• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengayaan Biskuit dengan Tepung Daging Ikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengayaan Biskuit dengan Tepung Daging Ikan"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh : ADRIANI A.290204

JURUSAN GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ADRIANI. Pengkayaan Biskuit dengan Tepung Daging Ikan. (Dibawah bimbingan SUDJANA smARANI, FAISAL ANWAR dan YUSRO NURI FA WZYA).

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat substitusi tepung daging ikan terhadap tepung terigu yang tepat dalam pembuatan biskuit, mengetahui mutu organoleptik, kimia, fisik, dan mikroba biskuit yang diperkaya tepung daging ikan, serta mengetahui daya simpan biskuit yang dikemas dengan plastik polypropylene dan aluminium foil yang dilaminasi LDPE.

Pene1itian dilakukan di Instalasi Penelitian Perikanan Laut, Slipi, Jakarta, dari bulan Juni sampai November 1996.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Cunang (Congresox talabon), ikan Kembung (Rastrelliger sp), serta bahan-bahan untuk pembuatan biskuit. Bahan-bahan lainnya adalah bahan-bahan untuk analisis kimia seperti H2S04 pekat, NaOH 10%, petrolium eter, serta bahan bahan untuk analisis

mikrobiologi seperti Nutrien Agar (NA), NaCl, dan Potato Dextrose Agar (PDA). Alat-alat yang digunakan antara lain oven, tanur, spektrofotometri, dan Aw-meter.

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan tingkat substitusi tepung daging ikan terhadap tepung terigu yang masih dapat diterima panelis, serta penentuan biskuit dengan pengkayaan salah satu jenis tepung daging ikan yang lebih disukai pane1is. Pada. penelitian utama diambil biskuit dengan セエゥョァォ。エ@

substitusi terpilih pada penelitian pendahuluan, kemudian dikemas dengan 2 jenis bahan pengemas, dan disimpan pada suhu kamar, serta diamati perubahan mutunya setiap 2 minggu selama 3 bulan.

Pengamatan dilakukan terhadap kandungan gizi biskuit (kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar karbohidrat), sifat kirnia biskuit (daya cerna protein in vitro, TBA), sifat fisik biskuit (Nilai Aw, , densitas kamba, kelarutan dalam air, dan absorpsi air), uji mikroba (total koloni bakteri dan total kapang), uji organoleptik (rupa, wama, bau, rasa, dan tekstur). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Percobaan Faktorial 2 faktor, dengan rancangan dasar RAL. Data hasil analisis sifat fisik, kirnia, dan mikroba diuji dengan sidik ragam (ANOV A), kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test. Data hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Perbandingan Berganda Kruskal-Wallis.

(3)

penyimpanan minggu ke-4 sampai minggu ke-12.

Tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang memberikan pengaruh sangat nyata dan nyata terhadap nilai Aw biskuit berturut-turut pada awal dan akhir penyimpanan, sangat nyata terhadap TBA biskuit pada penyimpanan minggu ke-4, minggu ke-8, dan minggu ke-12, serta nyata terhadap TBA biskuit pada penyimpanan minggu ke-6 dan minggu ke-IO. Tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang juga memberikan pengaruh sangat nyata terhadap densitas kamba biskuit pada awal sampai akhir penyimpanan, sangat nyata terhadap kelarutan dalam air produk biskuit pada awal penyimpanan, dan nyata terhadap absorpsi air produk biskuit pada awal penyirnpanan. Sementara itu jenis kemasan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap nilai Aw biskuit pada akhir penyimpanan, sangat nyata terhadap densitas kamba biskuit pada penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-12.

Tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang maupun jenis kemasan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap uji mikroba biskuit.

Biskuit yang dihasilkan memiliki kadar air berkisar antara 1,98% - 3,29%, protein berkisar antara 11,28% - 26,46%, lemak berkisar antara 16,74% - 18,70%, abu berkisar antara 1,24% - 1,38%, dan karbohidrat berkisar antara 53,46% - 70,00%.

Uji organoleptik menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang dan lama penyirnpanan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bau, rasa, dan tekstur biskuit. Tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang memberikan pengaruh nyata terhadap rupa dan warna produk biskuit, sedangkan lama penyirnpanan memberikan pengaruh sangat nyata. Jenis kemasan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rupa, warna, bau, rasa dan tekstur biskuit.

(4)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar Srujana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh: ADRIANI A. 290204

JURUSAN GIZI MASY ARAKAT DAN SUMBERDAY A KELUARGA FAKULTASPERTANIAN

(5)

Nama: Adriani Nrp : A. 290204

Tangga1 lulus :

\, Menyetujui :

\

'. /7 .

セ@ Pemblmbmg I / /

\'

. / " /

\\

/

. DR. If. Sud'a\ \ Siban(ru M.Sc

( //NIP 130 4812

\ .

セMMMMLセO@

. Dosen Pembimbing III

Mengetahui : Ketua Jurusan GMSK

Pelaksana Harian

(DR. If. Ali Khomsan. M.S.) NIP 131404218

(6)

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1973 di Padang, sebagai anak kedua Bapak Zaliar dan Ibu Farisma.

Jenjang pendidikan penulis diawali di Sekolah Dasar Mardisiwi III Kotamadya Padang pada tahun 1980. Pada tahun 1986 penulis menyelesaikan pendidikan SD dan melanjutkan pendidikan di SMP 2 Kotarnadya Padang. Pada tahun 1989 penulis menyelesaikan pendidikan SMP, dan melanjutkan pendidikan di SMA 2 Kotarnadya Padang.

(7)

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi, karena hanya berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik.

Penelitian yang berjudul "Pengkayaan Biskuit dengan Tepung Daging lkan" ini dibiayai oleh Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan Laut, Slipi, Jakarta, dari dana APBN tahun 1996/1997.

Ucapan terima kasih dan penghargaan tak lupa penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Sudjana Sibarani, M.Sc., Bapak Ir. Faisal Anwar M.S., dan Ibu Ir.

Yusro Nuri Fawzya selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.

2. Kepala Instalasi Penelitian Perikanan Laut, Slipi, Jakarta yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis.

3. Ibu Ir. Sri Anna Marliyati, M.S. selaku pemandu pada seminar dan sekaligus penguji, juga kepada Khairul Amanah Triutarni dan Taruli Rohana Sinaga sebagai pembahas pada seminar penulis.

4. Papa dan Mama tercinta yang senantiasa mendo'akan dan memberikan kasih sayangnya kepada penulis.

5. Kakak dan adik-adikku tersayang (Uni dan Kak Wanto, Tedi, Lona, dan Nova) 6. Kakak-kakak pendahulu yang melakukan peneHtian di lnstalasi Penelitian Perikanan

(8)

motivasi kepada penulis semenjak awal penelitian sampai penyusunan skripsi.

7.Teman-teman seperjuangan yang melakukan penelitian di Instalasi Penelitian Perikanan Laut, Slipi , Jakarta (Eni, Ningrum, Santi, dan Maria). Terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.

8. Rekan-rekan Angkatan 29 GMSK, terutama Atik, Utie, dan Ipiet yang senantiasa menasehati dan mendorong penulis.

9. Warga Pondok Dewi (Mba' Jujur, Mba' Ipung, Ni Mery, Ni Yeni, Ranti, Iway, Yati, Nunik, Tanti, Linda, Yuni dan Dindon). Terima kasih atas kebersamaan dan persaudaraannya selama ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Kritik dan saran sangat diharapkan.

Bogor, Juli 1997

(9)

Halaman DAFTARISI ... .

DAFTAR TABEL ... 111

DAFTARGAMBAR... IV DAFTARLAMPIRAN... VI PENDAHULUAN ... ... ... ... 1

Latar Belakang ... ... ... 1

Tujuan Penelitian ... ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUANPUSTAKA... 4

Tepung Ikan ... 4

Bahan Baku... 5

Biskuit... 6

Proses Pembuatan Biskuit... 7

Bahan Pengemas... ... ... ... ... ... ... ... ... 12

BAHANDANMETODE... 15

Tempat dan Waktu ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian... 16

Metode Analisis... 21

(10)

Analisis Data ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

Hasil... 33

Pembahasan ... ,... 51

KESIMPULAN DAN SARAN... ... ... ... ... 85

Kesimpulan ... ,... 85

Saran... 86

DAFTARPUSTAKA... 87

LAMPlRAN .. .... ... ... .... ... ... .... ... ... ... .... ... ... ... .... ... ... 90

1

(11)

Nomor Halaman

I. Kandungan Gizi Tepung Daging Ikan ... 4

2. Syarat Mutu Biskuit ... ... ... ... 11

3. Komposisi Biskuit dengan Berbagai Campuran Bahan dengan Beberapa Modifikasi ... " ... ... ... ... ... ... 20

S Rata-rata Skor Hedonik Biskuit·yang diperkaya Tepung Daging Ikan .. Cunang dan Biskuit yang Diperkaya Tepung Daging Ikan Kembung. 33 6. Rata-rata Skor Hedonik Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung d。ァゥョセ@ Ikan Cunang ... .... ... .... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 34

7. Kadar Air dan Kadar Protein Bis\'.'uit yang Diperkaya dengan Tepung Daging Ikan Cunang ... .... ... ... ... ... .... ... .... ... ... ... 35

