• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Polutan Pada Isolator Kaca Terhadap Distribusi Tegangan Isolator Rantai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Polutan Pada Isolator Kaca Terhadap Distribusi Tegangan Isolator Rantai"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

HASIL PENGUKURAN SUHU DAN KONDUKTIVITAS

LARUTAN

Tabel A.1 Pengukuran Nilai Konduktivitas dan Suhu Larutan

NO Larutan yang Diukur Nilai Konduktivitas (μS/m) Suhu (˚C)

1 Air 111 27

2 50 gram NaCl 190 27

3 200 gram NaCl 251 27.2

4 550 gram NaCl 356 27

5 100 gram CaCO3 170 27.2

6 500 gram CaCO3 226 27.2

7 900 gram CaCO3 311 27

8 80 gram C 181 27

9 300 gram C 231 27.2

10 700 gram C 320 27

 Nilai D1 ( Salinitas Air Bersih)

σ= 111 μS/m

σ = 111 x 10-4 S/m

σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )

= 111 x 10-4 ( 1 – 0.020166 ( 27 – 20 ) = 0.009533 S/m

D1 = ( 5.7 x 0.009533 )1.03 = 0.04979 mg/cm3

(2)

σ= 190 μS/m σ = 190 x 10-4 S/m

σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )

= 190 x 10-4 ( 1 – 0.020166 ( 27 – 20 ) = 0.016318 S/m

D2 = ( 5.7 x 0.016318 )1.03 = 0.08661 mg/cm3

Maka nilai ����= 1500 � 0.08661−0.04979 1300

= 0.0424 mg/cm2

Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi ringan.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 200 gram NaCl

σ= 251 μS/m

σ = 251 x 10-4 S/m

σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )

= 251 x 10-4 ( 1 – 0.020106 ( 27.2 – 20 ) = 0.021458 S/m

D2 = ( 5.7 x 0.021458 )1.03 = 0.11484 mg/cm3

Maka nilai ����= 1500 � 0.11484−0.04979 1300

= 0.0750 mg/cm2

Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi sedang.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 550 gram NaCl

σ= 356 μS/m

σ = 356 x 10-4 S/m

σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )

(3)

D2 = ( 5.7 x 0.030575 )1.03 = 0.165378 mg/cm3

Maka nilai ����= 1500 � 0.165378−0.04979 1300

= 0.153 mg/cm2

Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi berat.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 100 gram CaCO3

σ= 170 μS/m

σ = 170 x 10-4 S/m

σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )

= 170 x 10-4 ( 1 – 0.020106 ( 27.2 – 20 ) = 0.014533 S/m

D2 = ( 5.7 x 0.014533 )1.03 = 0.07687 mg/cm3

Maka nilai ����= 1500 � 0.07687−0.04979 1300

= 0.031 mg/cm2

Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi ringan.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 500 gram CaCO3

σ= 226 μS/m

σ = 226 x 10-4 S/m

σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )

= 226 x 10-4 ( 1 – 0.020106 ( 27.2 – 20 ) = 0.019321 S/m

D2 = ( 5.7 x 0.019321 )1.03 = 0.10307 mg/cm3

Maka nilai ����= 1500 � 0.10307− 0.04979 1300

(4)

Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi sedang.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 900 gram CaCO3

σ= 311 μS/m

σ = 311 x 10-4 S/m

σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )

= 311 x 10-4 ( 1 – 0.020166 ( 27 – 20 ) = 0.02671 S/m

D2 = ( 5.7 x 0.02671 )1.03 = 0.14389 mg/cm3

Maka nilai ����= 1500 � 0.14389−0.04979 1300

= 0.1105 mg/cm2

Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi berat.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 180 gram C

σ= 181 μS/m

σ = 181 x 10-4 S/m

σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )

= 181 x 10-4 ( 1 – 0.020166 ( 27 – 20 ) = 0.015545 S/m

D2 = ( 5.7 x 0.015545 )1.03 = 0.08239 mg/cm3

Maka nilai ����= 1500 � 0.08239−0.04979 1300

= 0.376 mg/cm2

Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi ringan.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 300 gram C

σ= 231 μS/m

(5)

σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )

= 231 x 10-4 ( 1 – 0.020106 ( 27.2 – 20 ) = 0.019748 S/m

D2 = ( 5.7 x 0.019748 )1.03 = 0.1054 mg/cm3

Maka nilai ����= 1500 � 0.1054−0.04979 1300

= 0.064 mg/cm2

Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator terpolusi sedang.

 Perhitungan Konduktivitas dan salinitas air polutan 700 gram C

σ= 320 μS/m

σ = 320 x 10-4 S/m

σ(20˚C) = σ x ( 1 – b( t – 20 )

= 320 x 10-4 ( 1 – 0.020166 ( 27 – 20 ) = 0.027483 S/m

D2 = ( 5.7 x 0.027483 )1.03 = 0.14818 mg/cm3

Maka nilai ����= 1500 � 0.14818−0.04979 1300

= 0.125 mg/cm2

(6)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Kuffel, E., Zaengl, W dan Kuffel, J., High Voltage Engineering fundamentals, secon d edition, Butterworth-Heinemann, 2000.

[2] Tobing, B.L., Peralatan Tegangan Tinggi, Jakarta: Erlangga, 2012.

[3] Tobing, B.L., Dasar-Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi, Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga, 2012.

[4] Holtzhausen, J.P., High Voltage Insulators. IDC Technology, 2004

[5] “Sediver Toughened Glass Suspension Insulator Catalog,” Canada, Sediver.

[6] Naidu, M. dan Kamaraju, V., High Voltage Engineering, second edition, The McGraw-Hill Companies, Inc, 1996.

[7] Tobing, BonggasL., “Hubungan Intensitas Polusi Isolator Jaringan Distribusi di Sumatera Utara dengan Jarak Lokasi Isolator dari

Pantai”, Indonesia : Jurnal Teknik Elektro, Vol.8 , 2008

[8] SPLN 10-3B, “Tingkat Intensitas Polusi Sehubungan dengan Pedoman Pemilihan Isolator”, Perusahaan Listrik Negara, 1993.

[9] Gopal S, M.E , and Prof. Y.N.Rao, Dr.-Ing , “Flashover Phenomena of Polluted Insulators”, IEE PROCEEDINGS, Vol 131,Pt.C, 1984

(7)

28

BAB III

METODOLOGI PENGUJIAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam Tugas Akhir ini. Untuk meneliti pengaruh polutan terhadap isolator kaca pada distribusi tegangan isolator rantai perlu dilakukan eksperimen. Eksperimen ini dilakukan di laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Universitas Sumatera Utara.

III.1 Peralatan Pengujian

Untuk melakukan pengujian dibutuhkan peralatan peralatan yang meliputi:

• 1 unit trafo uji seperti pada Gambar 3.1. Spesifikasi : 200/100.000Volt; 50Hz; 10kVA

Gambar 3.1 Trafo Uji

(8)

29 Gambar 3.2 Autotrafo

• 1 unit tahanan peredam seperti pada Gambar 3.3 . Spesifikasinya : 10 MΩ

Gambar 3.3 Tahanan Peredam

• 1 unit multimeter seperti pada Gambar 3.4 .

Spesifikasisinya : - Tipe CD800a merek SANWA - Tingkat akurasi 0.7 %

(9)

30 • 1 unit barometer/humiditymeter digital seperti pada Gambar 3.5 .

Spesifikasinya : merek Lutron PHB 318; range tekanan 7,5 – 825,0 mmHg; range kelembapan 10 – 110 % RH; range suhu 0 – 50 ˚C.

Gambar 3.5 Barometer/humiditymeter Digital

• Elektroda Bola – bola seperti pada Gambar 3.6 .

Spesifikasinya ; berbahan stainless steel dengan diameter 5 cm.

Gambar 3.6 Elektroda Bola – Bola

(10)

31 Gambar 3.7 Isolator Piring Kaca

1 unit alat ukur Conductivitymeter seperti pada Gambar 3.8 . Spesifikasinya : Merek Hanna tipe HI 98129; Range 0 – 3999

μS/cm, 0.0 – 60.0 ˚C/ 32.0 – 140.0˚F, 0.00 – 14.00 pH; Accuracy ± 0.05 pH, ± 2% f.s ( ES/TDS ).

