• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Tambah Dan Strategi Pengembangan Olahan Kopi Arabika Di Kabupaten Bener Meriah Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Nilai Tambah Dan Strategi Pengembangan Olahan Kopi Arabika Di Kabupaten Bener Meriah Aceh"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN OLAHAN KOPI ARABIKA DI

KABUPATEN BENER MERIAH ACEH

EMMIA TAMBARTA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul analisis nilai tambah dan strategi pengembangan olahan kopi arabika di Kabupaten Bener Meriah Aceh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Emmia Tambarta

(4)

RINGKASAN

EMMIA TAMBARTA. analisis nilai tambah dan strategi pengembangan olahan kopi arabika di Kabupaten Bener Meriah Aceh. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA dan ANDRIYONO KILAT ADHI.

Indonesia tergolong sebagai negara pengekspor kopi keempat terbesar didunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Brazil merupakan negara tertinggi yang memproduksi kopi selama kurun waktu 2008 sampai 2013. Aceh merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia. Data BPS menunjukkan bahwa terdapat enam Kabupaten yang menjadi sentra produksi kopi di Provinsi Aceh. Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah menjadi sentra produksi utama di antara enam kabupaten tersebut.Luas tanaman, produksi dan produktivitas kopi selama lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang meningkat di dua kabupaten tersebut. Selama lima tahun terakhir perkembangan luas tanam di Kabupaten Aceh Tengah hanya 0.23 persen per tahun, sedang di Kabupaten Bener Meriah 4.56 persen per tahun. Ini artinya perkembangan luas tanaman kopi lebih dominan di Kabupaten Bener Meriah

Penelitian ini bertujuan untuk (a) mengetahui nilai tambah produk olahan kopi rabika gayo dan (b) memformulasikan strategi pengembangan produk olahan kopi gayo. Berdasarkan pengolahannya, kluster produk kopi gayo terbagi menjadi tiga kluster yaitu biji kopi premium, biji kopi specialty dan bubuk kopi specialty. Lokasi penelitian diambil pada daerah sentra produksi kopi di provinsi Aceh yaitu Kabupaten Bener Meriah.Kabupaten ini merupakan lokasi pengolahan produk kopi utama di Provinsi Aceh. Rentang waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Oktober 2016. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam melalui kegiatan FGD (Focus Group Disscussion) dengan beberapa Key person yakni: Pihak dinas perdagangan, dinas pertanian, dinas perkebunan, Staff ahli kopi serta empat agroindustri green been coffe dan bubuk kopiyang memiliki kuota ekspor terbesar di Kabupaten Bener Meriah yaitu KBQ Baburrayyan, Koperasi Katiara Gayo, Koperasi Serba Usaha Permata Gayo dan Koperasi Gayo Mandiri

Untuk menganalisis nilai tambah pada komoditi kopi Gayo dari segi proses dan produk digunakan alat analisisis Metode Hayami. Sedangkan untuk melihat stategi pengembangan agroindustri kopi Gayo digunakan alat analisis matrix SWOT. Penelitian ini membuktikan bahwa proses pengolahan akan meningkatkan nilai tambah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kluster produk bubuk kopi specialty memiliki nilai tambah tertinggi dibandingkan produk lainnya yakni sebesar Rp 102 469 per Kg. Strategi pengembangan biji kopi premium adalah meningkatkan pengawasan mutu. Strategi pengembangan biji kopi specialty adalah meningkatkan cita rasa dan strategi pengembangan untuk bubuk kopi spesialty adalah melakukan diversifikasi produk.

(5)

SUMMARY

EMMIA TAMBARTA. Analysis added-value and development strategic of gayo coffe products in Bener Meriah Aceh. Supervised by NETTI TINAPRILLA dan ANDRIYONO KILAT ADHI.

Indonesia is known as the fourth-largest coffee exporter after Brazil, Vietnam and Colombia. Brazil is known as the biggest coffee producer during the period 2008 to 2013. Aceh is known as one of the biggest coffe producer in Indonesia. BPS data showed that there are six districts as the coffee producer center in the Aceh. Aceh Tengah and Bener Meriah is the main coffee producer center with the highest planting area of coffee. the development of planting area in Aceh Tengah over the last five years is only 0.23 percent per year, while in the Bener Meriah is 4.56 per cent per year. This means that the development of the coffee planting area is more dominant in the Bener Meriah

The purposes of this study are (1) To analyze the added value and (2) to formulate the development strategiest of Gayo Arabica coffee Products. Based on the industry, coffee can be divided into three categories, namely premium green bean, specialty green bean coffee and coffee powder as processed coffee. This research is taken in Bener Meriah as center of coffee produces in Aceh on January - Oktober 2016. The Data in this research collacted by in-depth interviews and FGD (Focused Group disscussion) with some Key person namely: The forest service trade, the department of agriculture, department of estates, Staff coffee experts as well as four agro-industry green has been the biggest green bean coffee and coffee powder exporter in Bener Meriah (KBQ Baburrayyan, Katiara Gayo, Permata Gayo, and Gayo Mandiri).

This research use two tools analysis to answer the main issue which is Hayami method and SWOT matrix. Hayami method is use to analyze the value added of Gayo coffee product and SWOT matrix is use to formulate the development strategic of Gayo coffee product. This research proof that processing can increse the value added of product coffee. This research showed that cluster products of coffee powder contributed for the largest added value when compared to other cluster products, which is Rp 102 469 per Kg. the development strategy for premium green bean is to increase the quality control. the the development strategy for specialty green bean is to increase the taste and the development strategy for specialty coffee powder is diversification product.. Keywords : Coffee Product, development strategic, eksternal factor, Internal

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN OLAHAN KOPI ARABIKA DI

KABUPATEN BENER MERIAH ACEH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Nilai Tambah 14

Strategi Pengembangan 15

3 METODE 21

Analisis Nilai Tambah 22

Analisis SWOT 23

4 GAMBARAN UMUM PENELITIAN 23

Sejarah Kopi Gayo 24

Produksi Kopi Gayo 25

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Nilai Tambah Produk Olahan Kopi Arabika Gayo 26

Strategi Pengembangan Kopi Gayo Berdasar Jenis Produk 33 Faktor Internal Pengembangan Kopi Arabika Gayo 34 Faktor Eksternal Pengembangan Kopi Arabika Gayo 47 Strategi pengembangan untuk jenis biji kopi premium 50

6 SIMPULAN DAN SARAN 56

Simpulan 56

Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 58

DAFTAR LAMPIRAN 61

(12)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia (2007-2013) 1 2 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia (2007-2013) 2 3 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia (2007-2013) 3 4 Matriks Strenght, Weakness, Opportunity and Threats Analysis 18

5 Prosedur Metode Hayami 22

6 Penentuan Strategi pada Matriks SWOT 23

7 Luas areal kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah,

Gayo Lues dan Indonesia Tahun 2012-201 26

8 Produksi kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah Bener Meriah,

Gayo Lues dan Indonesia Tahun 2009-2012 26

9 Pembelian Geondongan Merah dan Produksi Kolektor Binaan empat Pelaku usaha Industri Kopi di Kabupaten Bener Meriah 27 10 Nilai Tambah Pada Sistem Produksi Gabah Kopi 28 11 Perkembangan Pembelian Bahan Baku Empat Kelompok Industri

Kopi Arabika dominan 29

12 Komponen Produksi Yang Dihasilkan Empat Pelaku Industri Kopi

Arabika Gayo di Kabupaten Bener Meriah 29

13 Perbandingan nilai tambah pada jenis kopi Gayo 31 14 Jumlah industri dan eksportir kopi di Aceh Tengah dan

Bener Meriah dariTahun 2011 s/d 2014 41

DAFTAR GAMBAR

1 Produk Olahan Kopi 9

2 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 20

3 Peningkatan nilai tambah produk olahan kopi olahan arabika 32 4 Gambar Proses Pengolahan Biji Kopi Menjadi Bubuk 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Perumusan Strategi Faktor Internal dan Eskternal dari FGD 62 2 Perhitungan Nilai Tambah Jenis Produksi Gelondongan Merah Menjadi

Gabah 65

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah nilai tambah dan strategi pengembangan, dengan judul Analisis nilai tambah dan strategi pengembangan olahan kopi arabika di Kabupaten Bener Meriah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla dan Bapak Dr Ir Andriyono Kilat Adhi selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Amzul Rifin SP. MA. dan Bapak Dr. Ir. Burhanudin, MM. yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pihak dinas perdagangan dan perindustrian, dinas perkebunan, staff ahli kopi dan agroindustri yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada:

1. Ayahanda tercinta Dr.Ir. Romano M.P selaku pendukung terhebat yang tidak pernah putus mendo‟akan dan membimbing penulis selama ini. 2. Ibunda tersayang yang selalu menjadi penyejuk dlam setiap masalah yang

dihadapi penulis.

