(STUDI KASUS KECAMATAN PAMULANG TANGERANG SELATAN)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Herlina Dwi Astuti
NIM: 107032200296
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP
USIA PERNIKAHAN PERTAMA PADA PEREMPUAN
(STUDI KASUS KECAMATAN PAMULANG TANGERANG SELATAN)Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Herlina Dwi Astuti NIM. 107032200296
Pembimbing,
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP USIA
PERNIKAHAN PERTAMA PADA PEREMPUAN (STUDI KASUS
KECAMATAN PAMULANG TANGERANG SELATAN) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.
Jakarta, 15 September 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, September 2011
ABSTRAK Herlina Dwi Astuti
Pengaruh Pendidikan Formal terhadap Usia Perempuan pada Pernikahan Pertama
Skripsi ini bertujuan untuk menguji penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor penting yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini di Indonesia, khususnya di beberapa daerah di pedalaman seperti Kalimantan, Jawa Timur dan Jawa Barat. Perbedaannya adalah, skripsi ini menguji sejauh mana pendidikan menjadi faktor utama bagi tingginya tingkat usia pernikahan pertama yang terjadi di daerah perkotaan.
Penelitian ini memfokuskan diri kepada usia perkawinan pertama dengan latar belakang pendidikannya, oleh karena itu penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, dengan jumlah responden sebanyak 500 pasangan, yang diambil dari data akta nikah dari KUA Pamulang pada tahun 2010-2011. Data tersebut kemudian dianalisis dengan statistik non parametriks, serta diperkuat dengan studi kualitatif berupa wawancara dengan 5 orang pengantin wanita pada tahun 2010-2011,1 orang tua, serta 2 orang pihak KUA Pamulang.
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah hirabbil‟alamin, puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW serta para sahabat dan pengikutnya, semoga kita selalu senantiasa diridhoi dan dalam lindungan serta petunjuk Allah SWT.
Berkat rahmat Allah SWT yang telah memberikan banyak rizki kepada penulis, berupa kesehatan, baik berupa kesehatan jasmani maupun rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Pendidikan terhadap Usia Pernikahan Pertama Pada Perempuan dengan Studi Kasus Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan. Dalam skripsi ini penulis bertujuan untuk menguji teori-teori pada temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pernikahan dini di pedesaan, dan penulis ingin menguji apakah teori tersebut memiliki hasil yang sama dengan perkotaan.
Dalam proses penulisan skripsi hingga skripsi selesai, penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu serta mendukung penulis baik berupa saran, kritik yang konstruktif, terutama kepada Bapak Prof.Dr. Bahtiar Effendy selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Bapak Dr. Hendro Prasetyo, MA selaku wakil dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ibu Wiwi Sajaroh, M.Si selaku wakil dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta Bapak Ahmad Abrori, M.Si selaku wakil dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Bapak Dr. Zulkifly, MA selaku ketua jurusan prodi Sosiologi serta Ibu Joharotul jamilah M.Si selaku sekretaris jurusan yang tanpa bimbingan dan latihan dari mereka penulis tidak akan selesai tepat waktu. Kepada ibu Iim
Kepada Ibu Dzuriyatun Toyibah, M.Si telah memberikan bantuan pembimbingan statistik. Kepada staf akademik fakultas, Bapak Jajang Saprijal dan Bapak Amali yang selalu direpotkan oleh penulis dalam hal tekhnis, pertanyaan dan akreditasi dan para staf TU yang selalu mendukung penulis. Seluruh dosen FISIP yang selalu menyediakan waktunya untuk penulis, serta para tim penguji.
Kepada pihak yang berwenang, pihak KUA Pamulang, Ketua KUA Pamulang Bapak Suganda dan Bapak Darmawan selaku staf KUA atas data kependudukannya serta informasinya mengenai alasan pernikahan. Tak lupa juga berterima kasih kepada teman-teman Sosiologi angkatan 2007 yang setia bersama selama 4 tahun.
Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, kepada ayah yang selalu memberikan suport moril, materiil dan data penelitian, serta ibu yang selalu memberikan energi dan semangat bagi penulis untuk menatap ke depan dan menyelesaikan studi tepat waktu. Tak terlupa, kepada my lovely Tio, yang selalu memberikan support, ide-ide dan bantuan yang tak ternilai. Semoga penulis bisa melakukan yang terbaik ke depannya.
Wassalamu‟alaikum Wr Wb
Jakarta, September 2011
DAFTAR ISI
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 10
E. Metodologi dan Jenis Penelitian 10
1. Pendekatan Penelitian 10
2. Lokasi, Populasi dan Sample 11
3. Tehnik Pengumpulan Data 12
4. Mengolah dan Memproses Data 12
F. Sistematika Penulisan 13
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pengertian Pernikahan di Indonesia 14
B. Pengertian Pernikahan Dini 15
C. Faktor Pendorong Pernikahan Dini 17
1. Faktor Pendidikan 17
2. Faktor Ekonomi 20
3. Tradisi 21
4. Untuk Melindungi Virginitas atau Keperawanan 22 5. Pernikahan Usia Dini dalam Pandangan Islam 23
D. Pendidikan dan Pernikahan 24
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Tangerang Selatan 30
B. Gambaran Umum Kecamatan Pamulang 33
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA
A. Temuan penelitian 39
1. Hasil Studi Kuantitatif 39
2. Hasil Studi Kualitatif 47
B. Analisa Data 49
1. Hubungan antara Pendidikan dengan
Usia Pernikahan Pertama 49
2. Dampak Menikah Muda pada Pernikahan Pertama 51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 53
B. Saran 55
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Tabel Halaman
Tabel 1 Persentase Perempuan usia 10-59 tahun menurut Umur
Perkawinan Pertama, Riskesdas 2010 4
Tabel 2 Usia Pernikahan antara 12-23 tahun 1999 di Indonesia, baik
daerah Rural maupun Urban 17
Tabel 3 Tingkat Pendidikan Bagi Pasangan Menikah Laki-laki Usia
20, dan Perempuan Usia 18 Tahun 1999 di Indonesia 18
Tabel 4 Persentase Perempuan Pernah Kawin 10-59 tahun menurut Umur Perkawinan Pertama dan Karakteristik, Riskesdas 2010
19
Tabel 5 Prosentase Alasan Wanita Menikah Dini di bawah 18 Tahun
berdasar tempat dan lokasi 21
Tabel 6 Jumlah Kelurahan dan Desa per Kecamatan Kota Tangerang
Selatan Tahun 2007 30
Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama yang Dipeluk Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan (dalam Prosentase) 2007
31
Tabel 8 Jumlah Fasilitas Peribadatan Menurut Jenis dan
Kecamatan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2007 32
Tabel 9 Jumlah Pondok Perantren, Kiai/Ustadz dan Santri Menurut
Tabel 10 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan jenis kelamin Menurut Kelurahan di Kecamatan Pamulang pada awal Tahun 2007
34
Tabel 11 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Menurut Kelurahan di
Kecamatan Pamulang pada Awal Tahun 2007 35
Tabel 12 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Pamulang
Pada Tahun 2007 36
Tabel 13 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di kecamatan
Pamulang pada Tahun 2007 37
Tabel 14 Jumlah Partisipasi Sekolah Kecamatan Pamulang Tahun
2007 38
Tabel 15 Frekuensi Usia Responden 40
Tabel 16 Frekuensi Pendidikan Responden 41
Tabel 17 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test 42
Tabel 18 Correlations 44
Tabel 19 Descriptive Statistics 45
Tabel 20 Correlation 46
BAB 1 PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Studi pernikahan, khususnya pernikahan dini, merupakan salah satu studi
penting dalam analisa ekonomi dan demografi. Usia pasangan pada saat
pernikahan telah menjadi bahan pertimbangan untuk kebijakan publik karena dari
kesuburan atau fertilitas akan berakibat pada peningkatan populasi penduduk.1