8 Komposisi Kimia Bahan Baku ... ... ... ... ... 3-6 9. Nilai Rata-rata Kadar Air Biskuit Selama Penyimpanan... 37

10. Nilai Rata-rata kadar Protein Biskuit Selama Penyimpanan... 38

I I. Nilai Rata-rata Kadar lemak Biskuit Selama Penyimpanan ... 39

12. Nilai Rata-rata Kadar Abu Biskuit Selama Penyimpanan ... 4{)

13. Nilai Rata-rata Kadar Karbohidrat Biskuit Selama Penyimpanan... 41

14. Nilai Rata-rata Daya Cerna Protein in Vitro ... ... 41

15 Nilai Rata-rata Aw Biskuit Selama Penyimpanan... 42

l<l Nilai Rata-rata TBA Biskuit Selama Penyimpanan... 43

17 Nilai Rata-rata Densitas Kamba Biskuit Selama Penyimpanan ... 44

18. Nilai Rata-rata Kelarutan dalam Air Produk Biskuit Selama Penyimpanan ... . 45

(12)

20. Nilai Rata-rata Total Koloni Bakteri Biskuit Selama Penyimpanan.. 47 21 Nilai Rata-rata Total Kapang Biskuit Selama Penyimpanan ... 48

(13)

Nomor

1. Proses Pembuatan Biskuit.. ... .

Halaman 8 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit dengan Beberapa Moditikasi 18 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Daging Ikan dengan Beberapa

Modifikasi... .... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 19 4. Pengaruh Pengkayaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap Kadar Air-"

Produk Biskuit ... _... 53 5. Pengaruh Jenis Kemasan terhadap Kadar Air Produk Biskuit ... 54 6. Pengaruh Pengkayaan Tepung Daging Ikan Curiimg terhadap Kadar

Protein Produk Biskuit... ... ... ... ... ... ... ... 56 7. Pengaruh Pengkayaaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap Kadar

Lemak Produk Biskuit ... ... ... 57 8. Pengaruh Pengkayaaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap Kadar

Abu Produk Biskuit... ... ... ... ... .... ... ... 59 9. Pengaruh Pengkayaaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap Kadar

Karbohidrat Biskuit.. ... ... ... ... ... ... ... 60 10. Pengaruh Pengkayaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap Nilai TBA

Produk Biskuit... ... ... ... ... ... 62

l

11. Pengaruh Pengkayaaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap

Nilai Aw Biskuit ... 65 12. Pengaruh Jenis Kemasan terhadap Nilai Aw Biskuit ... 65 13. Pengaruh Pengkayaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap Densitas

Kamba Biskuit ... ;... 68 14. Pengaruh Jenis Kemasan terhadap Densitas Kamba Biskuit ... 68 15. Pengaruh Pengkayaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap Kelarutan

dalam Air Produk Biskuit... 70

(14)

Air Produk Biskuit ... 72 17. Pengaruh Pengkayaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap

Penilaian Rupa Produk Biskuit ... 75 18. Pengaruh Penyimpanan terhadap Penilaian Rupa Produk Biskuit ... 76 19. Pengaruh Pengkayaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap

Penilaian Warna Produk Biskuit ... 77 20. Pengaruh Penyimpanan terhadap Penilaian Warna Produk Biskuit.... 78 21. Pengaruh Pengkayaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap

Penilaian Bau Produk Biskuit... ... ... 80 22. Pengaruh Penyimpanan terhadap Penilaian Bau Produk Biskuit... 80 23. Pengaruh Pengkayaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap

Penilaian Rasa Produk Biskuit ... ... 82 24. Pengaruh Penyimpanan terhadap Penilaian Rasa Produk Biskuit... 82 25. Pengaruh Pengkayaan Tepung Daging Ikan Cunang terhadap

Penilaian Tekstur Produk Biskuit ... 84 26. Pengaruh Penyimpanan terhadap Penilaian Tekstur Produk Biskuit .. 84

(15)

NomoI" I-ialaman I'ormat Uji Organolcptik... 91 2. Sidik Ragam Pcngaruh I' onnlliasi dan Jenis Kemasan terhadap Kadar

Air Prodllk Biskllit. ... ... ... ... ... ... 92 J. Sidik Ragam Pcngaruh I'orllllliasi dan Jcnis KClIlasan tcrhadap Kadar

Protein Prodllk Biskllit... 95 4. Sidik Ragam Pengaruh Formlliasi dan Jenis Kemasan terhadap Kadar

Lemak Prodllk l3iskllit .... ... 96 5. Sidik Ragalll Pengaruh I'ormlliasi dan Jenis Kemasan ierhadap Kadar

Abu Produk l3iskllit ... ... 97 6. Sidik Ragam Pengaruh I'ormlliasi dan Jenis Kemasan terhadap Kadar

Karbohidrat Prodllk Biskuit ... 98 7. Sidik Ragam Pengaruh I'ormlliasi dan Jenis Kemasan terhadap Daya

Cerna Protein in Vitro Produk Biskuit... 99 8. Sidik Ragam Pengaruh Formlliasi dan Jenis Kemasan tcrhadap Nilai

Aw Produk B'iSkllit ... ... 99 9. Sidik Ragam Pengaruh Forrillliasi dan Jenis Kemasan terhadap Nilai

TI3A Produk l3iskllit ... ... ... ... .... ... !{)l

10. Sidik Ragam Pengaruh Formulasi dan Jenis Kemasan terhadap Den-sitas Kamba Produk l3iskuit '" ... ... 105 11. Sidik Ragam Pengaruh Forl11l1lasi dan Jenis Kemasan terhadap

Kelarutan Produk Biskuit ... ... ... ... 110 12. Sidik Ragam Pengaruh Fonnulasi dan Jenis Kemasan terhadap

(16)

TPC Produk Biskuit... III

14. Nilai Modus Penilaian Panelis terhadap Sifat Organoleptik Biskuit... 114

15. Nilai Uji Kruskal-Wallis Sifat Organoleptik Biskuit... 115 16. Skor Rata-rata Penilaian Panelis terhadap Sifat Organoleptik

Biskuit ... ... 116

(17)

Latar Belakang

Sesuai dengan GBHN 1993, kebijakan dibidang pangan dan gizi mengarah kepada upaya penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi penduduk dalam rangka mencapai dan memantapkan swasembada pangan menuju tercapainya keamanan pangan dan peningkatan status gizi sebagai prasyarat untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Keadaan masyarakat merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pembangunan. Kualitas sumberdaya manusia sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi makanan dan keadaan gizinya.

Konsumsi pangan masyarakat Indonesia memerlukan penganekaragaman. Penganekaragaman selain dapat mengurangi peningkatan konsumsi beras sebagai bahan makanan pokok, juga dapat mendorong masyarakat pada konsumsi bahan makanan yang lebih baik gizinya. Upaya penganekaragaman pangan dan gizi direncanakan secara terpadu dan memerlukan dukungan dari semua sektor, baik pemerintah maupun masyarakat melalui perbaikan menu sehari-hari. Usaha tersebut dilaksanakan dengan memperbaiki pola konsumsi pangan,baik kualitas maupun kuantitasnya (Departemen Pertanian, 1990).

Salah satu upaya untuk memperbaiki pola konsumsi pangan, khususnya protein adalah dengan memanfaatkan ikan. Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan protein cukup tinggi (sekitar 17% berat basah atau 40% berat kering) dengan komposisi asam amino yang sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia (Karyadi et

(18)

Dilihat dari segi konsumsi, ternyata konsumsi ikan masyarakat Indonesia masih rendah, yaitu pada tahun 1992 baru mencapai sekitar 19,14 kg / kapita/ tahun (Suparno dan Dwiponggo,1993). Sedangkan tingkat konsumsi yang disarankan oleh FAO yaitu sebesar 30 kg! kapita/ tahun. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi ikan masyarakat, salah satunya melalui pengembangan produk pangan dengan fortifikasi sumber gizi dari ikan. Selanjutnya pengembangan produk

pangan dengan fortifikasi sumber gizi dari ikan juga bertujuan untuk membiasakan rasa ikan sejak usia dini.

Disamping menyediakan protein hewani yang cukup tinggi, ikan juga memberikan asam-asam lemak tak jenuh yang essensial diperlukan bagi tubuh manusia. Ikan juga meruPakan sumber vitamin, utamanya vitamin A, dan sumber mineral penting seperti besi, yodium, seng, selenium, dan kalsium yang kesemuanya erat kaitannya dengan defisiensi zat gizi mikro (Karyadi et al., 1993).

Dilain pihak, ikan merupakan komoditi yang mudah ruSak. Proses dekomposisi protein dan oksidasi asam lemak tak jenuh dapat menurunkan daya awet ikan. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha pengolahan, pengawetan, dan penyimpanan yang tepat tetapi tetap mempertimbangkan ketahanan zat-zat gizinya.

Salah satu cara pengolahan ikan agar lebih awet adalah penepungan ikan. Tepung ikan memiliki kelebihan dibanding produk olahan perikanan lainnya, yaitu dapat disimpan dalam waktu cukup lama pada suhu kamar tanpa banyak mengalami perubahan.

