• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4.3 Pelaksanaan Sistem Rujukan

Pelaksanaan sistem rujukan di Puskesmas Bukit Surungan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti yaitu meliputi Input, Proses, dan Output.

4.3.1 Input

Terdapat 3 (tiga) komponen yang menjadi perhatian dalam penelitian ini, yaitu tenaga pelaksana, sarana dan prasarana serta prosedur dalam pelaksanaan rujukan.

1. Tenaga Pelaksana

a. Tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang kebijakan sistem rujukan tingkat pertama program Jaminan Kesehatan Nasional.

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan informan perihal kebijakan sistem rujukan :

“Hmm.... jumlah tenaga kesehatan di puskesmas bukit surungan saya rasa sudah cukup bagus. Dapat kita lihat dari ketersediaan dokter umum sebanyak 3 orang,tenaga kesehatan yang bertugas di labor juga tersedia sebanyak 3 orang. Sesuai dengan perencanaan dan pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan oleh Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2014 maka jumlah standar sumber daya manusia di pelayanan tingkat pertama sudah menyukupi. Setiap bulan kunjungan rata-rata di puskesmas bukit surungan ini mengalami peningkatan dikarenakan makin banyaknya masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Bukit Surungan. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa puskesmas bukit surungan mampu melayani

peningkatan kunjungan dan dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan kunjungan di Puskesmas Bukit Surungan ini juga dipengaruhi oleh letaknya yang berada pada perbatasan di kabupaten lain seperti pariaman. Contohnya pada akhir tahun 2014 bulan desember satu bulan kapitasinya sebanyak empat puluh juta rupiah kemudian karena terjadi peningkatan jumlah kunjungan pada awal bulan januari 2015 menjadi lima puluh tiga juta rupiah. Dalam pelaksanaan sistem rujukan dalam era JKN ini bagaimana dan apa kesulitan yang dihadapi tentunya dilihat dari jumlah rujukan yang meningkat setiap tahunnya...disini masyarakat dilema punya keinginan berbeda dari aturan. Mereka ingin ke spesialis dan menganggap ke spesialis itu lebih terpercaya. Persepsi masyarakat dalam memandang hal ini sulit untuk dirubah. Dokter yang menangani pasien mendiagnosa pasien berdasarkan info yang diberikan oleh pasien. Informasi yang akurat akan memudahkan dalam memberikan penanganan selanjutnya kepada pasien” (Informan I)

“Sejak diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional ini pada awal tahun 2014kan termasuk didalamnya kebijakan tentang rujukan sesuai SK Menkes tahun 2012. Kami dalam usaha menjalankan program ini semaksimal mungkin. Tenaga pelaksana di Puskesmas Bukit Surungan ini sudah cukup. Selama tahun 2014 kami langsung mendapatkan sosialisasi dari BPJS tentang program dan saat inipun mereka melakukan sosialisasi kepada kami” (Informan II)

“Kalau tenaga kesehatan yang tersedia di puskesmas sudah bagus. Sumber daya manusia di Puskesmas Bukit Surungan ini sudah cukup. Tidak ada masalah. Dalam era JKN pun petugas kesehatan sudah mengetahui alur yang semestinya. Siapa saja yang bisa dirujuk dan siapa yang tidak bisa.Bagaimana itu sistem rujukan berjenjang yaitu pasien yang tidak bisa kami tangani dipuskesmas ini yang tidak termasuk dalam 155 diagnosa akan kami berikan rujukan ke fasilitas kesehatan sekunder atau tersier tentunya harus sesuai alur yang benar. Tidak bisa diberikan begitu saja kecuali ya seperti kasus kegawatdaruratan, lansia. Jika mereka membutuhkan perawatan spesialis tentu dirujuk atau tidak tersedia obat atau keterbatasan fasilitas kami dalam memberikan penanganan”(Informan III)

“Dari segi sumber daya manusia atau ketersediaan tenaga kesehatan di Puskesmas Bukit Surungan saya kira sudah bagus ya..seperti yang terlihat kunjungan di Puskesmas Bukit Surunganpun cukup banyak. Dalam era JKN pun tenaga kesehatan di Puskesmas Bukit Surungan sudah memahami bagaimana proses atau tata laksana rujukan berjalan. Kalau ada masalah atau ada yang belum mengerti saya sebagai pegawai BPJS padang panjang dapat menjelaskan. Tetapi, setau saya yang agak terkendala mungkin seperti rujukan yang meningkat tiap tahunnya karena fasilitas atau belum lengkapnya sarana. Namun hal itu tidak terlalu menjadi masalah. Hal-hal

terkait JKN mengenai sistem rujukan adanya pelatihan yang diberikan kepada semua petugas kesehatan”(Informan IV)

