• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEWENANGAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DI KECAMATAN PAGAR DEWA KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KEWENANGAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DI KECAMATAN PAGAR DEWA KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI KEWENANGAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DI KECAMATAN PAGAR DEWA

KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT Oleh

AMIN NUROHIM

Camat selain menjabat sebagai kepala wilayah kecamatan juga dapat menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, sehingga camat memiliki kewenangan dalam bidang pertanahan di wilayah kecamatan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah implementasi kewenangan camat sebagai

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat?”

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis implementasi kewenangan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif, dengan mengambil informan yaitu Camat Pagar Dewa, Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulang Bawang Barat dan perwakilan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan teknik wawancara dan dokumentasi. Data selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan tahapan reduksi data, penyajian data dan mengambil kesimpulan (verifikasi).

(2)

Nomor Akta PPAT, Tanggal Pembuatan Akta, Penyebutan Saksi-saksi Dalam Akta

PPAT, Isi Akta yang dibuat secara jelas, terang dan mendetail, dengan bahasa atau

materi selalu berhubungan dengan judul akta serta akhir Akta atau Penutup Akta (3)

Implementor, dilaksanakan camat dengan menyiapkan bukti pemilikan berupa

sertipikat hak atas tanah dan melakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan. (4)

Initiator, dilaksanakan camat dengan mengambil inisiatif dalam mencarikan jalan

keluar atas persengketaan atau perselisihan warga atas kepemilikan tanah (5) Time,

dilaksanakan Camat dengan menyelesaikan Akta sesuai dengan batas waktu

penyelesaian akta yaitu selambat-lambatnya tujuh hari kerja

(6) Karakteristik dari Masalah (Tractability of the Problems), terdiri dari kendala

berupa sanggahan atau keberatan dari pihak-pihak lain terhadap proses pendaftaran

tanah, pemohon sulit dalam melengkapi persyaratan permohonan pendaftaran tanah,

masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap hukum di bidang pertanahan, dan

adanya fakta yang berbeda antara dokumen fisik dan yuridisnya (7) Karakteristik

kebijakan/undang-undang, yaitu PP No. 37/1998 dan Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala BPN RI No. 4/1999, yang melegalisasi camat untuk melakukan

kegiatan di bidang pertanahan (8) Variabel lingkungan, yaitu kondisi letak geografi

yang cukup luas serta banyaknya daerah-daerah perbukitan dan rawa yang sulit

dilalui dengan transportasi darat, masyarakat membutuhkan jasa Camat sebagai PPAT

dan akses masyarakat lebih relatif cepat untuk menjangkau ibu kota kecamatan,

dibandingkan ke ibu kota kabupaten tempat PPAT Notaris berkantor.

(3)

ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF DISTRICT HEAD AUTHORITY AS LAND DEED OFFICER ON PAGAR DEWA DISTRICT

OF WEST TULANG BAWANG REGENCY Oleh

AMIN NUROHIM

District Head addition to serving as head of the districts can also be served as an Officer of the Land Deed, so that the district head has the authority in the area of land in the district. Formulation of the problem in this research is: "How is implementation of District Head authority as land deed officer on Pagar Dewa District of West Tulang Bawang Regency?”

The purpose of this study was to determine and analyze implementation of District Head authority as land deed officer on Pagar Dewa District of West Tulang Bawang Regency.

This study used a qualitative research type, by taking informants Head District of Pagar Dewa, Officer of National Land Agency of West Tulang Bawang and community representatives. Data collection was conducted interviews and documentation techniques. Data were then analyzed qualitatively with the stages of data reduction, data presentation and verification.

(4)

Number, Date of Manufacture Act, mention Witnesses In deed, Content made clear, bright and detailed, with the language or the material is always associated with the title Deed Cover (3) Implementor, implemented District Head to prepare evidence in the form of certificates of ownership rights to land and to check to the Land Office. (4) Initiator, District Head implemented by taking the initiative in finding a solution to the dispute or disputes over land ownership residents (5) Time, Deed executed by completing the appropriate sub-district with certificate completion deadline is no later than seven working days

(6) Characteristics of Problem, consisting of constraints in the form of refutation or objections from other parties to the process of land registration, the applicant is difficult to complete the requirements for registration of land, the low public awareness of the law in the land sector, and the fact that different between physical and juridical documents (7) Characteristics of policy, namely PP 37/1998 and Regulation of the Minister of Agriculture / BPN No. 4/1999, which legalize District Head to perform activities in the field of land (8) environment variable, which is the condition of geography are quite extensive and many hilly areas and swamps are the hardest-hit by ground transportation, require the services of sub-district community as land deed officer and public access is relatively quick to reach the capital district, compared to the district headquarters where land deed officer.

(5)

i

IMPLEMENTASI KEWENANGAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DI KECAMATAN PAGAR DEWA

KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

Oleh

AMIN NUROHIM

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(6)
(7)
(8)
(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Amin Nurohim, dilahirkan di Tanah Abang pada tanggal 18 Maret 1984 , sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Buah hati pasangan Bapak Slamet Ariyanto dan Ibu Taslimah.

(10)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Tesis ini kepada:

1. Kedua orang tuaku Bapak Slamet Ariyanto (almh) dan Ibu Taslimah. 2. Mertuaku Bapak Yulius dan Ibu Deswirnawati.

3. Istriku tercinta Luberti Muvia, ST., S.Pd.I atas segala cinta, kasih sayang, dukungan, semangat dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

4. Anak-anakku tercinta: Nur Ikrima Lutviana, dan Aufar Zaki Mahmuda semoga kalian menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah kebanggaan keluarga.

(11)

MOTO

“….. latahzan innallaha ma’ana …..”

….. jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita ……

(12)

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahi rabbilalamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya semata, penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul: Implementasi Kewenangan Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian Tesis ini banyak mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada: 1. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Lampung.

2. Bapak Hi. Drs. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung sekaligus Sebagai Pembimbing II, terima kasih telah banyak memberikan masukan, pendapat dan saran dalam penyusunan dan penyelesaian Tesis.

(13)

ii

4. Ibu Dr. Feni Rosalia, M.Si., selaku Pembimbing I Tesis, terima kasih telah banyak memberikan masukan, pendapat dan saran dalam penyusunan dan penyelesaian Tesis.

5. Bapak Dr. Suwondo, selaku Penguji Tesis, yang telah banyak memberikan masukan, pendapat, saran, bantuan dan semangat dalam perbaikan Tesis.

6. Bapak Drs. Yana Ekana P.S., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. 7. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

8. Sahabat penulis, Drs. Markurius, M.IP., atas motivasi, bantuan dan dukungan yang diberikan dalam proses penyusunan hingga selesainya Tesis ini.

9. Rekan-rekan mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung Angkatan 2013

10.Semua Pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Semoga kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan berupa kebaikan yang lebih besar dari sisi Allah SWT dan akhirnya penulis berharap bahwa Tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amiin.

