• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kesalahan frasa preposisional pada headline news koran suara Tangerang Selatan edisi bulan Oktober-November 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kesalahan frasa preposisional pada headline news koran suara Tangerang Selatan edisi bulan Oktober-November 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

oleh Nurmah 1110013000074

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

Headline News Koran Suara Tangerang Selatan Edisi Bulan

Oktober-November 2013 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di bawah bimbingan: Dr. Darsita Suparno, M. Hum, Desember 2014.

Dalam penelitian ini, masalah yang dikaji adalah analisis kesalahan frasa preposisional pada headline news koran Suara Tangerang Selatan edisi bulan Oktober-November 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesalahan penulisan frasa preposisional pada headline news koran Suara Tangerang Selatan dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA. Objek dalam penelitian ini adalah headline news koran Suara Tangerang Selatan edisi bulan Oktober-November 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan metode pengambilan data simak dengan teknik catat dan metode analisis data padan ekstralingual dengan teknik analisis data: teknik hubung banding menyamakan, teknik hubung banding membedakan serta teknik hubung banding menyamakan hal pokok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam analisis kesalahan frasa preposisional pada koran Suara Tangerang Selatan edisi bulan Oktober-November 2013 terdapat 30 kesalahan dari 14 data yang penulis analisis. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kesalahan dalam penulisan frasa preposisional pada koran Suara Tangerang Selatan.

(7)

i

News in Suara Tangerang Selatan Newspaper October-November 2013 Edition, and the Implication to Indonesian Language and Literature Study in Senior High School". Education Department of Indonesian Language and Literature, Faculty of MT and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Under the supervison: Dr. Darsita Suparno, M. Hum, December 2014.

In this reasearch, the problem which analyzed is prepositional error phrase on headline news Suara Tangerang Selatan Newspaper October-November 2013 edition, and the Implication to Indonesian language and literature Study in Senior High School. This research purpose is to describe wrong writing prepositional error phrase on headline news in Suara Tangerang Selatan Newspaper and the implication to Indonesian language and literature study in Senior High School. The object in this research is headline news in Suara Tangerang Selatan Newspaper October-November 2013 edition. The method that used in this research is qualitative descriptive method with data attentively retrieval data with the recording technique and extralingual comparrison data analysys with data analysys technique: relational comparrison equalize technique, relational comparrison diffrentiate technique and relational comparrison equalize main point.

The result is to showed that in prepositional error phrase in Suara Tangerang Selatan Newspaper October-November 2013 edition there are 30 errors of 14 data that analysys author. Therefore, it can be conclude that still have a mistake in prepositional phrase writing in Suara Tangerang Selatan newspaper.

(8)

ii

Puji serta syukur penulis sanjungkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kesalahan Frasa Preposisional pada Headline News Koran Suara Tangerang Selatan Edisi Bulan Oktober-November 2013 dan Implikasinya

terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Selawat dan

salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menjauhkan kita dari jalan kebodohan dan telah membawa ke jalan yang terang benderang. Skripsi ini, penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Selain itu, juga untuk melatih keterampilan menulis penulis dan untuk menambah pengetahuan bagi penulis sendiri maupun untuk orang lain.

Keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini juga karena bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Nurlena Rifa’i, M.A.,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Hindun, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Darsita Suparno, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang telah sangat sabar, teliti, dan meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingannya kepada penulis.

4. Segenap dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang juga memberikan masukan berharga bagi penulis.

(9)

iii

7. Sahabat seperjuangan PBSI B angkatan 2010, teman-teman rumah, teman-teman di Astawana Nusantara terutama kepada Muhammad Noe yang selalu memberikan dukungan materil, moril, dan semangat sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.

8. Teman-teman di Organisasi Belantara Merah Putih Adventure terutama kepada Iwank yang selalu memberikan semangat dan memberikan motivasi yang membuat penulis semakin bersemangat untuk menyelesaikan dengan cepat skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini tanpa dapat dituliskan satu persatu.

Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Namun, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, karena pengetahuan penulis belum seberapa. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, Desember 2014

(10)
(11)

v

A. Analisis Kesalahan Frasa Preposisional pada Headline News Koran Suara Tangerang Selatan Edisi Bulan Oktober-November 2013 . 45 B. Implikasi Penelitian Frasa Preposisional terhadap Pembelajaran Bahasa

dan Sastra Indonesia di SMA ... 76

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Simpulan ... 78

B. Saran ... 79

(12)
(13)

1

A. Latar Belakang

Manusia memerlukan bahasa dalam berkomunikasi. Bahasa berfungsi sebagai alat atau perantara untuk menyampaikan informasi baik lisan maupun tulisan, yang memiliki tujuan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan keinginan dari seorang penutur kepada petutur. Dalam penyampaian informasi, tentunya harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, agar maksud yang disampaikan oleh penutur dapat dengan mudah dipahami oleh petutur.

Berbahasa memilki empat keterampilan dasar, yaitu mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Antara keempat keterampilan berbahasa itu memilki hubungan yang saling berkaitan, serta memiliki tujuan yang sama, yakni untuk mendapatkan pesan atau informasi. Untuk mendapatkan informasi yang lebih luas, seseorang dituntut untuk membaca. Dengan banyak membaca, maka akan menambah pengetahuan dan pengalaman yang baru. Tetapi, dalam kegitan membaca itu, sangat diperlukan kemampuan membaca yang memadai dan kritis, agar seorang pembaca dapat sekaligus menilai bahasa yang digunakan oleh penulis.

Dalam kaitannya dengan membaca, kegiatan menulis memiliki tujuan untuk menyampaikan suatu pesan. Seorang penulis harus lebih memperhatikan apa yang hendak ia tulis dan menerapkan aturan-aturan penulisan yang baik dan benar, agar tulisan yang ia buat itu sesuai dengan maksud dan tujuannya. Selain itu, pengunaan bahasa yang efektif bisa membuat maksud yang ingin disampaikan penulis tergambar lengkap dalam pikiran pembaca atau pendengar, persis seperti yang disampaikannya. Jadi, dengan penggunaan bahasa Indonesia yang efektif, pembaca lebih mudah memahami maksud yang disampaikan penulis dalam karyanya.

(14)

Kegiatan menulis juga dapat ditemukan dalam pembelajaran di sekolah. Sekolah merupakan wadah bagi para siswa untuk mengembangkan segala potensi yang mereka miliki. Sekolah juga berperan penting dalam mempersiapkan generasi muda yang akan ikut serta membangun masyarakat dan dapat menempatkan diri mereka masing-masing sesuai dengan apa yang mereka telah dapatkan di sekolah. Salah satunya, yakni dengan mengembangkan minat siswa untuk menulis. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang harus diperhatikan dalam setiap kegiatannya di sekolah.

Dewasa ini, masih dijumpai pada tulisan-tulisan siswa adanya penyimpangan-penyimpangan dalam hal kaidah bahasa. Siswa masih kurang mampu menggunakan secara tepat dan benar ejaan dalam penulisan. Banyak siswa yang masih rancu dalam menempatkan kata-kata dalam kalimat. Disadari atau tidak, siswa seringkali kurang memperhatikan apakah tulisannya itu sudah sesuai aturan atau tidak. Di samping itu, ketidakpahaman dalam penulisan preposisi atau kata depan, menyebabkan adanya kesalahan penulisan yang tidak sesuai dengan ejaan yang disempurnakan. Akibatnya, sering terjadi kesalahan dalam berkomunikasi.

Bagi seorang pengajar, kegiataan menulis di sekolah jangan diabaikan begitu saja. Tapi dijadikan sebagai suatu proses yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan ide dan gagasannya menjadi sebuah tulisan. Seperti halnya sebuah karangan yang dibuat oleh siswa. Isi tulisan dan teknik penulisan siswa perlu menjadi sebuah perhatian yang khusus, dengan memperhatikan penggunaan ejaan yang baik dan benar. Pengajar tentunya harus membimbing dan mengarahkan para siswa dalam menulis. Tujuannya, agar hasil penulisan karangan siswa dapat dipahami baik isi tulisan maupun teknik penulisannya.