Studi yang dilakukan oleh UNICEF menunjukan bahwa Pernikahan dini,
adalah sebuah kenyataan di banyak negara. Pernikahan dini diyakini oleh orang
tua di beberapa negara dapat memberi keuntungan finansial dan sosial, juga dapat
menghilangkan kewajiban mereka sebagai orang tua untuk menyekolahkan dan
menafkahi anak mereka.2
Banyak kalangan juga memandang pernikahan dini sebagai suatu hal yang
dipandang melanggar hak asasi seorang anak, karena pernikahan dini kemudian
dapat menyebabkan kehamilan awal, dan isolasi sosial.3 Selain itu, pernikahan
dini seringkali terjadi pada perempuan yang memiliki pendidikan rendah, dan
rentan tehadap tindakan kekerasan dalam rumah tangga, serta poligami.4
1
Lung Vu,Age at First Marriage in Vietnam: trends and determinants,(Tulane University School of Public Health abd Tropical Medicine,2005) h.1
2
UNICEF, Early marriage a harmful traditional practice,2005h.1 3
UNICEF,2005 h.1 4
Ada beberapa definisi tentang pernikahan dini, salah satunya menurut Kepala
Seksi Humas Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pamulang pernikahan
dini adalah sebuah pernikahan dimana pasangan baik pria maupun perempuan,
atau hanya perempuan atau hanya pria berada dibawah usia yang diperbolehkan
untuk menikah dalam undang-undang perkawinan yakni 16 tahun untuk
perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.5
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa
batas minimal usia perkawinan untuk perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki 19
tahun. Lalu juga ada pasal lain yang menyebutkan bahwa pernikahan di bawah
usia 21 hanya bisa dilangsungkan dengan persyaratan tambahan. Aturan
mengenai usia nikah itu juga ditegaskan kembali dalam PP No 9 tahun 75 dan
Instruksi Presiden No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.6
Sementara itu, United Nation’s Children’s Fund (UNICEF) dan United Nation’s Population Fund (UNFPA) mendefinisikan pernikahan dini sebagai:
”Any marriage carried out below the age of 18 years, before the girl is physically, physiologically, and psychologically ready to shoulder the responsibilities of marriage and childbearing.”7
5
Wawancara terhadap seksi Humas KUA Pamulang pada 19 Juli 2011
6
http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/11/14622/Syariah/Masalah_Pernikahan_Dini.html
10 November 2008 (diunduh pada 17 agustus 2011)
7
Menurut ilmu psikologi, usia pernikahan yang baik adalah ketika pasangan
telah mencapai usia dewasa, atau berusia di atas 21 tahun, karena jika pasangan
masih berusia remaja, maka hal tersebut akan berdampak pada psikologis
pasangan dan anak mereka nantinya. Terdapat dua kategori remaja dalam
psikologi, yaitu remaja pertama, yaitu 13-16 tahun, dan masa remaja akhir, yaitu
17-21.8 Remaja, cenderung mengutamakan emosi dalam pengambilan keputusan,
sehingga hal ini dapat mempengaruhi pernikahan dan perkembangan anak mereka
nantinya. Oleh karena itu, ilmu psikologi menyarankan agar pasangan yang ingin
menikah hendaknya telah mencapai usia dewasa, atau berusia di atas 21 tahun.
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sugiri
Syarif menyatakan bahwa, usia yang tepat dalam pernikahan pertama bagi
pasangan adalah Perempuan berusia 20 tahun, dan pria berusia 25 tahun. Hal
tersebut ditinjau dari banyaknya temuan di lapangan yang menyebutkan banyak
kendala pada keluarga yang memulai bahtera rumah tangganya tanpa perencanaan
matang dan masih terlalu muda.9 Oleh karena itu, pernikahan bagi pasangan yang
menikah di bawah usia 20 tahun, adalah pasangan yang menikah dini.
8
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta, Bulan Bintang,1976).h. 132-138
9
Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN Mendesak Revisi Usia Nikah
Kepala KUA kecamatan Pamulang menyatakan:
“Pernikahan dini adalah pernikahan dengan usia di bawah Undang-Undang, tetapi bila melihat perkembangan jaman, pernikahan dini adalah pernikahan bagi mereka yang berusia di bawah 21 tahun, karena setiap pasangan yang menikah di bawah usia tersebut, haruslah mendapatkan izin dari orang tua yang mengizinkan mereka menikah di bawah 21 tahun, dan surat izin tersebut harus dilampirkan dalam pernikahan (Model N5).”10
Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, penelitian ini akan
menggunakan definisi penikahan dini sebagai pernikahan yang terjadi di
bawah usia 21 tahun. Kesimpulan ini diambil berdasarkan faktor-faktor
pendukung seperti kesiapan emosi, ekonomi, pendidikan, pola asuh, serta
sosial.
Dalam praktik keseharian, perkawinan usia muda atau di bawah umur masih
banyak kita jumpai, khususnya di daerah pedesaan. Seperti dalam tabel temuan
riset yang dilakukan oleh kementrian kesehatan RI pada tahun 2000, yang
menunjukkan bahwa telah terjadi perkawinan pada Perempuan umur kurang dari
20 tahun, atau menikah di bawah umur berikut.
10
Tabel 1
Persentase Perempuan usia 10-59 tahun menurut Umur Perkawinan Pertama, Riskesdas 201011
Dalam tabel tersebut, jika kita merujuk kepada definisi pernikahan dini
menurut definisi psikologi dan KUA bahwa usia minimum pernikahan adalah 21
tahun, sebanyak 46,7% Perempuan di Indonesia, masih melakukan pernikahan di
bawah umur.
Pernikahan anak dibawah umur seringkali terjadi di daerah rural area, seperti
daerah Bangka Belitung dengan prosentase 49,9%, Banten 52,2%, Jawa Timur
50,6%, Bengkulu 52,2%, Jambi 50,9% dan daerah yang sering terjadi pernikahan
dini untuk pulau Jawa adalah daerah Jawa Barat dengan prosentase 57,7%, dan
tertinggi adalah Kalimantan Tengah dengan prosentase 59,1% anak yang berumur
10-19 tahun telah menikah.12
11
Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010, h. 186 12
Faktor-faktor yang umumnya menjadi penyebab pernikahan dini di daerah
pedesaan adalah faktor ekonomi, dan faktor pendidikan.13 52,7% Perempuan yang
menikah usia 10-19 tidak bersekolah; 61,6% tidak tamat SD; dan 61,4% tamat
SD.14 Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah masih banyak terdapat
di Indonesia, dan hal tersebut merupakan salah satu pendorong terjadinya
pernikahan dini pada anak, khususnya perempuan.
Perkawinan usia muda atau pernikahan dini yang terjadi di daerah urban
community sangat menarik untuk dikaji, karena wilayah ini adalah wilayah
pinggiran perkotaan dimana ekonomi dan pendidikannya sudah dapat dikatakan
maju. Terkait dengan hal tersebut, maka skripsi ini akan memfokuskan pada
kajian “Pengaruh Pendidikan terhadap Usia Pernikahan Pertama pada Perempuan (Studi Kasus Kecamatan Pamulang Tangerang Selatan)”.
B.Tinjauan Pustaka
Beberapa literatur yang terkait dengan permasalahan pernikahan dini, banyak
mengemukakan bahwa pendidikan yang rendah, baik orang tua maupun pelaku
pernikahan dini sebagai salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
pernikahan dini. Diantaranya adalah pertama, riset penelitian yang dilakukan oleh East West Center dengan penelitinya Minja Kim Choe, Shyam Thapa, dan
Sulistinah Achmad yang membahas mengenai pola pernikahan yang terjadi pada
anak dan remaja di daerah perkotaan dan pedesaan pada dua negara yaitu
13
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Rafidah dkk Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, 2009
14
Indonesia dan Nepal, pola ibu berdasarkan umur, dan faktor yang mempengaruhi
pernikahan dan ibu muda di kedua negara ini.15
Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa usia anak yang menikah di
daerah rural area, atau pedesaan adalah berkisar pada usia 15-21 tahun.
Sedangkan faktor yang menyebabkan pernikahan dini pada usia tersebut adalah
faktor ekonomi, pendidikan, daerah lingkungan tempat tinggal yang menerapkan
tradisi menikah dini, dan tahun kelahiran yang menerapkan bahwa, jika sudah
cukup umur sudah boleh menikah.
