• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Dalam Era JKN di Puskesmas Bukit Surungan Kota Padang Panjang Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Dalam Era JKN di Puskesmas Bukit Surungan Kota Padang Panjang Tahun 2016"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1.

SURAT PERNYATAAN

BERSEDIA MENJADI INFORMAN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Umur : Jabatan: Alamat :

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa setelah mendapatkan penjelasan penelitian dan memahami informasi yang diberikan oleh peneliti serta mengetahui tujuan dan manfaat penelitian, maka dengan ini saya secara sukarela bersedia menjadi informan dalam penelitian yang dilakukan oleh saudari Nadia Gita Hafitri. Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang berjudul :Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Dalam Era JKN di Puskesmas Bukit Surungan Kota Padang Panjang Tahun 2016.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh kesadaran tanpa paksaan dari siapapun.

Padang Panjang, mei 2016

( )

(2)

Lampiran 2. Pedoman Wawancara

ANALISIS PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN DALAM ERA JKN DI PUSKESMAS BUKIT SURUNGAN KOTA PADANG PANJANG

TAHUN 2016

1. Nama Informan :

Umur :

Pendidikan :

Unit kerja/bagian : Alamat Instansi :

2. Perkenalan

1. Perkenalan dari pewawancara

2. Menjelaskan maksud wawancara kepada informan

(3)

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Mendalam

ANALISIS PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN DALAM ERA JKN DI PUSKESMAS BUKIT SURUNGAN KOTA PADANG PANJANG

TAHUN 2016

1. Menurut saudara bagaimana sistem rujukan di Puskesmas Bukit Surungan setelah adanya JKN?

2. Apakah tenaga kesehatan di Puskesmas Bukit Surungan sudah cukup dan

Sesuai

a. Jika sesuai, berapa jumlahnya secara keseluruhan? Apakah sesuai standar? b. Jika tidak, kenapa? Apa yang menjadi penyebabnya?

3. Apakah Bapak/Ibu sudah mengetahui persyaratan rujukan dalam era JKN? a. Jika iya, bisa dijelaskan?

b. Bagaimana sistem rujukan berjenjang dalam era JKN?

4. Bagaimana pelaksanaan sistem rujukan yang diterapkan di puskesmas selama ini bagi peserta JKN?

a. Apakah dirujuk karena kebutuhan medis? b. Apakah dirujuk karena kebutuhan pasien? 5.

Menurut Bapak/Ibu, apakah sarana dan prasarana dari Puskesmas Bukit Surungan

yang dimiliki saat ini mempenagruhi rasio rujukan pasien peserta JKN?

a. Bagaimana dengan fasilitas alat yang dimiliki oleh puskesmas dalam menunjang

pelayanan?

b. Bagaimana dengan ketersediaan obat?

(4)

dengan obat yang terfdaftar dalam buku daftar pasien JKN?

6.

Menurut Bapak/Ibu, tingginya rasio rujukan tingkat pertama pasien peserta JKN di Puskesmas Bukit Surungan dipengaruhi oleh faktor pasien iru sendiri? a. Bagaimana dengan jenis penyakitnya?

b. Jenis penyakit apa yang paling banyak dirujuk?

Informan :

1. Kepala Puskesmas Bukit Surungan

2. Dokter Puskesmas Bukit Surungan

3. Apoteker Puskesmas Bukit Surunagan

4. Pegawai Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang

(5)

PANDUAN UNTUK PASIEN PESERTA RUJUKAN

1. Apakah alasan Bapak/Ibu memilih puskesmas Bukit Surungan sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama?

2. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar tentang program JKN? a) Jika pernah, darimana sumber infirmasinya?

b) Kapan ibu dapatkan imformasinya?

3. Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang pelayanan kesehatan di puskesmas Bukit Surungan?

a). Apakah sudah baik? b). Jika belum, mengapa?

4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang sikap dokter umum dalam memberikan pelayanan kesehatan di puskesmas?

a). Apakah sudah baik? b). Jika belum, mengapa?

5. Bagaimana pendapat bapak/Ibu tentang sikap perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan di puskesmas?

a). Apakah sudah baik? b). Jika belum, mengapa?

6. Bagaimana pendapat bapak/Ibu tentang sikap bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan di puskesmas?

a). Apakah sudah baik? b). Jika belum, mengapa?

7. Apakah ibu dirujuk atas permintaan sendiri? a). jika iya, kenapa?

(6)

Tabel 4.8 Hasil Observasi Tentang Keputusan Menteri Kesehatan Republik SUBKELAS TERAPI/ NAMA GENERIK/ SEDIAAN/ DAN RESTRIKSI PENGGUNAAN

1). Analgesik Antipiretik, Antiflamasi, Non Steroid Antipirai

(7)

5 karbon aktif 

6 magnesium sulfat 

5). Antiepilepsi- Antikonvulsi

(8)
(9)

1 asam folat 

1 Ultrasound: galactose microparticle, yang memiliki 

2 USG 

7 kombinasi (deksametason asetat,thymol, paraklophenol, campor  8 kombinasi (lidokain, medisinal oreosote phenol,eugenol, b.alkoh 

9 natrium hipoklorit 

16 anestetik lokal gigi kombinasi :lidokain2%+epinefrin 1:80000 

17 Aquadest 

18

articulating

(10)

19 Ferraklirum  1 kombinasi: levonorgestrel 150 mcg, etinillestradiol 

(11)
(12)
(13)

8 vaksin polio IPV  9 kombinasi: ferro fumarat, sulfat/glukonat 60 mg, asam folat 0,4mg 

(14)
(15)
(16)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar A, 2010, Administrasi Kesehatan, Jakarta. Binarupa Aksara

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan 2014: Panduan praktis sistem rujukan berjenjang: BPJS Kesehatan.

Dinkes kota Padang Panjang, 2015. Profil Puskesmas Bukit Surungan

Fachmi, Idris, 2015. Informasi singkat: Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang. Bandung. Diakses bulan Maret 2016.

Ilyas, Yaslis. 2006. Mengenal Asuransi Kesehatan Review Utilisasi Manajemen Klaim dan Fraud. Depok : FKM UI.

Kemenkes RI 2014 : Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jilid 1: Kementrian Kesehatan RI

Kemenkes RI, 2013, Buku Saku FAQ (Frequently Asked Question) BPJS Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kemenkes RI, 2012. Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan

Moleong. Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset.dan Gedong Panjang Tahun 2012.

Nur Kusuma, Ima. 2012. Analisis Pelaksanaan Rujukan RJTP Peserta ASKES (PERSERO) Kantor Cabang Sukabumi di Puskesmas Nanggelang dan Gedong Panjang Tahun 2012. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Notoadmojo, S 2010, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Rineka Cipta, Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012, tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI). Jakarta: Peraturan Pemerintah.

(17)

Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014, tentang Pusat Kesehatan Masyarakat: Jakarta. Peraturan Mentri Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer.

Rosalina, Adriana.,2014. Analisis Kesiapan Dinas Kesehatan Dalam Implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Deli Serdang. Sugyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV.

Alfabeta.