Bandar Lampung, Maret 2015 Penulis

(14)

DAFTAR ISI

2.1Tinjauan Tentang Implementasi Kewenangan Camat ... 9

2.1.1 Tinjauan Tentang Implementasi ... 9

2.1.2 Tinjauan Tentang Kewenangan... 13

2.2 Tinjauan Tentang Camat dan Kecamatan ... 15

2.2.1 Pengertian Camat ... 15

2.2.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Camat ... 18

2.2.3 Kewenangan Camat ... 20

2.2.4 Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ... 21

2.2.4 Pengertian Kecamatan ... 27

2.3 Tinjauan Tentang Hak Milik Atas Tanah... 29

(15)

IV. KONDISI UMUM KECAMATAN PAGAR DEWA ... 47

4.1Profil Kecamatan Pagar Dewa ... 47

4.2Visi dan Misi Kecamatan Pagar Dewa... 48

4.3Tujuan dan Sasaran Kecamatan Pagar Dewa ... 48

4.4Strategi dan Kebijakan Kecamatan Pagar Dewa ... 50

4.5Sarana dan Prasarana Kecamatan Pagar Dewa ... 51

4.6Sosial Kemasyarakatan Pagar Dewa ... 51

4.7Potensi dan Rencana Pengembangan Kecamatan Pagar Dewa ... 52

4.8Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Organisasi Kecamatan Pagar Dewa ... 55

5.2.6 Karakteristik dari Masalah (Tractabilty of the Problems) ... 70

5.2.7 Karakteristik Kebijakan/Undang-Undang (Abilty of Statute to Structure Implementation) ... 71

5.2.8 Variabel Lingkungan (Nonstatutory Variables Affecting Implementations) ... 72

5.3.6 Karakteristik dari Masalah (Tractabilty of the Problems) ... 98

5.3.7 Karakteristik Kebijakan/Undang-Undang (Abilty of Statute to Structure Implementation) ... 101

(16)

DAFTAR GAMBAR

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar dan penting dalam kehidupan manusia, sehingga dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatannya manusia selalu berhubungan dengan tanah. Sehubungan dengan hal tersebut maka Pemerintah telah memberlakukan regulasi di bidang pertanahan, di antaranta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang mempunyai maksud dan tujuan untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah diseluruh Indonesia.

(18)

Untuk melakukan kegiatan pendaftaran diserahkan kepada lembaga pemerintah non departemen yaitu Badan Pertanahan Nasional yang bertugas melaksanakan akan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Badan Pertanahan Nasional dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional, sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Seiring dengan perkembangan di bidang pertanahan, peraturan tersebut mengalami berbagai perubahan dan yang terakhir adalah Peraturan Presiden Nomor: 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, disingkat BPN RI, selanjutnya disebut Perpres 10/2006. Adapun tugas BPN dinyatakan dalam Pasal 2 Perpres 10/2006 yaitu melaksanakan tugas pemerintah di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.

(19)

3

Masalah-masalah yang berkaitan dengan tanah dari hari ke hari menunjukan kecenderungan yang semakin kompleks. Benturan-benturan kepentingan yang mengakibatkan sengketa di bidang pertanahan dalam masyarakat baik antar perorangan, perorangan dengan pemerintah, maupun antar lintas sektoral saat ini biasanya menyangkut kepastian hukum atas tanah. Guna terciptanya kepastian hukum hak atas tanah diperlukan pendaftaran tanah. Masalah pendaftaran tanah ini telah diatur oleh pemerintah Indonesia, yaitu dengan dikeluarkannya dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, memberikan batasan dan ketentuan khusus mengenai Pendaftaran Tanah tersebut, hal ini diharapkan di dalam pemerataan pembangunan nasional umumnya dan permasalahan pendaftaran tanah khususnya dapat terlaksana dan membuahkan hasil yang maksimal.

Selanjutnya di dalam Pasal 6 ayat (2) disebutkan bahwa dalam melaksanakan Pendaftaran Tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan Perundang- Undangan yang bersangkutan. PPAT terdiri dari tiga kelompok yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris, Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat pembuat Akta Tanah dengan wewenang khusus.

(20)

1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Tapi Meskipun peran atau kewajiban sama dan sejajar antara PPAT Sementara dengan dengan PPAT Notaris sebagaimana yang sudah diatur dan ditentukan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998, tetapi di dalam kenyataannya masih ada terjadi penyimpangan, di antaranya dalam hal pemasangan papan nama PPAT Sementara, pada umumnya Camat tidak melakukan pemasangan papan nama dan hal ini tentunya terjadi penyimpangan. Hal ini dapat disebabkan bagi Camat, Jabatan PPAT hanyalah tugas tambahan dan masih banyak tugas-tugas pemerintahan yang lain yang belum terselesaikan, sehingga cukup papan nama saja camat saja.

Sesuai dengan uraian di atas maka diketahui bahwa tanggung jawab camat selain mempunyai tugas sebagai kepala wilayah, camat berperan juga sebagai PPAT Sementara jika telah mengajukan permohonan dan telah diangkat. Sebab semua itu adalah atas permohonan dan kemauan dari camat itu sendiri. Terkait dengan posisi dan kedudukan sebagai pengayom pamong praja dan penyuluh masyarakat, maka Camat wajib memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(21)

5

penyuluhan bahwa peran Camat Sebagai PPAT Sementara juga meliputi: hibah, tukar menukar, pembagian hak bersama dan lain-lain. Pada sisi lain Camat sebagai PPAT Sementara, tidak melakukan pelaporan secara rutin setiap bulan, karena umumnya tidak ada transaksi pembuatan akta dalam satu bulan sehingga tidak perlu melapor ke Badan Pertanahan Nasional. Padahal ada atau tidak akta yang dibuat jika telah menjabat baik sebagai PPAT Notaris ataupun PPAT Sementara, wajib menyampaikan laporan, meskipun isi laporan tersebut adalah nihil.

Pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara, secara otomatis menjadikan Camat memiliki peran dan kewajiban yang sama dengan PPAT Notaris, demikian pula dalam hal membuat laporan bulanan, hal ini wajib dilakukan setiap bulannya meskipun dalam bulan yang berjalan tidak ada transaksi. Laporan bulanan ini berfungsi sebagai alat pengontrol bagi Badan Pertanahan Nasional.

(22)

Kendala lain yang dihadapi camat sebagai PPAT Sementara adalah banyaknya tugas dalam bidang pemerintahan yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai kepala wilayah kecamatan, sehingga membuat peran sebagai PPAT Sementara hanya merupakan tugas sampingan, akibatnya semua urusan yang berperan sebagai PPAT Sementara cenderung diserahkan kepada staf. Selain itu kurangnya penyuluhan-penyuluhan dari Badan Pertanahan tentang arti pentingnya pendaftaran tanah kepada masyarakat, mengakibatkan juga tugas camat jadi bertambah, yaitu juga harus melaksanakan penyuluhan-penyuluhan di antara tugas-tugas lainnya yang telah banyak menunggu.