Kedua, riset yang dilakukan oleh Geeta Rao Gupta dari International Center Research of Women (ICRW) pada tahun 2004, dengan judul Child Marriages:
Social and Economics Linkages and Opportunities for Intervention.16 Hasil riset
yang dilakukan di India tersebut menunjukkan bahwa pendidikan merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan perempuan menikah dini, selain itu
pendidikan tinggi adalah suatu hal yang diidamkan oleh perempuan di Indonesia,
khususnya di daerah pedesaan, oleh karena itu, penundaan pernikahan dapat
dilakukan dengan mempertinggi pendidikan seseorang. Hal ini juga diucapkan
oleh kepala BKKBN yang menganggap bahwa pekerjaan dan pendidikan yang
tinggi dapat memperkecil angka pernikahan dini pada remaja.17
15
Minja Kim Choe, Early Marriage and Childbearing in Indonesia and Nepal.(East West Center(EWC)2001).
16
Gupta, Geeta Rao.Child Marriages: Social and Economics Linkages and Opportunities for Intervention. (2004, ICRW)
17
Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN Mendesak Revisi Usia Nikah
Ketiga, Riset yang dilakukan oleh UNICEF pada tahun 2005 di seluruh negara berkembang di dunia, dengan judul, Early Marriage: a harmful traditional
practice, menyebutkan bahwa di beberapa negara, contohnya di Tanzania 92%
Perempuan yang tidak mengambil pendidikan SMP, menikah dibawah usia 18
tahun. Atau di Filipina, 70% Perempuan yang berpendidikan rendah dan tidak
sekolah, menikah pada usia kurang dari atau ketika 18 tahun.18
Keempat, adalah penelitian yang dilakukan oleh Rafidah, Ova Emilia dan Budi Wahyuni pada tahun 2009 dengan judul Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah.19 Penelitian
ini menggunakan metode kuantitatif dengan 90 orang responden, 45 orang yang
menikah dini, dan 45 orang di atas 24 tahun, dan 3 orang informan untuk metode
kualitatif yaitu wawancara mendalam terhadap petugas KUA, tokoh masyarakat
dan tokoh agama.
Permasalahan yang diangkat dalam riset tersebut adalah memahami
faktor-faktor yang melatarbelakangi pernikahan remaja di usia dini di Kabupaten
Purworejo Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa persepsi
responden mengenai pernikahan adalah faktor utama penyebab pernikahan dini.
Faktor berikutnya adalah faktor ekonomi dan pendidikan.
Terkait dengan penelitian yang telah dilakukan tentang pernikahan dini,
penulis belum menemukan kajian yang secara intensif melihat fenomena ini
dalam konteks masyarakat urban atau daerah pinggiran perkotaan dimana
18
UNICEF,Early Marriage: a harmful traditional practice (2005) h.6 19
pendidikan, sarana prasarana serta tingkat ekonomi dan pendidikan yang jauh
lebih baik daripada di daerah pedesaan.20 Oleh karena itu penulis tertarik untuk
menganalisa apakah faktor pendidikan mempengaruhi usia pernikahan pertama di
daerah urban.
C.Pertanyaan Penelitian
Terkait dengan maraknya penelitian bertema pernikahan dini dengan temuan
bahwa faktor pendidikan yang rendah adalah penyebab terjadinya pernikahan
dini, maka penelitian ini bermaksud menguji teori apakah tingkat pendidikan
mempengaruhi usia pernikahan pertama pada perempuan. Studi ini dilakukan
pada dua Kelurahan di Kecamatan Pamulang dengan pertanyaan penelitian:
1. Apakah tingkat pendidikan mempengaruhi usia perempuan dalam melakukan
pernikahan pertama?
Hipotesis
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait pernikahan dini,
penelitian ini bermaksud menguji sejauh mana teori yang berkembang terkait
dengan hubungan tingkat pendidikan dan rendahnya usia pernikahan pertama.
Untuk itu penelitian ini mengajukan beberapa hipotesa antara lain:
H0: Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi usia perempuan pada pernikahan
pertama.
Ha: Tingkat pendidikan mempengaruhi usia perempuan pada pernikahan
pertama.
20
D.Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah benar
bahwa latar belakang pendidikan yang rendah dapat memicu pernikahan dini pada
usia perkawinan pertama (UKP).
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rekomendasi bagi pemerintah
untuk merumuskan kebijakan yang responsif terhadap fenomena tersebut,
khususnya ke arah pembangunan yang disebutkan dalam MDGs poin 2 dan 3,
yaitu mewujudkan pendidikan dasar bagi semua dan mendorong kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan.
E. Metodologi dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif untuk menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel
lainnya. Dependent Variable dalam hal ini adalah usia pernikahan pertama
akan dihubungkan dengan Independent Variable yaitu tingkat pendidikan.
Untuk mendukung data kuantitatif, peneliti juga akan melakukan in depth
interview dengan 5 perempuan, yaitu 3 perempuan yang menikah dengan
alasan MBA, 1 perempuan yang menikah karena dijodohkan oleh
orangtuanya, dan 1 perempuan yang menikah diatas usia 24 tahun yang telah
menikah pada tahun 2010-2011, 1 orangtua pihak perempuan, yaitu ibu dari
perempuan yang dijodohkan oleh orangtua, serta dengan 2 orang dari pihak
untuk memperoleh pemahaman data yang lebih mendalam terkait dengan
fokus penelitian ini.
2. Lokasi, Populasi dan Sample
Lokasi penelitian yang diambil adalah Kecamatan Pamulang. Lokasi ini
diambil karena selain memiliki lokasi yang tak berada jauh dari Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, lokasi ini juga memiliki
angka yang cukup tinggi untuk fokus kajian, yaitu perempuan yang menikah
dibawah usia 21 tahun dibandingkan dengan Kecamatan lainnya di wilayah
Tangerang Selatan, yang tak jauh dari UIN Jakarta.
Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk mengukur dan melakukan
generalisasi terhadap sebuah populasi. Populasi yang dimaksud adalah
pasangan yang menikah di KUA Kecamatan Pamulang pada tahun 2010 dan
2011, yaitu sebanyak N=1750 pasangan.
Dalam menentukan sample akan menggunakan metode penarikan sample
acak sederhana, yaitu sample diambil dari 2 buah buku akta nikah pada setiap
bulan pada tahun 2010 hingga Juni 2011. Jumlah responden yang terdapat
dalam penelitian ini berdasarkan rumus ukuran sample,
n = N 1+ N(e)2
Jika e atau bound of error adalah 3%, berarti jumlah responden yang
3. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder dari data akta pencatatan
pernikahan. Akan tetapi dikarenakan data ini belum tersusun secara
sistematis, penulis melakukan proses pengumpulan data dengan melakukan
pendataan terhadap pasangan yang menikah pada tahun 2010 dan 2011
berdasarkan Akta Nikah yang terdapat pada KUA Kecamatan Pamulang
Tangerang Selatan.
Selain itu data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan
beberapa informan kunci baik 5 pengantin Perempuan, 1 orang tua pihak
Perempuan yang berada di RW 010 Pondok Benda dan juga 2 orang dari
pihak KUA.
4. Mengolah dan Memproses Data
Analisa yang dilakukan dalam pengumpulan dan penyusunan data
dilakukan menggunakan analisa dokumen dari data KUA Pamulang, setelah
itu, dilakukan coding terhadap data-data tersebut.
Data yang telah didapat kemudian diproses menggunakan program SPSS
16. Data tingkat pendidikan tersebut kemudian dirubah menjadi data numerik
dan diolah menggunakan pengujian korelasi Spearman-rho dan Kendall-tau
two-tailed untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu tingkat
pendidikan (X) dan usia pernikahan pertama (Y), serta untuk melihat tingkat
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini akan terdiri dari lima bab yang meliputi:
Bab I, yaitu pendahuluan; Bab ini akan membahas latar belakang, perumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
Pada bab II, akan menjelaskan mengenai kajian teori yang akan mempaparkan
teori-teori yang mendukung, yakni mengenai definisi pernikahan, faktor-faktor
yang mendorong pernikahan dini, pendidikan dan pernikahan pertama, serta
pendidikan dan usia pernikahan pertama.
Pada bab III, yaitu gambaran umum; akan menggambarkan sekilas mengenai
Kecamatan Pamulang dan Kota Tangerang Selatan selaku kota tempat obyek
penelitian.
