• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Xerostomia Pada Lansia Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi Xerostomia Pada Lansia Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

Lampiran IV

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat Pagi,

Saya Liroshina Subramaniam, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Prevalensi Xerostomia pada Lansia di UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016”. Saya mengikutsertakan

Kakek/Nenek dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi xerostomia (mulut kering) pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Selain itu, tujuan jangka panjang dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut masyarakat khususnya pada lansia yang menghuni di panti jompo ini.

Manfaat penelitian ini secara umum adalah meningkatkan status kesehatan mulut masyarakat, khususnya pada lansia yang mengonsumsi obat-obatan dan menderita penyakit sistemik di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Manfaat bagi Kakek/Nenek yaitu dapat memberi pengetahuan tentang mulut kering yang terjadi dan dapat menjaga kesehatan rongga mulut dengan penuh tanggungjawab sehingga dapat menghindari masalah yang timbul akibat mulut kering.

Kakek/Nenek sekalian, para lansia yang menderita penyakit sistemik dan mengonsumsi obat-obatan dapat menyebabkan mulut kering. Masalah kesehatan rongga mulut yang timbul akibat mulut kering adalah dapat menyebabkan kesulitan menelan makanan, sulit berbicara, perubahan pengecapan pada lidah dan bila telah parah dapat menyebabkan rasa terbakar dalam mulut sehingga memerlukan penjagaan kesehatan rongga mulut yang lebih baik.

(5)

Sebanyak 100 orang akan ikut dalam penelitian ini yaitu semua peserta adalah lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang berusia 60 tahun ke atas, harus bisa berkomunikasi dengan baik dan menyetujui menjadi peserta penelitian.

Partisipasi Kakek/Nenek dalam penelitian ini bersifat sukarela, tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dari dokter dan komunitas bila Kakek/Nenek tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Sebagai tanda terima kasih atas partisipasi saya berikan buah-buahan dan air aqua kepada Kakek/Nenek. Pada penelitian ini, identitas Kakek/Nenek akan disamarkan. Hanya dokter gigi peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat datanya. Kerahasiaan data Kakek/Nenek akan dijamin sepenuhnya. Bila data Kakek/Nenek dipublikasikan akan tetap dijaga.

Jika selama menjalankan penelitian ini akan terjadi keluhan pada Kakek/Nenek silahkan menghubungi saya Liroshina Subramaniam (H/P: 087869410112).

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu Kakek/Nenek sekalian, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(6)

Lampiran V

LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

Alamat :

No Tel / HP :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian yang berjudul “Prevalensi Xerostomia pada Lansia

di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016”.

Mahasiswa Peneliti Medan, 2016 Peserta Penelitian

(7)

Lampiran VI

LEMBAR PEMERIKSAAN PASIEN

No:

Tanggal: _______________

A. DATA DEMOGRAFI

Nama Pasien : Umur : Jenis Kelamin : P / L

B. ANAMNESIS

a) Riwayat penyakit sistemik: Ya / Tidak

NO PENYAKIT SISTEMIK YA TIDAK

1 Penyakit Gastrointestinal 2 Penyakit Hipertensi 3 Penyakit Kardiovaskular 4 Diabetes Mellitus

5 Penyakit Tiroid 6 Penyakit Hematologi 7 Penyakit Ginjal 8 Allergi

(8)

11 Penyakit Respiratori 12 Lain-lain :

b) Riwayat Obat-obatan : Ya / Tidak

NO OBAT-OBATAN YA TIDAK

1 Obat Antidepresen 2 Obat Anticholinergik 3 Obat Antihistamin 4 Obat Antihipertensi 5 Obat Kardiovaskular 6 Obat Diuretik

7 Obat Antidislipidik 8 Obat Gastrointestinal 9 Obat Neurologik 10 Obat Psikoterapeutik 11 Obat Respiratori 12 Lain-lain :

C. PEMERIKSAAN KLINIS XEROSTOMIA

a. Ekstraoral

Bibir

Normal Ada Kelainan

(9)

b. Intraoral

Mukosa Bukal Normal Ada Kelainan

………

Palatum Normal

Ada Kelainan

………

Lidah Normal Ada Kelainan

……….

Gingiva Normal Ada Kelainan

……….

Saliva Normal Ada Kelainan

……….

(10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ratmini NK, Arifin. Hubungan kesehatan mulut dengan kualitas hidup lansia. Jurnal Ilmu Gizi 2011; 2(2): 139-47.

2. Junaidi S. Pembinaan fisik lansia melalui aktivitas olahraga jalan kaki. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia 2011; 1: 17-21.

3. Wijayanti. Hubungan kondisi fisik RTT lansia terhadap kondisi sosial lansia. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Pemukiman 2008; 7(1): 38-49.

4. Guiglia R, Musciotto A, Compilato D, Procaccini M, Russo LL, Ciavarella D dkk. Aging and oral health: Effects in hard and soft tissues. Article of Current Pharmaceutical Design 2010; 16(6): 619-28.

5. Sande AR, Suragimath A, Bijjaragi S, Mathur A. Geriatric dentistry in India: An oral medicine perspective. Journal of Indian Academy of Oral Medicine & Radiology 2014; 26: 298-300.

6. Tatapudi R, Manjunath K. Diseases of tongue and salivary glands. In: Nasim S, Dutta S. Oral medicine: Exam preparatory manual for undergraduates, New Dehli: Elsevier India Private Limited., 2013: 132-54.

7. Hasibuan S. Keluhan mulut kering ditinjau dari faktor penyebab, manifestasi dan penanggulangannya. USU digital library 2002: 1-8.

8. Shetty SR, Bhowmick S, Castelino R, Babu S. Drug induced xerostomia in elderly individuals: An Institutional Study. Journal of Contemporary Clinical Dentistry 2012; 3: 173-5.

9. Abdullah MJ. Prevalence of Xerostomia in Patients Attending Shorish Dental Speciality in Sulaimani City. Journal of Oral Medicine and Pathology 2015; 7(1): e45-53.

10. Tumengkol B, Suling PL, Supit A. Gambaran xerostomia pada masyarakat di Desa Kembuan Kecamatan Tondano Utara. Jurnal e.Gigi 2011; 3(1): 1-8. 11. Turner MD, Ship JA. Dry mouth and its effects on the oral health of elderly

(11)

12. Tarigan AP. Proses penuaan dari aspek kedokteran gigi. Medan. USU press, 2015: 21-87.

13. Rochmah W, Aswin S. Tua dan proses menua. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran 2001; 33(4): 221-7.

14. Suparyanto. Konsep lanjut usia

15. Pangkahila JA. Pengaturan pola hidup dan aktivitas fisik meningkatkan umur harapan hidup. Journal of Sports and Fitness 2013; 1(1): 1-7.

16. Saunders MJ, Yeh CK. Oral health in elderly people. In: Ronni Chernoff. Geriatric Nutrition: The health professional handbook, 3rd

17. Mckenna G, Burke FM. Age related oral changes. Journal of Gerodontology Dent Update 2010; 37: 519-23.

ed., Sudbury: Jones and Bartlett’s Publishers., 2006: 163-200.

18. Amerongen AVN, Michels LFE, Roukema PA, Veerman ECI. Ludah dan kelenjar ludah. Abyono R. Yogyakarta: Staflue S, 1992: 1-22.

19. Smidth D, Torpet LA, Nauntofte B, Heegaard KM, Pedersen AML. Associations between oral and ocular dryness, labial and whole salivary flows rates, systemic diseases and medications in a sample of older people. Community Dent Oral Epidermiol 2011; 39: 276-88.

20. Almeida PDV, Gregio AMT, Machado MAN, de Lima AAS, Azevedo LR. Saliva composition and functions: A comprehensive review. The Journal of Contemporary Dental Practice 2008; 9(3): 1-11.

21. Hopcraft MS, Tan C. Xerostomia: An update for clinicians. Australian Dental Journal 2010; 55: 238-44.

22. Folke S, Paulsson G, Fridlund B, Soderfeldt B. The subjective meaning of xerostomia-an aggravation misery. International Journal of Qualitative Studies on Health and Well-being 2009; 4: 245-55.

