”.
Wati : “Iya Mak, Iya, Wati Masih Sangat Ingat ; Waktu Itu Wati Masih Berumur 16 Tahun Tepat Setelah Bang Sandi Dan Bang Herman Pergi Untuk Melanjutkan Pendidikannya, Sekarang Kan Abang Sudah Menjadi Apa Yang Bapak Inginkan Mak, Bang Sandi Menjadi Abdi Negara Disebuah Kantor Di Kota Sana, Sedangkan Bang Herman Menjadi Polisi Dan Sedang Bertugas Di Tanah Merah Mak”.
Emak : “Bapakmu Dulu Sangat Bersemangat Untuk Menyekolahkan Kedua Abangmu Wati, Dari Itu Bapak Selalu Bekerja Keras Untuk Mendapatkan Biaya Agar Kedua Abangmu Bisa Melanjutkan Sekolahnya,, Tetapi (Tak
Sanggup Menahan Air Mata)”.
Musik 23
Wati : “Tetapi Apa Mak? Mak Selalu Menentang Keinginan Bapak Kan Dan Bapak Pergi Meninggalkan Kita Karna Tak Sanggup Mendengarkan Ocehan Mak Setiap Harinya Kan?”.
Emak : “Diam Wati !!”
Wati : “Diam Kata Mak ? Sudah Lama Sekali Wati Diam Dan Hanya Bisa Melihat Semu Pertengkaran Kalian Berdua”.
Emak : “Kau Tidak Tau Apa-Apa Wati !”.
Wati : “Ooohh Ya, Benar Wati Memang Tidak Tau Apa-Apa Mak. Sampai-Sampai Wati Tidak Tau Kalau 4 Tahun Yang Lalu Tepat Di Pelabuhan Ini Mak Terakhir Kali Mengantar Bapak Untuk Melaut Dan Pada Saat Itu..”
Emak : “Emak Dan Bapak Bertengkar !”
Wati : “Oh Ya... Benar Sekali Mak, Kemudian Setelah Itu Bapak Pergi Dan Tidak Kembali Lagi , Tidak (Turut Larut Dalam Kesedihan Tetapi Tetap Tegar)”. Emak : “Dan Memang Harus Nya Dia Tidak Kembali Lagi. Bapakmu Itu Memang
Keras Kepala, Sudah Berkali-Kali Mak Katakan Untuk Tidak Terlalu Serakah Pada Alam, Ambillah Secukupnya Karena Kita Hanya Butuh Hidup, Hingga Akhirnya Iya Ditelan Gelombang-Gelombang Laut Itu Karena Memegang Teguh Pendiriannya, Dasar Penghianat !”.
Wati : “Tetapi Sayang Sekali Mak.. Itu Dulu Mak, Dulu Sekali.. Mak Tidak Bisa Begini Terus”
Emak : “Memang Harusnya Kita Seperti Yang Dulu Tanpa Larut Dalam Keadaan Ini”.
Wati : “Tidak Mak, wati Tidak Bisa Begini Terus, Emak Ingin Kembali Tinggal Diatas Perahu Ditemani Gelombang-Gelombang Laut Yang Setiap Waktunya Akan Singgah Menghampiri Perahu Emak. Sudah Saatnya Kita Berkembang Dari Suku Yang Dikatakan Orang Suku Pinggiran Dan Terbelakang, Wati Saja Sudah Jarang Mendengarkan Orang-Orang Laut Menggunakan Bahasa Suku Laut Itu Sendiri. Itu Karna Orang-Orang Suku Laut Sendiri Terlalu Rendah Hati Dan Enggan Menggunakan Bahasa Yang Mereka Anggap Aneh. Haaaah, Lah Tue Bengak ! Kepale Hotak Macam Batu”.
Musik 24
(Musik suasana - mengikuti ekspresi pemain suasana dilema) Instrument : Water Sound – Gitar – Biola
(Emak Hanya Diam Mematung Teguh Pada Pendiriannya)
Wati : “Selalu Saja Begitu ! Diam Ketika Wati Mengatakan Hal Yang Bertolak Belakang Dengan Apa Yang Ada Dihati Mak. Mempertahankan Sesuatu Hal Yang Seharusnya Bisa Berkembang Menjadi Lebih Baik Mak. Hingga Akhirnya Wati Yang Selalu Menjadi Saksi Atas Semua Ini”.
Emak : “Dari Itulah Kita Tidak Memerlukan Semua Ini, Alam Yang Telah Menjadi Tumpuan Kita Telah Lama Memberi Kita Kekuatan Untuk Hidup. Hidup Dalam Kebiasaan Bermakna Pada Setiap Hembusan Nafas. Kita Hanya Perlu Mengambil Sedikit Kekuatan Dari Alam Kemudian Kita Akan Kembalikan Lagi Padanya”.
Wati : “Sudahlah Mak, Coba Saja Mak Sesekali Membuka Diri Untuk Dapat Menerima Keadaan Disekitar, Mata Boleh Hanya Dua Tetapi Kita Bebas Untuk Memandang Apa Saja Yang Ada Disekitar Kita. Lihat Saja Anak-Anak Yang Setiap Paginya Hanya Bermain Kelereng Sedangkan Anak-Anak Seumuran Mereka Sudah Seharusnya Mengenyam Bangku Pendidikan Setidaknya Mereka Dapat Baca Tulis Sehingga Tidak Dibodoh-Bodohi Dengan Orang Yang Berpendidikan. Orang Pintar Saja Bisa Dibodoh-Bodohi Dan Diperalat sekarang. Lalu, Gadis-Gadis Kampong Kita Hanya Menjadi Pekerja Malam Saja Mak Dikota Sana. Setiap Malamnya Menemani Laki-Laki Yang Jauh Lebih Tua Darinya Setelah Itu Mendapat Uang Dan Digunakan Untuk Kebutuhan Hidup Mereka. Kemudian Orang Laut Dikampung Kita Ini, Setelah Melaut Pada Malam Hari Dan Mendapatkan Uang Dari Hasil Tangkapan Mereka. Kemudian Uang-Uang Itu Akan Mereka Gunakan Memenuhi Hasratnya Saja!!”.
Musik 25
(Mengikuti ekspresi pemain masih suasana dilema)
Instument : Gitar – biola (yang digesek putus-putus) – Water Sound – Djimbe (ketukan 1/1).
(Mak Hanya Tertawa Remeh Lalu Pergi Meninggalkan Wati)
Berhenti. Tapi Apakah Itu Akan Terjadi Ketika Pada Suku Kami, Suku Duanu”.