Sedangkan pada bab IV akan memaparkan temuan penelitian dengan
menganalisa data yang ada untuk mengukur sejauh mana tingkat pendidikan
mempengaruhi usia pernikahan pertama, apakah tingkat pendidikan yang rendah
merupakan salah satu sebagai faktor yang berkontribusi bagi terjadinya
pernikahan dini.
Terakhir pada bab V, yaitu bab penutup, akan menyimpulkan beberapa hal
terkait dengan bab-bab sebelumnya yaitu bab I-IV, serta akan diberikan saran
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pengertian Pernikahan di Indonesia
Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1, perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang Perempuan sebagai
seorang suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah-tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kompilasi hukum Islam pada Buku I Hukum perkawinan menyatakan bahwa
Akad nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang
diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi.21
Menurut agama Islam, perkawinan adalah akad atau persetujuan antara calon
suami dan calon istri karenanya berlangsung melalui ijab dan qobul atau serah
terima. Apabila akad nikah tersebut telah dilangsungkan, maka mereka telah
berjanji dan bersedia menciptakan rumah-tangga yang harmonis, akan hidup
semati dalam menjalani rumah-tangga bersama-sama.22
Ajaran Islam juga berpandangan bahwa pernikahan adalah salah satu asas
pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat sempurna. Faidah
terbesar dalam perkawinan adalah untuk menjaga dan memelihara perempuan
21
Kompilasi Hukum Islam Republik Indonesia 22
yang bersifat lemah dari kebinasaan. Juga untuk memelihara anak dan
keturunan.23
B. Pengertian Pernikahan Dini
Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai pengertian dari pernikahan dini,
pernikahan dini menurut UNICEF adalah
”Any marriage carried out below the age of 18 years, before the girl is physically, physiologically, and psychologically ready to shoulder the responsibilities of marriage and childbearing.”24
Undang-undang internasional, the UN Convention on the Rights of the Child
(CRC) mendefinisikan seorang anak sebagai “Every human being below the age
of eighteen years unless, under the law applicable to the child, majority is
attained earlier.”25
Beberapa badan organisasi pemerintahan, baik Komisi Nasional Perlindungan
Perempuan26, Pengurus besar NU27, serta Kepala BKKBN28, menerangkan bahwa
usia minimum yang dianggap sudah cukup matang untuk menikah, adalah
Perempuan berusia 21 tahun. Karena usia tersebut dianggap usia yang telah
23
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam (Bandung:Sinar Baru, 1990)h.348-349
24
The Inter-African Committee (IAC) on Traditional Practices Affecting the Health of Women and Children.(1993) Newsletter, December 2003 dalam Ending Child Marriage: a guide for global policy action (UNFPA, 2007) h. 7
25
Ending Child Marriage: a guide for global policy action (UNFPA, 2007) h. 8
26
Penting, Revisi UU Perkawinan! http://www.komnasPerempuan.or.id/2009/06/penting-revisi-uu-perkawinan/ 29 Juni 2009 (diunduh pada 4 Agustus 2011)
27
http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/11/14622/Syariah/Masalah_Pernikahan_Dini.html
10 September 2008 (diunduh pada 17 Agustus 2011)
28
Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN Mendesak Revisi Usia Nikah
matang secara psikologis, pendidikan, pekerjaan, dan kemampuan fisik,
khususnya Perempuan, untuk hamil dan melahirkan.
Oleh karena itu, definisi pernikahan dini yang diambil oleh penulis adalah
setiap pernikahan, dimana pasangan yang menikah berusia kurang dari 21 tahun
pada usia pernikahan pertama mereka.
Dalam beberapa penelitian sebelumnya yang diadakan di Indonesia,
pernikahan dini sering terjadi di masyarakat. Seperti yang dapat dilihat dalam
tabel 1, sebanyak 41,9% pasangan menikah di usia 15-19 tahun. Data dari East
West Center pada tabel 3 menunjukkan bahwa usia pernikahan Perempuan di
bawah 23 tahun, jauh lebih banyak terjadi di daerah pedesaan atau rural area
dibandingkan di daerah perkotaan atau urban area. Sedangkan untuk pria, tidak
terlalu besar perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan untuk menikah di
usia dibawah 23 tahun.
Tabel 2
Usia Pernikahan antara 12-23 tahun 1999 di Indonesia, baik daerah Rural maupun Urban29
29
C. Faktor Pendorong Pernikahan Dini
Berdasarkan beberapa riset yang telah dilakukan sebelumnya di beberapa
negara, pernikahan dini didasari atas beberapa faktor
1. Faktor Pendidikan
Banyak dari orang tua pasangan yang menikah dini, maupun pasangannya
itu sendiri memiliki pendidikan yang rendah. Menurut riset yang dilakukan
oleh Rafidah30, faktor pendidikan memiliki potensi 2,9 kali lebih tinggi. Yaitu
jika pasangan memiliki pendidikan yang rendah, potensi yang dimiliki untuk
melakukan pernikahan dini adalah 2,9 kali lebih besar.
Dalam riset yang dilakukan oleh East West Center (EWC) menunjukkan
bahwa faktor pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang terjadinya
pernikahan dini di Indonesia. Dalam tabel tersebut disebutkan bahwa tingkat
pendidikan di daerah pedesaan bagi Perempuan yang menikah pada usia 18
tahun 50% memiliki pendidikan dibawah SMP, 40% menempuh pendidikan
SMP dan 10% lebih dari SMP. Sedangkan di daerah perkotaan, Perempuan
yang menikah di bawah SMP saat UKP 18 tahun adalah 40%, 20% SMP dan
5%lebih dari SMP.
30
Sedangkan laki-laki, saat UKP berada dibawah usia 20 tahun, 50%
pendidikan di bawah SMP, 40% SMP dan 20% di atas SMP. Sedang di daerah
urban dengan UKP berada dibawah 20 tahun adalah 20% di bawah SMP,
10%SMP dan 0%di atas SMP, itu berarti bahwa laki-laki di daerah urban
lebih banyak menikah di atas usia 20 tahun.
Tabel 3
Tingkat Pendidikan Bagi Pasangan Menikah Laki-laki Usia 20, dan Perempuan Usia 18 Tahun 1999 di Indonesia31
31
Tabel 4
Persentase Perempuan Pernah Kawin 10-59 tahun menurut Umur Perkawinan Pertama dan Karakteristik, Riskesdas 201032
Data riskesdas menunjukkan bahwa 9,5% tidak sekolah, 16,2%
mengenyam pendidikan SD, 1,7 % tamat SMP dan 0,5% tamat SMA untuk
Perempuan yang menikah pada usia 10-14 tahun. Sedangkan Perempuan yang
berusia 12-19 tahun 43,2% tidak sekolah, 52,5% tidak tamat SD, 54,3% tamat
SD, 47,5% tamat SMP, dan 20,3% tamat SMA. Sedangkan bagi Perempuan
yang pertama menikah dalam range 20-24 tahun, mayoritas berpendidikan
terakhir SMA dengan 54,1%.
32
2. Faktor Ekonomi
Banyak dari orang tua pasangan yang menikahkan anaknya pada usia dini
memiliki penghasilan yang minim, sehingga tidak memiliki biaya untuk
menyekolahkan anak mereka dan menganggap bahwa dengan menikahkan
anak mereka, maka beban mereka akan berkurang.
Dalam riset yang dilakukan oleh Rafidah dkk33, disebutkan bahwa faktor
ekonomi merupakan salah satu faktor terjadinya pernikahan dini. Orang tua
yang memiliki ekonomi rendah memiliki rasio 1,75 kali lebih dulu
menikahkan anaknya dibandingkan dengan orang tua yang memiliki
penghasilan tetap atau di atas rata-rata.
Dalam riset yang dilakukan di negara lain, seperti di daerah Amhara,
faktor ekonomi menjadi faktor keenam setelah tradisi, pernikahan dini untuk
meningkatkan tali silaturahmi dan mendekatkan keluarga, untuk martabat,
sulit menikah jika usia tua, untuk menghindarkan gosip, untuk memupuk
harta, untuk melindungi keperawanan dan lain-lain.