(12)

24. Sultana N, Sham ME. Xerostomia. International Journal of Dental Clinics 2011; 3(2): 58-69.

25. Ettinger RL. Xerostomia: A symptom which acts like a disease. Age and Ageing Oxford Journal 1996; 25: 409-12.

26. Lukisari C, Kusharjanti. Xerostomia: Salah satu manifestasi oral diabetik.

27. Mortazavi H, Baharvand M, Khodadoustan A. Xerostomia due to systemic disease: A review of 20 conditions and mechanisms.Annals of Medical and Health Sciences Research 2014; 4(4): 503–10.

28. Kaushik A, Reddy SS, Rakesh N. Oral and salivary changes in renal patients undergoing hemodialysis. A cross-sectional study. Indian journal of nephrology 2013; 23(2): 125-9.

29. Rao PKJ, Chatra L, Shenai P, Veena KM, Prabhu RV, Kushraj T dkk. Xerostomia: Few dry facts about dry mouth. Journal of Archives of Medicine and Health Science 2014; 2(2): 190-4.

30. Osailan S, Pramanik R, Shirodaria S, Challacombe SJ, Proctor GB. Investigating the relationship between hyposalivation and mucosal wetness. Oral Disease 2011; 17(7): 109-14.

31. Hasibuan S, Sasanti H. Xerostomia: Faktor etiologi, etiologi dan penanggulangan. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2000; 7: 241-8.

32. Villa A, Connell CL, Abati S. Diagnosis and management of xerostomia and hyposalivation. Journal of Therapeutics and Clinical Risk Management 2015; 11: 45-51.

33. Sreebny LM, Vissink A. Dry mouth the malevolent symptom: A clinical guide. USA: Blackwell Publishing., 2010: 33-87.

(13)

35. Plemons JM, Al-Hashimi I, Marek CL. Managing xerostomia and salivary gland hypofunction. The Journal of the ADA Council on Scientific Affairs 2015: 1-21.

36. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto, 2011: 88-102, 104-218.

37. Dahlan S. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika, 2013: 36-80.

38. Oxford University. Oxford dictionaries.

39. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. 5th

40. Primadi O. Gambaran kesehatan lanjut usia di Indonesia. In: Pusat Data dan Informasi Kementerian kesehatan RI. Jakarta, 2013: 1-18.

ed., Jakarta: Departemen farmakologi dan terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., 2007: 315-42.

41. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Penduduk usia lanjut di Indonesia 7-b54836 a53e40&ID=788

42. Juffrie M. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada penyakit saluran cerna. Jurnal Ilmu Kesehatan Anak 2004; 6(1): 52-9.

. (19 Disember 2013).

43. Raudah, Apriasari ML, Kaidah S. Gambaran klinis xerostomia pada wanita menopause di kelurahan Sungai Paring Kecamatan Martapura. Jurnal kedokteran Gigi 2014; 11(2): 184-8.

44.

xerostomia. - obat-antihipertensi-terhadap-timbulnya-xerostomia.

45. Ogbru A. Antacids: Aluminum/ Magnesium Antacids/ Simethicone. (25 Februari 2011).

(14)

46. Morrissey J, Barreras R. Antacids therapy. New England Journal of Medicine 1984; 29: 550-4.

47. Karthik R, Karthik KS, Keerthi G. Oral adverse effects of gastrointestinal drugs and considerations for dental management in patients with gastrointestinal disorders. Journal os Pharmacy and Bioallied Sciences 2012; 4(2): S239-41.

48. Haveles E. Applied pharmacology for the dental hygienist. 6th

49. Chojnowska S, Zalewska A, Knas M, Waszkiewicz N, Waszkiel D, Kossakowska A dkk. Determination of lysosomal exoglycosidases in human saliva. Journal of Biochimica Polonica 2014; 16(1): 85-90.

ed., United States: Elsevier., 2010: 34-45.

50. Zalewska A, Szulimowska J, Waszkiewicz N, Waszkiel D, Zwierz K, Knas M. Salivary exoglycosidase in the detection of early onset of salivary gland involvement in rheumatid arthritis. Journal of Medical University of Bialystok 2013; 67: 1182-8.

(15)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara survei deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Setiap lansia yang menjadi subjek penelitian diobservasi hanya satu kali

saja. Penggunaan obat-obatan dan penyakit sistemik yang diderita diketahui melalui data rekam medik serta terjadinya xerostomia diukur menurut keadaan atau status saat diobservasi.36

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan GG. Sasana No.2 Kel. Cengkehturi Binjai. Pemilihan panti jompo ini dikarenakan pada panti ini terdapat kelompok lansia sehingga akan memudahkan peneliti menemukan subjek penelitian lansia. Waktu penelitian adalah bulan Februari 2016 sampai seluruh jumlah sampel terpenuhi.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah para lansia yang menghuni UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah para lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai dengan perhitungan besar sampel menggunakan rumus penaksiran proporsi populasi dengan ketentuan absolut (simpangan mutlak).37

n = Za2 d

x P x (1- P) 2

(16)

Keterangan:

n : ukuran sampel yang diperlukan d : persisi relative 10% (0,1)

P : proporsi populasi  diambil berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tumengkol dkk (2011) yaitu mengunakan persentase gambaran xerostomia pada lansia di Desa Kembuan Kecamatan Tondano Utara yaitu sebesar 45,45% (0,4545).

Z : nilai kepercayaan 0,95% = 1,96

n = Za2 d

x P x (1- P) 2

n = (1,96)2

(0,1)

x 0,4545 x (1-0,4545) 2

n = 95,24

Besar sampel minimum yang didapati adalah 95,24 atau 96 orang. Maka jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah 100 orang. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah metode non probability sampling jenis purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang memenuhi persyaratan artinya, memenuhi kriteria yang dapat dijadikan sampel.36

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.3.1Kriteria Inklusi

1. Lansia berusia 60 tahun ke atas.

2. Lansia yang setuju menjadi subjek penelitian.

3.3.3.2Kriteria Eksklusi

(17)

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian

1. Lansia adalah kelompok usia lanjut yang mengalami proses menua (60 tahun ke atas).

a. Usia adalah perhitungan ulang tahun responden yang dihitung sejak tahun lahir sampai ulang tahun terakhir saat dilakukan penelitian.

1

38

b. Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan sejak seseorang lahir.

Cara ukur adalah melihat identitas lansia dari daftar nama para lansia di UPT dan ditulis dalam lembar pemeriksaan dalam satuan tahun.

38

c. Penyakit sistemik adalah kondisi yang diderita oleh lansia seperti penyakit gastrointestinal, penyakit hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, penyakit ginjal, penyakit neurologik, penyakit psikologik dan penyakit respiratori.

Cara ukur adalah melihat identitas lansia dari daftar nama para lansia di UPT dan ditulis dalam lembar pemeriksaan.

9

d. Obat-obatan adalah bahan atau paduan bahan yang digunakan oleh lansia dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan seperti obat antihipertensi (contoh Captopril

Cara ukur adalah melalui data rekam medik.

®

), obat gastrointestinal (contoh Antasida®) dan obat respiratori (contoh Salbutamol®).39

2. Xerostomia adalah kondisi kekeringan pada rongga mulut lansia. Cara ukur adalah melalui data rekam medik.

(18)

genangan saliva pada dasar mulut tidak ada, kehilangan papila lidah, terjadi perubahan pada permukaan gingiva, mukosa oral berkilat seperti kaca terutama pada bagian palatal, lobul atau fisur pada lidah dan terdapat debris pada mukosa palatal.32

3.6 Sarana Penelitian

3.6.1 Alat

1. Alat tulis 2. Kaca mulut 3. Nerbeken 4. Lampu senter

5. Lembar pemeriksaan

3.6.2 Bahan

1. Sarung tangan 2. Masker 3. Tisu 4. Alkohol 5. Air

6. Povidon iodin

3.6.3 Formulir Pencatatan

Formulir pencatatan terdiri dari blanko lembar pemeriksaan yang mencakup data demografi (nama, umur, jenis kelamin), penyakit sistemik, obat-obatan dan pemeriksaan klinis xerostomia (pemeriksaan ekstraoral dan intraoral).