3. Seluruh keluarga (Ermayanti Tarigan, Azhari Ditya Rezky, Putri Balqis, Annisa Yudistirani, Rahmi, Achmad Subchiandi, Habil Tarigan, Dera Melati Putri dan keluarga lainnya) atas segala doa dan kasih sayangnya. 4. Untuk penguat langkah (Dara Antika, Kaka, dan Hera Devita), terima

kasih atas alasan, penguatan dan nasihat yang diberikan selama ini.

5. Untuk sahabat seperjuangan (Sartika sari utami, Wenti DF, Dhila, Tri Suherman, Lola Rahmadona, Fadhlan Zuhdi, Firman Rompone (ayah) , Dian Benefa, Nola Windira, Yunandar Lisma, Dedi, Ikhsan, Kak odoy, Agung, Putri, Adinda dari fast track dan sahabat MSA angkatan 5 lainnya, anggota IKAMAPA, Anak Gunung, dan HIMAWIPA), semoga waktu singkat yang kita lalui di kota hujan ini tetap menjadi kenangan indah sampai hari tua nanti.

6. Untaian terima kasih juga disampaikan kepada calon pendamping penulis nantinya.

Besar harapan dari penulis semoga karya ilmiah (Tesis) ini dapat menjadi bagian dari ilmu yang bermanfaat, Aamiin Ya Allah Ya Robbal Alamin.

Bogor, Februari 2017

(14)
(15)

1 1

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditi kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perdagangan luar negri. Pada tahun 1712, hasil perkebunan kopi Indonesia untuk pertama kalinya diperdagangkan ke negeri Belanda. Selama tahun 1715-1779 pihak VOC memonopoli budidaya kopi.Setelah monopoli VOC dicabut kembali oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1780, maka kopi rakyat mulai berkembang dan membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.

Menurut AEKI (2014), saat ini Indonesia tergolong sebagai negara pengekspor kopi ketiga terbesar didunia setelah Brazil dan Vietnam. Brazil merupakan negara tertinggi yang memproduksi kopi selama kurun waktu 2008 sampai 2013 dengan rata-rata sebesar Rp 45 342 dalam satuan 60 Kg per kantong atau sekitar Rp 2 700 000 Kg/tahun atau 34.28 persen terhadap total dunia, dengan kecenderungan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sementara Indonesia menduduki peringkat ke tiga selama kurun waktu 2008 sampai 2013 dengan jumlah produksi rata-rata Rp 540 000 ton/tahun atau sebesar 6.44 persen terhadap ekspor total dunia, seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 1 Perbandingan Luas Area Perkebunan, Produksi, dan Produktifitas Kopi di Empat Negara Produsen Kopi Terbesar pada Tahun 2014

Brazil Vietnam Kolombia Indonesia

Luas Lahan (ton) 2 437 653 780 1238

Produksi (ton) 45 342 27 500 12 500 9000

Produktivitas (ton/ha) 18 605.66 42 113.32 16 025.64 7 269.79 Sumber: AEKI, data diolah (2014)

Tabel 1 menunjukkan bahwa Brazil merupakan negara produsen dengan luas area dan hasil produksi tertinggi diantara negara produsen kopi lainnya. Namun jika dilihat dari produktivitasnya, maka Brazil masih tertinggal jauh dengan negara Vietnam. Produktivitas Vietnam dengan luas lahan yang berbeda jauh adalah dua kali dari produktivitas brazil.

Vietnam yang merupakan pendatang baru dalam perdagangan kopi sejak 1995 mampu menangkap perhatian dunia akan kemampuannya yang spesial dalam membudidayakan kopi Robusta secara besar (ICO, 2015). Tabel 3 menunjukkan bahwa luas lahan perkebunan kopi di Vietnam adalah yang paling kecil dibandingkan dengan tiga negara lainnya, namun produktivitas kopi Vietnam sangat tinggi. Dapat dianalisis pula, dengan lahan yang kurang lebih setengah dari luas lahan perkebunan kopi Indonesia, produktivitas Vietnam mencapai enam kali lipat dari Indonesia.

(16)

Dari Tabel 1 juga dapat dianalisis bahwa Indonesia, dengan luas lahan kurang lebih setengah dari total luas lahan perkebunan kopi Brazil hanya mampu menghasilkan sekitar seperlima dari jumlah produksi Brazil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produktivitas kopi Indonesia adalah sekitar dua perlima produktivitas Brazil dan seperenam produktivitas Vietnam. Artinya, posisi Indonesia tidak kuat dibandingkan dengan tiga pesaing lainnya, walaupun Indonesia memiliki luas lahan perkebunan kopi terluas kedua.

Tingkat persaingan antara kompetitor dalam ekspor kopi dunia relatif tinggi karena industri kopi sudah memasuki tahap kedewasaan dalam puncak siklus hidup industri, sehingga para kompetitor akan terus bersaing melakukan pengembangan, baik pada komoditas kopi mentahan ataupun turunan kopi. Adanya pesaing kopi Indonesia seperti Brazil, Kolombia dan Vietnam akan memengaruhi posisi daya saing kopi Indonesia di pasar internasional. Berdasarkan data Ditjen PPHP (2013), tingkat daya saing kopi negara eksportir pada tahun 2012 yaitu Indonesia (3.74%), Brazil (17.18%), Vietnam (10.40%) dan Kolombia (5.85%). Hal ini membuktikan bahwa posisi daya saing kopi Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan tingkat negara pengekspor kopi lainnya.

Menurut AEKI (2014), Proporsi alokasi ekspor kopi Indonesia menunjukkan bahwa Amerika Serikat, Jerman dan Jepang masih menjadi pasar tujuan utama bagi eksportir Indonesia. Permintaan yang tinggi tidak terlepas dari tantangan yang harus dihadapi oleh eksportir Indonesia. Disisi lain permasalahan mutu kopi Indonesia serta kebijakan non tarif yang diterapkan di negara importir mempengaruhi kemampuan kopi Indonesia untuk memasuki pasar-pasar importir utama yang pada umumnya merupakan negara maju yang sangat memperhatikan keamanan terhadap bahan pangan yang masuk ke negara mereka. Kondisi ini secara langsung mempengaruhi rendahnya daya saing kopi Indonesia dibandingkan dengan negara eksportir lainnya dan menyebabkan pangsa ekspor kopi Indonesia cenderung berfluktuasi dan mengalami penurunan.Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia (2007-2013) Year

Jenis

Total

Green beans Instant Coffee Extract, Essence,

Concentration

(17)

3 belum mampu menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi. Beberapa alasan utama adalah kopi Indonesia masih banyak yang tidak memenuhi standar mutu internasional. Disamping itu, keberadaan negara-negara produsen sekaligus eksportir utama seperti Brazil dan Kolombia selama ini juga menjadi ancaman dan tantangan bagi ekspor kopi Indonesia. Disisi lain munculnya negara-negara pesaing baru yang menghasilkan produk sejenis semakin mempersulit pengembangan pasar kopi baik di negara-negara tujuan ekspor tradisional (Amerika Serikat Jerman dan Jepang) maupun negara-negara tujuan ekspor baru (wilayah potensial pengembangan) secara khusus di kawasan Asia. Ketidakpastian kondisi pasar baik di domestik maupun dunia dengan sendirinya akan mempengaruhi pendapatan dan kesejahteraan petani kopi khususnya petani kopi rakyat. Selain itu akan berpengaruh langsung juga terhadap besarnya devisa yang diterima. Berada dalam posisi daya saing yang lemah, Indonesia diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah produk kopi dan menyusun strategi pengembangan agar dapat bertahan dan bersaing dengan negara eksportir kopi lainnya.

Aceh merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia. Data BPS menunjukkan bahwa terdapat enam Kabupaten yang menjadi sentra produksi kopi di Provinsi Aceh.Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah menjadi sentra produksi utama di antara enam kabupaten tersebut.Luas tanaman, produksi dan produktivitas kopi selama lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang meningkat di dua kabupaten tersebut. Selama lima tahun terakhir perkembangan luas tanam di Kabupaten Aceh Tengah hanya 0,23 persen per tahun, sedang di Kabupaten Bener Meriah 4.56 persen per tahun. Ini artinya perkembangan luas tanaman kopi lebih dominan di Kabupaten Bener Meriah (BPS Bener Meriah 2014).