Gambar 3.8 Conductivitymeter • 1 unit Neraca

• 1 unit wadah berupa ember 10 liter

(11)

32

III.2 Bahan Pengujian

Pada pengujian isolator yang berpolutan menggunakan beberapa bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan termasuk dalam kategori kelas Technical Analist. Kelas Technical Analist memiliki kemurnian yang rendah serta harga

yang relative murah. Bahan kategori ini digunakan karena penguji membutuhkan bahan kimia dalam jumlah yang banyak, sehingga harga yang relatif murah menjadi pilihan.

Variasi jenis polutan terdiri dari :

- NaCl + 40 gr kaolin + 6 lt air - CaCO3 + 40 gr kaolin + 6 lt air - C + 40 gr kaolin + 6 lt air

Massa dari NaCl, CaCO3, dan C ditentukan sesuai karakteristik tingkat pengotoran dengan standar IEC 60050-815 : 2000 edisi 01.

III.3 Variasi Pengujian

Variasi percobaan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perubahan distribusi tegangan pada isolator rantai pada keadaan :

• Kondisi sebelum diberi polutan

• Kondisi saat diberi polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan klasifikasi tingkat pengotoran ringan, sedang, dan berat.

(12)

33

III.4 Prosedur Percobaan

Ada 10 tahap pengujian yang dilakukan, yaitu :

1. Pengujian distribusi tegangan isolator bersih

2. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat pengotoran ringan.

3. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat pengotoran sedang.

4. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat pengotoran berat.

5. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat pengotoran ringan.

6. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat pengotoran sedang.

7. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat pengotoran berat.

8. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi C dengan tingkat pengotoran ringan.

9. Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi C dengan tingkat pengotoran sedang.

10.Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi C dengan tingkat pengotoran berat.

III.4.1 Pengujian distribusi tegangan isolator bersih

1. Isolator dicuci dengan air hingga bersih.

(13)

34 Gambar 3.9 Rangkain Percobaan

3. Mengukur temperature dan tekanan pada ruang uji. 4. Jarak sela bola dibuat 0,2 cm

5. Terminal B dihubungkan pada pin 1

6. Saklar primer (S1) ditutup dan AT diatur hingga tegangan keluarannya nol.

7. Saklar sekunder (S2) ditutup.

8. Tegangan keluaran AT dinaikkan secara bertahap dengan kecepatan 1 kV/detik sampai udara pada sela bola tembus listrik.

9. Pada saat bersamaan, tegangan V dicatat dan saklar S2 dibuka. 10.Turunkan AT sampai keluarannya nol.

11.Ulangi prosedur 8 s/d 11 sebanyak 3 kali.

12.Selanjutnya prosedur 5 s/d 11 diulangi untuk posisi terminal A tetap dan terminal B berpindah pada pin 2,3,4, dan 5.

(14)

35

III.4.2 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat pengotoran ringan.

1. Membuat polutan sesuai dengan literature yang sudah ada, yaitu dengan cara mencampur 6 liter air, 40 gr kaolin, dan 50 gr NaCl.

2. 5 unit Isolator dicelupkan kedalam larutan polutan dan dibiarkan selama 5 menit. Setelah itu isolator diangkat dan dikeringkan selama ± 24 jam dalam suatu ruangan yang ditutupi plastik seperti pada

Gambar 3.10

Gambar 3.10 Pengeringan Isolator Kaca yang Terpolusi

3. Selanjutnya prosedur 2 s/d 12 pada Subbab 3.4.1 di atas diulangi dengan kondisi isolator yang telah terpolusi.

4. Selanjutnya isolator yang terpolusi pada pin 1 diganti dengan isolator yang bersih, sehingga isolator yang terpolusi hanya berada pada pin 5,4,3 ,dan 2.

5. Ulangi prosedur 2 s/d 12 pada Subbab 3.4.1 diatas.

(15)

36

7. Untuk mengukur tingkat pengotoran sesuai standar IEC 60050-815 maka dilakukan pengukuran bobot polusi. Untuk mengukur bobot dari polutan yang menempel pada permukaan isolator, dibutuhkan suatu pengukuran bobot polusi dengan menggunakan metode ESDD ( Equivalent Salt Deposit Density ). Langkah – langkah untuk

menentukan nilai ESDD polutan pada suatu isolator adalah sebagai berikut :

• Dimulai dengan pembuatan larutan pencuci yang terdiri dari air ledeng dan 4 lembar kain kasa ( ukuran 4 cm x 4 cm ) dimasukkan dalam suatu wadah.

• Diukur konduktivitas dari larutan pencuci dan dihitung nilai konduktivitas larutan pencuci isolator pada suhu 20 ˚C dengan menggunakan Persamaan 3.1.

σ20 = σθ [1 – b (θ – 20) ] (3.1) Dalam hal ini :

θ = Suhu larutan ( ˚C )

σ20 = Konduktivitas larutan pada suhu 20

˚C ( S/m )

σθ = Konduktivitas larutan pada suhu θ ˚C ( S/m )

b = Faktor koreksi suhu pada suhu θ ˚C

(16)

37 Tabel 3.1 Faktor Koreksi Suhu

θ ( ˚C ) B

5 0.03156

10 0.02817

20 0.02277

30 0.01905

• Dihitung salinitas dari larutan dengan menggunakan Persamaan 3.2

D = (5.7 x σ20 ) 1.03 (3.2)

Dalam hal ini :

D = salinitas ( mg/cm3 )

Dimisalkan hasil yang diperoleh adalah D1.

• Polutan yang menempel pada isolator dilarutkan kedalam larutan pencuci.

• Diukur konduktivitas larutan pencuci yang telah bercampur dengan polutan. Kemudian dihitung salinitasnya dengan cara seperti diatas. Misalkan hasilnya adalah D2.

• Dihitung nilai dari ESDD dengan menggunakan Persamaan 3.3

ESDD = � .( �2 – �1 )

(17)

38

Dalam hal ini :

ESDD = Equivalent Salt Deposit Density ( mg/cm2 )

V = Volume air pencuci ( mL )

D1 = Salinitas larutan pencuci tanpa polutan (mg/cm3 )

D2 = Salinitas larutan pencuci yang terpolusi ( mg/cm3 )

S = Luas Permukaan isolator ( cm2 )

IEC 60050-815 :2000 edisi 01 menggolongkan pengotoran menjadi empat tingkatan seperti Table 3.2 dibawah ini :

Tabel 3.2 Penggolongan Tingkat Pengotoran

Tingkat Pengotoran ESSD

Sangat Ringan 0 – 0.03

Ringan 0.03 – 0.06

Sedang 0.07– 0.1

Berat >0.1

(18)

39

III.4.3 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat pengotoran sedang.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada, yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 200 gr NaCl.

2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah isolator yang terpolusi.

3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi sedang, misalnya termasuk dalam tingkat bobot ringan, maka eksperimen diulang kembali dengan menambah takaran garam semula. Jika termasuk dalam tingkat bobot polusi isolator berat, maka eksperimen dapat dilakukan dengan mengurangi takaran garam semula.

III.4. 4 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi NaCl dengan tingkat pengotoran berat.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada, yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 550 gr NaCl.

2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah isolator yang terpolusi.

(19)

40

III.4.5 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat pengotoran ringan.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada, yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 100 gr CaCO3.

2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah isolator yang terpolusi.

3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi sedang, misalnya termasuk dalam tingkat bobot sedang atau berat, maka eksperimen diulang kembali dengan mengurangi takaran CaCO3 semula.

III.4.6 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat pengotoran sedang.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada, yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 500 gr CaCO3.

2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah isolator yang terpolusi.

(20)

41

III.4.7 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi CaCO3 dengan tingkat pengotoran berat.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada, yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 900 gr CaCO3.

2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah isolator yang terpolusi.