3.7 Metode Pengumpulan Data

(19)

didapatkan dari data rekam medik. Kemudian peneliti melakukan pemeriksaan klinis xerostomia yang mencakup pemeriksaan ekstraoral dan intraoral untuk membuktikan ada atau tidaknya xerostomia.

3.8 Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan dari lembar hasil pemeriksaan kelompok lansia kemudian dianalisis secara manual dan ditabulasikan.

3.9 Analisis Data

Data yang sudah terkumpul ditabulasikan dan analisa data dilakukan dengan cara perhitungan persentase yang meliputi:

1. Distribusi dan frekuensi kelompok lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 berdasarkan usia.

2. Distribusi dan frekuensi kelompok lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin.

3. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016.

4. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan usia. 5. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan jenis

kelamin.

6. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan penyebab. 7. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan faktor

penyebab penyakit sistemik.

(20)

3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut:

1. Ethical Clearance

Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada komisi etik penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.

2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti meminta secara sukarela subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan. Bagi subjek yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

(21)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Demografi Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini terdiri dari 100 orang lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016. Berdasarkan usia, pada penelitian ini lansia dibagi atas 3 kelompok usia menurut World Health Organization (WHO) yaitu pada kelompok usia lanjut (60-74 tahun) sebanyak 56 orang (56%), kelompok usia tua (75-90 tahun) sebanyak 44 orang (44%) dan kelompok usia sangat tua (>(75-90 tahun) sebanyak 0 orang (0%) (Tabel 1).

Tabel 1: Distribusi dan frekuensi kelompok lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 berdasarkan usia.

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

60 – 74

75 – 90

>90

56 44 0

56% 44% 0%

Jumlah 100 100%

(22)

Tabel 2: Distribusi dan frekuensi kelompok lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin.

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%) Laki-laki

Perempuan

42 58

42% 58%

Jumlah 100 100%

4.2 Frekuensi Xerostomia

Hasil penelitian ini menunjukkan lansia yang mengalami xerostomia ketika dilakukan penelitian adalah sebanyak 53 orang (53%), sedangkan yang tidak mengalami xerostomia adalah sebanyak 47 orang (47%) (Tabel 3).

Tabel 3: Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016.

Xerostomia Frekuensi (n) Persentase (%)

Xerostomia (+) 53 53%

Xerostomia (-) 47 47%

Jumlah 100 100%

(23)

Tabel 4: Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan usia.

Usia

Xerostomia

Frekuensi (n) Persentase (%)

60 – 74

Penelitian menunjukkan dari 53 orang yang mengalami xerostomia, sebanyak 36 orang (67,92%) adalah perempuan dan 17 orang (32,07%) adalah laki-laki (Tabel 5).

Tabel 5: Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan jenis kelamin.

Jenis Kelamin

Xerostomia

Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki

(24)

Tabel 6: Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan penyebab.

Faktor Penyebab

Xerostomia

Frekuensi (n) Persentase (%)

a. Penyakit sistemik + Obat-obatan

50 94,34%

b. Penyebab lain 3 5,66%

Jumlah 53 100%

Pada penelitian ini, dari 53 orang lansia yang xerostomia menunjukkan bahwa sebanyak 13 orang (24,53%) memiliki penyakit hipertensi, diikuti penyakit hipertensi + Rheumatoid arthritis sebanyak 10 orang (18,87%), penyakit respiratori sebanyak 7 orang (13,21%), penyakit rheumatoid arthritis sebanyak 6 orang (11,32%), penyakit gastrointestinal sebanyak 6 orang (11,32%), penyakit hipertensi + penyakit gastrointestinal sebanyak 3 orang (5,66%), penyakit diabetes mellitus sebanyak 3 orang (5,66%) dan penyakit diabetes mellitus + Rheumatoid arthritis sebanyak 2 orang (3,77%). Sementara itu, 3 orang (5,66%) lansia yang xerostomia ditemukan tidak memiliki penyakit sistemik (Tabel 7).

Tabel 7: Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan faktor penyebab penyakit sistemik.

Penyakit Sistemik

Xerostomia

Frekuensi (n) Persentase (%)

Ada penyakit sistemik:

a. Penyakit hipertensi 13 24,53%

b. Penyakit hipertensi + rheumatoid arthritis

(25)

Penyakit Sistemik

Xerostomia

Frekuensi (n) Persentase (%)

c. Penyakit respiratori 7 13,21%

d. Penyakit rheumatoid arthritis

6 11,32%

e. Penyakit gastrointestinal 6 11,32%

f. Penyakit hipertensi + Penyakit gastrointestinal

3 5,66%

g. Penyakit diabetes mellitus 3 5,66%

h. Penyakit diabetes mellitus + rheumatoid arthritis

2 3,77%

Tidak memiliki penyakit sistemik 3 5,66%

Jumlah 53 100%

(26)

Tabel 8: Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan faktor penyebab obat-obatan.

Obat-obatan

Xerostomia

Frekuensi (n) Persentase (%)

Ada mengonsumsi obat-obatan:

a. Obat antihipertensi 13 24,53%

b. Obat antihipertensi + Obat rheumatoid arthritis

10 18,87%

c. Obat respiratori 7 13,21%

d. Obat rheumatoid arthritis 6 11,32%

e. Obat gastrointestinal 6 11,32%

f. Obat antihipertensi + Obat gastrointestinal

3 5,66%

g. Obat antidiabetik 3 5,66%

h. Obat antidiabetik + Obat rheumatoid arthritis

2 3,77%

Tidak mengonsumsi obat-obatan 3 5,66%

(27)

BAB 5

PEMBAHASAN

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menetapkan bahwa batasan usia lansia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas. Usia harapan hidup dapat menunjukkan transisi epidemiologi dalam bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka kesakitan yang dihubungkan dengan penyakit degeneratif.40

Berdasarkan jenis kelamin, lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 paling banyak adalah perempuan (58%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Badan Pusat Statistik RI, berdasarkan jenis kelamin, lansia yang paling banyak adalah perempuan.

Dengan demikian, pada penelitian ini lansia usia 75-90 tahun ditemukan lebih sedikit (44%) dibandingkan usia 60-74 tahun (56%). Sementara usia > 90 tahun dapat ditemukan pada pengumpulan data namun tidak memenuhi kriteria penelitian karena masalah kesehatan seperti stroke dan tidak dapat berkomunikasi.

40

(28)

perempuan yang memiliki 2 kromosom X sehingga dapat lebih tahan terhadap gejala-gejala penurunan fungsi tubuh daripada laki-laki.

Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 53% lansia mengalami xerostomia. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Abdullah, ditemukan sebanyak 33,33% lansia mengalami xerostomia, sedangkan penelitian Tumengkol dkk ditemukan sebanyak 45,45% lansia mengalami xerostomia.

41

9-10 Penyebab perbedaan hasil ini dikarenakan variabilitas responden yang terlibat seperti perbedaan proporsi jumlah sampel dan usia. Pada penelitian ini, jumlah sampel penelitian adalah 100 orang dan hanya melibatkan lansia yang dikelompokkan menurut WHO yaitu 60 tahun ke atas. Berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Abdullah, jumlah sampel penelitian adalah 1132 orang yaitu antara usia 10-79 tahun sedangkan pada penelitian Tumengkol dkk, jumlah sampel penelitian adalah 83 orang yaitu antara usia 40-70 tahun.9-10

Berdasarkan kelompok usia subjek penelitian, lansia yang mengalami xerostomia paling banyak ditemukan pada usia 75-90 tahun (58,49%) sedangkan paling sedikit ditemukan pada usia 60-74 tahun (41,51%). Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi proses penuaan. Proses penuaan akan menyebabkan terjadinya perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang dan diganti oleh jaringan lemak dan penyambung serta terjadi atropi pada lapisan sel duktus intermediate. Keadaan ini menyebabkan pengurangan jumlah saliva dan perubahan komposisinya.

Pada penelitian ini, diantara 100 orang lansia hanya 53 orang lansia yang ditemukan mengalami xerostomia karena sistem imun yang baik. Selain itu, nutrisi dan gaya hidup yang sehat misalnya banyak mengonsumsi makanan yang mengandung serat dan protein, bersosialisasi dengan orang lain, kurang stres dan lingkungan yang aman dapat mengurangi masalah xerostomia.