Mengenai sumber daya manusia di Puskesmas Bukit Surungan ini saya rasa tidak ada masalah. Disini biar saya beritahu jumlah kunjungan di Puskesmas Bukit Surungan pada tahun 2015 13.948 kunjungan sedangkan jumlah rujukannya 2.598. Terlihat kunjungan di puskesmas Bukit Surungan yang baru beroperasi tahun 2011 ini sudah banyak mendapat apresiasi dari masyarakat. Dari data yang saya peroleh rata-rata kunjungannya meningkat setiap tahunnya. Berarti itu baguslah. Petugas kesehatan yang bertugas pun berarti dapat melayani dengan baik. Masyarakat memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama di Puskesmas Bukit Surungan. Kalau dalam sosialisasi terkait JKN ya tentunya ada. Kewenangan kota sesuai PP no 38 tahun 2007 yaitu pengelolaan atau penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai kondisi tempat. Sinkronisasi peraturan perundangan dalam operasionalisasi pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah. Dinas Kesehatan Kota merupakan bagian dari pemerintah daerah. Tugas dan fungsi kesehatan termasuk bidang yang di otonomikan. Pemerintah pemda prov/kab-kota punya kewajiban sesuai kewenangan yang diatur dengan UU dan PP (dalam hal program jaminan kesehatan bagi masyarakat). Dinas kesehatan kota melaksanakan bimbingan, pemantauan dan fasilitasi program jamkesmas, dinas kab/kota sebagai penerima dana PPK-1. Dalam sosialisi kepada masyarakat kami saya kira sudah cukup dilakukan oleh BPJS seperti menjelaskan bagaimana alur kepesertaan dan berapa premi yang harus dibayarkan. Untuk sosialisasi ada semacam muslenbang yang kami laksanakan ditingkat kecamatan/kelurahan di padang panjang ini. Sebelumnya kesehata di kota padang panjang ini kan memang gratis. Selama KTP kita kota padang panjang pemerintah daerah memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakatnya. Sekarang sesuai UU SJSN ya harus dipatuhi pengadaan keuangannya”(Informan V)

Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa dalam ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga pelaksana di Puskesmas Bukit Surungan tidak ada masalah dalam pelaksanaan sistem rujukan dipuskesmas meskipun sudah ada kebijakan tentang sistem rujukan, proses pelaksanaan dalam menjalankan kebijakan rujukan tersebut masih belum maksimal. Mekanisme sosialisasi sudah dilakukan oleh BPJS, dinas kesehatan ketenaga kesehatan dan masyarakat.

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut adalah pernyataan informan perihal sarana dan prasarana di puskesmas bukit surungan:

“Ketersediaan sarana dan fasilitas alat kesehatan sebenarnya sudah lumayan bagus. Tapi kalau diharapkan seperti peraturan yang seharusnya, tentu belum selengkap itu. Selain Puskesmas Bukit Surungan ini yang terbilang baru masih butuh waktu terlalu dini untuk bisa menjadi selengkap itu. Tapi, saya rasa untuk waktu yang sekarang ini sudah sudah cukup lah dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Jika, untuk menangani pasien dibutuhkan alat yang di puskesmas bukit surungan tidak tersedia ya tentunya kami berikan rujukan kepada pasien tersebut. Selain itu, kami sekarang masih dalam menyiapkan SPO (Standar Prosedur Operasional) yaitu untuk mempersiapkan akreditasi”(Informan I)

“Untuk sarana dan prasarananya yang ada di puskesmas ini saya rasa sudah lengkap sejak adanya JKN dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi masih ada beberapa peralatan kesehatan yang sudah rusak ya dan tidak bisa digunakan lagi tapi kami tentu lapor ke bagian peralatan dan dalam perbaikan” (Informan II)

“Sarana dan prasarana seperti yang kita lihat belum lengkaplah masih butuh waktu kan Puskesmas Bukit Surungan ini masih baru. Nanti secepatnya akan dilengkapi sebagaimana harusnya. Tapi untuk saat ini sudah lumayanlah tidak terlalu ada masalah”(Informan III)