Tabel 3 Perbandingan Luas Area Tanam dan Produksi Kopi di Aceh

Luas Areal

Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues. Ketiga daerah yang berada di ketinggian lebih dari 1200 m dpl tersebut memiliki perkebunan kopi terluas di Indonesia yaitu dengan luasan sekitar 101,438 hektar (BPS, 2015). Kabupaten Aceh Tengah memiliki luas areal dan hasil produksi yang paling besar jika dibandingkan kabupaten lainnya, namun jika dilihat dari peningkatan luas areal kopi di Kabupaten Bener Meriah, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan penambahan luas area tanam dan hasil produksi di Kabupaten Bener Meriah relatif lebih besar jika dibandingkan kedua kabupaten sentra kopi lainnya.

(18)

dipasarkan sebagai bahan baku mentah. Pertumbuhan produksi kopi di Kabupaten Bener Meriah tidak didukung oleh perkembangan agroindustri yang dapat memberikan nilai tambah terhadap produk kopi. Salah satu peningkatan nilai tambah dapat dilakukan dengan cara mengolah biji kopi menjadi bubuk kopi namun selama lima tahun terakhir kapasitas produksi bubuk kopi di daerah ini tidak bertambah secara signifikan. Hanya pengolahan setengah jadi dengan produk dalam bentuk green been coffee yang menunjukkan perkembangan yang cukup pesat sekitar 8.1 persen per tahun (Bappeda Bener Meriah 2014).

Perumusan Masalah

Data dari Dinas Perdagangan Kabupaten Bener Meriah (2015) menyatakan bahwa selama lima tahun terakhir tidak terlihat adanya peningkatan kapasitas industri bubuk kopi dan kebutuhan bahan baku di Kabupaten Bener Meriah. Walaupun demikian pemanfaatan biji kopi beras arabika untuk industri hilirnya (bubuk kopi) masih sangat kecil. Jika dibandingkan antara produksi yang ada dengan permintaan biji kopi beras arabika untuk industri hilir maka akan terlihat bahwa pada tahun 2015 pemanfaatan biji kopi beras arabika untuk industri lokal baru mencapai kurang lebih 10 persen dan bahkan pada tahun 2015 menurun menjadi 9 persen. Ini artinya bahwa sebesar 90 persen produksi biji kopi beras arabika di Kabupaten Bener Meriah masih diperdagangkan ke luar negri.

Kopi Gayo cukup terkenal di dunia karena memiliki aroma dan kenikmatan yang khas dan jika di cupping atau di test rasa.Meski terjadi krisis di Eropa, tak mengurangi permintaan kopi asal dataran tinggi Tanah Gayo di pasar dunia.Peluang yang ada untuk menumbuhkembangkan wawasan agroindustri kopi ini antara lain mencakup berbagai aspek seperti lingkungan strategis, permintaan, sumber daya dan teknologi. Pembangunan agroindustri yang diterapkan adalah pembangunan agroindustri yang berkelanjutan.Agroindustri yang dibangun dan dikembangkan harus memperhatikan aspek-aspek manajemen dan konservasi sumber daya alam sebagai wujud dari keunggulan komperatif Indonesia. Semua teknologi yang digunakan serta kelembagaan yang terlibat dalam proses pembangunan tersebut perlu diarahkan untuk mendorong keunggulan kompetitif Agroindustri kopi Indonesia.

Aspek perdagangan kopi dapat ditinjau dari segi jenis komoditi, pelaku, penawaran dan permintaannya. Secara umum jenis produk perdagangan kopi adalah : (a) gabah kopi/labui; (b) biji kopi arabika; dan (c) bubuk kopi. Kabupaten Bener Meriah secara umum mengeluarkan kopi dalam bentuk biji kopi arabika (Green bean).Perdagangan gabah kopi dan bubuk hanya dalam jumlah kecil. Perdagangan biji kopi arabika dari daerah ini hampir 90 persen dari total volume perdagangan kopi ke luar Kabupaten Bener Meriah.

(19)

5 pembangunan pertanian ke depan diarahkan pada pengembangan produk (product development), dan tidak lagi difokuskan pada pengembangan komoditas. Pengembangan nilai tambah produk dilakukan melalui pengembangan industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product), produk semi akhir (semi finished product) dan yang utama produk akhir (final product) yang berdaya saing.

Pengembangan nilai tambah pada komoditas kopi diharapkan dapat menghasilkan produk diversifikasi kopi olahan, seperti roasted coffee, instant coffee, coffee mix, decaffeinated coffee, soluble coffee, kopi bir (coffee beer), ice coffee yang mempunyai arti penting, karena dapat menjadi komoditas unggulan yang mempunyai daya saing tinggi di pasar internasional. Kopi Gayo sebagai perwakilan kopi dari Indonesia yang beriklim tropis, disamping berpeluang untuk pengembangan produk diversifikasi kopi olahan tersebut diatas, juga berpotensi untuk pengembangan produk industri pengolahan kopi specialty dengan rasa khas. Selain dari jenis produk, nilai tambah kopi Gayo juga dapat ditingkatkan melalui tingkat cita rasa yang terbagi menjadi jenis specialty dan jenis premium. Grading kopi memiliki peran besar dalam proses ini dimana biji kopi terbaik dikumpulkan dan dimasukkan dalam kriteria specialty yang memiliki cita rasa terbaik dan selebihnya dimasukkan dalam kriteria premium yang memiliki standar cita rasa kopi arabika oleh AEKI. Peningkatan nilai tambah ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam penentuan strategi pengembangan kopi Gayo.

Kopi Gayo memiliki posisi yang kuat dalam perdagangan internasional karena memiliki aroma dan cita rasa yang khas, namun diharapkan kopi Gayo tidak hanya diperdagangkan sebagai bahan mentah atau setengah jadi. Pengembangan olahan kopi harus lebih difokuskan pada peningkatan nilai tambah produk olahan kopi Gayo. Peningkatan nilai tambah dari segi jenis produk akan menunjang perkembangan olahan kopi sehingga mampu bersaing dalam sistem perdagangan bebas antar negara Asean. Adanya pengolah tentunya diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah jenis produk kopi gayo yang terdiri dari grean bean premium, specialty , dan bubuk kopi specialty . Perhitungan nilai tambah dan perumusan strategi pengembangan harus dilakukan berdasarkan jenis produk, karena masing-masing jenis produk tentu memiliki tingkat nilai tambah dan strategi pengembangan yang berbeda. Rumusan masalah inilah yang menjadi alasan utama perlunya mengetahui bagaimana nilai tambah kopi Gayo kemudian merumuskan strategi-strategi untuk mengembangkan jenis produk olahan kopi Gayo. Berdasarkan rumusan masalah di atas maka permasalahan utama penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah proses pengolahan dapat meningkatkan nilai tambah jenis produk kopi Gayo di Kabupaten Bener Meriah.

2. Bagaimana strategi pengembangan jenis produk kopi Gayo di Kabupaten Bener Meriah.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Mengkaji nilai tambah jenis produk kopi Gayo di Kabupaten Bener Meriah. 2. Mengkaji dan merumuskan strategi pengembangan jenis produk kopi Gayo di

(20)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta informasi yang berguna bagi berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain :

1. Para pengambil kebijakan khususnya pemerintah dan pelaku industri pengolahan produk kopi sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pengembangan produk kopi di Kabupaten Bener Meriah.

2. Bagi penulis :

a. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pertanian yang terkait dengan permasalahan sekitar agroindustri kopi di Bener Meriah.

b. Sebagai praktek pengalaman di dalam upaya menguji dan membandingkan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan dengan fakta-fakta (riil) di lapangan.

3. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi :

Sebagai bahan bacaan dan rujukan pustaka bagi penelitian sejenis dan penelitian lanjutan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini ditinjau dari jenis produk kopi Gayo. Cakupan penelitian ini terutama diarahkan untuk menganalisis nilai tambah dan strategipengembangan produk kopi arabika berdasarkan jenis produk dan proses pengolahan. Jenis produk terdiri dari biji kopi ekspor (ready ekspor/ G1), biji kopi

specialty dan bubuk kopi. Kriteria diambil berdasarkan hasil diskusi dengan agroindustri yang menghasilkan ketiga jenis produk, referensi buku, hasil-hasil penelitian kemudian diambil kriteria pokok yang benar-benar berpengaruh untuk pengembangan agroindustri kopi Gayo diantaranya: a)Faktor Internal, b) Faktor Eksternal yang terdiri dari keterampilan pengolah, potensi pasar, aspek kelembagaan, aspek kelembagaan pengolah, dukungan sarana prasarana, kemasan, keamanan produk, kondisi pemasaran, dan biaya agroindustri.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Penentuan strategi peningkatan nilai tambah produk kopi Gayo dapat dirumuskan setelah terlebih dahulu dilakukan kajian dan analisa mengenai nilai tambah dalam industri kopi. Oleh karena itu, bahasan di bawah akan memaparkan berbagai pustaka yang berhubungan dengan kajian analisa nilai tambah industri dan kajian formulasi strategi pengembangan industri. Kajian analisa nilai tambah memerlukan pustaka mengenai berbagai metode yang digunakan dalam perumusan strategi pengembangan industri kopi.