3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi berat, misalnya termasuk dalam tingkat bobot ringan atau sedang, maka eksperimen diulang kembali dengan menambah takaran CaCO3 semula. Jika termasuk dalam tingkat bobot polusi isolator sangat berat, maka eksperimen dapat dilakukan dengan mengurangi takaran CaCO3 semula.

III.4.8 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi karbon dengan tingkat pengotoran ringan.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada, yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 80 gr karbon.

2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah isolator yang terpolusi.

(21)

42

III.4.9 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi karbon dengan tingkat pengotoran sedang.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada, yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 300 gr karbon.

2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah isolator yang terpolusi.

3. Jika nilai ESDD yang diperoleh di luar batas bobot polusi sedang, misalnya termasuk dalam tingkat bobot ringan, maka eksperimen diulang kembali dengan menambah takaran karbon semula. Jika termasuk dalam tingkat bobot polusi isolator berat, maka eksperimen dapat dilakukan dengan mengurangi takaran karbon semula.

III.4.10 Pengujian distribusi tegangan isolator terpolusi karbon dengan tingkat pengotoran berat.

1. Membuat larutan pengotor isolator sesuai literature yang telah ada, yaitu dengan cara mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin dan 700 gr karbon.

2. Prosedur pengujian langkah 2 s/d 8 pada Subbab 3.4.2 diulangi sehingga diperoleh 3 data distribusi tegangan dengan variasi jumlah isolator yang terpolusi.

(22)

43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang perhitungan ESDD untuk menentukan bobot polusi isolator; pengolahan data hasil pengukuran distribusi tegangan; dan perhitungan persentase distribusi tegangan pada setiap isolator piring kaca.

IV.1 Perhitungan ESDD

Hasil pengukuran konduktivitas larutan pencuci dan larutan pencuci yang telah terpolusi pada suhu sembarang ditunjukkan pada lampiran A. Nilai konduktivitas yang diperoleh kemudian dikonversikan ke konduktivitas pada suhu 20 ˚C dengan menggunakan Persamaan 3.1. H asil dari pengkonversian ditunjukkan pada Tabel 4.1 kolom 2 dan 3. Data ini digunakan untuk menghitung salinitas dengan menggunakan Persamaan 3.2, hasil dari perhitungan tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.1, kolom 4 dan 5. Data salinitas ini kemudian digunakan untuk menghitung nilai ESDD dari polutan yang menempel pada isolator dengan menggunakan Persamaan 3.3. Hasil perhitungan ditunjukkan pada Tabel 4.1, kolom 6.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Konduktivitas, Salinitas, dan ESDD

(23)

44

 Lanjutan Tabel 4.1

Larutan

Hasil dari perhitungan ESDD yang diperoleh dari Tabel 4.1 kemudian dibandingkan dengan Tabel 3.2, sehingga diperoleh bahwa bobot dari polutan yang menempel pada isolator adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Kategori Bobot Polutan Isolator

Isolator Uji ke-n Bobot Polutan

1 Bersih

2 Ringan

3 Sedang

(24)

45

IV.2 Pengolahan Hasil Pengukuran Tegangan pada Jumlah Unit Isolator

Hasil dari pengukuran distribusi tegangan ini menggunakan Pembangkit Tegangan Tinggi AC dengan jarak sela bola 2 mm. Data pengujian untuk masing-masing kondisi isolator piring dengan kondisi normal dan yang telah terpolusi oleh polutan NaCl, CaCO3, dan C diperlihatkan pada Tabel 4.3 sampai dengan Tabel 4.12.

Tabel 4.3 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Normal

KONDISI NORMAL

No

Faktor Koreksi

(δ)

Terminal Tegangan Tembus Bola Keadaan

Standar ( Vs = Vp/δ) kV V rata-rata Ket

Tabel 4.4 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi NaCL dengan Bobot Polusi Ringan

NO Isolator

Terpolusi ke-n

Faktor

Koreksi (δ)

(25)

46 Tabel 4.5 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi NaCL dengan

Bobot Polusi Sedang

NO Isolator

Terpolusi ke-n

Faktor

Koreksi (δ)

Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar (Vs = Vp/δ) kV

Tabel 4.6 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi NaCL dengan Bobot Polusi Berat

NO Isolator

Terpolusi ke-n

Faktor

Koreksi (δ)

Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar (Vs = Vp/δ) kV

Tabel 4.7 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi CaCO3 dengan Bobot Polusi Ringan

NO Isolator

Terpolusi ke-n

Faktor

Koreksi (δ)

Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar (Vs = Vp/δ) kV

V0 V1 V2 V3 V4 V5

(26)

47

Lanjutan Tabel 4.7

NO Isolator

Terpolusi ke-n

Faktor

Koreksi (δ)

Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar (Vs = Vp/δ) kV

Tabel 4.8 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi CaCO3 dengan Bobot Polusi Sedang

NO Isolator

Terpolusi ke-n

Faktor Koreksi (δ)

Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar (Vs = Vp/δ) kV

Tabel 4.9 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi CaCO3 dengan Bobot Polusi Berat

NO Isolator

Terpolusi ke-n

Faktor

Koreksi (δ)

(27)

48 Tabel 4.10 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi C dengan Bobot

Polusi Ringan

NO Isolator

Terpolusi ke-n

Faktor

Koreksi (δ)

Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar (Vs = Vp/δ) kV

Tabel 4.11 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi C dengan Bobot Polusi Sedang

NO Isolator

Terpolusi ke-n

Faktor

Koreksi (δ)

Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar (Vs = Vp/δ) kV

Tabel 4.12 Tegangan Tembus Sela Bola pada Kondisi Isolator Terpolusi C dengan Bobot Polusi Berat

NO Isolator

Terpolusi ke-n

Faktor

Koreksi (δ)

Tegangan Tembus Bola Keadaan Standar (Vs = Vp/δ) kV

V0 V1 V2 V3 V4 V5

1 Isolator 5 0.95 8.01 16.02 23.01 30.15 38.31 40.21

(28)

49

 Lanjutan Tabel 4.12

NO Isolator

Terpolusi ke-n

Faktor

Koreksi (δ)

Tegangan Tembus Bola Keadaaan Standar (Vs = Vp/δ) kV

V0 V1 V2 V3 V4 V5

3 Isolator 5,4,dan 3 0.95 7.98 16.02 23.01 27.98 31.23 34.67

4 Isolator 5,4,3,dan 2 0.95 7.87 16.02 19.87 23.71 27.91 31.87

5 Ke lima Isolator 0.95 8.20 12.31 16.91 20.27 24.36 28.21

IV.3 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan

Nilai persentase distribusi tegangan pada tiap isolator piring kaca ditentukan berdasarkan persamaan dibawah ini :

 ��1 = �1−��

�−���100% (4.1)

 ��1+��2 =�2−��

�−���100% (4.2)

 ��1+��2+��3 =

�3−��

��−���100% (4.3)

 ��1+��2+��3+��4 =�4−��

�−���100% (4.4)

 ��5 =

(29)

50

Keterangan:

Vi1 = Persentase distribusi tegangan posisi 1 dari kawat fasa

Vi2 = Persentase distribusi tegangan posisi 2 dari kawat fasa

Vi3 = Persentase distribusi tegangan posisi 3 dari kawat fasa

Vi4 = Persentase distribusi tegangan posisi 4 dari kawat fasa

Vi5 = Persentase distribusi tegangan posisi 5 dari kawat fasa

 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Normal

 ��1 =

16.09−8.20

46.05−8.20x100% =

��.��%

 ��2 =

23,49−8.20

46.02−8.20�100%−(20.85%) =

��.��%

 ��3 = 30,6646.028.208.20�100%−(20.85% + 19.26%) =

��.��%

 ��4 =

38,03−8.20

46.02−8.20�100%−(20.85% + 19.26% + 18.94%) =

��.��%

 ��5 = 100%−(20.85% + 19.26% + 18.94% + 21.16%) =

(30)

51 Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Isolator Terpolusi

NaCl

(31)

52 Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Isolator Terpolusi

C

IV.4 Analisis Bobot Polusi Masing-Masing Polutan

Gambar 4.1 Isolator Terpolusi dengan Tingkat Bobot Polusi

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat hubungan bobot polusi masing-masing polutan terhadap besarnya penambahan polutan pada larutan pengotor. Semakin

50

Ringan Sedang Berat

Bobot Polusi

NaCl

CaCO3

(32)

53

besar nilai bobot polusi maka semakin besar pula penambahan polutan pada larutan pengotor. Besarnya bobot polusi ditentukan dari seberapa konduktifnya larutan pencuci isolator.