Thabrany, Hasbullah, 2014. Jaminan Kesehatan Nasional. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UUSJSN)

, 2011. Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Jakarta

, 2009. Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Jakarta. , 2012 Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional

, 2014. Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, Jakarta.

, 2015. Nomor HK 02.02/ Menkes/523/2015 tentang Formularium Nasional Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bukit Surungan Kota Padang Panjang. Alasan pemilihan lokasi ini karena tingginya angka rujukan pada tahun 2015.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan februari sampai selesai. 3.3 Pemilihan Informan

Pemilihan informan pada penelitian kualitatif berdasarkan prinsip-prinsip kualitatif, yaitu prinsip kesesuaian dan kecukupan. Prinsip dimana informan dalam peneltian ini dipilih berdasarkan pengetahuan dan berdasarkan kesesuaian dengan topik penelitian ini dimana informan tersebut bertanggung jawab langsung

(19)

Berdasarkakan kedua prinsip tersebut, maka dalam penelitian ini informan penelitian berjumlah 10 orang yaitu, Kepala puskesmas, dokter puskesmas, apoteker puskesmas, pegawai dinas kesehatan kota padang panjang, pegawai BPJS kota padang panjang, dan 5 orang pasien peserta JKN Puskesmas Bukit Surungan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data informasi yang dibutuhkan pada penelitian ini, peneliti menggunakan sumber data melalui:

3.4.1 Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan informan dipandu dengan pedoman wawancara dan direkam

dengan menggunakan tape recorder. Bertujuan untuk menemukan masalah lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, peneliti perlu mendengarkan secara teliti mencatat, dan merekam apa yang ditemukan oleh informan (Sugyono,2009).

Observasi yaitu sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu (Cartwright dalam Herdiansyah, 2012). Observasi disini yaitu mengamati bagaimana ketersediaan jenis obat dan alat kesehatan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data rujukan dan jenis penyakit yang dirujuk, diperoleh dari laporan bulanan Puskesmas Bukit Surungan.

(20)

Untuk mengolah data, peneliti melakukan beberapa tahap. Tahap pertama mengumpulkan data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, hasil observasi dan telaah dokumen. Selanjutnya, data yang dihasilkan dari wawancara mendalam dicatat dalam bentuk transkrip wawancara dan dokumen yang dicatat dalam bentuk deskriptif tabel. Setelah dilakukan pencatatan, peneliti mengelompokkan data sesuai dengan variabel yang akan diteliti sesuai dengan kerangka pikir, kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif berbentuk catatan lapangan.

3.6 Validasi Data

Dalam penelitian kualitatif keabsahan data merupakan konsep penting. Oleh sebab itu, pada penelitian ini untuk memeriksa keabsahan data yang diperoleh, peneliti menggunakan teknk triangulasi. Triangulasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian yaitu triangulasi sumber.

Triangulasi sumber dilakukan dengan membandingkan informasi yang diperoleh informan yang berbeda untuk melakukan cross check terhadap kondisi yang sebenarnya, dan memilih informan yang dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Moleong, 2007).

3.7 Analisa Data

(21)

Reduksi data merupakan analisis yang menajamkan, menggolongkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Reduksi tidak perlu diartikan sebagai kuantifikasi data.

Cara reduksi data: 1. Seleksi ketat data

2. Ringkasan atau uraian singkat

3. Menggolongkan dalam pola yang lebih luas

Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

(22)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Puskesmas Bukit Surungan

4.1.1 Sejarah Singkat Puskesmas Bukit Surungan

Puskesmas Bukit Surungan merupakan puskesmas rawat jalan yang berdiri tahun 2011. Puskesmas Bukit Surungan terletak di kelurahan Bukit Surungan Kecamatan Padang Panjang Barat kota Padang Panjang. Luas daerah kecamatan Padang Panjang Barat 1.325 Ha, sedangkan luas wilayah kerja Puskesmas Bukit Surungan 465 Ha .

Pada Tahun 2005, Puskesmas di kota Padang Panjang bertambah menjadi 3 (tiga) Puskesmas yang di resmikan pada bulan Januari Tahun 2005. Puskesmas tersebut diberi nama Puskesmas Koto Katik, Puskesmas Koto Katik berada di wilayah Kecamatan Padang Panjang Timur, sehingga Kecamatan Padang Panjang Timur dibagi menjadi dua wilayah kerja Puskesmas.

(23)

4.1.2 Pembagian Wilayah

Berdasarkan Peraturan pemerintah tahun 1982 terbentuklah 2 Kecamatan di Kota Padang Panjang yaitu Kecamatan Padang Panjang Barat dan Kecamatan Padang Panjang Timur. Kecamatan Padang Panjang Barat mempunyai delapan Kelurahan dan Kecamatan Padang Panjang Timur mempunyai delapan Kelurahan. Pada awalnya Padang Panjang hanya mempunyai dua Puskesmas yaitu Puskesmas Kebun Sikolos yang wilayahnya meliputi Kecamatan Padang Panjang Barat dan Puskesmas Gunung yang wilayahnya meliputi Kecamatan Padang Panjang Timur.

Wilayah kerja Puskesmas Bukit Surungan terdiri dari : a. Kelurahan Bukit Surungan

b. Kelurahan Silaing Bawah c. Kelurahan Silaing Atas d. Kelurahan Pasar Usang

Wilayah kerja Puskesmas Bukit Surungan mempunyai batas-batas sebagai berikut:

a. Sebelah Timur berbatasan dengan Kel. Pasar Usang

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Padang Panjang Barat c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bukit Surungan

(24)

4.1.3 Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bukit Surungan Kecamatan Padang Panjang Barat pada akhir tahun 2015 tercatat dan didistribusikan menurut Kelurahan seperti pada tabel berikut :

Tabel 4.1

Distribusi Jumlah Penduduk per Kelurahan

di wilayah Kerja Puskesmas Bukit Surungan Tahun 2015

No Kelurahan

Sumber : BPS Kota Padang Panjang.

(25)

Tabel 4.2 Distribusi peserta PBI dan Non PBI Puskesmas Bukit Surungan Dari data peserta PBI dan Non PBI diatas, dimana trend rata-rata nya didapatkan :

1. Peserta PBI

t1= 2014-2013 (b-a)/a = (501-456)/456 =0,098 % t2= 2015-2014 (c-b)/b = (580-501)/501 =0,16 %

Trend ratanya adalah (t1+t2)/3 = 0,178%. Dimana kunjungan peserta PBI rata-tata mengalami peningkatan sebanyak 0, 178%.

2. Peserta Non PBI

T1= 2014-2013 (b-a)/a = (1735-1544)/1544 =0, 12 % T2 = 2015-2014 (c-b)/b = (2018-1735)1735 =0,16%

Trend ratanya adalah (t1+t2)/3 = 0,1%. Dimana kunjungan peserta Non PBI rata-tata mengalami peningkatan sebanyak 0, 1%.