Berdasarkan data prariset pada Kantor Kecamatan Pagar Dewa maka diketahui bahwa pada tahun 2013 terdapat sebanyak 16 warga yang mengajukan penerbitan Akta Jual Beli (AJB), padahal menurut catatan terdapat sebanyak 38 kegiatan jual beli tanah yang dilakukan oleh warga di Kecamatan Pagar Dewa. Artinya warga yang mengurus AJB hanya mencapai 42,10%, sedangkan sebanyak 57,90% tidak melaporkan ke Camat. Hal ini menunjukkan kesadaran warga untuk mengurus legalitas hak milik atas tanahnya masih relatif rendah dan menunjukkan camat kurang berperan dalam penerbitan Akta Jual Beli tanah di Kecamatan Pagar Dewa (Sumber: Prariset pada Kantor Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat. Selasa 10 Juni 2014).

(23)

7

cara mempersiapkan dirinya agar selalu memiliki kemampuan yang tinggi untuk menghindari kendala-kendala di lapangan yang semakin kompleks. Pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara pada dasarnya untuk memenuhi kekurangan formasi PPAT Notaris, sehingga perlu dipertimbangkan juga mengenai latar belakang pendidikan dari Camat itu sendiri, karena pendidikan sangat mempengaruhi kesanggupan camat dalam perannya sebagai PPAT Sementara. Dengan pendidikan yang memberikan ketrampilan khusus dan pengetahuan yang luas tentang hukum tanah, maka pelaksanaan peran dan kewajibannya sebagai PPAT Sementara akan terpenuhi.

Kecamatan Pagar Dewa merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tulang Bawang Barat, dipimpin seorang camat yang menjabat sebagai PPAT Sementara. Dengan demikian maka camat memiliki kewenangan dalam bidang pertanahan di wilayah kecamatan. Berdasarkan hal tersebut maka penulis akan melakukan penelitian mengenai implementasi kewenangan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah implementasi

kewenangan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat?”

1.3 Tujuan Penelitian

(24)

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis, yaitu sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat berguna untuk pengembangan bidang kajian Ilmu Manajemen Pemerintahan, khususnya kajian yang berkaitan dengan kewenangan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di wilayah pemerintahan kecamatan.

2. Kegunaan Praktis

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Tentang Implementasi Kewenangan Camat 2.1.1 Tinjauan Tentang Implementasi

Menurut Wahab (2004: 67), implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu dan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran.

Menurut Lane sebagaimana dikutip Sabatier (2006: 21-48), implementasi sebagai konsep dapat dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, implementation= F (Intention, Output, Outcome). Sesuai definisi tersebut, implementasi merupakan fungsi yang

terdiri dari maksud dan tujuan, hasil sebagai produk dan hasil dari akibat. Kedua, implementasi merupakan persamaan fungsi dari implementation = F (Policy, Formator, Implementor, Initiator, Time). Penekanan utama kedua fungsi ini

adalah kepada program itu sendiri, kemudian hasil yang dicapai dan dilaksanakan oleh implementor dalam kurun waktu tertentu.

(26)

merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atas kejadian-kejadian.

Selanjutnya menurut Mazmanian 1983) sebagaimana dikutip oleh Wahab (2004; 67), implementasi merupakan pelaksanaan program dasar berbentuk undang-undang juga berbentuk perintah atau keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan badan peradilan. Proses implementasi ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output program dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan seterusnya sampai perbaikan yang bersangkutan. Ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: (1) karakteristik dari masalah (tractability of the problems); (2) karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation); (3) variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementations).

Implementasi secara sederhana diartikan pelaksanaan atau penerapan. Browne dan Wildavsky (dalam Diana dan Tjipto, 2003:7) mengemukakan bahwa implementasi

adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”. Implementasi melibatkan

usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang disebut “street level

(27)

11

Proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak, seperti dikemukakan oleh Tarwiyah (2005;11), yaitu:

a) Adanya program atau program yang dilaksanakan;

b) Target groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan dapat menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan;

c) Unsur pelaksana (implementor), baik organisasi atau perorangan, yang bertanggungjawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.

Secara etimilogis pengertian implementasi menurut kamus Webster yang dikutip oleh Wahab (2004: 64),bahwa konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu) dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak / akibat terhadap sesuatu)

Pengertian di atas menunjukkan bahwa implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan program yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

(28)

diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada warganegaranya. Namun dalam praktinya badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat dari undang-undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

Pengertian di atas menunjukkan bahwa implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan program, tetapi pemerintah dalam membuat program juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah program tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu program tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

(29)

13

Pandangan tersebut di atas menunjukkan bahwa proses implementasi tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri target group, melainkan menyangkut lingkaran kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa konsekuensi logis terhadap dampak baik yang diharapkan maupun dampak yang tidak diharapkan. Definisi ini menyiratkan adanya upaya mentransformasikan keputusan kedalam kegiatan operasional, serta mencapai perubahan seperti yang dirumuskan oleh keputusan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka implementasi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana untuk membuat sesuatu dan memberikan hasil yang bermanfaat bagi penerimanya.

2.1.2 Tinjauan Tentang Kewenangan

(30)

Menurut Philipus M. Hadjon (2003: 8), kewenangan (authority)adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan. Pengorganisasian (organizing) merupakan penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya dan lingkungan yang melingkupinya.

Pelaksanaan kewenangan secara bijaksana merupakan faktor kritis bagi efektivitas organisasi. Dalam pelaksanaan kewenangan, terutama dalam organisasi, peranan pokok kewenangan adalah dalam fungsi pengorganisasian, dan hubungan kewenangan dengan kekuasaan sebagai metode formal, di mana pimpinan menggunakannya untuk mencapai tujuan individu dan organisasi. Kewenangan formal tersebut harus didukung juga dengan dasar-dasar kekuasaan dan pengaruh informal. Pimpinan perlu menggunakan lebih dari kewenangan resminya untuk mendapatkan kerjasama dengan bawahan mereka.

Menurut Philipus M. Hadjon (2003: 13), terdapat tiga asas dalam pelaksanaan kewenangan, yaitu:

a. Atribusi, adalah kewenangan yang melekat pada suatu jabatan yang berasal dari undang-undang.

b. Delegasi, adalah pemindahan/pengalihan kewenangan yang ada. Atau dengan kata lain pemindahan kewenangan atribusi kepada pejabat di bawahnya dengan dibarengi pemindahan tanggung jawab.