Musik 26
(Musik suasana dilema)
Instrument : Biola – Gitar – Djimbe)
(Menjadi Setengah Waras Dan Tetap Pada Ketegarannya)
Wati : “(*Masih Tegar Dengan Rasa Yang Berkecamuk Didalam Diri) Luka Mengalir Dalam Diri Hingga Sampai Ke Nadi. Denyut Jantung Pun Tak Lagi Terasa Hadir Dalam Diri Yang Telah Lama Mati Ini. Dalam Luka Itu Aku Terus Menyimpan Perih Ini. Kusimpan Dalam-Dalam Pada Malam Yang Sunyi Dan Biarlah Angin Laut Yang Mengabarkannya Betapa Kerasnya Hatiku Tentang Rasa Ini Namun Terabai Pada Membatunya Hati Dan Fikirannya. Batu-Batu Yang Telah Kau Susun Rapat Dalam Diri Begitu Kokoh Dan Dipenuhi Dengan Bara Api. Padaku Kau Curahkan Kemarahanmu Yang Tak Tentu Arah Itu. Salahkah Aku Bila Berharap Seperti Yang Aku Inginkan, Kau Hancurkan Sejuta Impianku Pada Setiap Jaring Yang Kau Sulam Dengan Kemarahan Itu Lalu Kau Masukkan Aku Kedalam Jaring-Jaring Kemarahanmu”.
(*Menjadi Gila Karena Tak Sanggup Menahan Tekanan Batin Yang Sangat Dalam)
Musik 27
(mengikuti ekspresi pemain musik dilema) Instrument : Gitar – Biola – Djimbe
Sudah Muak Dengan Semua Ini, Muak... Oooh Tuhan... Akankah Harus Pergi Atau Bertahan Dalam DILEMA Yang Terjadi”.
Musik 28
(Musik Penutup MANONGKAH KERANG) Instrument : Djimbe – Kompang – Gitar – Biola SELESAI
3.3 Manajemen Produksi Pertunjukan Duanu
Manajermen pertunjukkan adalah proses merencanakan dan mengambil keputusan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengen-dalikan (sumber daya manusia, keuangan, fisik, dan informasi) yang berhubungan dengan pertunjukan agar pertunjukan dapat terlaksana dengan lancar dan terorganisir. Berbicara tentang manajemen produksi teater, agar pertunjukkan/pementasan teater berjalan sukses atau berhasil, maka diperlukan adanya kerjasama diantara pekerja seni (pelaku seni teater). Untuk mewujudkan kerjasama tersebut dibutuhkan yang namanya ”manajemen”. Oleh karena itu, suatu pementasan drama/teater harus diselenggarakan dengan cara yang profesional. Profesional dalam hal ini adalah adanya manajemen yang matang dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pascaproduksinya (Wijaya, 2007:192).12
1. Sutradara ( Derector )
Sutradara (derector), adalah seseorang yang memimpin dan bertanggungjawab penuh selama latihan atau selama persiapan pementasan sampai pementasan dilaksanakan. Baik dalam pemilihan naskah, pemilihan peain serta pekerja non art, dan bekerja sama dengan penata artistik dan non artistik. Sutradara bertanggung jawab menyatukan seluruh kekuatan dari berbagai elemn teater. Seorang sutradara harus bisa mewujudkan tujuan yang hendak dicapai melalui peentasan teater yang dilakukan. Sutradara dalam pertunjukan Duanu ini dipimpin oleh Muhammad Rezza Akmal. Selain menjadi Sutradara ia juga yang menulis naskah Duanu untuk
dipertunjukan. Mahasiswa di Fakultas Psikologi UIN Suska Riau 2011 ini menjabat sebagai Ketua Umum Sanggar Latah Tuah sejak Priode 2014-2015. Ia juga sering tampil dalam banyak pementasan dan event-event budaya Melayu di Riau Pekanbaru.
Muhammad Rezza Akmal Sutradara dan Penulis Naskah
( Dokumentasi Nandez )
2. Stage Manager
yang ada di deket panggung, loading barang, backstagenya seluas apa, setting, properti, kostum, make-up, multimedia, musik, dan lighting. Semua di bawah tanggung jawab Stage Manager. Yang tidak termasuk tugas dari Stage Manager adalah membuat blocking. Stage manager harus mengetahui setiap adegan pemain, menghandle durasi waktu supaya tidak berlebihan. Menangani pencahayaan antara warna artistik dengan kostum dan lighting. Sehingga gak akan ada tabrakan warna. Kebanyakan semua di-handle sama Stage Manager. Stage Manager dalam Produksi Pertunjukan Duanu ini ditanggungjawabi oleh Kelik Runiardiyanto atau biasa dipanggil Abii. Seorang mahasiswa Teknik Informatika 2010 UIN Suska Riau. Dan anggota Sanggar Latah Tuah angkatan ke 14. Banyak mengikuti beberapa event dan pementasan di Riau. Dan ia juga seorang Desain Grafis.
3. Pimpinan Produksi
Pimpinan Produksi (Pimpro), adalah seseorang yang bengatur, mengelola atau memanage, serta mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam sebuah produksi pementasan teater. Pimpinan Produksi dalam Produksi Pertunjukan Duanu ini dipimpin oleh Wandy Alfiandrie. Seorang Mahasiswa dari Fakultas Tarbiyah UIN Suska Riau 2011 dan Anggota Sanggar Latah Tuah angkatan ke -16. Banyak mengikuti event budaya sebagai penari dan pemain teater. Dan juga pelatih paduan suara mahasiswa di UIN Suska.
4. Penata Artisitik
Teknik Listrik di UIN Suska Riau 2011. Dan Anggota di Sanggar Latah Tuah. Mengikuti beberapa event budaya dan teater di Pekanbaru dan diluar Provinsi.
5. Penata Panggung ( Stage Crew )
6. Penata Cahaya
7. Penata Musik
Penata Musik, seseorang yang merancang dan mendisain penataan musik dan efek-efek suara lainnya untuk membawa suasa yang dibutuhkan dalam pementasan. Seorang penata musik dalam teater memiliki kriteria berikut : Minimal menguasai 1 atau 2 alat musik, Memiliki wawasan luas mengenai musik, Menguasai bebarapa aliran musik, Rajin dan tekun mendengarkan refrensi musik, Terus mencoba melakukan experimen musik baik dalam bentuk intrumen, lagu ataupun kolaborasi, dan mengusai teknis dalam penggunaan alat musik yang berhubungan langsung
dengan sound sistem. Penata musik dalam Produksi Pertunjuka Duanu ini ditanggungjawabi oleh Harry Effendy sebagai Music Director di Sanggar Latah Tuah. Seorang Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang sangat mencintai seni terutama Musik. Baginya musik adalah nyawa. Anggota Sanggar Latah Tuah angkatan ke 14. Sering mengikuti event-event musik dan selalu jadi music director dalam pementasan
8. Penata Rias dan Busana
mempersiapkan tata rias para pemain untuk menimbulkan karakter yang dibutuhkan dan pemeranan serta mempersiapkan, mendisain, dan mengkoordinir pakaian yang diperlukan oleh setiap pemain. Penata Rias dan Busana dalam Produksi Pertunjukan Duanu ini di tanggungjawabi oleh Sy. Putri Wahyuni. Anggota Sanggar Latah Tuah dan Mahasiswa di UIN Suska Riau.