(15)

menyampaikan informasi melalui cara-cara tradisional seperti jaringan komunikasi berantai dari satu individu ke individu yang lain. Kehidupan sosial masyarakat tidak dapat terlepas dari pengaruh media massa. Media massa merupakan instrument penting dalam pembangunan kemajuan suatu bangsa. Karena itu, keberadaan media massa di publik sangat penting dan tidak dapat dipisahkan. Media massa dapat digolongkan menjadi tiga, yakni media cetak, media elektronik dan media internet.

Pada zaman modern ini, media massa terus berkembang lebih maju. Dengan fasilitas-fasilitas yang memadai pada saat ini, maka sangat mudah untuk mendapatkan informasi yang diinginkan secara cepat dan tepat. Salah satunya mencari informasi melalui media cetak seperti buku, koran, majalah, paper dan sebagainya. Tetapi, untuk mendapatkan informasi dari media cetak seseorang dituntut untuk memilki keterampilan membaca.

Koran merupakan salah satu jenis media cetak yang menggunakan bahasa tulis sebagai medianya. Melalui koran masyarakat dapat mengetahui informasi-informasi terkini dan aktual dari kejadian-kejadian dalam suatu masyarakat baik yang bersifat lokal, nasional maupun mancanegara.

Pada dasarnya, kita harus ketahui bahwa bahasa koran merupakan bahasa yang diupayakan dapat dikonsumsi oleh seluruh kalangan masyarakat. Sehingga, bahasa yang digunakan pun tentunya harus melingkupi semua kalangan yang mengkonsumsi media ini pula. Tetapi, tidak semua media massa memperhatikan lebih jauh bagaimana mereka menggunakan bahasa pada setiap wacana yang disampaikan.

(16)

yang profesional dan lebih terampil dalam menempatkan bahasa. Oleh karena itu,

penulis akan mengangkat judul dari permasalahan ini, yakni “Analisis Kesalahan Frasa Preposisional pada Headline News Koran Suara Tangerang Selatan Edisi Bulan Oktober-November 2013 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini di antaranya:

1. Kurangnya kesadaran akan penggunaan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar, terutama dalam penulisan frasa preposisional di dalam sebuah kalimat.

2. Ketiadaan atau keterbatasan media pembelajaran dalam menerapkan cara menulis yang efektif.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasai masalah di atas, dengan adanya kesalahan berbahasa yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar, maka penulis membatasi masalah penelitian ini hanya pada analisis kesalahan frasa preposisional pada wacana yang difokuskan pada headline news yakni koran Suara Tangerang Selatan dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: “Bagaimana analisis kesalahan frasa preposisional pada

headline news koran Suara Tangerang Selatan dan implikasinya terhadap

(17)

E. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesalahan penulisan frasa preposisional pada headline

news koran Suara Tangerang Selatan dan implikasinya terhadap pembelajaran

bahasa dan sastra Indonesia di SMA. F. Manfaat Penelitian

Selain ingin mencapai tujuan di atas, peneliti berharap agar penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian ini di antaranya:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang penggunaan frasa preposisional yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman tambahan yang nantinya bisa diaplikasikan dalam kehidupan nyata. b. Penelitian ini dapat membuka wawasan serta memberikan masukan

bagi para mahasiswa untuk lebih memperhatikan penggunaan frasa preposisi yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar.

(18)

6

A. Analisis Kesalahan

Kesalahan atau error berarti tidak benar, suatu bagian yang menyimpang dari suatu objek. Kesalahan juga berarti penyimpangan berbahasa secara sistematis yang ditimbulkan karena belum dikuasainya kaidah-kaidah kebahasaan. Dapat dikatakan kesalahan terjadi karena adanya beberapa penyimpangan dari norma baku. Sebagimana pendapat Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan bahwa analisis kesalahan adalah “suatu prosedur kerja, yang biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sempel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu”.1

Ruru dan Ruru, seperti dikutip Mansoer Pateda dalam bukunya Analisis

Kesalahan, mengatakan bahwa:

“Analisis kesalahan adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan, mengkalsifikasikan dan menginterprestasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh si terdidik yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur berdasarkan linguistik”.2

Jika penggunaan bahasa lisan maupun tulisan menyimpang dari faktor penetu berkomunikasi, maka dikatakan ada kesalahan dalam berbahasa begitupula dengan penyimpangan dari norma kemasyarakatan dan kaidah tata bahasa Indonesia.

Berdasarkan definisi di atas, menurut penulis analisis kesalahan berbahasa adalah suatu penyelidikan terhadap penyimpangan-penyimpangan dalam berbahasa baik secara lisan maupun tulisan, yang mana bahasa itu tidak sesuai dengan kaidah-kaidah tata bahasa indonesia.

1

Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa

(Bandung: Angkasa, 1990), h. 198.

2

(19)

Corder seperti dikutip Mansoer Pateda dalam bukunya Analisis

Kesalahan, membedakan pengertiaan kekeliruan „mistakes‟ dan kesalahan „error‟.

Kekeliruan mengacu pada performasi, sedangkan kesalahan mengacu pada kompetensi. Dengan kata lain, kekeliruan adalah penyimpangan yang tidak sistematis, misalnya karena kesalahan, emosi atau salah ucap, sedangkan kesalahan adalah penyimpangan-penyimpangan yang sifatnya sistematis, konsisten dan menggambarkan kemampuan si terdidik pada tahap tertentu.3

Corder seperti dikutip Mansoer Pateda dalam bukunya Analisis

Kesalahan, menyebut tiga kategori dasar kesalahan, yakni:

(1) Kesalahan presismatik, „presystematic errors‟, yakni kesalahan yang muncul ketika si terdidik mencoba mengatasi persoalan penggunaan bahasa.

(2) Kesalahan sistematis „systematic errors‟, yakni kesalahan yang muncul apabila si terdidik telah memiliki kompetensi bahasa tertentu atau bahasa sasaran „target language‟.

(3) Kesalahan pascasistematis „post-systematic errors‟, yakni kesalahan yang dibuat si terdidik ketika ia memeraktekan bahasa.

Dalam kehidupan sehari-hari, baik itu dalam berkomunikasi, menulis, dan membaca, seringkali menemukan kesalahan-kesalahan dalam berbahasa. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan kesalahan itu. Seperti halnya saat seseorang ingin mempelajari bahasa kedua setelah bahasa ibunya. Budaya yang dibawa dari bahasa ibunya itu akan selalu melekat dalam dirinya sehingga ketika mempelajari bahasa kedua sering terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam berbahasa.

Kesalahan yang perlu dianalisis melingkupi tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Analisis kesalahan bidang fonologi, misalnya kesalahan yang berhubungan dengan pelafalan, grafemik, pungtuasi dan silabisasi. Analisis kesalahan bidang morfologi, misalnya kesalahan yang bertalian dengan morfem, kata dengan segala derivasinya, sedangkan analisis kesalahan bidang sintaksis, misalnya menyangkut urutan kata, koherensi, logika kalimat. Akhirnya analisis

3

(20)

kesalahan bidang semantik, misalnya kesalahan yang berhubungan dengan ketepatan penggunaan kata atau kalimat yang didukung oleh makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.4

B. Sintaksis

Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu kata ύ syn yang berarti bersama-sama, dan ά ιϛ tάxis yang berarti urutan.5 Sintaksis ialah cabang dari tata bahasa yang mempelajari hubungan kata atau kelompok kata dalam kalimat dan menerangkan hubungan-hubungannya yang terjadi. Jika morfologi meneliti peristiwa gramatikal yang terjadi dalam batas kata itu sendiri, maka sintaksis mempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata yaitu dalam hubungan satuan yang disebut kalimat.6

M. Ramlan mengatakan bahwa sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa, berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk beluk kata dan morfem. Untuk menjelaskan uraian itu, diambil contoh kalimat.

(1) Seorang pelajar sedang belajar di perpustakaan.