4.1.4 Tenaga dan Sarana 4.1.4.1Tenaga Kesehatan

(26)

Kucing, 2 orang di Poliklinik Balai Kota dan 5 orang di Pos Kesehatan Kelurahan (POSKESKEL). Jumlah ketenagaan yang ada di UPTD Puskesmas Bukit Surungan tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3

Jumlah Tenaga di UPTD Puskesmas Bukit Surungan Tahun 2015

No JenisKetenagaan Jumlah (orang) Jumlah Sesuai

(27)

17 Sopir 1 1

18 Petugas Kebersihan 1 1

19 Petugas Jaga Malam 1 1

Jumlah 48 32

Sumber : Profil Puskesmas Bukit Surungan

Jumlah tenaga yang tersedia di Puskesmas Bukit Surungan sudah memenuhi standar sesuai dengan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014. Ketersedian sumber daya manusia di Puskesmas Bukit Surungan dimana termasuk kepada puskesmas kawasan perkotaan diatur pola organisasi yang dapat dijadikan acuan agar puskesmas dapat menjalankan fungsinya sebagai gatekeeper.

4.1.4.2 Sarana Kesehatan

Adapun Sarana dan Prasarana yang mendukung dalam pelayanan kesehatan masyarakat di Wilayah kerja Puskermas Bukit Surungan Kecamatan Padang Panjang Barat dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.4

Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Bukit Surungan Kecamatan Padang Panjang Barat

No SARANA JUMLAH

(28)

2. Praktek Dokter Umum swasta 4

3. Praktek Dokter Gigi swasta 1

4. Praktek Dokter spesialis mata -

5. Praktek Dokter spesialis anak -

6. Praktek Dokter spesialis Peny. Dalam 1

7. Praktek Dokter spesialis Kandungan 1

8. Praktek Bidan swasta 3

9. Posyandu Balita 27

10. Posyandu lansia 8

11. Pos PTM 4

12. Puskesmas keliling 3

13. Kendaraan Roda 2 9

14. Pos kesehatan kelurahan 4

Sumber : Profil Puskesmas Bukit Surungan

4.2 Wawancara Mendalam

(29)

Ketika sesi wawancara dilakukan, peneliti akan memberikan pertanyaan yang sama pada informan yang berbeda pada satu kelompok yang sama. Semua pertanyaan peneliti dipandu oleh panduan wawancara yang direkam kemudian dibuat transkripnya dan kemudian hasil wawancara tersebut akan dikumpulkan untuk dianalisa kembali berdasarkan item per item pertanyaan yang ada pada setiap kelompoknya.

Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah disebutkan diatas,wawancara peneliti dengan informan yang dibagi dalam 3 tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap I : Wawancara peneliti dengan tenaga kesehatan di puskesmas bukit surungan diantaranya kepala puskesmas bukit surungan, dokter umum puskesmas bukit surungan, apoteker puskesmas bukit surunagan.

b. Tahap II : Wawancara peneliti dengan pegawai dinas kesehatan kota padang panjang dan pegawai BPJS kota padang panjang

c. Tahap III : Wawancara peneliti dengan 5 orang pasien JKN yang mendapat rujukan dari puskesmas bukit surungan.

Berikut karakteristik informan dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini : Tabel 4.5 Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik

Informan Jabatan Pendidikan

Umur

(tahun) Jenis Kelamin

I Kepala Puskesmas S1 45 Perempuan

II Dokter Puskesmas S1 33 Perempuan

III Apoteker Puskesmas Apoteker 49 Perempuan

IV

Pegawai Dinas

Kesehatan S1 40 Laki-laki

(30)

Kesehatan

VI Pasien BPJS Kesehatan SMA 50 Laki-laki

VII Pasien BPJS Kesehatan S1 45 Laki-laki

VIII Pasien BPJS Kesehatan SMA 44 Perempuan

IX Pasien BPJS Kesehatan SMP 55 Perempuan

X Pasien BPJS Kesehatan SMA 39 Laki-laki

4.3 Pelaksanaan Sistem Rujukan

Pelaksanaan sistem rujukan di Puskesmas Bukit Surungan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti yaitu meliputi Input, Proses, dan Output.

4.3.1 Input

Terdapat 3 (tiga) komponen yang menjadi perhatian dalam penelitian ini, yaitu tenaga pelaksana, sarana dan prasarana serta prosedur dalam pelaksanaan rujukan.

1. Tenaga Pelaksana

a. Tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang kebijakan sistem rujukan tingkat pertama program Jaminan Kesehatan Nasional.

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan informan perihal kebijakan sistem rujukan :

(31)

peningkatan kunjungan dan dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan kunjungan di Puskesmas Bukit Surungan ini juga dipengaruhi oleh letaknya yang berada pada perbatasan di kabupaten lain seperti pariaman. Contohnya pada akhir tahun 2014 bulan desember satu bulan kapitasinya sebanyak empat puluh juta rupiah kemudian karena terjadi peningkatan jumlah kunjungan pada awal bulan januari 2015 menjadi lima puluh tiga juta rupiah. Dalam pelaksanaan sistem rujukan dalam era JKN ini bagaimana dan apa kesulitan yang dihadapi tentunya dilihat dari jumlah rujukan yang meningkat setiap tahunnya...disini masyarakat dilema punya keinginan berbeda dari aturan. Mereka ingin ke spesialis dan menganggap ke spesialis itu lebih terpercaya. Persepsi masyarakat dalam memandang hal ini sulit untuk dirubah. Dokter yang menangani pasien mendiagnosa pasien berdasarkan info yang diberikan oleh pasien. Informasi yang akurat akan memudahkan dalam memberikan penanganan selanjutnya kepada pasien” (Informan I)

“Sejak diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional ini pada awal tahun 2014kan termasuk didalamnya kebijakan tentang rujukan sesuai SK Menkes tahun 2012. Kami dalam usaha menjalankan program ini semaksimal mungkin. Tenaga pelaksana di Puskesmas Bukit Surungan ini sudah cukup. Selama tahun 2014 kami langsung mendapatkan sosialisasi dari BPJS tentang program dan saat inipun mereka melakukan sosialisasi kepada kami” (Informan II)

“Kalau tenaga kesehatan yang tersedia di puskesmas sudah bagus. Sumber daya manusia di Puskesmas Bukit Surungan ini sudah cukup. Tidak ada masalah. Dalam era JKN pun petugas kesehatan sudah mengetahui alur yang semestinya. Siapa saja yang bisa dirujuk dan siapa yang tidak bisa.Bagaimana itu sistem rujukan berjenjang yaitu pasien yang tidak bisa kami tangani dipuskesmas ini yang tidak termasuk dalam 155 diagnosa akan kami berikan rujukan ke fasilitas kesehatan sekunder atau tersier tentunya harus sesuai alur yang benar. Tidak bisa diberikan begitu saja kecuali ya seperti kasus kegawatdaruratan, lansia. Jika mereka membutuhkan perawatan spesialis tentu dirujuk atau tidak tersedia obat atau keterbatasan fasilitas kami dalam memberikan penanganan”(Informan III)

(32)

terkait JKN mengenai sistem rujukan adanya pelatihan yang diberikan kepada semua petugas kesehatan”(Informan IV)