9. Aktor
1. NUR AZIZAH (sebagai Emak) 2. DEVI JURAYAH (sebagai Wati)
3. M. HAFFIE ANSHORI (sebagai Pemuda)
4. HANISAH MUTTAKIN (Penari Kontemporer)
5. YONA SAPUTI DAMEL (Penari Kontemporer)
6. RENY RAMADHANY (Penari Kontemporer)
7. MARDIANI SYAFITRI (Penari Kontemporer)
8. REZA WULANDARI (Penari Kontemporer)
9. TITIS ISTATORI (Penari Kontemporer)
10.MAYA SARI (Penari Kontemporer)
11.MILA FADILA RAHMI (Penari Kontemporer)
12.NURUL RIZA PUTRI
13.SY. PUTRI WAHYUNI
14.ARMA NOVIYANTI
3.4 Penokohan dan Karakter Pertunjukan Duanu
melahirkan pergeseran, tabrakan kepentingan, konflik yang akhirnya melahirkan cerita (A. Adjib Hamzah, 1985)13
1. Protagonis
.
Peran dalam Penokohan cerita Duanu ini adalah:
Protagonis adalah peran utama yang merupakan pusat atau sentral dari cerita. Keberadaan peran adalah untuk mengatasi persoalan-persoalan yang muncul ketika mencapai suatu cita-cita. Persoalan ini bisa dari tokoh lain, bisa dari alam, bisa juga karena kekurangan dirinya sendiri. Peran ini juga menentukan jalannya cerita. Peran ini dibawakan ini tokoh si pemuda dalam pertunjukan Duanu.
Ket. Gambar : Tokoh Pemuda dalam Pertunjukan Duanu
13
2. Antagonis
Antagonis adalah peran lawan, karena dia seringkali menjadi musuh yang menyebabkan konflik itu terjadi. Tokoh protagonis dan antagonis harus memungkinkan menjalin pertikaian, dan pertikaian itu harus berkembang mencapai klimaks. Tokoh antagonis harus memiliki watak yang kuat dan kontradiktif terhadap tokoh protagonis. Peran ini dibawakan oleh tokoh Waty dalam pertunjukan Duanu.
3. Deutragonis
4. Foil
Foil adalah peran yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik yang terjadi tetapi ia diperlukan guna menyelesaikan cerita. Biasanya dia berpihak pada tokoh antagonis. Peran ini dibawakan oleh penari kontemporer yang juga bagian dari suku laut Duanu.
5. Utility
3.5. Pendukung Pertunjukan
Terkait dalam pendukung pertunjukan Milton Siger mengemukankan pemikirnya dalam Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (1996:164-165) bahwa pertunjukan selalu memiliki ciri-ciri seperti berikut:
3.5.1. Waktu Pertunjukan Yang Terbatas
Gambar : Video Pertunjukan Duanu dalam Windows Media Player
3.5.2. Awal dan Akhir
Awal dan Akhir pertunjukan yaitu suatu bagian yang mana didalam pertunjukan itu memiliki bagian pembuka isi dan penutup. Dalam pertunjukan Duanu memiliki bagian awal yaitu dalam hiruk pikuk dilema duanu lahirlah peradaban modern yang menjadi salah satu kegelisahan dan problematika Duanu. Yang ditandai dalam sebuah tarian kontemporer yang menjadi awal kepunahan suku Laut Duanu. Pada bagian akhir pertunjukan ditandai dengan kemarahan Wati dan keputusasaan Emak. Tak ada solusi yang mereka temukan selain hidup dalam kedilemaan.
Acara kegiatan yang terorganisir yaitu susunan acara yang diatur secara sistematis baik secara musik tari atau pun pertunjukan teaternya. Acara kegiatan yang terorganisir ini dapat berjalan karena memiliki manajemen produksi yang baik. Baik kepada sutradara. Stage manager. Pimpinan produksi. Tim kreatif. Penata musik, panggung, rias, dan aktor sudah memiliki porsi masing-masing untuk membentuk acara yang terorganisir. Duanu. Juga memiliki manajemen produksi yang baik. Sehingga dapat menampilkan pertunjukan yang sangat ekskusif.
3.5.4. Sekelompok Pemain
Sekelompok pemain yaitu orang-orang yang menjadi bagian penting dalam sebuah pertunjukan. Biasanya dalam naskah sudah ditentukan. Yang menjadi bagian utama dalam berlangsungnya pertunjukan. Dalam pertunjukan Duanu. sekelopok pemain itu adalah pemeran utama, pemain figuran atau penari kontemporer. Serta pemusik dari anak-anak Sanggar Latah Tuah. Yang menjadi bagian penting dalam pertunjukan Duanu.
3.5.5. Sekelompok Penonton
Gambar : Sekelompok penonton yang terlibat dalam pertunjukan
3.5.6. Tempat Pertunjukan
Tempat pertunjukan adalah suatu tempat yang menjadi pendukung telaksaksananya acara. Tempat pertunjukan bisa dialam terbuka atau pun didalam gedung yang memuat banyak penonton. Berkenaan dengan kelangsungnya acara. Tempat pertunjukan ini berlangsung di gedung utama Taman Budaya Sumatera Utara dengan kapasitas penonton 6000.
3.5.7. Kesempatan Untuk Mempertunjukannya
menampilkan Duanu sebagai cerita nyata yang mereka harap bukan hanya pada Riau saja yang tau tentang Suku Laut Duanu dan dilemanya saat ini tapi juga pesan untuk Indonesia agar memelihara kebudayaan kita jangan sampai punah.
3.6. Proses Persiapan Panggung
Proses persiapan panggung dalam pertunjukan Duanu yaitu:
3.6.1. Panggung
Dalam persiapan panggung pertunjukan Duanu ini panggung disetting dengan beberapa settingan tempat:
- Settingan pertama. Panggung dibuat seperti dalam kelahiran peradaban baru yang menjadi awal kegelisahan Suku Laut Duanu. Seperti dalam suasana alam bawah sadar yang hiruk pikuk.
