Lc;{kll cAlia!. セセL@ m.ak tak adaIaI. セ@
cIaj.a<
セセ[@,_Cfda
cAlia!. セ@ セ@(Udak
セNセIL@ m.ak セ@AiB^セ@ P"?
cIaj.a<
セ@ komu セ@ d.w.'cAlIa!.
セ@ Uu ?<'%""""".-n<> Uu セ@ セ@
cAlla!.S<:fia
セMセ@ .-'min セ@(Aa/..."....:
QセoI@セセォ、Nセセ@
P"fA. HMM,
セ@ Uu/I., kTャ^セ@
k...
セ@Ii....,,;.
UNTUK PULP RAYON
Oleh
SEREFINA FEBRIYANTI SINAGA
F 28.0295
1995
FAKULTASTEKNOLOGIPERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH pH DAN WAKTU PRAIDDROLISIS
PADA SERPIH KAYU DAUN LEBAR CAMPURAN
UNTUK
PULP RAYON
Oleh
SEREFINA FEBRIYANTI SINAGA
F 28.0295
SKIRPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
1995
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PH DAN WAKTU PRAHIDROLISA PADA SERPIH KAYU DAUN LEBAR CAMPURAN
UNTUK PULP RAYON
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SEREFINA FEBRIYANTI SINAGA F 28.0295
Dilahirkan pada Tanggal 9 Februari 1973
di Tanjungkarang
Disetujui,
I
Dr. R. Muljene
Serefina Febriyanti Sinaga F 28.0295. Pengaruh pH dan Waktu Prahidrolisis pada Serpih Kayu Daun Lebar Campuran untuk Pulp Rayon. Dibawah bim-bingan Muljono Judoamidjojo dan Ridwan Ahmad Pasaribu.
RINGKASAN
Bahan berserat yang sesuai sebagai bahan baku pulp rayon adalah serat kapas. Sayangnya produksi kapas dalam negeri dari tabun ke tahun selahl menurun. Serat rayon ini digunakan sebagai bahan baku tekstil, selopan dan bahan peledak. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan pemanfaatan kayu hutan alam produksi yang sebagian besar terdiri dari kayu daun lebar sebagai bahan baku utama untuk industri rayon.
Tujuan penelitian adalah mempelajari peranan periakuan prahidrolisis pad a serpih kayu daun lebar campuran, menetapkan pH dan waktu prahidroli-sis optimum dan mempelajari kemungkinan pembuatan pulp rayon dari kayu daun lebar campuran tersebut. Analisis yang dilakukan adalah rendemen setelah prahidro-lisis, rendemen pulp belum putih, rendemen pulp putih, konsumsi alkali, bilangan kappa, derajat putih, selolosa alfa, kelarutan pulp dalam NaOH 10 persen dan 18 persen, viskositas, kadar abu, kadar silika dan kadar sari.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial acak lengkap dengan faktor perlakuan pH larutan prahidrolisis (A) dan waktu prahidrolisis (B) dengan dua kali ulangan. pH larutan prahidrolisis terdiri clari tiga taraf (pH 4, pH 7 dan pH 10) dan waktu prahidrolisis terdiri dari tiga taraf (30 menit, 60 menit dan 90 menit). Perbandingan larutan prahidrolisis clengan serpih kayu adalah 4 : I, suhu maksimllm prahidrolisis 170"C. Perban-dingan larutan pemasak dengan serpih kayu adalah 4.5 : I, suhu maksimum
pema-sakan 170°C, waktu pemapema-sakan selama 4 jam clengan konsentrasi antrakinon O. I
persen dari bobot serpih kering oven. Pemutihan pulp clilakllkan dengan metoda C-E-D-E-D.
Berclasarkan uji statistik (01 = 5 %) menunjukkan bahwa pH lanltan
prahidrolisis berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen prahidrolisis, konsumsi alkali, kadar silika dan berpengaruh nyata terhadap selulosa alfa,
kelarutan pulp dalam NaOH 10 persen, viskositas. Waktu prahidrolisis yang
cligunakan berpengaruh sangat nyata terhadap renclemen prahiclrolisis, kon-sumsi alkali, selulosa alfa, viskositas, dan berpengaruh nyata terhadap
kela-rutan pulp dalam NaOH 18 persen clan kadar abu. Interaksi keclua faktor
tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen prahidrolisis, konsull1si alkali, viskositas, dan berpengaruh nyata terhadap rendemen pulp belum putih. kelarutan pulp dalam NaOH 10 persen clan kadar silika.
Perubahan pH larutan prahidrolisis clari asal11 sal11pai basa clan kenaikan waktu prahidrolisis (sal11pai batas optimum) cenderung menurunkan rendemen dan me-ningkatkan selulosa alfa pacla serpih kayu daun lebar campuran.
Dengan memperhatikan sifat pulp rayon yang dihasilkan clan persyaratan pulp rayon yang ditetapkan SII.1l63-84 ternyata kayu daun lebar campuran yang menga-lami perlakuan prahidrolisis pada pH 7 selama 90 menit clapat l11el11berikan pulp rayon yang memiliki selulosa alfa, kelarutan dalam NaOH 10 % dan 18 %. serta kaclar sari yang dihasilkan l11el11enuhi persyaratan tersebut. Sedangkan pada pH 4 dan pH 10, kayu daun lebar yang diolah ticlak dapat menghasilkan pulp yang memenuhi persyaratan SII. Hal ini disebabkan karena konsentrasi larutan pel11asak. yaitu NaOH clan antrakinon, yang digunakan dalal11 pemasakan masih terlalu renclall
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya, penelitian dan skripsi ini dapat terselesaikan.
Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, mulai bulan Desember sampai
dengan bulan Juli di Pusat Penelitian dan Pengembangan Rasil Rutan dan Sosial
Ekonomi Kehutanan Bogor.
Selama pelaksanaan Penelitian dan penyelesaian skripsi, penulis ban yak
mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. R. Muljono Judoamidjojo, selaku Dosen Pembimbing Pertama yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis,
2. Bapak Ir. Ridwan Ahmad Pasaribu, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis,
3. Keluarga Drs. MFS. Sinaga yang telah memberikan bantuan material dan spiritual
kepada penulis,
4. Bapak Dr. Ir. Jaban, selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Rasil
Rutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan Bogor,
5. Seluruh karyawan Pusat Penelitian dan Pen gem bang an Rasil Rutan dan Sosial
yang turu! membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tulisan ini masih jauh dari
sel11pur-na, namun demikian penulis berharap sel110ga tulisan ini dapat berl11anfaat.
Bogar, September 1995 Penulis
DAFfARISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... .
DAFTAR lSI... 1II
DAFTAR TABEL ... VI
DAFTAR GAMBAR ... VII
DAFTAR LAMPIRAN ... V1l1
1. PENDAHULUAN ... .
A. LATAR BELAKANG ... .
B. TUJUAN ... 2
C. RUANG LINGKUP ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. SIFAT KAYU DAUN LEBAR CAMPURAN ... 4
1. Selulosa ... 6
2. Hemiselulosa ... 7
3. Lignin ... .... ... ... ... ... ... ... .... ... ... ... 8
B. PULP RAyON... 8
C. PEMBUATAN PULP RAYON ... 10
I. Prahidrolisis ... 10
III. BAHAN DAN METODA ... . 21
A. BAHAN DAN ALAT ... 21
1. Bahan Baku ... 2 1 2. Bahan kimia ... 21
3. Alat ... ... ')/ B. METODA PENELITIAN ... 22
1. Penlbuatan Pulp Rayon... GBIセ@ a. Pembuatan serpih ... . b. Proses prahidrolisis ... 23
c. Pemasakan ... 23
d. Pemlltihan ... 2)
2. Analisa Hasil Pulp Rayon... 25
3. Rancangan Percobaan ... ... ... ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
A. RENDE MEN ... 28
1. Rendemen Setelah Prahidrolisis ... 28
2. Rendemen Pulp Belum Putih ... 30
3. Rendemen Pulp Putih ... 3.\
B. KONSUMSI ALKALI ... 35
C. BILANGAN KAPPA ... 37
D. DERAJAT PUTIH ... 39
E. SELULOSA ALFA ... 41
F. KELARUTAN PULP DALAM NaOH 10 PERSEN 18 PERSEN ... ... ... ... ... 4.'
Lc;{kll cAlia!. セセL@ m.ak tak adaIaI. セ@
cIaj.a<
セセ[@,_Cfda
cAlia!. セ@ セ@(Udak
セNセIL@ m.ak セ@AiB^セ@ P"?
cIaj.a<
セ@ komu セ@ d.w.'cAlIa!.
セ@ Uu ?<'%""""".-n<> Uu セ@ セ@
cAlla!.S<:fia
セMセ@ .-'min セ@(Aa/..."....:
QセoI@セセォ、Nセセ@
P"fA. HMM,
セ@ Uu/I., kTャ^セ@
k...