Mengenai sumber daya manusia di Puskesmas Bukit Surungan ini saya rasa tidak ada masalah. Disini biar saya beritahu jumlah kunjungan di Puskesmas Bukit Surungan pada tahun 2015 13.948 kunjungan sedangkan jumlah rujukannya 2.598. Terlihat kunjungan di puskesmas Bukit Surungan yang baru beroperasi tahun 2011 ini sudah banyak mendapat apresiasi dari masyarakat. Dari data yang saya peroleh rata-rata kunjungannya meningkat setiap tahunnya. Berarti itu baguslah. Petugas kesehatan yang bertugas pun berarti dapat melayani dengan baik. Masyarakat memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama di Puskesmas Bukit Surungan. Kalau dalam sosialisasi terkait JKN ya tentunya ada. Kewenangan kota sesuai PP no 38 tahun 2007 yaitu pengelolaan atau penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai kondisi tempat. Sinkronisasi peraturan perundangan dalam operasionalisasi pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah. Dinas Kesehatan Kota merupakan bagian dari pemerintah daerah. Tugas dan fungsi kesehatan termasuk bidang yang di otonomikan. Pemerintah pemda prov/kab-kota punya kewajiban sesuai kewenangan yang diatur dengan UU dan PP (dalam hal program jaminan kesehatan bagi masyarakat). Dinas kesehatan kota melaksanakan bimbingan, pemantauan dan fasilitasi program jamkesmas, dinas kab/kota sebagai penerima dana PPK-1. Dalam sosialisi kepada masyarakat kami saya kira sudah cukup dilakukan oleh BPJS seperti menjelaskan bagaimana alur kepesertaan dan berapa premi yang harus dibayarkan. Untuk sosialisasi ada semacam muslenbang yang kami laksanakan ditingkat kecamatan/kelurahan di padang panjang ini. Sebelumnya kesehata di kota padang panjang ini kan memang gratis. Selama KTP kita kota padang panjang pemerintah daerah memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakatnya. Sekarang sesuai UU SJSN ya harus dipatuhi pengadaan keuangannya”(Informan V)

Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa dalam ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga pelaksana di Puskesmas Bukit Surungan tidak ada masalah dalam pelaksanaan sistem rujukan dipuskesmas meskipun sudah ada kebijakan tentang sistem rujukan, proses pelaksanaan dalam menjalankan kebijakan rujukan tersebut masih belum maksimal. Mekanisme sosialisasi sudah dilakukan oleh BPJS, dinas kesehatan ketenaga kesehatan dan masyarakat.

(33)

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut adalah pernyataan informan perihal sarana dan prasarana di puskesmas bukit surungan:

“Ketersediaan sarana dan fasilitas alat kesehatan sebenarnya sudah lumayan bagus. Tapi kalau diharapkan seperti peraturan yang seharusnya, tentu belum selengkap itu. Selain Puskesmas Bukit Surungan ini yang terbilang baru masih butuh waktu terlalu dini untuk bisa menjadi selengkap itu. Tapi, saya rasa untuk waktu yang sekarang ini sudah sudah cukup lah dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Jika, untuk menangani pasien dibutuhkan alat yang di puskesmas bukit surungan tidak tersedia ya tentunya kami berikan rujukan kepada pasien tersebut. Selain itu, kami sekarang masih dalam menyiapkan SPO (Standar Prosedur Operasional) yaitu untuk mempersiapkan akreditasi”(Informan I)

“Untuk sarana dan prasarananya yang ada di puskesmas ini saya rasa sudah lengkap sejak adanya JKN dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi masih ada beberapa peralatan kesehatan yang sudah rusak ya dan tidak bisa digunakan lagi tapi kami tentu lapor ke bagian peralatan dan dalam perbaikan” (Informan II)

“Sarana dan prasarana seperti yang kita lihat belum lengkaplah masih butuh waktu kan Puskesmas Bukit Surungan ini masih baru. Nanti secepatnya akan dilengkapi sebagaimana harusnya. Tapi untuk saat ini sudah lumayanlah tidak terlalu ada masalah”(Informan III)

Berdasarkan hasil wawancara menujukkan alat-alat kesehatan yang tersedia masih membutuhkan waktu untuk dapat lengkap. Tetapi, alat kesehatan yang belum tersedia tersebut tidak terlalu menjadi masalah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

3. Ketersediaan obat-obat di puskesmas

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut adalah pernyataan informan perihal obat-obatan di puskesmas bukit surungan :

(34)

obat yang tidak tersedia di puskesmas kami akan memberikan resep kepada pasien untuk dapat dibeli diluar”(Informan I)

“jika mengenai obat-obatan sampai sekarang selalu tersedia ya di era JKN ini terlebih. Permasalahannya sebenarnya tidak ada cuma ya kadang-kadang alkesnya sudah ada tapi tidak ada bahan habis pakai, ya mau tidak mau pasien ya....saya beri rujukan juga. Tapi fornas tahun 2015 ini semakin bagus ya ketersediaan obat puskesmas kami”(Informan II)

“Obat sudah didengar usulan kami ini setelah sekian lamaterwujud di formularium nasional tahun 2015 ini. Yang tidak kami sediakan tepatnya seperti glizipid, atenolol, ergokarsiferol, oleopatidin, dan ada beberapa lagi karena tim formularium tidak memasukan kedalam daftar obat yang dibutuhkan karena ada obat yang memiliki fungsi yang sama yang sudah kami sediakan. Jadi ibuk rasa sudah mencukupi standarisasi”(Informan III)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, ketersediaan obat-obatan yang ada di Puskesmas Bukit Surungan dalam memberikan pelayanan kesehatan sudah terbilang sangat bagus. Dalam pengadaan obatpun sudah memakai e-katalog. Berdasarkan pengamatan peneliti juga melihat kegiatan dibagian obat berjalan dengan baik. Sejalan dengan itu, hasil observasi peneliti pada jumlah obat yang terdapat di Puskesmas Bukit Surungan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK 02.02/Menkes/523/2015 Tentang Formularium Nasional Fasilitas Kesehatan Tingkat pertama. Hanya beberapa obat yang tidak tersedia dikarenakan tim formularium puskesmas kota padang panjang tidak memasukkannya seperti Ampisilin, Glizipid, Glimeripid, Atenolol, Meftormin, Ergokalsiferol (vitamin D2), flufenazin dikarenakan ada obat yang sudah tersedia dengan fungsi yang sama.

(35)

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut adalah pernyataan informan perihal prosedur dalam proses pelaksanaan sistem rujukan :

“Kalau prosedurnya ya sesuai peraturan kami cuma menngikuti apa yang sudah ditetapkan sesuai juknisnya ya dari BPJS”(Informan I)

“Pelaksanaannya ya sesuai prosedur tidak dibuat oleh puskesmas sendiri, kami menjalankan perintah dari atas. Mengikuti juknis dari BPJS tentang pelaksanaan rujukan dipuskesmas”(Informan II)

“Untuk pelaksanaan sistem rujukan di puskesmas tidak ada prosedur yang ditetapkan, yang ada BPJS memberikan juknis dalam pelaksanaan juknis dari puskesmas”(Informan III)

4.3.2 Proses

Menurut keputusan menteri kesehatan Nomor 5 Tahun 2014, puskesmas sebagai pelayanan publik dalam era JKN, diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 155 macam penyakit yang harus ditangani dipuskesmas dan darurat. Untuk melihat ketetapan dalam proses rujukan tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara berikut ini.