(31)

15

Berkaitan dengan asas delegasi, yang merupakan asas paling penting dalam pelaksanaan kewenangan dalam organisasi, terdapat empat kegiatan delegasi kewenangn. Menurut Philipus M. Hadjon (2003: 14), Kegiatan ini artinya ialah proses di mana para pimpinan mengalokasikan kewenangan kepada bawah an dengan delegasi sebagai berikut:

a. Pendelegasi menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada bawahan. b. Pendelegasi melimpahkan kewenangan yang di perlukan untuk mencapai

tujuan atau tugas.

c. Penerimaan delegasi, baik implisit atau eksplisit, menimbulkan kewajiban atau tanggung jawab.

d. Pendelegasi menerima pertanggung jawaban bawahan untuk hasil-hasil yang dicapai.

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan implementasi kewenangan dalam penelitian ini adalah suatu proses untuk memastikan terlaksananya pekerjaan yang menjadi kewenangan camat dalam penerbitan akta otentik, yang di dalamnya mencakup policy (kebijakan), formator (format pelaksanaan pekerjaan) implementor (langkah nyata dalam pelaksanaan pekerjaan), initiator (inisiatif dalam melaksanakan pekerjaan) dan time (waktu penyelesaian pekerjaan).

2.2Tinjauan Tentang Camat dan Kecamatan

2.2.1 Pengertian Camat

(32)

camat merupakan penyelenggara pemerintah di tingkat Kecamatan yang menerima pelimpahan sebagian wewenang pemerintah dari Bupati atau Walikota yang bersangkutan.

Menurut Wasistiono (2009: 28), camat memiliki kewenangan atributif dan delegatif, dalam kaitan kewenangan delegatif, Camat menerima sebagian kewenangan dari Bupati/Walikota. Dalam identifikasi pelayanan, termasuk penentuan pilihan siapa yang akan menyediakan pelayanan, apakah kantor kecamatan sendiri (public sector), pihak swasta atau kemitraan dengan swasta.

Pengertian di atas menunjukkan bahwa Camat berkedudukan sebagai kepala wilayah (wilayah kerja, namun tidak memiliki daerah dalam arti daerah kewenangan), karena melaksanakan tugas umum pemerintahan di wilayah kecamatan, khususnya tugas-tugas atributif dalam bidang koordinasi pemerintahan terhadap seluruh instansi pemerintah di wilayah kecamatan, penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban, penegakan peraturan perundang-undangan, pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan, serta pelaksanaan tugas pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh pemerintahan desa/kelurahan dan/atau instansi pemerintah lainnya di wilayah kecamatan. Oleh karena itu, kedudukan camat berbeda dengan kepala instansi pemerintahan lainnya di kecamatan, karena penyelenggaraan tugas instansi pemerintahan lainnya di kecamatan harus berada dalam koordinasi Camat.

(33)

17

dan menjadi daerah yang senantiasa tetap aman. Hal ini berguna sekali untuk menjaga tatanan warganya dan memungkinkan lebih terorganisirnya kegiatan-kegiatan yang berlangsung dalam masyarakatnya. Seorang camat memiliki hak untuk mengatur dan untuk mengorganisir kelancaran dan proses pembagian agar berjalan dengan baik, lancar dan sebagaimana mestinya

Pengertian di atas menunjukkan bahwa camat sebagai perangkat daerah yang mempunyai kekhususan dibandingkan dengan perangkat daerah lainnya dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya untuk mendukung pelaksanaan asas desentralisasi. Kekhususan tersebut yaitu adanya suatu kewajiban mengintegrasikan nilai-nilai sosial budaya, menciptakan stabilitas dalam dinamika politik, ekonomi dan budaya, mengupayakan terwujudnya ketenteraman dan ketertiban wilayah sebagai perwujudan kesejahteraan rakyat serta masyarakat dalam kerangka membangun integritas kesatuan wilayah.

(34)

Pengertian di atas menunjukkan bahwa kecamatan yang dipimpin oleh Camat perlu diperkuat dari aspek sarana prasarana, sistem administrasi, keuangan dan kewenangan bidang pemerintahan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan sebagai ciri pemerintahan kewilayahan yang memegang posisi strategis dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintahan kabupaten/kota yang dipimpin oleh bupati/walikota. Sehubungan dengan itu, Camat melaksanakan kewenangan pemerintahan dari duasumber yakni: pertama, bidang kewenangan dalam lingkup tugas umum pemerintahan, dan kedua, kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat dinyatakan bahwa camat merupakan pimpinan dari tim kerja perangkat wilayah kecamatan yang bertanggung jawab di lingkungan kerjanya. Peran Camat dalam penyelenggaraan pemerintahan lebih sebagai pemberi makna pemerintahan di wilayah kecamatan dan sebagai perpanjangan tangan dari bupati/walikota di wilayah kerjanya.

2.2.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Camat

(35)

19

Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat, mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan, mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum, mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan, membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan, dan melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.

Tugas Camat dalam membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1) huruf Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan, meliputi:

a. Melakukan pembinaan dan pengawasan tertib administrasi pemerintahan desa dan/atau kelurahan

b. Memberikan bimbingan, supervisi, fasilitasi, dan konsultasi pelaksanaan administrasi desa dan/atau kelurahan

c. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kepala desa dan/atau lurah d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat desa dan/atau

kelurahan

(36)

f. Melaporkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan di tingkat kecamatan kepada bupati/walikota.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa Camat mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota sesuai karakteristik wilayah, kebutuhan daerah dan tugas pemerintahan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2.2.3 Kewenangan Camat

Menurut Wasistiono (2009: 29-30), camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek: perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan, pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan, dan kewenangan lain yang dilimpahkan. Pelaksanaan kewenangan camat mencakup penyelenggaraan urusan pemerintahan pada lingkup kecamatan sesuai peraturan perundang-undangan.

Menurut Pasal 15 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan, Camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek:

(37)

21

b. Pembinaan; c. Pengawasan; d. Fasilitasi; e. Penetapan;

f. Penyelenggaraan; dan

g. Kewenangan lain yang dilimpahkan.

Kewenangan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara sesuai dengan ketentuan di atas termasuk dalam kewenangan lain yang dilimpahkan, yaitu penunjukkan Camat sebagai PPAT sementara dilakukan di dalam hal di daerah Kabupaten / Kota sebagai wilayah kerjanya masih tersedia formasi PPAT. Sedangkan penunjukkan Kepala Kantor Pertanahan sebagai PPAT khusus dilakukan oleh Kepala Badan untuk perbuatan hukum tertentu.

2.2.4 Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara

Menurut PPAT Sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dan membuat akta di daerah yang belum cukup PPAT, dalam hal ini yang ditunjuk adalah camat. (R. Soegondo Notodisoerjo, 2007: 38).