セ@Ii....,,;.
UNTUK PULP RAYON
Oleh
SEREFINA FEBRIYANTI SINAGA
F 28.0295
1995
FAKULTASTEKNOLOGIPERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH pH DAN WAKTU PRAIDDROLISIS
PADA SERPIH KAYU DAUN LEBAR CAMPURAN
UNTUK
PULP RAYON
Oleh
SEREFINA FEBRIYANTI SINAGA
F 28.0295
SKIRPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
1995
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PH DAN WAKTU PRAHIDROLISA PADA SERPIH KAYU DAUN LEBAR CAMPURAN
UNTUK PULP RAYON
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SEREFINA FEBRIYANTI SINAGA F 28.0295
Dilahirkan pada Tanggal 9 Februari 1973
di Tanjungkarang
Disetujui,
I
Dr. R. Muljene
Serefina Febriyanti Sinaga F 28.0295. Pengaruh pH dan Waktu Prahidrolisis pada Serpih Kayu Daun Lebar Campuran untuk Pulp Rayon. Dibawah bim-bingan Muljono Judoamidjojo dan Ridwan Ahmad Pasaribu.
RINGKASAN
Bahan berserat yang sesuai sebagai bahan baku pulp rayon adalah serat kapas. Sayangnya produksi kapas dalam negeri dari tabun ke tahun selahl menurun. Serat rayon ini digunakan sebagai bahan baku tekstil, selopan dan bahan peledak. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan pemanfaatan kayu hutan alam produksi yang sebagian besar terdiri dari kayu daun lebar sebagai bahan baku utama untuk industri rayon.
Tujuan penelitian adalah mempelajari peranan periakuan prahidrolisis pad a serpih kayu daun lebar campuran, menetapkan pH dan waktu prahidroli-sis optimum dan mempelajari kemungkinan pembuatan pulp rayon dari kayu daun lebar campuran tersebut. Analisis yang dilakukan adalah rendemen setelah prahidro-lisis, rendemen pulp belum putih, rendemen pulp putih, konsumsi alkali, bilangan kappa, derajat putih, selolosa alfa, kelarutan pulp dalam NaOH 10 persen dan 18 persen, viskositas, kadar abu, kadar silika dan kadar sari.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial acak lengkap dengan faktor perlakuan pH larutan prahidrolisis (A) dan waktu prahidrolisis (B) dengan dua kali ulangan. pH larutan prahidrolisis terdiri clari tiga taraf (pH 4, pH 7 dan pH 10) dan waktu prahidrolisis terdiri dari tiga taraf (30 menit, 60 menit dan 90 menit). Perbandingan larutan prahidrolisis clengan serpih kayu adalah 4 : I, suhu maksimllm prahidrolisis 170"C. Perban-dingan larutan pemasak dengan serpih kayu adalah 4.5 : I, suhu maksimum
pema-sakan 170°C, waktu pemapema-sakan selama 4 jam clengan konsentrasi antrakinon O. I
persen dari bobot serpih kering oven. Pemutihan pulp clilakllkan dengan metoda C-E-D-E-D.
Berclasarkan uji statistik (01 = 5 %) menunjukkan bahwa pH lanltan
prahidrolisis berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen prahidrolisis, konsumsi alkali, kadar silika dan berpengaruh nyata terhadap selulosa alfa,
kelarutan pulp dalam NaOH 10 persen, viskositas. Waktu prahidrolisis yang
cligunakan berpengaruh sangat nyata terhadap renclemen prahiclrolisis, kon-sumsi alkali, selulosa alfa, viskositas, dan berpengaruh nyata terhadap
kela-rutan pulp dalam NaOH 18 persen clan kadar abu. Interaksi keclua faktor
tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen prahidrolisis, konsull1si alkali, viskositas, dan berpengaruh nyata terhadap rendemen pulp belum putih. kelarutan pulp dalam NaOH 10 persen clan kadar silika.
Perubahan pH larutan prahidrolisis clari asal11 sal11pai basa clan kenaikan waktu prahidrolisis (sal11pai batas optimum) cenderung menurunkan rendemen dan me-ningkatkan selulosa alfa pacla serpih kayu daun lebar campuran.
Dengan memperhatikan sifat pulp rayon yang dihasilkan clan persyaratan pulp rayon yang ditetapkan SII.1l63-84 ternyata kayu daun lebar campuran yang menga-lami perlakuan prahidrolisis pada pH 7 selama 90 menit clapat l11el11berikan pulp rayon yang memiliki selulosa alfa, kelarutan dalam NaOH 10 % dan 18 %. serta kaclar sari yang dihasilkan l11el11enuhi persyaratan tersebut. Sedangkan pada pH 4 dan pH 10, kayu daun lebar yang diolah ticlak dapat menghasilkan pulp yang memenuhi persyaratan SII. Hal ini disebabkan karena konsentrasi larutan pel11asak. yaitu NaOH clan antrakinon, yang digunakan dalal11 pemasakan masih terlalu renclall
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya, penelitian dan skripsi ini dapat terselesaikan.
Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, mulai bulan Desember sampai
dengan bulan Juli di Pusat Penelitian dan Pengembangan Rasil Rutan dan Sosial
Ekonomi Kehutanan Bogor.
Selama pelaksanaan Penelitian dan penyelesaian skripsi, penulis ban yak
mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. R. Muljono Judoamidjojo, selaku Dosen Pembimbing Pertama yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis,
2. Bapak Ir. Ridwan Ahmad Pasaribu, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis,
3. Keluarga Drs. MFS. Sinaga yang telah memberikan bantuan material dan spiritual
kepada penulis,
4. Bapak Dr. Ir. Jaban, selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Rasil
Rutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan Bogor,
5. Seluruh karyawan Pusat Penelitian dan Pen gem bang an Rasil Rutan dan Sosial
yang turu! membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tulisan ini masih jauh dari
sel11pur-na, namun demikian penulis berharap sel110ga tulisan ini dapat berl11anfaat.
Bogar, September 1995 Penulis
DAFfARISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... .
DAFTAR lSI... 1II
DAFTAR TABEL ... VI
DAFTAR GAMBAR ... VII
DAFTAR LAMPIRAN ... V1l1
1. PENDAHULUAN ... .
A. LATAR BELAKANG ... .
B. TUJUAN ... 2
C. RUANG LINGKUP ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. SIFAT KAYU DAUN LEBAR CAMPURAN ... 4
1. Selulosa ... 6
2. Hemiselulosa ... 7
3. Lignin ... .... ... ... ... ... ... ... .... ... ... ... 8
B. PULP RAyON... 8
C. PEMBUATAN PULP RAYON ... 10
I. Prahidrolisis ... 10
III. BAHAN DAN METODA ... . 21
A. BAHAN DAN ALAT ... 21
1. Bahan Baku ... 2 1 2. Bahan kimia ... 21
3. Alat ... ... ')/ B. METODA PENELITIAN ... 22
1. Penlbuatan Pulp Rayon... GBIセ@ a. Pembuatan serpih ... . b. Proses prahidrolisis ... 23
c. Pemasakan ... 23
d. Pemlltihan ... 2)
2. Analisa Hasil Pulp Rayon... 25
3. Rancangan Percobaan ... ... ... ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
A. RENDE MEN ... 28
1. Rendemen Setelah Prahidrolisis ... 28
2. Rendemen Pulp Belum Putih ... 30
3. Rendemen Pulp Putih ... 3.\
B. KONSUMSI ALKALI ... 35
C. BILANGAN KAPPA ... 37
D. DERAJAT PUTIH ... 39
E. SELULOSA ALFA ... 41
F. KELARUTAN PULP DALAM NaOH 10 PERSEN 18 PERSEN ... ... ... ... ... 4.'
G. VISKOSITAS PULP ... ... ... .... ... ... ... .... ... 47
H. KADAR ABU... 50
1. KADAR SlUKA... 52
J. KADAR SARI... 53
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 56
A. KESIMPULAN ... 56
B. SARAN ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel
10.
Tabel II.
Tabel 12.
Tabel 13.
Tabel 14.
Tabel 15.
Halaman
Syarat pulp rayon biasa ... 9
Syarat pulp rayon menurut Casey (1979) ... 10
Rendemen setelah prahidrolisa ... 28
Rendemen pulp belum putih ... 31
Rendemen pulp putih
Konsumsi alkali pulp
33
35
Bilangan kappa pulp ...
:>7
Derajat putih pulp ... 40
Selulosa alfa pulp ... 4.'
Kelarutan pulp dalam NaOH 10 persen
Kelarutan pulp dalam NaOH 18 persen
44
46
Viskositas pulp ... 49
Kadar abu ... 50
Kadar silika ... 52
Kadar sari . . . .. . . 54
[image:22.595.89.503.150.517.2]Gambar I.