1. Pengambilan keputusan dalam proses pelaksanaan rujukan kepada pasien Jaminan Kesehatan Nasional

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan dokter perihal pengambilan keputusan dalam proses sistem rujukan terhadap pasien :

(36)

Berdasarkan hasil wawancara, dalam pengambilan keputusan dokter puskesmas dalam memberikan pelayanan rujukan kepada pasien pada prinsipnya didasarkan atas pertimbangan medisnya.

2. Proses pelaksanaan rujukan tingkat pertama peserta Jaminan Kesehatan Nasional

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut adalah pernyataan informan perihal tindakan informan dalam memberikan rujukan atas pasien yang inisiatif meminta rujukan sendiri tanpa adanya indikasi medis yang tepat :

“Inilah yang jadi masalah kejadian seperti ini sangat sering terjadi, kadang sudah diberikan penjelasanpun mereka tetap tidak mau mengerti. Dan tetap memnita rujukan sekehendak mereka. Kadang ada pasien yang bertemperamen tinggi, marah-marah dengan nada tinggi memaksa meminta rujukan yaaaa....kalau pasien seperti ini mau tidak mau saya kasih aja rujukan. Kalau pasien tidak yakin lagi dengan apa yang kita diagnosa dan tetap ngotot kita tidak bisa paksakan. Yaaa... silahkan dia berobat ke rumah sakit toh itu juga hak pasien tersebut” (Informan II)

(37)

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut adalah pernyataan informan perihal perkiraan informan mengeluarkan surat rujukan kepada pasien yang inisiatif memnita rujukan sendiri tanpa adanya indikasi medis :

“yaaaa... tidak semualah saya kabulkan saya jelaskan dulu sedimikiannya sesuai peraturan, kecuali sudah capek saya jelaskan tetap tidak mau bersikeras dan membentak kadang ada yang seperti itu. Kan dilihat juga dari kondisi pasiennya. Saya berikan surat-suratnya, kira-kira saya kabulkan sekitar 40%”(Informan II)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, dalam proses pelaksanaan untuk kasus pasien yang meminta rujukan sendiri tanpa adanya indikasi medis yang tepat dokter tidak mengabulkan pasien yang meminta rujukan, perkiraan dokter persentase mengabulkannya sekitar 40%. Tingginya persentase dokter mangabulkan atas dasar permintaan pasien dikarenakan kurang tegasnya dokter dalam memberikan jawaban untuk tidak memberikan rujukan dan pemahaman kepada pasien. Hal ini, juga ditambah dengan diagnosa-diagnosa lain yang mendukung pasien rujukannya diterima di rumah sakit.

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan informan perihal alasan pasien pada umumnya pada saat pasien meminta rujukan :

“Hmmm....kalau alasan pada umumnya itu hampir sama ya. Banyak dari mereka mengatakan obat dipuskesmas tidak lengkap, tidak bervariasi, kurang percaya lah intinya. Kalau mereka berobat hanya kepuskesmas tidak sembuh-sembuh, makanya perlu meminta rujukan. Kalau kerumah sakit penyakitnya sembuh padahal obat yang diberikan sama saja. Kan menyebabkan mereka tidak sembuh bisa jadi gaya hidup, tidak teratur minum obat macam-macam ya”(Informan II)

(38)

bervariasi yang dikasih obat-obatnya itu-itu saja, dan berobat kepuskesmas penyakit mereka tidak sembuh-sembuh.

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan informan perihal kendala dalam program Jaminan Kesehatan Nasional :

“ Kami sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan mengadakan musrenbang ya. Tapi sejauh ini masih banyak kendala. Kondisi selama JKN ini masih tidak seperti yang diharapkan. Angka rujukan dipuskesmas masih tinggi, sebenarnya ini tidak boleh terjadi tapi kenyataannya ya begitu...masyarakat masih banyak yang belum paham padahal sudah diberitahu”(Informan III)

“ Sebenarnya kami sudah dengan gencar melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat. Mulai dari premi yang yang harus dibayarkan untuk masing-masing kelas. Tata alur pendaftaran, syarat-syaratnya apa saja. Apa saja penyakit yang bisa kami tanggung. Sudah kami sebarkan poster atau baleho juga agar masyarakat paham. Tapi, pelaksanaan rujukan masih saja kurang berjalan sebagaimana mestinya. Pasien masih saja dapat merujuk diri sendiri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat kedua atau ketiga”(Informan IV)

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan informan perihal tentang jenis penyakit yang biasanya diderita oleh penduduk kecamatan dan penyakit yang sering dirujuk :

“penyakit yang paling banyak dirujuk sepanjang tahun 2015 ini adalah ISPA, Hipertensi, Tukak Lambung.”(Informan II)

(39)

yang tepat, dan kendalanya pun masih banyak masyarakat yang belum mengerti terhadap proses pelaksanaan rujukan yang berlaku, masih banyak masyarakat yang meminta rujukan atas permintaan sendiri, belum lagi dilihat dari sarana prasaranaya yang masih minim. Jadi kesimpulannya, dalam proses pelaksanaan di puskesmas belum menjalankan secara maksimal kebijakan yang telah ditetapkan.

Akan tetapi, menurut peneliti dalam proses pelaksanaannya sangat dibutuhkan pelatihan ketenagaan berupa peningkatan kompetensi seperti kompetensi dokter, dan tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam proses rujukan ini. Hal ini terkait dengan kemampuan tenaga dipuskesmas sebagai PPK-1 yang harus siap menangani 155 diagnosa sesuai dengan ketentuan peraturan kebijakan JKN.

3. Informasi yang diperolehdaripasien yang

dirujukatasdasarpenyakitdanalasanmemintarujukan

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan informan perihal jenis penyakit yang diterima dan alasan meminta rujukan :

1. Informan VI : pasien rujukan peserta JKN puskesmas bukit surungandengan diagnosa penyakit jantung koroner. Pernyataan pasien meminta rujukan :

“Dengan penyakit saya ini, saya rasa saya harus ke spesialis. Tidak bisa kalo hanya ditangani dipuskesmas saja. Saya yakin obat-obatnya lebih lengkap kalo saya ke rumah sakit. Saya juga sudah beberapa kalik bolak balik ke puskesmas tapi saya rasa tidak ada perubahan. Makanya saya minta ke spesialis biar kerumah sakit kan perginya”

(40)

“ begini, saya sudah berapa kali berobat kepuskesmas tapi tidak sembuh, saya ingin pergi kerumah sakit sehingga bisa bertemu dokter spesialis penyakit dalam. Kan dokter spesialis lebih paham daripada dokter umum. Makanya saya butuh rujukan agar bisa ke spesialis, saya ingin cepat sembuh”

3. Informan VIII : Pasien dengan diagnosa hipertensi. Berikut pernyataan informan meminta rujukan :

“Saya rasa obat-obatan kurang pas dengan saya. Mungkin kurang bagus. Makanya saya gag sembuh. Sepertinya kalau spesialis langsung yang menangani saya akan sembuh”

4. Informan IX : Pasien dengan diagnosa dispepsia. Berikut pernyataan informan meminya rujukan :

“Saya lebih yakin saja kalau spesialis yang menangani saya yakin sama obat yang dikasih dan alat yang digunakan dalam mengobati saya. Sudah berapa kali saya kepuskesmas tidak sembuh juga. Makanya saya minta dokternya untuk

memberikan surat rujukan kepada saya”

5. Informan X : Pasien dengan diagnosa dysmenorhea diagnose tuberkulosa paru. Berikut pernyataan informan meminta rujukan

“ alat-alatnya sebenarnya sudah cukup tapi saya ingin mendapatkan penanganan yang lebih oleh dokter spesialis. Saya ingin mendapatkan obat-obatan yang lebih bagus. Dan diperiksa lebih baik.”