- Settingan kedua. Panggung yang hanya ada satu kursi dan level tempat lesehan dibuat seperti sebuah pondok kumuh tempat biasa tokoh si pemuda yang sedang mabuk .
- Settingan ketiga. Panggung dibuat seperti dalam suasana menongkah kerang di laut. Yang mana diilustrasikan dengan beberapa tarian kontemporer dan tari manongkah kerang.
- Setting keempat. Panggung dibuat seperti sebuah desa suku Laut Duanu Tempat Wati dan Mak tinggal. Didepan rumah menghadapa kelautan yang mana lautan itu tak lagi jadi alam yang bersahabat bagi mereka.
Sound system adalah perlengkapan untuk memperjelas suara ketika dipanggung agar dialog yang ucapkan, musik yang dimainkan, sampai kepada penonton yang bahkan duduknya jauh dari panggung.
Gambar : Perlengkapan sound system pertunjukan
3.6.1.2 Lighting / Pencahayaan Lampu
Salah satu unsur penting dalam pementasan teater adalah tata cahaya atau lighting. Lighting adalah penataan peralatan pencahayaan, dalam hal ini adalah untuk untuk menerangi panggung untuk mendukung sebuah pementasan. Sebab, tanpa adanya cahaya, maka pementasan tidak akan terlihat. Secara umum itulah fungsi dari tata cahaya. Dalam teater, lighting terbagi menjadi dua yaitu:
2. Lighting sebagai pencahayaan. Yaitu fungsu lighting sebagai unsur artisitik pementasan. Yang satu ini, bermanfaat untuk membentuk dan mendukung suasana sesuai dengan tuntutan naskah.
Dalam sebuah pementasan, semua orang memiliki peran yang sama pentingnya antara satu dengan lainnya. Jika salah satu bagian terganggu, maka akan mengganggu jalannya proses produksi secara keseluruhan. Begitu pula dengan “tukang tata cahaya’. Dia juga menjadi bagian penting selain sutradara dan aktor, disamping make up, stage manager, dan unsur lainnya. Dengan kata lain, lightingman juga harus memiliki disiplin yang sama dengan semua pendukung pementasan.
Peralatan yang digunakan dalam pencahayaan adalah:
1. Lampu: sumber cahaya, ada bermacam, macam tipe, seperti par 38, halogen, spot, follow light, focus light, dll.
2. Holder: dudukan lampu. 3. Kabel: penghantar listrik.
4. Dimmer: piranti untuk mengatur intensitas cahaya.
5.Main light: cahaya yang berfungsi untuk menerangi panggung secara keseluruhan.
9. Back light: lampu untuk menerangi bagian belakang panggung, biasanya ditempatkan di panggung bagian belakang.
10. Silouet light: lampu untuk membentuk siluet pada backdrop.
11. Supper light: lampu untuk menerang bagian tengah panggung, biasanya ditempatkan tepat di atas panggung.
12. Tools: peralatan pendukung tata cahaya, misalnya circuit breaker (sekring), tang, gunting, isolator, solder, palu, tespen, cutter, avometer, saklar, stopcontact, jumper, dll.
13. Seri light, lampu yang diinstalasi secara seri atau sendiri-sendiri. (1 channel 1 lampu)
14. Paralel light, lampu yang diinstalasi secara paralel (1 channel beberapa lampu).
Seperti yang telah dipaparkan di atas, secara sederhana hal-hal tersebut adalah yang pada umumnya harus diketahui oleh Lightingman, selanjutnya baik tidaknya tatacahaya bergantung pada pemahaman, pengalaman dan kreatifitas dari lightingman.
Gambar : Lampu Halogen sebagai sumber pencahayaan
Gambar : Dimer sebagai pengatur intesitas Cahaya
3.6.2. Kostum
pembantu aktor/aktris dalam melakoni peran, akan tetapi penata kostum bisa berbicara di atas panggung melalui karyanya,maka dari itu sangat penting adanya dialektika antara para penata,aktor/aktris,dan sutradara(semua yang terlibat di dalam garapan tersebut). Dalam pementasan teater satu dan lainnya saling terkait,saling mempengaruhi,saling menopang dan berdiri pada posisi yang sama pentingnya untuk mencapai suatu momentum yang bersinergi. Kostum yang digunakan beberapa pemain dalam pertunjukan Duanu pada tokoh-tokoh pemain antara lain:
1. Pemuda : Kostum yang digunakan tokoh si pemuda ini adalah menggambarkan bahwa sipemuda adalah masyarakat suku laut Duanu yang
terombang ambing oleh keadaan. Oleh
ketakberdayaannya menghadapi problematika hidup yang semakin hebat.
Semakin canggih pemikiran dan juga teknologi. Itu sebab nya pemuda mengenakan kostum selayaknya orang yang putus asa pada kehidupan sebagai seorang pemabuk berat dan hampir gila
Gambar : kostum pertunjukan tokoh si pemuda
sebagai wati ini menggunakan kostum baju kurung dengan rok dan memakai jilbab.
Gambar : kostum pertunjukan tokoh si Waty
3. Emak : Sebagai seorang wanita paruh baya yang hidup dalam kebudayaan proto melayu wanita yang berperan sebagai Emak ini memakai Kostum selendang, baju blus orang tua paruh baya dan sarung yang dililitkan sebagai rok.
4. Aktor / penari Kontemporer : Sebagai penari yang memerankan hiruk pikuk suku laut Duanu. Aktor ini mengenakan Kostum yaitu manset warna kulit sebagai baju, dibalut kain putih yang dibentuk seperti kancut, dan stocking kulit yang dipakai kewajah sebagai topeng (kelahiran peradaban baru).
Gambar : Kostum penari kontemporer (kelahiran peradaban baru)
Gambar : Kostum yang dikenakan penari
3.6.3. Properti
Properti merupakan sebuah perlengkapan yang diperlukan dalam pementasan. Properti juga sebagai pembangun atmosfer dan indikator ruang dan waktu pementasan itu sendiri. Properti yang digunakan dalam pertunjukan ini adalah :
3.6.3.1. Penongkah Kerang
Gambar : (properti) alat penongkah kerang dalam pertunjukan
3.6.3.2 Kain Putih
Kain Putih sebagai backgroound penari kontemporer. Menandakan kelahiran peradaban baru. Lebar kain sekitar 5 Meter.