(19)

(FPC tipe A dan FPC tipe B) belum begitu berkembang,mengingat pemanfaatannya yang masih kurang. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pemanfaatan tepung daging ikan, misalnya dalam pembuatan biskuit, roti, dan lain-lain (Dwiyitno, 1995).

Biskuit merupakan produk olahan yang memerlukan teknologi cukup rumit dalam pembuatannya. Dengan dicobakan pada biskuit, diharapkan pada produk lain dapat pula diterapkan.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan kandungan protein produk biskuit.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat substitusi tepung daging ikan yang tepat dalam pembuatan biskuit 2. Mengetahui mutu organoleptik, kimia, fisik, dan mikroba biskuit yang diperkaya

tepung daging ikan.

3. Mengetahui daya simpan biskuit yang dikemas dengan plastik polypropylene dan aluminium foil yang dilarninasi LDPE (Low Density Polyethylene)

Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan altematif pemanfaatan tepung daging ikan dan sekaligus memberikan pilihan bagi produk pangan hasil perikanan, sehingga nantinya dapat meningkatkan konsumsi ikan dalam rangka meningkatkan kualitas

(20)

TepungJkan

Tepung Ikan adalah suatu produk padat yang dihasilkan dengan mengeluarkan sebagian besar air, sebagian atau seluruh lemak dari bahan yang berupa daging ikan atau bagian ikan yang biasanya dibuang (kepala ikan, isi perut ikan, dan lain-lain). Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering (Ilyas,

1977).

Tepung ikan mengandung nilai gizi yang tinggi terutama kandungan proteinnya yang kaya akan asam amino essensial seperti !isin dan metionin. Disamping itu tepung ikan juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat yang rendah (Departemen Perdagangan, 1982). Adapun kandungan gizi tepung daging ikan yang mewakili jenis ikan pelagis dan demersal dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi Tepung Daging Ikan yang mewakili Jenis Ikan Pelagis dan Ikan Demersal (%)

Jenis Ikan Air Protein Lemak Abu

A. Pelagis

1. Tuna 8,79 87,86 0,94 2,48

2. Cueut 7,64 90,74 0,76 1,15

B.Demersal

1. Gulamah 6,12 68,82 0,49 1,58

Sumber: Juwono (1989), Sulaeman (1993), dan Darmayanti (1996).

(21)

-Bahan Baku Tepung Ikan

lkan Cunang (Congresox taTabon)

Ikan Cunang termasuk kedalam ordo

Apodes (Anguillijormes),

famili

Murraenesocidae,

dan genus

Congresox.

Ikan ini hidup didasar perairan sampai

kedalaman 100 m, sehingga tergolong kedalam ikan demersal.

Bentuk tubuh ikan Cunang memanjang seperti belut, silindris di bagian depan, dan pipih ke arab belakang (ekor). Panjang tubuhnya dapat meneapai 200 em, umumnya 100-150 em.

Ikan Cunang termasuk ikan buas, predator, pemakan organisme dasar dengan mulut yang lebar dan gigi yang tajam. Gigi - gigi taring pada langit-Iangit, runeing seperti jarum. Sirip punggung dan dubur menjadi satu dengan sirip ekor, sedangkan sirip dada tumbuh dengan sempuma.

(22)

lkan Kembung (Rastrelliger sp)

Ikan Kembung termasuk kedalam ordo Percomorphi, famili Scomberidae, dan genus Rastrelliger. Ikan Kembung hidup di permukaan sehingga tergolong kedalam kelompok ikan pelagis. Wilayah penyebarannya meliputi daerah lautan Pasifik.

Ikan Kembung dibedakan atas ikan Kembung betina dan jantan. Ciri-eiri ikan Kembung betina adalah badan tidak begitu langsing, pendek dan gepeng, warna bim kehijauan bagian atas dan putih keperakan bagian bawah, pemakan plankton halus, dan panjangnya dapat meneapai 30 em. Sedangkan ciri-eiri ikan kembung jantan adalah badan sedikit langsing dan gepeng, warna bim kehijauan bagian atas dan putih kekuningan bagian bawah, pemakan plankton kasar, panjangnya dapat meneapai 35 em tetapi umumnya 20-25 em (Direktorat lenderal Perikanan, 1990). Potensi produksi ikan Kembung pada tahun 1992 adalah 174.860 ton (Direktorat lenderal Perikanan,

1995).

Biskuit

(23)

Yang termasuk bahan pengikat adalah tepung, susu, air dan telur (terutama putih telur). Sedangkan yang termasuk bahan pelembut adalah gula, mentega, bahan pengembang, serta kuning telur. Adapun kandungan gizi salah satu biskuit komersil yang beredar dipasaran adalah sebagai berikut : air 0,63%, protein 10,26%, lemak 11,12%, dan abu 1,21%, dan karbohidrat 75,69% (Sulaeman, 1993).

Proses Pembuatan Biskuit

Pembuatan biskuit dilakukan dengan cara mencampurkan bahan sehingga terbentuk adonan, kemudian dicetak dan selanjutnya dipanggang dalam oven. Skema

pembuatan biskuit dapat dilihat pada Gambar 1.

(24)

Persiapan bahan (telur, gula dan lemak)

Dikocok

Dicampur tepung terigu, soda kue, susu

Diaduk

Pembentukan lembaran adonan

Biskuit

Gambar 1. Proses Pembuatan Biskuit (Sunaryo,1985)

Persia pan Bahan

(25)

Pencampuran dan Pengadukan

Pencampuran bertujuan untuk memperoleh adonan yang homogen. Faktor-faktor yang harns diperhatikan pada pencampuran adalah jumlah ado nan, lama pencampuran, dan kecepatan pengadukan. Menurut Sunaryo (1985), pengadukan yang berlebihan akan merusak susunan gluten dan akan membuat adonan menjadi panas, sehingga merusak tekstur biskuit serta menyebabkan retak pada permukaan biskuit saat pemanggangan. Sebaliknya jika waktu pengadukan kurang, maka adonan akan

kurang menyerap air, sehingga adonan kurang e1astis dan lembaran adonan menjadi mudah patah. Selanjutnya Sunaryo (1985) membagi adonan sesuai dengan jenis produk yaitu adonan pendek, adonan keras, dan adonan fermentasi.

Adonan pendek. Adonan ini digunakan untuk pembuatan cookies. Pada adonan ini gluten tidak sampai mengembang akibat "shortening effect" dari lemak, efek pelunakan gula, dan rendahnya kadar air (sekitar 3 persen). Adonan ini merniliki kadar gula tinggi yaitu sekitar 25-40 persen dan kadar lemak 15 persen.

(26)

Adonan fermentasi. Adonan fermentasi digunakan untuk pembuatan crackers. Pada adonan ini gluten mengembang penuh karena air yang ditambahkan memungkinkan terjadinya pengembangan tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk akhir, penyusutan panjang setelah pencetakan dan pemanggangan . Biasanya produk akhir mempunyai sifat "cryspinnes" tertentu. Kadar gula adonan sangat rendah, dan kadar lemak 25-30 persen.

Pembuatan Lembaran Adonan

Pelempengan atau pembuatan lembaran adonan bertujuan untuk mengubah bentuk adonan dan menarik adonan secara mekanis. Pelempengan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah proses pencarnpuran agar adonan dapat dibentuk menjadi lembaran pada saat pengembangan yang optimal. Pelempengan berlangsung secara berulang agar dihasilkan suatu lembaran adonan yang halus dan kompak (Sunaryo, 1985).

Pemanggangan.

(27)

Mutu Biskuit

Departemen Perindustrian (1990) mengeluarkan persyaratan tentang mutu biskuit. Syarat mutu biskuit yang tercantum dalam Standar Industri Indonesia (SII) No. 0177-90 dapat dilihat pada Tabel2.

Tabel 2. Syarat Mutu Biskuit

Kritera'!Jji.·. • ... : .•. 1. Keadaan

1.1. Bau

1.2. Rasa 1.3. Warna 1.4. Tekstur 2. Air

3. Protein 4. Abu

5. Bahan tambahan makanan 5.1. Pewarna

5.2. Pemanis 6. Cemaran logam

6.1. Tembaga (Cu) 6.2. Timbal (Pb) 6.3. Seng (Zn) 6.4. Raksa (Hg) 7. Arsen

8. Cemaran mikroba

8.1. Angka lempeng total 8.2. Coliform

8.3. E. Coli 8.4. Kapang

Surnber: SIINo. 0177-90

.... .Sat'uan .

% bib

% bib % bib

mglkg mglkg mglkg mglkg mglkg koloni/gr APMlgr APMlgr koloni/gr

. . ..• Spesifikasi ....

'.;.

Normal

Normal Normal Normal Maks5 Min 6,5 Maks 1,5

Sesuai SNI No 0222 Tidak boleh ada Maks 10

Maks 1,0 Maks40,0 MaksO,05 Maks 0,5 Maks 1,0 x 106 Maks20 <3

(28)

Bahan Pengemas

Pengemasan terhadap produk pangan berfungsi mengawetkan makanan, mempertahankan mutu kesegaran, untuk menarik selera pandang konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, serta yang lebih penting lagi menekan peluang kontaminasi, baik oleh mikroba pembusuk maupun mikroba yang dapat membahayakan kesehatan konsumen (Winamo, 1984). Bahan pengemas harus dapat tahan terhadap serangan hama atau binatang pengerat. Bagian dalam yang berhubungan langsung dengan makanan harns tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan tidak beracun (Winamo dan Jenie, 1984).