Kalimat di atas terdiri daari satu klausa yang terdiri dari S, ialah seorang

pelajar, P, ialah sedang belajar, dan KET, ialah di perpustakaan. Tiap-tiap fungsi

dalam klausa itu terdiri dari satuan yang disebut frasa, ialah seorang pelajar,

sedang belajar, dan di perpustakaan, yang masing-masing terdiri dari dua kata,

ialah seorang dan pelajar yang membentuk frasa seorang pelajar, sedang dan

belajar yang membentuk frasa sedang belajar, dan di serta perpustakaan yang

membentuk frasa di perpustakaan.7

Menurut Stryker yang dikutip oleh Henry Guntur Tarigan dalam bukunya

Pengajaran Sintaksismengatakan bahwa, “sintaksis adalah telaah mengenai pola

-pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabungkan kata menjadi

4

Ibid., h. 33-34.

5

Muhammad, Metode Penelitian Bahasa (Jogjakarta: Ar- Ruzz Media, 2011), h. 137.

6

Gustaf Sitindaon, Pengantar Linguistik dan Tata Bahasa Indonesia (Bandung: CV

Pustaka Prima, 1984), h. 102.

7

(21)

kalimat”. Menurut Henry Guntur Tarigan sintaksis adalah salah satu cabang tata bahasa yang menelaah struktur-struktur kalimat, klausa, dan frasa.8

Berdasarkan definisi di atas, menurut penulis sintaksis adalah cabang tata bahasa yang mengkaji hubungan antara kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.

Dalam pembahasan sintaksis, yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis; serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu; (2) satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana; dan (3) hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis, seperti masalah modus, aspek, dan sebagainya.9

1. Kategori Sintaksis

Dalam ilmu bahasa, kata dikelompokkan berdasarkan bentuk serta perilakunya. Kata yang mempunyai bentuk serta perilaku yang sama, atau mirip, dimasukkan ke dalam satu kelompok, sedangkan kata lain yang bentuk dan perilakunya sama atau mirip dengan sesamanya, tetapi berbeda dengan kelompok yang pertama, dimasukkan ke dalam kelompok yang lain. Dengan kata lain, kata dapat dibedakan berdasarkan kategori sintaksisnya. Kategori sintaksis sering pula disebut kategori atau kelas kata.

Dalam bahasa Indonesia kita memiliki empat kategori sintaksis utama: (1) verba atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat, dan (4) adverbia atau kata keterangan. Di samping itu, ada satu kelompok lain yang dinamakan kata tugas yang terdiri atas beberapa subkelompok yang lebih kecil, misalnya preposisi atau kata depan, konjungtor atau kata sambung, dan partikel.

Nomina, verba, dan adjektiva sering dikembangkan dengan tambahan pembatas tertentu. Nomina, misalnya, dapat dikembangkan dengan nomina lain, dengan adjektiva, atau dengan kategori lain (gedung gedung sekolah, gedung

bagus, gedung yang bagus itu). Verba dapat diperluas, antara lain, dengan

8

Henry Guntur Tarigan, Sintaksis (Angkasa: Bandung, 1984), h. 4.

9

(22)

adverbia seperti pelan-pelan (makan makan pelan-pelan), dan adjektiva dapat diperluas dengan adverbia seperti sangat (sangat sangat manis). Pada tataran sintaksis, nomina dan perkembangannya disebut frasa nominal. Hal yang sama berlaku pada verba yang menjadi frasa verbal dan pada adjektiva pada frasa adjektival. Preposisi yang diikuti kata atau frasa lain menghasilkan frasa preposisional.

2. Fungsi Sintaksis

Tiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaksis, artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kaimat. Fungsi utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan. Di samping itu, ada fungsi lain seperti atributif (yang menerangkan), koordinatif (yang menggabungkan secara setara), subordinatif (yang menggabungkan secara bertingkat).

Predikat dalam bahasa Indonesia dapat berwujud frasa verbal, adjektival, nominal, numeral, dan preposisional. Berikut ini adalah beberapa contoh predikat.

(2) a. Ibu sedang makan di dapur. b. Gempa minggu lalu keras sekali. c. Ayah saya lurah desa Kajen.

d. Dia dari medan.

Di samping predikat, kalimat umumnya mempunyai pula subjek. Dalam bahasa Indonesia subjek biasanya terletak di muka predikat. Subjek dapat berwujud nomina, tetapi pada keadaan tertentu kategori lain juga dapat menduduki fungsi subjek. Dari contoh di atas tampaklah bahwa subjek untuk kalimat (a) adalah ibu; untuk kalimat (b) gempa minggu lalu; untuk kalimat (c)

ayah saya; dan untuk kalimat (d) dia.

Subjek yang bukan nomina terlihat pada contoh berikut. (3) a. Membangun gedung makan biaya.

(23)

c. Merah adalah warna dasar.

Ada juga kalimat yang mempunyai objek. Pada umumnya objek yang berupa frasa nominal berada di belakang predikat yang berupa frasa verbal transitif aktif; objek itu berfungsi sebagai subjek jika kalimat tersebut diubah menjadi kalimat pasif. Dalam kalimat:

(4) a. Kasdun memanggil orang itu. b. Hal ini merupakan masalah besar.

orang itu adalah objek karena nomina itu (a) berdiri di belakang predikat

verbal dan (b) dapat menjadi subjek bila kalimat (a) diubah menjadi kalimat pasif seperti terlihat pada (4a).

(4a) Orang itu dipanggil oleh Kasdan.

Sebalikanya, masalah besar pada kalimat (4b) bukanlah objek, melainkan pelengkap karena meskipun frasa nominal tersebut berada di belakang predikat verbal, frasa itu tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Kalimat (4b) dalam bahasa Indonesia tidak gramatikal.

(4b) *Masalah besar dirupakan oleh hal ini.

(24)

3. Peran Sintaksis

Suatu kata dalam konteks kalimat memiliki peran sintaksis teretntu. Perhatikan contoh berikut.

(5) Farida menunggui adiknya. (6) Pencuri itu lari.

(7) Penjahat itu mati.

(8) Johan melihat kecelakaan itu.

Dari segi peran sintaksis, Farida pada (10) adalah pelaku, yakni orang yang melakukan perbuatan menunggui. Adiknya pada kalimat ini adalah sasaran, yakni yang terkena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Pencuri pada (11) adalah juga pelaku-dia melakukan perbuatan lari. Akan tetapi, penjahat pada (12) bukanlah pelaku karena mati bukanlah perbuatan yang dia lakukan, melainkan suatu peristiwa yang terjadi padanya. Oleh karena itu, meskipun wujud sintaksisnya mirip dengan (11), penjahat itu pada (12) adalah sasaran. Pada kalimat (13) Johan bukanlah pelaku ataupun sasaran. Ada suatu peristiwa, yakni kecelakaan, dan peristiwa itu menjadi rangsang yang kemudian masuk ke benak dia. Jadi, Johan di sini mengalami peristiwa tersebut. Karena itu, peran sintaksis

Johan adalah pengalam.

Dari pembahasan di atas, jelaslah bahwa satu kata bisa dilihat dari tiga segi. K(ategori sintaksis), F(ungsi sintaksis), dan P(eran sintaksis). Lihatlah diagram berikut.10

(10) Farida menunggui adiknya.

K F P K F P K F P

Nom Sub Pel Verba Pred Perbuatan Nom Obj Sas

10

(25)

C. Kata

Para tata bahasawan tradisional biasanya memberi pengertian terhadap kata berdasarkan arti dan ortobigarfi. Kata adalah “satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti”. 11

Masnur Muslih mengatakan bahwa kata berbeda dengan morfem sebab kata adalah satuan ujaran bebas terkecil yang bermakna.12

Berdasarkan definisi di atas, menurut penulis kata adalah unsur bahasa yang mempunyai satu arti baik saat diucapkan maupun ditulis, dan diapit oleh dua buah spasi.