33
Tabel 5
Prosentase Alasan Perempuan Menikah Dini di bawah 18 Tahun berdasar tempat dan lokasi34
3. Tradisi
Dalam tabel 5 disebutkan bahwa tradisi daerah, merupakan faktor utama
pendorong terjadinya pernikahan dini di daerah Amhara. Hal ini juga terlihat
di Indonesia, dimana menikah muda sudah menjadi tradisi, menjadi harga diri
keluarga dan rendah diri jika putrinya menikah di usia tua, sehingga takut
tidak memiliki pasangan.35
Pada beberapa daerah di pulau Jawa, tradisi pernikahan dini juga masih
erat dengan kehidupan warganya. Hal ini terlihat dari banyaknya warga yang
menikah ketika berusia 14 tahun di Tasikmalaya36.
34
Ababa, Addis. Report on Causes and Consequences of Early Marriage in Amhara Region.(Pathfinder, 2006).h.35
35
Siswa SMP di Polewali Pilih Kawin daripad UN.
http://edukasi.kompas.com/read/2011/04/26/09130644/Siswa.SMP.di.Polewali.Pilih.Kawin.daripada. UN 26 April 2011 (diunduh pada 17 Agustus 2011)
36
Ada beberapa mitos di daerah Jawa Tengah, bahwa jika seorang anak
gadis di usia 20 belum menikah, nanti akan menjadi perawan tua, adapula
mitos yang menyebutkan jika seorang anak gadis melahirkan sebelum
menikah, atau hamil sebelum menikah, maka anak gadis tersebut mengundang
kesialan kepada 41 rumah yang berada disekitar rumahnya.37
4. Untuk melindungi virginitas atau keperawanan
Keperawanan adalah sebuah hal yang penting, baik dalam pernikahan,
maupun agama. Dalam penelitian yang dilakukan oleh BKKBN pada tahun
2010, sebanyak 63% Perempuan usia sekolah menengah pertama dan atas di
Indonesia sudah tidak perawan dan 21% diantaranya pernah melakukan
tindakan aborsi.38
Karena hal tersebut, banyak orang tua yang kemudian menikahkan
anaknya pada usia dini, untuk melindungi keperawanan mereka, dan
mencegah anak mereka melakukan tindakan seks pra-nikah. Dalam tabel 5
dapat dilihat sebanyak 21,1% orang tua di daerah pedesaan dan 22% orang tua
di daerah perkotaan menikahkan anaknya di usia dini karena hal tersebut.
37
Berdasarkan pernyataan tetua dan ustad desa di Majenang, Jawa Tengah
38
5. Pernikahan Usia Dini dalam Pandangan Islam
Ajaran Islam merupakan acuan pokok dan utama, serta berbaur dengan
nilai-nilai sosial budaya masyarakat dan tercermin dalam kehidupan
keseharian masyarakar di Indonesia. Ajaran islam, diyakini sebagai pedoman
hidup yang meliputi semua aspek kehidupan jiwa, raga, rohani, jasmani,
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, moral, hukum, dsb.
Agama Islam mengajarkan dan membimbing umat manusia dengan tujuan
kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan cara mengerjakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.
Agama Islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia memiliki beberapa
hukum, khususnya hukum pernikahan salah satunya adalah menyegerakan
untuk menikah apabila sudah mampu.
Syarat minimum usia untuk menikah dalam agama Islam adalah ketika
mencapai usia baligh. Baligh, adalah usia dimana laki-laki telah mendapatkan
mimpi basah, dan haid bagi perempuan.
Pada era Rasulullah, beliau menikahi Aisyah yang saat itu berusia 8 tahun.
hal ini kemudian mendorong beberapa ulama untuk mendukung adanya
pernikahan dini, salah satunya adalah Syeikh Puji yang pada beberapa waktu
lalu menikahi gadis yang berusia 12 tahun. Tetapi hal yang tidak diperhatikan
adalah, Rasul tidak menyentuh Aisyah hingga Aisyah haid, atau sudah cukup
Pendekatan agama, khususnya agama Islam hal yang dianggap sebagai
salah satu pendorong terjadinya pernikahan dini, adalah hadis berikut, “Hai pemuda-pemuda, barangsiapa yang mampu di antara kamu serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat….” (Riwayaat Jama’ah ahli Hadis.)39
Hadis tersebut kemudian menjadi sebuah panutan bagi orang tua
yang memiliki pemahaman mengenai agama untuk menyegerakan
anaknya menikah jika sudah cukup usia.
Pada temuan lapangan penelitian BKKBN terhadap pernikahan usia
muda, disebutkan bahwa ulama, merupakan salah satu faktor pendorong
terjadinya pernikahan dini.40 Agama Islam juga menyarankan agar
menyegerakan menikah bagi pasangan yang sudah ingin menikah karena
takut mereka melakukan perzinahan, hal ini kemudian menjadi alasan para
ulama untuk menyetujui pernikahan dini.
D. Pendidikan dan Pernikahan
Pendidikan adalah hak asasi manusia yang wajib diperoleh. Kewajiban
mendapatkan pendidikan ini tercantum dalam UUD 1945 pasal 27 (1) yang
berbunyi setiap warga negara, berhak mendapatkan pengajaran.
39
Rasjid, Fiqh Islam, h.348-349
40
Usia Nikah Perempuan 20 Tahun, Laki-laki 25 Kepala BKKBN mendesak revisi usia nikah
Program wajib belajar 9 tahun mewajibkan setiap warganya untuk
memperoleh pendidikan dasar dan pendidikan menengah selama 9 tahun di
sekolah. Program tersebut mengharapkan agar setiap warga negara dapat terbebas
dari buta huruf, sehingga dapat mengurangi angka rendahnya pendidikan di
Indonesia.
UNESCO menyatakan bahwa jika ingin membangun dan berusaha
memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari pendidikan, sebab
pendidikan adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban. Definisi Unesco
mengenai pendidikan adalah learning how to think, learning how to do, learning
how to be, learning how to learn dan learning how to live together.41
Selain itu, Pendidikan menjadi sebuah poin penting dalam Millennium
Development Goals, khususnya di Indonesia. Pendidikan bagi semua merupakan
poin kedua dalam MDGs Indonesia. Dalam laporan MDGs memperlihatkan
bahwa pendidikan belum merata, khususnya di daerah-daerah terpencil, yang
kemudian ditanggapi oleh pemerintah dengan mewajibkan wajib belajar 9 tahun
dengan tujuan:42
1. Mendorong anak-anak usia 13-15 agar masuk sekolah baik di SMP, MTs
maupun pendidikan lainnya yang sederajat.
41
Arti Penting Pendidikan bagi Manusia,
http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?id=24&dir=1&idStatus=0 12 april 2007(diunduh pada 25 Agustus 2011) 42
2. Meningkatkan angka partisipasi anak untuk masuk sekolah SMP/MTs
terutama di daerah yang jumlah anak tidak bersekolah SMP/MTs masih
tinggi.
3. Menurunkan angka putus sekolah SMP/MTs atau yang sederajat
4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mensukseskan penuntasan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
5. Meningkatkan peran serta organisasi kemasyarakatan dalam mensukseskan
gerakan nasional penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
6. Meningkatkan peran, fungsi dan kapasitas pemerintah pusat, pemerintah
propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan dalam penuntasan wajib belajar di
daerah masing-masing.