Faktor-faktor yang mempengarnhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan menurut Winamo dan Jenie (1984), dapat digolongkan menjadi dua golongan. Golongan pertama, kerusakan ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan, misalnya perubahan kimia, biokimia, fisik dan mikrobiologi. Sedangkan golongan kedua, kerusakan yang ditentukan oleh lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan pengemasan yang digunakan, misalnya kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan, absorbsi dan interaksi dengan oksigen.

(29)

memenuhi persyaratan khususus. Adapun persyaratannya antara lain kedap air, kedap oksigen, kedap terhadap komponen volatil, kedap terhadap sinar, serta mampu melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan mekanis (Manley, 1982).

Plastik

Plastik adalah polimer organik dengan berbagai struktur, susunan kimia, dan sifat fisika (Harris dan Karmas, 1989). Plastik telah diterima luas sebagai bahan pengemas. Sebagai bahan pengemas, plastik memenuhi persyaratan yaitu tahan, melindungi,tembus pandang, dan memiliki harga yang relatifrendah (Hirsq, 1991).

Berbagai jenis plastik dapat digunakan dalam industri pengemasan diantaranya adalah polietilen, polipropilen, polistiren, polivinil klorida, saran, nilon, dan selopan. Dalam penelitian ini digunakan plastik jenis polipropilen yang banyak dipasaran.

Polipropilen merupakan polimer dari propilen dengan sifat utama ringan dan mudah dibentuk, kekuatan tarik baik, tidak mudah robek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi, permeabilitas terhadap uap air rendah, dan permeabilitas

terhadap gas sedang. Polipropilen mempunyai ketahanan baik terhadap air dan uap air, tetapi bukan penghalang yang baik bagi O2 (Syarif dan Hariyadi, 1990).

Aluminium foil

(30)

dapat dikelim panas dan dapat dikemas dengan rapat, sehingga sangat cocok untuk produk yang mempunyai aroma dan flavor tinggi (Saccharow dan Griffin, 1970).

Dalam beberapa penggunaan bahan pengemas, aluminium foil merupakan salah satu pilihan yang digunakan untuk pengemasan barang yang mempunyai kendala yang tinggi. Pengemasan dengan aluminium foil memiliki harga yang mahal. Kecepatan transmisi oksigen dan uap air dapat dikurangi secara drastis dengan bantuan aluminium

(31)

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Penelitian Perikanan Laut, Slipi, Jakarta. Penelitian dilakukan dari bulan Juni sampai November 1996.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Cunang (Congresox talabon) dan ikan Kembung (Rastrelliger sp) yang merupakan bahan baku dalam pembuatan tepung daging ikan. Kedua jenis ikan tersebut diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Subang. Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu merk kunci bim, mentega, telur, gula halus, baking powder, panili, tepung susu full cream, dan garam dapur. Bahan -bahan tersebut diperoleh dari pasar Kebon Kembang Bogor. Untuk bahan pengemas biskuit digunakan plastik Polypropylene dengan ketebalan 0,1 mm dan Aluminium foil yang dilaminasi LDPE (Low Density Polyethylene) dengan ketebalan 0,15 mm.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisa kimia adalah H2S04 pekat, NaOH

(32)

mikrobiologi tersebut diperoleh dari Instalasi Penelitian Perikanan Laut, Slipi, Jakarta.

Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini meliputi peralatan pengolahan dan peralatan untuk analisa. Peralatan pengolahan terdiri atas peralatan untuk membuat tepung daging ikan, seperti 'Meat Bone Separator', 'Screw press', oven, dandang, ember, pengaduk, serta pisau, dan peralatan untuk membuat biskuit seperti oven, mixer, loyang, cetakan, serta timbangan.

Sedangkan untuk keperluan analisa, baik analisa kimia, fisik, mikrobiologi, maupun organoleptik, peralatan yang diperlukan antara lain adalah timbangan Sartorius, cawan porselen, oven, tanur, penangas air, pipet, dan alat-alat gelas (labu lemak, labu takar, gelas ukur, gelas piala, labu Kjeldabl, erlenmeyer), autoclave, Aw meter, spektrofotometri, cawan petri, pinggan, dan lain-lain.

Metode Penelitian

Penelitian Pendahuluan

(33)

Tepung daging ikan yang mensubstitusi tepung terigu dalam penelitian ini berkisar antara 0% (kontrol), 10%, 20%, 30 %. Hal tersebut didasarkan pada penelitian yang pemah dilakukan oleh Sulaiman (1993), penambahan tepung daging ikan pada produk makanan balita (termasuk biskuit) dari bahan dasar campuran tepung singkong dan tepung pisang hanya sebesar 21,4 gram. Demikian pula dengan penelitian yang pemah dilakukan oleh Binawan (1993), penambahan tepung daging ikan pada kerupuk sagu (yang juga mengalami proses penipisan dan pembuatan lembaran adonan seperti halnya biskuit) hanya sampai 30%.

Untuk memilih 3 formulasi terbaik yang digunakan dalam penelitian utama, dilakukan uji organoleptik dengan uji kesukaan 9 skala hedonik. Disamping itu juga dilakukan analisis proksimat terhadap biskuit tepung daging ikan yang akan dipilih.

(34)

Telur, tepung gula, mentega

Dikocok

Dicampur tepung terigu, tepung daging ikan, tepung susu full cream, garam, baking powder, panili

Diaduk

Adonan

Dicetak

Dipanggang dalam oven 100°C selama 30 menit

Biskuit

(35)

Ikan

I

,---,r---

Disiangi

Difillet

Dilumatkan

I--J

Daging lumat

セ@

Dicuci dengan air dingin 2-3 kali

I

Dikukus 30 menit

Dikeringkan pada suhu 45 0 C

Digiling dan disaring

Tepung daging ikan

(36)

Tabel 3. Komposisi Biskuit dengan Berbagai Campuran Bahan (Setiawati, 1984) dengan Beberapa Modifikasi

Bahan (gr) Ao Al

Tepung terigu 100 90

Tepung daging ikan 0 10

Tepung susu full cream " 2,5 2,5

Tepung gula l . 30 30

Mentega l- 25 25

Telur セ@ 25 25

Garam

,

1 1

Baking powder . 2 2

Panili 1 1

Keterangan :

Ao = 0 % tepung daging ikan, 100 % tepung terigu Al = 10 % tepung daging ikan, 90 % tepung terigu A2 = 20 % tepung daging ikan, 80 % tepung terigu A3 = 30 % tepung daging ikan, 70 % tepung terigu

Penelitian Utama A2 80 20 2,5 30 25 25 1 2 1 A3 70 30 2,5 30 25 25 1 2 1

Pada penelitian utama diambil biskuit yang telah diperkaya dengan salah satu jenis tepung daging ikan, dengan 3 tingkat formulasi terpilih pada penelitian pendahuluan. Biskuit tersebut kemudian dikemas dengan 2 jenis bahan pengemas (plastik dan aluminium foil yang dilarninasi LDPE), dan disimpan pada suhu kamar, serta diamati perubahan mutunya setiap 2 minggu selama 3 bulan.

(37)

penyimpanan, karena kandungan gizi produk selama penyimpanan diasumsikan tetap. Tetapi untuk melihat apakah kandungan gizi produk berubah setelah disimpan selama 3 bulan, maka dilakukan analisis proksimat pada awal dan akhir penyimpanan. Disamping analisis proksimat, dilakukan juga analisa daya cerna protein in vitro (Hsu et at., dalam Muchtadi, 1988), densitas kamba, kelarutan bahan dalam air, dan absorbsi air.

Terhadap bahan mentah (ikan segar, tepung daging ikan, dan tepung terigu) dilakukan analisis proksimat, dan analisis rendemen tepung daging ikan yang dihasilkan. Se1ama penyimpanan dilakukan pengamatan yang meliputi kadar air, aktivitas air (Aw), densitas kamba, bilangan TBA, serta uji rnikroba yang meliputi analisa Total Plate Count (TPC) dengan metode tuang, dan analisa total kapang dengan met ode hitungan cawan. Uji organoleptik dilakukan oleh panelis yang beIjumlah 20 orang, dan terdiri dari Staf Instalasi Penelitian Perikanan Laut, Slipi, Jakarta, serta mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Uji ini meliputi rupa, wama, bau, rasa, serta teksur, dan dilakukan dengan uji kesukaan 9 skala hedonik (Soekarto, 1985)

Metode Analisis

Kadar Air (AOAC, 1984)

(38)

dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0 C selama 3 jam. Setelah itu dikeluarkan

dari oven dan didinginkan dalam desikator. Kemudian dilakukan penimbangan cawan beserta contoh yang telah dingin tersebut.