Berdasarkan hasil wawancara menujukkan alat-alat kesehatan yang tersedia masih membutuhkan waktu untuk dapat lengkap. Tetapi, alat kesehatan yang belum tersedia tersebut tidak terlalu menjadi masalah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

3. Ketersediaan obat-obat di puskesmas

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut adalah pernyataan informan perihal obat-obatan di puskesmas bukit surungan :

“Ketersediaan obat di puskesmas bukit surungan ini sudah baik. Sudah sesuai dengan formularium nasional yang terbaru. Semua usulan tentang obat yang kami minta dan ajukan akhirnya terwujud di formularium nasional tahun 2015 ini. Kalaupun ada

obat yang tidak tersedia di puskesmas kami akan memberikan resep kepada pasien untuk dapat dibeli diluar”(Informan I)

“jika mengenai obat-obatan sampai sekarang selalu tersedia ya di era JKN ini terlebih. Permasalahannya sebenarnya tidak ada cuma ya kadang-kadang alkesnya sudah ada tapi tidak ada bahan habis pakai, ya mau tidak mau pasien ya....saya beri rujukan juga. Tapi fornas tahun 2015 ini semakin bagus ya ketersediaan obat puskesmas kami”(Informan II)

“Obat sudah didengar usulan kami ini setelah sekian lamaterwujud di formularium nasional tahun 2015 ini. Yang tidak kami sediakan tepatnya seperti glizipid, atenolol, ergokarsiferol, oleopatidin, dan ada beberapa lagi karena tim formularium tidak memasukan kedalam daftar obat yang dibutuhkan karena ada obat yang memiliki fungsi yang sama yang sudah kami sediakan. Jadi ibuk rasa sudah mencukupi standarisasi”(Informan III)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, ketersediaan obat-obatan yang ada di Puskesmas Bukit Surungan dalam memberikan pelayanan kesehatan sudah terbilang sangat bagus. Dalam pengadaan obatpun sudah memakai e-katalog. Berdasarkan pengamatan peneliti juga melihat kegiatan dibagian obat berjalan dengan baik. Sejalan dengan itu, hasil observasi peneliti pada jumlah obat yang terdapat di Puskesmas Bukit Surungan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK 02.02/Menkes/523/2015 Tentang Formularium Nasional Fasilitas Kesehatan Tingkat pertama. Hanya beberapa obat yang tidak tersedia dikarenakan tim formularium puskesmas kota padang panjang tidak memasukkannya seperti Ampisilin, Glizipid, Glimeripid, Atenolol, Meftormin, Ergokalsiferol (vitamin D2), flufenazin dikarenakan ada obat yang sudah tersedia dengan fungsi yang sama.

4. Prosedur dalam proses pelaksanaan sistem rujukan di Puskemas Bukit Surungan

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut adalah pernyataan informan perihal prosedur dalam proses pelaksanaan sistem rujukan :

“Kalau prosedurnya ya sesuai peraturan kami cuma menngikuti apa yang sudah ditetapkan sesuai juknisnya ya dari BPJS”(Informan I)

“Pelaksanaannya ya sesuai prosedur tidak dibuat oleh puskesmas sendiri, kami menjalankan perintah dari atas. Mengikuti juknis dari BPJS tentang pelaksanaan rujukan dipuskesmas”(Informan II)

“Untuk pelaksanaan sistem rujukan di puskesmas tidak ada prosedur yang ditetapkan, yang ada BPJS memberikan juknis dalam pelaksanaan juknis dari puskesmas”(Informan III)

4.3.2 Proses

Menurut keputusan menteri kesehatan Nomor 5 Tahun 2014, puskesmas sebagai pelayanan publik dalam era JKN, diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 155 macam penyakit yang harus ditangani dipuskesmas dan darurat. Untuk melihat ketetapan dalam proses rujukan tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara berikut ini.

1. Pengambilan keputusan dalam proses pelaksanaan rujukan kepada pasien Jaminan Kesehatan Nasional

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan dokter perihal pengambilan keputusan dalam proses sistem rujukan terhadap pasien :

“Hmm....tentunya pertimbangan saya dalam memberikan rujukan terhadap pasien yaitu pertimbangan yang saya utamakan itu adalah pertimbangan medis kalau pasien itu dirujuk dan obat habis pakai tidak ada yaaa...pasiennya saya rujuk. Karena prinsipnya itu memang pertimbangan medis kalau tidak bisa ditangani ya dirujuk maksudnya gitu”(Informan II).