(38)

dilakukan di dalam hal di daerah Kabupaten / Kota sebagai wilayah kerjanya masih tersedia formasi PPAT. Sedangkan penunjukkan Kepala Kantor Pertanahan sebagai PPAT khusus dilakukan oleh Kepala Badan untuk perbuatan hukum tertentu.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang disebut Pejabat Pembuat Akta Tanah yang biasa disingkat PPAT adalah: pejabat umum yang diberikan kewenangan membuat akta-akta otentik perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Dalam PP No. 37/1998 ini juga memuat PPAT sementara dan PPAT khusus. (R. Soegondo Notodisoerjo, 2007: 42).

PPAT sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dan membuat akta di daerah yang belum cukup PPAT dalam hal ini yang ditunjuk adalah camat. PPAT khusus adalah Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu, khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu.

(39)

23

Dari pengertian PPAT di atas, maka dapat dilihat betapa pentingnya fungsi dan peranan PPAT dalam melayani kebutuhan masyarakat dalam hal pertanahan baik pemindahan hak atas tanah, pemberian hak baru atau hak lainnya yang berhubungan dengan hak atas tanah. Mengingat pentingnya tugas dan fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam kehidupan masyarakat di Indonesia sekarang ini maka pemerintah menetapkan juga kriteria-kriteria dan syarat-syarat dari Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan orang yang dapat diangkat menjadi PPAT menurut Pasal 11 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 37/1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu :

a. PPAT diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional.

b. Untuk dapat diangkat sebagai PPAT yang bersangkutan harus lulus ujian PPAT yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

c. Ujian PPAT diselenggarakan untuk mengisi formasi PPAT di Kabupaten/Kota yang formasi PPATnya belum terpenuhi.

(40)

Menurut Sahat Sinaga (2007: 101-102), tugas, wewenang dan kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sebagai berikut :

a. Membantu pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum untuk mengajukan permohonan ijin pemindahan hak dan permohonan penegasan konversi serta pendaftaran hak atas tanah.

b. Membuat akta mengenai perbuatan hukum yang berhubungan dengan hak atas tanah dan hak tanggungan (akta jual beli, tukar menukar dan lain-lain).

Sedangkan mengenai wewenang dari PPAT adalah sebagai berikut: a. Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum, mengenai :

1) Jual beli* 2) Hibah*

3) Tukar menukar.

4) Pemasukan ke dalam perusahaan (Inbreng) 5) Pembagian hak bersama.

6) Pemberian HGB / Hak Pakai atas Tanah Hak Milik. 7) Pemberian hak tanggungan.

8) Pemberian kuasa membebanan hak tanggungan.

b. PPAT dapat membuat akta mengenai perbuatan hukum mengenai hak atas tanah (antara lain termasuk Hak Guna Usaha dan tanah bekas Hak Milik adat) atau hak-hak atas tanah yang menurut sifatnya dapat dialihkan atau dibebani Hak Tanggungan atau membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. c. PPAT Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum

(41)

25

Untuk kewajiban dari PPAT sesuai dengan Pasal 45 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1/2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Nomor 37/1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah sebagai berikut :

a. Menjunjung tinggi Pancasila UUD 45 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT. c. Menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada Kepala

Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

d. Menyerahkan protokol PPAT dalam hal :

1) PPAT yang berhenti menjabat menyerahkan kepada PPAT di daerah kerjanya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan.

2) PPAT sementara yang berhenti sebagai PPAT sementara kepada PPAT sementara yang menggantikannya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan. 3) PPAT khusus yang berhenti sebagai PPAT khusus kepada PPAT khusus

yang menggantikannya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan.

4) Membebaskan uang jasa pada orang yang tidak mampu yang dibuktikan secara sah.

(42)

b. Berkantor hanya di 1 (satu) kantor dalam daerah kerja sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Pengangkatan PPAT.

c. Menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf dan teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor wilayah, Bupati/Wali Kota, Ketua Pengadilan Negri dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan.

d. Melaksanakan jabatan secara nyata setelah pengambilan sumpah jabatan. e. Memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan

ukurannya ditetapkan oleh Kepala Badan.

Apabila akta PPAT telah dapat menjawab pertanyaan mengenai telah terpenuhi kecakapan dan kewenangan sedang Kantor Pertanahan masih memerlukan persyaratan yang berkaitan dengan terpenuhinya kecakapan dan kewenangan, maka Kantor Pertanahan akan ikut bertangung jawab atau setidak-tidaknya telah mengurus sesuatu hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab PPAT (misal kuasa menjual atau persetujuan suami / istri).

Fungsi dan tanggung jawab PPAT serta tanggung jawab pertanahan beranjak dari sistem publikasi negatif dan kewajiban menilai dokumen, maka sebaiknya terdapat pembagian fungsi dan tanggung jawab antar PPAT dan petugas pendaftaran PPAT berfungsi dan bertanggung jawab :

(43)

27

b. PPAT bertanggung jawab terhadap terpenuhinya unsur kecakapan dan kewenangan penghadap dalam akta dan keabsahan perbuatan haknya sesuai data dan keterangan yang disampaikan kepada para penghadap yang dikenal atau diperkenalkan.

c. PPAT bertanggung jawab dokumen yang dipakai dasar melakukan tindakan hukum kekuatan dan pembuktiannya telah memenuhi jaminan kepastian untuk ditindaklanjuti dalam akta otentik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. PPAT bertanggung jawab sahnya perbuatan hukum sesuai data keterangan

para penghadap serta menjamin otensitas akta dan bertanggung jawab bahwa perbuatannya sesuai prosedur.

2.2.5 Pengertian Kecamatan

Menurut Pasal 120 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa kecamatan merupakan salah satu Perangkat daerah kabupaten/kota.

Pasal 126 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa:

(1) Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

(44)

Penjelasan Pasal 126 Ayat (1) menyatakan bahwa kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Penjelasan tersebut menunjukan adanya dua perubahan penting yaitu sebagai berikut:

a. Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan seperti pada masa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, melainkan menjadi wilayah. Sebagai wilayah kerja, kecamatan bukan lagi wilayah kekuasaan dari camat tetapi areal tempat camat bekerja (sama dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, Pasal 1 huruf (m).

b. Camat adalah perangkat daerah kabupaten dan daerah kota, bukan lagi kepala wilayah administrasi pemerintahan seperti pada masa Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974. (Sama dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, Pasal 1 huruf (m).