4.3.3 Output

(41)

pasien dan rujukan apakah rujukannya sesuai dengan mekanisme alur rujukan yang benar dan laporan jenis penyakit yang dirujuk di puskesmas apakah jenis penyakit yang dirujuk itu termasuk dalam 155 jenis penyakit yang masih bisa diselesaikan dipuskesmas yang berdasarkan SK Menkes Nomor 5 Tahun 2014.

Laporan tentang kunjungan dan rujukan dapat dilihat berdasarkan dari data sekunder pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6 jumlah kunjungan dan jumlah rujukan di Puskemas Bukit Surungan dari Januari s/d mei 2016

Sumber: laporan bulanan puskesmas Bukit surungan

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa jumlah kunjungan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada bulan januari sampai dengan mei 2016 7.209 orang dengan rujukan 1364 (rasio 19%).

Tabel 4.7 menggambarkan jenis penyakit yang sering dirujuk di puskesmas bukit surungan selama tahun 2015.

Tabel 4.7 Jenis Penyakit yang dirujuk di Puskesmas Bukit Surungan

No Jenis Penyakit

(42)

2 Hipertensi

3 Tukak Lambung

4 Faringitis

5 Gastritis

6 Diabetes Mellitus

7 Reumatik

8 Penyakit Kulit Alergi

9 Arthritis

10 Common Cold

Sumber : Laporan puskesmas bukit surungan

(43)

BAB V PEMBAHASAN

4.4 ImplementasiPelaksanaanBerdasarkanPendekatanSistem 5.1.1 Analisis Input

5.1.1.1 Analisis Tenaga Pelaksana tentang Pemahaman Tenaga Kesehatan puskesmas tentang Kebijakan Sistem Rujukan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional

Dalam pelaksanaan kebijakan sistem rujukan diharapkan mampu diimplementasikan setiap kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Diperlukan pemahaman stakeholder akan memahami kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Masyarakat berperan sebagai pendorong dalam pengimplementasian kebijakan tersebut dan tentunya dalam keberhasilannya harus ada kordinasi dan sosialisasi terhadap kebijakan yang ingin dicapai.

(44)

program JKN dan masyarakat yang belum tahu prosedur dalam pelaksanaan program JKN ini.

Dalam undang-undang republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Dalam pelaksanaan sistem rujukan telah diatur dalam SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem pelayanan Kesehatan Perorangan.

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilakukan berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Pelayanan kesehatan tingkat pertama peserta dapat berobat kefasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu BPJS Kesehatan. Peserta JKN harus mengikuti sistem rujukan yang telah ditetapkan, sakit apapun kecuali kondisi gawat darurat, harus berobat kefasilitas kesehatan primer, tidak boleh langsung ke rumah sakit atau dokter spesialis. Jika dilanggar peserta harus membayar sendiri. Namun kenyataannya, dilapangan masih banyak kendala salah satunya dari sistem rujukan dipuskesmas belum berjalan secara efektif dan efisien.

Berdasarkan wawancara informan mengatakan, bahwa mereka sebagai tenaga kesehatan, pihak BPJS dan dinas kesehatan sering melakukan koordinasi dan sosialisasi tentang hal ini.

(45)

Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa kelengkapan sarana dan prasarana di Puskesmas Bukit Surungan sudah memadai, dan masih ada alat kesehatan yang sudah tidak bagus lagi dan tidak bisa dipergunakan dengan layak dan tidak berfungsi sehingga menyebabkan penegakkan diagnosa 155 penyakit tidak tercapai dan berdampak kepada merujuk pasien. Jika kondisi pasien tidak memungkinkan berobat ke puskesmas yang memiliki sarana dan prasarana terbatas maka dokter akan memberikan rujukan. Namun, jika kondisi medis pasien masih memungkinkan berobat jalan di puskesmas dengan fasilitas dan obat-obatan yang tersedia, maka dokter tidak akan memberikan surat rujukan kepada pasien tersebut. ketika hal ini dijelaskan pasien, tidak semua pasien dapat menerima dengan baik. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor pendukung, yang biasanya terwujud dari lingkungan fisik berupa tersedianya fasilitas kesehatan dan obat-obatan.

Dilihat dari berbagai aspek seperti tenaga kesehatan yang sesuai, peralatan medis dan non medis untuk menunjang kesehatan, keuangan pelayanan, transportasi dan fasilitas penunjang lainnya. Maka puskesmas akan dapat mengatasi permasalahan terutama dengan tidak merujuk pasien yang terdapat dalam 155 diagnosa. Karena rujukan juga terjadi karena sarana dan prasarana yang harusnya tersedia di puskesmas tapi tidak tersedia sehingga menyebabkan pasien harus dirujuk

(46)

1. Tenaga kesehatan yang sesuai dengan upaya yang diselenggarakan, misalnya mengadakan dokter spesialis di puskesmas.

2. Peralatan medis dan non medis untuk menunjang kesehatan.

3. Penambahan keuangan pelayanannya, pengaturan tata ruang serta penyediaan fasilitas rawat inap di puskesmas.

4. Sarana transportasi dan komunikasi

5. Fasilitas penunjang seperti tempat tidur, kursi, papan pelayanan, tempat parkir, dll. (Depkes,2005)

Alat kesehatan pada puskesmas sesuai dengan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 diatur sesuai dengan jenis Ruangan Layanan Kesehatan yang ada, yakni: Ruang Pemeriksaan Umum, Ruang Tindakan dan Ruangan Gawat Darurat, Ruangan KIA, KB dan Imunisasi, Ruangan persalinan, Ruangan Pasca Persalinan, Ruangan Kesehatan Gigi dan Mulut, Promosi Kesehatan, Ruangan ASI, Laboratorium, Ruangan Farmasi, Ruangan Rawat Inap, Ruangan Sterilisasi.

5.1.1.3 Analisis Ketersediaan Obat Dalam Pelaksanaan Rujukan

(47)

Program Jaminan Kesehatan Nasional tidak diperbolehkan puskesmas untuk melakukan pembelian obat langsung tetapi perencanaan obat atau pengadaan obat dilakukan oleh dinas kesehatan. Obat yang terdapat dalam Formularium Nasional dan biayanya terdapat dalam e-katalog.