Leksikologi mempelajari seluk-beluk kata, ialah mempelajari perbendaharaan kata dalam suatu bahasa, mempelajari pemakian kata serta artinya seperti dipakai oleh masyarakat pemakai bahasa.13 Misalnya kata masak. Kata ini mempunyai berbagai-bagai arti dalam pemakainnya, seperti yang dijelaskan dalam kamus, sebagai berikut:

1. Sudah sampai tua hingga boleh dipetik, dimakan, dsb. Misalnya Buah yang masak di pohon.

2. Sudah jadi (tentang masakan). Misalnya Meskipun sudah sejam direbus,

Belum masak juga ubi ini.

3. Sudah selesai. Sudah dipikirkan. Misalnya Adunan ini belum masak;

Bangsa kita dianggapnya belum masak.

4. Mengolah, membuat penganan, misalnya Masak kue lapis.

Selanjutanya diterangkan pula arti kata bentukan dari kata tersebut. Kata

masak-memasak berarti „hal atau urusan memasak makanan, dan sebaginya‟ν

memasakkan artinya „memasak untuk orang lain‟ν mungkin juga berarti

„menjadikan masak‟ν masakan berarti „barang apa yang dimasak, seperti lauk

11

Chaer, Linguistik Umum, h.162.

12

Masnur Muslich, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 4.

13

M. Ramlan, Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif (Yogyakarta: U.P. Karyono, 1980)h.

(26)

pauk, makanan, dan sebagainya‟ν pemasak berarti „orang yang memasak‟, mungkin juga berarti „alat untuk memasak‟ν pemasakanberarti „hal memasak‟.

Meskipun leksikologi maupun morfologi mempelajari soal arti, tetapi terdapat perbedaan anatara keduanya. Perbedaannya ialah bahwa morfologi mempelajari arti yang timbul sebagai akibat peristiwa gramatis, ialah yang biasa disebut arti gramatis atau makan, sedangkan leksikologi mempelajari arti yang lebih kurang tetap yang terkandung dalam kata, atau yang lazim disebut atri leksis.

Sebagai contoh misalnya, di samping kata rumah terdapat kata berumah. Kedua kata tersebut, masing-masing memiliki arti leksis. Kata rumah berarti „bangunan untuk tempat tinggal‟, „bangunan pada umumnya‟, dan kata berumah berarti „mempunyai rumah‟, „diamν tinggal‟. Mengenai arti leksis dan pemakaian kata tersebut dibicarakan dalam leksikologi, sedangkan morfologi membicarakan perubahan strukturnya, dari rumah menjadi berumah, perubahan golongan, dari kata benda menjadi kata kerja, serta perubahan arti yang timbul sebagi akibat melekatnya afiks ber- pada rumah, ialah timbulnya makna „mempunyai‟ atau ]„memakai, mempergunakan kata berumah tidak dapat \kan dalam golongan kata benda, melainkan dimasukkan dalam golongan kata kerja, yang lazim disebut golongan kata verba.

D. Preposisi (Kata Depan)

Kata depan atau preposisi berasal dari bahasa Latin yang dibentuk oleh kata praebearti „sebelum‟ dan kata ponere berarti „menempatkan, tempat‟. Dalam bahasa Inggris kata depan disebut preposition, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut voorzetsel.14

Menurut Gorys Keraf seperti yang dikutip M. Ramlan dalam bukunya

Kata Depan atau Preposisi dalam Bahasa Indonesia menentukan kata depan

berdasarkan ciri morfologis dan ciri sintaksis. Secara morfologis, pada umumnya kata depan sukar sekali mengalami perubahan bentuk, dan secara sintaksis kata

14Wikipedia Indonesia, “Preposisi”, artikel diakses pada 10 Mei 2013, pukul 08:23 WIB

(27)

golongan tersebut tidak dapat menduduki fungsi subyek, predikat, dan obyek, melainkan berfungsi untuk memperluas atau mengadakan transformasi kalimat. Selain dari pada itu, kata golongan ini pada umumnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.15

Preposisi biasa digolongkan ke dalam kelas kata partikel karena bentuknya relatif tidak mengalami perubahan dalam pembentukan satuan-satuan bahasa yang lebih besar daripada kata. Kelompok kata-kata partikel, seperti di, ke, pada (preposisi), dan, atau, tetapi (konjungsi) tidak pernah dapat berfungsi sebagai subjek, presikat, atau objek dalam kalimat tanpa kehadiran kata dari kategori lain sebagai pelengkapnya membentuk frasa preposisi.

Preposisi pada dasarnya “terikat” pada nomina. Ia berfungsi menyatakan hubungan antara nomina yang didahuluinya atau diikutinya) dengan predikat kalimat. Secara lain dapat dikatakan bahwa preposisi merupakan predikat peringkat rendah atau predikat sekunder yang disubordinasikan pada predikat utama yang dinyatakan oleh verba. Dalam hubungan itu, preposisi bertugas menyatakan secara eksplisit apa peran nomina pelengkapnya pada predikat yang lebih tinggi.

Dari uraian di atas jelas bahwa preposisi pada dasarnya selalu diikuti oleh kategori nomina dan berfungsi menyatakan hubungan antara nomina yang menjadi objek atau pelengkapnya dengan predikat kalimat.16

Berdasarkan definisi di atas, menurut penulis kata depan (preposisi) adalah kata yang biasanya terdapat di depan kata benda dan berfungsi untuk merangkaikan kata-kata itu menjadi satu.

Telah dikemukakan bahwa secara semantik kata depan menandai pertalian antara kata atau frasa yang mengikutinya, atau yang disebut petanda, dengan kata atau frasa lain dalam kalimat atau frasa yang lebih besar. Pada bagian ini akan dibicarakan pertalian yang ditandakan oleh tiap-tiap kata depan. Pertalian itu untuk selanjutnya disebut dengan istilah makna.

15

M. Ramlan, Kata Depan atau Preposisi dalam Bahasa Indonesia (Yogyakarta: U.P

Karyono, 1980), h. 11.

16

Hans Lapoliwa, Frasa Prepsosisi dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Pembinaan

(28)

1. Akan

Kata depan inidipakai untuk menandai makna „penderita‟, maksudnya apa yang tersebut pada kata atau frasa yang mengikuti kata depan menderita tindakan atau mengalami suatu keadaan.

2. Akibat

Kata depan inidipakai untuk menandai makna „sebab‟.

3. Antar

a. Menandai makna „penderita‟, maksudnya apa yang tersebut pada kata atau frasa yang mengikutinya menderita akibat tindakkan atau mengalami keadaan yang tersebut pada kata atau frasa lain.

b. Menandai makna „alasan‟, maksudnya apa yang tersebut pada kata atau frasa yang mengikuti kata depan ini menyatakan „alasan‟. c. Menandai makna „unsur‟ atau „bagian‟, maksudnya apa yang

tersebut pada kata frasa yang mengikuti kata depan ini merupakan unsur atau bagian.

d. Menandai makna „alat‟.

6. Bagaikan

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „perbandingan yang mengandung persamaan‟, maksudnya apa yang tersebut pada kata atau frasa yang mengikutinya mempunyai persamaan dengan apa yang tersebut pada inti kalimat.

7. Bagi

(29)

8. Berkat

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „sebab‟.

9. Bersama

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „peserta‟, ialah orang atau sesuatu yang ikut serta.

10.Bersama-sama

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „peserta‟.

11.Beserta

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „peserta‟.

12.Buat

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „peruntukan‟.

13.Dalam

Kata depan ini dipakai untuk:

a. Menandai makna „tempat yang memiliki ruang‟.

b. Menandai makna „sesuatu yang dianggap sebagai tempat yang

a. Menandai makna „asal‟. Pengertian asal itu mungkin berhubungan dengan tempat, waktu, keadaan, dan lain-lainnya.

(30)

Kata depan ini dipakai untuk:

a. Menandai makna „perbandingan yang menyatakan bahwa terbanding itu lebih dibandingkan dengan pembandingnya‟.

b. Menandai makna „bahan‟. c. Menandai makna „milik‟.

16.Dekat

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „jarak yang tidak jauh‟.