Gambar 2.
Gambar
3.
Gambar 4.
Gambar
5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar II.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar IS.
Gambar 16.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Struktur kayu daun lebar campuran ... 5
Rumus bangun antrakinon ... 16
Mekanisme reaksi antrakinon
sebagai katalis pemasakan ... 17
Diagram rendemen pulp setelah
prahidrolisa ... 29
Diagram rendemen pulp belum putih ... 32
Diagram pulp putih ... 34
Diagram konsumsi alkali pulp... 36
Diagranl bilangan kappa pulp... 38
Diagram derajat putih pulp ... 40
Diagram selulosa alfa pulp... 42
Diagram kelarutan pulp dalam
NaOH 10 persen ... 45
Diagram kelarutan pulp dalam
NaOH 18 persen ... 47
Diagram viskositas pulp... 49
Diagram kadar abu pulp... 51
Diagram kadar silika pulp... 53
Diagram kadar sari pulp ... 55
VI!
I
Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
I. Jenis-jenis kayu yang digunakan ... .
2. Kondisi pemutihan ... .
3. Metoda analisa hasil pulp ... .
4. Hasil analisa pulp ... .
5. Analisa sidik ragam dan uji Duncan
rendemen prahidrolisa ... .
6. Analisa sidik ragam dan uji Duncan
rendemen pulp belum putih ... .
7. Analisa sidik ragam dan uji Duncan
rendemen pulp putih ... .
8. Analisa sidik ragam dan uj i Duncan
konsumsi alkali ... .
9. Analisa sidik ragam dan uji Duncan
bilangan kappa ... .
10. Analisa sidik ragam dan uji Duncan
derajat putih ... .
11. Analisa sidik ragam dan uji Duncan
selulosa alfa ... .
12. Analisa sidik ragam dan uji Duncan
kelarutan pulp dalam NaOH \0% dan 18%
13. Analisa sidik ragam dan uji Duncan
viskositas ... .
14. Analisa sidik ragam dan uji Duncan
kadar abu ... .
Lampiran 15. Analisa sidik ragam dan uji Duncan
kadar silika ... . 99
Lampiran 16. Analisa sidik ragam dan uji Duncan
kadar sari ... . 10.1
A. LATAR BELAKANG
Bahan berserat yang sangat sesuai digunakan sebagai bahan baku pulp
rayon adalah serat kapas, karen a serat kapas mengandung selulosa aHa tinggi,
sedangkan bahan bukan selulosa alfa yang dikandung rendah, sehingga
dimung-kinkan untuk memperoleh pulp yang dapat diterima sebagai bahan baku rayon.
Sayangnya produksi kapas dalam negeri dari tahun ke tahun selalu menurun.
sehingga industri rayon yang ada saat ini merasakan sangat sulit untuk
menda-patkan serat kapas dalam jumlah yang dibutuhkan secara kontinu dengan harga
yang dapat diterima oleh industri. Keadaan tersebut dan mengingat areal hutan
alam produksi yang luas dengan produksi kayunya yang cukup tinggi,
menil11-bulkan tekad pemerintah dan industriwan untuk menggunakan kayu sebagai
bahan baku utama bagi industri rayon yang telah ada maupun industri pulp rayon
yang akan didirikan.
Industriwan sampai saat ini masih belum ban yak menggunakan kayu yang
berasal dari hutan alam produksi sebagai bahan baku pulp rayon. Hal ini
dise-babkan karena pengkajian terhadap teknologi pengolahan yang sesuai untuk kayu
campuran yang berasal dari hutan alam produksi dan kualitas pulp rayonnya
belum ban yak dilakukan.
Kayu yang berasal dari hutan alam produksi umumnya adalah kayu daun
lebar yang mempunyai sifat heterogen, sehingga sifat kimia dan fisik kayu
tersebut juga berbeda. Untuk mendapatkan tingkat kematangan pulp yang relatif
sama diperlukan teknik pencampuran serpih kayu pada pembuatan pulpnya.
Hasil pemasakan campuran dari 15 jenis kayu daun lebar yang berasal dari
2
oleh P3HH (Pasaribu et aI., 1979) dengan menggunakan proses suI fat
menunjuk-kan bahwa campuran kayu dengan massa jenis 0.19 - 0.49 dapat memberimenunjuk-kan
pulp kraft yang baik, apabila dimasak dengan alkali aktif 16 - 18 persen. Untuk
memperoleh hasil yang sam a kayu campuran dengan massa jenis 0.50 - 0.79 dan
massa jenis 0.80 - 1.09 memerlukan alkali aktif 18 - 20 persen. Selain itu dapat
pula diolah dengan massajenis 0.19 - 0.79. Adapun pemasakan kayu campuran
dari setiap kelompok massa jenis dilakukan dengan sulfiditas 25 persen
perban-dingan serpih dengan larutan pemasak 1 : 4 suhu maksimum 170"C dan waktu
pemasakan selama duajam pada suhu maksimum.
Hal lain yang l1lenyebabkan kayu daun lebar sulit digunakan untuk bahan
baku pulp rayon dikarenakan kandungan kOl1lponen kil1lia dalam kayu daun
lebar terutama hel1liselulosa cukup tinggi yaitu berkisar 21 - 24 persen dan
lignin 21- 33 persen dari berat kayu kering (Vadil1licum Kehutanan Indonesia,
1976).
Keadaan di atas tersebut yang mendorong untuk dilakukannya penelitian
teknologi pengolahan kayu daun lebar campuran untuk pulp rayon. Kayu daun
lebar campuran yang digunakan untuk bahan baku penelitian adalah kayu daun
lebar dari hutan alal1l produksi yang akan dibangun l1lenjadi pengusahaan hutan
tanal1lan industri kayu pulp lIntuk kayu pertukangan. Penelitian ini diarahkan
terhadap kondisi prahidrolisis dari serpih kayll campuran sebelum diolah
l1lenja-di pulp rayon.
B. TUJUAN
I. Mel1lpelajari peranan perlakuan prahidrolisis pada serpih kayu dalln lebar
campuran sebelum serpih kayu campuran tersebllt dijadikan pulp rayon
cara mempelajari kandungan komponen kimia bukan selulosa (hemiselulosa,
lignin dan zat sari) dari serpih kayu daun lebar campuran hasil prahidrolisis
dan sifat pulp rayon yang dihasilkan.
2. Menetapkan pH dan waktu prahidrolisis yang optimum untuk kayu daun lebar
campuran, dengan mempelajari sifat-sifat pengolahan dan pulp rayon yang
diperoleh.
3. Mempelajari kemungkinan pembuatan pulp rayon dari kayu daun Iebar
campuran dengan cara mencampur berbagai jenis kayu daun lebar
berdasar-kan berat kering tanur yang sarna guna meningkatberdasar-kan efisiensi pengolahan
dan pemungutan kayu.
C. RUANG LINGKUP
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH dan waktu
prahidro-lisis optimum dari serpih kayu daun lebar campuran yang mengandung
kompo-nen kimia bukan kayu terutama hemiselulosa dan zat sari dengan melakukan
pengukuran terhadap berbagai parameter yaitu rendemen pulp, bilangan kappa,
derajat putih, viskositas pulp, kadar alfa beta dan gama selulosa, kela- rutan
pulp dalam NaOH 10 per sen dan 18 persen, kadar abu dan silika, dan kadar
sari. Tahap-tahap penelitian yang dilakukan adalah (I) pembuatan serpih kayu
(2) perlakuan prahidrolisis (3) pemasakan (4) pemutihan (pengelantangan) (5)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SIFAT KAYU DAUN LEBAR
Kayu daun lebar disebut dengan subklas Dicotyledone merupakan tanaman
penting sebagai sumber bahan baku industri (Sudrajat, 1979; Tantra, 1981).
Pada sel-sel kayu daun lebar terdapat pori (pembuluh) dan sel serabut (Tsoumis,
1976).
Pada jaringan kayu daun lebar terdapat sel-sel yang memiliki ukuran lebih
pendek dan pangkalnya lebih tajam daripada sel trakeid yang ban yak ditemukan
pad a jaringan kayu daun jarum. Menurut Titmus (1971), sel-sel ini disebut
seTal. Selanjutnya dikatakan bahwa kekuatan kayu ban yak tergantung pada
jumlah persentasi serat yang ada di dalam jaringan kayu daun lebar. Jaringan
kayu daun lebar dapat di lihat pada Gambar 1.
Menurut Lauer (1958), faktor nyata yang berpengaruh dalam pengolahan
kayu daun lebar campuran adalah bobot jenis kayu yang diolah. Bobot jenis
kayu sering dihubungkan dengan perbandingan kadar lignin, selulosa, dan
struk-tur anatomi kayu. Casey (1952) menambahkan bahwa bobot jenis kayu juga
berpengaruh terhadap sifat pulp yang dihasilkan. Pulp yang berasal dari kayu
daun lebar yang bobot jenisnya rendah (0.25-0.39) menghasilkan rendemen dan
sifat kekuatan pulp yang lebih balk dibandingkan dengan pulp yang berasal dari
kayu dengan bobot jenis tinggi (0.56-0.60).