Jika program wajib belajar 9 tahun tersebut sukses, maka jumlah pernikahan
dengan usia pernikahan pertama di bawah umur dapat berkurang. Jika banyak
anak di bawah umur yang masuk sekolah, maka mereka akan mendapatkan
pengetahuan mengenai keluarga dan biologis mereka, sehingga, semakin banyak
anak yang mengerti bahwa usia di bawah umur memiliki tingkat bahaya
melahirkan yang tinggi, mereka dapat menunda kehamilan hingga cukup umur,
E. Usia Pernikahan Pertama dan Pendidikan
Pada beberapa studi sosial terdapat sebuah teori yang menyatakan bahwa
semakin tinggi pendidikan Perempuan, maka semakin lama usia pernikahan
pertamanya.43
Teori modernisasi Goode menyebutkan bahwa industrialisasi telah merubah
sistem keluarga di negara berkembang berubah ke arah negara-negara Eropa
(westernisasi). Proses modernisasi tersebut membuat masyarakat dengan status
sosial yang tinggi memilih untuk menikah di usia matang karena keinginan
mereka untuk mendapatkan kebebasan. Masyarakat yang lahir dan besar di kota
besar lebih memilih untuk menikah di usia tua dibandingkan dengan mereka yang
tinggal di pedesaan, atau kota kecil.44
Dalam karyanya Goode menjelaskan bahwa:
“When such a [conjugal] system begins to emerge in a society, the age at marriage is likely to change because the goals of marriage change, but whether it will rise or fall cannot be predicted from the characteristics mentioned so far. In a conjugal system, the youngsters must now be old enough to take care of themselves, i.e., they must be as old as the economic system forces them to be in order to be independent at marriage”45
43
Wu, Lawrence L. Age dependencies in rates at first marriages.(Wisconsin Uiniversity,1988) h.8 44
Vu, Lung. Age at First Marriage in Vietnam: Trends and Determinants. (Tulane University School of public health and Tropical Medicine, 2005) h.1
45
Menurut Grossbard-Shechtman dalam riset Josef Bruederl dan Andreas
Diekmann menyebutkan bahwa Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi
memperlihatkan kurangnya minat untuk menikah.46
Keeley menyatakan bahwa Perempuan yang masih berada dalam sebuah
institusi pendidikan cenderung untuk menikah seusai sekolah, sehingga institusi
membuat Perempuan menikah di usia lanjut.47
Menurut pendapat Klaauw, berdasarkan teori, ketertarikan untuk menikah dan
membuat keluarga baru pada Perempuan yang mendapatkan kesempatan untuk
belajar dan bekerja lebih rendah. Karena Perempuan yang memiliki pekerjaan
yang baik, lebih memilih pekerjaan dibandingkan pernikahan.48
Dalam risetnya di Vietnam, Lung Vu menemukan bahwa Perempuan yang
hidup di pedesaan, tinggal di Vietnam Selatan, memiliki pendidikan yang rendah,
dan merupakan etnis minoritas menikah saat masih remaja.49
Studi sosiologi terkait masalah usia pernikahan pertama dengan pendidikan
menjelaskan bahwa Perempuan yang tinggal di daerah perkotaan dan
mendapatkan pendidikan tinggi serta keterampilan yang memadai, lebih
cenderung untuk menikah di usia lebih dari 23 tahun.
46
Bruederl, Josef and Andreas Diekmann, Education and Marriage, a comparative study (ISA World Congress, Bielefeld, 1997) h.7
Jika seorang Perempuan mendapatkan pendidikan yang tinggi dan pekerjaan
yang bagus dan layak, maka Perempuan akan lebih cenderung terfokus akan
pekerjaan dibandingkan dengan menikah, dan berkeluarga. Maka dari itu,
beberapa tokoh dari teori modernisasi menyatakan bahwa pendidikanlah yang
membuat Perempuan di daerah perkotaan cenderung menikah lebih lambat
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Tangerang Selatan
Tangerang Selatan, adalah sebuah kota yang berdiri pada tahun 2006 yang
memiliki tujuh buah kecamatan. Yaitu kecamatan Serpong, kecamatan Serpong
Utara, kecamatan Setu, Kecamatan Ciputat, kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan
Pamulang, Kecamatan Pondok Aren, dengan jumlah kelurahan 49 buah dan lima
buah desa.50
Tabel 6
Jumlah Kelurahan dan Desa per Kecamatan Kota Tangerang Selatan
memiliki beragam fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung para
warganya. Seperti sarana pendidikan, yang terdiri dari Playgroup (PG) atau
Kelompok Bermain (KB); Taman Kanak-kanak (TK); Sekolah Dasar (SD)
50
SD Swasta atau Madrasah Ibtidaiyah yang sederajat; Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Negeri, SMP Swasta, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri, atau MTs
Swasta; Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, SMA Swasta, Sekolah
Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah (MA) Negeri maupun Swasta.
Tangerang selatan memiliki beberapa Universitas, baik Negeri seperti UIN
Syarif Hidayatullah, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Intitut Teknologi
Indonesia (ITI), maupun Swasta seperti Universitas Pamulang, Swiss German
University, Universitas Terbuka, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dll.
Tabel 7
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dipeluk Menurut Kecamatan
Ket: 1=Serpong; 2= Serpong Utara; 3=Ciputat; 4=Ciputat Timur; 5=Pamulang; 6=Pondok Aren; 7= Setu
Berdasarkan komposisi penduduk menurut agama yang dianut, bahwa
sebagian besar penduduk memeluk agama Islam yaitu sebanyak 90,98%.
Penduduk selebihnya memeluk agama Protestan (4,07%), Kristen (3,14%), Budha
pemeluk agama adalah mesjid sebanyak 436 buah, langgar atau mushola 1.268
buah, gereja 42 buah, vihara/kuil 7 buah. Pondok pesantren berjumlah 24 buah
dengan 66 orang kiai dan 295 orang ustadz serta 4.405 orang santri.
Tabel 8
Jumlah Fasilitas Peribadatan Menurut Jenis dan Kecamatan di Kota Tangerang Selatan
Tahun 200751
No Kecamatan Masjid Musholla Gereja Vihara/kuil
1 Serpong 41 130 6 2
Sarana olah raga dan rekreasi di kota Tangerang Selatan cukup memadai di
wilayah perumahan menengah ke atas seperti di kecamatan Pamulang, Kecamatan
Setu, dan Kecamatan Ciputat yang memiliki jumlah terbanyak untuk lapangan
sepak bola 41 buah, bulutangkis 43 buah, voli 26 buah dan tenis yang jumlahnya
mencapai 12 buah. Untuk lapangan golf sendiri hanya dimiliki di daerah
kecamatan Serpong atau tepatnya di daerah BSD, dan Kecamatan Pondok Aren di
daerah Bintaro yang merupakan kompleks perumahan menengah ke atas dan elit.
Kolam renang dimiliki oleh kecamatan Pamulang, Serpong, Ciputat, Ciputat
Timur, dan Pondok Aren. Mal ada di seluruh kecamatan, kecuali Kecamatan Setu,
dan GOR atau Gelanggang Olah Raga selain Serpong Utara, enam kecamatan
lainnya memiliki GOR.
Jalan merupakan salah satu infrastruktur terpenting sebagai salah satu faktor
daya tarik investasi di suatu daerah. Jalan kota Tangerang Selatan berdasarkan
Kompilasi Data untuk Penyusunan RT RW Kota Tangerang Selatan (2008)
memiliki total panjang 115,81 Km dengan 70,36% dari panjang total tersebut
dalam kondisi baik, 18,37% dalam kondisi sedang dan 11,28% dalam kondisi
rusak.
B. Gambaran Umum Kecamatan Pamulang
Kecamatan Pamulang, adalah salah satu kecamatan yang berada di wilayah
Tangerang Selatan yang menjadi daerah perkantoran Pemerintahan Daerah
(Pemda) Tangerang Selatan. Kecamatan ini memiliki luas wilayah sebesar 2.788
Terdiri dari laki-laki sebanyak 117.889 dan Perempuan sebanyak 114.568 (versi
kecamatan) sedangkan Versi BPS adalah sejumlah 261.791 Jiwa. Jumlah kepala
keluarga atau kk sebesar 59.786, jumlah rukun tetangga atau rt sebanyak 783, dan
jumlah rukun warga atau rw sebanyak 151 buah.53
Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan, yaitu kelurahan Pondok Benda,
Pamulang Barat, Pamulang Timur, Pondok Cabe Udik, Pondok Cabe Ilir,
Kedaung, Bambu Apus, dan Benda Baru. Kepadatan penduduk terbanyak per km2
adalah sebesar 10.859 jiwa yang terdapat di Kelurahan Benda Baru.54
Tabel 10
Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan jenis kelamin Menurut Kelurahan di Kecamatan Pamulang pada awal Tahun 200755
No Kelurahan
Banyaknya Penduduk menurut Umur dan jenis Kelamin
0-19 20-39 40-59 60+
Laporan kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2011
54
Statistik Kecamatan Pamulang, Laporan kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2007 55
Tabel 11
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Menurut Kelurahan di Kecamatan Pamulang pada Awal Tahun 200756
No Kelurahan Agama Jumlah
Islam Katholik Protestan Hindu Buddha Lainnya
1 Pondok Benda 31.734 1.331 2.725 281 264 71 36.406
penganut Buddha sebesar 1.626 ribu jiwa, atau sebesar 0,7% dan lainnya sebesar
320 atau 0,2%.