Gambar :
(properti) kain putih
dalam pertunjukan
3.6.3.3 Botol Bir
Gambar : (Properti) Botol Bir yang selalu dibawa bawa oleh si pemuda
3.6.3.4. Parang
Salah satu properti yang digunakan si pemuda dalam pertunjukan sebagai bentuk sebuah kemarahan dan kebenciannya pada Hidupnya. Yang selalu dibawa bawanya ketika ada orang yang mencoba mengusili hidupnya.
Gambar : (Properti) parang yang dipakai sipemuda dalam pertunjukan
3.6.3.5 Kursi dan Bangku
Gambar : (Properti) Kursi dan Bangku yang digunakan dalam Pertunjukan
3.7 Instrument Musik
Instrument Musik yang digunakan dalam pertujukan Duanu oleh Sanggar Latah Tuah adalah sebagai berikut:
3.7.1. Gitar
Gambar : Gitar
yang dipakai dalam pertunjukan
3.7.2. Biola
Biola adalah adalah salah satu intrument pembawa melodi. Intrument yang bisa menciptakan musik melayu yang Harmoni. Biola adalah sebua dimainkan dengan cara digesek. Biola memiliki empat senar (G-D-A-E) yang disetel berbeda satu sama lain deng paling rendah adal
dawai yang lainny. Kertas
musik untuk biola hampir selalu menggunakan atau ditulis pada
Gambar : Biola yang digunakan dalam pertunjukan
Gambar : Djembe yang digunakan dalam pertunjukan
3.7.4. Kompang
memukul. Waktu mengatur posisinya adalah dengan cara memegang kompang.
Gambar : Kompang dan cara memainkan
3.7.5. Water Sound
dinamai sendiri oleh
Gambar : Water Sound Oleh Sanggar Latah Tuah UIN Suska Riau
3.7.6. Metronom
Metronom adalah salah alat musik yang termasuk dalam klasifikasi idiofon yang terbuat dari batok kelapa yang fungsinya sama seperti metronom pada umumnya yaitu mengatur tempo. Metronom dimainkan dengan diketukkan dengan kayu pemukulnya. Tempo yang dimainkan sesuai dengan musik dan latar pertunjukan.
Gambar : Metronom yang
terbuat dari Batok Kelapa oleh
anak-anak Sanggar Latah Tuah
3.8. Teknik Penyajian
14
14
Dalam RENDRA. Seni Drama Untuk Remaja.
Teknik penyajian
melakukan sesuatu tanpa persiapan. Biasanya terjadi secara serta merta karena di dukung oleh kondisi dan keadaan. Improvisasi bersifat spontan dan refleks. Biasanya di lakukan untuk mencairkan suasana atau sebagai pengisi waktu jeda. Improvisasi berhubungan erat dengan seni musik dan seni drama. Meski secara pengertian, definisi improvisasi dalam kehidupan dan dalam kesenian hampir sama, namun ada sedikit beda dalam hal yang di lakukan. Improvisasi membutuhkan spontanitas, kreatifitas, daya cipta, daya khayal serta kepiawaian dalam menguasai keadaan.
Dediansyah (2007:96-100) bahwa ketika ber- teater ada beberapa hal yang penting untuk diketahui dalam improvisasi menanggapi bunyi dan musik yaitu :
3.8.1. Bereaksi Kepada Irama Musik
Adalah bahwa irama musik memberi pengaruh kepada pelakon untuk bereaksi ketika musik main. Jika sebuah musik dimainkan, musik itu dapat merangsang sel - sel saraf manusia sehingga menyebabkan tubuh kita bergerak mengikuti irama musik tersebut. Jika musinya cepat maka gerakan kita cepat, demikian juga sebaliknya.Menciptakan gerak, gesture, mimik dan emosi. Seperti yang diungkapkan Alan. P. Meriam dalam Fungsi Musik. Bahwa fungsi musik disini sebagai sebagai reaksi jasmani, dan pengungkapan emosional.
3.8.2. Bereaksi Kepada Melodi Musik
Bukan pada reaksi personal pemain/pelakon. Hal ini dapat dilihat dari aspek - aspek musik tersebut, misalnya tempo sebuah musik. Jika tempo sebuah musik lambat, maka kebanyakan teksnya menceritakan hal - hal yang menyedihkan sehingga musik itu melambangkan akan kesedihan. Dan berpengaruh pada reaksi pemain. Dalam konteks ini musik berfungsi sebagai perlambangan.
3.8.3. Menanggapi Musik Dari Isi Perasaannya
Bahwa pemain/pelakon juga harus peka ketika musik dimainkan menanggapi nya bukan Cuma dari irama musik itu, melodinya tetapi juga isi perasan dari musik tersebut. Karna ketika musik itu main. Artinya pemusik dan pemain sedang berkomunikasi untuk menciptakan harmoni dalam sebuah pertunjukan agar sampai pada penonton maksud dari pertunjukan tersebut.
3.8.4. Menanggapi Isi Dari Syair Lagunya
Menanggapi isi dari syair lagu tersebut bukan hanya sekedar ditanggapi tapi difahami bahwa benar-benar syair lagu yang menjadi soundtrack pertunjukan itu sejalan dengan naskah dan alur cerita. Seperti syair lagu Manongkah Kerang Oleh Sanggar Latah Tuah yang diciptakan sesuai dengan lakon pertunjukan dan keadaan nyata kegiatan yang dilakukan masyarakat suku Laut Duanu pada umumnya.
Plot atau Alur cerita merupakan rangakaian peristiwa yang saling berhubungan dengan sebab-akibat. Alur atau plot disusun dengan tujuan untuk mengungkapkan buah fikirannya secara khas. Pengungkapan lewat jalinan plot yang baik akan menciptakan ruh yang mampu menggerakkanalur cerita drama itu sendiri. alur yang dipakai dalam pertunjukan Duanu ini adalah alur suspense : dugaan, prasangka. Rangkaian ketegangan yang mengundang pertanyaan dan keingintahuan penonton. Suspense akan menumbuhkan dan memelihara keingintahuan penonton dari awal sampai akhir cerita. Artinya fikiran penontonsenantiasa diselimuti oleh pertanyaan yang menegrah kepada akibat yang akan terjadi pada setiap peristiwa dramatik. 15
3.9.1. Bagian Awal Cerita
Jenis plot yang digunakan dalam Cerita Pertunjukan Duanu ini adalah Single Plot yaitu satu alur cerita dan satu konflik yang bergerak dari awal sampai dengan akhir. Ciri khas alur ceritanya secara garis besar, memiliki kesetiaan pada satu konflik yang bergerak dari awal sampai akhir cerita. Dan dalam petunjukan Duanu ini memiliki bagian awal, bagian isi cerita dan bagian akhir cerita.