Konsekuensi logisnya, camat bukan lagi penguasa tunggal yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Menurut Wasistiono (2009: 28), perbedaan filosofi antara Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah:

a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 melanjutkan penggunaan filosofi keanekaragaman dalam kesatuan. Berdasarkan filosofi ini, Daerah tetap diberi kebebasan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. b. Selain tetap menggunakan paradigma penguatan peran politik berupa

(45)

29

c. Tugas utama pemerintah daerah yang semula sebagai promotor pembangunan berubah menjadi pelayan masyarakat.

d. Semula dari dominasi legislative (legislative heavy) mengarah pada pola pembagian kewenangan yang seimbang (check and balances).

e. Masih tetap menggunakan pola otonomi yang asimetris,

f. Pengaturan terhadap Desa yang terbatas, menggantikan pengaturan yang luas dan seragam secara nasional.

g. Memadukan penggunaan pendekatan “besaran dan isi otonomi” (size and content approach) dalam pembagian daerah otonom dengan pendekatan

berjenjang (level approach) yang bersifat semu

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa kecamatan merupakan wilayah kerja dari perangkat pemerintah Kecamatan yang mencakup beberapa desa atau kelurahan yang berada di wilayahnya. Pengaturan penyelenggaraan kecamatan baik dari sisi pembentukan, kedudukan, tugas dan fungsinya secara legalistik diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sebagai perangkat daerah, Camat mendapatkan pelimpahan kewenangan yang bermakna urusan pelayanan masyarakat. Selain itu kecamatan juga akan mengemban penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan.

2.3Tinjauan Tentang Hak Milik Atas Tanah

2.3.1 Pengertian Hak Milik Atas Tanah

(46)

dalam Pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (Disingkat UUPA), yang menegaskan bahwa, hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA, dan hak ini dapat beralih serta dialihkan pada pihak lain.

Sehubungan dengan pengertian tersebut Soedharyo Soimin (1993: 1) mengatakan bahwa, hak milik adalah hak yang dapat diwariskan secara turun temurun, secara terus menerus dengan tidak harus memohon haknya kembali apabila terjadi pemindahan hak.

Selanjutnya A. P. Parlindungan (1998: 137) menegaskan bahwa, unsur-unsur dari hak milik:

a. Turun temurun

Bahwa hak milik dapat diwariskan pada pihak lain atau ahli waris apabila pemiliknya meninggal dunia tanpa harus memohon kembali bagi ahli waris untuk mendapatkan penetapan

b. Terkuat dan terpenuh

(47)

31

c. Fungsi sosial

Maksudnya adalah meskipun hak milik sifatnya terkuat dan terpenuh tetapi tetap mempunyai fungsi sosial, yang mana apabila hak ini dibutuhkan untuk kepentingan umum maka pemiliknya harus menyerahkannya pada negara dan mendapatkan ganti rugi yang layak

d. Dapat beralih dan dialihkan

Hak milik dapat dialihkan pada pihak yang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik melalui penjualan, penyerahan, hibah atau bahkan melalui hak tanggungan.

Sebagai salah satu jenis hak atas tanah maka hak milik merupakan hak yang terkuat, terpenuh serta turun temurun. Hal ini sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) UUPA yang menyebutkan bahwa hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.

a. Hak milik atas tanah terjadi di sini dapat didaftarkan pada kantor pertanahan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan sertifikat hak milik.

b. Hak milik atas tanah yang terjadi karena penetapan pemerintah.

Hak milik atas tanah yang terjadi di sini semua berasal dari tanah negara. Hak milik atas tanah yang terjadi ini karena permohonan pemberian hak milik atas tanah oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

c. Hak milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan undang-undang

(48)

maka semua hak atas tanah yang ada harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam undang-undang pokok agraria. Yang dimaksud dengan konversi adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan berlakunya UUPA. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA. (A.P. Parlindungan,1998: 140)

2.3.2 Pendaftaran Tanah

Pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termaksud pemberian sertifikat, sebagai surat tanda bukti hanya bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

(49)

33

termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya. (Budi Harsono, 2003:73)

Kata-kata “suatu rangkaian kegiatan” menunjuk kepada adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain, berturutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data yang diperlukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan bagi rakyat. Kata “terus menerus” menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia harus selalu dipelihara, dalam arti disesuaikan dengan perubahan perubahan yang terjadi kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan terakhir.

Kata “teratur” menunjukan, bahwa semua kegiatan harus berlandaskan peraturan

perundang-undangan yang sesuai, karena hasilnya akan merupakan data bukti menurut hukum, biarpun daya kekuatan pembuktiannya tidak sulalu sama dalam hukum negara-negara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah.(Budi Harsono, 2003:73)

Berdasarkan pengertian dari pendaftaran tanah di atas, dapat disebutkan bahwa unsur-unsur dari pendaftaran tanah yaitu:

(1) Rangkaian kegiatan, bahwa kegiatan yang dilakukan dalam pendaftaran tanah adalah, kegiatan mengumpulkan baik data fisik, maupun data yuridis dari tanah.

(50)

(3) Teratur dan terus menerus, bahwa proses pendaftaran tanah merupakan suatu kegiatan yang didasarkan dari peraturan perundang-undangan, dan kegiatan ini dilakukan secara terus-menerus, tidak berhenti sampai dengan seseorang mendapatkan tanda bukti hak.

(4) Data tanah, bahwa hasil pertama dari proses pendaftaran tanah adalah, dihasilkannya data fisik dan data yuridis. Data fisik memuat data mengenai tanah, antara lain, lokasi, batas-batas, luas bangunan, serta tanaman yang ada di atasnya. Sedangkan data yuridis memuat data mengenai haknya, antara lain, hak apa, pemegang haknya, dll.

(5) Wilayah, bisa merupakan wilayah kesatuan administrasi pendaftaran, yang meliputi seluruh wilayah Negara.

(6) Tanah-tanah tertentu, berkaitan dengan oyek dari pendaftaran tanah.

(7) Tanda bukti, adanya tanda bukti kepemilikan hak yang berupa sertifikat. (Budi Harsono, 2003:32)

Adapun tujuan pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 UUPA yaitu bahwa pendaftan tanah diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan, sebagaimana pada garis besarnya telah dikemukakan dalam pendahuluan tujuan pendaftaran tanah seperti yang dinyatakan dalam Pasal 3 PP Nomor 24 tahun 1997 adalah:

(51)

35

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termaksud pemerintah agar dengan mudah, dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

c. Untuk terselenggarakan tertib administrasi pertanahan. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan, tertib administrasi di bidang pertanahan untuk mencapai tertib administrasi tersebut disetiap bidang tanah dan satuan rumah susun termaksud peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftarkan.

Untuk penyajian data tersebut diselenggarakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotadata tersebut dikenal sebagai daftar umum yang terdiri atas peta pendaftar, daftar tanah, surat, ukur, buku tanah dan daftar nama para pihak yang berkepentingan terutama calon pembeli dan calon kreditur.

2.4Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang sesuai dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Supyandi (2011)

Penelitiannya berjudul Pengaruh Implementasi Kebijakan Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Terhadap Efektivitas Kepemilikan Akta

Jual Beli Tanah Di Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung. Hasil

(52)

urusan pertanahan, sehingga masalah-masalah yang berhubungan dengan permohonan akta jual beli tanah sebagai salah satu bukti otentik kepemilikan tanah kurang tertangani dengan baik. Mekanisme kebijakan yang dapat dijadikan acuan untuk melaksanakan kebijakan oleh Camat selaku PPAT di dalam meningkatkan kepemilikan akta jual beli tanah kurang diperhatikan. Kurang optimalnya implementasi kebijakan Camat selaku PPAT memberikan pengaruh terhadap efektivitas tingkat kepemilikan akta jual beli tanah.

Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah metode penelitian digunakan adalah penelitian kuantitatif dan penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan serta menganalisis dengan cara ekspalanatif, sedangkan penelitian ini menggunakan penelitian tipe penelitian kualitatif. Unit analisis dalam penelitian di atas adalah responden penelitian, sedangkan dalam penelitian ini adalah informan. Pengumpulan data dalam penelitian di atas menggunakan kuisioner sedangkan penelitian ini menggunakan wawancara dan dokumentasi. Analisis data penelitian di atas menggunakan statistic, sedangkan penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.

2. Wahyu Fitri Wibowo (2010)

Penelitiannya berjudul: Peran Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara dalam Proses Pendaftaran Tanah di Kabupaten

Karanganyar. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam melaksanakan

(53)

37

bersangkutan. Dalam hal Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sementara, harus pula disadari bahwa pemberian tugas dan kewenangan tersebut sifatnya sementara karena ex officio sebagai Kepala Wilayah (Camat). Hal ini hendaknya dimaklumi, sebagai aparat pemerintah karena jabatannya, Camat sebagai kepala wilayah wajib dan harus mengetahui betul dan mengerti kondisi dan permasalahan di wilayahnya, utamanya masalah pertanahan (status pemilikan mutasi tanah, rencana pemanfaatan dan penggunaannya). Dengan kondisi jabatan demikian, dalam praktek pelaksanaan fungsi ke-PPAT-an, tidak dapat dilepaskan/dipisahkan secara tegas dengan fungsi sebagai kepala Wilayah maupun Pegawai Negeri dengan predikat abdi negara dan abdi masyarakat. Keberadaan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara di Kabupaten Karanganyar, masih diperlukan sebab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris banyak terkonsentrasi di Kota. Peranan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara dalam proses pendaftaran tanah di Kabupaten Karanganyar sangat besar dikaitkan dengan tingkat pemahaman masyarakat tentang pendaftaran tanah yang relatif masih minim. Namun demikian kondisi tersebut harus diantisipasi secara positif oleh Camat. Seyogyanya kondisi demikian justru menjadi dorongan tersendiri bagi Camat sebagai PPAT untuk mawas dini dalam pemberian pelayanan ke PPAT-an kepada masyarakat.

(54)

perspektif manajemen pemerintahan. Analisis data dalam penelitian di atas menggunakan analisis yuridis kualitatif, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.

2.5Kerangka Pikir

Tanah merupakan suatu kebutuhan pokok serta bentuk investasi yang bernilai tinggi bagi masyarakat di dunia. Permasalahan yang menyangkut pertanahan dari segi empiris sangat erat kaitannya dengan peristiwa sehari-hari, permasalahan-permasalahan tersebut semakin kompleks dengan terbitnya berbagai kebijakan-kebijakan deregulasi dan debirokratisasi dibidang pertanahan menyongsong era perdagangan bebas. Akta yang dibuat PPAT merupakan salah satu alat bukti yang kuat telah dilakukannya suatu perbuatan hukum dalam bidang pertanahan.

Akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah. PPAT adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah/ Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. PPAT Sementara adalah Camat yang ditunjuk sebagai pejabat yang berwenang membuat akta oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi.

(55)

39

kriteria masyarakatnya, letak hak atas tanah dan hubungan kedekatan Camat dengan masyarakatnya.

Kewenangan camat sebagai PPAT terdiri dari membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum, dapat membuat akta mengenai perbuatan hukum mengenai hak atas tanah dan berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebutkan secara khusus dalam penunjukkannya.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis implementasi kewenangan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat. Implementasi yang dimaksud mengacu pada teori yang dikemukakan Sabatier (2006: 21-48), implementasi sebagai konsep implementasi merupakan persamaan fungsi dari implementation = F (Policy, Formator, Implementor, Initiator, Time). Teori di atas dikombinasikan dengan

pendapat Mazmanian dalam Wahab (2004; 67), bahwa ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: (1) karakteristik dari masalah (tractability of the problems); (2) karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation); (3) variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementations).

(56)
(57)

III. METODE PENELITIAN

3.1Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dan kawasannya dan dalam peristilahannya. Penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti objek dengan cara menuturkan, menafsirkan data yang ada, ada pelaksanaanya melalui pengumpulan, penyusunan, analisa dan interpretasi data yang diteliti pada masa sekarang. Tipe penelitian ini dianggap sangat relevan untuk dipakai karena menggambarkan keadaan objek yang ada pada masa sekarang secara kualitatif berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian (Moleong, 2005:8).

3.2 Fokus Penelitian

(58)

Pada prinsipnya fokus penelitian dimaksudkan untuk dapat membantu penulis agar dapat melakukan penelitiannya sehingga hanya akan ada beberapa hal atau beberapan aspek yang dapat diarahkan penulis sesuai dengan tema yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan penjelasan tersebut maka fokus dalam penelitian ini adalah implementasi kewenangan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat, yaitu sebagai berikut:

a. Policy, yaitu kebijakan yang ditempuh Camat Pagar Dewa dalam melaksanakan jabatannya sebagai PPAT

b. Formator, yaitu format pelayanan oleh Camat Pagar Dewa dalam melaksanakan jabatannya sebagai PPAT

c. Implementor, yaitu langkah-langkah nyata yang ditempuh Camat Pagar Dewa

dalam melaksanakan jabatannya sebagai PPAT

d. Initiator, yaitu inisiatif yang diambil Camat Pagar Dewa dalam melaksanakan

jabatannya sebagai PPAT

e. Time, yaitu waktu penyelesaian pengerjaan akta oleh Camat Pagar Dewa dalam melaksanakan jabatannya sebagai PPAT

f. Karakteristik dari masalah (tractability of the problems), yaitu masalah-masalah yang dihadapi Camat dalam melaksanakan jabatannya sebagai PPAT g. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation), yaitu peraturan perundang-undangan yang melegalisasi kewenangan Camat sebagai PPAT

(59)

43

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat, sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada Tahun 2014.

3.4 Informan

Menurut Moleong (2005: 6), penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu atau perorangan. Untuk memperoleh informasi yang diharapkan, peneliti terlebih dahulu menentukan informan yang akan dimintai informasinya. Penentuan informan penelitian ini menggunakan metode bola salju (snawball), yaitu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perolehan data di lapangan. Informan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Camat Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat

(Rohmini, S.Pd) : 1 orang

2. Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten

Tulang Bawang Barat (Drs. Agus Purnomo, MM) : 1 orang 3. Masyarakat di Kecamatan Pagar Dewa yang Mengajukan AJB

(Sarmawi dan Tekad) : 2 orang

4. Masyarakat di Kecamatan Pagar Dewa yang tidak

Mengajukan AJB (Imam dan Suwandri) : 2 orang+

Jumlah : 6 orang

3.5Jenis Data

(60)

1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber penelitian atau lokasi penelitian.