Sedangkan menurut pendidikan, banyaknya warga yang belum sekolah di
Kecamatan Pamulang sebesar 38.326 jiwa, tidak tamat SD sebesar 35.288 jiwa,
Tabel 12
Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Pamulang Pada
Tahun 2007.57
No Pendidikan Banyaknya
1 Belum Sekolah 38.328
2 Tidak Tamat SD 35.228
3 Tamat SD/ Sederajat 57.656
4 Tamat SLTP/ Sederajat 37.902 5 Tamat SLTA/ Sederajat 48.501 6 Tamat Akademi/Sederajat 6.807 7 Tamat Perguruan Tinggi/ Sederajat 12.108
Jumlah 236.530
besar sebanyak 298 jiwa, buruh tani sebanyak 263 jiwa, petani pemilik sebanyak
206 jiwa, dan lain-lain sebanyak 22.134 jiwa.
Terdapat 4 dimensi untuk mengukur stratifikasi sosial masyarakat, yaitu
kekayaan, kehormatan, kekuasaan dan ilmu pengetahuan.58 Berdasarkan data
yang didapatkan mengenai lapangan pekerjaan, pendidikan, kekuasaan dan dilihat
dari kondisi pemukiman warga, maka dapat dikatakan bahwa warga Kecamatan
Pamulang dikategorikan sebagai warga menengah ke atas.
57
Statistik Kecamatan Pamulang, Laporan Kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2007 58
Tabel 13
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di kecamatan Pamulang pada Tahun 2007.59
No Mata Pencaharian Banyaknya
1 PNS 5.582
2 TNI/POLRI 817
3 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 1.247
4 Pedagang 23.321
5 Sopir 9.182
6 Buruh Industri 18.204
7 Buruh Bangunan 4.820
8 Industri Kecil/pengrajin 511 9 Pengusaha sedang/Besar 298 10 Petani Penggarap/buruh tani 263
11 Petani Pemilik 206
12 Lain-lain 22.134
Jumlah 86.585
Berdasarkan data-data tersebut di atas dapat diketahui bahwa Kecamatan
Pamulang memiliki penduduk yang cukup banyak, cukup maju, bisa dilihat dari
banyaknya bank, pertokoan, mall serta mata pencaharian penduduk, serta
memiliki pendidikan yang cukup maju.
Sekolah yang ada di kecamatan ini berjumlah 206 sekolah, yang terdiri dari
40 SD Negeri, 28 SD swasta, 16 MI Swasta, 3 SMP Negeri, 18 SMP Swasta, 1
MTs Negeri , 5 MTs Swasta , 2 SMA Negeri, 10 SMA Swasta dan 80 SMK.
59
Tabel 14
Jumlah Partisipasi Sekolah Kecamatan Pamulang Tahun 200760
No Sekolah Jumlah
1 SD Negeri 16033
2 SD Swasta 6498
3 SMP Negeri 2571
4 SMP Swasta 3394
5 SMA Negeri 1812
6 SMA Swasta 1309
7 SMK Swasta 5690
Jumlah 37307
Dapat dilihat pada tabel 14, bahwa partisipasi dan kesadaran masyarakat
untuk menyekolahkan anaknya hingga sekolah menengah atas di Kecamatan
Pamulang sedang, terlihat dari jumlah murid yang berpartisipasi untuk masuk
sekolah sebanyak 37.307 dari 73.881, atau sebesar 50,5% anak telah menempuh
pendidikan hingga jenjang SMA.
60
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA
A. Temuan Penelitian 1. Hasil Studi Kuantitatif
Penelitian dilakukan berdasarkan data pada Akta Nikah yang terdapat di
Kecamatan Pamulang pada tahun 2010 hingga Juni 2011. Pengumpulan data
dilakukan berdasarkan dependent variable dan independent variable
penelitian, yaitu data usia pernikahan pertama, dan pendidikan terakhir
pasangan.
Tabulasi data dilakukan dengan mengubah data yang ada menjadi data
numerik, yaitu:
Angka Pendidikan
1 SD,MI 2 SMP, MTs
3 SMA,SMK,SMEA,MA,MAN, SMIP 4 D1
5 D3 6 D4,S1 7 S2
Angka Usia
1 16-21
2 22-28
3 29-35
4 36-41
Tabel 15 menunjukkan frekuensi dari usia responden yang diambil berdasarkan
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang berusia 16-21 tahun
sebanyak 153 orang, atau 30,6%. Usia 22-28 tahun 277 orang, atau 55,4%. Usia 29-35
tahun 62 orang atau 12,4%. Usia 36-41 tahun 5 orang atau 1% dan lebih dari 41 tahun
adalah 3 orang, atau 0,6%.
Sedangkan untuk frekuensi pendidikan responden, dapat dilihat di tabel 16. Metode
yang digunakan adalah acak sederhana pada buku Akta Nikah Kecamatan Pamulang
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki pendidikan terakhir
SD saat menikah adalah sebanyak 21 orang, atau sebesar 4,2%. Responden yang
memiliki pendidikan terakhir SMP atau MTs pada saat pernikahan terakhirnya adalah 60
orang atau 12%.
Responden yang memiliki pendidikan terakhir SMA dan sederajatnya saat menikah
adalah 304 orang, atau 60.8%. responden yang memiliki pendidikan terakhir D1
sebanyak 2 orang, atau 0,4%. Responden yang memiliki pendidikan terakhir D3 sebanyak
45 orang atau 9%.
Responden yang telah menempuh gelar Sarjana Strata 1 (S1) pada saat menikah
sebanyak 65 orang atau 13%, dan responden yang telah menempuh studi S2 sebanyak 3
orang, atau sebesar 0,6%.
Penelitian ini memfokuskan diri untuk melihat hubungan antara dua variabel,
sehingga menggunakan penelitian non parametriks dengan SPSS versi 16 untuk melihat
hubungan antara kedua variabel tersebut.
Untuk menguji kedua data tersebut, yang pertama kali dilakukan peneliti adalah
melihat distribusi data dengan menggunakan analisa non parametriks one sample
Hasilnya adalah:
Kolmogorov-Smirnov Z 6.253 8.644
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Distribusi data dapat dilihat melalui besar peluang kesalahan (Asymp. Sig) atau
istilah tersebut disimbolkan di statistik dalam p. jika nilai p > 0,05 maka data tersebut
berdistribusi normal. Sedangkan jika p < 0,05, maka data tersebut tidak berdistribusi
normal.
Jika data berdistribusi normal, maka rumus yang digunakan untuk melihat korelasi
yang terjadi adalah korelasi Pearson. Sedangkan, jika data tidak berdistribusi normal,
maka menggunakan rumus Kendall-tau, dan Spearman-rho.
Nilai Usia dari hasil di atas adalah p=0,000 dan p=0,000<0.05 maka, berdasarkan
teori statistik, maka sebaran data tersebut adalah sebaran data tidak berdistribusi normal,
nilai pendidikan adalah p=0,000 dan p=0,000<0.05 berdasarkan teori statistik, maka
Jika data tersebut tidak berdistribusi normal, rumus korelasi statistik yang tepat
digunakan adalah menggunakan rumus korelasi Kendall-tau dan Spearman-rho.61
Hasilnya adalah:
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan korelasi Kendall tau dapat dilihat bahwa koefisien korelasi (r) antara
usia pernikahan pertama dengan pendidikan adalah 0,373 dan p=0,000. Karena korelasi
ini signifikan pada level 0,01, dan p=0,000<0,01; maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal
ini dapat diartikan bahwa di Kecamatan Pamulang, tingkat pendidikan mempengaruhi
usia perempuan pada pernikahan pertama.