Bagian awal cerita dalam Pertunjukan Duanu ini menceritakan tentang mulai lahirnya suatu peradaban yang menggeruskan tradisi Duanu. Munculnya keresahan dan kedilemaan yang ditandai dengan amuka-amukan yang tak tau untuk siapa. Pemberontakan bahwa mereka tak ingin hidup dengan suku-suku lainnya, tak ingin ada perkawinan dengan budaya lain karena itu dapat menghilangkan kebudayaan mereka. Dengan lahirnya generasi baru. Ya. mereka suku laut Duanu. Komunitas
15
Adat Terpencil yang masih awam yang tau nya hidup hanya dengan memanfaatkan apa yang ada disekitar, sementara untuk pergi merantau mencari kehidupan sama saja dengan menghilangkan kebudayaan mereka. Kehiruk pikukan itu diilustrasikan dengan sebuah gerakan kontemporer yang absurd. Mengandai-andai bahwa laut sawah dan isinya yang dahulu bersahabat dengan mereka, yang bisa mereka manfaatkan sebagai kebutuhan hidup kini mengalami abrasi dan tak ada lagi yang tersisa. Semua tanpak rata. Kebiasaan manongkah kerang yang biasa mereka lakukan hanya tinggal alat nya saja. Tak ada yang bisa ditangkap tak ada hasil tak ada yang dapat dijadikan penghidupan. Dan kehidupan akan tetap dijalani.
3.9.2. Bagian Isi Cerita
3.9.3. Bagian Akhir Cerita
BAB IV
STRUKTUR LAGU MANONGKAH KERANG DALAM
PERTUNJUKAN DUANU OLEH SANGGAR LATAH TUAH UIN
SUSKA RIAU
4.1 Pengantar
Struktur musik yang dikaji dalam Bab ini mencakup struktur melodi yang digunakan. Struktur melodi lagu menjadi bagian dari lagu dalam Pertunjukan Duanu oleh Sanggar Latah Tuah UIN Suska Riau. Lagu Manongkah Kerang adalah salah satu lagu yang mewakili tulisan ini. Dengan nuansa melayu yang dibuat sendiri oleh penata musik Sanggar Latah Tuah. Lagu ini akan dikaji melalui delapan unsur seperti yang ditawarkan oleh William P. Malm melalui teori weighted scale. Adapun kedelapan unsur melodi yang akan dianalisis meliputi:
1. tangga nada
2. nada pusat atau nada dasar; 3. wilayah nada,
4.2. Struktur Lagu Manongkah Kerang
Dengan berdasar kepada teori weighted scale yang diaplikasikan untuk menganalisis lagu tersebut yaitu Manongkah Kerang maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
4.2.1 Tangga Nada
Setelah melakukan transkripsi dari lagu tersebut maka selanjutnya menganalisi struktur melodinya. Pendekatan yang dlakukan Penulis untuk menentukan tangga nada dan nada dasar dilakukan dengan pendekatan
weighted scale, seperti yang dikemukakan oleh Bruno Nettl (1964:7). Teori ini
4.2.2 Nada Dasar
Dalam menentukan nada dasar, penulis mempergunakan kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya yang berjudul Theory and Method in Ethnomusicology (1984:164). Menurutnya ada tujuh kriteria yang ditawarkannya untuk menentukan nada dasar suatu lagu, yaitu sebagai berikut :
1. Melihat dari patokannya nada mana yang sering dipakai
2. Walaupun jarang dipakai nada yang harga ritisnya besar bisa dikatakan sebagai nada dasar.
3. Melihat nada awal atau akhir suatu komposisi yang dianggap mempunyai fungsi penting dalam penentuan tonalitas (nada dasar).
4. Nada yang berada pada posisi paling rendah atau posisi tengah dianggap penting.
5. Jika ada satu anda yang digunakan bersaaan dengan oktafnya dan ritmisnya sebagai patokan.
6. Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik adalah berdasar kepada pengalaman akrab dengan gaya musik tersebut (terjemahan Marc Perlman 1990).
Dari beberapa kriteria diatas maka nada dasar dalam lagu Manongkah Kerang adalah sebagai berikut :
1. Nada yang sering dipakai adalah nada G
3. Nada awal komposisi adalah nada G, dan nada akhirnya adalah nada G 4. Nada paling rendah adalah nada C, dan nada paling tengah adalah nada D 5. Adanya tekanan ritmis pada nada D
6. Pengenalan yang akrab dengan gaya musik yang G
Kesimpulan lagu Menongkah Kerang bernada dasar G, karena nada-nada yang digunakan adalah nada G-D-A (yaitu 5-2-1 dari tangga nada G).
4.2.3 Wilayah Nada
Dari hasil tangga nada yang didapatkan dari Lagu Manongkah Kerang Dengan berpedoman pada nada terendah dan nada yang tertinggi frekuensinya dan jarak atau interval yang dihasilkan. Maka wilayah nada yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Manongkah Kerang : G sampai ke nada D
4.2.4 Jumlah Nada
menentukan komposisi jumlah nada dalam melodi. Jumlah nada dalam lagu Manongkah Kerang adalah 153 nada.
4.2.5 Penggunaan Interval
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada berikutnya, naik maupun turun (Manoff 1991 : 50). Pada suatu komposisi lagu interval adalah penggarapan melodi yang dicapai melalui bangunan nada secara melangkah atau melompat, turun , maupun mendatar. Ukuran interval ini dapat menggunakan laras atau langkah dan sent. Penggunaan Interval dalam lagu Manongkah Kerang adalah :
Interval Murni Mayor Minor Dim
Prime Murni 107
Sekunda 78
Terst 21
Kwart 15
Kwin
4.2.6 Pola-Pola Kadensa
yaitu: semi kadens (half cadence) dan kadens penuh (full cadence). Semi kadens (half cadence) adalah suatu bentuk istirahat yang tidak lengkap atau tidak selesai (complete) dan memberi kesan adanya gerakan ritem yang lebih lanjut. Sedangkan kadens penuh (full cadence) adalah suatu bentuk istirahat di akhir frasa yang terasa selesai (lengkap) sehingga pola kadensa seperti ini tidak memberikan keinginan/ kesan untuk menambah gerakan ritem. Berikut pola kadensa yang terdapat pada lagu Manongkah Kerang.
Pada Frasa 1 Bar 3
Pada Frasa 2 Bar 5
4.2.7 Formula Melodi
1. Repetitive adalah bentuk nyanyian dengan melodi pendek yang diulangulang. 2. Iterative adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian.