Pengolahan Kopi Arabika

(21)

7 yang menyebabkan komoditi ini banyak dikonsumsi di berbagai negara. Penelitian oleh Godart (1989) menyebutkan bahwa Amerika Serikat adalah salah satu negara pengimpor kopi terbesar di dunia yang mengimpor biji kopi dari berbagai negara produsen kopi termasuk Indonesia.

Para peneliti sudah membuat daftar dari 350 organisme yang merusak kopi dan hampir 1000 jenis serangga yang dapat menyebabkan kesulitan dalam perawatan tanaman kopi Ada dua hal yang mengganggu para petani kopi yaitu

coffee rust (karat kopi) yang secara teknis terkenal sebagai Hemileia vastatrix adalah suatu fungus yang merusakkan daun dari pohon kopi. Yang kedua adalah

coffee borer yang secara teknis disebut Stephanoderes coffea yang lebih dikenal dengan broca (kumbang) yang masuk dalam biji kopi beras arabika dan memakan biji tersebut sehingga tidak dapat diolah lagi (Spillane 1990).

Rahardjo (2013) menyatakan bahwa kopi dipanen jika biji kopi beras arabika sudah berwarna merah yang disebut dengan gelondongan atau cerri. Kemudian biji kopi beras arabika dimasukkan ke mesin pulper atau pengupas untuk memisahkan biji kopi beras arabika dengan kulit buah dan kulit arinya. Pada umumnya, pulper yang digunakan adalah vis pulper yang tidak mengikut sertakan proses pencucian sehingga masih perlu dilakukan proses fermentasi untuk menghilangkan lendir. Fermentasi dilakukan 1 malam dan dilakukan pencucian. Kemudian biji kopi beras arabika dijemur dibawah sinar matahari langsung selama 8 jam. Biji kopi beras arabika yang sudah dijemur ini disebut

gabah.

Gabah akan dipisahkan dari kulit tanduk dan kulit arinya dengan menggunakan huller. Gabah yang sudah dipisahkan dari kulit tanduk dan kulit arinya ini disebut labu dan labu akan dijemur sampai memiliki kadar air 18%. Labu yang sudah memiliki kadar air 18% disebut asalan atau kopi ready. Kopi

ready ini merupakan biji kopi beras arabika yang sudah kering serta daging buahnya sudah lepas dari kulit tanduk dan kulit arinya. Biji kopi beras arabika ready juga dikenal dengan nama „kopi beras‟. Biji kopi Arabika dapat diolah secara basah, jika diinginkan rasa kopi khas dengan rasa sedikit asam. Biji yang telah disangrai akan nampak lebih menarik dengan warna agak putih pada alur ditengah keping bijinya (Siswoputranto 1993). Menurut Rahardjo (2013), proses pengolahan biji kopi adalah sebagai berikut:

a. Metode Pengolahan Kering

Metode ini sangat sederhana dan sering digunakan untuk kopi robusta dan juga 90 % kopi arabika di Brazil, buah kopi yang telah dipanen segera dikeringkan terutama buah yang telah matang. Pegeringan buah kopi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Pengeringan Alami

2. Pengeringan Buatan (Artificial Drying) b. Metode Pengolahan Basah

Proses Metode Pengolahan basah meliputi ; penerimaan, pulping, Klasifikasi, fermentasi, pencucian, pengeringan, Pengawetan dan penyimpanan 1. Penerimaan

(22)

2. Pulping

Pulping bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp (bagian daging), hasilnya pulp.

3. Fermentasi

Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir (mucilage) yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas (terpisah) sehingga mempermudah proses pengeringan Pengolahan kopi secara basah ini terbagi 3 cara proses fermentasinya :

a. Pengolahan cara basah tanpa fermentasi.

b. Pengolahan cara basah dengan fermentasi kering. c. Pengolahan cara basah dengan fermentasi basah. d. Pencucian

e. Pengeringan f. Curing

g. Penyimpanan dan pengemasan

Mutu kopi menurut FAO (2013) umumnya juga dipengaruhi oleh keadaan khusus dari masing-masing daerah: ketinggian dan iklim suatu daerah, keadaan tanah, pemeliharaan tanamannya, pemetikan buah dan pengolahannya. Ini semua dapat membuat kopi yang dihasilkan daerah-daerah dan negara-negara tertentu memiliki keistimewaan-keistimewaan tertentu. Siswopuranto (1993) menyebutkan bahwa ketentuan mengenai mutu biji pada saat ini umumnya didasarkan pada penilaian mengenai kandungan cacat-cacat biji kopi beras arabika pada partai biji kopi beras arabika yang diambil melalui contoh atau sampel yang mewakili suatu partai biji kopi beras arabika. Penetapan tipe atau jenis mutu didasarkan atas ketetapan nilai cacat (defect).Dua sistem dikenal dan diberlakukan oleh pasar-pasar kopi, yaitu: jenis mutu New York dan jenis mutu Brazil. Keduanya didasarkan atas nilai cacat dan jumlah nilai cacat yang dipergunakan untuk menentukan jenis mutu, yang menggambarkan jumlah perbandingan kandungan biji cacat terhadap biji-biji sehat tanpa cacat. Mutu kopi yang baik sangatlah penting agar sesuai dengan standard yang diharapkan di pasar kopi dalam negeri maupun pasar Internasional. Selain itu, mutu sangat penting guna menjamin hasil kopi dapat terjual dengan harga yang baik.

Rahardjo (2013) menyatakan bahwa standar mutu diperlukan sebagai tolak ukur dalam pengawasan mutu dan merupakan perangkat pemasaran dalam menghadapi klaim dari konsumen dan dalam memberikan umpan balik ke bagian pabrik dan bagian kebun. Standar ini harus dipenuhi agar kopi yang telah diolah oleh pabrik dapat diterima oleh konsumen dan sebagai tolak ukur apakah sudah memenuhi kriteria yang telah ditentukan atau belum.Jenis mutu biji kopi beras arabika ini menjadi tolak ukur dalam penentuan harga kopi, semakin sedikit jumlah biji kopi beras arabika yang cacat maka harganya pun semakin tinggi dan sebaliknya semakin banyak cacat kopi maka harganya semakin rendah.Standart mutu biji kopi yang beredar atau diperdagangkan di pasar dalam negri mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI 01-02970-2008) sedangkan standar biji kopi yang akan diekspor mengikuti SOP dari berbagai negara tujuan tersebut.

(23)

9 botol dan produk turunan lainnya. Pengelompokan Industri Pengolahan Kopi terbagi menjadi : Industri Roasted Coffee, Industri kopi bubuk, Industri kopi instan, Industri kopi dekafein, Industri minuman kopi, Industri kopi Mix. Untuk lebih jelasnya diversifikasi produk kopi dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1 Produk Olahan Kopi ( Departemen perindustrian 2009)

Mossatto et al. (2011) menyebutkan bahwa Kopi adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia dan merupakan komoditas yang diperdagangkan terbesar kedua setelah minyak bumi. Artikel ini memberikan gambaran bahwa proses pengolahan kopi seperti Pemanggangan biji kopi(roasting)sangat penting untuk menghasilkan sifat organoleptik spesifik (rasa, aroma, dan warna)dengan kualitas yang baik.

Etanol Alat Kosmetik

Buah Kopi (100%)

Kopi Biji (Coffe beans) -Arabika (16-18%)

Kulit tandung dan Ari (5-10%)

Kopi Bubuk

Kopi Sangrai Kopi Instant

Decaffeinated Cofee

Kopi Mix

Industri Parfum

Kopi Ekstrak

Kafein dan lain-lain

Ulin

Arang

Asam Asetat

Daging Buah (66-77%)

Enzim Asetat

Pektin Protein Sel Tunggal

Anggur

Silase

(24)

Nilai Tambah

Dalam upaya penerapan penelitian ini ke industry, diperlukan kajian tentang nilai tambah kopi arabika. Salah satu metode yang paling sering digunakan untuk menghitung nilai tambah suatu usaha pengolahan hasil pertanian (agroindustri) adalah dengan menggunakan metode Hayami (Sandaya et al. 1998; Wahyu 2011; Dewi et al. 2013). Dalam penelitiannya, Talbot (2002) menyebutkan bahwa nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yaitu kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kualitas bahan baku, dan input penyerta. Faktor pasar meliputi harga jual output, upah tenaga kerja dan harga bahan baku. Penentuan kapasitas produksi harus dikaitkan dengan ketersediaan bahan baku dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Hasil penelitian ini menyimpulkan adanya manfaat yang diperoleh dari transformasi komoditi pertanian menjadi produk tertentu antara lain menciptakan nilai tambah pruduk yang mengalami perubahan bentuk (Form Utility) memungkinkan penyimpanan lebih lama (Time Utility), dapat memberikan kemudahan dalam pengangkutan dan dapat mempertahankan nilai nutrisi yang terkandung dalam komoditas tersebut.