IV.4.1 Perbandingan polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan bobot polusi ringan

Dari Gambar 4.1 maka dibandingkan bobot polutan pengotor yang digunakan untuk memperoleh bobot polutan yang menempel pada isolator uji, diperoleh bahwa untuk memperoleh standar bobot polusi ringan yaitu 0.03-0.06 dibutuhkan penambahan NaCl 50 gram, 100 gram CaCO3, dan 80 gram C pada larutan pengotor. NaCl merupakan polutan yang paling kecil bobot penambahannya disebabkan karena NaCl lebih konduktif dibandingkan dengan C dan CaCO3. Namun lapisan pengotor lebih hampir tersebar merata pada polutan CaCO3, hal ini disebabkan CaCO3 memiliki sifat higrokopis yang menyerap air yang bersifat konduktif. Sehingga tahanan permukaan isolator akan menurun dan memperpendek jarak rambat isolator. Berikut ini adalah isolator piring kaca yang

terpolusi NaCl, CaCO3, dan C di tunjukkan pada Gambar 4.1 (a), (b), dan (c) .

(33)

54

(c)

Gambar 4.2 (a) Isolator dengan Pengotor 50 gram NaCl (b) Isolator dengan Pengotor 100 gram CaCO3 (c) Isolator dengan Pengotor 80 gram C

IV.4.2 Perbandingan polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan bobot polusi sedang

(34)

55

(a) (b)

(c)

Gambar 4.3 (a) Isolator dengan Pengotor 200 gram NaCl (b) Isolator dengan Pengotor 500 CaCO3 (c) Isolator dengan Pengotor 300 gram C

IV.4.3 Perbandingan polutan NaCl, CaCO3, dan C dengan bobot polusi berat

(35)

56

(a) (b)

(c)

Gambar 4.4 (a) Isolator dengan Pengotor 550 gram NaCl (b) Isolator dengan Pengotor 900 CaCO3 (c) Isolator dengan Pengotor 700 gram C

IV.5 Analisis Pengaruh Isolator yang Terpolusi Terhadap Distribusi

Tegangan Isolator Rantai

(36)

57

Berdasarkan penurunan rumus pada persamaan 2.15 dapat dibuktikan bahwa dengan turunnya nilai R mengakibatkan impedansi isolator akan menjadi berkurang. Dengan mengasumsikan bahwa arus pada masing masing isolator sama, maka nilai tegangan pikul yang dimiliki isolator didapatkan dengan menggunakan persamaan :

� =��� (4.11)

Persamaan diatas terbukti berdasarkan hasil percobaan bahwa tegangan tembus elektroda bola-bola akan turun ketika dihubungkan pada isolator yang terpolusi. Hal ini disebabkan karena telah menurunnya nilai tahanan permukaan isolator yang disebabkan oleh polutan sehingga nilai dari impedansi isolator menurun, dimana pada persamaan diatas nilai impedansi isolator berbanding lurus dengan nilai tegangan.

VI.5.1 Analisis distribusi tegangan isolator kondisi normal

Gambar 4.5 Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal 0

Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)

(37)

58

Dilihat dari Gambar 4.5, tegangan setiap unit isolator hampir merata. Hal ini disebabkan isolator yang digunakan seragam sehingga tegangan yang dipikul masing-masing isolator hampir sama.

IV.5.2 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi ringan dengan polutan NaCl

Gambar 4.6 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator yang Terpolusi Ringan oleh Polutan NaCl

Dilihat dari Gambar 4.6, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 9.58 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase tegangan adalah 26.97 % dari isolator pada kondisi normal.

0

Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)

(38)

59 • Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi

semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 32.45 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 27.33 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 26.42 % dari isolator pada kondisi normal.

IV.5.3 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi sedang dengan polutan NaCl

Gambar 4.7 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator yang Terpolusi Sedang oleh Polutan NaCl

Dilihat dari Gambar 4.7, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing masing-masing isolator yakni:

Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)

(39)

60 • Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi

semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 8.75 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 2 mengalami penurunan drastis pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 26.63 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase tegangan adalah 34.97 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase tegangan adalah 37.41 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 48.13% dari isolator pada kondisi normal.

IV.5.4 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi berat dengan polutan NaCl

Gambar 4.8 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator yang Terpolusi Berat oleh Polutan NaCl

0

Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)

%

Isolator Terpolusi Berat (NaCl)

Kondisi Normal

(40)

61

Dilihat dari Gambar 4.8, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 28.64 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase tegangan adalah 37.8% dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 40.02 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 43.78% dari isolator pada kondisi normal

(41)

62

VI.5.5 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi ringan dengan polutan CaCO3

Gambar 4.9 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator yang Terpolusi Ringan oleh Polutan CaCO3

Dilihat dari Gambar 4.9, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 22.81 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 34.2% dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase tegangan adalah 27.06 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 26.72% dari isolator pada kondisi normal.

0

Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)

(42)

63 • Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi

isolator yang terpolusi ke 5,4,3, dan 2. Besar penurunan persentase tegangan adalah 34.21% dari isolator pada kondisi normal.

IV.5.6 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi sedang dengan polutan CaCO3

Gambar 4.10 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator yang Terpolusi Sedang oleh Polutan CaCO3

Dilihat dari Gambar 4.10, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 43.44 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase tegangan adalah 42.32% dari isolator pada kondisi normal.

0

Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)

(43)

64 • Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi

isolator yang terpolusi ke 5,4,dan 3. Besar penurunan persentase tegangan adalah 46.67 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,dan 3. Besar penurunan persentase tegangan adalah 46.85% dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 42.43% dari isolator pada kondisi normal

IV.5.7 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi berat dengan polutan CaCO3

Gambar 4.11 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator yang Terpolusi Berat oleh Polutan CaCO3

Dilihat dari Gambar 4.11, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing masing-masing isolator yakni:

Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)

%

Isolator Terpolusi Berat (CaCO3)

Kondisi Normal

(44)

65 • Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi

semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 57.19 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,3,dan 2. Besar penurunan persentase tegangan adalah 55.75% dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,dan 3. Besar penurunan persentase tegangan adalah 61.35 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5 dan 4. Besar penurunan persentase tegangan adalah 72.76% dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5 dan 4. Besar penurunan persentase tegangan adalah 71.16% dari isolator pada kondisi normal.

IV.5.8 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi ringan dengan polutan C

Gambar 4.12 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator yang Terpolusi Ringan oleh Polutan C

0

Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)

(45)

66

Dilihat dari Gambar 4.12, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 14.27 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 28.55% dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 25 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4 dan 3. Besar penurunan persentase tegangan adalah 33.2% dari isolator pada kondisi normal.

(46)

67

IV.5.9 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi sedang dengan polutan C

Gambar 4.13 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator yang Terpolusi Sedang oleh Polutan C

Dilihat dari Gambar 4.13, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 12.5 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 31.72% dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,3 dan 2. Besar penurunan persentase tegangan adalah 29.01 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,3 dan 2. Besar penurunan persentase tegangan adalah 46.15% dari isolator pada kondisi normal.

0

Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)

%

Isolator Terpolusi Sedang (C)

Kondisi Normal

(47)

ke-68 • Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 45.61% dari isolator pada kondisi normal.