Berdasarkan hasil wawancara, dalam pengambilan keputusan dokter puskesmas dalam memberikan pelayanan rujukan kepada pasien pada prinsipnya didasarkan atas pertimbangan medisnya.

2. Proses pelaksanaan rujukan tingkat pertama peserta Jaminan Kesehatan Nasional

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut adalah pernyataan informan perihal tindakan informan dalam memberikan rujukan atas pasien yang inisiatif meminta rujukan sendiri tanpa adanya indikasi medis yang tepat :

“Inilah yang jadi masalah kejadian seperti ini sangat sering terjadi, kadang sudah diberikan penjelasanpun mereka tetap tidak mau mengerti. Dan tetap memnita rujukan sekehendak mereka. Kadang ada pasien yang bertemperamen tinggi, marah-marah dengan nada tinggi memaksa meminta rujukan yaaaa....kalau pasien seperti ini mau tidak mau saya kasih aja rujukan. Kalau pasien tidak yakin lagi dengan apa yang kita diagnosa dan tetap ngotot kita tidak bisa paksakan. Yaaa... silahkan dia berobat ke rumah sakit toh itu juga hak pasien tersebut” (Informan II)

Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa pelaksanaan rujukan yang dilakukan dokter ketika pasien meminta rujukan tidak saja didasarkan atas pertimbangan medis saja ada faktor lain seperti tingkat keyakinan pasien berobat ke puskesmas tidak ada dimana juga menjadi masalah dokter dalam memberikan rujukan. Berdasarkan pengamatan peneliti juga melihat dalam proses ini masih adanya sugesti masyarakat kalau berobat kerumah sakit akan sembuh dari pada puskesmas.

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut adalah pernyataan informan perihal perkiraan informan mengeluarkan surat rujukan kepada pasien yang inisiatif memnita rujukan sendiri tanpa adanya indikasi medis :

“yaaaa... tidak semualah saya kabulkan saya jelaskan dulu sedimikiannya sesuai peraturan, kecuali sudah capek saya jelaskan tetap tidak mau bersikeras dan membentak kadang ada yang seperti itu. Kan dilihat juga dari kondisi pasiennya. Saya berikan surat-suratnya, kira-kira saya kabulkan sekitar 40%”(Informan II)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, dalam proses pelaksanaan untuk kasus pasien yang meminta rujukan sendiri tanpa adanya indikasi medis yang tepat dokter tidak mengabulkan pasien yang meminta rujukan, perkiraan dokter persentase mengabulkannya sekitar 40%. Tingginya persentase dokter mangabulkan atas dasar permintaan pasien dikarenakan kurang tegasnya dokter dalam memberikan jawaban untuk tidak memberikan rujukan dan pemahaman kepada pasien. Hal ini, juga ditambah dengan diagnosa-diagnosa lain yang mendukung pasien rujukannya diterima di rumah sakit.

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan informan perihal alasan pasien pada umumnya pada saat pasien meminta rujukan :

“Hmmm....kalau alasan pada umumnya itu hampir sama ya. Banyak dari mereka mengatakan obat dipuskesmas tidak lengkap, tidak bervariasi, kurang percaya lah intinya. Kalau mereka berobat hanya kepuskesmas tidak sembuh-sembuh, makanya perlu meminta rujukan. Kalau kerumah sakit penyakitnya sembuh padahal obat yang diberikan sama saja. Kan menyebabkan mereka tidak sembuh bisa jadi gaya hidup, tidak teratur minum obat macam-macam ya”(Informan II)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, dalam proses pelaksanaan untuk kasus pasien yang meminta rujukan disebabkan karena obat yang di puskesmas tidak

bervariasi yang dikasih obat-obatnya itu-itu saja, dan berobat kepuskesmas penyakit mereka tidak sembuh-sembuh.