7,30

(29)

dihubungkan dengan menopause. Xerostomia pada perempuan menopause dipengaruhi oleh perubahan hormonal.9 Estrogen adalah salah satu steroid yang mempunyai reseptor di kelenjar saliva dan mukosa mulut. Reseptor estrogen di kelenjar saliva sangat berperan terhadap komposisi dan kecepatan sekresi saliva. Efek estrogen dimediasi oleh reseptor estrogen, yang terdiri dari dua subtipe yaitu reseptor estrogen alfa dan reseptor estrogen beta. Pertumbuhan sel pada epitel mukosa mulut, kelenjar saliva dan gingiva diatur oleh reseptor estrogen beta. Menurunnya kadar reseptor estrogen beta pada perempuan menopause mengakibatkan penurunan fungsi kelenjar saliva. Perempuan menopause akan mengalami mulut kering karena volume saliva berkurang yang ditandai dengan tidak ditemukannya genangan saliva di dasar mulut.

Berdasarkan dengan faktor penyebab, diantara 53 orang lansia yang mengalami xerostomia, didapati bahwa sebanyak 50 orang (94,34%) akibat menderita penyakit sistemik dan mengonsumsi obat-obatan sementara 3 orang (5,66%) karena penyebab lain. Faktor yang tergolong dalam penyebab lain dari xerostomia diduga karena faktor fisiologis yang terdiri dari riwayat kebiasaan bernafas melalui mulut, gangguan emosional dan proses penuaan. Selain itu, terdapat faktor lain seperti riwayat penyakit sistemik yang tidak diketahui.

9,23,43

6,23,30

Dengan bertambahnya usia, pada lansia terjadi penurunan fungsi fisiologis akibat proses penuaan. Oleh karena itu, penyakit degeneratif banyak diderita oleh lansia seperti hipertensi, stroke, diabetes mellitus dan rheumatoid arthritis. Proses penyakit pada lansia berbeda dengan kelompok usia dewasa, karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses penuaan.40 Penyakit yang diderita oleh lansia dapat menimbulkan pengaruh pada rongga mulut yaitu terjadi perubahan, baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak serta kelenjar saliva sehingga timbul masalah kesehatan mulut pada lansia seperti perubahan pada mukosa oral, edentulous, karies gigi, penyakit periodontal, kanker mulut, serta xerostomia.

Proses penuaan pada lansia diperparah dengan adanya kondisi penyakit sistemik dan penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi sekresi saliva sehingga aliran saliva berkurang.

3-5

7,30,33

(30)

penggunaan obat-obatan, menurut Abdullah prevalensi xerostomia terlihat paling tinggi pada penderita dengan penyakit psikologis (57,14%) dan pada pengguna obat antihistamin (66,66%).9 Sementara itu, menurut Tumengkol dkk, prevalensi xerostomia terlihat paling tinggi pada penderita dengan penyakit diabetes mellitus (78,57%) dan pada pengguna obat antihipertensi (38,46%).10 Hasil penelitian di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 berbeda dari penelitian yang dilakukan sebelumnya dimana prevalensi xerostomia yang paling tinggi ditemukan pada penderita dengan penyakit hipertensi (49,06%) dan penggunaan obat antihipertensi (49,06%). Menurut literatur, penyakit hipertensi tidak secara langsung menyebabkan xerostomia. Namun demikian, antihipertensi sebagai perawatan subjek yang menderita penyakit hipertensi diduga menimbulkan efek xerostomia.44 Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan oleh subjek penelitian ini adalah angiotensin converting enzymes (ACE) inhibitor yaitu captopril®. Pada penderita hipertensi, angiotensin converting enzyme dapat merubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang bersifat aktif dan dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah serta mensekresi aldosteron dalam korteks adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta mensekresi kalium yang merupakan penyebab hipertensi. Penggunaan ACE inhibitor dapat menurunkan kadar angiotensin II plasma. Dalam kerjanya, ACE inhibitor akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin II terhambat, timbul vasodilatasi pembuluh darah dengan mengaktifkan bradikinin, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan. Obat ini secara tidak langsung akan mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit gastrointestinal merupakan penyakit sistemik yang dapat ditemukan pada 16,98% lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016. Obat yang digunakan untuk mengatasi rasa sakit maag adalah antasida

39,44

®

(31)

terjadinya dehidrasi dimana cairan yang disekresi lebih banyak daripada kapasitas absorpsi. Pada diare, terjadi kehilangan cairan, natrium dan klorida serta penekanan kalium sehingga akhirnya menimbulkan gejala haus dan lidah serta bibir terasa kering.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit respiratori merupakan penyakit sistemik yang dapat ditemukan pada 13,21% lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016. Obat bronkodilator yang digunakan untuk penyakit respiratori pada penelitian ini kebanyakan adalah salbutamol

30,42,45-46

®

. Menurut Haveles, salbutamol merupakan salah satu obat golongan agonis beta 2 yang dikategorikan dalam short-acting beta agonist. Penggunaan agonis beta 2 menyebabkan perubahan komposisi saliva dan berkurangnya sekresi saliva. Obat bronkodilator agonis beta 2 merupakan obat simpatomimetik yaitu obat yang bekerja pada saraf simpatis dan menyerupai kerja neurotransmitter adrenergik. Dengan adanya rangsangan simpatis, maka kelenjar submandibula dan kelenjar sublingual akan terstimulasi menghasilkan saliva mukus yang lebih kental, sementara itu kelenjar parotid yang tidak dipersarafi saraf simpatis tidak menghasilkan saliva yang kental. Dengan demikian, volume saliva yang dihasilkan akan lebih sedikit. Selain itu, obat golongan simpatomimetik menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi penurunan aliran saliva dan akhirnya mengakibatkan xerostomia.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rheumatoid arthritis merupakan penyakit sistemik yang dapat ditemukan pada 33,96% lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016. Berbeda dengan penyakit hipertensi, penyakit gastrointestinal dan penyakit respiratori yang secara tidak langsung menimbulkan xerostomia, rheumatoid arthritis diduga dapat menimbulkan efek xerostomia secara langsung.

48

Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit sistemik yang dihubungkan

(32)

terjadi aktivasi sel epitel yang melapisi sel asinar dan sel duktus pada kelenjar saliva. Pada fase kedua, terjadi inflamasi yang kronis disertai pelepasan limfosit, produksi antibodi dan menyebabkan destruksi pada kelenjar saliva. Selain kedua fase tersebut, disfungsi kelenjar saliva terkait rheumatoid arthritis, terjadi akibat meningkatnya degradasi matriks ekstraselular yang mengganggu komunikasi antara sel asinar pada kelenjar saliva dengan terminal saraf, sehingga mengurangi sekresi saliva dan akhirnya mengakibatkan xerostomia.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI, diabetes mellitus merupakan penyakit yang tertinggi di Indonesia.

50

40

Akan tetapi, di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 didapati bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik yang paling sedikit diderita oleh lansia yaitu 9,43%. Ini karena pola makanan yang sehat yaitu lebih mengutamakan makanan yang berserat. Diabetes mellitus yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva, sehingga mulut terasa kering. Menurut literatur xerostomia dapat terjadi pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Dehidrasi sebagai hasil dari hiperglikemia yang lama sebagai konsekuensi dari poliuria dan hipofungsi kelenjar saliva pada pasien dengan penyakit diabetes mellitus.51 Dehidrasi saja tidak dapat menyebabkan perubahan fungsi kelenjar saliva akan tetapi inflitrat limfositik yang terlihat pada jaringan kelenjar saliva labial mengindikasikan bahwa jaringan kelenjar saliva merupakan target suatu proses autoimun. Degenerasi yang terus menerus pada jaringan kelenjar saliva akan menyebabkan terjadinya hipofungsi kelenjar saliva dan gangguan komposisi saliva. Selain itu, pada diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 dapat menyebabkan pembesaran bilateral yang asimtomatik pada kelenjar parotis dan kadang-kadang pada kelenjar submandibularis.

Selain itu, pada penelitian ini ditemukan terdapat individu yang menderita lebih dari satu penyakit dan juga mengonsumsi lebih dari satu macam obat-obatan. Individu yang menggunakan lebih dari satu macam obat umumnya memiliki resiko lebih tinggi mengalami xerostomia.