2. Data Sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian, seperti buku, majalah, atau literatur lain.

3.6Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Wawancara, yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data melalui percakapan langsung dengan para informan yang berkaitan dengan masalah penelitian, dengan menggunakan pedoman wawancara.

2. Dokumentasi, yaitu teknik untuk mendapatkan data dengan cara mencari informasi dari berbagai sumber atau referensi yang terkait dengan penelitian, seperti buku, agenda, arsip, surat kabar dan internet.

3.7Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan berikut: 1. Editing, tahap ini dilakukan dengan mengedit data dan memeriksa kembali

data yang telah diperoleh di pada pelaksanaan penelitian.

2. Interpretasi, tahap ini dilakukan dengan memberikan interpretasi atau penjabaran berbagai data yang diperoleh sesuai dengan fokus penelitian.

3.8Teknik Analisa Data

(61)

45

dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Teknik analisa data dalam penelitian dilaksanakan dengan tahapan analisis sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan dituangkan ke dalam bentuk laporan untuk di reduksi, dirangkum, difokuskan pada hal-hal penting, dan selanjutnya dicari tema dan polanya disusun secara sistematis. Data yang di reduksi memberi gambaran yang tajam tentang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan.

2. Penyajian Data (Display)

Untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian harus diusahakan membuat bermacam matriks, grafik, jaringan, dan bagian atau bisa pula dalam bentuk naratif saja.

3. Mengambil Kesimpulan (Verifikasi)

Peneliti berusahan mencari arti, pola, tema, yang penjelasan alur sebab akibat, dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama penelitian berlangsung, dalam hal ini dengan cara penambahan data baru.

3.9Teknik Keabsahan Data

(62)
(63)

IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1Profil Kecamatan Pagar Dewa

Kecamatan Pagar Dewa terbentuk pada tahun 2006 memiliki luas 9.950 hektar, dengan ibukota di Kampung Pagar Dewa. Jarak ibu kota Kecamatan Pagar Dewa dengan ibu kota kabupaten adalah sekitar 30 kilo meter. Dataran Kecamatan Pagar Dewa berada sekitar 20 meter di atas permukaan laut.

Batas-batas wilayah Kecamatan Pagar Dewa adalah: sebelah Utara Kecamatan Lambu Kibang; sebelah Selatan berbatasan dengan Tulang Bawang Tengah; sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Negeri Besar Kabupaten Way Kanan; dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang.

Kecamatan Pagar Dewa terdiri atas 6 kampung, yaitu: Kampung Pagar Dewa (luas 4.000 hektar), Kampung Bujung Dewa (luas 2.800 hektar), Kampung Bujung Sari Marga (luas 758 hektar), Kampung Pagar Dewa Suka Mulya (luas 965 hektar); Kampung Cahyo Randu (luas 1.429 hektar) dan Kampung Marga Jaya Indah (luas 600 hektar).

(64)

4.2Visi dan Misi Kecamatan Pagar Dewa

Visi Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah:

“Mewujudkan Kecamatan Pagar Dewa Yang Tumbuh dan Berkembang Menuju

Daya Saing”

Untuk mencapai visi yang ditetapkan oleh Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah:

1. Mewujudkan tata kelola pemerintahan Kecamatan yang baik

2. Membangun perekonomian Kecamatan berbasisi perkebunan karet dan kelapa sawit serta industri rumah tangga yang adil dan berkelanjutan

3. Meningkatkan daya dukung sarana dan infrastruktur wilayah 4. Mewujudkan masyarakat yang demokrats dan taat hukum

(Sumber: Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2014)

4.3Tujuan dan Sasaran Kecamatan Pagar Dewa

Tujuan merupakan pejabaran misi SKPD yang lebih spesifik dan terukur sebagai upaya mewujudkan visi dan misi Kecamatan Pagar Dewa yang dilengkapi dengan rencana sasaran yang hendak di capai. Tujuan Kecamatan Pagar Dewa adalah: 1. Meningkatnya pelayanan dan kualitas kesehatan masyarakat

2. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban umum 3. Meningkatnya kinerja pemerintahan

4. Meningkatnya kualitas dan kuantitas infrastruktur pertanian

(65)

49

6. Terbangunnya pembangunan ekonomi dengan basis agrobisnis

7. Meningkatkatnya kesadaran dan partisipasi dalam penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan

8. Meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana dan fasilitas pelayanan umum 9. Meningkatnya penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan 10.Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan desa

11.Meningkatnya kualitas pelayanan masyarakat.

Sasaran adalah pejabaran dari tujuan secara terukur, yaitu sesuatu yang akan dicapai/dihasilkan secara nyata. Sasaran Kecamatan Pagar Dewa adalah:

1. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat didukung oleh Jamkesmas, Jamkesmasda, Poskesdes, Pustu, Puskes Rawat Inap

2. Pengembangan infrastruktur sebagai pelayanan dasar ditentukan pada peningkatan kualitas infrastruktur yang ada

3. Revitalisasi areal dan komoditas perkebunan rayat khususnya komoditas sawit dan karet

4. Terwujudnya peningkatan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan

5. Terwujudnya peningkatan penyelenggaraan pemerintahan desa 6. Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan masyarakat

Gambar

Gambar 1.   Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2 Struktur Organisasi Kecamatan Pagar Dewa

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja karet dan biaya tenaga kerja kelapa sawit secara simultan dan parsial berpengaruh nyata terhadap konversi lahan karet

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan yang dialami oleh pemain PS Tamsis Bima adalah senam vitalisasi otak yaitu sebuah latihan fisik yang bertujuan

Selama asset tetap dimiliki dan digunakan dalam kegiatan operasi normal perusahaan, agar tidak cepat terjadi kerusakan dari umur yang telah ditetapkan dan untuk

Numeričke simulacije vlastitog pogona su provedene metodom s variranjem opterećenja vijka, tj. za željenu brzinu broda je procijenjen broj okretaja brodskog vijka te je broj

Jadi dapat disimpulkan bahwa kebutuhan informasi pemustaka akan suatu informasi terjadi karena adanya kesenjangan dalam diri pemustaka tersebut, yaitu antara pengetahuan

Berdasarkan kepada kombinasi antara wacana-wacana tasawuf yang dekat dengan kelompok Sufi dan pemikiran pembaharuan agama Birgivi, Gottfried Hagen telah merumuskan

Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas ubi jalar, kentang, pati ubi kayu, dan pati jagung sebagai sumber pati alami, bahan- bahan kimia yang digunakan untuk modifikasi