17.Demi

c. Menandai makna „cara‟ atau dengan kata lain, kata depan dengan bersama petandannya membentuk keterangan cara, ialah keterangan yang menyatakan bagaimana suatu peristiwa terjadi, atau bagaimana suatu tindakan dilakukan.

d. Menandai makna „pelaku‟, ialah yang melakukan suatu tindakan. e. Menandai makna „penderita‟, sehingga apabila kata kerjanya

diubah menjadi kata kerja transitif, kata atau frasa yang menjadi petanda kata depan itu menjadi objeknya.

19.Di

(31)

petandanya‟ν di balik menandai makna „tempat berada yang terletak di petandanya‟ν di dekatmenandai makna „tempat berada yang tidak jauh dari petandanya‟ν di depan, di hadapan, dan di muka menandai makna „tempat berada yang merupakan lawan belakang‟ν di luar menandai makna „tempat berada yang merupakan lawan dalam‟ν di samping dan

di sebelah menandai makna „tempat berada di kanan atau di kiri apa

yang tersebut pada petandanya‟ν di sekeliling, di sekitar dan di seputar menandai makna „tempat berada yang tersebut pada petandanya‟ν di

sepanjang menandai makna „tempat berada yang sama panjangnya

dengan apa yang tersebut pada petandanya‟ν di tengah dan di

tengah-tengah menandai makna „tempat berada yang terlelak di antara dua

tepi atau dua garis batas‟.

20.Hingga

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „batas akhir‟. Makna batas akhir itu mungkin berhubungan dengan waktu, mungkin juga berhubungan dengan tempat, dan mungkin juga berhubungan dengan hal-hal lain.

21.Karena

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „sebab‟. 22.Ke

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „tempat, arah, atau sesuatu yang dituju‟. Kata depan ke antara menandai makna „tempat yang dituju merupakan jarak antara dua tempat atau dua benda‟ν ke

arah menandai makna „tempat yang dituju yang menyatakan jurusan‟ν

ke atas menandai makna „tempat yang dituju lebih tinggi daripada apa

(32)

yang dituju terletak di belakang apa yang tersebut pada petandanya‟ν

ke bawah menandai makna „tempat yang dituju terletak lebih rendah

daripada apa yang tersebut pada petandanya‟ν ke belakang menandai makna „tempat yang dituju merupakan lawan daripada muka‟ν ke

dalam menandai makna „tempat yang dituju merupakan ruangan yang

dimiliki oleh petandanya‟ν ke dekat menandai makna „tempat yang dituju tidak jauh dari petandanya‟ν ke depan, ke hadapan, dan ke muka menandai makna „tempat yang dituju merupakan lawan belakang‟ν ke luar menandai makna „tempat yang dituju merupakan lawan dalam‟ν

ke samping dan ke sebelahmenandai makna „tempat yang dituju yang

terletak di kanan atau di kiri apa yang tersebut pada petandanya‟ν ke

sekeliling, ke sekitar dan ke seputar menandai makna „tempat yang

dituju yang mengelilingi apa yang tersebut pada petandanya‟ν ke

tengah dan ke tengah-tengah menandai makna „tempat yang dituju

terlelak di antara dua tepi atau dua garis batas‟.

23.Kecuali

Kata depan ini dipakai untuk:

a. Menandai makna „ penjumlahan atau aditif‟.

b. Menandai makna „perkecualian‟ atau „eksepsi‟, maksudnnya apa yang dinyatakan pada petandanya merupakan perkecualian dari apa yang tersebut pada inti kalimat.

24.Kepada

Kata depan ini dipakai untuk:

a. Menandai makna „penerima‟, maksudnya apa yang dinyatakan pada petandanya menerima sesuatu yang diberikan oleh pelakunya. b. Menandai makna „sesuatu atau seseorang yang dituju‟.

c. Menandai makna „penderita‟.

25.Lewat

Kata depan ini dipakai untuk: a. Menandai makna „sesudah‟.

(33)

c. Menandai makna „lalu di ...‟.

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „berkenaan dengan ...‟.

28.Mengingat

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „alasan‟.

29.Menjelang

a. Menandai makna „pelaku tindakan‟ dalam kalimat pasif.

b. Menandai makna „pelaku tindakan‟ dalam frasa nominal yang merupakan hasil nominalisasi dari suatu klausa.

c. Menandai makna „sebab‟.

33.Pada

Kata depan ini dipakai untuk: a. Menandai makna „keberadaan‟.

(34)

c. Kata depan pada dipakai juga untuk menandai makna „arah yang dituju‟.

d. Kata depan pada dipakai untuk menandai makna „ penderita‟. e. Kata depan pada dipakai untuk menandai makna „penerima‟.

34.Sama

Kata depan ini dipakai untuk: a. Menandai makna „penderita‟. b. Menandai makna „peserta‟.

35.Sampai

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „batas terakhir‟.

36.Sebab

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „sebab‟.

37.Sebagai

Kata depan ini dipakai untuk:

a. Menandai makna „selaku‟, sehingga kata depan sebagai dapat diganti dengan kata selaku.

b. Menandai makna „perbandingan yang mengandung persamaan‟.

38.Sebagaimana

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „perbandingan yang menunjukan persamaan‟.

39.Secara

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „cara‟ atau dengan kata lain, kata secara bersama petandanya membentuk keterangan yang menyatakan „cara‟, ialah keterangan yang menyatakan bagaimana suatu peristiwa itu terjadi atau bagaimana suatu tindakan itu dilakukan.

40.Sedari

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „asal yang berhubungan dengan waktu‟.

(35)

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „asal yang berhubungan dengan waktu‟, atau dengan kata lain menyatakan „waktu permulaan‟ atau „waktu mulainya seuatu‟.

42.Sekeliling

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „lingkungan yang mengelilingi apa ynag tersebut pada petandanya‟.

43.Sekitar

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „lingkungan yang mengelilingi apa yang tersebut pada petandanya‟.

44.Selain

Kata depan ini dipakai untuk:

a. Menandai makna „perkecualian‟, maksudnya apa yang dinyatakan pada pertandanya merupakan perkecualian dari apa yang dinyatakan pada inti kalimat.

b. Menandai makna „penjumlahan‟ atau „aditif‟.

45.Selama

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „waktu berlangsungnya suatu peristiwa, suatu tindakan, suatu keadaan, dan lain-lainnya.

46.Semacam

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „kesamaan‟ dan „kemiripan‟.

47.Sepanjang

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „mengikuti panjangnya apa yang tersebut pada petandanya‟.

48.Seperti

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „kesamaan‟ dan „kemiripan‟.

49.Tanpa

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „tidak dengan‟.

50.Tentang

(36)

51.Terhadap

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „penderita‟ dan „berkenaan dengan ...‟.

52.Tinimbang

Kata depan yang berasal dari bahasa Jawa ini dipakai untuk menandai makna „perbandingan yang menunjukan bahwa sesuatu yang diperbandingkan atau terbanding lebih daripada pembandingnya‟.

53.Untuk

Kata depan ini dipakai untuk menandai makna „peruntukan‟ dan „kegunaan‟.17

E. Frasa

Frasa merupakan suatu kontruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah polar dasar kalimat maupun tidak. Sebuah frasa sekurang-kurangnya mempunyai dua anggota pembentuk. Anggota pembentuk ialah bagian sebuah frasa yang terdekat atau langsung membentuk frasa itu.18

Frasa adalah kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang. Contoh kalimat (1).

(1) {Secara {lebih mendalam}} kita {akan membahas} {kemampuan {menilai {{prestasi belajar} siswa}}} {untuk {kepentingan {pengajaran {yang lebih baik}}}.

(Frasa-frasa diapit antara kurung kurawalν adanya juga “frasa terkandung‟, artinya frasa di dalam frasa.