26-27,51

30

(33)
(34)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prevalensi xerostomia pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 mencapai lebih dari separuh dari jumlah subjek penelitian yaitu 53%. Hal ini menunjukkan masalah kesehatan rongga mulut pada lansia harus diberikan perhatian serius.

Penelitian ini melihat xerostomia pada lansia berdasarkan faktor penyebab seluruh penyakit sistemik dan penggunaan obat-obatan. Diharapkan adanya penelitian lanjutan dengan memberikan edukasi pada lansia dengan mengadakan program penyuluhan untuk menangani masalah xerostomia pada lansia.

(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia lanjut yang mengalami proses menua yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari.1 Lansia dapat dikelompokkan kedalam beberapa kelompok berdasarkan tingkat usia. World Health Organization (WHO) mengelompokkan lansia atas kelompok usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, kelompok usia tua (old) 75-90 tahun dan kelompok usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Menurut Bee (1996), tahap lansia dimulai dari masa dewasa lanjut (65-75 tahun) sampai dewasa sangat lanjut (>75 tahun). Sementara itu, menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI), lansia dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu:

1. Kelompok usia dalam masa virilitas (46-55 tahun) 12,14

2. Kelompok usia dalam masa prasenium (56-65 tahun) 3. Kelompok usia dalam masa senescrus (> 65 tahun)

2.2 Proses Menua

(36)

2.2.1 Teori-teori Proses Penuaan

Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai proses penuaan, antara lain:

a) Teori radikal bebas 12-13,15

Radikal bebas merupakan sekelompok senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan dan dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Umumnya, radikal bebas dihancurkan oleh enzim pelindung, namun beberapa senyawa akan berakumulasi di dalam organ tubuh. Radikal bebas yang bersifat sangat reaktif ini dapat merusak komponen sel dan inti sel sehingga terjadi degenerasi.

b) Teori Kerusakan Deoxyribonucleic Acid (DNA)

13,15

DNA adalah suatu molekul kimia yang berperan pada instruksi untuk sel agar berfungsi. DNA ditemukan dalam inti sel dan mitokondria. Target utama dari oksigen radikal adalah merusak mitokondria DNA (mtDNA). Kesalahan yang terjadi pada mtDNA tidak dapat langsung diperbaiki. Oleh karena itu, luas kerusakan mtDNA terakumulasi dari waktu ke waktu, sehingga menyebabkan sel mati dan organisme menua.12-13,15

c) Teori Imunologi

Teori ini menyatakan bahwa sistem imun mengalami kemunduran dalam pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada lansia sangat mudah terserang infeksi karena tidak ada keseimbangan dalam sel T untuk memproduksi antibodi sehingga menyebabkan kekebalan tubuh menurun.

d) Teori Wear and Tear

13,15

Kematian sel terjadi karena jaringan yang sudah tua tidak beregenerasi dan jaringan yang mati tidak dapat memperbaiki dirinya. Teori ini menyatakan bahwa organisme tetap memiliki energi yang tersedia dan akan habis sesuai dengan waktu yang diprogramkan.

e) Teori Cross Linking Collagen-Elastin 13,15

(37)

dan akhirnya degenerasi. Keadaan ini menyebabkan sistem tubuh mengalami kemunduran fungsional yang menyebabkan gejala menua. 12-13

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Penuaan

Perubahan fungsi sel dan kematian sel pada lansia dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik digolongkan sebagai faktor endogenik sedangkan faktor lingkungan digolongkan sebagai faktor eksogenik. Faktor-faktor tersebut dapat bekerja sendiri atau bekerja secara bersama-sama dalam menimbulkan perubahan pada sel.

a) Faktor endogenik 13

Faktor endogenik merupakan proses menua fisiologik yang berlangsung secara alamiah disebabkan oleh berbagai faktor dari dalam tubuh seperti genetik dan hormonal. Genetik seseorang ditentukan oleh genetik orang tua tetapi dapat juga berubah karena infeksi virus dan radiasi. Selain genetik, pengaruh hormon juga sangat erat hubungannya dengan umur. Proses menua fisiologis lebih jelas terlihat pada wanita yang memasuki masa menopause. Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya produksi hormon seks yaitu hormon estrogen dan akibatnya akan terjadi atropi pada sel epitel. Selain itu, menimbulkan tanda-tanda menua pada kulit seperti kulit menjadi kering dan berkurangnya elastisitas serta terjadi penurunan fungsi kelenjar saliva sehingga menyebabkan mulut kering.

b) Faktor eksogenik

12-13

Faktor eksogenik terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh seperti diet, merokok, sinar ultraviolet (UV), polusi dan stres. Nutrisi yang adekuat sangat dibutuhkan, terutama protein karena berguna untuk mempertahankan dan memperbaiki jaringan lunak dan jaringan keras. Pada rongga mulut, kekurangan protein menyebabkan degenerasi jaringan ikat gingiva, membran periodontal dan mukosa serta mempercepat kemunduran tulang alveolar.13

Merokok dapat menyebabkan perubahan biokimia pada tubuh yang dapat mempercepat proses penuaan alami. Rokok menghasilkan tekanan oksidatif, menganggu sirkulasi, dan memicu kerusakan DNA. Akibatnya, kerutan meningkat,

(38)

warna kulit tidak rata, kulit tampak kering, kusam, dan rapuh. Perokok berat pada awalnya mengalami ptialism dan setelah beberapa jam kemudian berubah menjadi keadaan mulut kering. Kebiasaan merokok banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Sinar UV dari matahari dapat menyebabkan kerusakan serat kolagen pada kulit sehingga menyebabkan terjadinya pembentukan bercak-bercak pigmentasi dan menurunkan fungsi kekebalan kulit. Selain itu, nanopartikel akibat polusi dapat menyebabkan tekanan oksidatif dan merusak jaringan kulit serta kolagen sehingga kulit tidak bisa mempertahankan strukturnya. Kondisi psikologis yaitu stres juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penuaan pada kulit dimana tubuh menghasilkan matriks metalloproteinase yaitu enzim yang memecah kolagen dan elastin.12-13

2.3 Pengaruh Penuaan pada Kesehatan Rongga Mulut

Proses menua menyebabkan perubahan pada rongga mulut baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak serta kelenjar saliva.4

2.3.1 Jaringan Keras

Jaringan keras di rongga mulut adalah gigi, tulang alveolar dan sementum. Pada lansia, warna gigi kelihatan kekuningan, lebih rapuh, terjadi perubahan bentuk dan terlihat adanya stain. Tulang alveolar akan mengalami resorpsi karena adanya peningkatan osteoklas yaitu perusakan tulang daripada osteoblast yaitu pembentukan tulang sehingga terjadi proses osteolisis. Di samping itu, terjadi penebalan sementum di sepanjang seluruh permukaan akar yang lebih terlihat pada sepertiga apikal gigi.

2.3.2 Jaringan Lunak 16-18

(39)

menyebabkan gangguan pengecapan. Selain itu, jaringan gingiva juga mengalami penurunan atau resesi sehingga akar gigi menjadi terlihat.16-18

2.3.3 Kelenjar Saliva dan Saliva

Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses menua. Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan merupakan suatu keadaan yang normal pada proses menua. Lansia memproduksi jumlah saliva yang lebih sedikit pada keadaan istirahat, saat berbicara maupun saat makan. Laju aliran saliva juga rendah. Keadaan ini disebabkan karena atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan usia yang akan menurunkan produksi saliva. Selain kuantitas saliva, degenerasi kelenjar saliva menyebabkan penurunan viskositas dan kandungan protein saliva khususnya musin yang berperan dalam melindungi jaringan mulut terhadap kekeringan. Hal ini menyebabkan mulut kering atau xerostomia sering ditemukan pada lansia.7,12,19

Saliva memainkan peran yang penting dalam mempertahankan kesehatan rongga mulut. Fungsi utama saliva adalah pelumas, buffer dan pelindung untuk jaringan lunak dan keras pada rongga mulut. Dengan demikian, penurunan saliva menyebabkan ketidaknyamanan pada rongga mulut dan menaikkan jumlah karies gigi serta meningkatkan kerentanan mukosa terhadap trauma mekanis dan infeksi mikroba.