Sifat kayu daun lebar yang sering menimbulkan masalah adalah sifat
heterogenitas jenis kayunya, sehingga sifat kimia dan fisik kayu daun Jebar
tersebut berbeda. Sifat kimia yang berbeda l1lenyebabkan variasi kadar selulosa,
hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif antara satu jenis kayu dengan jenis kayu
pembulu
serabut
セセセセセ@
ェセイゥMェ。イゥ@
heterogenous
'G;imbar 1 セ@ J'aringan kayu daun 1ebar
(Kirk
andOthmer, 1982)
pelat skaliri
6
Komponen kimia utama yang terdapat pada kayu adalah selulosa,
hemi-selulosa, dan lignin. Selulosa merupakan bagian terbesar yang terdapat dalalll
kayu, yaitu antara 39 - 55 persen, kemudian lignin 18 - 33 persen, pentosan
21 - 24 persen, zat-zat ekstraktif 2 - 6 persen, dan abu 0.2 - 2 persen
(Martawi-jaya et al., 1981). Tingginya kadar pentosan menurut Vadimicum Kehutanan
Indonesia (1976) yang tidak lain adalah hemiselulosa menyebabkan sulitnya
kayu daun lebar digunakan untuk pulp rayon.
1. Selulosa
Selulosa adalah polilller linier dengan unit 8-0-glukopiranosa yang
berbobot molekul tinggi dan struktur teratur dan sebagai komponen utama
dinding sel kayu dan tanaman lainnya. Unit ulangan dari polimer selulosa
terikat melalui ikatan glikosida 8(1--
>
4). Keteraturan struktur selulosamenimbulkan ikatan hidrogen secara intramolekul dan intermolekul.
Molekul-molekul selulosa ini akan berikatan secara paralel dengan
jembatan hidrogen meillbentuk mikrofibril. Beberapa saling berikatan
membentuk makrofibril (Haigler di dalam Nevel dan Zeronian, 1985).
Bagian mikrotibril yang ban yak mengandung jembatan hidrogen antar
mole-kul selulosa bersifat sangat kuat dan tidak dapat ditembus dengan air disebut
dengan bagian berkristal. Sedangkan bagian yang lainnya yang sedikit atau
tidak sam a sekali mengandung jelllbatan hidrogen disebut bag ian amorf.
Struktur berkristal dari selulosa merupakan hambatan utama dalam proses
hidrolisis.
Hidrolisis asalll akan Illenyebabkan ikatan glikosida terputus. Hasil
salllping reaksi ini adalah pembentukan disakarida, karena adanya
Selulosa kayu diisolasi oleh beberapa fraksi antara lain abu, lignin,
furfural, alfa selulosa, beta selulosa dan gam a selulosa. Secara analitis fraksi
selulosa dapat dikatakan terdiri atas alfa, beta, dan gama selulosa (Casey,
1960). Selulosa alfa dapat digunakan sebagai penduga selulosa kayu yang
dapat menentukan kadar selulosa pada kayu atau penentuan tingkat kemurnian
selulosa dalam pulp.
2. Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah senyawa yang heteropolisakarida yang berfungsi
sebagai pendukung dalam dinding sel. Hemiselulosa tersusun dari lima jenis
gula yaitu tiga heksosa (glukosa, manosa, dan galaktosa) dan dua pentosan
(xilosa dan arabinosa) serta dua asam uronat yaitu glukonat dan galakturonat
(Achmadi , 1989).
Pada kayu daun lebar, hemiselulosa tersusun dari glukoronoxylan
dengan kandungan xylan kurang lebih 15-30 persen dari volume kering kayll
dan glukomanan dengan kandungan 2-5 persen (Sjostrom, 1981). Achmadi
(1989) menambahkan bahwa ikatan xyloksida pada glukoronoxylan mudah
dihidrolisis, sedangkan an tara asam uronat dengan xylosa sangat tahan.
Ikatan monoksida pada glukomanan terhidrolisis lebih cepat daripada ikatan
glikosida. Ikatan pada hemiselulosa sangat rentan terhadap pemutusan efek
katalis berupa ion hidronium. Hidrolisis hemiselulosa akan menghasilkan
campuran beberapa gula sederhana yang sebagian besar berupa pentosa.
Kandungan pentosan di atas delapan persen dalam pulp akan
mengaki-batkan pulp tidak dapat diproses menjadi viskosa rayon, dan akan
8
3. Lignin
Lignin adalah polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui
polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alkohol yang juga merupakan tunman
dari fenilpropana. Gugus fungsi sangat mempengaruhi reaktivitas lignin yang
terdiri dari hidroksil fenolik, hidroksil benzilik dan gugus karbonil.
Frekuen-sinya beragam sesuai dengan lokasi morfologis dari lignin.
Pada suasana asam lignin akan mengalami kondensasi yang men
yebab-kan bobot molekul lignin bertambah dan akhirnya mengendap (Achmadi.
1989).
B. PULP RAYON
Menurut SII (1984), pulp rayon adalah pulp yang termasuk klasitikasi pulp
alfa (pulp untuk konversi kimia), baik pulp alkali maupun pulp sulfit dari kayu
daun jarum atau kayu daun lebar yang digunakan sebagai bahan baku serat biasa.
Pulp mempunyai tingkat kemurnian selulosa yang tinggi dan digunakan
untuk pembuatan rayon yang dinamakan pulp dissolvinf!, (Thomass di dalam Britt,
1970).
Pulp dissolving sering digunakan untuk bahan baku rayon yang disebut pulp
rayon, selain itu pulp ini juga digunakan untuk pembuatan selopan, metil selulosa,
nitro selulosa, eti! selulosa, selulosa asetat dan turunan selulosa lainnya (Casey.
1980).
Syarat-syarat tertentu yang hanlS dipenuhi oleh pulp untuk rayon an tara lain
keragaman kualitas yang dapat dicapai dengan proses dissolving yang sempurna.
Faktor-faktor lain yang menentukan pulp rayon adalah kondisi proses, peralatan.
(1972), menambahkan bahwa stan dar kemurnian pulp untuk rayon dalam c1unia
perdagangan adalah selulosa alfa 91 - 93 persen, selulosa beta dan gama 6 - 10
persen, dan pentosan 2 - 3 persen.
Dalam memproduksi pulp rayon, komponen kimia yang diharapkan ada
dalam jumlah besar adalah selulosa alfa oleh karena itu pad a kayu daun lebar
komponen kimia bukan selulosa tersebut sebanyak mungkin harus dihilangkan
selama proses pengolahan. Hal ini disebabkan hemiselulosa dalam pulp rayon
tidak diinginkan, karena akan memberikan pengaruh kurang baik terhadap sifat
viskosa, mutu serat rayon, dan daya saring selama pembuatan rayon.
Usaha untuk meningkatkan kemurnian selulosa pulp rayon yang dibuat dari
kayu telah ban yak dilakukan, yaitu melalui optimasi berbagai peubah konclisi
pemasakan serpih kayu dalam proses sulfat atau proses alkali. Tetapi kemurnian
pulp rayon yang dihasilkan masih rendah, karen a sebagian besar hemiselulosa
masih terdapat di dalam pulp terutama hemiselulosa yang sifatnya tahan terhadap
degradasi alkalis (Alaudin, 1982).
Tabel I. Syarat pulp rayon biasa
Pengujian Satuan
Selulosa alfa %
Sari (alkohol benzene) %
Abu %
Silika mg/kg
Viskositas mPa. s
Derajat putih (GE) %
S-IS %
S-IO %
Kadar air %
'Sumber : SII 1163-84
Nilai
mm. 90.5 maks. 0.3 maks.O.15 maks.50.0
l1un. 18.0
[image:34.597.85.516.467.670.2]10
Tabel2. Syarat pulp rayon menurut Casey (1979)
Pengujian Satuan Nilai
Selulosa alfa % m1l1. 88.0
Sari (alkohol benzene) % maks. 0.5
Abu % maks. 0.15
Pentosan % maks. 5.0
Lignin % maks. 0.1
Derajat putih % min. 85.0
C. PEMBUATAN PULP RAYON
Proses pembuatan pulp rayon meliputi beberapa tahap yaitu prahidrolisis.
pemasakan, dan pemutihan (pengelantangan).