3. Strophic adalah bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks nyanyian yang baru atau berbeda.
4. Reverting adalah bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.
5. Progressive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan materi melodi yang selalu baru.
Dalam lagu Manongkah Kerang ini menggunakan formula melodi Repetitive dan Strophic.
Bentuk : A-B Frasa : A-B
Motif Melody : a1-a2
b1-b2
4.2.8 Kontur
Kontur adalah garis melodi dalam sebuah nyanyian. Malm membedakan kontur ke dalam beberapa jenis, sebagai berikut:
1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik
2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun
dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.
3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung
dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya.
4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari
satu nada ke nada yang lain baik naik maupun turun.
5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari
nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.
6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor.
7. Static yaitu garis melodi yangbentuknya tetap yang jaraknya mempunyai batas-batasan.
Melodi yang dihasilkan dalam lagu manongkah kerang ini adalah: Pada bar 3 desending (menurun)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, penulis akan membuat kesimpulan dari pembahasan dan hasil penelitian yang telah penulis lakukan.
Duanu adalah suatu cerita nyata yang terjadi di Suku Laut pedalaman Riau. Sebuah kebudayaan yang tengah menghadapi dilema dan keresahan akan hilangnya tradisi dan munculnya faktor-faktor yang membuat mereka terancam punah diangkat oleh sekumpulan anak-anak seni dari Sanggar Latah Tuah UIN Suska Riau dalam pertunjukan Teater yang ditampilkan pada Temu Teater Mahasiswa Nusantara Medan. Pertunjukan ini bukan hanya ditampilkan dalam dalam teater tapi ada tarian kontemporer didalamnya dan lagu Manongkah Kerang sebagai soundtrack dalam pertunjukan ini. Lagu Manongkah Kerang yang menjadi satu tradisi / kebudayaan dalam masyarakat Duanu ini dikemas dengan musik melayu. Dan memakai rentak zapin dalam permainan kompang. Alat musik yang digunakan dalam pertunjukan ini memakai gitar, biola, djembe, kompang, watersound, dan metronom. Dengan menjadikan Duanu sebagai pertunjukan teater. Sekumpulan mahasiswa dari Sanggar Latah Tuah ini berharap bahwa kebudayaan sekecil apapun yang ada dalam masyarakat sekitar kita hendaklah kita jaga. Bukan untuk hilangkan tapi harus dilestarikan.
BAB II
GAMBARAN UMUM SANGGAR LATAH TUAH UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM (UIN SUSKA) RIAU
2.1 Sejarah Berdirinya Sanggar Latah Tuah Uin Suska Riau
Gambar 01 - 03 : Pintu Masuk Universitas Sultan Syarif
Kasim Riau ( UIN SUSKA), Komplek PKM UIN SUSKA dan Sekretariat Sanggar Latah Tuah
Sejak awal berdirinya Sanggar Latah Tuah berkiprah dalam berbagai bidang seni, salah satunya adalah bidang teater sehingga wajar jika Sanggar Latah Tuah pernah meraih penghargaan sebagai juara umum dua kali pada Festival Panggung Penerangan Riau dan tiga kali berturut-turut pada Festival Teater Se-Riau.
Hingga kini Sanggar Latah Tuah tetap menjadi kelompok teater yang diperhitungkan terutama Provinsi Riau, hal ini bisa terjadi karena keseriusan dan kesungguhan Sanggar Latah Tuah dalam membina dan menempa diri baik dikalangan pengurus maupun para anggotanya yang memang betul-betul mempunyai keinginan untuk menghidupkan gerai kehidupan teater khususnya di Propinsi Riau.
telah pula turut menobatkan seorang pembina Sanggar Latah Tuah sebagai Sultan Teater Riau. (10 Tahun perjalanan Latah Tuah, 2006 : 1 ).
Terkait dalam sejarah Latah Tuah keinginan mendirikan sanggar ini berawal dari kegiatan OSPEK tahun 1996 yang ditaja oleh SMI (Senat Mahasiswa Institut) IAIN Susqa Pekanbaru, selanjutnya atas anjuran Drs. Ahmad Dharmawi salah seorang dosen IAIN Suska sekaligus sebagai seniman Riau, agar dapat dibentuk wadah menampung aspirasi kreatifitas berkesenian.
Maka berdasarkan hal tersebut, atas inisiatif saudara Herry Budiman (Kabid Seni dan Olahraga SMI) Ramon Damora (Syari’ah), Wahyu Kurniawan (Ushuluddin), Zulfan Amrin, Erzansyah Riau (Ushuluddin), Kunni Masrohanti, Saidul Tombang (Syari’ah), Rinni Dianti Hasan (Tarbiyah), bersepakat untuk membentuk sebuah sanggar.
Pada tanggal 23 Oktober 1996 diadakan rapat untuk membentuk kepengurusan dan nama wadah kesenian ini bersama rekan mahasiswa lainnya. Berbagai nama diusulkan, diantaranya Sanggar Kalieng, Sanggar Sulthan, Sanggar Tuah, Sanggar Iqra’, Sanggar Latah dan lain sebagainya, dan dengan berbagai alasan yang dikemukakan maka disepakatilah nama wadah kesenian ini dengan nama Latah Tuah.
Pekanbaru sebagai Kota Bertuah dan pahlawan legendaris melayu yaitu Hang Tuah.
Sedangkan maksud dari Latah Tuah ialah Meniru-niru dalam kreatifitas yang akan mendatangkan untung, dengan landasan ide kreatif, dengan demikian berdasarkan Surat Keputusan No.71/A/KPTS/SM-IAIN/IX/1996. dengan
memperhatikan program kerja Senat Mahasiswa Institut tahun 1996-1997, bahwa dalam rangka peningkatan dan pengembangan minat dan bakat serta daya kreatifitas mahasiswa terkhusus dalam bidang teater, maka terbentuklah Sanggar Latah Tuah. ( 10 Tahun perjalanan Latah Tuah, 2006: 2-3 ).
Motto dalam Sanggar Latah Tuah ini adalah sesuai dengan asal mula terbentuknya Sanggar dengan nama Latah Tuah yaitu “Biar latah asal bertuah
daripada diam seribu bahasa”.