IV.5.10 Analisis distribusi tegangan isolator terpolusi berat dengan polutan C

Gambar 4.14 Perbandingan Tegangan Setiap Unit Isolator pada Kondisi Normal vs Isolator yang Terpolusi Berat oleh Polutan C

Dilihat dari Gambar 4.14, tegangan setiap unit isolator rantai menjadi turun dikarenakan isolator piring ini telah terpolusi. Penurunan tegangan masing masing-masing isolator yakni:

• Isolator posisi 1 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 39.48 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 2 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4,3 dan 2. Besar penurunan persentase tegangan adalah 42.44% dari isolator pada kondisi normal.

0

Vi(1) Vi(2) Vi(3) Vi(4) Vi(5)

%

Isolator Terpolusi Berat (C)

Kondisi Normal

(48)

69 • Isolator posisi 3 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi

semua isolator terpolusi. Besar penurunan persentase tegangan adalah 45.64 % dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 4 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5,4, dan 3. Besar penurunan persentase tegangan adalah 56.53% dari isolator pada kondisi normal.

• Isolator posisi 5 mengalami penurunan tegangan terbesar pada kondisi isolator yang terpolusi ke 5. Besar penurunan persentase tegangan adalah 72.01% dari isolator pada kondisi normal.

IV.6 Analisis Perbandingan Tegangan Pikul dari Jumlah Unit Isolator

pada Kondisi Normal dan Terpolusi.

IV.6.1 Analisis kondisi normal

Gambar 4.15 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Normal

Dari Gambar 4.15 terlihat bahwa kemampuan dari isolator meningkat secara konstan dengan penambahan unit isolator. Hal ini disebabkan karena distribusi tegangan masing-masing isolator hampir merata.

(49)

70

VI.6.2 Analisis perbandingan tegangan pikul dari jumlah unit isolator terpolusi ringan secara merata dengan kondisi normal.

Gambar 4.16 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Terpolusi Ringan vs Kondisi Normal

(50)

71

IV.6.3 Analisis perbandingan tegangan pikul dari jumlah unit isolator terpolusi sedang secara merata dengan kondisi normal

Gambar 4.17 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Terpolusi Sedang vs Kondisi Normal

Dilihat dari Gambar 4.17, tegangan yang dipikul jumlah unit isolator pada kondisi terpolusi mengalami penurunan dari kondisi normal. Dari grafik terlihat bahwa penurunan distribusi tegangan terbesar terjadi pada polutan CaCO3 dan yang terkecil adalah NaCl. Besar penurunan tegangan untuk seluruh unit isolator yang terpolusi ringan yakni : 36.26 % untuk CaCO3, 30.11 %, dan 28.71% untuk C dan NaCl.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

1 2 3 4 5

kV

Jumlah Unit Isolator

Isolator Terpolusi Sedang

Kondisi Normal

Terpolusi NaCl

Terpolusi CaCO3

(51)

72

IV.6.4 Analisis perbandingan tegangan pikul dari jumlah unit isolator terpolusi berat secara merata dengan kondisi normal

Gambar 4.18 Tegangan yang Dipikul Jumlah Unit Isolator pada Kondisi Terpolusi Berat vs Kondisi Normal

(52)

73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tahanan permukaan akan berkurang dengan adanya polutan pada permukaan isolator sehingga menyebabkan penurunan persentase distribusi tegangan.

2. Penurunan tegangan terbesar yang terjadi pada salahsatu isolator sebesar 72,76% yakni dari tegangan pikul 8,09kV menjadi 1,97kV selain disebabkan oleh sifat konduktivitas polutan yang menempel juga dipengaruhi oleh daya higroskopis dan daya rekat polutan pada permukaan konduktor.

3. Persentase penurunan distribusi tegangan terbesar untuk masing- masing bobot polusi yaitu ringan, sedang, dan berat adalah CaCO3 yakni 25,51% untuk bobot polusi ringan, 36,26% untuk bobot polusi sedang dan 44,47% untuk bobot polusi berat.

V.2 SARAN

Adapun saran yang diharapkan sebagai pengembangan Tugas Akhir ini adalah:

1. Penelitian dapat dilakukan dengan meneliti pengaruh kelembaban terhadap penurunan distribusi tegangan isolator yang terpolusi.

(53)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Isolator Piring

II.1.1 Umum

Pada transmisi hantaran udara, suatu konduktor dengan konduktor lain diisolir dengan udara, sedangkan konduktor dengan menara atau tiang pendukung konduktor diisolir dengan bahan isolasi padat yang disebut isolator. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi aliran arus yang tidak semestinya ada antara satu bagian dengan lainnya, sehingga bagian yang tidak bertegangan ini harus dipisahkan dari bagian-bagian yang bertegangan.

Isolator jaringan tenaga listrik merupakan alat tempat menopang kawat penghantar jaringan pada tiang-tiang listrik yang digunakan untuk memisahkan secara elektris dua buah kawat atau lebih agar tidak terjadi kebocoran arus (leakage current) atau lewat-denyar (flashover) sehingga mengakibatkan

terjadinya kerusakan pada sistem jaringan tenaga listrik.

Adapun fungsi utama isolator adalah:

1. Untuk penyekat/mengisolasi penghantar dengan tanah dan antara penghantar dengan penghantar.

2. Untuk memikul beban mekanis yang disebabkan oleh berat penghantar dan/ atau gaya tarik penghantar.

3. Untuk menjaga agar jarak antar penghantar tetap (tidak berubah).

(54)

7

sakelar pemisah, pendukung konduktor penghubung dan penggantung rel daya. Pada panel pembagi daya, rel dengan rel dipisahkan oleh udara, sedangkan rel dengan kerangka pendukung dipisahkan oleh isolator.

II.1.2 Konstruksi isolator piring

Isolator pada umumya memiliki tiga bagian utama yaitu bahan dielektrik, kap (cap), dan fitting seperti terlihat pada Gambar 2.1. Selain itu juga terdapat semen yang berfungsi sebagai bahan perekat yang merekatkan ketiga bagian ini.[2]

Gambar 2.1 Konstruksi Isolator Piring [2]

(55)

8

(a) (b)

(c)

Gambar 2.2 (a) Isolator Piring Standar [1](b) Isolator Piring Anti-fog[1] (c) Isolator Piring Aerodinamis[1]

• Isolator dengan desain standar (Gambar 2.2a). Isolator ini digunakan pada daerah dengan bobot polusi rendah seperti di daerah yang kerapatan penduduknya dan tidak ada industri.

Isolator piring dengan desain anti-fog (Gambar 2.2b). Isolator ini dirancang memiliki lekukan yang lebih dalam untuk memperpanjang jarak rambat arus, digunakan pada daerah dengan bobot polusi tinggi seperti di daerah industry berat.

Isolator piring dengan desain aerodinamis (Gambar 2.2c). Isolator ini dirancang memiliki permukaan yang licin sehingga polutan lebih sulit menempel pada permukaannya. Isolator ini biasa digunakan pada daerah gurun.

(56)

9 • Setiap lubang pada bahan isolasi, harus memiliki sumbu yang sejajar dengan sumbu memanjang atau sumbu tegak isolator. Lubang dibuat pada temperatur penempaan isolator.

• Tidak memiliki lekukan yang runcing agar pada isolator tidak terjadi medan elektrik yang tinggi.

• Permukaan isolator harus licin dan bebas dari partikel-partikel runcing.

• Untuk menghindari terjadinya peluahan sebagian, maka isolator tidak boleh mengandung rongga udara.

• Tidak ada resiko meledak dan pecah.

• Dimensi sirip dan jarak rambat diatur sedemikian sehingga isolator mudah dibersihkan. Pembersihan dimaksud adalah pembersihan secara alami oleh hujan atau pembersihan rutin. Kedua pembersihan tersebut adalah dalam rangka membuang bahan polutan yang menempel pada permukaan isolator.

• Jarak rambat isolator harus diperbesar, jika isolator dipasang pada kawasan yang dihuni banyak burung.

• Bahan perekat harus memiliki kekuatan adhesi yang tinggi.

II.1.3 Bahan dielektrik isolator

Suatu isolator yang baik mempunyai bahan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Walaupun ada yang sanggup menghantarkan arus listrik namun relative kecil sehingga bisa diabaikan.