1. Prahidrolisis
Pembuatan pulp untuk rayon akan diproses sedemikian rupa sehingga
diperoleh pulp dengan tingkat kemurnian selulosa yang tinggi. Untuk
menghasilkan pulp rayon dengan kemurnian yang tinggi seperti yang
dike-hendaki, maka pemasakan dengan proses sulfat, sulfit atau soda saja tidak
cUkup. Oleh karena itu diperlukan suatu perlakuan yaitu mengolah serpih
kayu melalui proses prahidrolisis sebelum dilakukan pemasakan. Adanya
proses tersebut menyebabkan serpih kayu menjadi lunak atau ll1engembang
sehingga ll1ell1udahkan penyerapan bahan kimia selama proses pell1asakan
(Alaudin, 1982). Selanjutnya Wenzl (1970) ll1enyatakan bahwa perlakuan
prahidrolisis dapat mengurangi rendemen serta kandllngan lignin dan akan
akan mengakibatkan perombakan hemiselulosa dan lignin serta terjadinya
perubahan struktur kimia dari kayu.
Menurut Richter (1956), kemampuan prahidrolisis untuk melarutkan
komponen kimia bukan selulosa (hemiselulosa dan lignin) sangat dipengaruhi
oleh kondisi yang dipakai, terutama suhu maksimum, waktu dan tingkat
keasaman (pH) larlltan prahidrolisis. Prahidrolisis dalam Sllasana asam
dengan menggunakan asam mineral seperti asam sui fat dan asam nitrat sesuai
untuk semlla jenis bahan baku berserat selulosa. Ritcher (1965)
menambah-kan bahwa prahidrolisis dengan asam amenambah-kan meningkatmenambah-kan tingkat kemurnian
selulosa pulp.
Prahidrolisis dapat dilakukan dengan media asam atau air. Hasil
pene-litian Syahputra (1991) menyatakan bahwa prahidrolisis dengan air
mengha-silkan rendemen, kadar selulosa alfa, derajat putih serta viskositas yang lebih
tinggi daripada dengan asam.
Pengunaan media air dalam proses prahidrolisis akan lebih
mengun-tungkan karen a lebih murah· dengan efek degradasi selulosa yang lebih kecil.
Hemiselulosa yang terombak dan terlarutkan terdiri dari gula bebas seperti
xylosa, galaktosa, arabinosa (Alaudin, 1982).
Prahidrolisis dengan cara merendam bahan berserat dalam air dengan
suasana netral dapat digunakan sebagai tingkat pendahuluan dalam pembuatan
pulp rayon atau pulp yang dilarutkan (dissolving pulp). Prahidrolisis dengan
cara ini sesuai untuk digunakan pad a bahan berserat yang mengandung
banyak gugus asetil (Bewagan dan Faulmino, 1978).
Hasil penelitian Nelson (1976) menyimpulkan bahwa prahidrolisis
12
kayu pinus memberikan hasil yang memuaskan karena pulp rayon yang
diperoleh mengandung selulosa alfa tinggi, sedangkan hemiselulosa dan resin
yang dikandung pulp rayon rendah, Pembahan tingkat keasaman
prahidroli-sis dari suasana asam sampai basa cenderung meningkatkan rendemen dan
menumnkan selulosa alfa dan hemiselulosa.
Wenzl (1970) menambahkan bahwa variabel yang mempengaruhi
prahidrolisis adalah suhu dan waktu. Peningkatan suhu dan lamanya waktu
pada perlakuan prahidrolisis akan meningkatkan kadar selulosa alfa, tetapi
kandungan pentosan dan rendemen pulp akan menurun. Rydhlom (1965)
menambahkan bahwa kenaikan waktu prahidrolisis pada suhu prahidrolisis
akan meningkatkan laju perombakan komponen kimia kayu.
Alaudin (1984), telah melakukan analisis serpih kayu Accasia
auriculi-formis dengan cara merendam serpih kayunya di dalam air pada suhu
maksi-mum 160"C dan 170"C dan waktu perendaman pada SUllll tersebut
bervaria-si. Hasil penilitian menunjukkan bahwa dengan adanya perpanjangan waktu
prahidrolisis 30 menit atau 60 men it maka rendemen pulp akan menjadi lebih
rendah, tetapi kandungan selulosa alfa dan viskositas pulp meningkat, karena
semakin ban yak hemiselulosa dan bahan bukan selulosa lain yang larut.
Apabila proses prahidrolisis dilakukan pada suhu di atas 160 "C atau 170 "C
dengan waktu yang lebih lama, maka pulp yang akan diperoleh mengandung
selulosa alfa yang makin rendah, karen a terjadi degradasi selulosa yang
makin banyak. Ryhdolm (1965) menambahkan bahwa pengaruh waktu pada
prahidrolisis berhubungan erat dengan suhll prahidrolisis. Waktll
Alaudin (1984), telah melakukan analisis bahwa pada dasarnya
prahi-drolisis akan mengakibatkan perombakan hemiselulosa dan lignin serta
terja-dinya perubahan struktur kimia dari kayu. Hemiselulosa yang terombak dan
terlarutkan terdiri atas gula-gula pentosan, heksosan baik dalam bentuk
polimer ataupun gula bebas seperti xylosa, galaktosa, arabinosa dan lain-lain
(Parekh et aI., 1977).
2. Pemasakan
Tujuan dari pemasakan campuran adalah untuk memanfaatkan kayu
daun lebar campuran tropis yang terdiri dari ban yak jenis dan bersifat
hetero-gen sebagai bahan baku pulp (Sachur, 1966).
Sifat bahan baku dan variabel proses pemasakan dapat memnpengaruhi
rendemen, komposisi kimia, dan sifat fisik lembaran pulp yang dihasilkan.
Sifat bahan baku meliputi jenis kayu, massa jenis, umur pohon, lama
pe-nyimpanan, dan ukuran serpih. Sedangkan variabel proses meliputi
perban-dingan antara larutan pemasak dengan bobot serpih, konsentrasi alkali aktif,
sulfiditas, suhu dan waktu pemasakan (Clayton, 1969).
Libby (1962) mengatakan bahwa waktu pemasakan yang terlalu lama
dari waktu optimum akan menyebabkan adanya degradasi selulosa yang
semakin besar. Semakin lama pemasakan, rendemen pulp yang dihasilkan
semakin keciL
MenUfut Swartz dan Mac Donald (1962) perbedaan jenis kayu
menye-babkan perbedaan terhadap kualitas pulp yang dihasilkan. Contohnya
hu-bungan antara jenis kayu dan pemasakan, jenis kayu yang mempunyai massa
14
Proses pemasakan pulp secara kimia dapat dilakukan dengan proses
sui fat, sui fit, soda dan soda antrakinon. Proses soda merupakan proses
pemasakan secara kimia yang tertua. Proses ini hanya menggunakan soda
kaustik dalam proses pemasakan bahan (Bryce, 1980). Casey (1980)
menya-takan bahwa alkali dipakai oleh bahan untuk bereaksi dengan lignin,
melarll!-kan karbohidrat, bereaksi dengan bermacam-macam asam organik yang
terdapat dalam kayu, bereaksi dengan resin dalam kayu dan sebagian
diuap-kan oleh sera!. Alkali harus ada selama pemasadiuap-kan, kekurangan bahan killlia
tersebut akan lllenghasilkan pulp yang berwarna gelap sehingga sulit untllk
diputihkan.
Menurut Casey (1964), faktor terpenting dalam proses alkali adalah
konsentrasi larutan pemasak. Peningkatan konsentrasi lllenyebabkan
pe-ningkatan laju delignifikasi dan juga mengakibatkan efek pengpe-ningkatan
la-rutan selulosa. Konsentrasi alkali aktif terhadap berat kayu yang sering
dipakai berkisar 15 sampai 18 persen. Peningkatan konsentrasi terlalll tinggi
menyebabkan serangan terhadap selulosa lebih besar dari lignin, sehingga
menurllnkan rendemen dan kekuatan pulp serta kebutuhan pellllltihan
me-ningkat.
Proses soda tidak menguntungkan untuk lllemasak kayu daun [ebar
campuran, tetapi dengan pengolahan sejenis hampir semua jenis kayu dapa!
diolah menjadi pulp. Kelemahan dari proses ini adalah delignifikasi rendah
dibandingkan dengan sulfat dan sulfit sehingga menghasilkan rendemen yang
rendah.
Casey (1980), proses sulfat mempunyai beberapa kelebihan
diban-dingkan dengan proses lainnya. Keuntungan penggunaan proses sulfat adalah
yang baik, fleksibel terhadap jenis bahan baku (kayu), ekonomis dalam
penggunaan bahan pemasak, degradasi selulosa minimum sehingga
diper-oleh rendemen yang tinggi, dan biaya proses lebih rendah. Kelemahan
proses sulfat yaitu pulp yang dihasilkan berwarna gelap karena adanya sulfur
serta menimbulkan bau yang kllrang enak dan membutuhkan pemutih yang
lebih ban yak.
Rendemen, komposisi kimia, dan sifat fisik lembaran pulp sulfat
dipen-garuhi oleh sifat bahan baku dan pellbah pada proses pemasakan. Sifat bahan
baku adalah jenis, bobot jenis, llmur penyimpanan dan dimensi chip.