Kaplinsky et al. (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perhitungan nilai tambah didapat dari selisih antara nilai komoditi yang merupakan perlakuan pada tahap tertentu dikurangi nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Lebih lanjut kaplinsky menyatakan bahwa peningkatan nilai tambah dapat dilakukan memalui kegiatan agroindustri yang bertujuan untuk menambahkan nilai suatu komoditas tersebut.

Hasil penelitian Wahyu (2011) memperlihatkan bahwa total nilai tambah total nilai tambah bruto yang dihasilkan pada industri bubuk kopi Sahati adalah sebesar Rp 135 421 000 dengan nilai output sebesar Rp 351 540 000 dan nilai input sebesar Rp 216 119 000. Distribusi nilai tambah terbesar diterima oleh pengusaha dalam bentuk keuntungan yaitu sebesar Rp 71 036 600 atau sebesar 52.46 persen, kemudian diikuti oleh tenaga kerja sebesar Rp 58 420 000 atau sebesar 43.14 persen, untuk industri sebesar Rp 4 539 400 atau sebesar 3.35 persen. Kemudian penerima distribusi nilai tambah paling besar berikutnya adalah pemerintah dalam bentuk pajak kendaraan sebesar Rp 1 250 000 atau sebesar 0.92 persen dan penerima distribusi nilai tambah yang terkecil adalah pihak masyarakat sebesar Rp 175 000 atau sebesar 0.13 persen. Persentase distribusi nilai tambah ini menunjukkan bahwa tenaga kerja merupakan kelompok yang memberikan kontribusi paling besar dalam penciptaan nilai tambah, karena jumlah tenaga kerja pada industri ini cukup banyak dan merupakan paling menentukan, sebaliknya masyarakat merupakan kelompok penerima distribusi nilai tambah paling kecil. Keuntungan yang diterima oleh pemilik/pengusaha sebesar Rp 71 036 600 atau sebesar 52.46 persen.

(25)

11 Analisis nilai tambah yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis satu kali proses produksi dari gelondong merah menjadi kopi HS dan kopi bubuk pada tahun 2013 dengan harga pembelian bahan baku buah kopi gelondong merah per kilogram sebesar Rp 6 000. Harga jual kopi HS sebesar Rp 40 000/kg; kopi bubuk 100 Kg sebesar Rp 10 000; dan kopi bubuk 200 g sebesar Rp 20 000. Dalam satu kali proses produksi, pihak koperasi mengolah lima ton buah kopi gelondong merah. Dari lima ton buah kopi gelondong merah menghasilkan satu ton kopi HS. besarnya nilai tambah untuk kopi HS dan kopi bubuk masing-masing Rp 1 875.05 dan Rp 6 642.34. Keuntungan pengolah kopi HS dan kopi bubuk masing-masing Rp 1 655.05 dan Rp 5 622.34. Jadi keuntungan kopi bubuk mendapatkan nilai tambah lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan kopi HS. Hal ini disebabkan karena semakin ke hilir suatu produksi, maka semakin tinggi keuntungan yang di dapat. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian dari Rahayuni (2014), mengatakan rata-rata nilai tambah di Usaha Pengolahan Kopi Tri Guna Karya, Kecamatan Kintamani untuk tahun 2011 sampai 2013 yaitu Rp 4 094.09/kg untuk olahan kopi HS dan untuk olahan kopi bean nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp 5 015.73/kg.

Hapsari (2008) melakukan penelitian terhadap nilai tambah dan strategi pengembangan usaha pengolahan salak di Manonjaya. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa pengolahan salak di daerah penelitian mampu meningkatkan nilai tambah salak tersebut. Perhitungan nilai tambah dianalisis menggunakan metode Hayami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi dodol, manisan dan kripik salak menciptakan nilai tambah masing-masing sebesar Rp 6 234.65 per Kg, Rp 10 443.23 per Kg dan Rp 2 297.33 per Kg.

Penelitian yang dilakukan oleh pihak PT Perkebunan Nusantara XII (2006) membuktikan bahwa Kopi specialty memiliki karakter mutu/cita rasa khas kopi arabika yang memperoleh penghargaan lebih tinggi di ats rata-rata kopi arabika pada umumnya.Pemisahan biji sesuai pengaturan kelas specialty berdampak positif terhadap apresiasi pembeli berupa premium harga yang cukup tinggi.

Penelitian Dewi et al. (2013) membuktikan bahwa proses pengolahan kopi bubuk menjadi kopi teripang jahe menyebabkan adanya nilai tambah pada komoditas kopi bubuk tersebut. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan 1 Kg kopi bubuk menjadi kopi teripang jahe adalah Rp 625 858/Kg. Nilai tambah ini diperoleh dari pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku dan nilai input lain. dengan rasio nilai tambah sebesar 45. Artinya usaha produksi kopi teripang jahe ini dapat menghasilkan keuntungan sebesar 45 persen dari nilai produk sehingga sangat layak untuk dikembangkan. Berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya membuktikan bahwa dengan adanya proses pengolahan akan mampu meningkatkan nilai tambah suatu produk.

Strategi Pengembangan

(26)

Strategi dipengaruhi dan mempengaruhi daya saing suatu organisasi.Di dalam perumusan strategi, faktor-faktor penentu daya saing mempengaruhi perumusan dan pemilihan strategi (Simatupang et al. 1998; Soetriono 2009). Begitu juga strategi organisasi memberikan pengaruh yang besar dalam peningkatan daya saing organisasi sehingga organisasi tersebut memiliki keunggulan untuk bersaing jika dibandingkan dengan para pesaingnya (Meryana 2007).

Perumusan strategi dilakukan dengan menggunakan Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).Pengembangan industri salah satunya diukur dari kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan (strength, weakness, opportunity, threat) yang dimilikinya. Hal tersebut berguna untuk menentukan strategi yang tepat dalam upaya peningkatan daya saing (Sandaya 1998).

Zaputra et al. (2015) meneliti strategi pengembangan jenis perkebunan kopi dan tebu di kabupaten aceh tengah. Penelitian ini membuktikan bahwa jenis industri kopi telah mulai beranjak ke hilir dengan upaya penanganan produk dan prosesing. Peningkatan produksi melalui perluasan areal tanam (PAT) tanaman kopi diwilayah Aceh Tengah sangat kecil peluannya. Jenis industri tebu ini pusatnya di Kecamatan Ketol, dengan sub hole pendukung Kecamatan Kute Pinang Kabupaten Aceh Tengah. Hasil analisis SWOT pada pengusaha kopi dan tebu menyarankan strategi S- O yaitu dengan meningkatkan produksi kopi dan tebu, mengembangkan usaha dengan melakukan pinjaman dan tetap menjaga hubungan baik dengan pihak eksternal maupun internal perusahaan.

Muthoni et al. (2014) menyatakan bahwa perusahaan harus mampu memanfaatkan peluang untuk menghadapi tantangan yang ada dalam merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan rantai nilai kopi di Kenya. Agar rantai nilai kopi dapat membawa manfaat bagi semua pemain; ada beberapa hal penting untuk dilakukan seperti melakukan reformasi di sektor koperasi agar mereka lebih responsif terhadap kebutuhan produsen. Perkembangan industri kopi di Kenya bergantung pada peningkatan kapasitas kinerja petani kecil melalui akses yang memadai di sektor informasi, penyuluhan, perbaikan infrastruktur pedesaan, keuangan pedesaan,kebutuhan bibit dan teknologi baru, serta jumlah industri. Proses manajemen yang baik sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas kopi di Kenya. Petani kopi harus melakukan pengawasan kualitas yang kopi untuk mencapai harga yang lebih tinggi.