61
Berdasarkan Korelasi Spearman, koefisien korelasi (r) antara usia peenikahan
pertama dengan pendidikan adalah 0,417. Dengan nilai p=0,000. Karena korelasi ini
signifikan pada level 0,01 dan p=0,000<0,01; maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini
berarti di Kecamatan Pamulang, tingkat pendidikan mempengaruhi usia perempuan pada
pernikahan pertama.
Untuk melihat sejauh apa pengaruh antara usia perempuan pada pernikahan pertama
dengan pendidikan, maka penulis menggunakan teori korelasi Pearson dengan
menggunakan statistik deskriptif untuk lebih menggambarkan temuan.
Hasil temuan tersebut adalah:
Tabel 19 Descriptive Statistics
Variable Mean Std. Deviation N
Usia 1.8560 .71012 500
Pendidikan
3.3940 1.32902 500
Mean atau rata-rata untuk usia adalah range ke-3 atau pernikahan antara 22-27 tahun
dan pendidikan adalah range ke-2 atau SMA. Standar deviasi atau simpangan baku untuk
umur adalah 0,71 dan untuk pendidikan adalah 1,3. N adalah banyak kasus yang terjadi,
Sedangkan korelasi berdasarkan korelasi Pearson adalah
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Besar korelasi antara usia pernikahan pertama dengan pendidikan adalah 0,336
dengan signifikansi 0,000. Pengujian dilakukan dengan signifikansi level pada
0,01,dengan kasus yang terjadi sebanyak 500.
Dalam korelasi Pearson, bila r semakin mendekati angka 1 maka hal tersebut
menunjukkan adanya hubungan yang kuat. Dalam perhitungan statistik diatas dapat
dilihat bahwa hasil yang diperoleh dengan korelasi Pearson adalah 0,336.
Jika dilihat berdasarkan tabel koefisien korelasi, maka dapat disimpulkan, bahwa
tingkat hubungan antara usia perempuan pada pernikahan pertama dengan pernikahan
2. Hasil Studi Kualitatif
Wawancara mendalam dilakukan kepada 6 orang informan yang berada di RW 010
Pondok Benda, Pamulang yaitu 5 orang informan pengantin Perempuan, 1 informan ibu
pengantin; serta 2 orang petugas KUA, yaitu Kepala KUA Pamulang dan Kepala Seksi
Humas KUA Pamulang.
a. Usia Pernikahan
Pemahaman tentang batasan usia dalam pernikahan telah dipahami oleh sebagian
informan. Ibu informan berpendapat bahwa,
“Usia yang tepat untuk menikah ya pas dapet KTP, Perempuan sudah boleh
menikah.”
Informan lain berpendapat bahwa usia menikah seharusnya dilakukan setelah
berusia 21 tahun. Kepala KUA dan Seksi HUMAS berpendapat bahwa usia 21 lebih
tepat untuk menikah, walau undang-undang berkata 16 tahun sudah cukup untuk
menikah.
b. Alasan Menikah
Berdasarkan wawancara dengan pihak KUA, mayoritas dari Perempuan yang
menikah ketika usia mereka remaja pada tahun 2010 adalah hamil, atau Married by
Accident (MBA).
“Kalau pada tahun 2010 sih, banyak anak SMA yang baru lulus, atau masih SMA nikah, karena yah, adek tahu sendiri, banyak yang hamil
Secara spesifik, berdasarkan data pihak KUA dan pengakuan penghulu, untuk usia
pernikahan pertama di bawah 21 tahun sejumlah 52 pasangan dari 98 atau 53,06%
pasangan yang menikah dini pada tahun 2010 menikah dengan alasan MBA.62 Selain
alasan MBA, alasan lainnya adalah sudah siap untuk menikah, maupun perjodohan.
Berdasarkan wawancara kepada tiga orang informan yang menikah MBA, dapat
diketahui bahwa mereka melakukan hubungan pra-nikah dengan pacarnya, sehingga
hamil sebelum menikah.
“Ya, karena aku cinta sama pacar aku, nah mamaku gak suka sama pacarku, dia lebih suka aku cari cowok kaya di tempat kerja aku, tapi aku
cinta banget cowok aku, jadi ya akhirnya hamil deh.”63
Seorang informan berpendapat bahwa ia menikah karena dijodohkan oleh orang
tuanya. Alasan orang tua informan tersebut menjodohkan anaknya adalah
“..Yah, daripada di rumah tidak ada kerjaan, kelayaban kemana-mana, bikin malu orang tua, kan mendingan di nikahin aja.”
Bagi informan yang menikah saat umur 25 tahun mengatakan bahwa ia baru siap
untuk membina keluarga di usianya yang ke-25 karena di usia tersebut ia baru mampu
secara psikis dan materiil untuk membina keluarga.
“saya kan harus lulus sarjana dulu, kerja dulu, kalau udah siap, baru saya nikah, dan saya emang baru siap ketika umur segitu”
62
Berdasarkan wawancara dengan kepala KUA dan Penghulu Kecamatan Pamulang pada 23 Agustus 2011 63
B. Analisa Data
1. Hubungan antara Pendidikan dan Usia Pernikahan Pertama
60,8% responden dalam penelitian ini memiliki pendidikan setaraf SMA dengan
55,4% usia responden adalah 22-28 tahun. Hasil yang dicapai dari penelitian tersebut
adalah hubungan antara usia pernikahan pertama dengan pendidikan adalah rendah,
artinya pada Kecamatan Pamulang yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi,
hanya sedikit yang menikah di usia remaja dengan pendidikan yang rendah. Faktor
dengan prosentasi lebih tinggi bagi pernikahan pada usia muda pada perempuan di
Pamulang adalah Married by Accident dengan 53,06%.
Hal ini berlawanan dengan studi-studi sebelumnya yang menyatakan bahwa
pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan pernikahan di usia
muda di daerah pedalaman.
Studi-studi sebelumnya menyebutkan bahwa di daerah rural area atau pedesaan,
masyarakat menikah dini karena pendidikannya yang rendah, sehingga hubungan antara
pendidikan dengan usia perempuan pada perkawinan pertama itu tinggi.
Sedangkan untuk daerah perkotaan, kurang dari 20% masyarakat yang berusia di
bawah 21 tahun telah menikah di usia remaja.64 Hal ini berarti masyarakat di perkotaan
cenderung untuk menikah di atas 21 tahun. hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis, bahwa mayoritas masyarakat di daerah Kecamatan Pamulang
yang merupakan daerah urban area, mayoritas yang menikah selama 2010-Juni 2011
berusia 22-28 tahun.65
64
Minja Kim Choe, Early Marriage and Childbearing in Indonesia and Nepal.2001,h.23-24 65
Pendidikan yang menjadi mayoritas adalah SMA, hal ini sesuai dengan data riskesdas
pada tabel 4 yang menyebutkan bahwa 54,1% usia pernikahan pertama 20-24 tahun
menikah dengan pendidikan terakhir adalah SMA.66
Hasil tersebut dapat diperkuat dengan hasil wawancara yaitu banyaknya warga yang
menikah pada tahun 2010-juni 2011 60,8% adalah lulusan SMA. Ditambah wawancara
dengan informan yang memiliki pendidikan yang tinggi memilih untuk menikah di usia
dewasa.
Hal ini sesuai dengan teori yang dicetuskan oleh Goode yang berpendapat bahwa
Perempuan yang tinggal di wilayah perkotaan dan memiliki pendidikan yang tinggi lebih
cenderung untuk menikah terlambat, atau menikah di usia dewasa karena mereka lebih
memilih pekerjaan dibandingkan memiliki keluarga.67
Bisa dilihat dari alasan beberapa Perempuan yang menikah di usia yang sudah
matang, atau berusia di atas 23 tahun, mereka menikah setelah merasa bahwa hasil
pekerjaan yang mereka lakukan sudah cukup untuk membiayai keluarga, atau setelah
mereka merasa siap untuk berkeluarga.
“Saya kan harus lulus sarjana dulu, kerja dulu, kalau udah siap, baru saya nikah, dan saya emang baru siap ketika umur segitu.”68
66
Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI Tahun 2010,h.188 67
Vu, Lung. Age at First Marriage in Vietnam: Trends and Determiants. (Tulane University School of Public Health and Tropical Medicine,2005)h.1
68