20

2.4 Xerostomia

2.4.1 Pengertian Xerostomia

Xerostomia yang sering dikenal dengan mulut kering (xeros = kering dan stoma = mulut), didefinisikan sebagai persepsi subjektif kekeringan pada rongga

mulut dimana sekresi saliva dapat ditemukan normal atau menurun.21 Kondisi ini berhubungan dengan terjadi perubahan pada saliva baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.22

Xerostomia dapat mengakibatkan timbulnya beberapa masalah pada rongga mulut. Masalah yang terjadi dapat berupa kesulitan dalam mengunyah dan menelan

(40)

makanan, kesukaran dalam berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang, kesulitan dalam memakai gigi palsu dan mulut terasa seperti terbakar.5

2.4.2 Etiologi Xerostomia

Xerostomia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1) Usia

Gejala xerostomia umumnya berhubungan dengan bertambahnya usia. Lansia sering mengalami xerostomia karena terjadi atropi pada kelenjar saliva sehingga produksi saliva menurun dan komposisinya berubah. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung. Keadaan ini mengakibatkan jumlah aliran saliva berkurang. Biasanya pada lansia yang menggunakan gigi tiruan akan mengalami ketidaknyamanan. Pemakaiannya menjadi tidak nyaman dan juga dapat berpengaruh terhadap retensi gigi tiruan tersebut dikarenakan berkuranganya produksi saliva.

2) Fisiologis

7

Gejala xerostomia ini bisa terjadi setelah berbicara yang berlebihan, berolahraga, bernafas melalui mulut atau menyanyi. Selain itu, juga terdapat komponen emosional seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat merangsang terjadinya efek simpatik dari sistem saraf otonom dan menghalangi sistem parasimpatik sehingga dapat mengakibatkan berkurangnya aliran saliva dan mulut akan terasa kering.

3) Penyakit kelenjar saliva 23

(41)

tumor kelenjar saliva, baik jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus kelenjar saliva dan mempengaruhi sekresi saliva.

4) Penyakit sistemik

24,25

Ada beberapa penyakit sistemik yang dapat mengakibatkan xerostomia. Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sangat berhubungan dengan xerostomia, dilaporkan 40%-80% pasien diabetes melitus mengalami xerostomia. Keadaan aliran saliva makin berkurangan pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol daripada yang terkontrol. Dehidrasi sebagai hasil dari hiperglikemia yang lama sebagai konsekwensi dari poliuria merupakan penyebab utama xerostomia dan hipofungsi kelenjar saliva pada pasien Diabetes mellitus.26 Pasien yang menderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) juga mengalami xerostomia akibat efek samping dari

obat yang digunakan untuk merawat HIV yaitu obat antiretrovirus atau penurunan CD4+ dan adanya proliferasi sel CD8+ ke dalam kelenjar saliva mayor. Hipertropi kelenjar parotid sering ditemui pada pasien dengan HIV positif.27 Penyakit gagal ginjal kronis dapat menyebabkan xerostomia karena pengaruh uremik secara langsung pada kelenjar saliva menyebabkan penurunan parenkim dan fungsi ekskretori serta dehidrasi akibat pembatasan pengambilan cairan.28 Selain itu, systemic lupus erythematosus (SLE) dan rheumatoid arthritis (RA) juga dapat

menyebabkan terjadinya xerostomia.

5) Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher 24

(42)

6) Obat-obatan

Xerostomia adalah efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat-obatan. Obat-obatan yang sering menimbulkan xerostomia terdiri dari obat antidepresen, anticholinergik, antihistamin, antihipertensi, obat kardiovaskular dan diuretik.25 Obat-obatan dapat menyebabkan xerostomia dengan mempengaruhi aliran saliva dengan beberapa cara seperti menganggu transmisi sinyal di persimpangan saraf parasimpatis efektor, menganggu aksi di persimpangan neuroadrenergik efektor atau menyebabkan depresi koneksi dari sistem saraf otonom.24

2.4.3 Gambaran Klinis Xerostomia

Gambaran klinis xerostomia terdiri dari peningkatan jumlah karies gigi, traumatik ulser, kekeringan pada bibir, halitosis, terjadi fisur pada lidah, dan juga candidiasis. Selain itu, individu yang mengalami xerostomia sering mengeluh kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara serta mulut terasa terbakar. Makanan yang kering biasanya sulit dikunyah ataupun ditelan. Pada mukosa yang kering dapat mengakibatkan penggunaan gigi tiruan menjadi tidak nyaman dimana keadaan ini mempengaruhi retensi gigi tiruan dalam menahan tekanan kunyah.11,17,19 Saliva berbuih, genangan saliva pada dasar mulut tidak ada, kehilangan papila lidah, terjadi perubahan pada permukaan gingiva, mukosa oral berkilat seperti kaca terutama pada bagian palatal, lobul atau fisur pada lidah, karies pada bagian servikal gigi yang mengenai lebih dari dua gigi dan terdapat debris pada mukosa palatal.30

2.4.4 Diagnosa Xerostomia

Diagnosis xerostomia dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: a. Anamnesis

(43)

minum saat menelan makanan, apakah mulut terasa kering saat mengonsumsi makanan, apakah pasien sedang mengonsumsi obat dan lain-lain.

b. Pemeriksaan Klinis

31

Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan melihat gambaran klinis yang tampak dalam rongga mulut. Menurut Osailan, pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara menempatkan kaca mulut pada dasar lidah atau mukosa bukal. Kaca mulut akan terasa lengket apabila disentuhkan ke dasar lidah ataupun mukosa bukal.30

c. Teknik Pengumpulan saliva

Teknik pengumpulan whole saliva dapat dilakukan melalui empat metode yaitu draining method, spitting method, suction method dan teknik swab. Pengukuran aliran saliva pada kondisi tanpa stimulasi dapat dilakukan dengan cara pasien disuruh duduk pada posisi badan tegak lurus dan diinstruksikan untuk mengalirkan saliva ke dalam suatu wadah selama 15 menit. Aliran saliva pada kondisi stimulasi dapat diukur dengan cara menginstruksikan pasien untuk mengunyah gum base atau parafin wax (1-2g) selama 1 menit atau memberikan stimulus dengan asam sitrat 2% yang diletakkan pada lidah pada setiap 30 detik interval dan mengumpulkan saliva ke dalam wadah selama 5 menit. Draining method adalah metode pengumpulan saliva yang pasif dan membutuhkan pasien untuk mengalirkan saliva dari mulut ke dalam wadah yang diukur dalam satu waktu tertentu. Spitting method adalah sama seperti draining method tetapi saliva dikumpulkan dalam mulut pada satu waktu tertentu

kemudian meludahkan ke dalam wadah. Suction method dilakukan dengan menggunakan saliva ejector untuk mengalirkan saliva dari mulut ke dalam suatu wadah. Teknik swab dilakukan dengan menggunakan preweight cotton roll atau spons yang diletakkan di mulut pasien dalam waktu tertentu lalu ditimbang. Teknik swab ini lebih efektif dalam mengestimasi derajat salivasi pada pasien xerostomia.

d. Pemeriksaan Sialografi 32,33

(44)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara penyuntikan media kontras yaitu etiodol atau sinografin secara intravena ke dalam kelenjar saliva. Sialografi memberikan pemandangan yang jelas pada duktus secara keseluruhan. Cara pemeriksaan adalah pasien tidur dalam posisi supine dan dibuat foto plain cranium anteropoterior dan lateral. Kemudian diberikan pastiles untuk merangsang saliva lalu dimasukan spuit sialo yang dihubungkan dengan kateter dan diplester ke kulit. Ujung kateter dihubungkan dengan spuit yang berisi media kontras. Media kontras disuntikkan dan dilakukan pemotretan. Setelah selesai pemotretan, pasien diberi minum asam supaya semua kontras media terangsang keluar.

e. Biopsi

34

Biopsi kelenjar saliva minor sangat berguna untuk mendiagnosa kondisi perubahan patologis yang berhubungan dengan disfungsi kelenjar saliva. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosa Sjogren’s Syndrome (SS), Human Immunodeficiency Virus (HIV), penyakit kelenjar saliva, sarcoidosis, amyloidosis

dan graft-vs-host disease. Biopsi kelenjar saliva minor dapat dilakukan jika suspek terbentuk keganasan pada kelenjar saliva.