(57)

10

1. Bahan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik.

2. Bahan isolasi yang ekonomis, tanpa mengurangi kemampuannya sebagai isolator. Sebab makin berat dan besar ukuran isolator tersebut akan mempengaruhi beban penyangga pada sebuah tiang listrik.

3. Bahan yang terbuat dari bahan padat, seperti : porselin, gelas, mika, ebonit, keramik, parafin, kuarts, dan veld spaat.

Ada dua jenis bahan isolator yang paling sering digunakan pada isolator yaitu berbahan porselin/keramik dan gelas/kaca seperti pada Gambar 2.3 :[2]

1. Porselen

(58)

11

Keuntungan dari penggunaan isolator berbahan porselin ini adalah :

a. Terbuat dari dari bahan campuran tanah porselin, kwarts, dan veld spaat,

b. Bagian luarnya dilapisi dengan bahan glazuur agar bahan isolator tersebut tidak berpori-pori. Dengan lapisan glazuur ini permukaan isolator menjadi licin dan berkilat, sehingga tidak dapat mengisap air. c. Dapat dipakai dalam ruangan yang lembab maupun di udara terbuka. d. Memiliki sifat tidak menghantar (non conducting) listrik yang tinggi,

dan memiliki kekuatan mekanis yang besar.

e. Dapat menahan beban yang menekan serta tahan akan perubahan-perubahan suhu.

f. Memiliki kualitas yang lebih tinggi dan tegangan tembusnya (voltage gradient) lebih besar, sehingga banyak disukai pemakaiannya untuk jaringan distribusi primer. Kadang-kadang kita jumpai isolator porselin ini pada jaringan distribusi sekunder, tetapi ukurannya lebih kecil.

Kelemahan dari penggunaan isolator berbahan porselin ini adalah :

a. Tidak tahan akan kekuatan yang menumbuk atau memukul.

b. Ukuran isolator porselin ini tidak dapat dibuat lebih besar, karena pada saat pembuatannya terjadi penyusutan bahan. Walaupun ada yang berukuran lebih besar namun tidak seluruhnya dari bahan porselin, akan tetapi dibuat rongga di dalamnya, yang kemudian akan di isi dengan bahan besi atau baja tempaan sehingga kekuatan isolator porselin bertambah. Cara yang demikian ini akan menghemat bahan yang digunakan.

(59)

12

2. Gelas

Bahan penyusun dari isolator gelas terdiri dari bahan campuran antara pasir silikat, dolomit, dan phospat. Isolator gelas memiliki sifat mengkondensir (mengembun) kelembapan udara, sehingga debu lebih mudah melekat dipermukaan isolator. Kekuatan mekanik dan dielektrik dari isolator gelas bergantung pada kandungan alkali pada isolator tersebut. Kekuatan dielektrik gelas alkali tinggi adalah 17,9 kVrms/mm sedangkan kemampuan dielektrik gelas alkali rendah adalah 48kVrms/mm.

Keuntungan dari penggunaan isolator gelas ini adalah :

1. Terbuat dari bahan campuran antara pasir silikat, dolomit, dan phospat. Komposisi bahan tersebut dan cara pengolahannya dapat menentukan sifat dari isolator gelas ini.

2. Lebih banyak dijumpai pemakaiannya pada jaringan distribusi sekunder.

3. Isolator gelas ini harganya lebih murah bila dibandingkan dengan isolator porselin.

Kelemahan dari penggunaan isolator gelas ini adalah :

a. Memiliki sifat mengkondensir (mengembun) kelembaban udara, sehingga lebih mudah debu melekat dipermukaan isolator tersebut. b. Makin tinggi tegangan sistem makin mudah pula terjadi peristiwa

kebocoran arus listrik (leakage current) lewat isolator tersebut,yang berarti mengurangi fungsi isolasinya.

c. Memiliki kualitas tegangan tembus yang rendah, dan kekuatannya berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan temperatur.

(60)

13

disekelilingnya. Tetapi bila isolator gelas ini mengandung campuran dari bahan lain, maka suhunya akan turun.

(a) (b) Gambar 2.3 Isolator (a) Porselen (b) Kaca

II.1.4 Tahanan permukaan

Apabila isolator memikul tegangan searah, maka arus akan mengalir melalui permukaan dan bagian dalam isolator. Arus yang melalui permukaan disebut arus permukaan. Sedangkan hambatan yang dialami arus ini disebut tahanan permukaan. Arus yang melalui bagian dalam isolator disebut arus volume dan hambatan yang dialami arus tersebut disebut tahanan volume. Besarnya tahanan volume dipengaruhi oleh bahan isolator yang digunakan. Sedangkan besarnya tahanan permukaan dipengaruhi oleh kondisi dari permukaan isolator. Jumlah arus volume dan arus permukaan disebut arus bocor [3].

(61)

14 Gambar 2.4 Komponen Arus Bocor pada Isolator.

Rangkaian listrik ekivalen suatu isolator ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Rangkaian ekuivalen arus bocor isolator.

Keterangan:

Ip = arus permukaan isolator.

IV = arus volume isolator.

Ic = arus kapasitif yang timbul pada isolator.

IB = arus bocor isolator.

Rp = tahanan permukaan pada isolator.

Rv = tahanan volume pada isolator.

(62)

15

Adapun arus bocor yang mengalir melalui suatu isolator adalah :

�� = �� +��+�� (2.1)

Karena tahanan volume relatif besar dibandingkan dengan tahanan permukaan, maka menyebabkan arus volume dapat diabaikan. Sehingga, arus bocor total menjadi :

�� =��+�� (2.2)

Dengan demikian, rangkaian ekuivalen isolator menjadi seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Rangkaian Ekuivalen Isolator Mengabaikan Arus Volume.

(63)

16

II.1.5 Isolator terpolusi

Isolator akan dilapisi oleh polutan baik berada pada ruang terbuka maupun tertutup. Polutan ini dapat mempengaruhi konduktivitas permukaan dari isolator tersebut sehingga dapat menyebabkan kegagalan isolasi. Berdasarkan sifatnya polutan terdiri dari :

• Polutan yang bersifat konduktif

Polutan yang bersifat konduktif adalah polutan yang mampu menghantarkan arus listrik. Terdiri dari garam-garam yang mampu terurai menjadi ion-ion misalnya NsCl, MgCl2 , Na2SO4, dan sebagainya. Dalam suatu larutan garam-garam mudah terurai dan dapat mempengaruhi tahanan permukaan isolator, karena garam-garam tersebut akan membentuk suatu lapisan konduktif pada permukaan isolator.

Polutan yang bersifat inert

(64)

17

Polutan yang terbentuk biasanya bukan hanya berasal dari keadaaan alam namun bebereapa polutan terbentuk dari sisa aktivitas makhluk hidup. Beberapa jenis polutan yang sangat berpengaruh terhadap tahanan permukaan isolator : [1]

• Garam. Garam ini dapat berasal dari udara yang berhembus dari laut dan yang berasal dari zat kimia di jalanan yang menguap.

• Limbah pabrik dalam bentuk gas seperti karbon dioksida, klorin dan sulfur oksida dari pabrik kimia dan sebagainya.

• Kotoran burung.

• Pasir di daerah gurun.