Kadar Air (%) = (W2 - Wil. x 100 % (W2- WI)

dimana, WI = berat cawan kosong (gr)

W2 = berat (cawan

+

contoh) sebelum dikeringkan (gr)

W3 = berat (cawan + contoh) setelah dikeringkan (gr)

Kadar Abu (AOAC, 1984)

Penetapan kadar abu dilakukan dengan menggunakan metode pemanasan langsung. Sebanyak 2,5 gram contoh, ditimbang dalam cawan yang bobotnya konstan. Contoh dibakar diatas bunsen dengan api kecil sampai tidak berasap, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 5500 C sampai menjadi abu. Cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator selama IS menit, kemudian ditimbang. Pengabuan dilakukan hingga diperoleh bobot konstan.

Kadar Abu (%)

=

ov. -

WI) x 100 % (W2- WI)

dimana, WI = berat cawan kosong (gr)

W2

=

berat (cawan + contoh) sebelum dikeringkan

W3 = berat (cawan

+

contoh) setelah diabukan

Kadar Protein (AOAC, 1984)

Penetapan kadar menggunakan metode Nitrogen Mikro Kjeldahl. Contoh

(39)

menggunakan 20 ml asam sulfat pekat dengan pemanasan sampai terjadi larutan berwama jemih. Larutan hasil destruksi diencerkan dan didestilasi dengan penambahan 10 ml NaOH 10 %. Destilat ditampung dalam 25 mllarutan H3B03 3 %.

Larutan H3B03 dititrasi dengan larutan HCI standar dengan menggunakan metil

merah sebagai indikator. Dari hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui. Kadar protein contoh bahan dihitung dengan mengalikan total nitrogen dan faktor konversi. % Total Nitrogen = ml thran x N HCI x

ill

x 14 x 100% x 100

bobot contoh (mg) Kadar Protein % = % N x faktor konversi (5,7)

Kadar Lemak (AOAC, 1984)

Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet yang akan digunakan dikeringkan dalam oven. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Sebanyak 5 gram contoh dalam bentuk tepung, ditimbang langsung dalam kertas saring yang sesuai ukurannya, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas Iemak. Kertas saring atau timbel yang berisi contoh tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor diatasnya dan labu lemak dibawahnya.

Pelarut dietil eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Refluks dilakukan minimum 5 jam sampai pelarut yang turun

(40)

Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak, ditampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pad a suhu 10S() e, setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, ditimbang labu beserta lemak tersebut. Berat lemak dihitung sebagai berikut :

Kadarlemak (%)

=

berat lemak (gr) x 100% berat contoh (gr)

Kadar Karbohidrat (Winarno. 1984)

Kadar Karbohidrat dapat ditentukan berdasarkan rumus :

Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (Kadar Air + Kadar Protein + Kadar Lemak

+

Kadar Abu) %

Daya Cerna Protein in vitro (Hsu et al .. dalam Muchtadi. 1989)

Bahan kirnia yang digunakan adalah larutan Hel 0,1 N, larutan NaOH 0,1 N dan larutan multienzim dalam air destilata. Larutan multienzim dalam air destilata didapat dengan cara mencampur 1,6 mg enzim tripsin, 3,1 mg enzim kimotripsin dan 1,3 mg enzim peptidase per ml. Lalu dibuat larutan enzim secukpnya. Kemudian diletakkan dalam 'ice bath' , diatur pH-nya menjadi 8,0 dengan menambahkan NaOH atau Hel 0, I N.

(41)

dalam dalam penangas air 37 0 C dan diaduk (dengan "magnetic stirrer") selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 5 ml larutan multienzim (saat penambahan enzim dicatat sebagai waktu ke nol) ke dalam suspensi protein sambil tetap diaduk dalam penangas air 370 C, dan pH suspensi sampel dicata pada menit ke-lO. Daya cerna protein sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Y = 210,464 - 18,103 X Keterangan :

Y = Daya cerna protein (%)

X = pH suspensi contoh pada menit ke-l 0

Kelarutan Bahan dalam Air (Apriyautono et aI., 1989)

Sejumlah tepung yang telah diketahui beratnya dilarutkan ke dalam 100 ml air destilata, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Agar lebih cepat digunakan pompa vakum. Kertas saring sebelumnya sudah dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0 C selama 3 jam. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.

c-b x 100 % Kelarutan = (lOO-ka) x a

100 Keterangan :

a

=

berat contoh yang digunakan (gr) b = berat kertas saring (gr)

c = berat kertas + residu

(42)

Absorpsi Air (Aprivantono et a/., 1989)

Sebanyak I gram contoh ditimbang, kemudian dicampur dan dikocok dengan 10 ml destilata dengan menggunakan pengaduk magnetik. Kemudian disentrifuse dengan kecepatan 300 rpm selama 30 detik. Selanjutnya volume supematan diukur. Absorpsi air = Volume air awal -Volume supematan

berat kering contoh

Rendemen (AOAC, 1984)

Besamya rendemen dihitung berdasarkan persentase berta tepung daging ikan yang dihasilkan (a gram) terhadap berat bahan baku yang digunakan (b gram).

Rendemen (%) i! x 100 % b

Nilai Thiobarbitul'ic Acid (TBA) (Lemon, 1975)

Bahan kimia yang digunakan adalah lamtan ekstraksi, lamtan TBA dan lamtan standar.

Laru tan Ekstl'llksi. Sebanyak 75 gr TCA dilamtkan ke dalam 1 liter aquadest. Kemudian ditambahkan ke dalamnya 1 gram propylgallate dan 1 gram Ethylenediamine tetraacetic acid (EDT A). Campuran diaduk hingga semuanya

melarut dengan sempuma.

(43)

volumenya dijadikan 1 liter. Untuk larutan standar kerja, sebanyak 1 ml larutan stock ini diencerkan menjadi 100 m!. Tiap ml standar ini mengandung 0,0 1 セャ@

malonaldehyde.

Prosedur kerja : Sebanyak 15 gram contoh, ditambahkan 45 ml larutan ekstraksi, dan blender selama 1-2 meni!. Campuran ini disaring dengan Whatman No. 1 atau dipusingkan pada 200 rpm selama 15 meni!. Sebanyak 5 ml filtrat dipipet ke dalam tabung reaksi Gika setelah pemanasan terjadi kekeruhan volume filtrat dikurangi menjadi 1-2 ml dan diencerkan dengan aquades hingga menjadi 5 ml. Kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi TBA, tabung reaksi ditutup dan dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 40 menit. Lalu didinginkan dalam air mengalir, serapannya dibaca pada panjang gelombang 540 nm.

Pembuatan kurva standar: 6 buah tabung reaksi disiapkan, lalu dipipet sebanyak 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 mllarutan standar kerja. Konsentrasi malonaldehid

pada tabung tersebut berturut-turut adalah 0, 0,01, 0,02, 0,03, 0,04, dan 0,05 Il

mol. Aquades ditambahkan hingga volume tiap tabung tepat menjadi 5 ml. Kemudian ditambahkan 5 mllarutan TBA, tabung-tabung tersebut ditutup dan dipanaskan dalam penangas air se1ama 40 menit. Setelah dingin dibaca serapannya pada panjang gelombang 540 run. Kadar TBA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar TBA = 45 + (ka x 15) x 100 x A Il mol

5 15

Keterangan :

45 Larutan ekstraksi yang digunakan Ka

=

Kadar air contoh
(44)

5 A

=

Volume filtrat yang diambil

Konsentrasi malonaldehyde pad a 5 ml filtrat dari kurva standar

Total Plate Count (TPC), metode cawan luang (Fardiaz, 1985)

Media yang digunakan adalah Nutrient Agar (NA), cara membuatnya dengan melarutkan 23 gram bubuk NA dalam 1 liter dan destilasi di dalam labu erlenmeyer ukuran besar. Larutan tersebut kemudian disterilisasikan dalam "Autoclave" selama 15 menit pada tekanan 1 atm dan suhu 1210 C. Setelah sterilisasi suhu media dipertahankan pada 45-550 C dalam penangas air.

Sebanyak 25 gram contoh yang telah dipotong halus dilarutkan dalam 225 ml garam fisiologis 0,9 % steril, sehingga didapatkan penegenceran 10-1 . Dari larutan

contoh tersebut diambil 1 ml dengan pipet kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi 9 ml garam fisiologis steril untuk memperoleh pengenceran 10-2 . Demikian

seterusnya sampai diperoleh pengenceran ketiga.

Kemudian di dalam setiap cawan petri ditambahkan 15 ml media NA dan cawan petri digoyang-goyang agar NA merata. Setelah media membeku, cawan petri

(45)

Total Kapang (Direktorat Jenderal Perikanan, 1981)

Jumlah kapang dapat dihitung dengan metode hitungan cawan yang menggunakan medium Potato Dexrose Agar (PDA). Pembuatan larutan pengencer dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 23 gram PD A untuk 1 liter air destilasi. Setelah itu dimasukkan ke dalam botol-botol kecil sebanyak 9 ml dan 225 ml pada botol agak besar. Kemudian dilakukan sterilisasi.

Sampel ditimbang sebanyak 25 gram dan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi 225

m1

garam fisiologis steril sehingga diperoleh pengenceran 10-1 . Kemudian

larutan tersebut diblender sampai homogen. Dari larntan contoh tersebut dipipet sebanyak 1

m1

dan dimasukkan ke dalam 9 ml garam fisiologis steril untuk

I h 10-2

mempero e pengenceran Pengenceran terns dilakukan sampai diperoleh pengenceran yang ketiga.