f. Pemeriksaan Sialometri 34-35

Pemeriksaan sialomerti adalah salah satu cara pengukuran aliran saliva dimana alat untuk mengukur saliva ditempatkan dibawah orifise kelenjar parotid dan submandibular atau sublingual. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan stimulus asam sitrat. Saat istirahat sekresi saliva berkisar 0,3-0,5mL/menit. Setelah dirangsang dengan asam sitrat sekresinya akan meningkat menjadi 0,4-1,5mL/menit. Apabila sekresi saliva setelah dirangsang menunjukkan hasil kurang dari 0,1mL/menit keadaan ini dikenal sebagai keadaan patologis.34

2.4.5 Terapi Xerostomia

(45)

besar. Pada keadaan berat dapat menggunakan zat pengganti saliva. Zat pengganti saliva tersedia dalam beberapa bentuk yaitu cairan, spray dan tablet isap. V.A Oralube merupakan zat pengganti saliva yang tersedia dalam bentuk cairan untuk

merangsang viskositas dan tingkat elektrolit seluruh saliva. Saliva Orthana merupakan salah satu zat pengganti saliva yang disediakan dalam bentuk spray dimana mengandung musin untuk memperoleh viskositas saliva manakala Polyox tersedia dalam bentuk tablet, bermanfaat sebagai pengganti saliva dan mencekatkan gigi tiruan.

Sekresi saliva dapat dirangsang melalui pemberian obat-obatan seperti pilocarpine, cevimeline dan bethanecol. Pilocarpine adalah non spesifik cholinergic

agonist yang menstimulasi reseptor muskarinik yang dapat mensekresi air dan

elektrolit. Pilocarpine lebih efektif pada pasien masih dalam terapi radiasi atau transplantasi tulang. Cevimeline juga merupakan cholinergic agonist yang dapat berikatan dengan reseptor muskarinik subtipe M

11,24

(46)

2.5 KERANGKA TEORI

Lansia

Proses menua

Faktor Endogenik

Kelenjar saliva dan saliva Perubahan pada

rongga mulut

Jaringan keras

Faktor Eksogenik

Jaringan Lunak

(47)

2.6 KERANGKA KONSEP

Lansia a. Usia

b. Jenis kelamin c. Penyakit sistemik d. Obat-obatan

(48)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dan usia harapan hidup semakin meningkat. Keadaan ini menyebabkan pertambahan jumlah lanjut usia (lansia) di dunia lebih banyak dibandingkan dengan kelompok usia lain.Diperkirakan bahwa tahun 2025 terdapat 1,2 milyar lansia dan tahun 2050 akan menjadi 2 milyar (21% total penduduk dunia), dimana sebagian besarnya (sekitar 80%) hidup di negara berkembang.1 Asia merupakan kawasan dengan pertambahan lansia yang banyak dan salah satu negara yang terdapat di kawasan ini adalah Indonesia. Di Indonesia, jumlah lansia tahun 2000 adalah 14,4 juta (7,18%), tahun 2007 mencapai 18,96 juta (8,42%) dan diperkirakan akan berlipat ganda menjadi 28,8 juta (11,34%) pada tahun 2020.

Lansia mengalami proses menua dimana akan terjadi perubahan secara fisiologis dan biologis. Semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun yaitu mengalami degeneratif, baik secara alamiah maupun karena penyakit.

2

3 Rongga mulut juga dapat mengalami perubahan, baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak serta kelenjar saliva.4 Masalah kesehatan mulut yang dapat timbul pada lansia adalah seperti perubahan pada mukosa oral, edentulous, karies gigi, penyakit periodontal, kanker mulut, serta xerostomia.

Xerostomia merupakan persepsi subjektif kekeringan mulut dimana sekresi saliva dapat ditemukan normal atau menurun.

5

6

(49)

Umumnya, kira-kira 30% dari populasi usia lebih dari 65 tahun mengalami mulut kering.5 Menurut International Dental Federation (IDF) (cit. Tumengkol), 50% dari populasi usia 40-50 tahun mengalami penurunan aliran saliva dan penurunan tersebut dapat mencapai hingga 70% pada usia 70 tahun.10

Abdullah melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi xerostomia pada pasien yang berkunjung ke dokter gigi dan mencari faktor resiko terjadinya xerostomia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan prevalensi xerostomia pada pasien berusia 10-79 tahun sebesar 16,07%, dimana 33,33% xerostomia ditemukan pada usia lebih dari 60 tahun. Prevalensi xerostomia umumnya terlihat paling tinggi pada subjek dengan penyakit psikologis (57,14%), diikuti dengan diabetes mellitus (53,84%), penyakit neurologis (40%), penyakit tiroid (37,5%) dan hipertensi (36,48%). Selain itu, prevalensi xerostomia juga terlihat paling tinggi pada subjek yang mengonsumsi obat antihistamin (66,66%) diikuti psikoterapeutik (60%), penghilang rasa sakit (55,88%), obat endokrinologik (51,21%), obat antidislipidik (50%) dan antihipertensi (38,98 %).9

Tumengkol dkk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran xerostomia pada masyarakat di desa Kembuan Kecamatan Tondano Utara di Sulawesi, Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan prevalensi xerostomia pada subjek berusia 40-70 tahun sebesar 39,76% dimana xerostomia paling banyak pada usia lebih dari 60 tahun (45,45%). Pada penelitian ini, juga ditemukan bahwa prevalensi xerostomia umumnya terlihat paling tinggi pada subjek dengan penyakit diabetes mellitus (78,57%) dan penyakit pernafasan (21,43%). Selain itu, prevalensi xerostomia terlihat paling tinggi pada subjek yang mengonsumsi obat antihipertensi (38,46%) diikuti dengan obat antidiabetik (30,77%), obat pernafasan (23,07%) dan obat kardiovaskular (7,69%).

10

Penelitian mengenai terjadinya xerostomia pada lansia masih sedikit, khususnya di kota Medan. Dengan demikian, penelitian mengenai prevalensi xerostomia pada lansia dipertimbangkan perlu untuk dilakukan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016.

(50)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Masalah Umum

Apakah lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 mengalami xerostomia?

1.2.2 Masalah Khusus

1. Berapakah prevalensi xerostomia pada lansia berdasarkan usia?

2. Berapakah prevalensi xerostomia pada lansia berdasarkan jenis kelamin?

3. Berapakah prevalensi xerostomia pada lansia berdasarkan faktor penyebab penyakit sistemik?

4. Berapakah prevalensi xerostomia pada lansia berdasarkan faktor penyebab obat-obatan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui bahwa lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 mengalami xerostomia.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi xerostomia pada lansia berdasarkan usia. 2. Untuk mengetahui prevalensi xerostomia pada lansia berdasarkan jenis kelamin.

3. Untuk mengetahui prevalensi xerostomia pada lansia berdasarkan faktor penyebab penyakit sistemik.

(51)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang ilmu penyakit mulut tentang prevalensi xerostomia pada lansia.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian lebih lanjut tentang xerostomia pada lansia.

1.4.2 Manfaat Praktis.

1. Sebagai informasi tambahan bagi penyelenggara kesehatan misalnya Departemen Kesehatan untuk program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat mengenai xerostomia pada lansia serta faktor penyebabnya, yaitu penyakit sistemik dan penggunaan obat-obatan menyebabkan xerostomia.

2. Sebagai informasi kepada para tenaga medis mengenai kondisi rongga mulut pada lansia yaitu xerostomia sehingga dapat menjalin kerjasama antara dokter gigi dengan tenaga medis untuk menangani masalah tersebut.

(52)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dan usia harapan hidup semakin meningkat. Keadaan ini menyebabkan pertambahan jumlah lanjut usia (lansia) di dunia lebih banyak dibandingkan dengan kelompok usia lain.Diperkirakan bahwa tahun 2025 terdapat 1,2 milyar lansia dan tahun 2050 akan menjadi 2 milyar (21% total penduduk dunia), dimana sebagian besarnya (sekitar 80%) hidup di negara berkembang.1 Asia merupakan kawasan dengan pertambahan lansia yang banyak dan salah satu negara yang terdapat di kawasan ini adalah Indonesia. Di Indonesia, jumlah lansia tahun 2000 adalah 14,4 juta (7,18%), tahun 2007 mencapai 18,96 juta (8,42%) dan diperkirakan akan berlipat ganda menjadi 28,8 juta (11,34%) pada tahun 2020.