Bagian secara lebih mendalam adalah frasa adverbial, dengan frasa adjektival lebih mendalam sebagai bagian daripadanya- frasa terkandung; akan

membahas adalah frasa verbal; selanjutanya kemampuan menilai prestasi belajar

siswa adalah frasa nominal, dengan frasa verbal terkandung di dalamnya, yaitu

menilai prestasi belajar siswa, dan di dalam frasa verbal terakhir ini ada frasa

nominal yang terkandung lagi, yaitu prestasi belajar siswa, dan di dalamnya

17

Ramlan, Kata Depan atau Preposisi dalam Bahasa Indonesia, h. 27-116.

18

(37)

prestasi belajar, akhirnya, untuk kepentingan pengajaran yang lebih baik adalah frasa preposisional, di dalamnya ada frasa nominal kepentingan pengajaran yang

lebih baik , serta frasa nominal yang lebih kecil lagi, yaitu pengajaran yang lebih

baik, sedangkan di dalam frasa nominal terakhir ini ada frasa adjektival yang lebih

baik.

Di atas disebutkan bahwa frasa adalah “bagian fungsional”. Kualifikasi “fungsional” menyatakan bahwa bagian ini berfungsi sebagai konstituen di dalam kontituen yang lebih panjang. Misalnya saja, dalam contoh tadi kemampuan

menilai prestasi belajar siswa berfungsi sebagai objek pada verba membahas;

sebagai contoh lain, secara lebih mendalam adalah konstituen keterangan yang memodifikasi verba membahas. Sebaliknya, dalam (1), urutan kata mendalam

kita, atau pengajaran yang, tidak merupakan frasa karena tidak merupakan bagian

fungsional di dalam konstiuen yang lebih panjang.19 Frasa mempunyai dua sifat, yaitu:

1. Frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih. 2. Frasa merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa,

maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau KET. 20

Bagan:

S P O Ket

Adik saya Suka makan kacang goreng di kamar

Semua fungsi klausa di atas diisi oleh sebuah frasa: fungsi S diisi oleh frasa adik saya, fungsi P diisi oleh frasa suka makan, fungsi O oleh frasa kacang

goreng, dan fungsi Ket. Diisi oleh frasa di kamar.

Frasa bisa terdiri dari dua kata atau lebih dapat dibuktikan. Misalnya, frasa

adik saya dapat menjadi adik saya yang bungsu, atau adik saya yang baru saja

menikah, atau adik saya yang tinggal di jalan Lembang Jakarta Pusat. Begitu

19

J.W.M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2010 ), h. 291-292.

20

(38)

juga frasa kacang goreng, bisa menjadi sebungkus kacang goreng atau kacang

goreng asin. Sedangkan frasa di kamar bisa menjadi di kamar ayah, di kamar

tidur ayah, atau juga di kamar belejar kakak.21

Berdasarkan definisi di atas, menurut penulis frasa adalah satuan gramatik yang dibentuk dari dua kata atau lebih, yang tidak melampaui batas fungsi dari unsur suatu klausa.

Baik pada konstruksi majemuk maupun frasa, dapat dibedakan mana yang disebut endosentrik dan mana yang yang eksosentrik. Suatu bentukan disebut endosentrik, apabila konstruksi distribusinya sama dengan kedua (ketiga) atau salah satu unsur-unsurnya. Bentukkan itu disebut eksosentrik, apabila konstruksi itu berlainan distribusinya dari salah satu daripada unsur-unsurnya.22

Secara umum dibedakan dua macam frasa. Ada frasa endosentrik dan ada frase eksosentrik. Dikatakan sebuah frase adalah endosentrik apabila suatu kontruksi frase itu berdistribusi dan berfungsi sama dengan salah satu anggota pembentuknya. Sedangakan frasa eksosentrik ialah sebuah satuan konstruksi frasa yang tidak berperilaku sintatik sama dengan salah satu anggota pembentuknya. Dalam kontruksi frasa endosentris ada unsur yang berlaku sebagai unsur pusat dan beberapa unsur atribut. Unsur pusat ialah unsur yang menjadi pedoman satuan kontruksi frasa berdistribusi dan berfungsi.23

Untuk menggambarkan konstruksi frasa secara sederhana dan singkat lihatlah ikhtisar ini.

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 39.

22

Samsuri, Analisis Bahasa (Jakarta : Erlangga, 1994), h. 200.

23

(39)

1. Frasa Endosentrik

Frasa endosentrik ini lazim juga disebut frasa modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu (inggris head) mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya itu. Umpamanya, kata membaca yang belum diketahui kapan terjadinya, dalam frasa sedang

membaca dibatasi maknanya oleh kata sedang sehingga maknanya itu menjadi

„perbuatan membaca itu tengah berlangsung‟. Begitu juga kata sekali dalam frasa

mahal sekali membatasi makna kata mahal yang masih umum akan tingkat

kemahalannya menjadi tertentu. Jadi, komponen kedua dari frasa itu (komponen pertamanya yang menjadi inti frasa) memodifikasi makna komponen intinya. Perlu dijelaskan, letak komponen inti bisa pada posisi depan, seperti pada frasa

mahal sekali, merah jambu, dan gadis cantik; tetapi dapat pula pada posisi

belakang, seperti sedang membaca, sangat lincah, dan seekor kucing.

Selain itu frasa endosentrik lazim pula disebut sebagai frasa subordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frasa berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan. Sejalan dengan posisi komponen intinya, maka komponen atasan itu bisa terletak di sebelah depan, bisa juga di sebelah belakang.

Dilihat dari kategori intinya dapat dibedakan adanya frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, dan frasa numeral. Yang dimaksud frasa nominal adalah frasa endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronomina. Umpamanya, bus

sekolah, kecap manis, karya besar, dan guru muda. Frasa nominal ini dalam

sintaksis dapat menggantikan kedudukan kata nominal sebagai pengisi salah satu fungsi sintaksis. Yang dimaksud fungsi verbal adalah frasa endosentrik yang intinya berupa kata verba; maka oleh karena itu frasa ini dapat menggantikan kedudukan kata verbal di dalam sintaksis. Contoh beberapa frasa verbal, sedang

membaca, sudah mandi, makan lagi, dan tidak akan datang. Yang dimaksud frasa

(40)

berupa kata numeral. Misalnya, tiga belas, seratus dua puluh lima, dan setengah triliun.24

a. Frasa Endosentrik Atribut

Frasa endosentrik atribut terdiri atas inti dan pewatas (modifier) yang ditempatkan di muka atau di belakang inti. Yang di muka dinamakan pewatas depan dan yang di belakang dinamakan pewatas belakang. Salah satu kelompok kata yang dapat berfungsi sebagai pewatas depan adalah akan, harus, dapat, boleh, suka ingin, dan mau. Contoh: akan

menertibkan, dapat mengajukkan, mau mendengarkan.25

b. Frasa Koordinatif

Frasa koordinatif adalah frasa yang kompenen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi terbagi seperti baik ... baik, makin ... makin, dan baik ... maupun .... Frasa koordinatif ini mempunyai kategori sesuai dengan kategori komponen pembentuknya. Contoh: sehat dan kuat, buruh atau majikkan, makin terang makin baik.26

2. Frasa Eksosentrik

Frasa eksosentrik merupakan frasa yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, frasa

di pasar, yang terdiri dari komponen di dan komponen pasar. Secara keseluruhan

atau secara utuh frasa ini dapat mengisi fungsi keterangan. a. Frasa eksosentrik direktif

Frasa eksosentrik yang direktif komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelopok kata, yang biasanya berkategori nomina. Karena komponen pertamanya berupa preposisi, maka frasa eksosentrik yang

24

Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rieneka Cipta, 2007), h. 227-228.

25

Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai

Pustaka, cetakan ke-6, 2003), h.158.