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan informan perihal kendala dalam program Jaminan Kesehatan Nasional :

“ Kami sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan mengadakan musrenbang ya. Tapi sejauh ini masih banyak kendala. Kondisi selama JKN ini masih tidak seperti yang diharapkan. Angka rujukan dipuskesmas masih tinggi, sebenarnya ini tidak boleh terjadi tapi kenyataannya ya begitu...masyarakat masih banyak yang belum paham padahal sudah diberitahu”(Informan III)

“ Sebenarnya kami sudah dengan gencar melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat. Mulai dari premi yang yang harus dibayarkan untuk masing-masing kelas. Tata alur pendaftaran, syarat-syaratnya apa saja. Apa saja penyakit yang bisa kami tanggung. Sudah kami sebarkan poster atau baleho juga agar masyarakat paham. Tapi, pelaksanaan rujukan masih saja kurang berjalan sebagaimana mestinya. Pasien masih saja dapat merujuk diri sendiri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat kedua atau ketiga”(Informan IV)

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan informan perihal tentang jenis penyakit yang biasanya diderita oleh penduduk kecamatan dan penyakit yang sering dirujuk :

“penyakit yang paling banyak dirujuk sepanjang tahun 2015 ini adalah ISPA, Hipertensi, Tukak Lambung.”(Informan II)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dalam prosesnya adalah menunjukkan bahwa dalam proses pengambilan keputusan pada prinsipnya informan merujuk pasien berdasarkan indikasi medis yang tepat, dan dalam proses pelaksanaan rujukannya dokter juga belum sepenuhnya merujuk pasien atas dasar kebijakan yang telah ditetapkan, karena permasalahannya dokter juga merujuk tanpa indikasi medis

yang tepat, dan kendalanya pun masih banyak masyarakat yang belum mengerti terhadap proses pelaksanaan rujukan yang berlaku, masih banyak masyarakat yang meminta rujukan atas permintaan sendiri, belum lagi dilihat dari sarana prasaranaya yang masih minim. Jadi kesimpulannya, dalam proses pelaksanaan di puskesmas belum menjalankan secara maksimal kebijakan yang telah ditetapkan.

Akan tetapi, menurut peneliti dalam proses pelaksanaannya sangat dibutuhkan pelatihan ketenagaan berupa peningkatan kompetensi seperti kompetensi dokter, dan tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam proses rujukan ini. Hal ini terkait dengan kemampuan tenaga dipuskesmas sebagai PPK-1 yang harus siap menangani 155 diagnosa sesuai dengan ketentuan peraturan kebijakan JKN.

3. Informasi yang diperolehdaripasien yang

dirujukatasdasarpenyakitdanalasanmemintarujukan

Berdasarkan informasi yang diterima, berikut pernyataan informan perihal jenis penyakit yang diterima dan alasan meminta rujukan :

1. Informan VI : pasien rujukan peserta JKN puskesmas bukit surungandengan diagnosa penyakit jantung koroner. Pernyataan pasien meminta rujukan :

“Dengan penyakit saya ini, saya rasa saya harus ke spesialis. Tidak bisa kalo hanya ditangani dipuskesmas saja. Saya yakin obat-obatnya lebih lengkap kalo saya ke rumah sakit. Saya juga sudah beberapa kalik bolak balik ke puskesmas tapi saya rasa tidak ada perubahan. Makanya saya minta ke spesialis biar kerumah sakit kan perginya”

2. Informan VII : Pasien dengan diagnosa tuberkulosa paru. Berikut pernyataan informan meminta rujukan :

“ begini, saya sudah berapa kali berobat kepuskesmas tapi tidak sembuh, saya ingin pergi kerumah sakit sehingga bisa bertemu dokter spesialis penyakit dalam. Kan dokter spesialis lebih paham daripada dokter umum. Makanya saya butuh rujukan agar bisa ke spesialis, saya ingin cepat sembuh”

3. Informan VIII : Pasien dengan diagnosa hipertensi. Berikut pernyataan informan meminta rujukan :

“Saya rasa obat-obatan kurang pas dengan saya. Mungkin kurang bagus. Makanya saya gag sembuh. Sepertinya kalau spesialis langsung yang menangani saya akan sembuh”

4. Informan IX : Pasien dengan diagnosa dispepsia. Berikut pernyataan informan meminya rujukan :

“Saya lebih yakin saja kalau spesialis yang menangani saya yakin sama obat yang dikasih dan alat yang digunakan dalam mengobati saya. Sudah berapa kali saya kepuskesmas tidak sembuh juga. Makanya saya minta dokternya untuk

memberikan surat rujukan kepada saya”

5. Informan X : Pasien dengan diagnosa dysmenorhea diagnose tuberkulosa paru. Berikut pernyataan informan meminta rujukan

“ alat-alatnya sebenarnya sudah cukup tapi saya ingin mendapatkan penanganan yang lebih oleh dokter spesialis. Saya ingin mendapatkan obat-obatan yang lebih bagus. Dan diperiksa lebih baik.”