Lansia mengalami proses menua dimana akan terjadi perubahan secara fisiologis dan biologis. Semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun yaitu mengalami degeneratif, baik secara alamiah maupun karena penyakit.

2

3 Rongga mulut juga dapat mengalami perubahan, baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak serta kelenjar saliva.4 Masalah kesehatan mulut yang dapat timbul pada lansia adalah seperti perubahan pada mukosa oral, edentulous, karies gigi, penyakit periodontal, kanker mulut, serta xerostomia.

Xerostomia merupakan persepsi subjektif kekeringan mulut dimana sekresi saliva dapat ditemukan normal atau menurun.

5

6

(53)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dan usia harapan hidup semakin meningkat. Keadaan ini menyebabkan pertambahan jumlah lanjut usia (lansia) di dunia lebih banyak dibandingkan dengan kelompok usia lain.Diperkirakan bahwa tahun 2025 terdapat 1,2 milyar lansia dan tahun 2050 akan menjadi 2 milyar (21% total penduduk dunia), dimana sebagian besarnya (sekitar 80%) hidup di negara berkembang.1 Asia merupakan kawasan dengan pertambahan lansia yang banyak dan salah satu negara yang terdapat di kawasan ini adalah Indonesia. Di Indonesia, jumlah lansia tahun 2000 adalah 14,4 juta (7,18%), tahun 2007 mencapai 18,96 juta (8,42%) dan diperkirakan akan berlipat ganda menjadi 28,8 juta (11,34%) pada tahun 2020.

Lansia mengalami proses menua dimana akan terjadi perubahan secara fisiologis dan biologis. Semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun yaitu mengalami degeneratif, baik secara alamiah maupun karena penyakit.

2

3 Rongga mulut juga dapat mengalami perubahan, baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak serta kelenjar saliva.4 Masalah kesehatan mulut yang dapat timbul pada lansia adalah seperti perubahan pada mukosa oral, edentulous, karies gigi, penyakit periodontal, kanker mulut, serta xerostomia.

Xerostomia merupakan persepsi subjektif kekeringan mulut dimana sekresi saliva dapat ditemukan normal atau menurun.

5

6

(54)

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA LANSIA DI UPT

PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA BINJAI

TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

LIROSHINA SUBRAMANIAM NIM: 120600218

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(55)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2016

Liroshina Subramaniam

Prevalensi Xerostomia pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016

ix + 42 halaman

(56)
(57)

PREVALENSI XEROSTOMIA PADA LANSIA DI UPT

PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA BINJAI

TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

LIROSHINA SUBRAMANIAM NIM: 120600218

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(58)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 20 Mei 2016

Pembimbing: Tanda Tangan

(59)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 20 Mei 2016

TIM PENGUJI

KETUA : Indri Lubis, drg

(60)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “Prevalensi

Xerostomia pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun

2016” selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah mendapat banyak bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Terima kasih yang tidak terhingga kepada Ayahanda Subramaniam, Ibunda Nahananthiny Chinniah dan Abangda tersayang Vinuth Kumar Subramaniam atas doa restu, cinta dan kasih sayang dalam mendidik dan selalu memberi dukungan kepada penulis.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Indri Lubis, drg selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si dan Aida Fadhilla Darwis, drg selaku tim penguji skripsi atas waktu yang telah diberikan dan saran yang bermanfaat buat penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.

5. Armia Syahputra, drg selaku penasehat akademik, yang banyak memberikan motivasi, nasehat dan arahan selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(61)

pendidikan, serta staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Mulut yang telah membimbing dan memberikan arahan selama masa penyusunan skripsi.

7. Kepala Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, seluruh staf Dinas Kesejahteraan dan Sosial dan Balai Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

8. Bapak Candra Boss yang telah banyak memberi bantuan dalam mendapatkan izin dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara untuk melakukan penelitian serta kakek dan nenek yang bersedia menjadi sampel penelitian.

9. Sahabat-sahabat penulis: Kumaran Velan, Intan, Jennifer, Loshnee, Jayuthralega, Tharani dan Nagulan yang telah memberi bantuan, motivasi dan doa kepada penulis.

10. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Penyakit Mulut yaitu Nandeta, Letario, Cindy, Lau dan Intan serta teman-teman angkatan 2012 yang telah memberikan kehidupan baru dan menghabiskan waktu bersama dalam menggapai cita-cita serta memberikan motivasi dan semangat dalam menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi dikemudian hari. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi, khususnya Departemen Ilmu Penyakit Mulut, serta pengembangan ilmu dikalangan masyarakat.

Medan, 20 Mei 2016 Penulis,

(62)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

(63)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 18

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.3 Populasi dan Sampel ... 18

3.3.1 Populasi ... 18

3.3.2 Sampel ... 18

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 19

3.3.3.1 Kriteria Inklusi ... 19

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi... 19

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ... 20

3.4.1 Variabel Bebas... 20

3.4.2 Variabel Terikat ... 20

3.5 Definisi Operasional ... 20

3.6 Sarana Penelitian ... 21

3.6.1 Alat ... 21

3.6.2 Bahan ... 21

3.6.3 Formulir Pencatatan ... 21

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.8 Pengolahan Data ... 22

3.9 Analisis Data ... 22

3.10 Etika Penelitian ... 23

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Data Demografi Subjek Penelitian ... 24

4.2 Frekuensi Xerostomia ... 25

BAB 5 PEMBAHASAN ... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

(64)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi dan frekuensi kelompok lansia di UPT Pelayanan

Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 berdasarkan usia……...…….. 24 2. Distribusi dan frekuensi kelompok lansia di UPT Pelayanan

Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin... 25 3. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia di UPT Pelayanan

Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016………. 25 4. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan usia…….. 26

5. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan jenis

kelamin ... 26 6. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan

penyebab ... 27 7. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan faktor

penyebab penyakit sistemik ... 27 8. Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan faktor

(65)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Persetujuan Komisi Etik Tentang Penelitian di Bidang Kesehatan

2. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

3. Surat Selesai Penelitian dari UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

4. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian 5. Lembar Persetujuaan Subjek Penelitian

Gambar

Tabel 1:  Distribusi dan frekuensi kelompok lansia di UPT Pelayanan Sosial   Lanjut Usia Binjai Tahun 2016 berdasarkan usia
Tabel 3:  Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2016
Tabel 5:  Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan jenis  kelamin.
Tabel 7:  Distribusi dan frekuensi xerostomia pada lansia berdasarkan faktor penyebab penyakit sistemik
+2

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu solusi pengamanan informasi yang digunakan adalah teknik pengamanan data menggunakan kriptografi dengan metode Caesar Cipher1. Caesar Cipher merupakan salah satu

Pada penelitian sebelumnya (Handoyo, 2004) dibahas mengenai evaluasi kelayakan pemberian kredit di bank umum. Penelitian ini dilakukan pada BRI Persero regional

“Dalam proses pemberdayaan masyarakat pendamping desa hanya sebagai fasilitasi antara pemerintah dan masyarakat desa, misalnya melalui lembaga lembaga desa seperti PKK,

Analisis struktur hasil repair welding tentang sifat fisik dan mekanik pada cast wheel aluminium dengan metode pengelasan MIG ,Universitas Sebelas Maret,

S, Ramadhan , Peran Pendamping Desa dalam upaya Optimalisasi Pembangunan Desa, [ Skripsi ], disadur melalui. tanggal 21-02-2017 ;

Berbeda dari penelitian Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Ketahanan hubungan pernikahan antara pasangan yang bekerja di luar negeri, (2) Kualitas

Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage operasi dan total assets turnover terhadap perataan laba

Selain itu, adanya amaliyah NU disini tujuannya adalah untuk mengenalkan pada siswa mengenai ajaran ahlussunnah waljamaah melalui berbagai kegiatan seperti yang sampean