Hasil penelitian tentang Strategi Pengembangan Komoditas Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan oleh Ratna (2010) menunjukkan bahwa klasifikasi komoditas perkebunan di Kabupaten Musi Rawas berdasarkan pendekatan Tipologi Klassen terbagi menjadi empat klasifikasi komoditas, yaitu: a. Komoditas Prima adalah kelapa sawit, b. Komoditas Potensial adalah karet, c. Komoditas Berkembang terdiri dari kopi, kelapa, pinang, aren, tebu, kemiri dan kakao. Dalam penelitian ini dikatakan agar tanaman kopi sebagai komoditi berkembang bisa menjadi komoditi potensial, maka strateginya adalah ; meningkatkan kontribusi komoditas berkembang dengan upaya :

1. Peningkatan kemampuan dan kapasitas SDM subsektor perkebunan 2. Pengembangan kajian teknologi tepat guna

(27)

13 Penelitian oleh Matzler et al. (2013) membuktikan bahwa menerapkan model bisnis yang inovatif akan mampu memberikan nilai tambah tersendiri terhadap suatu produk kopi. Model inovasi bisnis oleh Nepresso dilakukan dengan strategi positioning yang unik yang menyelaraskan produk dan pelayanan, konsep nilai tambah penjualan pemasaran yang baik untuk menciptakan sebuah sistem yang menguntungkan. Rahasia kesuksesan model bisnis terletak pada koherensi, keunikan dan fakta bahwa model tersebut sulit untuk ditiru.

Narulita et al. (2014) menyatakan bahwa dalam merumuskan strategi pengembangan agribisnis kopi Indonesia, alat analisis yang digunakan adalah Matriks SWOT. Strategi yang dihasilkan dari Matriks SWOT adalah strategi S-O yaitu menggunakan kekuaatan dari agribisnis kopi Indonesia untuk memanfaatkan peluang yang ada, strategi W-O yaitu memanfaatkan peluang untuk meminimalkan kelemahan dari agribisnis kopi Indonesia, strategi S-T yaitu menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, dan strategi W-T yaitu meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Adapun strategi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

1. Strategi S-O terdiri dari meningkatkan konsumsi domestik, meningkatkan produksi arabika dan kopi spesial, dan menguatkan kelembagaan petani kopi. 2. Strategi W-Oterdiri dari pelatihan teknologi di tingkat petani dan industri kelas

kecil dan menengah, adanya lembaga yang memfasilitasi penjualan langsung dari petani ke industri, perbaikan infrastruktur guna memperlancar proses distribusi.

3. Strategi S-T terdiri dari meningkatkan kualitas biji kopi guna meningkatkan kualitas kopi olahan dalam negeri, dan melakukan inovasi produk kopi olahan. 4. Strategi W-T adalah mengekspor kopi dalam bentuk kopi olahan.

Berbagai penelitian sebelumnya mengenai strategi pengembangan kopi ini membuktikan bahwa nilai tambah produk kopi di Indonesia sendiri harus lebih ditingkatkan. Meningkatkan nilai tambah kopi ini dilakukan dengan proses pengolahan seperti meningkatkan diversifikasi produk kopi dan pengembngan teknologi untuk proses pengolahan kopi itu sendiri.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kopi merupakan salah satu komoditas strategis yang merupakan sumber mata pencaharian bagi sebagian petani perkebunan di Indonesia sehingga perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Peningkatan produksi kopi Indonesia tidak sebanding dengan peningkatan konsumsi dalam negeri, sehingga sebagian besar produksi kopi Indonesia (> 50%) dimanfaatkan untuk kebutuhan ekspor (Spillane 1990).

Pengolahan produk(Agroindustri)

Sistem agribisnis (Gambar 1) secara garis besar sering dibedakan menjadi: (1) kegiatan„on-farm‟, yang meliputi semua kegiatan yang dilaksanakan secara

langsung pada lahan produksi pertanian atau merupakan kegiatan budidaya pertanian; dan (2) kegiatan „off-farm‟yang dilakukan baik sebelum maupun

(28)

lahan produksi. Kegiatan off-farm termasuk: (1) agroindustri hulu, untuk menyediakan sarana produksi pertanian (saprotan) serta alat dan mesin pertanian (alsintan); (2) agroindustri hilir, untuk penanganan hasil segar pasca panen dan pengolahan hasil segar menjadi produk olahan; (3) distribusi dan pemasaran hasil segar maupun produk olahan, baik untuk pasar domestik maupun ekspor; dan (4) kegiatan lainnya yang diperankan oleh lembaga penunjang termasuk penyuluhan, pembiayaan, pelembagaan dan regulasi (Saragih 2010).

Pengertian dan Peranan Agroindustri dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan industri yang memanfaatkan produk primer hasil pertanian sebagai bahan bakunya untuk diolah sedemikian rupa sehingga menjadi produk baru baik yang bersifat setengah jadi yang dapat dikonsumsi. Menurut

Menurut Saragih (2010), agroindustri merupakan suatu sektor yang meminpin (leading sector) dimasa yang akan datang karena sektor tersebut: a. Memiliki pangsa pasar yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan

sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempenagruhi perekonomian secara keseluruhan.

b. Memiliki pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi.

c. Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward lingkages) yang cukup besar sehingga mampu untuk menarik pertumbuhan pada sektor lainnya.

d. Keragaman kegiatan sektor tersebut tidak memiliki unsur-unsur yang dapat menjadi kendala (bottle neck effect) jika sedang berkembang.

Nilai Tambah

Menurut Hayami et al. (1987), nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen. Nilai tambah dapat dicapai dengan meretrukrisasi produktivitas dari harga, namun yang harus diperhatikan adalah sistem insentif yang diterapkan oleh produsen pada implementasi dari nilai tambah tersebut sehingga dapat dirasakan keuntungan yang signifikan. Perubahan pada nilai tambah dapat dilakukan dengan cara merubah dimensi waktu, lokasi, produk, service, proses, metode, informasi dan insentif yang diberikan.

Pengertian nilai tambah (vallue added) itu sendiri adalah pertambahan nilai yang terjadi pada suatu komoditi karena komoditi tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut Barton et al. (2002), nilai tambah dapat dilihat dari sisi output dikurangi beberapa bagian dari inputdalam bentuk bahan baku, bahan setengah jadi maupun barang jadi yang masuk kedalam proses produksi ditambah semua persediaan dan pembelian jasa dari perusahaan lain.

Ravianto et al. (1988), menyatakan dalam menghitung nilai tambah diperlukan konsep sebagai berikut :

(29)

15 2. Sumbangan input lain adalah bahan yang berkaitan dengan usaha tersebut setelah dikurangi dari penjualan atau penerimaan. Mulai dari bahan baku, bahan bakar dan lain-lain yang habis sekali pakai harus diperhitungkan baik yang emplisit atau eksplisit.

3. Balas jasa faktor produksi merupakan Jasa untuk memproduksi suatu produk. Biaya transportasi untuk mengangkut bahan baku atau produk akhir harus diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang bukan untuk keperluan pribadi.

4. Depresiasi merupakan biaya penyusustan yang dikeluarkan untuk bangunan atau alat-alat yang ada, sedangkan biaya sewa akan dikenakan pada alat-alat atau bangunan yang disewa.

Strategi Pengembangan

Strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut (Leslie 1989). Definisi strategi menurut Kotler (2008) adalah proses manajerial untuk mengembangkan dan menjaga keserasian antara tujuan perusahaan, sumber daya perusahaan, dan peluang pasar yang terus berubah, dengan tujuan untuk membentuk dan menyesuaikan usaha perusahaan dan produk yang dihasilkan sehingga bisa mencapai keuntungan dan tingkat pertumbuhan yang menguntungkan.

Glueck et al. (2001) mengemukakan ada empat strategi utama, yaitu langkah yang dilakukan setelah menganalisa proses kondisi lingkungan internal dan eksternal adalah menetapkan strategi yang sesuai, antara lain:

a. Stability Strategy, Industri yang menggunakan strategi stabilitas dapat melanjutkan strategi yang sebelumnya dapat dikerjakan. Keputusan strategi utama difokuskan pada penambahan perbaikan terhadap pelaksanaan fungsinya, alasannya karena industri atau perusahaan telah berhasil dalam taraf kedewasaan, lingkungan relative stabil, tidak terlalu berisiko.

b. Retrenchment Strategy, Strategi penciutan pada umumnya digunakan untuk mengurangi produk pasar, alasannya karena industri atau perusahaan tidak berjalan dengan baik, lingkungan semakin mengancam, mendapat tekanan dari konsumen sehingga peluang tidak dimanfaatkan dengan baik.

c. Growth Strategy, Strategi pertumbuhan banyak dipertimbangkan untuk dapat diterapkan pada industry dengan petimbangan bahwa keberhasilan industry adalah industry yang selalu terus berkembang. Strategi pertumbuhan melalui ekspansi dengan memperluas daerah pemasaran dan penjualan produk atau dapr berupa diversifikasi.