Se-dangkan peubah prosesnya adalah rasio antara larutan pemasak dengan bobot
serpih, konsentrasi alkali aktif, sulfiditas serta suhu dan waktu pemasakan
(Clayton, 1969).
Untuk meningkatJan delignifikasi dari soda (NaOH), maka dalam
proses soda ditambahkan suatu bah an kimia yang selektif terhadap lignin
misalnya antrakinon (Casey, 1980). Selanjutnya proses tersebut disebut
dengan proses soda antrakinon.
Proses soda antrakinon adalah proses pembuatan pulp yang
mengguna-kan soda sebagai larutan pemasak ditambah dengan antrakinon sebagai
katalis.
Holton (1978) menyatakan bahwa antrakinon adalah senyawa organik
yang berfungsi sebagai katalis yang dapat mempercepat laju delignifikasi
dalam pembuatan pulp dengan proses alkali. Menurut Fullerton (1979).
antrakinon berupa bubuk berwarna ktll1ing berbentuk rhombis dengan
sino-nim nama kimia difenilenaketon, memiliki titik didih dan titik cair tinggi.
tidak mudah menguap, tidak larut dalam air dan sebagian besar pelarut
16
Gambar 2. Rumus bangun antrakinon
Menurut Cameron (1992), antrakinon adalah suatu bahan penambah
dalam pembuatan pulp yang dapat meningkatkan rendemen. Keuntungan
yang dapat diperoleh adalah menghemat pemakaian bahan kimia,
memperce-pat proses delignifikasi dan meningkatkan beberapa sifat fisik lembaran pulp
yang dihasilkan, serta mengurangi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan,
berupa bau, karen a dapa mengurangi emisi sulfida. Maties (1981)
menyata-kan juga bahwa antrakinon dapat meningkatmenyata-kan laju delignifikasi dan mampu
mengurangi kerusakan selulosa akibat serangan bahan kimia pemasak.
Menurut Lowendahl dan Samuelson (1978), antrakinon akan
mengok-sidasi gugus ujung rantai selulosa dan hemiselulosa sehingga membentuk
gugus asam aldonat yang lebih stabil dari serangan alkali. Dengan demikian
selulosa dan hemiselulosa menjadi lebih mantap.
Casey (1980) menyatakan bahwa penambahan antrakinon dalam lanltan
pemasak pada proses soda dalam jumlah yang rendah yaitu 0.05 - 0.10
persen akan menghasilkan peningkatan laju delignifikasi, rendemen pulp serta
sifat kekuatan pulp yang hampir sam a dengan yang diperoleh dengan proses
sui fat.
Menurut Syodolm dan Wikblat (1980) pemakaian antrakinon 0.5 persen
[image:41.595.243.386.70.176.2]kappa. Pada bilangan kappa yang sama, penambahan antrakinon
menyebab-kan rendemen meningkat, sedangmenyebab-kan pemakaian alkali dan waktu pemasamenyebab-kan
berkurang.
Gugus ujung selulosa tereduksi
-CHO
,---I
I
I
Antrakinon
r
!
v
Lignin dengan bobot molekul rendah
Memantapkan selulosa
Mempercepat delignitikasi
Selulosa
-COOH
--- -
..
Antrahidrokinon
1
I
iLignin
[image:42.595.160.465.175.596.2]18
3. Pemutihan (Pengelantangan)
Pemutihan merupakan proses penghilangan lignin dari serpih kayu daun
lebar campuran yang telah mengalami proses prahidrolisis dan proses
pema-sakan. Pemutih tidak akan dapat berhasil dengan hanya menggunakan satli
atau dua tingkat saja, dan jika diberi zat pemutih yang berlebihan, maka
derajat putih yang dicapai tidak seimbang dengan kerusakan yang
diakibat-kannya. Hal ini terutama disebabkan oleh lignin dalam pulp yang sukar lanlt
dalam air, bahkan setelah melalui proses klorinasi masih sukar larut
(Puslit-bang Hasil Hutan, 1982).
Proses pemutihan bertujuan untuk memperbaiki warna pulp yang asli
dan untuk mendapatkan kemurnian seTal. Dengan kata lain tujuan pemutihan
adalah untuk memproduksi pulp putih yang berwarna stabil terhadap
sifat-sifat fisik dan kimia pulp (Siagian, 1989).
Menurut Siagian (1989), kondisi umum yang penting di dalam proses
pemutihan pulp adalah jumlah bahan kimia pemutih yang digunakan,
konsis-tensi pemutih, waktu dan suhu pemutih.
Proses pemutihan yang digunakan untuk pembuatan pulp rayon adalah
pemutihan bertingkat lima yaitu klorinasi (C), ekstraksi I (E), klordioksida
(D), ekstraksi II (E). klordioksida (D) dan diakhiri dengan pengasaman
(Siagian, 1989).
a. Klorinasi
Tahap klorinasi bertujuan untuk melarutkan lignin, bahan-bahan
organik berwarna serta sisa-sisa yang tidak diinginkan yang terdapat pacla
seraL Bahan kimia yang digunakan pada tahap ini adalah klor yang
yang akan diputihkan. Terlalu banyak klor yang digunakan menyebabkan
timbulnya serangan yang hebat terhadap karbohidrat sehingga akan
menghasilkan rendemen dan kekuatan fisik yang rendah. Sebaliknya
terla-lu sedikit klor, maka pulp sulit untuk diputihkan (Loras, 1980).
b. Ekstraksi alkali
Ekstraksi alkali merupakan pelarutan dari hasil reaksi pada tahap
klorinasi ataupun dengan hipoklorit. Ekstraksi alkali berfungsi untuk
menetralkan suasana asam dan melarutkan hasil dekomposisi lignin yang
telah terurai pada tahap klorinasi (Siagian, 1989). Ryhdolm (1965)
menambahkan bahwa ekstraksi alkali juga bertujuan untuk menghilangkan
senyawa-senyawa resin yang sulit larut pad a tahap klorinasi, khususnya
pulp yang berasal dari kayu daun lebar.
Bahan kimia yang digunakan sebagai pelarut pada tahap ekstraksi
alkali adalah natrium hidroksida (NaOH).
c. Klordioksida
Pemutihan dengan klordioksida umumnya dilakukan pada konsistensi
10 - 12 persen, pH 3 - 5. Jika dipakai pada lahap pertama dari pemutihan
bertingkat, penggunaan senyawa klordioksida dilakukan pada suhll rendall.
Jika dipakai diantara tahapan pemutihan atau tallap akhir pemutihan
digu-nakan suhu 60-80°C atall optimum pad a suhu 70"C; waktu reaksi 3 - 5
jam (Siagian, 1989).
Selanjutnya Rapson (1970) menyatakan bahwa penggunaan
klordiok-sida lebih menguntungkan daripada hypoklorit karena reaksi lebih selekti f
20
Pada proses pemutihan tahap terakhir yang dilakukan adalah
penga-saman baik dengan Hel, asall1 cuka, asall1 oksalat atau SO" dengan tujllan
untuk melarutkan ion-ion logam baik yang berasal dari pulp maupun
peralatan selama proses dan untuk kestabilan pemutihan. Air yang
digu-nakan baik untuk pell1utihan maupun pencucian harus yang telah diludigu-nakan
(soft-water) dan dengan pH 6. Bila pH air terutall1a untuk pencucian
terakhir keadaannya netrallebih-Iebih alkali. maka sebagian ion loga1l1
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan adalah kayu daun lebar campllran
terdiri dari kurang lebih 15 jenis kayu yang berasal dari areal hutan alam
produksi yang terletak di Tapanuli Utara propinsi Sumatera Utara
(Lam-piran 1.)
2. Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan untuk prahidrolisis, pemasakan dan
pemlltih-an adalah asam sui fat (H2S04), air, natrium hidroksida (NaOH), antrakinon
(AQ), klor (CI2), asam klorida (HCI).
Bahan kimia yang digunakan untuk analisis pulp adalah untuk pulp yang
belum putih dilakukan penentuan bilangan kappa dengan menggunakan
larut-an asam sulfat (H2S04) 4 N; KMN0
4 0.1 N, KIlO persen dan larutan kanji
0.2 persen; untuk pulp yang telah diputihkan dilakukan analisa kimia kadar
selulosa alfa dengan menggunakan larutan NaOH 8.3 persen dan 17.5 persen,
CHJCOOH 2 N, H2S04 pekat, K1Cr207 0.4 N, Na2SPJ 0.1 N, NaOH
0.5 N, KI dan larutan kanji 0.5 persen. Penggunaan NaOH 10 persen dan 18
persen untuk menentukan kelarutan pulp.