Dari masing-masing pengenceran dipipet 1 ml sampel dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan 15

m1

media PDA dan cawan petri digoyangkan agar PDA merata. Setelah media membeku cawan disimpan dengan posisi terbalik dalam inkubator pada suhu 37° C selama 48 jam.
(46)

Aw (Apriyantono et aT., 1989)

Penentuan Aw dilakukan dengan menggunakan Aw meter. Mula-mula dilakukan kalibrasi dengan menggunakan garani-garam jenuh KCI, NaC!, Mg (NO,) 2

dan BaCh . Kemudian sebanyak 5 gram sampel dimasukkan pada Aw meter selama 0,5 jam, dan selanjutnya dibaca skala yang ditunjukkan pada alat tersebut.

Densitas Kamba

Sampel dituangkan ke dalam gelas ukur yang telah diketahui berat dan volumenya. Kemudian diratakan satu arab sampai sampel rata permukaannya, dan dilihat volumenya. Agar hasil tidak terlalu menyimpang hendaknya pemadatan dilakukan dalam waktu yang sarna. Densitas kamba dihitung sebagai berat per volume dan dinyatakan dalam gram/m!.

Dii Organoleptik (Soekarto. 1985)

Uji organoleptik yang diterapkan adalah uji kesukaan menyangkut penilaian seseorang akan sifat produk. Dalam uji kesukaan ini, panelis diminta memberikan penilaian terhadap rupa, warna, bau, rasa, dan tekstur biskuit. Skala yang digunakan berkisar antara 1 (sangat tidak suka sekali) sampai 9 (sangat suka sekali).

Rancangan Percobaan

(47)

Rancangan dasamya adalah Rancangan Acak Lengkap. Adapun dua faktor yang diuji yaitu:

a. Persentase tepung daging ikan yang mensubstitusi tepung terigu (A)

セ@

=

0% tepung daging ikan Al = 10% tepung daging ikan A2 = 20% tepung daging ikan

b. Jenis Kemasan (B) BI = Kemasan plastik B2 = Kemasan aluminium foil

Model linear yang digunakan untuk percobaan faktorial 2 faktor menurut Sudjana (1991) adalah :

Yijk = !l

+

Ai

+

Bj

+

ABij

+

Ek (ij) dengan i = 1,2,3

J = 1,2

Yijk

=

Nilai hasil pengamatan

!l = Rata-rata umum

Ai Pengaruh perlakuan persentase tepung daging ikan ke-i Bj = Pengaruh jenis kemasan ke-j

ABij Pengaruh interaksi persentase tepung daging ikan ke-i dalam kemasan ke-j

(48)

Analisis Data

Data analisis sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi biskuit yang diperoleh diuji dengan sidik ragam (ANOVA). Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0,05) atau sangat nyata (p<O,Ol), maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (Steel & Torrie, 1991).

Data yang diperoleh dari uji kesukaan dianalisis dengan menggunakan metode tabulasi frekuensi (nilai modus), dan nilai rata-rata dari skor penilaian panelis. Sedangkan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap daya terima panelis, dilakukan uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis (Gasperz, 1991). Apabila diperoleh hasil bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) atau sangat nyata (p<O,OI) terhadap·

respon panelis, dilanjutkan dengan uji Perbandingan Berganda Kruskal-Wallis (Daniel,

(49)

Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan penilaian mutu organoleptik terhadap biskuit yang diperkaya dengan tepung daging ikan Cunang, dan biskuit yang diperkaya dengan tepung daging ikan Kembung, melalui uji kesukaan dengan 9 skala hedonik. Variabel mutu yang diamati meliputi rupa, warna, bau, rasa, dan tekstur. Hasil uji organoleptik selengkapnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Skor Hedonik Biskuit yang Diperkaya Tepung Daging Ikan Cunang dan Biskuit yang DiperkayaTepung Daging Ikan Kembung

Keterangan: C = Cunang K= Kembung 9 = sangat suka sekali 8 = sangat suka 7 = suka 6 = agak suka 5 = biasa

4 = kurang suka 3 = tidak suka 2 = sangat tidak suka

1 = sangat tidak suka sekali

(50)

yang diperkaya dengan tepung daging ikan Kembung. Oleh karena itu pada penelitian utama dipilih biskuit yang diperkaya dengan tepung daging ikan Cunang.

Untuk memilih 3 formulasi tepung daging ikan Cunang yang digunakan dalam penelitian utama , maka dilakukan uji organoleptik. Hasil uji organoleptik selengkapnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Skor Hedonik Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Daging Ikan Cunang

0 7,3 7,5

10 7,0 7,5

20 7,2 6,8

30 71

Keterangan: 9 = sangat suka sekali 8 = sangat suka 7

=

suka 6 = agak suka 5 = biasa

7,1 7,3 7,3 7,1 7,0 6,0 7

4 = kurang suka 3 = tidak suka

2 = sangat tidak suka 6,8 6,8 6,5

1 = sangat tidak suka sekali

7,2 7,1 6,7

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa sampai dengan 30 % tepung daging ikan Cunang mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit, produk yang dihasilkan masih dapat diterima panelis. Akan tetapi secara umum rata-rata skor hedonik biskuit yang diperkaya dengan 20 % tepung daging ikan Cunang, lebih tinggi daripada biskuit yang diperkaya dengan 30 % tepung daging ikan Cunang.

Disamping uji organoleptik, dilakukan juga analisis proksimat yang meliputi kadar air dan kadar protein untuk melihat kandungan gizi biskuit tersebut. Hasil analisa kadar air dan kadar protein yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7.

(51)

Tabel7. Kadar Air dan Kadar Protein Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Daging Ikan Cunang

o

10 20 30

5,18 4,81 5,92

8,55 13,00 19,35

Dari Tabel 7. dapat dilihat bahwa biskuit yang diperkaya dengan 30 % tepung

daging ikan Cunang tidak terlalu banyak meningkatkan kadar protein biskuit yang dihasilkan, atau dapat dikatakan bahwa kadar proteinnya tidak jauh berbeda dengan biskuit yang diperkaya dengan 20 % tepung daging ikan Cunang. Oleh karena itu pada penelitian utama dipilih biskuit yang diperkaya dengan 0 % (kontrol) , 10%, dan 20 % tepung daging ikan Cunang.

Penelitian Utama

(52)

Tabel 8. Komposisi Zat Gizi Bahan Baku

Keterangan : bk = berat kering

Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa kandungan protein ikan Cunang dan ikan Kembung cukup tinggi, berturut-turut yaitu 87,32% (bk) dan 70,62% (bk). Demikian pula dengan kandungan protein tepung daging ikan Cunang dan tepung daging ikan Kembung, dimana secara berturut-turut menunjukkan nilai 94,48% (bk) dan 84,56% (bk). sedangkan tepung terigu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu 89,15% (bk).

Tepung daging ikan yang diperoleh dari daging ikan Cunang mempunyai rendemen 6,96 %, sedangkan dari daging ikan Kembung mempunyai rendemen 10,66 %. Adapun rendemen tepung daging ikan yang dilakukan oleh Sulaeman (1993) yaitu sebesar 15%. Rendemen tepung daging ikan tergantung dari jenis ikan dan proses pengolahan. Disamping analisa terhadap bahan baku, pada penelitian utama juga dilakukan analisa kimia, fisik, mikroba dan uji organoleptik terhadap biskuit yang dihasilkan.

(53)

berpengaruh nyata. Interaksi antara tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang dan jenis kemasan terhadap kadar air biskuit tampak pad a penyimpanan minggu ke-2.

Pada penyimpanan minggu ke-4, minggu ke-6, minggu ke-8, minggu ke-IO, dan minggu ke-12, dapat dilihat bahwa jenis kemasan memberikan pengaruh sangat nyata (p<O,OI) terhadap kadar air biskuit. Sedangkan tingkat substitusi tepung daging Cunang

tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air biskuit (Lampiran 2).

Tabel 9. Nilai Rata-rata Kadar Air Biskuit Selama Penyimpanan (%bk)

AoBI 3,96 4,08 4,63 4,57

AoB2 4,14 3,82 4,40 3,51

AIBI 3,82 4,46 5,19 5,00

AlB2 3,84 3,92 4,38 3,46

A2Bl 4,74 4,54 5,08 4,98

66

Keterangan :

AoBI = 0 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AoB2 = 0 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AIBI = 10 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AlB2 = 10 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2Bl = 20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2 = 20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil

5,16 4,28 5,75 4,64 5,59 70 5,80 5,00 6,26 5,25 6,41

Kadar Protein. Hasil pengamatan nilai rata-rata kadar protein biskuit pada awal dan akhir penyimpanan disajikan pada Tabel 10. Rata-rata kadar protein biskuit pada awal penyimpanan berkisar antara 11,28% (bk) sampai 26,46% (bk), dan akhir penyimpanan berkisar antara 10,28% (bk) sampai 24,85% (bk).

(54)

memberikan pengaruh sangat nyata(p<O,OI) terhadap kadar protein biskuit. Tingkat substitusi 20 % (A2) berbeda sangat nyata dengan tingkat substitusi 10 % (AI) dan

°

% (Ao); tingkat substitusi 10 % (AI) berbeda sangat nyata dengan

°

% (Ao) (Lampiran 3 ). Sedangkan jenis kemasan tidak memberikan pengaruh nyata.