Kondisi cuaca akan mempengaruhi polusi pada permukaan isolator ini. Angin dapat membawa garam dan pasir sampai ke permukaan isolator. Hujan deras dapat membersihkan polutan terutama di bagian atas permukaan isolator sedangkan gerimis, kelembaban yang tinggi, dan kabut akan membuat lapisan polutan menjadi basah. Untuk mengurangi polusi pada permukaan isolator, dilakukan beberapa usaha sebagai berikut : [1]

 Pencucian

Isolator pada saluran maupun pada gardu induk dapat dicuci dalam keadaan tidak bertegangan maupun saat bertegangan. Pencucian dapat dilakukan secara otomatis dan manual seperti dengan menggunakan helikopter. Untuk pencucian dalam keadaan bertegangan, ada 2 syarat yang harus diperhatikan yaitu:

1. Air yang digunakan adalah air murni tanpa mineral danmemiliki tahanan jenis lebih besar dari 50.000 O cm.

2. Urutan pencucian harus dimulai dari bawah ke atas untuk mencegah terkumpulnya polutan.

Pelapisan (greasing/coating)

(65)

18

Keuntungan dari metode ini adalah mendapatkan sifat hidrofobik, yaitu sifat bahan yang membuat permukaannya tetap kering karena air sulit untuk menempel pada permukaannya. Bahan yang bersifat hidrofobik yaitu minyak dan lilin. Keuntungan lainnya dari metode ini adalah terperangkapnya atau terikatnya polutan oleh minyak dan mencegah polutan ini basah akibat embun. Minyak yang digunakan terbuat dari silikon atau hidrokarbon. Kekurangan metode ini adalah harus mengganti minyak yang telah lama digunakan, biasanya dilakukan setiap tahun.  Perpanjangan sirip (extender shed)

Sirip isolator diperpanjang dengan bahan polimer seperti di tunjukkan pada Gambar 2.7. Perpanjangan sirip ini dipasangkan pada sirip isolator dengan menggunakan perekat dan tidak boleh ada celah udara di antara sirip porselin dengan sirip tambahan karena akan menyebabkan peluahan sebagian pada celah udara ini yang akan merusak polimer dan isolator. Selain memperpanjang jarak rambat, perpanjangan sirip ini memudahkan air yang membawa polutan akibat hujan atau embun untuk mengalir dari permukaan isolator.

Tambahan Polimer

Sirip Porselin

Gambar 2.7 Perpanjangan Sirip yang Terpasang pada Isolator Porselin [1]

II.2 Penggolongan Tingkat Pengotoran

(66)

19

kemudian disetarakan dengan bobot garam dalam larutan air yang konduktivitasnya sama dengan konduktivitas polutan tersebut.

Tabel 2.1 Penggolongan Bobot Polusi Berdasarkan IEC 60050-815: 2000 Edisi 01

Tingkat Pengotoran ESSD

Sangat Ringan 0 – 0.03

Ringan 0.03 – 0.06

Sedang 0.06– 0.1

Berat >0.1

Selain standar diatas, IEC 815 juga menentukan bobot polusi dengan metode ESDD dan tinjauan lapangan. Penentuan tingkat bobot polusi isolator dengan metode tinjauan lapangan ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Tingkat Polusi Dilihat dari Lingkungannya Berdasarkan IEC 815 [2][1]

Tingkat Polusi

Contoh Lingkungan ESDD

(mg/cm2)

Ringan

- Wilayah dengan sedikit industri dan rumah penduduk dengan sarana pembakaran rendah. - Wilayah pertanian (penggunaan pupuk dapat

meningkatkan bobot polusi) dan pegunungan. - Wilayah dengan jarak 10km atau lebih dari laut

dan tidak ada angin laut yang berhembus.

Cat : Semua kawasan terletak paling sedikit 10 – 20 km dari laut dan bukan kawasan terbuka bagi hembusan angin langsung dari laut.

0.06

Sedang

- Wilayah dengan industri yang tidak menghasilkan polusi gas.

- Wilayah dengan kepadatan tinggi dan/atau kawasan industri kepadatan tinggi yang sering hujan dan/atau berangin.

(67)

20  Lanjutan Tabel 2.2

Tingkat Polusi

Contoh Lingkungan ESDD

(mg/cm2)

- Wilayah yang tidak terlalu dekat dengan pantai kira kira beberapa kilometer.

Berat

- Wilayah banyak industri dan perkotaan dengan sarana pembakaran yang tinggi.

- Wilayah dekat laut atau senantiasa terbuka bagi hembusan angin laut yang kencang.

0.60

Sangat Berat

- Sangat dekat pantai

- Sangat dekat dengan kawasan Industri

- Wilayah padang pasir dengan tidak adanya hujan untuk jangka waktu yang lama.

>0.60

II.3 Isolator Rantai

Isolator rantai terdiri dari beberapa isolator piring yang disusun secara berantai sehingga menjadi satu kesatuan isolator. Isolator rantai seperti Gambar 2.8 biasanya digunakan untuk menggantung penghantar transmisi tegangan tinggi pada menara- menara transmisi. Penghantar ini digantung dengan menggunakan isolator agar penghantar tidak menyentuh badan menara yang dibumikan. Isolator jenis ini banyak digunakan karena pada sistem transmisi tegangan tinggi isolator ini dianggap paling effisien untuk mengisolasi antara konduktor dengan tiang menara.

(68)

21

Keuntungan penggunaan isolator rantai adalah :[4]

1. Biaya instalasi isolator rantai cenderung lebih murah dari isolator pin untuk sistem dengan tegangan lebih dari 33kV.

2. Setiap unit isolator piring dirancang untuk bekerja pada tegangan rendah. Sehingga dapat disusun agar dapat mengisolir tegangan kerja.

3. Jika salah satu isolator piring pada suatu renteng isolator rantai rusak. Maka kita hanya perlu mengganti isolator piring tersebut dengan isolator yang baru.

4. Karena tersusun dari beberapa isolator piring maka isolator rantai memiliki tingkat fleksibel yang tinggi sehingga dapat mengayun mengikutikabel transmisi.

5. Dengan bertambahnya permintaan akan jaringan transmisi, akan lebih menguntungkan jika menigkatkan suplai daya dengan menaikkan tegangan transmisi. Karena tegangan transmisi naik maka isolator pendukung yang ada juga harus disesuaikan. Dimana isolator rantai dapat dengan mudah dinaikkan kapasitasnya dengan menambahkan jumlah isolator piringnya.

6. Isolator rantai biasanya dipasangkan pada menara baja. Dimana isolator rantai berada dibawah crossarm sehingga secara tidak langsung kabel transmisi mendapatkan proteksi terhadap petir.

II.4 Distribusi Tegangan

(69)

22

disusun menjadi isolator rantai, maka akan dijumpai tiga kelompok susunan “konduktor-dielektrik-konduktor” , masing-masing dibentuk oleh :[2] [3]

a. Kap isolator-dielektrik-fitting. Susunan ini membentuk kapasitansi sendiri isolator (C1).

b. Kap isolator-udara-menara. Susunan ini membentuk kapasitansi kap isolator dengan menara yang dibumikan (C2) yang disebut kapasitansi tegangan rendah.

c. Kap isolator-udara-konduktor transmisi. Susunan ini membentuk kapasitansi kap isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C3) yang disebut kapasitansi tegangan tinggi.

Sehingga jika isolator dianggap bersih maka akan didapatkan suatu rangkaian kapasitansi seperti pada Gambar 2.9 berikut :

Gambar 2.9 Susunan Isolator Piring Membentuk Kapasitansi [2]

Seperti yang terlihat pada gambar, timbulnya C2 dan C3 maka tegangan pada setiap unit isolator yang seharusnya sama menjadi berbeda beda dimana unit isolator rantai yang paling dekat dengan kawat penghantar adalah unit yang menerima tergangan paling besar dibandingkan dengan unit lain. Dan tegangan akan semakin kecil untuk unit yang semakin jauh dari konduktor penghantar. Metode untuk menghitung distribusi tegangan pada isolator rantai, yaitu dengan

Logam Logam

Logam

Logam

Logam

(70)

23

metode Hukum Kirchoff. Rangkaian ekuivalen isolator rantai untuk menghitung distribusi tegangan diperlihatkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Rangkaian Distribusi Tegangan Menggunakan Metode Kirchoff [2]

Hukum kirchoff pada titik (1) adalah sebagai berikut:

�11 +�31 = �21+�12 (2.3)

Jika tegangan pada suatu kapasitor C adalah V dan frekuensi tegangan itu adalah f, maka arus pada suatu kapasitor adalah ic =2πfCV. Dengan demikian, persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:

(71)

24 �1�1+ �3(��� − �1) =�2�1+�1�2 (2.5)

Hukum kirchoff pada titik (2) adalah:

�12+�32 =�22+�13 (2.6)

Atau,

�1�2+�3(��� − �1− �2) =�2(�1+�2) +�1�3 (2.7)

Hukum Kirchoff pada titik (n-1) adalah sebagai berikut:

�1(�−1)+�3(�−1)= �2(�−1)+�1� (2.8)

Atau,

�1�(�−1)+�3���� − �1− �2− ⋯ − �(�−1)�

=�2(�1+�2+⋯+�(�−1)+�1�� (2.9)

Jika jumlah isolator piring adalah n, maka hukum Kirchoff akan memberikan (n-1) persamaan. Di samping (n-1) persamaan itu masih ada satu persamaan tegangan yang diperoleh, yaitu:

(72)

25

Sehingga ada n persamaan dengan n tegangan (V) yang tidak diketahui. Dengan demikian, V1, V2, V3,...,V(n-1) dan Vn dapat dihitung. Namun jika isolator ini terpolusi maka akan muncul nilai tahanan yang parallel dengan nilai kapasitansi .