4.3.3 Output

Ouput yang dihasilkan dari sistem rujukan adalah data dan informasi tentang gambaran masalah. Adapun bentuk peraturan dalam pelaksanaan rujukan yang dimaksud dalam SK Menkes Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan pelayanan Kesehatan Perorangan dan SK Menkes Nomor 5 tahun 2014 tentang Puskesmas. Output dari kegiatan pelaksanaan rujukannya adalah laporan kunjungan

pasien dan rujukan apakah rujukannya sesuai dengan mekanisme alur rujukan yang benar dan laporan jenis penyakit yang dirujuk di puskesmas apakah jenis penyakit yang dirujuk itu termasuk dalam 155 jenis penyakit yang masih bisa diselesaikan dipuskesmas yang berdasarkan SK Menkes Nomor 5 Tahun 2014.

Laporan tentang kunjungan dan rujukan dapat dilihat berdasarkan dari data sekunder pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6 jumlah kunjungan dan jumlah rujukan di Puskemas Bukit Surungan dari Januari s/d mei 2016

No Bulan Jumah Kunjungan Jumlah Rujukan Persentase 1 januari 1.404 262 18,60% 2 februari 1.432 270 19% 3 Maret 1.480 280 19% 4 April 1.443 275 19,05% 5 Mei 1.450 277 19,10% Total 7.209 1.364 19%

Sumber: laporan bulanan puskesmas Bukit surungan

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa jumlah kunjungan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada bulan januari sampai dengan mei 2016 7.209 orang dengan rujukan 1364 (rasio 19%).

Tabel 4.7 menggambarkan jenis penyakit yang sering dirujuk di puskesmas bukit surungan selama tahun 2015.

Tabel 4.7 Jenis Penyakit yang dirujuk di Puskesmas Bukit Surungan

No Jenis Penyakit

2 Hipertensi 3 Tukak Lambung 4 Faringitis 5 Gastritis 6 Diabetes Mellitus 7 Reumatik

8 Penyakit Kulit Alergi

9 Arthritis

10 Common Cold

Sumber : Laporan puskesmas bukit surungan

Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa jenis penyakit yang masih sering dirujuk masih terdapat dalam 155 jenis penyakit yang bisa ditangani di puskesmas, yang penyakit diatas seharusnya tidak perlu dirujuk dan bisa diselesaikan di puskesmas, ini terlihat bahwa Puskesmas Bukit Surungan belum bisa menangani 155 jenis penyakit yang terdapat dalam SK Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014. Jadi dalam pelaksanaan sistem rujukan di puskesmas belum sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

BAB V PEMBAHASAN

4.4 ImplementasiPelaksanaanBerdasarkanPendekatanSistem 5.1.1 Analisis Input

5.1.1.1 Analisis Tenaga Pelaksana tentang Pemahaman Tenaga Kesehatan puskesmas tentang Kebijakan Sistem Rujukan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional

Dalam pelaksanaan kebijakan sistem rujukan diharapkan mampu diimplementasikan setiap kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Diperlukan pemahaman stakeholder akan memahami kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Masyarakat berperan sebagai pendorong dalam pengimplementasian kebijakan tersebut dan tentunya dalam keberhasilannya harus ada kordinasi dan sosialisasi terhadap kebijakan yang ingin dicapai.

Dari hasil wawancara dengan tenaga kesehatan di Puskesmas Bukit Surungan sudah mengetahui adanya program JKN termasuk didalamnya sistem rujukan yang dilaksanakan sesuia dengan SK Menkes Nomor 001 2012, namun keseluruhan informan mengatakan kebijakan ini belum berjalan maksimal di puskesmas dikarenakan masih adanya kekurangan sarana dan prasarana untuk mendukung

program JKN dan masyarakat yang belum tahu prosedur dalam pelaksanaan program JKN ini.

Dalam undang-undang republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan

Dokumen terkait