Tabel 10. Nilai Rata-rata Kadar Protein Biskuit Selama Penyimpanan (% bk)

セbi@ 11,28

AoB2 11,28

AIBI 18,58

AIB2 18,58

A2Bl 26,46

Keterangan :

AoBI =

°

% tepung daging ikan Cunang, plastik

セR@ =

°

% tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AlB I

=

10 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AIB2 = 10 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2BI = 20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2 = 20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil

10,92 10,28 15,68 16,47 24,85

2

Kadar Lemak. Hasil pengamatan nilai rata-rata kadar lemak biskuit pada awal dan akhir penyimpanan disajikan pada Tabe! 11. Rata-rata kadar lemak biskuit pada awal penyimpanan berkisar antara 16,74% (bk) sampai 18,70% (bk), dan akhir penyimpanan berkisar antara 17,40% (bk) sampai 18,14% (bk).

(55)

berpengaruh nyata. Pada akhir penytmpanan, tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang serta jenis kemasan tidak berpengaruh nyata.

Tabel II. Nilai Rata-rata Kadar Lemak Biskuit Selarna Penyimpanan (%bk)

,y3l ,y32 AlBJ AJB2 A2BJ Keterangan : 17,43 17,43 16,74 16,74 18,70

I 70

AoBJ

=

0 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AoB2 = 0 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AlBJ = 10 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AlB2 = 10 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2BJ = 20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2 = 20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil

17,80 17,50 17,40 17,92 18,14

Kadar Abu. Hasil pengarnatan nilai rata-rata kadar abu biskuit pada awal dan akhir penyimpanan disajikan pada Tabel 12. Rata-rata kadar abu biskuit pada awal penyimpanan berkisar antara 1,24% (bk) sarnpai 1,38% (bk), dan akhir penyimpanan berkisar antara 1,96% (bk) sarnpai 2,16% (bk).

Analisis ragarn seperti tercantum pada Larnpiran 5 menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan, tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu biskuit. Tingkat substitusi 20 % (A2) berbeda sangat nyata dengan tingkat substitusi 10 % (AI) dan 0 % (Ao) (Lampiran 5). sedangkan jenis kemasan tidak

(56)

Tabel 12. Nilai Rata-rata Kadar Abu Biskuit Selama Penyimpanan (% bk)

Keterangan :

セbi@ = 0 % tepung daging ikan Cunang, plastik

セbR@ = 0 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AIBI = 10 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AIB2 = 10

%

tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2BI = 20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2 = 20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil

Kadar Karbohidrat. HasiI pengamatan nilai rata-rata karbohidrat biskuit pada awal dan akhir penyimpanan disajikan pada Tabel 13. Rata-rata kadar karbohidrat pada awal penyimpanan berkisar antara 53,46% (bk) samapi 70% (bk), dan akhir penyimpanan berkisar antara 53,58% (bk) sampai 65,06 % (bk).

(57)

Tabel 13. Nilai Rata-rata Kadar Karbohidrat Biskuit Selama Penyimpanan (%bk)

AlB I 70,00

AlB2 70,00

AIBI 63,44

AIB2 63,44

A2BI 53,46

5346

Keterangan :

AlBI = 0 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AlB2 = 0 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AIBI

=

10 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AIB2

=

10 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2BI = 20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2 = 20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil

69,12 70,06 64,96 63,52 54,92

Daya Cerna Protein in vitro. Dari Tabel 14. dapat dilihat bahwa daya cerna protein in vitro biskuit berkisar antara 80,98 % sampai 83,66 %. Analisis ragam seperti tercantum pada Lampiran 7. menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang tidak berpengaruh nyata terhadap daya cerna protein in vitro biskuit.

Tabel14. Nilai Rata-rata Daya Cerna Protein in vitro Biskuit (%)

ゥZゥ[ェャゥャ[ゥ[ゥゥ[ァセセAゥュゥュAセセャエェャᄋ[ゥェiェAゥZゥG[ャャャゥゥゥ}Z[[ャエャ|ャ|ᆬAゥセセゥE`ゥャャゥゥAGゥNAGャ|AQ[[[ゥ}Zセェェセi|||セᄋZj[ャャ|イセQANャェAQAエャセQᆪセセセセャゥijjN|[ゥゥゥ}A@

Al 81,30 80,67 80,98

Al 83,92 81,75 82,84

A2 85,ol 82,30 83,66

Keterangan: Al = 0 % tepung daging ikan Cunang Al

= 10 % tepung daging ikan Cunang

A2 = 20 % tepung daging ikan Cunang
(58)

bahwa pada awal penyimpanan, tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang memberikan

pengaruh sangat nyata (p<O,OI) terhadap nilai Aw biskuit. Sedangkanjenis kemasan tidak berpengaruh nyata.

Pada penyimpanan minggu ke-2 sampai minggu ke-l0, tingkat substitusi tepung daging ikan Cunangmaupun jenis kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai Aw biskuit. Sementara itu pada akhir penyimpanan, tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai Aw biskuit, sedangkan jenis kemasan memberikan pengaruh sangat nyata (p<O,OI).

Tabel 15. Nilai Rata-rata Aw Biskuit Selama Penyimpanan

AoBI 0,48 0,56 0,52 0,46 0,52 AoB2 0,48 0,55 0,58 0,48 0,52 AIBI 0,50 0,56 0,60 0,50 0,53 AIB2 0,50 0,53 0,61 0,48 0,53 A2BI 0,46 0,52 0,60 0,50 0,53

46

Keterangan :

AoBI = 0 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AoB2 =

°

% tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AlB I = 10 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AIB2 = 10 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2B I = 20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2 = 20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil

0,54 0,56 0,56 0,56 0,56 0,58 0,52 0,60 0,54 0,61

Thiobarbituric Acid. Hasil pengamatan nilai rata-rata TBA biskuit se1ama penyimpanan disajikan pada Tabel 16. Analisis ragam seperti tercantum pada Lampiran 9. menunjukkan bahwa pada penyimpanan minggu ke-O dan minggu ke-2, tingkat substitusi

(59)

Pada penYlmpanan mmggu ke-4, mmggu ke-8, dan minggu ke-12, tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang memebrikan pengaruh sangat nyata (p<O,Ol) terhadap TBA biskuit. Sementara itu pada penyimpanan minggu ke-6 dan minggu ke-l0, tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang memberikan pengaruh nyata (p<0,05) (Lampiran 9). AoBI AoB2 AlB, A,B2 A2B,

Tabel 16. Nilai Rata-rata TBA Biskuit Selama Penyimpanan (Il mol malonaldehid / 100gr)

14,24 13,42 9,56 8,90 7,83 7,79 14,24 10,66 8,42 7,02 7,32 7,73 11,66 11,74 6,24 7,18 7,34 7,17 11,66 11,10 6,50 6,99 6,20 5,38 11,45 10,82 5,09 5,84 5,21 4,87

18

Keterangan :

AoB,

= 0 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AoB2 = 0 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AlB,

=

10 % tepung daging ikan Cunang, plastik AIB2

=

10 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2B, = 20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2 = 20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil

6,21 5,16 4,89 5,11 3,92

(60)

Pada penyimpanan minggu ke-2, dan minggu ke-12, jenis kemasan memberikan pengaruh sangat nyata (p<O,OI) terhadap densitas kamba biskuit. Interaksi antara tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang dan jenis kemasan dapat dilihat pada penyimpanan minggu ke-2 sampai minggu ke-12.

Tabel 17. Nilai Rata-rata Densitas Kamba Biskuit Selama Penyimpanan (gr/ml)

AOBI 0,42 0,41 0,42 0,42 0,42

AOB2 0,42 0,42 0,42 0,42 0,42

AIBI 0,39 0,40 0,40 0,42 0,44

A1B2 0,39 0,42 0,40 0,40 0,39

A2BI 0,38 0,39 0,40 0,38 0,38

A2B2 40 41

Keterangan :

AoBl = 0 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AoB2 = 0 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AIBI = 10 % tepung daging ikan Cunang, plastik AIB2 = 10 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2Bl = 20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2 = 20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil

0,42 0,44 0,46 0,42 0,38 40 0,44 0,40 0;48 0,42 0,40

Kelarutan Bahan Dalam Air. Hasil pengamatan nilai rata-rata kelarutan dalam air produk biskuit pada awal dan akhir penyimpanan disajikan pada Tabel 18. Rata-rata kelarutan pada awal penyimpanan berkisar antara 71,62% sampai 74,58%, sedangkan pada akhir penyimpanan berkisar antara 78,32% sampai 80,12%.

(61)

Sedangkan pada akhir penyimpanan, tingkat substitusi tidak berpengaruh nyata. Jenis kemasan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan dalam air produk biskuit

pada awal dan akhir penyimpanan.