26

(41)

direktif ini lazim disebut frasa preposisional. Contoh: di pasar, dari

kayu jati, dan dengan gergaji besi.

b. Frasa eksosentrik nondirektif

Frasa eksosentrik yang nondirektif komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang atau kata lain seperti yang, para, dan kaum; sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, adjektifa, atau verba. Contoh: si miskin, sang

mertua, dan para remaja mesjid.27

F. Frasa Preposisional

M. Ramlan menerangkan bahwa frasa depan atau frasa preposisional ialah frasa yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frasa sebagai aksisnya. Misalnnya:

(1) di sebuah rumah (2) dengan sangat tenang

Frasa di sebuah rumah terdiri dari kata depan di sebagai penanda, diikuti frasa sebuah rumah sebagai aksisnya; frasa dengan sangat tenang terdiri dari kata depan dengan sebagai penanda, diikuti frasa sangat tenang sebagai aksisnya. Kata depan menandai berbagai makna. Dalam frasa di sebuah rumah kata depan di menandai makna „keberadaan‟ di suatu tempatν dalam frasa dengan sangat tenang kata depan dengan menandai hubungan makna „permulaan‟. Demikianlah kata depan itu menandai berbagai hubungan makna.28

Istilah “frasa preposisional” dipakai untuk mengacu pada frasa yang salah satu unsurnya, yaitu unsur yang kedua, merupakan preposisi dengan atau tanpa nomina pelengkap. Antara unsur pertama, biasanya verba, dan unsur kedua (preposisi) terdapat kohesi yaitu pertalian yang terasa erat. Walaupun begitu, unsur-unsur frasa preposisional itu dapat dipisahkan melalui transformasi ataupun melalui penyelipan unsur tertentu sebagai pewatas unsur pertama. Oleh karena unsur pertama frasa preposisional tersebut lebih bersifat verba daripada preposisi, maka frasa preposisional itu biasanya dapat disangkal dengan menggunakan kata

27

Ibid., h. 225-226. 28

(42)

tidak. (Preposisi biasanya disangkal dengan menggunakan kata bukan). Jadi, bentuk bersama-sama dengan, bertalian dengan, dan berhubungan dengan tidak dikategorikan sebagai preposisi gabungan, melainkan sebagai frasa preposisional karena unsur-unsur frasa ini dapat dipisahkan atau disangkal dengan menggunakan kata tidak.29

Henry Guntur Tarigan mengungkapkan bahwa frasa preposisional adalah frasa yang penghubungnya menduduki posisi di bagian depan.30

Frasa preposisional adalah frasa yang berfungsi sebagai pengisi fungsi keterangan di dalam sebuah klausa. Frasa preposisional ini bukan frasa koordinatif maupun frasa subordinatif, melainkan frasa eksosentrik. Jadi, di dalam frasa ini tidak ada unsur inti dan unsur tambahan. Kedua unsurnya merupakan satu kesatuan yang utuh. Frasa preposisional tersusun dari kata berkategori preposisi dan kata atau frasa berkategori nominal.31

Berdasarkan definisi di atas, menurut penulis frasa preposisional adalah frasa yang terdiri dari nomina dan kata depan sebagai pendanya.

G. Bahasa Jurnalistik

Bahasa jurnalistik memang mempunyai prinsip-prinsip tersendiri sebagai ragam bahasa tulis. Ciri pokok dalam ragam bahasa jurnalistik ialah penghematan kata dan kalimat. Hemat di sini berarti singkat dan sederhana. Dengan kata lain, kata dan kalimat yang digunakan efisien dan efektif. Hal yang dimaksud dengan ekonomi kata dalam berbahasa adalah penggunaan kata-kata yang singkat dan sederhana, tetapi tidak sekedar menghemat kata-kata. Walau ada penghematan dalam penggunaan kata-kata, bukan berarti dapat melanggar tata bahasa baku.32

Ernest Hemingway, seperti dikutip Sedia Willing Barus dalam bukunya

Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita, menyabutkan terdapat tujuh prinsip

29

Hans Lapoliwa, Frasa Prepsosisi dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992), h. 32.

30

Henry Guntur Tarigan (Angkasa: Bandung, 1984), h. 97.

31

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 149.

32

(43)

atau semacam anjuran menggunakan bahasa dalam jurnalistik, yaitu sebagai

3. Gunakan bahasa sederhana dan jernih penyaranannya: Artinya tidak bertele-tele. Hindari kata-kata sifat. Tiap kalimat merupakan kalimat lengkap yang memiliki subjek, objek, dan predikat.

4. Gunakan bahasa tanpa menggunakan kalimat majemuk: hal ini dikarenakan kalimat majemuk itu bertele-tele, rumit, dan tidak jernih. 5. Gunakan kalimat aktif, sejauh mungkin hindari kalimat pasif.

6. Gunakan bahasa padat dan kuat. 7. Gunakan bahasa positif bukan negatif.

Penggunaan bahasa dalam Jurnalistik menurut Sedia Willing Barus dalam bukunya Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita, yaitu meliputi:

a. Ekonomi kata

Ekonomi kata memiliki prinsip yang sama dengan dunia jurnalisme yang memiliki sifat memilih untuk mengutamakan kata, frasa, dan kalimat sederhana dengan alinea yang ringkas. Hal ini dimaksudkan agar pengutaraannya menjadi lebih lugas dan mudah dipahami, tetapi tidak menyalahi kaidah-kaidah tata bahasa baku.

b. Kata mubazir dalam kalimat

(44)

c. Keterangan waktu

Bahasa Indonesia tidak mengenal tenses. Artinya, tidak ada perbedaan kata atau istilah untuk menunjukkan masa lalu, masa kini, dan masa datang. Untuk menunjuk masa lalu, cukup dengan menyebutkan keterangan waktu seperti tanggal, hari, bulan, atau tahun. Demikian juga untuk waktu yang akan datang.

d. Kontaminasi

Kontaminasi ialah bentuk penggabungan satu ungkapan dengan ungkapan lainnya sehingga mengacaukan arti kedua kata itu dalam kalimat.

e. Kata kerja transitif

Kata kerja yang memerlukan “pelengkap penderita” atau “objek” disebut sebagai kata kerja transitif.

Contoh: memukul anjing. Memukul merupakan kata kerja dan anjing adalah objek.

Dalam bahasa Indonesia, antara kata kerja transitif dengan objek tidak boleh ada kata perangkai (preposisi).

Contoh: Membahas tentang politik, seharusnya Membahas politik.

Namun sebaliknya, kata “kerja transitif” antara objek dengan “kata keterangan” tidak boleh dihilangkan sebab hal itu dapat menyalahi arti kalimat.

Contoh: “Dia memukul anjing memakai tangan”, seharusnya adalah “Dia memukul anjing dengan tangan” atau “Dia memukul anjing dengan memakai tangan”.33

H. Media Cetak (Koran)

Kata “media” berasal dari kata medius yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar”. Dengan demikian, media merupakan wahana penyaluran informasi belajar atau penyalur pesan. Bila media adalah sumber belajar maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun

33Ibid.,

(45)

peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan.34

Media cetak mempunyai makna sebuah media yang menggunakan bahan dasar kertas atau kain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Unsur-unsur utama adalah tulisan (teks), gambar visualisasi atau keduanya. Media cetak ini bisa dibuat untuk membantu fasilitator melakukan komunikasi interpersonal saat pelatihan atau kegiatan kelompok. Media ini juga bisa dijadikan sebagai bahan referensi (bahan bacaan) atau menjadi media instruksional atau mengkomunikasikan teknologi baru dan cara-cara melakukan sesuatu (leaflet,

brosur, buklet). Bisa juga mengkomunikasikan perhatian dan peringatan serta

mengkampanyekan suatu isu (poster) dan menjadi media ekspresi dan karya personal (poster, gambar, kartun, komik).35

Di Cina dan Jepang, teknik percetakan sudah dilakukan sejak lama. Mulai dari abad ke-8, jika bukan sebelumnya. Akan tetapi metode yang digunakan biasa dikenal sebagai „percetakan blok‟, yaitu blok kayu berukir yang digunakan untuk mencetak satu halaman tunggal dari suatu teks khusus.36

Jadi, menurut hemat penulis media cetak adalah salah satu alat untuk berkomunikasi yang dituangkan melalui tulisan, dengan bahan dasar kertas atau kain untuk menyampaikan pesan. Media cetak pada masa sekarang sangat beraneka ragam, seperti koran, tabloid, majalah, buku pengetahuan, buku-buku pelajaran dan lain sebagainya.