Gambar 2.11 Rangkaian Ekuivalen Distribusi Tegangan Isolator Rantai Dalam Kondisi Terpolusi

Rangkaian isolator yang terpolusi seperti pada Gambar 2.11 dimana nilai kapasitansi dan resistansinya paralel sehingga impedansi total yang terdapat pada isolator dapat diturunkan menjadi :

1

�=

1

��+

1

� (2.11)

�= ��.�

��+� (2.12)

� =

1

���.�

1

���+ �

(73)

26

�= �

1 +���.� (2.14)

�= �

1 +�2��� .� (2.15)

Isolator dengan lapisan pengotor tipis yang bersifat konduktif akan memiliki konduktifitas permukaan merata pada setiap titik. Jika dimisalkan lapisan pengotor dengan ketebalan h, konduktivitas permukaan isolator dapat didefenisikan sebagai berikut dimana:

�� = � .ℎ (2.16)

Dimana : σ = konduktivitas spesifik

Dengan demikian resistivitas permukaan adalah

�� = � (2.17)

Dan tahanan total permukaan adalah

� = �.�

� (2.18)

�� =� ��

�[(�+ℎ)2− �2] (2.19)

�� =� ��

�(2�ℎ+ℎ2) (2.20)

Untuk lapisan pengotor yang tipis ( h < r ), maka :

�� = �ℎ ��

(74)

27 �� = �ℎ ��

2�� (2.22)

Untuk jarak lapisan L, tahanan permukaan total adalah :

�= � �� (2.23)

0

� = �� ��

2�� (2.24)

0

� = �� ��

�� (2.25) �

0

Dimana : L = jarak rayap permukaan

dl = elemen jarak rayap permukaan

D = diameter permukaan pada dl

Jika diameter efektif isolator dapat didefinisikan dengan :

���� = �

∫ ��0�� (2.26)

Sehingga tahanan permukaan adalah :

�= ���

����� (2.27)

Untuk menentukan tahanan permukaan suatu lapisan maka didefinisikan faktor bentuk dengan persamaan berikut :

�� = � ��

�� (2.28)

(75)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem transmisi hantaran udara adalah salah satu bagian dari sistem tenaga listrik yang sangat perlu dijaga keandalannya dalam mencapai kontinuitas pelayanan. Salah komponen utama dari sistem transmisi adalah isolator. Isolator ini berfungsi untuk mengisolir konduktor dengan menara atau tiang pendukung .

Isolator yang baik mempunyai bahan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Walaupun ada yang sanggup menghantarkan arus listrik namun relative kecil sehingga bisa diabaikan. Salah satu bahan isolator yang banyak digunakan adalah kaca. Bahan ini harganya lebih murah sehingga banyak dijumpai penggunaannya baik di transmisi hantaran udara maupun di distibusi hantaran udara. Namun sifatnya yang mengkondensir (mengembun) kelembapan udara mengakibatkan debu lebih mudah melekat dipermukaan isolator.

Rentengan isolator disebut dengan istilah isolator rantai. Isolator rantai (string insulator) digunakan pada sistem tenaga listrik sebagai penopang mekanik dan isolasi listrik antara konduktor fasa dengan menara. Isolator rantai ini dirangkai dari beberapa isolator yang menyebabkan distribusi tegangan masing-masing isolator berbeda. Jumlah unit isolator yang dirangkai ditentukan oleh beberapa faktor seperti tegangan operasi, kekuatan mekanik, ketinggian di atas permukaan laut, kekuatan petir, dan kontaminasi lingkungan sekitar.

(76)

2 ini mengurangi tahanan permukaan isolator berkurang, sehingga kekuatan dielektrik isolator berkurang. Jika tegangan yang dipikul isolator lebih besar dibanding kekuatan dielektrik isolator maka akan terjadi peristiwa flashover yang mampu mengakibatkan isolator retak dan pecah. Jika hal ini terjadi maka tegangan yang dipikul isolator rantai akan naik dan satu per satu isolator lainnya retak atau bahkan pecah. Oleh karena itu, perlu adanya perlu adanya perhitungan khusus terhadap pemilihan isolator yang dipengaruhi oleh polutan.

Dalam beberapa jurnal ilmiah yang telah beredar banyak mengupas mengenai distribusi tegangan dengan menggunakan simulasi komputer menggunakan aplikasi seperti MATLAB, akan tetapi untuk menentukan nilai distribusi tegangan yang terjadi pada isolator yang terpolusi lebih baik dilakukan pengujian di laboratorium. Penulis memilih melakukan pengujian dalam menghitung distribusi tegangan yang dipengaruhi oleh polutan pada isolator rantai.

I.2 Perumusan Masalah

Adapun masalah yang akan dianalisis dalam Tugas Akhir ini adalah pengujian distribusi tegangan pada isolator kaca yang dipengaruhi oleh polutan. Pada tugas akhir ini akan dilakukan pengujian isolator dengan memvariasikan polutan yang menempel pada isolator tersebut. Polutan-polutan seperti garam-garaman,debu dan asap kendaraan bermotor adalah polutan yang umum digunakan sebagai polutan yang dipakai pada penelitian ini. Sebagai pengganti ketiga polutan ini digunakan NaCl sebagai garam-garaman, CaCO3 sebagai debu, dan C (karbon) sebagai pengganti asap kendaraan bermotor. Selain itu juga akan dianalisis pengaruh posisi isolator yang terpolusi terhadap distribusi tegangan isolator rantai

Gambar

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Isolator Terpolusi
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Persentase Distribusi Tegangan Kondisi Isolator Terpolusi
Gambar 4.2 (a) Isolator dengan Pengotor 50 gram NaCl (b) Isolator dengan Pengotor 100
Gambar 4.3 (a) Isolator dengan Pengotor 200 gram NaCl (b) Isolator dengan Pengotor
+7

Referensi

Dokumen terkait

bersih lebih besar daripada tegangan flashover isolator pada kondisi terpolusi baik.. terpolusi ringan, sedang, maupun berat untuk semua kelembaban udara yang

Gambar 4.17 Hubungan antara arus bocor terhadap tegangan pada 5 sampai 10 keping isolator kondisi basah tinggi.. Dari kurva pada Gambar 4.17, dapat dilihat bahwa tegangan

Dalam beberapa jurnal ilmiah yang telah beredar banyak mengupas mengenai distribusi tegangan dengan menggunakan simulasi komputer menggunakan aplikasi seperti MATLAB, akan

[1] Kuffel, E., Zaengl, W dan Kuffel, J., High Voltage Engineering fundamentals, secon d edition, Butterworth-Heinemann, 2000.. [4] Holtzhausen, J.P., High

permukaan isolator maka tegangan lewat denyar pada isolator semakin menurun. Dalam meneliti pengaruh polutan tersebut, digunakan berbagai

Hubungan antara arus bocor terhadap tegangan pada 5 sampai 10 keping isolator kondisi basah sedang ... Hubungan antara banyaknya keping isolator terhadap arus bocor pada kondisi

“Pengaruh Kelembaban Udara Terhadap Arus Bocor Isolator.. Post 20

PENGARUH BANYAKNYA KEPING ISOLATOR TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN DAN ARUS BOCOR PADA ISOLATOR. RANTAI KONDISI BASAH