Latah artinya meniru-niru sikap, perbuatan atau kebiasaan orang lain, atau menderita sakit syaraf yang suka meniru-niru tentang perbuatan orang lain. Tuah artinya untung, bahagia. Maksud dari pada biar latah asal bertuah dari pada diam
seribu bahasa adalah, meskipun yang dilakukan menurut sebahagian orang adalah
Gambar 04: Logo Sanggar Latah Tuah UIN SUSKA RIAU
Dalam berdirinya Sanggar Latah Tuah mempunyai Visi dan Misi keorganisasian. Visi Sanggar Latah Tuah adalah ingin menjadikan Sanggar Latah Tuah sebagai kiblat perteateran dan seni di Riau. Sedangkan Misi Sanggar Latah Tuah ialah mengadakan hal-hal yang dapat menunjang agar tercapainya Sanggar Latah Tuah sebagai kiblat perteateran dan seni di Riau. Beberapa hal yang dilakukan untuk menunjang hal tersebut diantaranya adalah:
a. Mengadakan Latihan Rutin. b. Mengadakan Kemah Teater. c. Melaksanakan Instalasi Teater. d. Mengikuti berbagai Festival Teater.
e. Menghadiri, berpartisipasi dan mengadakan berbagai Workshop tentang seni budaya melayu.
2.2 Kepengurusan Sanggar Latah Tuah UIN SUSKA Riau
Kepengurusan Sanggar Latah Tuah adalah orang-orang yang terdaftar sebagai Ketua dan Anggota dalam pengurus inti. Anggota Sanggar Latah Tuah adalah Mahasiswa UIN Suska yang mendaftarkan diri menjadi anggota sanggar. Sanggar ini tidak membatasi untuk Mahasiswa UIN saja, siapa saja boleh bergabung baik itu mahasiswa dari universitas lain, pelajar maupun masyarakat umum asalkan mau mengikuti ketentuan dan aturan yang telah di tetapkan di sanggar ini.
Seperti yang tercantum dalam AD/ART Sanggar Latah Tuah bahwa anggotanya terdari dari :
a. Anggota biasa, adalah individu-individu yang terdaftar sebagai anggota.
b. Anggota luar biasa, adalah anggota yang sudah alumni dan masih terdaftar sebagai anggota, dan
c. Mereka yang tidak terdaftar dalam keanggotaan dan ikut serta berpartisipasi untuk sanggar ini disebut simpatisan.
Kepengurusan sanggar latah tuah sejak awal berdiri hingga sekarang adalah sebagai berikut:
a. Pada awal berdiri 1996-1997 Sanggar Latah Tuah di Pimpin oleh Erzansyah Riau
b. Periode 1998-1999 oleh Zulfan Amrin Al-Aki c. Periode 1999-2000 oleh Sobirin
e. Periode 2001-2002 oleh Yahya Anak Rainin f. Periode 2002-2004 oleh Iskandar Zulkarnain g. Periode 2004-2005 oleh Khairul Amri h. Periode 2005-2006 oleh Muhammad syafi’i i. Periode 2007-2008 oleh Yudhi Pirmana Putra j. Periode 2008-2009 oleh Andeska Putra
k. Pada peroide 2009/2010 di pimpin oleh Sirajudin
l. Pada periode 2010/2011 di pimpin oleh Muhamad Syahril dikenal juga Putra Mahkota.
m. Pada periode 2012/2013 di pimpin oleh Riski Kurniawan n. Pada periode 2013/2014 dipimpin oleh Aldi Mukhlisin
o. Pada periode 2014/sekarang dipimpin oleh Muhammad Rezza Akmal 2.3 Penghargaan dan Prestasi Sanggar Latah Tuah UIN SUSKA Riau
Prestasi Sanggar Latah Tuah sejak tahun 1996 hingga tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1. Bidang sastra
1. Juara I dan II lomba baca puisi Dies Natalis IAIN SUSQA ke-26 tahun 1996
2. Juara I pembacaan puisi Ibrahim Sattah di Musium Sang Nila Utama Pekanbaru 1996
3. Juara penulisan puisi terbaik III praktikum sastra UNRI 1997 4. Juara II pembacaan puisi praktikum sastra UNRI 1997
7. Juara I pembacaan puisi di Taman Budaya sempena Hari Bumi 1998 8. Penulisan cerpen terbaik III bulan bahasa UNRI 1998
9. Pembacaan puisi terbaik I dan III bulan bahasa UNRI 1998 10.Juara terbaik III pembacaan puisi Ibrahim Sattah 1999 11.Pembaca puisi terbaik I PEKSIMINAS V di Surabaya 2000 12.Penulisan esay harapan I PEKSIMINAS V di sirabaya 2000 13.Juara I dan III pembacaan puisi bulan bahasa UNRI 2000 14.Juara I visualisasi puisi Festival Ramadhan DKR 2000 15.Juara III Visualisasi puisi Festival Juni DKR
16.Juara III syair pada Festifal Juni DKR 2001
17.Juara II pembacaan gurindam 12 Festifal Ramadhan DKR 2000 18.Juara II dan III pembacaan puisi Islami Festifal Ramadhan DKR 2001 19.Juara I sari tilawah Festival ramadhan DKR 2001
20.Juara II Visualisasi Festival Ramadhan DKR 2001
21.Juara I dan III pembacacaan puisi Riau int’Book Fair KMR IAIN SUSQA 2002 ( Putri )
22.Juara II Pembacaan Puisi Riau Int’Book Fair KMR IAIN SUSQA 2002 23.Juara II pada Festival Demonstrasi Puisi Dinas BUDSENIPAR 2004 24.Juara I puisi pekan seni mahasiswa daerah Riau 2006
29.Juara II putri baca puisi pekan seni mahasiswa daerah Riau 2010 30.Juara I monolog pekan seni mahasiswa daerah Riau 2010
31.Juara I Pembacaan Puisi Se-Riau ‘Pekan Bahasa UNRI 2011 32.Juara 1 dan 3 monolog PEKSIMIDA 2012
33.Juara 1 dan 3 Lomba baca puisi PEKSIMIDA 2012 34.Juara 3 Pekan Seni Mahasiswa Daerah Riau 2014
2. Bidang Teater
1. Juara I Festival Panggung Penerangan se-Riau 1997
2. Pemeran Wanita Tebaik I Festival Panggung Penerangan se-Riau 1997 3. Sutradara Terbaik I Festival Panggung Penerangan se-Riau 1997 4. Juara I Festival Panggung Penerangan se-Riau 1998
5. Pemeran Wanita Terbaik I Festival Panggung Penerangan se-Riau 1998
6. Sutradara Terbaik I Festival Panggung Penerangan se-Riau 1998 7. Pemeran Wanita Terbaik I Festival Teater Riau I 1999
8. Terbaik III Pemeran Pria Festival Teater I 1999 9. Terbaik I Penata artistic Festival Teater se-Riau 1999 10.Terbaik II Sutradara Festival Teater se-Riau I 1999 11.Juara Umum Festival Teater se-Riau 1999