(30)

organisasi memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan pesaingnya (Schroeder 1993)

Dalam merumuskan strategi, adanya misi yang jelas dari organisasi (business mission) atau nilai yang dianut (scale of values) merupakan hal yang penting. Perumusan strategi memerlukan gambaran mengenai faktor eksternal yang berpengaruh terhadap industri, faktor internal yang dimiliki organisasi, dan tujuan jangka panjang dari organisasi (long term objective). Misi organisasi menggambarkan mengenai bisnis (nilai dan prioritas) yang dianut oleh organisasi dan lingkup kegiatan operasi organisasi yang membedakannya dari para pesaing (Schroeder 1993). Faktor eksternal adalah faktor-faktor di luar kendali organisasi yang dapat mempengaruhi jalannya organisasi. Terdapat lima kelompok kekuatan yang termasuk dalam faktor eksternal, yaitu (1) kekuatan ekonomi; (2) kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan; (3) kekuatan politik, pemerintah dan hukum; (4) kekuatan teknologi; dan (5) kekuatan persaingan. Faktor eksternal memberi gambaran kepada organisasi mengenai peluang dan ancaman yang ditimbulkan dari lima kelompok kekuatan tersebut yang harus dihadapi oleh organisasi.

Faktor internal merupakan faktor-faktor yang dimiliki oleh organisasi yang dapat organisasi kendalikan untuk mencapai tujuan organisasi. Terdapat banyak hal dalam organisasi yang dapat dikendalikan organisasi seperti kemampuan manajemen, kemampuan produksi, kemampuan pemasaran, kemampuan keuangan, kemampuan inovasi, kemampuan sistem informasi, kemampuan SDM dan lainnya. Faktor internal memberi gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan dari berbagai kemampuan yang dimiliki organisasi tersebut dibandingkan relatif terhadap para pesaing. Tujuan merupakan hal penting dalam keberhasilan organisasi karena memberikan arah, membantu untuk evaluasi, menciptakan sinergi, membuka prioritas, memungkinkan adanya koordinasi, dan menjadi dasar dalam perencanaan, pengorganisasian, pemberian motivasi dan pengendalian kegiatan secara efektif. Dengan berdasarkan kepada misi organisasi, faktor eksternal, faktor internal, dan tujuan jangka panjang dari organisasi maka strategi organisasi dapat dibuat (David 2001).

Pearce et al. (1997) mengatakan bahwa formulasi strategi telah diawali dengan analisis lingkungan internal dan analisis lingkungan eksternal organisasi.Analisis lingkungan internal organisasi dimaksudkan kegiatan untuk menilai apakah organisasi dalam posisi yang kuat ataukah lemah (Weaknesses), penilaian tersebut didasarkan pada kemampuan internal (aset, modal, teknologi) yang dimiliki oleh organisasi dalam upaya untuk mencapai misi yang telah ditetapkan. Sedangkan analisis eksternal organisasi menunjukkan kegiatan organisasi untuk menilai tantangan (Treath) yang dihadapi dan peluang (Opportunity) yang dimiliki oleh organisasi dalam upaya mencapai misi organisasi berdasar atas lingkungan eksternalnya. Penjelasan kedua katagori tersebut yakni sebagai berikut:

1. Lingkungan Eksternal

(31)

17 a. Elemen Perekonomian

Perekonomian berkaitan dengan bagaimana orang atau bangsa memproduksi, mendistribusikan, dan mengonsumsi berbagai barang dan jasa. Perusahaan perlu memperhatikan sejauh mana perekonomian dapat mempengaruhi perusahaan/organisasi dari segi upah tenaga kerja, inflasi, perpajakan, pengangguran, dan harga barang yang dikelola.

b. Elemen Politik dan Legal

Situasi politik, perpolitikan, dan masalah legal sangat terkait dengan keberlangsungan perusahaan untuk jangka panjang. Situasi perpolitikan yang kondusif memberikan kenyamanan bagi para organisasi/pelaku usaha.

c. Elemen Sosial-Budaya

Kondisi sosial yang dimaksud adalah seperti kondisi demografi, sikap, gaya hidup, adat istiadat, dan kebiasaan dari orang-orang eksternal perusahaan. Begitupula dari kondisi budaya seperti ekologis, demografis, religious, pendidikan dan etnis.

d. Elemen Lingkungan Teknologi

Ilmu dan pengetahuan manusia terus berkembang dari waktu ke waktu. Ini membuat teknologi juga berkembang. Teknologi tidak hanya mencakup penemuan-penemuan yang baru saja, tetapi juga meliputi cara-cara pelaksanaanya atau metode-metode baru dalam mengerjakan suatu pekerjaan, artinya teknologi memberikan suatu gambaran yang luas meliputi mendesain, menghasilkan, dan mendistribusikan.

e. Persaingan Dalam Industri

Persaingan dalam industri akan mempengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan. Dalam situasi persaingan yang oligopoly, perusahaan mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi pasar. Sedangkan pada pasar persaingan sempurna biasanya akan memaksa perusahaan menjadi follower

termasuk dalam hal harga produk.

2. LingkunganInternal

Secara garis besar, aspek-aspek lingkungan internal perusahaan yang hendaknya diamati dapat dilihat dari beberapa pendekatan, yakni sebagai berikut : a. Pendekatan Fungsional

Pada pendekatan ini, pegkatagorian analisis internal sering diarahkan pada pasar dan pemasaran, kondisi keuangan dan akunting, produksi, sumber daya manusia, dan struktur organisasi dan manajemen.

b. Pendekatan Rantai Nilai (Value Chains)

Analisis dengan pendekatan Rantai Nilai didasarkan pada serangkaian kegiatan yang berurutan dari sekumpulan aktivitas nilai (value activities) yang dilaksanakan untuk mendesain, memproduksi, memasarkan, mengirimkan, serta mendukung produk dan jasa mereka.

(32)

product, price, promotion, place, disingkat menjadi 4P. yaitu strategi produk, strategi harga, strategi saluran distribusi dan strategi promosi.

Menurut David (2001), SWOT adalah alat untuk mengidentifikasi ancaman, peluang, kelemahan, dan kekuatan dalam lingkungan suatu organisasi. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi. Analisis internal meliputi peniaian terhadap faktor kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness). Sementara, analisis eksternal mencakup faktor peluang (Opportunity) dan tantangan (Threaths). Pendekatan kualitatif matriks SWOT menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (Kekuatan dan Kelamahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemua antara faktor-faktor internal dan eksternal.

Tabel 4 Matriks Strength, Weakness, Opportunity, Treaths Analysis (SWOT) Eksternal

Internal

OPPORTUNITY TREATHS

STRENGTH S – O

Comperative Advantage

S– T Mobilization

WEAKNESS W – O

Divestment/Investment

W– T Damage Control Sumber: David, 2001

Keterangan:

A.Comparative Advantages (S-O)

Kotak ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa berkembang lebih cepat.

B.Mobilization (S-T)

Kotak ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Di sini harus dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut, bahkan kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah peluang.

C.Divestment/Investment (W-O)

Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari luar.Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang kabur.Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil adalah (melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain) atau memaksakan menggarap peluang itu (investasi).

D.Damage Control (W-T)

(33)

19 Kerangka Pemikiran Operasional

Perdagangan internasional akan terus menghadapi tantangan besar, salah satunya terbukanya pasar untuk kalangan negara Asean. Untuk menghadapi permasalahan ini, Indonesia harus mampu merancang strategi produk yang nantinya dapat mempertahankan atau bahkan memperkuat posisi Indonesia sebagai pengekspor kopi dunia. Indonesia memiliki beberapa jenis kopi specialty

diantaranya kopi toraja, kopi lintong, kopi Gayo dan kintamani. Namun sampai saat ini, ekspor komoditi kopi oleh Indonesia sebahagian besar hanya dalam bentuk green bean.

Kopi Gayo merupakan salah satu jenis kopi arabika yang paling diminati di pasar internasional. Peluang ini tentunya dapat menjadi landasan utama untuk proses pengembangan produk kopi Gayo menjadi berbagai produk olahan seperti bubuk kopi, kopi instan atau kopi siap minum. Namun sampai saat ini dayasaing dan nilai tambah kopi Gayo masih tertinggal dibandingkan dengan negara produsen utama kopi dunia lainnya yakni masih terbatas pada green bean (biji mentah). Meningkatkan nilai tambah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkandaya saing kopi Gayo. Peningkatan nilai tambah kopi Gayo dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas dengan perbaikan proses pengolahan

(proccesing) produk kopi Gayo itu sendiri.