Pada pengujian viskositas pulp digunakan larutan kuprietilen diamin
N, untllk penetapan kadar sari digunakan larlltan alkohol benzene dan
22
3. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi peralatan pembuatan
pulp dan peralatan penganalisaan pulp. Peralatan pembuatan pulp yang
digunakan adalah golok, pH meter, rotary digester, pengukur waktu,
ter-mometer. Sedangkan a1at untuk penganalisaan pulp meliputi oven, tanur.
soxhlet, pemanas listrik termometer, viskosimeter, erlenmeyer, wadah
pencuci, saringan, gelas ukur, timbangan, tabung reaksi, cawan porselen.
B. METODA PENELITIAN
Metoda yang digunakan dalam penelitian meliputi metoda pembuatan pulp
rayon dan metoda analisis hasil pulp rayon. Pembuatan pulp rayon yang
dilaku-kan adalah pembuatan serpih, proses prahidrolisis, pemasadilaku-kan dan pemutihan
(pengelantangan). Sedangkan analisis hasil pulp yang dilakukan adalah rendemen
prahidrolisis, rendemen pulp belum putih, rendemen pulp putih, konsumsi alkali,
bilangan kappa (TAPPI T 236 m-60 U 245), derajat putih, selulosa alfa
(SII.0443-81), kelarutan pulp dalam NaOH 10 per sen dan 18 persen
(SII.1294-85), viskositas (SII.1l57-84), kadar abu dan silika (SII.1292-85) serta kadar sari
(SII.1293-85).
1. Pembuatan Pulp Rayon
a. Pembuatan serpih
Dolok kayu yang digunakan untuk pembuatan pulp dikuliti dan
dijacli-kan lempengan. Lempengan kayu yang telah dikuliti sebagian dijaclidijacli-kan
serpih dengan ukuran seragam, yaitu panjang 2 - 3 cm, lebar 1.5 - 2 cm,
Serpih kayu dari setiap jenis kemudian dihamparkan dalam ruangan
hingga mencapai kadar air keseimbangan kering udara kurang lebih satu
minggu, dan dicampur, kemudian secara acak diambil contoh serpih kayu
sebanyak dua kali 30 gram untuk penentuan kadar air yang digunakan
untuk pengukuran bobot jenis.
b. Proses prahidrolisis
Proses prahidrolisis serpih kayu daun lebar campuran dilakukan
dengan menggunakan media asam sulfat pad a pH 4, air lunak pada pH 7
dan natrium hidroksida pada pH 10 di dalam rotary digester.
Proses prahidrolisis pad a berbagai derajat keasaman dilakukan pada
kondisi suhu maksimum 170"C selama 30 menit, 60 menit, dan 90 menit
dengan nilai banding ka yu dan larutan 1 : 4. Sedangkan waktu pemasakan
dan suhu ruang ke suhu maksimum pemasakan tersebut diatur sekitar
1.5-2 jam.
Proses prahidrolisis pada setiap kombinasi perlakuan derajat keasaman
(pH 4, pH 7, dan pH 10) serta waktu pada suhu maksimum (30 menit, 60
menit, dan 90 menit) masing-masing dilakukan dua kali ulangan.
Setelah proses prahidrolisa serpih kayu diambil dicuci sampai bebas
larutan prahidrolisis dan dilakukan penentuan kadar air serpih serta
rendemen serpih yang telah mengalami prahidrolisis.
c. Pemasakan
Serpih kayu daun lebar campuran dari hasil uji prahidrolisis diolah
menjadi pulp melalui pemasakan dengan proses soda antrakinon dengan
24
serpih kayu dan larutan pemasak adalah I : 4.5; suhu maksimum 170"C
selama dua jam dan tekanan 9 - 10 atm; waktu dari suhu ruang sampai
suhu maksimum selama dua jam; antrakinon yang digunakan mempunyai
konsentrasi 0.1 persen dari be rat serpih kering oven. Proses pemasakan
dilakukan di dalam rotary digester, yang telah dibersihkan sebelumnya.
Setelah dua jam mencapai suhu maksimum pemasakan dihentikan,
klep dibuka untuk menghilangkan tekanan dan udara panas. Kemudian
pulp dikeluarkan dari digester dan dilakukan pencucian sampai bebas
alkali serta dilakukan penyaringan pulp. Kadar air dan rendemen pulp
ditentukan.
Pembuatan larutan pemasak dan bahan baku kering oven 4.5 : I .
Larutan yang digunakan dalam pemasakan serpih adalah NaOH.
Kebutu-han NaOH dapat ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut:
dimana :
Volume NaOH (ml) = _ _ GMGaGMGxcANNNNAiセNRZZNNZZY」NNZxGMGMMGwMGMMM⦅@ X 100
B
A = alkali total (% sebagai NaOH)
B
=
konsentrasi NaOH (graml1iter)W = berat bahan baku kering oven
Jumlah air yang ditambahkan dapat ditentukan dengan perhitungan
sebagai berikut :
dimana:
M = jumlah larutan pemasak
VI = volume NaOH (ml)
V 2
=
jumlah air dalam bahan (ml)Larutan pemasak dibuat dengan mencampurkan larutan NaOH
dengan air sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan pada proses soda
antrakinon, antrakinon yang digunakan berupa kristal dengan rU1l1US
molekul CI4H7NaO,.5H20. Perbandingan antrakinon yang digunakan
adalah O. 1 persen bobot kering ka yu.
d. Pemlltihan (Pengelantangan)
Pulp yang dihasilkan dari pemasakan kemudian diputihkan
(dike-lantang) dengan tahapan C-E-D-E-D-pengasaman. Klorinasi dengan
menggunakan air klor, ekstraksi perta1l1a dan kedua 1l1enggunakan
natri-um hidroksida, oksidasi perta1l1a dan kedua menggunakan klordioksicla
dan pengasaman menggunakan asam klorida.
Pad a setiap akhir tingkat pemutihan (pengelantangan) dilakukan
pencucian pulp sampai bebas bahan pemutih. Pemutihan pulp dilakukan
pada sa!u kondisi tahapan C-E-D-E-D dan dilakukan dua kali ulangan.
Tahap pemutihan dapa! dilihat pada La1l1piran 2.
2. Allalisa Hasil Pulp Rayon
26
3. Rallcallgall Percobaall
Rallcangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan
faktorial dengan pola acak lengkap 3 X 3 X 2. Faktor perJakuan adalah
: faktor A (derajat keasaman) dengan taraf A.l (pH 4); A.2 (pH 7); A.3 (pH
10) serta faktor B (waktu pada suhu maksimum prahidrolisis) dengan tarat"
B.I (30 menit); B.2 (60 menit); B.3 (90 menit). Setiap kombinasi perlakuan
dilaksanakan dua kali ulangan.
Model umum rancangan percobaan yang dilakukan adalah :
dil11ana :
f1.
A
,
B. J
AB..
'.I
= nilai pengal11atan akibat pengaruh derajat keasal11an prahidrolisis
pada taraf ke-i dan waktu prahidrolisis pada taraf ke-j pada ulang-an ke-k
= nilai rata-rata umum
= pengaruh faktor derajat keasal11an prahidrolisis pada taraf ke-i
= pengaruh faktor waktu prahidrolisis pada taraf ke-j
= pengaruh interaksi yang teljadi antara derajat keasal11an pada taraf
ke-i dan waktu prahidrolisis pada taraf ke-j
= pengaruh sisa yang diakibatkan oleh kekeliruan eksperimen ke-k
dalal11 kOl11binasi perlakuan (ij)
1=1,2,3
j = 1,2,3
Untuk menguji pengaruh dari faktor derajat keasaman prahidrolisis.
faktor waktu pad a suhu maksimum prahidrolisis dan interaksi kedua faktor
terhadap respon digunakan kriteria uji-F melalui penggunaan analisa
keraga-man. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan derajat
keasaman atau faktor perlakuan waktu prahidrolisis serta interaksi perlakllan,
maka dilakllkan llji beda jarak rata-rata an tar perlakllan (Duncan's Multiple
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pulp rayon disebut jU'ga dengan pulp dissolving adalah pulp dengan tingkat
kemurnian selulosa tinggi dan digunakan untuk pembuatan rayon. Oleh karena itu
dalam pembuatannya yang diutamakan adalah kandungan selulosa, terutama selulosa
alfa, yang dihasilkan tinggi walaupun rendemen dari pulp tersebut rendah.
Perbedaan pulp rayon dengan pulp kertas adalah adanya suatu proses sebelum
pemasakan dengan larutan pemasak baik berupa sulfat, suitit atau soda yang dikenal
dengan proses prahidrolisis. Proses prahidrolisis ini menyebabkan serat serpih kayu
mengembang sehingga memudahkan dalam penyerapan larutan pemasak pada waktu
pemasakan yang dapat memudahkan lignin dan bahan-bahan bukan selulosa larut.