Dalam permenkes Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional. Pengadaan obat-obatan terutama untuk obat peserta JKN tidak terpisah denga obat-obatan lain. Pelayanan obat untuk peserta JKN di FKTP dilakukan oleh seorang apoteker diinstalasi farmasi, pelayanan obat mengacu kepada daftar obat yang tercantum dalam formularium nasional dan harga obat tercantum dalam e-katalog obat.

5.2 Proses

5.2.1 Analisis Peranan Dokter Dalam Pengambilan Keputusan dalam Pelaksanaan Rujukan

Dalam pengambilan keputusan untuk pelaksanaan rujukan sangat tergantung pada keputusan yang diambil oleh dokter. Dari 10 jenis penyakit yang paling banyak dirujuk di puskesmas bukit surungan masih ada beberapa penyakit yang bisa ditangani di Puskesmas Bukit Surungan seperti Common Cold. Namun, dokter akan selalu mempertimbangkan kenapa Common Cold masih termasuk dalam penyakit yang dirujuk. Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada wawancara yang dilakukan dokter akan merujuk pasien apabila memenuhi salah satu dari kriteria “TACC” (Time Age Complication Comorbidity) yaitu time,perjalanan penyakit dapat

(48)

pasien usia pasien masuk dalam kategori yang dikhawatirkan meningkatkan resiko komplikasi serta resiko kondisi penyakit yang lebih berat. Complication, jika komplikasi yang ditemui dapat memperberat kondisi pasien. Comorbidity, jika terdapat keluhan atau gejala penyakit lain yang memperberat kondisi pasien.

Selain dari kondisi diatas, juga dikarenakan kondisi fasilitas pelayanan juga menjadi dasar bagi dokter untuk melakukan rujukan demi menjamin keberlangsungan penatalaksanaan dengan persetujuan pasien.

Dalam menyelenggarakan program kerjanya, puskesmas harus melaksanakan azas rujukan, artinya jika tidak mampu menangani suatu masalah kesehatan harus merujukan kesarana kesehatan yang lebih mampu. Untuk pelayanan kedokteran jalur rujukan adalah rumah sakit, sedangkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat jalur rujukannya adalah rumah sakit, sedangkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat jalur rujukannya adalah berbagai kantor kesehatan (Azwar, 2010).

Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan Indonesia adalah yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 001 Tahun 2012, sistem rujukan adalah suatu sistem yang melaksanakan perlimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal.

(49)

juga akan memberikan pengertian kepada pasien bahwasanya kalau penyakit yang bisa ditangani dipuskesmas dan yang masih terdapat 155 diagnosa penyakit akan ditolak oleh rumah sakit, namun pasien juga tetap mau dirujuk. Hal ini menunjukkan pihak pasien yang belum mengerti prosedur dalam pelaksanaan rujukan, pasien sering meminta rujukan sendiri.

Jadi, dalam pelaksanaannya sistem rujukan di Puskesmas Bukit Surungan belum sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, kadang-kadang dokter juga merujuk tanpa indikasi medis yang tepat tanpa melihat penentuan kasus pasien yang dirujuk.

5.3 Analisis Output

Dari hasil kinerja program Puskesmas Bukit Surungan masih ada beberapa hal yang tidak memenuhi ketentuan, disebabkan oleh stok obat yang terbatas, padahal adanya dana kapitasi JKN puskesmas yang digunakan untuk operasional termasuk pengadaan, serta kewajiban obat dan perbekalan kesehatan yang sudah masuk ke dalam e-katalog. Output tenaga kesehatan di Puskesmas Bukit Surungan jumlah sumber daya manusianya sudah mencukupi. Namun, kemampuan petugas pelaksana yang belum memadai, keterbatasan sarana dan prasarananya.

(50)
(51)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Pada proses pelaksanaan rujukan:

1. Proses pelaksanaan rujukan Puskesmas Bukit Surungan masih belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

2. Pelaksanaan Sistem rujukan masih belum sesuai, karena dari data yang peneliti dapatkan khususnya data rujukan rawat jalan yang masih tinggi yaitu dengan persentase 19%. Dan dari jenis penyakit yang dirujuk masih terdapat kedalam 155 diagnosa kasus penyakit yang masih bisa diselesaikan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

6.1.2 Pada Tenaga Kesehatan

1. Dilihat dari petugas pelaksananya yaitu dokter puskesmas dimana pemahaman informan tentang kebijakan sistem rujukan dan sistem kapitasi dipuskesmas sudah cukup baik.

2.Dokter dalam memberikan rujukan masih termasuk dalam 155 diagnosa dimana masih bisa ditangani di Puskesmas Bukit Surungan dengan sarana dan prasarana yang tersedia.

6.1.3 Pada sarana dan prasarana

(52)

2. Ketersediaan obat-obatan dan bahan habis pakai yang digunakan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan dipuskesmas sudah baik namun masih perlu pembenahan.

6.1.3 Pada Pasien

1. Pemahaman pasien dalam proses pelaksanaan rujukan masih kurang baik, karena masih ada masyarakat dengan insiatif sendiri meminta rujukan tanpa adanya indikasi medis yang tepat.

2. Umumnya alasan pasien meminta rujukan yaitu tidak sembuh sembuh kalau hanya berobat ke puskesmas karena obatnya tidak bervariasi dan membutuhkan dokter spesialis, peralatan dipuskesmas juga tidak lengkap.

6.2 Saran

1. Tingkat pengetahuan dan pemahaman petugas pelaksana tentang kebijakan perlu ditingkatkan serta koordinasi dengan tim BPJS. Melakukan sosialisasi JKN dan melakukan pengawasan yang lebih tegas kepada puskesmas terkait sistem pelaksanaan rujukan.

2. Dokter Puskesmas Bukit Surungan lebih tegas dalam mengeluarkan surat rujukan, lebih mempertimbangkan indikasi medis dari pada sugesti pasien terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas.

(53)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuransi Kesehatan 2.1.1 Pengertian

Asuransi yang dikutip dari Ather suatu instrumen sosial yang menggabungkan resiko individu menjadi resiko kelompok dan menggunakan dana yang dikumpulkan oleh kelompok tersebut untuk membayar kerugian yang diderita. Dalam asuransi kesehatan, resiko sakit secara bersama-sama ditanggung oleh peserta dengan mengumpulkan premi ke perusahaan atau badan penyelenggara asuransi kemudian pihak asuransi mentransfer resiko individu ke suatu kelompok dan membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh seluruh anggota kelompok (Ilyas, 2006).

Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi (tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi. Resiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan keruwgian material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya :

(54)

2. Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena pencurian.

3. Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit. 4. Banjir, Angin topan, badai, Gempa bumi, Tsunami 2.1.2 Jaminan Kesehatan Nasional

Kata” jaminan” secara bahasa dapat diartikan asuransi (insurance), peyakinan

(assurance), janji (promise), dan dapat berarti pengamanan (security) kata jaminan yang berarti asuransi di Indonesia berakar dari proses pengumpulan dana bersama untuk kepentingan bersama yang memiliki arti transfer resiko (Thabrany, 2014).