Jenis produk kopi Gayo terbagi menjadi tiga yakni grean bean ready ekspor (Grade 1), Grean bean specialty (biji kopi Specialty ), dan coffee powder (bubuk kopi). specialty coffee merupakan jenis kopi yang menurut AEKI (Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia 2014), nilainya mencapai 80 poin atau lebih dalam skala nilai maksimum 100 poin pada uji cupping dan grading. Kopi jenis ini tumbuh di lingkungan dengan iklim yang ideal. Rasa dan aroma yang khas dari jenis kopi ini dihasilkan dari karakteristik khusus dan komposisi tanah tempat kopi ini tumbuh. Kopi jenis ini juga didapatkan melalui proses grading dan sortasi yang ketat dengan standar yang telah ditetapkan oleh lembaga ekpor di Indonesia. Sedangkan kopi premium merupakan biji kopi dengan standart ekspor yang telah ditetapkan namun grade nya masih berada dibawah jenis kopi specialty . Perbedaan aktivitas pengolahan pada kelompok processing kopi specialty Gayo dan premium hanya terletak pada proses grading dan sortasi. Proses grading dan sortasi pada kelompok kopi specialty Gayo dilakukan dengan lebih hati-hati dan memerlukan biaya yang lebih besar. namun kelompok specialty ini juga memiliki harga jual yang lebih tinggi. Perbedaan perlakuan ini tentunya juga akan menghasilkan tingkat nilai tambah dan strategi pengembangan yang berbeda.

(34)

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis SWOT

Strategi Pengembangan POTENSI :

1. Indonesia Eksportir Kopi Keempat Terbesar di Dunia 2. Nama kopi Gayo sudah dikenal di pasar internasional

3. Kopi Gayo beRp otensi untuk menghasilkan produk diversifikasi kopi olahan, seperti

roasted coffee, instant coffee,.

4. Nilai tambah kopi Gayo beRp otensi untuk ditingkatkan melalui proses pengolahan yang terbagi menjadi jenis kopi specialties dengan cita rasa yang khas.

Permasalahan :

1. Perdagangan biji kopi di Kabupaten Bener Meriah 80% terdiri dari green bean

2. Kurangnya kemampuan agroindustri untuk mengembangkan kopi Gayo sehingga produk olahan kopi Gayo hanya terdiri dari biji green bean dan bubuk kopi

3. Perbedaan Jenis Produk tentu akan menghasilkan nilai tambah dan strategi pengembangan yang berbeda

Jenis Produk:

a. Green bean premium

b. Green beanspecialty

c. Bubuk kopi

Faktor Internal: Kekuatan Kelemahan

(35)

21

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian diambil pada daerah sentra produksi kopi di provinsi Aceh yaitu Kabupaten Bener Meriah.Kabupaten ini merupakan lokasi pengolahan produk kopi utama di Provinsi Aceh. Rentang waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Oktober 2016.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam melalui kegiatan FGD (Focus Group Disscussion) dengan beberapa key person

yakni: Pihak dinas perdagangan, dinas pertanian, dinas perkebunan, Staff ahli kopi serta empat agroindustri kopi green been dan bubuk kopi yang memiliki kuota ekspor terbesar di Kabupaten Bener Meriah yaitu KBQ Baburrayyan, Koperasi Katiara Gayo, Koperasi Serba Usaha Permata Gayo dan Koperasi Gayo Mandiri. Masing-masing agroindustri tersebut akan dianalisis biaya, penerimaan, dan keuntungan untuk mendapatkan perhitungan nilai tambah agroindustri berdasarkan jenis produk dan processingnya.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder dan data primer. Data skunder dikumpulkan dari laporan instansi terkait, seperti Aceh Dalam Angka, Laporan Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan BAPPEDA baik di Provinsi, maupun di Kabupaten Bener Meriah, Kopi Gayo dan Gayo Lues Aceh. Data sekunder yang sangat penting dikumpulkan antara lain jumlah dan kapasitas pengolahan kopi arabika Gayo yang sudah beroperasi, luas tanam, produksi, dan produktivitas kopi diperoleh dari instansi teknis yang berkaitan dengan perkebunan dan pengolahan kopi Gayo. Demikian juga dengan data harga, nilai ekspor, perindustrian dan berbagai bentuk produk kopi arabika dikumpulkan dari laporan dinas dan instansi teknis di tingkat provinsi dan di Kabupaten Kabupaten Bener Meriah, Kopi Gayo dan Gayo Lues Aceh.

Sedangkan data yang digunakan untuk mencari strategi pengembangan agroindustri berdasarkan jenis produk adalah data primer. Pengambilan data ini dilakukan dengan cara wawancara dengan berbagai pihak pembuat keputusan dalam agroindustri yang menjadi sampel penelitian untuk penentuan faktor internal dan eksternal nya. Lalu dilakukan pemetaan faktor untuk kuisioner yang akan digunakan dalam kegiatan FGD. Selanjutnya dalam kegiatan FGD, informan kunci akan memilih faktor apa saja yang akan digunakan untuk penentuan strategi dengan skala likert. Informan kunci pada kegiatan FGD adalah pihak Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan,ahli kopi, pihak akademisi (dosen universitas syiah kuala), kepala koperasi Gayo Mandiri, kepala KBQ Baburrayan, kepala koperasi Permata Gayo serta kepala kopreasi Katiara Gayo.

Metode Analisis Data

(36)

Analisis Nilai Tambah

Analisis nilai tambah menggunakan Metode Hayami. Perhitungan nilai tambah ini didasarkan pada satu satuan bahan baku utama. Ada beberapa variabel yang terkait dalam analisis nilai tambah ini. Faktor konversi, menunjukan banyaknya produk olahan yang dihasilkan dari satu kilogram bahan baku. Koefisien tenaga kerja, menunjukan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. Sedangkan nilai produk menunjukan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Nilai input lain mencangkup nilai dari semua korbanan selain bahan baku dan tenaga kerja langsung yang digunakan selama produksi berlangsung. Prosedur metode Hayami dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5 Prosedur Metode Hayami

Variabel Satuan Notasi

Output,input dan harga

Output/produk total kg/proses produksi A

Input bahan baku kg/proses produksi B

Input tenaga kerja HOK/proses produksi C Faktor konversi

Kg output/Kg bahan

baku D = a/b

Koefisien tenaga kerja HOK/ Kg bahan baku E = c/b

Harga Output Rp /Kg F

Upah rata-rata tenaga kerja Rp /proses produksi G Pendapatan dan Keuntungan

Harga input bahan baku Rp /Kg H

Sumbangan input lain Rp /Kg I

Nilai Output Rp /Kg J = d x f

Nilai tambah Rp /Kg K = j-h-i

Rasio nilai tambah % L = k/j x 100 %

Pendapatan tenaga kerja Rp /Kg M = e x g

Bagian tenaga kerja % N = m/k x 100%

Keuntungan Rp /Kg O = k – m

Bagian Keuntungan % P = o/j x 100 %

Balas jasa untuk faktor produksi

Marjin Rp /Kg Q = j-h

a. Pendapatan tenaga kerja % R = m/q x 100 %

b. Sumbangan input lain % S = i/q x 100 %

c. Keuntungan % T = o/q x 100 %

Sumber: Hayami et al (1987)

Gambar

Gambar 1 Produk Olahan Kopi
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 5 Prosedur Metode Hayami
Tabel 6 Penentuan Matriks SWOT (strength, weaknesses, opportunities, threats)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur yang teramat dalam saya haturkan kepada ke hadirat Tuhan Yang Maha Segala, atas percikan kasih, hidayat, dan taufiq-Nya sehingga skripsi dengan judul

Selanjutnya proporsi perilaku menggosok gigi setiap hari di semua Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah di atas 80%, sementara perilaku menggosok gigi yang benar

USG Boral tidak dapat menjangka semua keadaan yang mana maklumat ini dan produknya, atau produk pengilang-pengilang lain yang bergabung dengan produknya, boleh digunakan. Adalah

Untuk pemanfaatan tambak bagi budidaya rumput laut di Kabupaten Lutra diperlukan upaya perbaikan tanah melalui remediasi, serta pengeringan tanah pada saat persiapan

Dalam pelaksanaan tradisi tabuik sejak pertama dilaksanakan hingga sekarang telah mengalami perubahan dari segi kesakralan dan spiritual masyarakat Pariaman dalam

Rasio aktivitas ( activity ratio ) atau yang disebut rasio manajemen aset merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menggunakan aktiva

Intisari - Motor soft start adalah perangkat yang digunakan pada motor AC, bertujuan untuk mengurangi beban dan torsi motor sesaat pada saat pertama kali motor

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS versi 15 di dapatkan p = 0,022 dimana p < 0,05 (taraf signifikan yang digunakan), yang berarti terdapat hubungan