34

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2010), 120.

35Anonim, “Pengertian Media Cetak”, artikel diakses pada 10 Mei 2013, pukul 10:27

WIB dari http://berbagiilmublogspotcom.blogspot.com.

36

Asa Briggs dan Peter Burke, Sejarah Sosial Media: Dari Gutenberg sampai Internet

(46)

1. Pengertian koran

Koran (dari bahasa Belanda: Krant, dari bahasa Perancis courant) atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat kabar juga biasa berisi kartun, TTS dan hiburan lainnya. Ada juga surat kabar yang dikembangkan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya berita untuk industri tertentu, penggemar olahraga tertentu, penggemar seni atau partisipan kegiatan tertentu.37

2. Sejarah koran

Surat kabar pertama kali dibuat di Amerika Serikat, dengan nama “Public τccurrenses Both Foreign and Domestick” di tahun 1690. Surat kabar tersebut diusahakan oleh Benjamin Harris, seorang berkebangsaan Inggris. Akan tetapi baru saja terbit sekali, sudah dibredel. Bukan karena beritanya menentang pemerintah, tetapi hanya karena ia tidak mempunyai izin terbit. Pihak kerajaan Inggris membuat peraturan bahwa usaha penerbitan harus mempunyai izin terbit, di mana hal ini didukung oleh pemerintah kolonial dan para pejabat agama. Mereka takut mesin-mesin cetak tersebut akan menyebarkan berita-berita yang dapat menggeser kekuasaan mereka kecuali bila usaha itu dikontrol ketat.38

3. Profil koran Tanggerang Selatan

Penerbit: PT Serpong Media Utama

Alamat Redaksi: Griya Pena, Ville C/32 Nomor 12, Golden Road, ITC BSD, Jalan Raya Serpong, Kota Tangerang Selatan

Telepon: Redaksi: 021-5383852

37Anonim, “ Sejarah Koran (Asal Mula Surat Kabar)”, artikel diakses pada 10 Mei 2013,

pukul 11:21 WIB dari http://disejarahbangsaindonesia.wordpress.com.

38Bachtiar Hakim, “Sejarah Perkembangan Media Massa Cetak (Koran)”, artikel diakses

(47)

Berlangganan dan Iklan: 021-5383852

Fax: 021-5383852

Email: tangselpos@gmail.com http://www.tangsel-pos.com

Tangsel Pos lahir 1 Desember 2008, tidak lama setelah lahirnya Kota Tangerang Selatan (Tangsel) pada 26 November 2008 dari Kabupaten Tangerang. Surat kabar harian ini didirikan oleh H. Margiono, pelaku bisnis media massa yang berhasil membesarkan Rakyat Merdeka sebagai koran politik nomor satu (The Policitacal News Leader) di Indonesia di bawah naungan Jawa Pos Group.

Kelahiran Tangsel Pos didasari oleh semangat untuk memajukan kota baru berpenduduk sekitar 1,3 juta jiwa. Melalui Tangsel Pos diharapkan kota dengan motto Cerdas, Modern, Religius itu terus berkembang menjadi kota teladan di berbagai bidang bagi kota-kota lain sesuai dengan cita-cita awal masyarakat Tangsel saat membentuk kota ini. Tangsel Pos hadir dalam upaya memberikan informasi yang lengkap, akurat, dan memberikan warna berbeda kepada masyarakat Tangsel.

Bersama LKC Dompet Dhuafa, Tangsel Pos menyebarkan informasi tentang kesehatan dan sosial. Kerjasama ini dimaksudkan menjadi jembatan antara yang berpunya dan dhuafa. Lewat penampilan satu halaman, setiap hari Jumat, Tangsel Pos menyajikan informasi tentang kesehatan dan kisah-kisah orang-orang yang mencari nikmat sehat.39

I. Penelitian yang Relevan

(48)

Indonesia. Telaah ini dilakukan dengan maksud untuk mengungkapkan ihwal frasa preposisi dalam bahasa Indonesia untuk dijadikan bahan masukan dalam penulisan buku-buku pedoman pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penelitian itu memberikan arahan yang cukup membantu bagi peneliti berikutnya dalam menggali dan mengkaji preposisi yang terdapat di dalam bahasa Indonesia.

Kedua, peneliti melihat skripsi Utami Setiawati Darmadi, mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Jakarta yang berjudul Penguasaan Kata Depan di, ke dan Awalan di-, ke- dalam Paragraf Narasi Siswa X Semester Ganjil Tahun Pelajaran

2011/2012 di Madrasah Aliyah Annajah Jakarta. Skripsi tersebut membahas

tentang penguasaan siswa tehadap pemahaman dan penulisan kata depan dan awalan yang dibatasi hanya di, ke di dalam paragraf, khususnya narasi.

Peneliti sendiri membahas tentang analisis kesalahan frasa preposisional yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, pada

headline news koran Suara Tangerang Selatan edisi bulan Oktober-November

2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA.

(49)

37

kebenaran, menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, sesuai realitas yang dikaji. Metodologi harus diukur melalui pikiran rasional dalam melakukan tahapan penelitian.1 Adapun tahapan-tahapan metodologi dalam penelitian ini sebagai berikut:

Skema Konseptual 1

Sumber (Muhammad, 2011) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti.

1

Musfiqon, Metode Penelitian Pendidikan (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2012), h. 2-3.

(50)

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini terdiri dari tiga parameter: ancangan, metode, dan teknik. Ancangan merupakan disiplin ilmu yang digunakan sebagai paradigma berpikir yaitu ilmu Sintaksis, metode kualitatif, metode pengambilan data simak dengan teknik catat, dan metode analisis data padan ekstralingual dengan teknik hubung banding menyamakan, teknik hubung banding membedakan serta teknik hubung banding menyamakan hal pokok .

B. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan langkah dan cara dalam mencari, merumuskan, menggali data, menganalisis, membahas dan menyimpulkan masalah dalam penelitian. Metode dalam pengertian ini lebih bersifat praktis dan aplikatif, bukan sebuah cara yang bersifat teoritis-normatif sebagaimana dalam konsep metodologi.2

Metode penelitian atau research method merupakan aspek aksiologi dari satu paradigma, yang merupakan aspek nyata, cara melaksanakan penelitian. Di dalamnya terdapat jenis penelitian, data, sumber data, dan metode penelitian yang meliputi pengadaan, analisis dan penyedian data.3

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode etnografi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.4

Muhammad mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah pendekatan sistematis dan subjektif yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman hidup dan memberikan makna atasnya. Penelitian ini dilaksanakan untuk menjelaskan dan mendorong pemahaman tentang pengalaman manusia dalam berbagai bentuk.

2

Ibid., h. 14.

3

Muhammad, Metode Penelitian Bahasa (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 168.

4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Langkah-langkah pembelajaran yang secara konsisten dapat dilaksanakan dalam pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis

Prototipe sistem monitoring pengunaan daya listrik 3 fasa menggunakan sensor arus berbasis Arduino ini dirancang untuk mendapatkan informasi pemakaian daya listrik

Sebagai bahan acuan dalam penulisan jurnal ini adalah analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat), yang bertujuan mengupas mengenai potensi-potensi yang

Dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Persalinan (Jampersal) yang menjadi pendapatan/penerimaan Puskesmas dan Jaringannya adalah dana

Berdasarkan teori bahan baku yang digunakan oleh UD Barokah Abadi Beton adalah bahan baku yang akan diolah menjadi.. produk selesai, dapat ditelusur, dan menjadi bagian

Pada pendekatan ini model proses pemotongan batang dibuat berdasarkan analisis geometri bidang (dua dimensi) dan distribusi panjang potongan dihitung sebagai fungsi tinggi batang

Segala puji dan rasa syukur kupersembahkan hanya kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan

(1) Djika bangunan jang telah diperiksa itu dengan perbaikan perbaikan termaksud dalam pasaal 45 ajat [2] sub b, masih dapat dibuat baik untuk dipergunakan sebgai