Tabel 18. Nilai Rata-rata Kelarutan dalam Air Produk Biskuit Selama Penyimpanan (%)

G[Q|[エ|L|セ[LセZQQIキゥNrセヲセAw|wI[セェゥゥZャ[E[QZQェェAJQ[iAmゥェZェ「エャゥLャeュセァァwセヲq}ゥAiQQエ[ゥL[QA[ZェAjNAi[[ゥェゥ[[エャAゥNュQゥZァャセァェャャゥᆴャAiAQQZ@

AoBI 74,58 77,86

AoB2 74,58 78,32

AlBI 71,62 78,40

AlB2 71,62 80,12

A2Bl 73,34 79,74

A2B2 73,34 79,56

Keterangan :

AoBI

=

°

% tepung daging ikan Cunang, plastik

AoB2 =

°

% tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AlBI = 10 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AlB2 = 10 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2Bl = 20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2 = 20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil

Absorpsi Air. Hasil pengamatan nilai rata-rata absorpsi air produk biskuit pada awal dan akhir penyimpanan disajikan pada Tabel 19. Rata-rata absorpsi air produk biskuit pada awal penyimpanan berkisar antara 1,36 m1/gr sampai 1,64 m1/gr dan akhir penyimpanan berkisar antara 0,90 m1/gr sampai 1,01 m1/gr.

(62)

tingkat substitusi tidak berpengaruh nyata. Jenis kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap absorpsi air produk biskuit pada awal dan akhir penyimpanan.

Tabel 19. Nilai Rata-rata Absorpsi Air Produk Biskuit Selama Penyimpanan (ml/gr contoh)

[ェャAG|LゥゥセゥセZゥQャ[AセイゥァセイオAA`Aセヲエ}Aャゥ}QQエ|ェ|ェゥiAゥAAゥセL|ゥゥャセ[AAセゥ|AZQJ[mュァァュZAFャJqZゥ[イェQNェェャ[ャャゥャNゥゥャャ|セゥャゥZゥAゥ}iAセセセゥセセセェャ`ゥwi}ャゥiQゥゥAA|@

セbi@ 1,41 0,90

セbR@ 1,41 1,00

AIBI 1,36 1,01

AIB2 1,36 0,90

A2BI 1,64 1,00

A2B2 1,64 1,00

Keterangan :

セbi@ = 0 % tepung daging ikan Cunang, plastik

セbR@ = 0 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AIBI = 10 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AIB2 = 10 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2BI = 20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2 = 20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil

Total Plate Count (TPC). Rata-rata dari total koloni bakteri biskuit selama penyirnpanan disajikan pada Tabel 20. Analisis ragam seperti tercantum pada Lampi-ran 13. menunjukkan bahwa pada awal sampai akhir penyimpanan, tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang dan jenis kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap total

(63)

Tabel20. Nilai Rata-rata Total Koloni Bakteri Biskuit Selama Penyimpanan (Koloni/gr)

23,6x104 52xlO' 24xlO' 63,2xlO' 12,15xlO' 39xlO' 38,3xlO6 57,2x106 AIB2 12,15xlO' 51xl06 69,5xlO' 73,8xl06 A2BI TBUD TBUD 44,3xl06 1l,88x107 63,3x106

TBUD 14x107 5

Keterangan :

セャ@ = 0 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AlB2 = 0 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AIBI = 10 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AIB2 = 10 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2BI = 20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2 = 20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil

46,lxlO7 5xlO7 1l,82xl07 15xl07 77,5xl06 8x107 2,5xl06 1l,02xlO'

96xl06 7

Total Kapang. Hasil pengamatan rata-rata dari total kapang biskuit selama penyimpanan disajikan pada Tabel21. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada awal sampai

akhir

penyimpanan tidak ditemukan total kapang biskuit.

Tabel21. Nilai Rata-rata Total Kapang Biskuit Selama Penyimpanan (Koloni / gr)

AOBI 0 0 0 0 ·0

AOB2 0 0 0 0 0

AlB I 0 0 0 0 0

AlB2 0 0 0 0 0

A2BI 0 0 0 0 0

A2B2 0 0 0 0

Keterangan :

AlB I

=

0 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AlB2

=

0 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil AlB!

=

10 % tepung daging ikan Cunang, plastik

AIB2

=

10 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil A2B!

=

20 % tepung daging ikan Cunang, plastik

A2B2

=

20 % tepung daging ikan Cunang, aluminium foil
(64)

Uji Organoieptik

Uji Organoleptik biskuit yang diamati adalah uji kesukaan panelis terhadap rupa, warna, bau, rasa dan tekstur. Skala yang digunakan berkisar antara 1 ( sangat tidak suka sekali) sampai 9 (sangat suka sekali).

Rupa. Nilai rata-rata skor penilaian panelis terhadap penerimaan rupa biskuit

untuk semua perlakuan berkisar antara 5,55 (agak suka) sampai 7,38 (suka) (Lampiran 16). Rata-rata skor tertinggi adalah perlakuan A2BJCJ (Aluminium foil, 0 %, 0 minggu),

dan terendah adalah perlakuan AJB3C7 (plastik, 20 %, 12 minggu). Sedangkan nilai modusnya berkisar antara 5 (biasa) sampai 7 (suka) (Lampiran 14 ).

Hasil Uji Kruskal-Wallis seperti tercantum pada Lampiran 15. menunjukkan bahwa lama penyimpanan dan tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang berturut-turut memberikan pengaruh sangat nyata (p<0,0 1) dan nyata (p<0,05) terhadap rupa produk biskuit. Sedangkan jenis kemasan tidak memberikan pengaruh nyata.

Warna. Nilai rata-rata skor penilaian panelis terhadap penerimaan warna biskuit

untuk semua perlakuan berkisar antara 5,25 (biasa) sampai 7,38 (suka) (Lampiran 16). Rata-rata skor tertinggi adalah perlakuan A2B JCJ (Aluminium foil, 0 %, 0 minggu), dan

terendah adalah perlakuan AJB3C7 (plastik, 20 % , 12 minggu). Sedangkan nilai modusnya berkisar antara 5 (biasa) sampai 7 (suka) (Lampiran 14).

(65)

Bau. Nilai rata-rata skor penilaian panelis terhadap penerimaan bau produk biskuit untuk semua perlakuan berkisar antara 4,79 (biasa) sampai 6,94 (suka) (Lampiran 16). Rata-rata skor tertinggi adalah perlakuan A,BIC. (Aluminium foil, 0 % , 6 minggu) dan temdah adalah perlakuan A,B3C3 (Aluminium foil, 20 % , 4 minggu). Sedangkan nilai

modusnya berkisar antara 4 (kurang suka) sampai 7 (suka) (Lampiran 14 )

Hasil Uji Kruskal-Wallis seperti tercantum pada Lampiran 15. menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang dan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata (p<O,Ol) terhadap bau produk biskuit. Sementara itu jenis kemasan tidak memberikan pengaruh nyata .

Rasa. Nilai rata-rata skor penilaian panelis terhadap penerimaan rasa produk biskuit untuk semua perlakuan berkisar antara 4,70 (biasa) sampai 6,94 (suka) (Lampiran 16). Rata-rata skor tertinggi adalah perlakuan A,BICI (Aluminium foil, 0 % ,

o

minggu), A,BIC. (Aluminium foil, 0 % , 6 minggu), dan AIBIC I (plastik, 0 % ,

o

minggu). Sedangkan nilai rata-rata terendah adalah perlakuan AIB3C7 (plastik, 20 %,

12 minggu). Nilai modusnya berkisar antara 3 (tidak suka) sampai 7 (suka) (Lampiran 14 ).

Hasil Uji Kruskal-Wallis seperti tercantum pada Lampiran 15. menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung daging ikan Cunang dan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap rasa produk biskuit. Sedangkan jenis kemasan tidak memberikan pengaruh nyata .

(66)

16). Rata-rata skor tertinggi adalah perlakuan A2B ICI (aluminium foil, 0 % , 0 minggu)

Gambar

Gambar 1.  Proses Pembuatan Biskuit (Sunaryo,1985)
Tabel 2.  Syarat Mutu Biskuit
Gambar 2.  Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit (Setiawati,  1984) dengan beberapa modifikasi
Gambar 3.  Diagram Alir Pembuatan Tepung Daging Ikan  (Dwiyitno,  1995)dengan beberapa modifikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kuisioner tentang pentingnya materi hidolisis amilum enzimatis dan non-enzimatis, serta materi hidrolisis sukrosa enzimatis dan non enzimatis menunjukkan bahwa

Simpulan penelitian ini adalah modeling dan role playing efektif untuk mengurangi perilaku bullying pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 21 Surakarta

Seiring dengan peningkatan anggaran pendidikan tidak dapat dipungkiri bahwa dapat mengakibatkan peningkatan sumber-sumber pendidikan, sehingga hal tersebut

Subjek menganggap bahwa invers dari elemen adalah kebalikannya, dari hasil wawancara peneliti kepada subjek.Setelah menunjukkan sifat tertutup, sifat

Perbedaan: Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, sedangkan penelitian yang akan dilakukan akan menggunakan analisis

Sesuai dengan namanya moodle dibuat sebagai tempat belajar yang yang bisa digunakan secara objektif untuk menilai peserta didik.Fatmawati (2010), menyatakan moodle

f. Soal cerita akan mendekatkan konsep-konsep matematika yang abstrak menjadi konkret, sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir siswa sederhana.. Melatih siswa berpikir

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai postes keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dan rata-rata