A. RENDEMEN
1. Rendemen Setelah Prahidrolisis
Rendemen prahidrolisis adalah rendemen yang didapatkan setelah serpih
kayu diberi perJakuan prahidrolisis berdasarkan berat serpih kayu kering oven
awal. Nilai rata-rata akibat pengaruh pH dan waktu pada prahidrolisis terdapat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rendemen setelab prahidrolisa (persen)
Waktu rH
i
Rata-rataI
(menil) pH 4 pH 7 pH 10
30 33.83 44.16 40.05 39.35
I
60 45.37 49.01 36.39 43.59I
90 43.91 53.87 35.40 44.39Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pH prahidrolisis
(A), waktu prahidrolisis (B), dan interaksi keduanya memberikan pengaruh
sangat nyata terhadap rendemen prahidrolisis.
Berdasarkan uji lanjut Duncan dengan menggunakan selang
keper-cayaan 95 persen dan 99 persen, penggunaan pH 4 akan berbeda nyata dengan
pH 7 dan pH 10. Dan penggunaan pH 7 akan berbeda nyata dengan
penggu-naan pH 10. Perlakuan prahidrolisis dengan menggunakan pH 7 memberikan
rendemen prahidrolisis tertinggi yaitu 49.01 persen. Hal ini diduga karen a
pada kayu daun lebar dalam keadaan netral glukoronoksilan sulit terdegradasi
sehingga kandungan hemiselulosa lebih ban yak. Sedangkan pada suasana asam
dan basa glukoronoksilan yang ada lebih mudah terdegradasi yang
mengaki-batkan rendemen yang dihasilkan lebih kecil (Achmadi, 1989).
ooYT---,
UPセᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋᄋセセセゥャャイᄋᄋ@ .. ···I
i!
Nセ@ 40 J-j ... ·1
e
u
"
セ@ JO -1-1···c
セ@
セ@ 20 J-j ... . c
• a:
10 J-j ... .
0+'===
pH 4 pH 7
pH
pH 10
iセtQ@
dtRセtS@
I
[image:54.597.158.433.420.628.2]30
Perbedaan waktu prahidrolisis yang digunakan berpengaruh nyata
terha-dap rendemen prahidrolisis yang dihasilkan. Waktu prahidrolisis selama 90
menit memberikan rendemen rata-rata tertinggi yaitu 44.39 persen. Semakin
tinggi waktu prahidrolisis yang digunakan, rendemen prahidrolisis yang
diha-silkan semakin tinggi pada serpih kayu daun lebar. Hal ini diduga dengan
meningkatnya waktu tersebut, maka serpih yang didapatkan semakin lunak dan
semakin mengembang sehingga ban yak larutan prahidrolisis yang masllk.
Lamanya waktu prahidrolisis juga menyebabkan terputusnya ikatan-ikatan yang
terdapat pad a serpih sehingga komponen-komponen yang terplltus tersebllt
mengendap.
Interaksi antara pH dan waktu prahidrolisis yang digunakan berpengaruh
nyata terhadap rendemen prahidrolisis yang dihasilkan. Interaksi an tara pH 7
dan waktu prahidrolisis 90 menit memberikan rendemen yang tertinggi yaitu
53.87 persen.
Prahidrolisis yang dilakukan menyebabkan perombakan hemiselulosa dan
lignin serta terjadi perubahan struktur kimia dari kayu (Zhan dan Chen, 1983)
sehingga diinginkan pada proses pemasakan selanjutnya delignifikasi yang
teIj adi semakin besar.
2. Rendemen Pulp Belum Putih
Rendemen pulp belum putih merupakan rendemen pulp yang didapatkan
dari hasil pemasakan dengan menggunakan larutan pemasak baik berupa sulfat,
sulfit maupun soda dan belum diputihkan. Dalam hal ini larutan pemasak yang
digunakan adalah soda antrakinon dengan konsentrasi NaOH 30 gram/liter dan
(persen)
Waktu pH
I
Rata-rataI
(meni!/. pH 4 pH 7 pH 10 I
1
30 30.70 35.00 39.80 I 35.16 60 38.77 34.67 29.94 I 34.46
90 30.02 34.64 34.82 33.1 Ii
Rata-rata 33.16 34.77 34.85
Berdasarkan analisis sidik ragarn rnenunjukkan bahwa pH dan waktll
prahidrolisis yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap rendel11en pulp
belurn putih yang dihasilkan. Sedangkan interaksi an tara pH dan waktll
prahidrolisis yang digunakan berpengaruh nyata terhadap rendel11en pulp belul11
putih. Berdasarkan Tabel 4. rendel11en pulp belul11 putih dari serpih kaYli
daun lebar carnpuran rata-rata berkisar 29.94 - 39.80 persen. Jika
dibanding-kan dengan penelitian Alaudin (1984) terhadap kayu daun lebar, rende1l1en
yang didapatkan harnpir sarna yaitu berkisar 28.00 - 40.00 persen.
Berdasarkan Garnbar 5., rata-rata rendernen pulp belum putih dengan
semakin l11eningkatnya pH prahidrolisis yang digunakan rendel11en yang
diha-silkan sel11akin meningkat. Sedangkan dengan semakin la1l1anya waktu
prahi-drolisis yang digunakan rata-rata rende1l1en pulp belum plltih yang dihasilkan
sel11akin l11enurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Rydholl11 (1965) yang
menyatakan bahwa perbedaan pH (derajat keasal11an) yang digunakan dari
asam sampai basa cenderung menurunkan kandungan selulosa alfa dan
me-ningkatkan rendemen pulp. Sedangkan Wenzl (1970) menyatakan bahwa
セ@
0
•
"
セ@roE 0 Cl. セ@ • ]j セ@ 0 0 E 0 u 0 0
'"
.,
.0 J5 30 25 '0 15 10 5 0Tl T2
i'l'aktu (menll)
Gambar 5. Diagram rendemen pulp sebelum pemutihan
32
Uji lanjut Duncan pad a tingkat kepercayaan 95 persen menunjukkan
bahwa penggunaan pH 4 dan waktu prahidrolisis 60 menit berbeda nyata
dengan penggunaan pH 4 waktu 30 menit, pH 4 waktu 90 menit, pH \0 waktll
60 menit. Dan penggunaan pH \0 waktu 30 menit berbeda nyata dengan pH 4
waktu 90 men it dan pH \0 waktu 60 menit.
Interaksi an tara pH 10 dan waktu prahidrolisa 30 menit memberikan
hasil rendemen terbesar yaitu 39.79 persen. Hal ini diduga dengan pH 10 dan
waktu prahidrolisis 30 menit, pada saat pemasakan dengan NaOH
+
antraki-non lebih banyak mengalami penghancuran atau degradasi, terlltall1a
glllkoro-noksilan, sehingga serat-serat yang dihasilkan lebih hailis dan lebih ll111dah
[image:57.600.172.460.111.328.2]3. Rendemen Pulp Putih
Rendemen pulp putih didapatkan setelah pulp hasil proses pemasakan
diputihkan dengan pemutihan yang sesuai, dalam hal ini pemutihan dengan
klordioksida yang menggunakan lima tahap C-E-D-E-D.
Proses pemutihan bertujuan untuk menghilangkan lignin dan
mengurai-kan karbohidrat sehingga menurunmengurai-kan rendemen pulp. Dalam pembuatan
pulp rayon diharapkan komponen selulosa alfa setinggi mungkin dan
kompo-nen non selulosa serendah mungkin.
Tabel5. Rendemen pulp putih (persen)
Waklu pH Rata-rata
セ@
(menil) pH4 pH7 pH 10
30 26.40 29.85 31.66 29.30
60 36.03 26.69 26.75 29.82
90 25.60 25.99 29.42 27.00
Rata-rata 29.34 27.51 29.28
Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa pH dan waktu
prahi-drolisis yang digunakan serta interaksi an tara keduanya tidak berpengaruh
nyata terhadap rendemen pulp putih yang dihasilkan. Hal ini diduga karena
serpih campuran kayu yang digunakan sam a dan tidak dikelompokkan
berda-sarkan bobot jenis. Rendemen pulp putih yang dihasilkan berkisar an tara
25.6-36.025 persen (Tabel 5). Rendahnya rendemen pulp rayon ini
diban-dingkan dengan pulp kertas disebabkan karen a pad a pembuatan pulp rayon
digunakan proses prahidrolisis yang bertujuan untuk mengembangkan serpih.
34
pemasak tidak hanya menyerang lignin dan hemiselulosa namun sebagian ada
yang menyerang komponen lainnya.
Berdasarkan pad a Gambar 6. rata-rata rendemen pulp putih lebih
tinggi pada suasana asam dan basa dibandingkan dengan rendemen pulp putih
pada suasana netral. Hal ini diduga karen a pad a suasana netral
komponen-komponen yang telah terurai Ibereaksi dengan klordioksida lebih mudah
terlamt.
§
a. a.