Dalam buku pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), asuransi kesehatan bertujuan untuk membantu masyarakat mengurangi biaya kesehatan dari kantong sendiri out of pocket, dalam jumlah yang sulit diprediksi dan kadang-kadang memerlukan biaya

yang sangat besar. Untuk itu diperlukan jaminan dalam bentuk asuransi kesehatan karena peserta membayar premi dengan besaran tetap. Dengan demikian, pembiayaan kesehatan ditanggung bersama secara gotong royong oleh keseluruhan peserta, sehingga tidak memberatkan secara orang perorang.

(55)

Sebaliknya, asuransi kesehatan sosial memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut. Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali biaya dan mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu memadai dengan biaya yang wajar dan terkendali, bukan “terserah dokter” atau terserah “rumah sakit”. Ketiga, asuarnsi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan yang berkelanjutan). Keempat, asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk melindungi seluruh warga, kepesertaan asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat wajib.

Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang besifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas resiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN Nomor 40 Tahun 2004).

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Jaminan Sosial adalah bentuk pelindung sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

(56)

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi alam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

2.1.3 Prinsip-Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:

1. Prinsip Kegotongroyongan

Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu peserta yang sakit atau yang beresiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prinsip Nirlaba

Pengelolaaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

(57)

prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4. Prinsip Porabilitas

Prinsip porabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

6. Prinsip dana amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

7. Prinsip hasil pengeloaan Dana Jaminan Sosial

(58)

2.1.4 Kepesertaan

Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain (Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013).

Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusahan, badan hukum, atau badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang memperkerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

b. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a. Pegawai Negeri Sipil;

b. Anggota TNI; c. Anggota POLRI; d. Pejabat Negara;

(59)

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima upah.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a. Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri

b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah

c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3. Bukan Pekerja dan anggita keluarganya terdiri atas: a. Investor;

b. Pemberi kerja; c. Penerima Pensiun; d. Veteran;

e. Perintis Kemerdekaan; dan

f. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mamu membayar iuran.

4. Penerima pensiun terdiri atas:

a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; b. Anggita TNI yang berhenti dengan hak pensiun;

c. Pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun ; d. Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c;

(60)

f. Anggota keluarga bagi pekerja yang menerima upah meliputi: a). Istri atau suami yang sah dari peserta; dan

b).Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari pseserta, dengan kriteria: tidak tahu atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai pengahasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 ( dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

c). Sedangkan peseta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

5. WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi peserta WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

2.1.5 Pembiayaan 1. Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (Pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).

2. Pembayar Iuran

• bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.

• bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh

Pemberi Kerja dan Pekerja.

(61)

Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

• Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui

Peraturan Presiden dan di tinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

3. Pembayaran Iuran

Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan Presentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau sejumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).

(62)

sejak diterimanya iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara diatur dengan peraturan BPJS Kesehatan.

2.1.6 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan kepada pasien rujukan dari fasilitas kesehatan denga kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup Pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.

Manfaat pelayanan promotif da preventif meliputi pemberian pelayanan: a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan

mengenai pengelolaan faktor resiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio dan Campak.

(63)

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Meskipun manfaat yang dijamin JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi:

a. Tidak sesuai prosedur

b. Pelayanan di luar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS c. Pelayanan bertujuan kosmetik

d. General checkup

e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana

g. Pasien bunuh diri /penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/Bunuh Diri/Narkoba (Kemenkes, 2014).

2.1.7 Penyelenggaraaan Jaminan Kesehatan Nasional

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional bab V tentang cara penyelenggaraan JKN menerangkan : 1. Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

a. Pemerintah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah melakukan upaya penempatan tenaga kesehatan yang ditujukan untuk mencapai pemerataan yang berkeadilan dalam pembangunan kesehatan.

(64)

dalam memberikan pelayanan didaerah yang tidak diminati, seperti: daerah terpencil, daerah sangat terpencil, daerah tertinggal, daerah pedesaan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta daerah bencana dan rawan konflik.

c. Dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Derah, dan/atau swasta.

2. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan

1. Pembinaan. Penyelenggaraan, pengembangan, dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan di berbagai tingkatan dan/atau organisasi memerlukan komitmen yang kuat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta dukungan peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan tersebut.

2. Pembinaan dan pengawasan praktik profesi bagi tenaga kesehatan dilakukan melalui uji kompetensi, sertifikasi, registrasi, dan pemberian izin praktik/izin kerja bagi tenaga kesehatan yang memenuhi syarat.

(65)

dalam rangka melindungi masyarakat, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan a. Pengertian

Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah pengelolaan berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/manfaat, mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan oba, obat tradisional, dan kosmetika.

b. Tujuan

Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah berkhasiat/terdianya farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya guna menigkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

c. Unsur-unsur

Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari:

1. Komoditi;

2. Sumber daya;

(66)

4. Pengawasan;dan

5. Pemberdayaan masyarakat.

Fasilitas sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah peralatan atau tempat yang harus memenuhi kebijakan yang telah ditetapkan, baik difasilitas produksi, distribusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekunder, tersier. Pelayanan kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu di semua fasilitas pelayanan kesehatan dengan mengikuti kebijakan yang ditetapkan.

2.2 Sistem Rujukan Berjenjang

2.2.1 Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Dalam buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan tahun 2014, Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasillitas kesehatan.

Tata laksana rujukan:

1. Internal antar- petugas di satu rumah sakit 2. Antara puskesmas pembantu dan puskesmas 3. Antara masyarakat dan puskesmas

(67)

5. Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

6. Internal antar-bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit

7. Antar rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit. 2.2.2 Ketentuan Umum

1. Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu: a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga

2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberi oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan tingkat spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.

4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan teknologi kesehatan sub spesialistik.

(68)

6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.

7. Fasilitas kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama.

8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.

9. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/individu ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik; b.perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan

pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ketenagaan.

(69)

a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi kewenangannya;

b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;

c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau

Gambar

Tabel 4.8 Hasil Observasi Tentang Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Tabel 4.1
Tabel 4.2 Distribusi peserta PBI dan Non PBI Puskesmas Bukit Surungan
Tabel 4.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini membahas tentang kesalahan penulisan transliterasi Arab-Latin dalam skripsi mahasiswa prodi Bahasa Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.. Penelitian

Mice were peritoneal infected with 10 6 Plasmodium berghei ANKA and divided into 5 treatment groups: negative control; positive control (artemisin of dose 4 mg/kgBW);

Sistem pertidaksamaan yang memenuhi daerah yang diarsir pada gambar berikut adalah

Dengan adanya Pedoman Transliterasi ini, maka di Prodi Bahasa Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara mewajibkan kepada mahasiswa untuk menggunakan Pedoman

Pelaku pencurian dengan kekerasan juga dilakukan oleh pelaku-pelaku tertentu, demikian juga sasaran tertentu seperti helm yang pada saat ini mulai banyak terjadi

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian Analisis Perbandingan Keuntungan Usaha Docking Kapal Perikanan Berdasarkan Sistem Pembayaran : Studi Kasus Along Jaya Batang

Dari hasil penelitian menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh negative terhadap kenaikan realisasi belanja modal, yang artinya bahwa semakin besar dana alokasi umum